• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kasus Etika Bisnis dan Profesi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kasus Etika Bisnis dan Profesi"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Kasus Etika Bisnis dan Profesi : Bank Duta

Diujung tanduk

22 Juni 2015 | nahdziafarah

Bank Duta pada awalnya bernama Bank Dharma Ekonomi. Bank ini didirikan pada tahun 1966 oleh Suhardiman, Thomas Suyatno, dan Njo Han Siang. 1Pada usianya yang kedua pada tahun 1968, Bank ini

mengalami kebangkrutan dan diselamatkan oleh PT PP Berdikari (PT Perusahaan Pilot Project Berdikari) yang kemudian menjadi pemilik tunggal dari bank tersebut.

Pada tahun 1971, bank ini kembali mengalami krisis. Krisis ini berakibat hilangnya dana Bulog yang disimpan di bank tersebut dan menimbulkan kesulitan bagi Bulog untuk melakukan pengadaan pangan. PT PP Berdikari meminta bantuan Abdulgani untuk melakukan evaluasi berkelanjutan dari bank ini3 agar

tidak terjadi kebangkrutan untuk ketiga kalinya. Abdulgani memulai membangun bank ini dengan empat belas karyawan dan manajemen yang kocar-kacir.

Perubahan nama dan pergantian pemimpin bank merupakan langkah pertama dari perubahan besar yang terjadi pada Bank duta. Langkah selanjutanya adalah keterlibatan Bustanil Arifin yang ditugaskan untuk memimpin PT PP Berdikari di mana kemudian menjadi komisaris bank pada tahun 1973. Setahun kemudian, Bank Duta memperoleh tambahan modal dari dua yayasan, yaitu Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais) dan Yayasan Supersemar. Tambahan dana ini untuk meningkatkan status bank menjadi bank devisa pada tahun 1978. Setelah itu, perkembangan Bank Duta tidak tertahankan yang pada

akhirnya menempatkan menjadi peringkat kedua bank swasta nasional dibawah Bank Central Asia (BCA).

Pada tanggal, 15 agustus 1990, Bustanil arifin, Komisaris Pertama Bank Duta, tidak bisa tidur.

Perasaannya bercampur aduk antara marah, kecewa dan khawatir. Pada sore harinya, dua Direktur Bank Duta menghadapnya secara bergantian, diawali dengan Wakil Direktur Utama Dicky Iskandar Di Nata pada pukul 17.00 kemudian Direktur Utama Abdugani pada pukul 19.00. keduanya menyampaikan berita buruk mengenai kondisi Bank Duta. National Bank of Kuwait Singapore (NBKS) mengabarkan bahwa mereka melakukan eksekusi cut-loss atas dana Bank Duta yang ditempatkan di bank tersebut. Akibat eksekusi tersebut, Bank Duta kehilangan dana yang besarnya belum diketahui, namun diperkirakan berkisar antara US$200-310 JUTA. Bank Duta terancam bangkrut karena kerugian yang diderita jauh melampui modal dasar.

Bustanil harus segera melaporkan kepada Presiden Soeharto karena sebagian besar saham Bank Duta dimiliki tiga yayasan yang diketuai oleh presiden. Kebetulan, pada keesokan paginya, presiden

memberikan pidato kenegaraan di depan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dimana seluruh menteri dan pejabat tinggi Negara hadir. Pada kesempatan itu Bustanil menitipkan berita buruk ini kepada seorang menteri. Dua hari kemudian, setelah rangkaian kegiatan peringatan Proklamasi Kemerdekaan usai, Abdulgani dipanggil oleh presiden. Presiden Soeharto dikabarkan sangat marah atas kejadian ini. Setelah itu, operasi penyelamatan Bank Duta secara diam-diam segera dilaksanakan. Dana bantuan dikumpulkan untuk mengganti dana yang hilang.

Setelah keadaan lebih terkendali, pada tanggal 4 September 1990, Gubernur Bank Indonesia (BI), Andrianus Mooy di Bina Graha, mengumumkan pergantian seluruh Direksi Bank Duta. Pergantian ini menimbulkan kegemparan, tidak hanya di Bank Duta, tetapi juga dikalangan perbankan BI, dan Departemen Keuangan. Krisis Bank Duta kemudian mencuat di permukaan

1.2 Rumusan Masalah :

(2)

2. Prinsip apa sajakah yang telah dilanggar oleh akuntan internal Bank Duta?

3. Bagaimana pelaksaanaan tanggung jawab profesi oleh akuntan internal Bank Duta?

4. Bagaimana integritas akuntan internal bank Duta?

5. Apakah akuntan internal Bank Duta telah melaksanakan prinsip kepentingan public?

6. Bagaimana objektiftas akuntan internal Bank Duta?

7. Apakah Bank Duta telah melaksanakan standar teknis dalam kegiatan akuntansinya?

8. Adakah hubungan antara pelaksanaan standar teknis akuntansi dengan kerugian yang dialami Bank Duta?

9. Apakah akuntan auditor bank duta turut bersalah?

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Prinsip Etika Profesi Akuntan

Akuntansi keuangan merupakan bidang akuntansi yang mengkhususkan fungsi dan aktivitasnya pada kegiatan pengolahan data akuntansi dari suatu perusahaan dan penyusunan laporan keuangan untuk memenuhi kebutuhan berbagai pihak, yaitu pihak internal dan eksternal. Dalam hal ini, Laporan keuangan yang dimaksud harus mampu menunjukkan keadaan keuangan dan hasil usaha perusahaan.

Tujuan akuntansi keuangan adalah menyediakan informasi kepada pihak yang berkepentingan, maka laporan keuangan harus bersifat umum sehingga dapat diterima oleh semua pihak yang berkepentingan.

Laporan akuntansi diperlukan oleh masyarakat luas, makan kulaitas laporan akuntansi tersebut menjadi sangant krusial. Sebelum laporan keuangan diterbitkan oleh manajemen sebagai alat pertanggungjawaban kepada para pemangku kepentingan , perlu ada jaminan bahwa laporan keuangan tersebut disajikan secara wajar. Yang paling tepat untuk memberikan jaminann ini adalah pihak luar manajemen yang kompeten dan independen.

Pemeriksaan atas laporan keuangan ini dilakukan oleh akuntan publik, pemeriksaan ini sangat penting karena walaupun departemen akuntansi dalam suatu organisasi mempunyai kecakapan dan ketrampilan dalam ilmu dan praktik akuntansi, namun karena posisinya di bawah manajemen perusahaan, maka berdasarkan presepsi pihak diluar manajemen, kedudukan akuntan perusahaan tersebut dianggap tidak independen.

Dalam pelaksanaannya, Profesi Akuntansi memiliki 8 pilar prinsip yang dijadikan pedoman untuk pelaksanaan etika profesi akuntansi :

1. Tanggung Jawab Profesi

2. Kepentingan Publik

3. Integritas

4. Objektivitas

(3)

6. Kerahasiaan

7. Perilaku Profesional

8. Standar Teknis

BAB III

KASUS

Bank Duta di ujung tanduk

Malam itu, 15 agustus 1990, Bustanil arifin, Komisaris Pertama Bank Duta, tidak bisa tidur. Perasaannya bercampur aduk antara marah, kecewa dan khawatir. Pada sore harinya, dua Direktur Bank Duta

menghadapnya secara bergantian, diawali dengan Wakil Direktur Utama Dicky Iskandar Di Nata pada pukul 17.00 kemudian Direktur Utama Abdugani pada pukul 19.00. keduanya menyampaikan berita buruk mengenai kondisi Bank Duta. National Bank of Kuwait Singapore (NBKS) mengabarkan bahwa mereka melakukan eksekusi cut-loss atas dana Bank Duta yang ditempatkan di bank tersebut. Akibat eksekusi tersebut, Bank Duta kehilangan dana yang besarnya belum diketahui, namun diperkirakan berkisar antara US$200-310 JUTA. Bank Duta terancam bangkrut karena kerugian yang diderita jauh melampui modal dasar.

Bustanil harus segera melaporkan kepada Presiden Soeharto karena sebagian besar saham Bank Duta dimiliki tiga yayasan yang diketuai oleh presiden. Kebetulan, pada keesokan paginya, presiden

memberikan pidato kenegaraan di depan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dimana seluruh menteri dan pejabat tinggi Negara hadir. Pada kesempatan itu Bustanil menitipkan berita buruk ini kepada seorang menteri. Dua hari kemudian, setelah rangkaian kegiatan peringatan Proklamasi Kemerdekaan usai, Abdulgani dipanggil oleh presiden. Presiden Soeharto dikabarkan sangat marah atas kejadian ini. Setelah itu, operasi penyelamatan Bank Duta secara diam-diam segera dilaksanakan. Dana bantuan dikumpulkan untuk mengganti dana yang hilang.

Setelah keadaan lebih terkendali, pada tanggal 4 September 1990, Gubernur Bank Indonesia (BI), Andrianus Mooy di Bina Graha, mengumumkan pergantian seluruh Direksi Bank Duta. Pergantian ini menimbulkan kegemparan, tidak hanya di Bank Duta, tetapi juga dikalangan perbankan BI, dan Departemen Keuangan. Krisis Bank Duta kemudian mencuat di permukaan.

Seminggu kemudian, pada tanggal 10 September 1990, Kejaksaan Agung mengumumkan pembentukan Tim khusus yang bertugas untuk menyelidiki kemungkinan terjadinya tindak pidana korupsi di Bank Duta. Tim ini dipimpin langsung oleh Jaksa Agung Singgih. Tiga hari kemudian, Dicky Iskandat Di Nata ditahan di Kejaksaan Agung. Selain itu, pada hari yang sama, penyitaan juga dilakukan atas rumah dan mobilnya.

Pada tanggal 4 Oktober 1990, Bank Duta mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB). Saat itu, terungkap bahwa kerugian Bank Duta ternyata jauh lebih besar dari perkiraan semula, yaitu sebesar US$ 419,6 juta atau sekitar Rp 780 miliar. RUPS selanjutnya memutuskan untuk menerima pengunduran diri Bustanil Arifin sebagai komisaris utama, memberhentikan tidak hormat Dicky Iskandar Di Nata, dan memberhentikan dengan hormat anggota direksi lainnya.

BANK DUTA

(4)

mengalami kebangkrutan dan diselamatkan oleh PT PP Berdikari (PT Perusahaan Pilot Project Berdikari) yang kemudian menjadi pemilik tunggal dari bank tersebut.

Pada tahun 1971, bank ini kembali mengalami krisis. Krisis ini berakibat hilangnya dana Bulog yang disimpan di bank tersebut dan menimbulkan kesulitan bagi Bulog untuk melakukan pengadaan pangan.

2PT PP Berdikari meminta bantuan Abdulgani untuk melakukan evaluasi berkelanjutan dari bank ini3 agar

tidak terjadi kebangkrutan untuk ketiga kalinya. Abdulgani adalah lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE-UI) tahun 19694 yang bekerja pada Bank Ekspor Impor Indonesia. Ia juga adalah menantu

dari Jendral Achmad Tirtosudiro, Kepala Bulog ketika itu. Berdasarkan hasil evaluasinya, Abdulgani meyatakan bahwa bank ini dapat dilanjutkan keberadaannya dengan beberapa persyaratan. PT PP Berdikari kemudian mengangkat Abdulgani, yang ketika itu masih berusia kurang dari 30 tahun, untuk memimpin bank dengan nama baru menjadi Bank Duta Ekonomi, dibantu dengan Muhammad Nazif, seorang rekannya dari FE-UI yang juga alumnus dari Citibank.5 Abdulgani memulai membangun bank ini

dengan empat belas karyawan dan manajemen yang kocar-kacir.6

Perubahan nama dan pergantian pemimpin bank merupakan langkah pertama dari perubahan besar yang terjadi pada Bank duta. Langkah selanjutanya adalah keterlibatan Bustanil Arifin yang ditugaskan untuk memimpin PT PP Berdikari di mana kemudian menjadi komisaris bank pada tahun 1973. Setahun kemudian, Bank Duta memperoleh tambahan modal dari dua yayasan, yaitu Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais) dan Yayasan Supersemar. Tambahan dana ini untuk meningkatkan status bank menjadi bank devisa pada tahun 1978. Setelah itu, perkembangan Bank Duta tidak tertahankan yang pada

akhirnya menempatkan menjadi peringkat kedua bank swasta nasional dibawah Bank Central Asia (BCA). Setahun sebelumnya terungkapnya permasalahan ini, PT PP Berdikari melepas seluruh bagian sahamnya ke Yayasan Dana Abadi Karya Bakti (Dakab) sehingga tiga yayasan mengusai 90% saham bank dan menyisakan 10% saham kepada Koperasi Karyawan Bank Duta. Pada bulan april 1990, Bank Duta menawarkan saham baru melalui pasar modal dan menyebabkan proporsi saham Yayasan berkurang menjadi 72,39%.

Dicky Iskandar Di Nata

Pada tahun 1971, Dicky Iskandar Di Nata mengawali kariernya sebagai juru ketik di Citibank pada usianya yang ke-20. Dua tahun kemudian, ia sudah menduduki jabatan sebagai staf dan dalam tempo dua tahun berikutnya ia sudah menjadi wakil manajer cabang Citibank di Jeddah. Pada tahun 1978, ia sudah menjadi Vice President (Wakil President Direktur) dan mulai merasa jenuh kerja di Citibank. Kebetulan, ia bertemu dengan Abdulgani pada bulan Agustus 1979, ia mulai bergabung dengan Bank Duta dengan jabatan sebagai divisi operasi. Selanjutnya, pada tahun 1986, ia diangkat menjadi direktur dan pada awal 1989, ia dipromosikan menjadi wakil direktur utama. Ia sebenarnya dijanjikan menjadi Direktur Utama Bank Duta menggantikan Abdulganiyang rencananya akan diangkat menjadi Direktur Utama Bank Ekspor Impor Indonesia. Namun ternyata, Abdulgani kemudian hanya ditawari posisi direktur. Ia pun menolak tawaran tersebut dan akibatnya rencana promosi Dicky pun batal.7

Di sisi lain, Dicky mempunyai kebiasaan berjudi. Jangkauan taruhannya mulai dari tebak-tebakan nomor dibungkus rokok Gudang Garam Filter hingga berangkat ke Australia, ke Burwood Casino Perth-bersama beberapa temannya, eksekutif muda Jakarta-mencarter pesawat jet milik Astra ke Perth.8

Belakangan ini, Dicky menikah lagi dengan Arnie Arifin, putrid satu-satunya dari Bustanil Arifin, yang tinggal di Los Angeles Amerika Serikat. Arnie adalah pemimpin dari PT Citra Sari Makmur, sebuah

holding company milik keluarga Bustanil Arifin. Akibat perkawinan ini, pada bulan juli 1989, Dicky diminta mundur dari Bank Duta dalam tempo Sembilan bulan.9

Kekacauan di Dealing Room

Pada tahun 1971, Amerika Serikat menghadapi kesulitan ekonomi akibat Perang Vietnam. Guna

(5)

emas yang dimilikinya. Akibatnya, transaksi valuta yang semula berdasarkan nilai tetap, dilepaskan menjadi fluktuasi, mengikuti kehendakpasar. Naik turunya nilai mata uang dari satu Negara ke Negara lain menciptakan peluang perdagangan uang yang pada akhirnya menciptakan lembaga pasar uang.

Pada awal 1980-an, kegiatan perdagangan mulai berkembang pesat akibat perubahanorientasi dari transaksi long term capital menjadi transaksi short term capital. Kegiatan perdagangan valuate asing semakin menantang dengan dikembangkannya dua cara dalam transaksi, yaitu spot dan forward exchange. Perdagangan spot membutuhkan kecepatan untuk melihat perubahan nilai mata uang yang dapat terjadi setiap detik sepanjang 24 jam. Sementara itu, perdagangan forward lebih menantang karena membutuhkan kemampuan untuk memprediksi nilai mata uang pada masa mendatang dengan

mempertimbangkan, seperti factor sosial, politik, dan bahkan bencana alam.10

Banyak Bank memasukan valuta asing ini dalam portofolio usahanya. Bank tidak harus sendiri

melakukan investasi, tetapi dapat pula bertindak sebagai broker dari nasabahnya yang ingin melakukan investasi pada pasar uang ini. Pada saat ekonomi dunia mengalami resesi pada tahun 1982-1983, dan pemberikan kredit tidak memikat, berspekulasi di pasar uang lebih menarik. Pada periode itu, rekening valuta asing pada sebuah bank dapat lebih tinggi dari pada rekening kreditnya.11

Setelah perekonomian dunia pulih, kegiatan pasar uang semakin meningkat karena para banker telah membuktikan dan menikmati keuntungan yang lebih menarik dari kegiatan bank tradisional. Sejak pertengahan tahun 1980-an hingga sekarang, berkat ekonomi dunia yang semakin sehat dan pertumbuhan dibanyak Negara yang semakin baik, nilai transaksi valuta asing semakin tinggi, terutama dengan

diperkenalkannya perdagangan atas margin-bukan atas uang, margin trading yang memudahkan orang untuk berpatisipasi dan memungkinkan perolehan keuntungan yang lebih besar. Pada 1988, volume International Money Market (IMM) per ari sudah melewati US $300 miliar.12

Mragin Trading mulai diperkenalkan di Bank Duta pada bulan September 1988 dengan tujuan untuk meningkatkan laba karena Bank Duta tidak mengandalkankredit. 13 Untuk memperkenalkan produk baru

ini, Dicky mengajak Risanto Sismoyo yang sebelumnya bekerja di Citibank untuk pindah ke Bank Duta. Awalnya, menurut Risanto, kegiatan ini memberi keuntungan untuk Bank Duta.14 namun setelah itu, yang

terjadi adalah malapetaka. Pihak internal Treasury Bank Duta dan pihak Bank Indonesia (BI) sepakat bahwa kerugian Bank duta disebabkan oleh gabungan antara tidak berjalannya fungsi administrasi dan pengawasan serta trader valuta yang kurang disiplin dan terkendali.15,16 Sebenarnya, mengembangkan

produk ini pada Bank Duta sudah menjadi aturan mengenai trading limit dan open position. Trading limit

diatur seneliai US $20 juta dalam satu masa. Jangka waktu ini dapat diperpanjang selam dua hari kerja dan dapat diperpajang lagi intuk waktu yang sama. 17

Permasalahannya adalah aturan tersebut dengan mudah dapat dilanggar karena dukungan administrasi yang sangat lemah. Dokumentasi atas keputusan yang diambil sangat terbatas. Dicky menjelaskan bahwa seharusnya perintah untuk melakukan dealing (kesepakatan) yang disampaikan melalui telepon harus direkam agar jelas apa yang diperintahkan dan siapa yang memerintah. Lebih lanjut, dealer yang menjalankan perintah tersebut harus mencamtukan inisial dealer, inisial nasabah, dan inisial yang memerintah. Perintah langsung dari nasabah hanya dapat dilakukan jika nasabah tersebut datang ke

dealing room.18

Winarto Soemarto, direktur utama Bank Duta yang baru, mengeluh karenasebagian besar dokumensulit ditelusuri.19 Baginya praktik margin trading di Bank Duta sama halnya dengan judi. Alasannya, pemilik

uang hanya dapat pasrah kepada pedagang valuta asing (valas). “Kalau itu dagang, maka harus disertai dokumen,”ktanya. Sementara itu, kontrak yang dibuat oleh Bank Duta hanyalah merupakan perjanjian yang memberi wewenang penuh kepada koressponden di luar negeri.20

Tanpa adanya suatu dokumentasi maka sulit untuk dilakukan pengawasan guna mencegah pelanggaran. Pengawasan tidak berdaya karena Dicky terlibat langsung dalam melakukan transaksi. Chief dealer yang bertugas untuk mengawasi para dealer tidak berani mengawasi Dicky. Dilain pihak, Dicky juga

(6)

tindakannya. Chief dealer Mustari Calam mengakui dipengadilan bahwa ia sendiri pernah melakukan pelanggaran, baik dalam trading limit dan mengambil atas nama kakaknya.21 Permasalahan lainnya adalah

selain sering melanggar trading limit, dealer Bank Duta-dengan pengalamannya yang terbatas-juga sering melakukan kekalahan. Kerugian inni tidak terdeksi karena disembunyikan ke dalam asset rupa-rupa.22

Mengatasi Kerugian dengan Kerugian

Permasalahan perdagangan valas mulai terungkap pada bulan juni 1989 pada saat Dicky menerima laporan dari Kepala Urusan Treasury, Mustari Calam, mengenai open position Bank Duta di NBKS sebesar US $250 juta. Open position ini dibuka oleh dealer Risanto Sasmoyo yang memprediksi kenaikan dolar. Pada kenyataannya, nilai dolar menurun sehingga Bank Duta mengalami potential loss sebesar US$20 juta.23 Risanto dimarahi dan diskors selama satu bulan. Di pengadilan, Risanto bercerita bahwa

sebenarnya ada kerugian lain yang tidak terungkap yang dilakukan oleh Dicky dan para trader lainnya.24

Dicky lalu mencoba untuk melakukan pemulihan (recovery) atas kerugian yang terjadi. Ia terjun langsung di dealing room, diikuti oleh Mustari Calam dan beberapa dealer lainnya. Upaya untuk melakukan pemulihan ini sering melanggar triding limit.25

Pada bulan oktober 1989, potential loss mencapai jumlah yang lebih besar, yaitu sebesar US$70 juta. Berdasarkan pengakuan Dicky di pengadilan, ia tidak dapat mengambil keputusan sendiri untuk

mengatasi masalah itu. Ia meaporkannya kepada direktur operasi. Masalah ini dilaporkan kepada Direktur Operasi Bey Yusuf. Kepada Bey Yusuf, Dicky menjelaskan terjadinya posisinya yang besar karena tidak berfungsinya audit sehingga ia mengusulkan agar sistem audit, supervise, dan control diperbaiki.

Selanjutnya, Dicky dipanggil Abdulgani untuk menjelaskan apa yang terjadi. Berdasarkan laporan yang diberikan, Abdulgani memberikan tiga pengarahan yaitu keep silent agar orang lain tidak ada yang tahu; berkoordinasi dengan Bey Yusuf untuk menghadapi pemeriksaan BI; dan menyelesaikan persoalan.26

Lalu, diputuskan bahwa open position diteruskan dengan menambah likuiditas yang dipeoleh melalui pinjaman dipasar.27 Dicky lalu membentuk tim untuk mengupayakan pemulihan. Berdasarkan pengakuan

Dicky di pengadilan, tim ini dimaksudkan agar para dealer bersama-sama dapat melakukan dealing. Ia sendiri tidak termasuk dalam tim.28 Namun menurut pengakuan Mustari Calam, Dicky justru mengambil

posisi yang cukup besar, yaitu antara US$50-100 juta, dan bahkan lebih dari jumlah tersebut.29

Akibat kerugian yang berturut-turut, Bank Duta diminta oleh (NBKS) untuk menambahkan jumlah dana yang digunakan untuk margin trading. Permintaan ini lalu dipenuhi hingga bulan agustus 1989. Ketika itu, Bank Duta tampaknya mengalamikesulitan likuiditas sehigga stafnya harus berkelit terhadap permintaan tersebut. Selain itu, Bank Duta mengupayakan untuk membayarnya dengan laba yang diperoleh dari transaksi sebelumnya yang belum diserahkan oleh NBKS. Penundaan pembayaran

tambahan dana ini menyebabkan dana tidak dapat ditarik dan beresiko dilakukannya cut-loss oleh NBKS. Situasi ini akhirnya ditemukan oleh Syamsi Potan, Direktur Kredit. Berdasarkan pengakuannya di

pengadilan, pada tanggal 31 Maret 1990, ia secara kebetulan mengunjungi bagian Treasury dan

menemukan bahwa staf Treasury tidak dapat menunjukan dana yang diinvestasikan pada margin trading

karena dana tersebut tidak dapat ditarik. Ia lalu meminta data-data open position dan realized loss, yang masing-masing baru diterima pada akhir bulan april dan pertengahan bulan mei. Melihat data-data tersebut, ia panic dan langsung menemui Abdulgani. Abdulgani pun segera melakukan rapat direksi pada keesokan harinya, tanggal 16 Mei 1990.30

Rapat pada tanggal 16 Mei 1990 dilakukan sebanyak dua kali. Pada pagi harinya, direksi menghadapi kenyataan bahwa banyak dana yang ditanamkan pada kegiatan margin trading dan saat ini bank memiliki potensi kerugian yang sangat besar. Abdulgani kemudian menyatakan bahwa keadaan yang sangat sulit, tetapi bank harus diselamatkan agar tidak menimbulkan dampak bagi perbankan nasional. Untuk itu, ia meminta agar pengelolahan treasury tidak menambah kerugian lagi.31 Sore harinya, direksi kembali

(7)

dicari.32 Selanjutnya, bank tetap akan memberikan kredit dalam jumlah yang terbatas untuk sekadar

mempertahankan keberadaan Bank Duta di Masyarakat.33

Langkah-langkah penyelamatan tampaknya tidak membuahkan hasil. Bank Duta tidak berhasil

memperoleh pinjaman yang diharapkan. Kebetulan, pemerintah saat itu edang melaksanakan kebijakan

Tight Money Policy.34

Pada tanggal 15 Agustus 1990, hal yang dikhawatirkan terjadi. NBSK melakukan eksekusi cut-loss. Abdulgani memutuskan untuk melapor kepada Komisaris Utama, Bustanil Arifin. Ia menelepon seluruh direksi, kecuali Dicky yang sangat terlambat, guna meminta persetujuan. Setelah memperoleh

persetujuan, Abdulgani menyampaikan secara khusus kepada Dicky rencananya untuk bertemu dengan Bustanil. Namun, Dicky mencegahnya. Dicky merasa bersalah sehingga ia yang harus menemui Bustanil. Di lain pihak, Abdulgani didorong oleh direksi lainnya untuk tetam menemui Bustanil mengingat

kedudukannya sebagai orang nomor satu di Bank Duta. Akhirnya, direktur utama dan wakil direktur utama sama-sama menemui komisaris utama dengan jadwal yang berbeda.35 Seminggu kemudian, tanggal

23 Agustus 1990, Dicky menulis surat kepada direksi untuk melakukan klaim atau legal action kepada NBKS. Rencana ini ditolak Abdulgani karena khawatir ini akan terbongkar keluar.36

Menghindari pemeriksaan Bank Indonesia

Bank duta melakukan berbagai rekyasa transaksi dan manipulasi laporan agar dikategorikan sebagai banak yang sehat dan terhindar dari pemeriksaan BI. Salah satu rekayasa dilakukan pada saat Bank Duta harus membayar Citibank Jakarta atas kerugian transaksi valas sebesar US$3.2 juta. Dana dikirimkan kepada Duta International Finance Limitid di Hong Kong. Dari Hongkong, pembayaran baru dilakukan kepada Citibank Jakarta, melalui Eastide Corp, Hongkong. Dalam pembukuan Bank Duta pembayran kerugian ini dicatat sebagai penempatan Bank Duta di DIFL.

Pada bulan Oktober 1989, terdengar kabar bahwa BI akan melakukan pemeriksaan pada bulan Desember. Sementara itu, pada ssat yang bersamaan terjadi open position yang besar di NBKS. Staff treasury lalu mempersiapkan diri untuk pemeriksaan dengan membuat sebuah proposal kredit fiktif guna memanipulasi open position tersebut. Berdasarkan proposal tersebut, dibuatkan memorandum kredit yang

ditandatangani oleh komite kredit termasuk didalamnya direktur kredit.

Selain itu, pemecahan posisi juga dilakukan dari seorang nasbah yang telah jatuh melewati limit kea kun beberapa nasabah yang sudah tidak aktif. Dengan adanya memorandum kredit makan diharapkan Bank Duta terhindar dari pemeriksaan BI yang ketika itu dikhawatirkan akan dilakukan pada bulan Desember 1989.

Bank Duta menurut pengakuan Dicky di pengadilan, biasa membuat dua laporan yaitu laporan Fiktif untuk Bank Indonesia dan Laporan Riil untuk Direksi Bank. Laporan untuk Bank Indonesia “dipoles” agar Bank Duta dikategorikan sebagai bank sehat.

Apakah Dicky Melakukan Korupsi?

Pada bulan Februari 1991, Dicky mulai diadili dengan dakwaan telah melakukan tindak pidana koripsi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971, Dicky terancam hukuman maksimum penjara seumur hidup , denda sebesar Rp30 juta, dan uang ganti rugi sebesar kerugian negara. Ada dua hal yang dipertanyakan oleh pembela dan masyarakat umum atas dakwaan korupsi ini. Pertama adalah Dicky bukan pegawai negeri sebagaimana yang dimaksud dengan subjek korupsi dalam Undang-Undang Anti-Korupsi ini. Hal ini dibantah oleh jaksa karena ada pasal yang menggunakan istilah “barang siapa” yang dapat berarti pegawai negeri atau pegawai swasta. Kebetulan, sudah ada beberapa preseden pegawai swasta yang dihukum dengan Undang-Undang Anti-Korupsi ini.

(8)

berargumentasi bahwa kejahatan korupsi dapat pula terhadap badan hukum yang menggunakan modal atau kelonggaran-kelonggaran dari negara dan masyarakat. Bankk Dutan jelas memperoleh fasilitas negara, kredit likuiditas dari BI. Selain itu, sebagian besar saham Bank Duta adalah milik tiga yayasan yang berarti milik masyarakat, sedangkan sisanya juga dimilik oleh masyarakat melalui pasar modal.

Silang pendapat mengenai kerigian negara ini juga terjadi di antara pejabat tinggi negara. Awalnya adalah Wakil Presiden Sudharmono yang mengungkapkan bahwa kerugian negara pada tahun 1990/1991 sekitar Rp1 triliun dan sebagian besar kerugian berasal dari kasus Bank Duta. Bustanil Arifin membantah

pernyataan wakil presiden dengan mengatakan bahwa Bank Duta adalah bank swasta. Oleh karena itu kerugian yang dialami bank bukan merupakan kerugian negara. Pernyataan Bustanil ini dapat

membatalkan dakwaan jaksa. Oleh karena itu, kantor wapres kemudian merala pernyataan Bustanil dengan menyatakan bahwa berdasarkan laporan Kejaksaan Agung ksus Bank Duta termasuk korupsi.

Apakah Akuntan Ikut Bersalah?

Pada bulan September 1990, Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menjatuhkan hukuman pada akuntan publik Hadi Pontan yang memeriksa Laporan Keuangan Bank Duta tahun 1989. Bapepam memasukkan Hadi Pontan ke dalam daftar hitam karena dianggap telah memberikan pernyataan tanpa didukung oleh data yang sah. Dalam laporan keuangan yang dinilai “wajar” oleh Pontan, disebutkan pada akhir 1989 Bank Duta meraih laba bersih Rp14,5 miliar. Padahal, belakangan terungkap, Bank Duta ketika itu sudah merugi akibat bisnis valas.

Menurut Sutoyo, Ketua Dewan Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Pontan telah melakukan dua kesalahan. Pertama, tidak membuat dokumentasi audit. Padahal, setiap langkah audit harus

didokumetasikan. Kedua, membuat opini pemeriksaan tanpa bukti-bukti yang dikonfirmasikan. Untuk dua keslahan ini, sealin mendapat sanksi dari Bapepam, Pontan juga harus menanggung sanksi dari IAI berupa peringatan keras bersyarat dengan masa percobaan enam bulan.

Di lain pihak, Ketua Bidang Standar Profesi IAI, Soemarso S.R., membela Pontan, “Tidak fair kalau Pontan disalahkan. Ia sudah bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip akutansi Indonesia, yakni membuat laporan keuangan berdasarkan data-data yang diberikan oleh Bank Duta. Namun, jika akhirnya muncul interpretasi yang merugikan investor”, kata Soemarso, “Itu kesalahan emiten.”

Pendapat Soemarso didukung oleh Kwik Kian Gie. “Klau data yang diberikan Bnak Duta dijadikan dasar pertimbangan, ya tidak bisa dipersalahkan,”katanya. “Apalagi dunia akuntasi di Indonesia masih

berpegang teguh pada aturan formal. Artinya, pemeriksaan dilakukan berdasarkan bukti-bukti transaksi.

Nah, jika ada barang yang dibeli seharga Rp10, tetapi di kuitansi tertulis Rp15 maka akuntan Indonesia akan mempercayai yang tertera di kuitansi. Coba kalau hasil pemeriksaan secara formal diuji secara material, saya yakin, 80% laporan akuntan di Indonesia akan terkena sanksi,” tuturnya.

Putusan Pengadilan

Pada tanggal 26 Juni, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat memutuskan Dicky Iskandar Di Nata

bersalah melakukan tindak pidana korupsi (tipikor) sehingga merugikan negara sebesar Rp780 miliar dan menghukumnya dengan hukuman penjara selama sepuluh tahun, densa sebesar Rp20 juta, dan membayar uang pengganti sebesar Rp811 miliar kepada negara yang diwakili Bank Duta.

Dicky diputuskan bersalah karena menyalahgunakan kewenangannya sebagai wakil direktur utama dan direktur eksekutif. Dicky terlibat langsung menjadi daeler dalam perdagangan valas, baik untuk posisi bank maupun nasabah. Dalam melakukan dealing, Dicky melanggar aturan yang ditetapkan. Keterlibatan langsung dan pelanggaran ini merusak organisasi dealing room karena chief daeler yang seharusnya mengawasi daeler tidak dapat mengawasi Dicky yang tidak lain adalah atasannya. Akibatnya,

(9)

Dicky untuk menutupi kerugian yang dibuat bawahannyadilakukan dengan mengambil transaksi-transaksi besar yang berakhir dengan kekalahan dan kerugianyang lebih besar lagi bagi Bang Duta.

Dicky dianggap merugikan negara karena yayasan-yayasan pemilik Bank Duta harus menyetor dana yang berakibat pada terhambatnya kegiatan social yang dilakukan oleh yayasan. Kerugian ini juga berakibat hilangnya devisa negara yang dibutuhkan untuk pembangunan serta dapat menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional. Oleh karena itu, meskipun Dicky tidak merugikan keuangan negara, ia dianggap tetap merugikan negara.

Dalam peradilan tingkat banding, Dicky hanya memperoleh keringanan hukuman penjara menjadi delapan tahun dan tetap diwajibkan membayar denda sebesar Rp20 juta, serta uang pengganti Rp811 miliar. Putusan peradilan tingkat banding ini diperkuat oleh putusan kasasi Mahkamah Agung (MA).

Apakah Dicky Sendirian yang Bersalah?

Sejak awal, Dicky keberatan untuk menanggung sendiri permasalahan ini. Dalam surat pribadinya kepada Abdulgani beberapa hari sebelum ditahan, ia mengingatkan bahwa ia sudah melaporkan kerugian ini. Direksi, bahkan sempat memutuskan untuk cut-loss pada bulan Maret 1990. Di pengadilan pun, ia menyatakan bahwa ia melaporkan permasalahan kerugian ini pada saat terjadi potential loss sebesar US$70 juta pada bulan Oktober, namun di dalam persidangan, direksi mengaku baru mengetahui permasalahan ini pada bulan Mei 1990.

Dicky juga menyatakan bahwa kelemahan pengawasan dan tidak berfungsinya internal audit merupakan tanggung jawab direktur operasi. Sealin itu, ada juga tanggung jawab akuntan publikyang memeriksa laporan keuangan sehingga Bank Duta dapat melakukan emisi saham. Lebih lanjut, akuntan public ini mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada direktur operasi.

Setelah Dicky divonis bersalah, Jaksa Agung Singgih memberikan keterangan bahwa dalam kasus Bank Duta, harus dibedakan antara tanggung jawab pidan adan tanggung jawab manajerial. Dalam masalah transaksi valas asing ini, terbukti bahwa Dickylah yang bertanggung jawab, sehingga dia dikenakan tanggung jawab pidana. “Bila Dicky merasa hal ini tidak adil, dia bisa mengajukan banding dan kemudian kasasi”.

Mengenai direksi lainnya yang akan diajukan ke pengadilan, Singgih mengatakan bahwa sampai sekarang belum ada perkara lain, kecuali kasus Dicky yang telah divonis oleh pengadilan. “Untuk kasus Dicky yang sekarang ini, selesai. Kasus permainan valas itu selesai dan tanggung jawab pidana Dicky. Tanggun jawab lainnya it bukan urusan kejaksaan. Kan semua sudah diberhentiakan, dan itu tanggung jawab manajerial,” katanya.

BAB IV

PEMBAHASAN

1. Apakah akuntan internal Bank Duta melanggar Prinsip Etika Profesi Akuntan?

Ya, Akuntan internal Bank Duta dalam pelaksanaannya telah melanggar beberapa prinsip etika profesi akuntan yang mengakibatkan laporan keuangan Bank Duta tidak dapat menggambarakan bagaimana kondisi keuangan yang sebenarnya terjadi di dalam Bank Duta.

2. Prinsip apa sajakah yang telah dilanggar oleh akuntan internal Bank Duta?

(10)

prinsip kepentingan public objektifitas dan tidak melaksanakan standar teknis dalam kegiatan akuntansinya.

3. Bagaimana pelaksaanaan tanggung jawab profesi oleh akuntan internal Bank Duta?

Prinsip tanggung jawab profesi oleh akuntan Bank Duta tidak dilaksanakan dengan baik, Karena

seharusnya dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Sementara akuntan Bank Duta tidak bekerja secara professional dan bertindak atas nama kepentingan manajemen.

4. Apakah akuntan internal Bank Duta telah melaksanakan prinsip kepentingan public?

Tidak, Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung-jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peranan yang penting di masyarakat, di mana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepacla obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung-jawab akuntan terhadap

kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Sementara akuntan Bank Duta bertindak atas nama manajemen. Akuntan internal Bank Duta melalakukan serangkaian manipulasi agar Bank Duta dapat dikataan sebagai Bank yang sehat serta terbebas dari campur BI dan intervensi pemerintah.

5. Bagaimana integritas dan objektifitas akuntan internal Bank Duta?

Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Sedangkan Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain. Akuntan internal Bank Duta tidak mampu menjaga integritas dan objektifitas dalam pelaksanaan kegiatannya, hal ini dapat dibuktikan dengan terjadinya manipulasi laporan keuangan, penyembunyian nilai kerugian pada asset lain lain dan manipulasi dana pembayaran hutang yang dicatat dalam penempatan pada pihak lain. Apabila akuntan mampu menjaga integritas dan terbebas dari tekanan manajemen, maka kerugian yang besar akan dapat dicegah dalam Bank Duta.

6. Apakah Bank Duta telah melaksanakan standar teknis dalam kegiatan akuntansinya?

Ya, Manajemen ataupun akuntan internal Bank Duta telah melanggar standar teknis dalam pelaksanaan kegiatan akuntansinya sehingga berakibat kepada kerugian Negara dan hilangnya dana masyarakat.

7. Adakah hubungan antara pelaksanaan standar teknis akuntansi dengan kerugian yang dialami Bank Duta?

Apabila dalam pelaksanaan kegiatan akuntansinya, Bank Duta melaksanakan prinspip standar teknis, kemungkinanan kerugian yang dialami oleh Bank Duta tidak akan terlalu besar dan berdampak luas. Dengan dilksanakannya standar teknis oleh pihak manajemen Bank Duta maka pengawasan akan terjadi dengan baik. Keterlibatan langsung pihak manajemen dalam melakukan dealing mengakibatkan

(11)

8. Apakah akuntan auditor Bank Duta turut bersalah?

Ya, Akuntan auditor Bank Duta turut bersalah karena akuntan yang professional akan menggunakan pertimbangan professional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Hal ini tidak terjadi dalam akuntan auditor Bank Duta. Dalam kegiatan auditnya, Auditor Bank Duta tdiak melakukan dikumentasi terhadap setiap transaksi dan audit yang telah mereka lakukan. Selain itu kesalahan lain yang dilakukan oleh Akuntan Bank Duta Hadi Pontan yakni membuat opini pemeriksaan tanpa dasar bukti bukti yang dapat dikonfirmasikan. Hadi Pontan menilai bahwa Laporan Keuangan dinilai “wajar” oleh Pontan, didalamnya disebutkan bahwa pada akhir 1989 Bank Duta meraih laba bersih sekitar Rp.14.5 miliar. Padahal,

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persepsi tentang etika bisnis antara akuntan publik, akuntan pendidik, mahasiswa akuntansi (UMS) didasarkan pada hasil

Kode Etik ini menetapkan prinsip dasar dan aturan etika profesi yang harus diterapkan oleh setiap individu dalam kantor akuntan publik (KAP) atau Jaringan KAP, baik yang

24. Teleologi banyak beresonansi dengan berbagai hasil yang berorientasi pada masyarakat dunia usaha. Hal ini dikarenakan teleologi berfokus padadampak dari pembuatan

Tingkat materialitas kedua adalah pada saat terdapat suatu kesalahan penyajian dalam laporan keuangan yang dapat mempengaruhi keputusan seorang pengguna laporan

Auditor harus melakukan audit sesuai dengan standar audit yang berlaku, yang meliputi standar teknis dan profesional yang relevan yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia

Jadi, saat dihadapkan dengan confct, etis yang mendahulukan hak atau keadilan atas kerugian jatuh ke dalam satu kubu, dan mereka yang mendahulukan keuntungan atas hak atau

Skandal keuangan yang berasal dari pelaksanaan fungsi keuangan yang dijalankan secara tidak etis telah menimbulkan berbagai kerugian bagi para investor. Pelanggaran

Murtanto dan Marini (2003) meneliti tentang persepsi etika bisnis dan etika profesi akuntan diantara akuntan pria, akuntan wanita, mahasiswa, dan mahasiswi dengan