74 MASYARAKAT DEMOKRASI
JURNAL ILMIAH ADMINISTRASI PUBLIK ISSN: 2615-5265
OPTIMALISASI PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DI KECAMATAN MUARA LAKITAN
KABUPATEN MUSI RAWAS
Oleh:
Anton Mardoni1
Dosen Program Studi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Musi Rawas
Juliman2
Dosen Program Studi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Musi Rawas
Hartawan3
Dosen Program Studi Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Musi Rawas
Informasi Artikel
● Tulisan dikirim tanggal
22-05-2018
● Tulisan direvisi tanggal 22-05-2018
● Tulisan diterima kembali tanggal 30-05-2018
Korespodensi Penulis Email:
doniesip@yahoo.co.id
Kontak Seluler: HP: 085380444564
Kata kunci:
Optimalisasi, Pemungutan,
Pajak, Bumi dan Bangunan
Abstract
The objective of this research is to know the optimization of Land and Building Tax on Rural and Urban Plants in Mura Lakitan Sub-district of Musi Rawas Regency. The research activities conducted in January 2017 until December 2017. Descriptive research methods were analyzed qualitatively, data collection with the method of observation, in-depth interviews, and documentation. Data analysis techniques using interactive analysis model Miles and Huberman. This study looks at the acceptance of land tax and rural and urban buildings from the aspect of local government ability of Musi Rawas Regency in doing data collection object and tax subject. Aspects of public awareness of taxpayers, aspects of management and tax use based on the mandate of Law No. 28 on Local Taxes and Area Restribusi. The result of the research indicates that not yet optimal collection of Land Tax and Rural and Urban Building in Muara Lakitan Sub-district of Musi Rawas Regency. Update data has not been implemented according to the conditions of the tax object so that the unclear system of Land and Building Tax on Rural and Urban Plans. Socialization of Land and Rural Land and Urban Taxes is implemented by the District Government together with the submission of the Land and Building Tax Payable Notification Letter to the Village Government. Funds for the Land and Building Tax revenues depend on the extent of the Land and Rural Land and Urban Tax provisions or these policies have only been adopted in 2017.
ISSN: 2615-5265
75 Abstraksi
Tujuan penelitian untuk mengetahui optimalisasi pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di Kecamatan Mura Lakitan Kabupaten Musi Rawas. Adapun Kegiatan penelitian dilaksanakan bulan Januari 2017 sampai dengan Desember 2017. Metode penelitian deskriptif dianalisis secara kualitatif, pengumpulan data dengan metode observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan model analisis interaktif Miles dan Huberman. Penelitian ini melihat penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dari aspek kemampuan pemerintah daerah Kabupaten Musi Rawas dalam melakukan pendataan objek dan subjek pajak. Aspek kesadaran masyarakat wajib pajak, aspek pengelolaan dan pengunaan pajak berdasarkan amanah Undang-Undang Nomor 28 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa belum optimalnya pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaaan di Kecamatan Muara Lakitan Kabupaten Musi Rawas. Pemutahiran data belum dilaksanakan sesuai kondisi objek pajak sehingga belum jelasnya sistem pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Sosialisasi Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dilaksanakan oleh Pemerintah Kecamatan bersamaan dengan penyerahan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan ke Pemerintah desa/kelurahan. Dana bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan bergantung besarnya ketetapan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan atau kebijakan ini baru diterapkan tahun 2017.
Kata Kunci: Optimalisasi, Pemungutan, Pajak, Bumi dan Bangunan
I. Pendahuluan
Luas wilayah Kabupaten Musi Rawas
terdiri dari 14 Kecamatan, 13 Kelurahan dan
180 Desa. Pemungutan PBB Perdesaan dan
Perkotaan mengalami kenaikan ketetapan
tarif pajak sebagai akibat adanya
penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Perbedaan pendapat muncul berkaitan
dengan konsep dan penentuan NJOP antara
Pemerintah Daerah dengan masyarakat.
Kenaikan tersebut nampaknya terasa berat
bagi masyarakat/wajib pajak akibat
rendahnya harga karet rakyat. Berkaitan
dengan itu telah muncul berbagai tuntutan
dari wajib pajak merasa keberatan terhadap
pemungutan PBB Perdesaan dan Perkotaan.
Masih lemahnya kerjasama dengan
Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pertanahan,
dan Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah,
sehingga belum terlaksananya pendataan
ulang objek dan subjek pajak, data objek
dan subjek pajak tahun 1980 yang
digunakan dalam penetapan pajak sampai
ISSN: 2615-5265
76 struktur organisasi dan tata kerja khusus
pengeloaan PBB Perdesaan dan Perkotaan,
petugas pemungut adalah pemerintah
kelurahan/desa. Penyuluhan pajak daerah
melibatkan perangkat kecamatan, kelurahan
dan desa, sedangkan sosialisasi kepada
wajib pajak hanya dilakukan aparatur
kelurahan/desa. Pemerintah kecamatan dan
pemerintah desa/kelurahan dalam
pengelolaan PBB Perdesaan dan Perkotaan
di Kabupaten Musi Rawas terkendala
rendahnya kesadaran masyarakat/wajib
untuk membayar pajak. PBB Perdesaan dan
Perkotaan sebagai salah sumber
pendapatan asli daerah, maka terus
dilakukan berbagai upaya untuk
meningkatkan realisasi penerimaan PBB
Perdesaan dan Perkotaandapat tercapai di
tahun 2014.
Rendahnya penerimaan pajak
menunjukkan bahwa belum optimalnya
pemungutan PBB Perdesaan dan Perkotaan
dilihat dari aspek kemampuan pemerintah
daerah dalam pendataan objek dan subjek
pajak, kesadaran masyarakat/wajib pajak,
kepercayaan masyarakat/wajib pajak
terhadap pengelolaan dan penggunaan
pajak. Pemasalahan di atas penting untuk
mengkaji lebih mendalam optimalisasi
pemungutan PBB Perdesaan dan Perkotaan
di Kecamatan Muara Lakitan Kabupaten
Musi Rawas.
1.1 Rumusan Masalah
Masalah yang akan diteliti dirumuskan
untuk menjawab permasalahan penelitian
adalah optimalisasi pemungutan PBB
Perdesaan dan Perkotaan yaitu penerimaan
PBB Perdesaan dan Perkotaan dari aspek :
1. Bagaimana kemampuan pemerintah
daerah melakukan pendataan objek dan
subjek pajak sehingga meningkatnya
ketetapan pajak?
2. Bagaimana pengelolaan dan penggunaan
pajak untuk meningkatkan kepercayaan
masyarakat akan manfaat membayar
pajak ?
3. Bagaimana kesadaran mayarakat
membayar pajak untuk peningkatan
partisipasi masyarakat/wajib pajak ?
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah optimalnya
pemungutan dan penerimaan Pajak Bumi
dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di
Kecamatan Muara Lakitan Kabupaten Musi
Rawas, sebagai berikut :
1.2.1 Kemampuan Pemerintah Daerah
Dalam Melakukan Pendataan Objek
dan Subjek Pajak
Data objek dan Subjek Pajak Bumi dan
ISSN: 2615-5265
77 dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Lubuklinggau. Tahun 2014. Pemutahiran
data wajib pajak sedang dilaksanakan dan
sampai saan ini belum selesai. Pendataan
objek dan subjek Pajak Bumi dan Bumi
Bangunan dilaksanakan oleh Badan
Pengelolan Pajak dan Restribusi Daerah
Kabupeten Musi Rawas, belum melibatkan
pihak lain. Pemuktahiran data objek dan
subjek Pajak Bumi dan Bangunan melihatkan
Kepala Desa di Kecamatan Muara Lakitan
Kabupaten Musi Rawas. Adapun kendala
pendataan seperti banyaknya perusahaan
yang melakukan ganti rugi sehingga
menyebabkan data objek dan Subjek pajak
Bumi dan Bangunan belum valit.
Berdasarkan Peraturan Bupati Musi
Rawas Nomor 15 Tahun 2017 tentang
Klasifikasi dan Nilai Jual Objek dan Subjek
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan Kabupaten Musi Rawas telah
ditetapkan penilaian massal. Penilaian
sistematis untuk sejumlah objek pajak yang
dilakukan pada saat tertentu secara
bersamaan dengan menggunakan suatu
prosedur standar yang dalam hal ini disebut
Computer Assisted Valuation (CAV).
Klasifikasi nilai jual objek pajak bumi
tertinggi dengan pengelompokan nilai jual
bumi >Rp.67.390.000,-/m2 sampai dengan
Rp.69.700.000,-/m2 dengan nilai jual objek
pajak sebesar RP.68.545.000,-/m2.
Sedangkan, nilai jual objek pajak bumi
terendah dengan pengelompokan nilai jual
bumi >Rp. 4.100,-/m2 sampai dengan Rp.
5.900,- /m2 dengan nilai jual objek pajak
sebesar Rp.5.000,-/m2. Klasifikasi nilai jual
objek bangunan tertinggi dengan
pengelompokan nilai jual bumi
>Rp.14.700.000,-/m2 sampai dengan
Rp.15.800.000,-/m2 dengan nilai jual objek
pajak sebesar Rp.15.250.000,-/m2.
Sedangkan, nilai jual objek pajak bumi
terendah dengan pengelompokan nilai jual
bumi >Rp. 52.000.000,-/m2 dengan nilai jual
objek pajak sebesar Rp. 50.000,-/m2.
Berdasarkan Keputusan Bupati Musi
Rawas Nomor 331/KPTS/BPPRD/2017
tentang Penetapan Pengenaan Pajak Bumi
dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
Minimal di Kabupaten Musi Rawas Tahun
2017, ditetapkan pengenaan Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
minimal di Kabupaten Musi Rawas sebesar
Rp. 30.000,- sejak tanggal 23 Januari 2017.
1.2.2 Pengelolaan dan Penggunaan Pajak
Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan
Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan
ISSN: 2615-5265
78 Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan
Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Musi
Rawas sejak tahun 2014, selanjutnya
kewenangan tersebut pada tahun 2016
dibentuk Badan Pengelola Pajak dan
Restribusi Daerah (BPPRD) Kabupaten Musi
Rawas. Ketentuan pengelolalaan dana bagi
hasil penerimaan pajak di masing-masing
desa berpedoman pada Undang-Undang
Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa dan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 43 tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6
tahun 2014 tentang Desa, pembagian dana
bagi hasil pajak diatur dengan Keputusan
Bupati Musi Rawas. Dana bagi hasil Pajak
Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan yang diterima oleh desa sebesar
10% dari realisasi penerimaan pajak pada
masing-masing desa dengan ketentuan
target tercapai 100%.
Desa/Kelurahan yang terdapat di
Kecamatan Muara Lakitan sebanyak 19 Desa
dan 1 Kelurahan. Realisasi penerimaan Pajak
Bumi dan Bangunan di Kecamatan Muara
Lakitan Kabupaten Musi Rawas tahun 2017
sebesar Rp.254.674.436,-. Penerimaan
bersumber dari yang terdiri dari 13 Desa dan
1 Kelurahan, sedangkan 6 desa belum
dilakukan pemungutan pajak karena seluruh
wilayah desa termasuk Kawasan Hutan
Industri (HTI). Selanjutnya, 13 desa dan 1
Kelurahan merupakan daerah pemukiman,
perkebunan rakyat, dan Kawasan Hutan
Tanaman Industri/perkebunan kelapa sawit.
Penggunaan Dana bagi hasil Pajak
Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan yang diterima oleh desa
merupakan salah satu sumber pendapatan
asli desa ditetapkan dalam Anggaran
Pendapatan dan Belaja Desa, serta wajib
dipertanggungjawabkan dalam bentuk
Laporan Pertanggungjawaban Desa.
1.2.3 Kesadaran Wajib Pajak Membayar
Pajak
Meningkatkan kesadaran wajib pajak perlu
dilakukannya pendataan ulang objek dan
subjek pajak untuk pemuktahiran data,
perlu dilakukannya sosialisasi perpajakan
dari BPPRD Kabupaten Musi Rawas.
Tingginya kesadaran wajib Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di Desa
Pelita Jaya, Sidomulyo, Marga Baru yang
termasuk Kawasan Transubur menjadi icon
penerimaan pajak di Kecamatan Muara
Lakitan dengan pencapaian target 100%.
Rendanya kesadaran wajib pajak di Desa
Prabumulih I, Prabumulih II, Semeteh,
Sungai Pinang, Muara Rengas, Anyar,
ISSN: 2615-5265
79 Lubuk Pandan, dan Kelurahan Muara
Lakitan. Desa-desa tersebut, saat survei
awal penelitian belum terdapat data
realisasi penerimaan.
II. Tinjauan Pustaka
PBB Perdesaan dan Perkotaan adalah
pajak atas bumi dan bangunan yang dimiliki,
dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh orang
pribadi atau badan, Siahaan (2013:553)
mengemukakan :
“Yang dimaksud dengan bumi adalah
permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Kabupaten/Kota. Sedangkan yang dimaksud bangunan adalah kontruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan pedalaman dan atau laut. PBB Perdesaan dan Perkotaan merupakan jenis pajak Kabupaten/Kota yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Restribusi Daerah”.
Sebelumnya PBB Perdesaan dan
Perkotaan pada dasarnya merupakan pajak
pusat yang dipungut oleh pemerintah pusat
melalui Direktorat Jenderal Pajak,
Kementerian Keuangan, di mana hasilnya
sebagian besar diserahkan kepada daerah.
Ditetapkannya pemungutan PBB Perdesaan
dan Perkotaan yang pengelolaanya melalui
dinas pendapatan daerah Kabupaten/Kota
diperlukan optimalisasi pemungutan pajak
tersebut sehingga pendapatan asli daerah
dari sektor pajak meningkat. Dari uraian di
atas, TMbooks (2013:19) memperjelas
pengecualian :
“Kecuali kawasan yang digunakan untuk
kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. PPB yang dialihkan menjadi Pajak Kabupaten/Kota hanya PBB Perdesaan dan Perkotaan (P2), sementara PBB sektor Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan (P3) masih tetap menjadi Pajak Pusat. Mulai 1 Januari 2014, seluruh kabupaten/kota sudah sepenuhnya melakukan pengelolaan PBB Perdesaan dan Perkotaan masing-masing”.
Pajak Bumi dan Bangunan sektor
Perkebunan, Perhutanan, dan
Pertambangan (P3) masih tetap menjadi
pajak pusat. Sedangkan pemungutan Pajak
Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan dimulai 1 Januari 2014
dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota. PBB
Perdesaan dan Perkotaan yang terutang
dipungut diwilayah Kabupaten/Kota yang
meliputi letak objek pajak. Hal ini terkait
dengan kewenangan pemerintah
Kabupaten/Kota yang hanya terbatas atas
bumi dan bangunan yang berlokasi dalam
wilayah administrasinya.
2.2.Optimalisasi Pemungutan PBB
Perdesaan dan Perkotaan
Optimalisasi pemungutan PBB
Perdesaan dan Perkotaan didasarkan pada
dasar hukum yang jelas dan kuat yakni
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
ISSN: 2615-5265
80 Pemerintah daerah Kabupaten/Kota
bersama DPRD Kabupaten Kota menerbitkan
Peraturan Daerah tentang PBB Perdesaan
dan Perkotaan sebagai dasar hukum
pemungutan PBB Perdesaan dan Perkotaan.
Keputusan Bupati/Walikota yang mengatur
tentang PBB Perdesaan dan Perkotaan
sebagai aturan pelaksanaan pemungutan
PBB Perdesaan dan Perkotaan.
2.2.1 Cara Pemungutan PBB Perdesaan dan
Perkotaan
Pemungutan PBB Perdesaan dan
Perkotaan tidak dapat diborongkan adalah
bahwa seluruh proses kegiatan pemungutan
pajak tidak dapat diserahkan kepada pihak
ketiga. Namun dimungkinkan adanya
kerjasama dengan pihak ketiga dalam proses
pemungutan, pendapat Siahaan (2013:565),
antara lain :
a. Pencetakan formulir perpajakan
b. Pengiriman surat-surat kepada wajib
pajak
c. Penghimpunan data objek dan subjek
pajak
Kegiatan yang tidak dapat
dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah
kegiatan perhitungan besarnya pajak yang
terutang, pengawasan penyetoran, dan
penagihan pajak.
2.2.1.1Penetapan PBB Perdesaan dan
Perkotaan
Sistem pemungutan pajak yang
diterapkan dalam PBB Perdesaan dan
Perkotaan adalah penetapan oleh kepala
daerah (Official assessment). Penetapan
pajak oleh kepala daerah diwujudkan dalam
bentuk, sebagai berikut :
1. Penerbitan Surat Pemberitahuan Pajak
Terhutang (SPPT) atau Surat Ketetapan
Pajak Daerah (PKPD) sebagai sarana
untuk menagih besarnya pajak terutang.
2. Berdasarkan data objek dan subjek pajak
yang terutang dalam Surat
Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang
disampaikan oleh subjek pajak, kepala
daerah menerbitkan SPPT merupakan
surat yang digunakan untuk
memberitahukan besarnya PBB
Perdesaan dan Perkotaan yang terutang
kepada wajb pajak.
Dalam kondisi tertentu kepala daerah
Kabupaten/Kota dapat menerbitkan SKPD
terhadap wajib PBB Perdesaan dan
Perkotaan dalam hal-hal sebagai berikut:
a. SPOP tidak disampaikan dan setelah
wajib pajak ditegur secara tertulis oleh
kepala daerah seabagaimana ditentukan
ISSN: 2615-5265
81 b. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau
keterangan lain ternyata jumlah pajak
yang terutang lebih besar dari jumlah
pajak yang dihitung berdasarkan SPOP
yang disampaikan wajib pajak.
2.2.1.2Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD)
Kepala daerah Kabupeten/Kota
menerbitkan STPD apabila PBB Perdesaan
dan Perkotaan dalam tahun berjalan tidak
atau kurang bayar dan wajib pajak
dikenakan sanksi administratif berupa bunga
dan atau denda. Sanksi administratif berupa
bunga sebesar dua persen (2%) sebulan dan
ditagih melalui STPD dikenakan kepada
wajib pajak yang tidak atau kurang
membayar pajak terutang. STPD harus
dilunasi oleh wajib pajak dalam jangka
waktu satu bulan sejak tanggal
diterbitkannya STPD oleh kepala daerah
Kabupaten/Kota. Bentuk, isi. tata cara
penerbitan dan penyampaian STPD
ditetapakan oleh kepala daerah
Kabupaten/Kota.
2.2.1.3Insentif Pemungutan PBB Perdesaan
dan Perkotaan
Pemungutan PBB Perdesaan dan
Perkotaan dilaksanakan oleh Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) kabupaten/Kota
dapat diberikan insentif atas dasar
pencapaian kinerja tententu. Pemberian
insentif ditetapkan melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Kabupaten/Kota, besarnya insentif
dilakukan melalui pembahasan yang
dilakukan oleh pemerintah daerah dengan
alat kelengkapan DPRD yang membidangi
masalah keuangan. Tata cara pemberian
insentif diatur dalam peraturan daerah
kabupaten/Kota tentang PBB Perdesaan dan
Perkotaan.
2.2.2 Pendataan Objek dan Subjek Pajak
Guna memperoleh data objek pajak,
dilakukan pendataan objek dan subjek PBB
Perdesaan dan Perkotaan. Pendataan
dilakukan dengan menggunakan Surat
Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP). SPOP
adalah surat yang digunakan oleh wajib
pajak untuk melaporkan data subjek dan
objek PBB Perdesaan dan Perkotaan sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan
perpajakan daerah. SPOP harus diisi dengan
jelas, benar, dan lengkap serta
ditandatangani dan disampaiakan kepada
kepala daerah yang merupakan wilayah
kerjanya meliputi letak objek pajak,
selambat-lambatnya tiga puluh hari kerja
setelah tanggal diterimanya SPOP oleh wajib
ISSN: 2615-5265
82 2.2.3 Pengelolaan dan penggunaan pajak
Banyak pendapat pakar mengenai
pengelolaan dan penggunaan pajak antara
lain:
“Manajemen modern adalah manajemen
dengan bertumpu pada beberapa landasan pemikiran seperti konsep sistem, analisis keputusan, pentingnya faktor manusia dalam organisasi”, Sedarmayanti (2012:30). Banyak orang yang mengartikan manajemen
sebagai pengaturan, pengelolaan, dan
pengadministrasian, dan memang
pengertian yang populer saat ini.
Pengelolaan diartikan sebagai suatu
rangkaian pekerjaan atau usaha yang
dilakukan oleh sekelompok orang untuk
melakukan serangkaian kerja dalam
mencapai tujuan tertentu.
Pengelolaan PBB Perdesaan dan
Perkotaan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah Daerah merupakan suatu
bentuk tindak lanjut kebijakan otonomi
daerah dan desentralisasi fiskal. Bentuk
kebijakan tersebut ditentukan ke dalam
undang-undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Hal ini adalah titik balik dalam pengelolaan
PBB Perdesaan dan Perkotaan, maka
kegiatan proses pendataan, penilaian,
penetapan, pengadministrasian,
pemungutan/penagihan dan pelayanan PBB
Perdesaan dan Perkotaan akan
diselenggarakan oleh pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota.
Adapun tujuan pengelolaan PBB
Perdesaan dan Perkotaan menjadi Pajak
Daerah sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah adalah :
1. Meningkatkan akuntabilitas
penyelengaraan otonomi daerah.
2. Memberikan peluang baru kepada
daerah untuk mengenakan pungutan
baru, menambah jenis pajak daerah dan
retribusi daerah.
3. Memberikan kewenangan yang lebih
besar dalam perpajakan dan retribusi
dengan memperluas basis pajak daerah.
4. Memberikan kewenangan kepada daerah
dalam penetapan tarif pajak daerah
5. Menyerahkan fungsi pajak sebagai
instrumen pengangaran dan pengaturan
pada daerah.
Berdasarkan penjelasan di atas
diperlukan peran dari kedua pihak terkait, di
satu pihak Pemerintah daerah harus siap
secara teknis dan personil disisi lain
Direktorat Jenderal Pajak harus siap
membantu Pemerintah Daerah agar berjalan
dengan baik. Pemerintah pusat lebih suka
untuk mengalihkan PBB Perdesaan dan
ISSN: 2615-5265
83 karena adanya beberapa kenyataan Siahaan
(2013:40), antara lain sebagai berikut :
a. Mayoritas negara maju menyerahkan
urusan Pajak Properti (jika di Indonesia
adalah PBB) menjadi urusan pemerintah
daerah.
b. Migas (minyak dan gas bumi) sudah tidak
bisa lagi diandalkan sebagai sumber
pendapatan bagi Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN), mengingat
Indonesia tidak lagi menjadi negara
pengekspor minyak bumi, sebaliknya kini
sebagai negara yang mengimpor minyak
bumi. Akibatnya, sumber pendapatan
bagi APBN bergeser dari penerimaan
migas kepada penerimaan pajak. Dengan
demikian, pajak menempati posisi
strategis dalam APBN.
c. Reformasi birokrasi di tubuh Direktorat
Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) telah
berhasil membentuk Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) Pratama yang merupakan
peleburan dari KPP, Kantor Pelayanan
PBB (KP PBB), Kantor Pemeriksaan dan
Penyidikan Pajak. Jika diamati,
keberadaan PBB dengan sejumlah
permasalahan dan tidak diimbangi
dengan jumlah penerimaannya, memang
bisa dirasakan mengganggu konsentrasi
Ditjen Pajak sebagai tulang punggung
pemenuhan APBN, sehingga
pembentukan KPP Pratama ini
merupakan cara cerdas membuat biaya
pemungutan PBB menjadi lebih efisien.
Usaha yang dilakukan dalam
pemungutan PBB Perdesaan dan Perkotaan
didasarkan pada dasar hukum yang kuat,
sehingga harus dipatuhi oleh
masyarakat/wajib pajak dan pihak terkait.
2.2.4 Kesadaran Masyarakat/Wajib Pajak
Wajib pajak/subjek pajak PBB
Perdesaan dan Perkotaan, Siahaan
(2013:559) menjelaskan subjek pajak PBB
Perdesaan dan Perkotaan adalah :
...“orang pribadi atau badan yang secara
nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan bangunan dan atau memperoleh manfaat
atas bumi, dana atau memiliki, menguasai, dana tau memperoleh manfaat atas
bangunan. Sedangkan wajib pajak PBB Perdesaan dan Perkotaan adalah orang
pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan atau
memperoleh manfaat atas bangunan. Hal ini berarti pada pengenaan PBB Perdesaan dan Perkotaan, subjek dan wajib pajak perada
pada diri orang yang sama”.
Berdasarkan penjelasan di atas,
menjalankan kewajiban perpajakannya
wajib pajak dapat diwakili oleh pihak
teretentu yang diperkenankan oleh
undang-undang dan Peraturan daerah tentang PBB
Perdesaan dan Perkotaan. Wakil wajib pajak
ISSN: 2615-5265
84 secara tanggung renteng atas pembayaran
pajak terutang. Selain itu, wajib pajak dapat
menunjuk seseorang kuasa dengan surat
kuasa khusus untuk menjalankan hak dan
memenuhi kewajiban perpajakannya.
Masyarakat/wajib pajak harus menyadari
pentingnya membayar pajak, tidak
membayar pajak maka tidak dapat
membangun fasilitas umum yang ada di
desa/kelurahannya.
2.3 Penelitian sebelumnya
Analisis Strategi Penerimaan Pajak
Bumi dan Bangunan Pedesaan dan
Perkotaan (PBB P2) Serta Efektivitas
Penerimaannya di Pemerintah Kota
Denpasar Tahun 2013-2014, Ida Ayu Metha
Apsari Prathiwi, Nyoman Trisna Herawati, Ni
Luh Gede Erni Sulindawati (2015, hal: 1-12).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kendala yang dialami oleh pemerintah Kota
Denpasar adalah karena PBB P2 merupakan
pajak baru sehingga pemda mengalami
kesulitan dalam pengelolaannya, aplikasi
SISMIOP yang diberikan oleh Direktorat
Jenderal Pajak tidak berjalan dengan baik,
sarana dan prasarana yang kurang memadai
serta membutuhkan biaya yang besar, serta
sumber daya manusia yang tidak optimal
dalam memberikan pelayanan. Pemerintah
kota Denpasar melakukan tiga tahapan
strategi yaitu tahap perencanaan strategi,
pelaksanaan strategi, dan evaluasi strategi.
Penerimaan PBB P2 Kota Denpasar
tergolong sangat efektif dengan presentase
di atas seratus persen.
Proses perencanaan pengalihan PBB
Perdesaan dan Perkotaansebagai pajak
daerah Kabupaten Trenggalek, Edy santoso,
Abdul Juli Andi Gani, Tjahjanulin Domai
(2015, hal : 62-59). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa secara garis besar
pelaksanaan rencana telah sesuai dengan
aturan yang ada namun ada sebagian yang
melewati batas waktu. Pengawasan sulit
dilakukan karena tidak adanya jadwal yang
resmi. Faktor pendukung dari proses
perencanaan Kabupaten Tenggralek adalah
tersedianya dana dan hubungan yang baik
dengan berbagai pihak. Sedangkan faktor
penghambat adalah Sumber Daya Manusia
baik dari kualitas maupun kuantitas, tidak
adanya jadwal yang resmi serta adanya
perbedaan jumlah piutang.
Implementasi Kebijakan Pengalihan
PBB Perdesaan dan Perkotaan Pada DPPKAD
Kabupaten Musi Rawas, Anton Mardoni
(2018, hal: 220-225). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa aspek pengelolaan
Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati
ISSN: 2615-5265
85 pengelolaan PBB Perdesaan dan Perkotaan
berdasarkan amanah Undang-Undang
Nomor 28 tentang Pajak Daerah dan
Restribusi Daerah karena dipandang sebuah
kebijakan baru. Aspek Pembentukan
organisasi pengelolaan Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan berada
pada Bidang Dana Perimbangan dan
Penerimaan Lainnya dan Unit Pelaksana
Teknis Pemungutan Pendapatan Dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan
Aset Daerah Kabupaten Musi Rawas. Aspek
pengerahan sumber daya dengan dibangun
gedung khusus lengkap dengan sarana
teknologi informasi yaitu hardware dan
software, data, dokumentasi dan loket
penerimaaan pembayaran PBB Perdesaan
dan Perkotaan. Sumber daya manusia
menyesuaikan dengan sumber daya
manusia yang ada, pegawai mengikuti
magang di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Lubuklinggau. Aspek penyiapan teknologi,
program aplikasi perpajakan disesuaikan
dengan volume pekerjaan dan jumlah wajib
pajak. Aspek penetapan prosedur, tidak ada
standar operasional prosedur yang
menjabarkan proses bisnis pemungutan PBB
Perdesaan dan Perkotaan. Kendala yaitu
tidak seimbangnya jumlah sumber daya
manusia dibandingkan dengan jumlah Desa
dan Kelurahan yang ada di Kabupaten Musi
Rawas, upaya yang dilakukan pemerintah
Desa dan Kelurahan melakukan sosialisasi
pajak secara persuasif kepada wajib pajak.
III. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif
dianalisis secara kualitatif. Sedangkan
pendekatan deskriptif, yaitu penelitian yang
berusaha mendeskripsikan suatu gejala,
peristiwa, kejadian yang terjadi saat
sekarang. Metode ini bertujuan mencari
data yang faktual, mendetail tentang gejala
yang ada mengenai optimalisasi
pemungutan PBBPerdesaan dan Perkotaan
yang dilaksanakan di Kecamatan Muara
Lakitan Kabupaten Musi Rawas.
Penelitian ini difokuskan pada
pemungutan PBB Perdesaan dan Perkotaan
di Kecamatan Muara Lakitan Kabupaten
Musi Rawas pada tahun 2016. Adapun aspek
penelitian ini diambil dari tugas Dinas
Pendapatan Daerah Kabupaten Musi Rawas
dalam pemungutan PBB Perdesaan dan
Perkotaan yang diamanahkan melalui
Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah
dengan menggunakan kacamata indikator
yaitu kemampuan pemerintah daerah
ISSN: 2615-5265
86 pendataan objek dan subjek pajak,
kesadaran masyarakat wajib pajak,
pengelolaan dan pengunaan pajak. Jadi
aspek penelitian ini, sebagai berikut :
a. Kemampuan pendataan objek dan subjek
PBB Perdesaan dan Perkotaan
Kemampuan adalah kesiapan
pemerintah daerah dalam melakukan
pendataan objek dan subjek PBB Perdesaan
dan Perkotaan. Penelitian ini akan melihat
bagaimana kesiapan Kecamatan Muara
Lakitan menyampaikan SPOP kepada wajib
wajib diwilayah kerjanya.
b. Pengelolaan dan penggunaan PBB
Perdesaan dan Perkotaan
Pengelolaan adalah kesiapan
pemerintah daerah dalam mempersiapan
sarana dan prasarana pendukung
pemungutan PBB Perdesaan dan Perkotaan,
sedangkan penggunaan yaitu ketepatan
penggunaan dana bagi hasil dari penerimaan
PBB Perdesaan dan Perkotaan demi
kepentingan pembangunan daerah
kecamatan.
c. Kesadaran wajib pajak PBB Perdesaan
dan Perkotaan
Kesadaran wajib pajak menjelaskan
apakah masyarakat menyadari pentingnya
membayar pajak dilihat dari tingkat
partisipasi masyarakat membayar PBB
Perdesaan dan Perkotaan, apakah
Kecamatan Muara Lakitan telah melakukan
sosialisasi tentang manfaat membayar PBB
Perdesaan dan Perkotaan kepada
masyarakat/wajib pajak.
Sedangkan informan dalam penelitian
ini menggunakan sampel bertujuan atau
Purposive sampling yaitu Unit Pelaksana
Teknis (UPT) pemungutan pendapatan
Kecamatan Muara Kelingi, Camat,
Lurah/Kepala Desa, Kepala Dusun, dan
beberapa masyarakat/wajib pajak PBB
Perdesaan dan Perkotaan.
Informan-informan yang ditentukan di
atas adalah orang-orang yang berkopenten
untuk memberikan informasi pada
penelitian ini sehingga tidak membutuhkan
informasi lain. Pertimbangan lain, informan
merupakan orang-orang yang terlibat aktif
atau bersentuhan langsung dalam
mengoptimalkan pemungutan PBB
Perdesaan dan Perkotaan. Sumber data
sekunder berasal dari dokumen-dokumen
yang relevan dengan fokus penelitian ini.
Proses pengumpulan data dengan
teknik pengumpulan data melalui observasi
patisipan, wawancara mendalam, dan
dokumen-dokumen yang berhubungan
dengan penelitian ini. Teknik analisis data
ISSN: 2615-5265
87 dan Huberman dengan tahapan Data
reduction (Reduksi data), Data display
(Penyajian data), Conclution
Drawing/Verificatio (penarikan kesimpulan).
IV. Pembahasan
Luas wilayah Kecamatan Muara
Lakitan seluas 201.300 Ha terdiri dari 20
Desa dan 1 Kelurahan. Jarak tempu dari
Kecamatan Muara Lakitan ke Ibukota
Kabupaten Musi Rawas 90 Km. Jumlah
penduduk 39.069 Jiwa, mata pencaharian
penduduk yaitu pertanian, dan perkebunan.
Sedangkan sentra industri yang terdapat di
Kecamatan Muara Lakitan adalah karet,
sawit, dan sawmill.
Kegiatan penelitian yang dilaksanakan
mulai dari tanggal 8 Agustus 2017 sampai
tanggal 4 Oktober 2017 di Kecamatan Muara
Lakitan Kabupaten Musi Rawas. Berdasarkan
hasil observasi penelitian yang dilaksanakan
di Kantor Kecamatan Muara Lakitan
Kabupaten Musi Rawas terlihat adanya
banner himbauan pemberitahuan
pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan.
4.1 Kemampuan Pendataan Objek dan
Subjek PBB Perdesaan dan Perkotaan
Kemampuan adalah kesiapan
pemerintah daerah dalam melakukan
pendataan objek dan subjek PBB Perdesaan
dan Perkotaan. Berdasarkan temuan
penelitian di atas, optimalnya pemungutan
pajak oleh pemerintah daerah dengan
meningkatkan ketetapan pajak dan wajib
pajak sadar akan manfaat pajak. Kesiapan
pemerintah daerah melakukan pendataan
ulang objek dan subjek pajak guna
peningkatan ketetapan pajak dan realisasi
penerimaan pajak, sebagai berikut:
Gambar 4.1
Kesiapan Pemerintah Daerah Dalam Melakukan Pendataan Objek dan Subjek
PBB Perdesaan dan Perkotaan
Pemerintah daerah Kabupaten Musi
Rawas melalui BPPRD Kabupaten Musi
Rawas agar melaksanakan Pendataan ulang
objek dan subjek PBB Perdesaan dan
Perkotaan dengan melakukan
kegiatan-kegiatan, sebagai berikut :
1. Membuat petunjuk teknis pelaksanaan
pendataan objek dan subjek pajak
2. Pemutahiran data SPPT PBB Perdesaan
dan Perkotaan
3. Pemutahiran data Nilai Objek Pajak (NOP)
ISSN: 2615-5265
88 4. Pendaftaran objek dan subjek pajak
melalui pemerintah desa, wajib pajak
mendaftarkan dirinya, bumi dan
bangunan yang dimilikinya.
Adanya kepastian data objek dan
subjek pajak dalam pemungutan pajak
dengan melaksanakan kegiatan/program di
atas menumbuhkan kesadaran wajib pajak
membayar pajak sehingga berhasil guna
dalam peningkatan realisasi penerimaan
pajak.
Adapun sumber daya manusia yang
bertugas di Gedung khusus BPPRD
Kabupaten Musi Rawas yang bertugas
mengelola PBB Perdesaan dan Perkotaan,
dapat dilihat pada tabel berikut :
Gambar 4.2
Sumber Daya Manusia Yang Bertugas Di Gedung Khusus Pengelolaan PBB Perdesaan
dan Perkotaan BPPRD Kabupaten Musi Rawas
Sumber: Sub Bagian Umum dan Kepegawaian BPPRD Kabupaten Musi Rawas (data diolah 2017).
Pendataan dan penagihan PBB-P2
dilaksanakan oleh aparat desa,
masyarakat/wajib pajak membayar PBB-P2
kepada aparat desa yaitu Kepala Desa atau
Sekretaris Desa. Apabila wajib pajak
keberatan dengan ketetapan pajak, dapat
mengajuhkan keberatan secara perorangan
maupun secara kolektif untuk SPPT PBB-P2
ke aparat desa tersebut. Peran pemerintah
desa dalam penerimaan pembayaran PBB
Perdesaan dan Perkotaan, sebagai berikut :
Gambar 4.3
Pembayaran dan penagihan PBB Perdesaan dan Perkotaan
Adapun ketetapan SPPT PBB-P2 di
Kabupaten Musi Rawas tahun 2016 sebagai
berikut:
Gambar 4.4
Ketetapan SPPT PBB Perdesaan dan Perkotaan Kabupaten Musi Rawas Tahun
2016
Sumber: Sub Bagian Umum dan Kepegawaian BPPRD Kabupaten Musi Rawas (data diolah 2017).
Dilihat dari gambar di atas, jumlah
SPPT PBB Perdesaan dan Perkotaan tahun
2016 di Kecamatan Muara Lakitan sebanyak
ISSN: 2615-5265
89 Perdesaan dan Perkotaan di Kabupaten
Musi Rawas Tahun 2017 dapat lihat pada
gambar berikut :
Gambar 4.5
Ketetapan SPPT PBB Perdesaan dan Perkotaan Kabupaten Musi Rawas Tahun
2017
Sumber: Sub Bagian Umum dan
Kepegawaian BPPRD Kabupaten Musi Rawas (data diolah 2017).
Jumlah Ketetapan SPPT PBB Perdesaan
dan Perkotaan di Kecamatan Muara Lakitan
sebanyak 7.209 SPPT. Perbandingan
Ketetapan SPPT PBB Perdesaan dan
Perkotaan di Kabupaten Musi Rawas Tahun
2016 dan 2017 dapat terlihat pada gambar
di bawah ini:
Gambar 4.6
Perbandingan Ketetapan SPPT PBB Perdesaan dan Perkotaan Kabupaten Musi
Rawas Tahun 2016 dan 2017
Sumber: Sub Bagian Umum dan Kepegawaian BPPRD Kabupaten Musi Rawas (data diolah 2017).
Dimungkinkan adanya kerjasama
dengan pihak ketiga dalam proses
pemungutan, salah satunya penghimpunan
data objek dan subjek pajak pendapat
Siahaan (2013:565). Pentingya kerjasama
tiga pihak dalam rangka penghimpunan data
objek dan subjek pajak, penjelasan gambar
berikut:
Gambar 4. 7
Kerjasama Penghimpunan Data Objek dan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan
dan Perkotaan
DPPRD Kabupaten Musi Rawas,
melakukan penilaian dan pemutahiran data
objek dan subjek PBB Perdesaan dan
Perkotaan. Pihak ketiga, pemerintah desa
mendata dan menerima pendaftaran subjek
dan objek PBB Perdesaan dan Perkotaan.
Wajib pajak secara sadar mendaftarkan
dirinya dan mendaftarkan data bumi dan
bangunan yang dimiliki ke pada pemerintah
desa/kelurahan.
4.2 Pengelolaan dan Penggunaan PBB
Perdesaan dan Perkotaan
Telah dibentuk Badan Pengelolaan
ISSN: 2615-5265
90 tetapi masih minimnya sarana dan
prasarana pengelolaan pajak, ruang
pelayanan belum memadai, alat kerja masih
terbatas, Sumber Daya Manusia masih
terbatas. Kesiapan pemerintah daerah
dalam pemungutan PBB Perdesaan dan
Perkotaan membutuhkan Sumber Daya
Manusia penilai ketetapan PBB.
Banyaknya NJOP di Kabupaten Musi
Rawas di bawah 60 Juta Rupiah.
Perbandingan target dan realisasi
penerimaan PBB Perdesaan dan Perkotaan
di Kabupaten Musi Rawas dapat dilihat pada
gambar berikut:
Gambar 4.8
Perbandingan Target dan Realisasi Penerimaan PBB Perdesaan dan Perkotaan Pemerintah Kabupaten Musi Rawas Tahun
2015, 2016, dan 2017
Sumber: Sub Bagian Umum dan Kepegawaian BPPRD Kabupaten Musi Rawas (data diolah 2017).
Terjadi peningkatan realisasi
penerimaan PBB Perdesaan dan Perkotaan
di Kabupaten Musi Rawas pada tahun 2017
sebesar 101,60 %, tahun 2016 sebesar
99,59%, dan tahun 2015 sebesar 88,17%.
Tahun 2016 Pengelolaan PBB Perdesaan dan
Perkotaan di Kabupaten Musi Rawas
dikelola secara mandiri BPPRD Kabupaten
Musi Rawas.
Jumlah penerimaan SPPT PBB
Perdesaan dan Perkotaan di Kecamatan
Muara Lakitan Kabupaten Musi Rawas,
sebagai berikut :
Gambar 4.9
Jumlah Penerimaan SPPT PBB Perdesaan dan Perkotaan di Kecamatan Muara Lakitan
Kabupaten Musi Rawas tahun 2017
Sumber: Seksi Pemerintahan Kecamatan Muara Lakitan Kabupaten Musi Rawas (data diolah) 2017.
Jumlah SPPT PBB Perdesaan dan
Perkotaan di Kecamatan Muara Lakitan
sebanyak 7.212 SPPT. Desa Marga Baru
sebanyak 1.721 SPPT merupakan desa
terbanyak penerima SPPT dari pihak
kecamatan Muara Lakitan Kabupaten Musi
Rawas. Sedangkan jumlah penerima SPPT
PBB Perdesaan dan Perkotaan paling sedikit
ISSN: 2615-5265
91 4.3 Kesadaran Wajib Pajak PBB Perdesaan
dan Perkotaan
Sebagian wajib pajak menyadari
pentingya membayar pajak, wajib pajak
menyadari pentinya membayar pajak
apabila terkait dengan kebutuhan
pengambilan kredit Bank karena diminta
bukti lunas PBB. Masyarakat/wajib pajak
beranggapan besarnya pembayaran PBB
sehingga sulitnya masyarakat membayar
PBB. Ditingkat kelurahan ketua Rukun
Tetangga (RT) melakukan penagihan
pembayaran PBB kepada masyarakat tetapi
masyarakat beralasan belum punya uang.
Pentingnya sosialisasi pemungutan
pajak, sosialisasi SPPT PBB diterima oleh
Pemerintah Kecamatan menyerahkan SPPT
PBB ke Pemerintah desa/kelurahan,
selanjutnya Kepala Dusun/Ketua RT
melakukan sosialisasi ke pada wajib pajak
bahwa pembayaran PBB telah dimulai.
Ditingkat desa belum perna dilaksanakannya
sosialisasi PBB.
V. Simpulan
Berdasarkan landasan teori dan
didukung oleh data hasil penelitian, maka
ditarik kesimpulan bahwa pemutahiran data
belum dilaksanakan sesuai kondisi objek
pajak sehingga belum jelasnya sistem
pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan. Masyarakat/wajib
pajak membayar pajak melalui Bank yang
bekerjasama dengan BPPRD Kabupaten
Musi Rawas. Sosialisasi PBB Perdesaan dan
Perkotaan dilaksanakan oleh Pemerintah
Kecamatan bersamaan dengan penyerahan
SPPT PBB ke Pemerintah desa/kelurahan.
Dana bagi hasil PBB bergantung besarnya
ketetapan PBB Perdesaan dan Perkotaan
atau kebijakan ini baru akan diterapkan
tahun 2017.
5.1 Rekomendasi
Dalam rangka menyumbangkan
pemikiran yang berkenaan dengan
optimalisasi pemungutan Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, maka
disarankan hal-hal sebagai berikut :
1. Badan Pengelola Pajak dan Restribusi
Daerah Kabupaten Musi Rawas perlu
melakukan Pendataan ulang Objek dan
Subjek Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan.
Pengembangan SDM penilai ketetapan
pajak dan membangun teknologi
informasi berbasis e-SPT Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan dan Perkotaaan.
Membangun teknologi informasi sistem
pembayaran yang dinamakan Smart
Program Pembayaran Pajak Daerah
ISSN: 2615-5265
92 Perdesaan dan Perkotaan untuk
memberikan kemudahan wajib pajak
membayar pajak.
2. Pemerintah desa berkoordinasi dengan
BPPRD Kabupaten Musi Rawas dalam
melakukan sosialisasi pentingnya
membayar Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaaan.
5.2 Luaran Yang Dicapai
Luaran yang ingin dicapai adalah
sistem pemungutan pajak untuk
meningkatnya penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, tingkat
kesadaran masyarakat membayar pajak.
Sistem pemungutan PBB Perdesaan dan
Perkotaan dapat dilihat pada gambar
berikut:
Gambar 5.1
Sistem Pemungutan PBB Perdesaan dan Perkotaan
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih
kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Direktorat Jenderal Penguatan
Riset dan Pengembangan Kementerian
Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan
Pelaksanaan Program Penelitian Nomor 002/SP2H/LT/DRPM/II/2016, tanggal 17 Februari 2016 yang telah memberi dukungan financial terhadap penelitian ini.
Daftar Pustaka
Creswell, John W. 2010. Edisi ke-1. Research
Design Pendekatan Kualitatif,
Kuantitatif, dan Mixed: Yogyakarta
Harbani, P. 2012. Metode Penelitian Administrasi Publik. Alfabeta: Bandung Moleong, Lexy J. 2013. Metodologi
Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, Remaja Rosdakarya: Bandung
Siahaan, MP. 2013. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Rajagrafindo Persada: Jakarta
Sugiono, 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta: Bandung
TMbooks. 2013. Perpajakan, Esensi dan Aplikasinya.Andi Offset: Yogyakarta Prathiwi, IAMA. dkk. 2015. Analisis Strategi
Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) Serta Efektivitas Penerimaannya di Pemerintah Kota Denpasar Tahun 2013-2014, 3 (1) : 1-12.
Sanyoso, E. dkk. 2015. Proses perencanaan
pengalihan PBB Perdesaan dan
Perkotaan sebagai pajak daerah
Kabupaten Trenggalek, 5 (1): 62-59. Mardoni, A. 2018. Implementasi Kebijakan
Pengalihan PBB Perdesaan dan
Perkotaan Pada DPPKAD Kabupaten Musi Rawas, 2 (2): 220-225.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
ISSN: 2615-5265
93 Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB) menjadi Pajak Daerah,
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan: Jakarta
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 2014. Pedoman Umum Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan, Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan: Jakarta
Peraturan Daerah Kabupaten Musi Rawas Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Musi Rawas Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
Peraturan Bupati Kabupaten Musi Rawas Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Unit Pelaksanaan Teknis Pemungutan Pendapatan Daerah Pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Musi Rawas