ANALISIS PERHITUNGAN PAJAKPENGHASILAN MENURUT UNDANG-UNDANG PPh NOMOR36 TAHUN2008 PADAKOPERASIPEGAWAI NEGERI(KPN)
HARAPANJAYASEKAYU
Sunanto
Prodi Akuntansi Politeknik Sekayu
nanz_plbang@yahoo.com, sunanto.nanz@gmail.com Hp 081315876844
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perhitungan dan perbandingan PPh Koperasi Pegawai Negeri (KPN) Harapan Jaya Sekayu dan menurut Undang-undang PPh nomor 36 Tahun 2008. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Data tersebut bersumber dari Koperasi Pegawai Negeri harapan Jaya Sekayu. Data sekunder yang penulis peroleh dari Koperasi Pegawai Negeri harapan Jaya Sekayu berupa data Laporan Sisa Hasil Usaha (SHU) dan Laporan Keuangan periode tahun 2012 sampai dengan tahun 2013. Hasil menunjukkan antara lain; belum melakukan koreksi fiskal menurut Undang-undang PPh Nomor 36 Tahun 2008 terhadap perhitungan hasil usaha Koperasi Pegawai Negeri (KPN) Harapan Jaya Sekayu karena masih terdapat akun -akun yang dimasukkan sebagai pengurang penghasilan kena pajak dan belum melakukan penyesuaian tarif penyusutan aktiva tetap sehingga hasil usaha yang didapat bukan merupakan hasil usaha fiskal. Perhitungan pajak penghasilan yang dilakukan oleh Penulis sebesar Rp 52.302.740,16 dan perhitungan pajak penghasilan menurut Koperasi Pegawai Negeri (KPN) Harapan Jaya Sekayu sebesar Rp 25.769.3 44,28 sehingga terdapat selisih kurang bayar sebesar Rp 26.533.395,88. Dalam hal ini Koperasi Pegawai Negeri (KPN) Harapan Jaya Sekayu sebaiknya melakukan koreksi fiskal terhadap hasil usaha kena pajak dengan mengacu pada Undang-undang PPh Nomor 36 Tahun 2008 dan akun-akun yang menurut Undang-undang PPh nomor 36 Tahun 2008 yang bukan pengurang dari perhitungan hasil usaha kena pajak sebaiknya dilakukan penyesuaian, harus lebih teliti dalam menghitung jumlah pajak yang akan.
Kata Kunci : SHU Komersial, SHU Fiskal, Koreksi Fiskal.
PENDAHULUAN
Negara Republik Indonesia merupakan Negara Hukum, salah satu hukum yang harus ditaati di Negara ini yaitu hukum pajak. Perpajakan merupakan salah satu komponen penting dalam perekonomian Indonesia dan berbagai negara lainnya. Kewajiban setiap warga Negara Indonesia dalam membayar pajak sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 34 Pasal 1 Ayat (6) Tahun 1983 tentang Ketentuan umum dan Tata Cara Perpajakan yang kini telah diubah Nomor 28 Tahun 2007. Definisi
Salah satu tujuan menciptakan kemakmuran rakyat yang dikehendaki adalah dengan membentuk koperasi. Koperasi mempunyai peranan penting dalam perekonomian di Indonesia karena koperasi adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi yang berusaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan menjalankan usaha untuk mengingatkan kesejahteraan para anggotanya. Dalam mencapai tujuannya, koperasi mempunyai fungsi dan peran didalam masyarakat. Fungsi dan peran yang dijalankan koperasi antara lain membangun dan mengembangkan potensi serta kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.
Koperasi Pegawai Negeri (KPN) Harapan Jaya Sekayu merupakan salah satu koperasi yang anggotanya terdiri dari pegawai negeri yang mempunyai beberapa unit usaha yaitu Unit Usaha Simpan Pinjam, Unit Usaha Waserda, Unit Usaha Pembayaran Rekening Listrik, Unit Usaha Angkutan Kota (Angkot)/Transportasi, Unit Usaha Kaplingan Tanah dan Perumahan. Koperasi Pegawai Negeri (KPN) Harapan Jaya Sekayu sebagai badan usaha, merupakan Subjek Pajak yang berkewajiban memenuhi kewajiban perpajakan yaitu pajak penghasilan. Sistem perpajakan yang berlaku di Indonesia, yaitu sistem Self Assessment System, mewajibkan koperasi sebagai Wajib Pajak mendapat kepercayaan penuh untuk ikut bertanggung jawab membiayai pembangunan bersama pemerintah, dengan cara menghitung dan membayar sendiri jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan latar belakang pemilihan judul di atas, maka peneliti menguraikan permasalahan yang harus dibahas, yaitu:
1. Bagaimana perhitungan PPh pada Koperasi Pegawai Negeri (KPN) Harapan Jaya Sekayu menurut Undang-undang PPh Nomor 36 tahun 2008?
2. Bagaimana perbandingan PPh antara perhitungan perusahaan dan menurut Undang-undang PPh Nomor 36 Tahun 2008?
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pajak
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 menyatakan bahwa pajak adalah, kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Menurut Herry Purwono (2010: 23) “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang probadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH yang dikutip oleh Mardiasmo (2011:01) “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum”.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak adalah:
a. Iuran rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-undang serta pelaksanaanya yang dapat dipaksakan.
c. Pajak digunakan untuk keperluan negara dalam memakmurkan rakyatnya.
Jenis Pajak
Agoes dan Estralita Trisnawati (2013:7) mengungkapkan menurut sifatnya, pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut :
1. Pajak Langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan oleh pihak lain dan menjadi beban langsung Wajib Pajak (WP) yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).
2. Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Pengertian Pajak Penghasilan
Menurut Siti Resmi (2009: 80) “Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima ataudiperolehnya dalam satu tahun pajak”. “Pajak Penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan pajak ini dikenakan atas laba kena pajak entitas” (Ikatan Akuntan Indonesia , 2012: 46.2).
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan dari subjek pajak atas penghasilan yang diperolehnya dalam satu tahun pajak dihitung berdasarkan peraturan pajak.
Tarif Pajak Penghasilan
Tarif pajak merupakan persentase tertentu yang digunakan untuk menghitung besarnya pajak penghasilan. Sistem penerapan tarif pajak yang diterapkan atas penghasilan menurut Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 17 ayat (1) dibagi menjadi dua, yaitu:
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut:
a. Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28%.
b. Untuk Tahun 2010 dan seterusnya tarif pajak sebesar 25% dan dikali ketentuan pengurangan sebesar 50%.
Subjek Pajak Penghasilan
Subjek pajak penghasilan adalah, segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan pajak penghasilan. Subjek pajak akan dikenakan pajak penghasilan apabila menerima atau memperoleh penghasilan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Jika subjek pajak telah memenuhi kewajiban pajak secara objektif maupun subjektif maka disebut wajib pajak.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 2 ayat (1), subjek pajak penghasilan adalah sebagai berikut:
1. Subjek pajak orang pribadi Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. 2. Subjek pajak warisan yang
belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai subjek pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan.
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan Lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Organisasi Massa, Organisasi Sosial Politik, atau Organisasi Lainnya, Lembaga, dan bentuk Badan Usaha Lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
4. Subjek pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Bentuk usaha tetap adalah Bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan pulu tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:
a. Tempat kedudukan manajemen.
b. Cabang perusahaan. c. Kantor perwakilan. d. Gedung kantor. e. Pabrik.
f. Bengkel. g. Gudang.
h. Ruang untuk promosi dan penjualan.
i. Pertambangan dan penggalian sumber alam.
j. Wilayah kerja
pertambangan minyak dan gas bumi.
k. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan.
l. Proyek Konstruksi, Instalasi, atau Proyek Perakitan.
m. Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh Pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan.
n. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas.
o. Agen atau Pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia
p. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
Subjek pajak penghasilan dapat dikelompokkan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Menurut Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 2 ayat (3) subjek pajak penghasilan adalah sebagai berikut:
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. b. Badan yang didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
1. Pembentukannya
berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
2. Pembiayaan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
3. Penerimaanya dimasukkan
dalam Anggaran
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
4. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional Negara.
c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
Objek Pajak Penghasilan
Objek Pajak merupakan segala sesuatu (barang, jasa, kegiatan, atau keadaan) yang dikenakan pajak. Menurut Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (1), objek pajak penghasilan adalah sebagai berikut:
1. Yang menjadi objek pajak penghasilan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajip Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau
jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini.
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
c. Laba usaha.
d. Keuntungan kena pajak penghasilan atau karena pengalihan harta termasuk :
1. Keuntungan karena pengalihan harta kepada Perseroan, Persekutuan, dan Badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal. 2. Keuntungan yang diperoleh
Perseroan, Persekutuan, dan Badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota.
3. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan atau
pengambilalihan usaha. 4. Keuntungan karena
penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. 5. Keuntungan karena
penjualan atau pengalihan sebagian atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan. e. Penerimaan kembali
pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan penghasilan pajak.
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang. g. Deviden, dengan nama dan
dalam bentuk apa pun, termasuk deviden dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. l. Keuntungan selisih kurs mata
uang asing.
m.Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
n. Premi asuransi.
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang mejalankan usaha atau pekerjaan bebas. p. Tambahan kekayaan neto yang
berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
q. Penghasilan dari usaha berbasis syahriah.
r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
s. Surplus Bank Indonesia.
Pengertian Koreksi Fiskal
Menurut Agoes dan Estralita Trisnawati (2010: 218) koreksi fiskal adalah “proses penyesuaian atas laba komersial yang berbeda dengan ketentuan fiskal untuk menghasilkan penghasilan net/laba yang sesuai dengan ketentuan perpajakan”.
Dengan dilakukannya proses rekonsiliasi fiskal ini, maka wajib pajak tidak perlu membuat pembukuan ganda, melainkan cukup membuat satu pembukuan yang didasari Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Setelah itu dibuatkan rekonsiliasi fiskal yang akan digunakan sebagai dasar perhitungan pajak penghasilan. Koreksi fiskal terjadi karena adanya perbedaan perlakuan/pengakuan penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan akuntansi pajak.
Menurut Marisi (2009: 14) perbedaan-perbedaan yang dikoreksi tersebut adalah:
a. Beda Permanen
Beda permanen terjadi karena adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan beban menurut akuntansi dengan pajak yang sifatnya permanen. Penghasilan dan beban tertentu diakui pada SPT pajak penghasilan badan, namun tidak pernah diakui pada laporan keuangan atau sebaliknya.
b. Beda Temporer
perbedaan tersebut dapat bertambah (future taxable amount) atau berkurang (future deductible amount) pada saat aset dipulihkan atau kewajiban dilunasi/dibayar.
Menurut Wibowo Subekti jenis-jenis koreksi fiskal yaitu sebagai berikut: a. Koreksi positif
Koreksi positif adalah koreksi/penyesuaian yang akan mengakibatkan meningkatnya laba kena pajak yang pada akhirnya akan membuat PPh Badan terhutangnya juga akan meningkat.
b. Koreksi Negatif
Koreksi negatif adalah adalah koreksi/penyesuaian yang akan mengakibatkan menurunnya laba kena pajak yang membuat PPh badan terhutangnya juga akan menurun.
Pengurangan Penghasilan
Pajak penghasilan dihitung dari tarif dikalikan dengan penghasilan kena pajak. Penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi dengan pengurangan atau pengeluaran tertentu. Pengeluaran tersebut dinamakan biaya atau beban. Pengeluaran/beban/biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dapat dibagi dalam dua golongan:
a. Pengeluaran/beban/biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 tahun yang merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan, misalkan gaji, biaya administrasi dan bunga, biaya rutin pengolahan limbah dan sebagainya.
b. Pengeluaran/beban/biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 tahun yang pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi, misalnya aset tetap atau harta berwujud, aset tidak berwujud, dan lain-lain.
Pengeluaran/beban/biaya dalam perpajakan tidak sepenuhnya sama dengan menurut akuntansi komersial. Siti Resmi
(2009:100) menyatakan pengeluaran / beban / biaya dibedakan menjadi 2, yaitu: a. Pengeluaran/beban/biaya yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto (Deducative Expense).
Adalah pengeluaran/beban/biaya yang mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak yang pembebanannya dapat dilakukan dalam tahun pengeluaran atau selama masa manfaat atas pengeluaran tersebut.
b. Pengeluaran/beban/biaya yang tidak dapat dibebankan sebagai biaya (Non-Deducative Expenses).
Adalah Pengeluaran/beban/biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak atau pengeluaran dilakukan tidak dalam batas-batas yang wajar sesuai dengan adat kebiasaan pedagang yang baik. Oleh karena itu, pengeluaran yang melampaui batasan kewajaran yang dipengaruhi oleh hubungan istimewa tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
Biaya yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto (Deducative Expense) Berdasarkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 6 ayat (1), Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan termasuk:
a. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:
1.Biaya pembelian bahan.
yang diberikan dalam bentuk uang.
3.Bunga, sewa, dan royalti. 4.Biaya perjalanan.
5.Biaya pengolahan limbah. 6.Premi asuransi.
7. Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
8.Biaya administrasi.
9.Pajak kecuali pajak penghasilan. b. Penyusutan atas pengeluaran untuk
memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebi dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11 A.
c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
e. Kerugian selisih kurs mata uang asing. f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan Indonesia. g. Biaya beasiswa, magang dan
pelatihan.
h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
1. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugikomersial.
2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak.
3. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Instansi Pemerintah yang menangani piutang Negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang /
pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.
4. Syarat sebagaimana dimaksudkan pada angka abjad ke c tidak berlaku penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
i. Sumbangan dalam rangka Penanggulangan Bencana Nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
j. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
k. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
l. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
m. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Tempat Pengumpulan Data
yang didasarkan Badan Hukum Nomor: 0153/BH/PAD/KWK.6/IV/1996 tanggal 22 April 1996. Waktu penelitian ini dimulai pada bulan Agustus hingga bulan Desember 2014.
Teknik Pengumpulan Data
Menurut Sugiyono (2010 :193), macam-macam teknik pengumpulan data berdasarkan tekniknya adalah :
1. Observasi
Observasi adalah teknik
pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis dengan pengamatan langsung ke Koperasi Pegawai Negeri harapan Jaya Sekayu. 2. Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan penulis untuk melakukan wawancara dengan narasumber. 3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik yang dilakukan penulis dengan mempelajari literature-literature yang menunjang penelitian.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Data tersebut bersumber dari Koperasi Pegawai Negeri harapan Jaya Sekayu. Data sekunder yang penulis peroleh dari Koperasi Pegawai Negeri harapan Jaya Sekayu berupa data Laporan Sisa Hasil Usaha (SHU) dan Laporan Keuangan periode tahun 2012 sampai dengan tahun 2013.
HASIL
Gambaran Umum Deskriptif Data Penelitian
Deskripsi data yang penulis akan jelaskan terdiri dari dua bagian, yaitu teori yang digunakan untuk menganalisis data dan data instansi. Teori yang digunakan penulis untuk menganalis adalah teori dari beberapa buku Pajak yang membahas
secara khusus mengenai Pajak Penghasilan, Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008.
Sedangkan data instansi, penulis dapatkan dari Koperasi Pegawai Negari (KPN) Harapan Jaya Sekayu.
Analisis Data
Koperasi Pegawai Negeri (KPN) Harapan Jaya Sekayu dalam penyusunan laporan keuangannya menerapkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), dan untuk kepentingan pajak maka perlu dilakukan penyesuaian lagi terhadap laporan keuangan tersebut dengan mengadakan koreksi fiskal terhadap penghasilan atau biaya yang mana saja yang menurut pajak dapat dan tidak dapat dimasukkan ke perhitungan hasil usaha perusahaan, baik itu koreksi positif maupun koreksi negatif yang nantinya akan berpengaruh pada besar kecilnya pajak yang akan dibayarkan oleh perusahaan.
Pembahasan
Berdasarkan hasil laporan keuangan Koperasi Pengawai Negari (KPN) Harapan Jaya Sekayu terdapat beberapa akun yang harus dilakukan penyesuaian atau koreksi fiskal antara lain: a.Koreksi Positif
Koreksi positif adalah koreksi/penyesuaian yang akan mengakibatkan meningkatnya laba kena pajak yang pada akhirnya akan membuat PPh Badan terhutangnya juga akan meningkat. Adapun yang akan di koreksi positif adalah sebagai berikut:
1. Harga Pokok Penjualan Kaplingan Tanah
Harga Pokok Penjualan Kaplingan Tanah di lakukan koreksi positif dikarenakan bukan merupakan bagian biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak. Oleh karena itu dilakukan koreksi fiskal atas biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan yaitu sebagai berikut:
komersial Positif Negatif Fiskal
Rp251.035.000 Rp251.035.000 - Rp251.035.000
Komersial Positif Negatif Fiskal
2. Beban Entertainment
Beban entertainment perlu di lakukan koreksi positif karena merupakan bukan biaya yang boleh dikurangkan dalam menentukan besarnya penghasilan kena pajak, sehingga perlu dilakukan koreksi fiskal sebagai berikut:
3. Beban Paket Lebaran untuk Anggota Paket lebaran untuk anggota perlu di lakukan koreksi positif karena bukan merupakan biaya sebagai pengurang penghasilan. Hal ini sesuai dengan Undang-undang PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 9 ayat (1) huruf i yaitu:
Pengantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan, kecuali penyediaan makanan daan minuman bagi seluruh pegawai serta
penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Oleh karena itu dilakukan koreksi fiskal atas biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan yakni sebagai berikut:
4. Biaya Pengemasan Paket Lebaran dan Pendistribusian
Biaya pengemasan paket lebaran dan pendistribusian perlu koreksi positif karena tidak boleh dikurangkan sebagai biaya pengurang penghasilan. Hal ini sesuai dengan Undang-undang PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 9 ayat (1) huruf b yaitu “Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota”. Oleh karena itu perlu dilakukan koreksi fiskal atas biaya yang
dikeluarkan oleh perusahaan sebagai berikut:
5.Biaya Media Massa dan Informasi Biaya media massa dan informasi tidak termasuk biaya sebagai pengurang penghasilan sehingga perlu dilakukan koreksi positif. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 02/PMK.03/2010 yaitu “Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan Biaya Promosi adalah bagian dari biaya penjualan yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak dalam rangka memperkenalkan dan/atau menganjurkan pemakaian suatu produk baik langsung maupun tidak langsung untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan penjualan”. Akan tetapi biaya media massa dan informasi bisa dimasukkan sebagai beban sebesar 50%
(lima puluh persen) dan 50% (lima puluh persen) nya lagi tidak boleh dikurangkan. Catatan : Rp 5.800.000,00 X 50% = Rp 2.900.000,00
6. Beban Kaplingan dan Perumahan
Beban kaplingan dan perumahan perlu dilakukam koreksi positif karena tidak termasuk sebagai pengurang penghasilan.
7. PPh Bunga Bank
PPh bunga bank perlu merupakan koreksi positif karna tidak termasuk biaya sebagai pengurang penghasilan. Hal ini sesuai dengan Undang-undang PPh nomor 36 Tahun 2008 Pasal 9 ayat (1) huruf h tentang bentuk usaha tetap yang tidak boleh dikurangkan yaitu “Pajak Penghasilan”. Oleh karena itu perlu dilakukan koreksi fiskal yaitu sebagai berikut:
b. Koreksi Negatif
Komersial Positif Negatif Fiskal
Rp79.215.721 Rp79.215.721 - Rp79.215.721
Komersial Positif Negatif Fiskal
Rp29.305.000 Rp29.305.000 - Rp29.305.000
Komersial Positif Negatif Fiskal
Rp12.900.000 Rp12.900.000 Rp12.900.000
Komersial Positif Negatif Fiskal
Koreksi negatif adalah koreksi / penyesuaian yang akan mengakibatkan menurunnya laba kena pajak yang membuat PPh badan terhutangnya juga akan menurun. Adapun yang perlu dilakukan koreksi negatif adalah sebagai berikut:
1. Penjualan Kaplingan Tanah
Penjualan kaplingan tanah dikoreksi negatif karena di kenai pajak final sehingga dikeluarkan dari perhitungan hasil usaha kena pajak. Oleh karena itu perlu dilakukan koreksi fiskal yaitu:
2. Pendapatan Kaplingan dan Perumahan Pendapatan kaplingan dan perumahan perlu dilakukan koreksi negatif karena bersifat final. Hal ini sesuai dengan Undang-undang PPh Nomor 36 Tahun
2008 Pasal 4 ayat (2) huruf d tentang dikenai pajak final yaitu “Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa kontruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan”. Oleh karena itu perlu dilakukan koreksi fiskal yaitu sebagai berikut:
3. Bunga Bank
Bunga bank bukan perlu dilakukan koreksi negatif karena bersifat final. Hal ini sesuai dengan Undang-undang PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (2) huruf a yaitu “Penghasilan berupa bunga deposito dan
tabungan lainnya, bunga obligasi dan tabungan lainya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
Oleh karena itu perlu dilakukan koreksi fiskal atas pendapatan yang dilakukan oleh perusahaan yaitu sebagai berikut:
4. Beban Penyusutan Aktiva Tetap
Menurut ketentuan Undang-undang PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 11 A ayat (2) aset tetap seharusnya dikelompokkan dalam kelompok 1 dan
kelompok 2 dengan masa manfaat 4 tahun dan 8 tahun. Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan oleh penulis diperoleh beban penyusutan aktiva tetap sebesar Rp 42.662.250,00 sedangkan beban penyusutan beban aktiva tetap menurut Koperasi Pegawai Negeri (KPN) Harapan Jaya Sekayu sebesar Rp 34.620.200,00 sehingga ada selisih yang harus dikoreksi negatif sebesar Rp 8.042.050,00.
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis dan pembahasan yang penulis dapatkan dari
laporan keuangan Koperasi Pegawai Negeri (KPN) Harapan Jaya Sekayu terutama pada laporan perhitungan hasil usaha yang disajikan pada bab sebelumnya, maka penulis mendapat kesimpulan adalah Koperasi Pegawai Negeri (KPN) Harapan Jaya Sekayu belum melakukan koreksi fiskal menurut Undang-undang PPh Nomor 36 Tahun 2008 terhadap perhitungan hasil usaha karena masih terdapat akun-akun yang dimasukkan sebagai pengurang penghasilan kena pajak dan belum melakukan penyesuaian tarif penyusutan aktiva tetap sehingga hasil usaha yang didapat bukan merupakan hasil usaha fiskal.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, penulis memberikan saran sebagai masukan bagi Koperasi Pegawai Negeri (KPN) Harapan Jaya Sekayu: Koperasi Pegawai Negeri (KPN) Harapan Jaya Sekayu diharapkan dalam menyajikan laporan keuangan untuk kepentingan
perpajakan, sebaiknya
Komersial Positif Negatif Fiskal
Rp226.462.250 - Rp226.462.250 0
Komersial Positif Negatif Fiskal
Rp87.832.500 - Rp87.832.500 0
komersial Positif Negatif Fiskal
Rp2.138.316 Rp2.138.316 - Rp2.138.316
Komersial Positif Negatif Fiskal
melakukan koreksi fiskal terhadap hasil usaha kena pajak dengan mengacu pada Undang-undang PPh Nomor 36 Tahun 2008 dan akun-akun menurut Undang-undang PPh nomor 36 Tahun 2008 pada perhitungan hasil usaha yang bukan pengurang dari perhitungan hasil usaha kena pajak sebaiknya dilakukan penyesuaian.
DAFTAR PUSTAKA
Aguoes, Sukrisno dan Estralita Trisnawati. 2010. Akuntansi Perpajakan, Revisi Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat.
Aguoes, Sukrisno dan Estralita Trisnawati. 2014. Akuntansi Perpajakan, Revisi Edisi 3. Jakarta: Salemba Empat.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2012. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia.
Mardiasmo. 2011. Perpajakan Edisi Revisi 2011. Yogyakarta: Andi.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 02/PMK.03/2010 Tentang Biaya Promosi yang dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto.
Purba, Marisi. 2009. Akuntansi Pajak Penghasilan: Berdasarkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Purwono, Herry. 2010. Dasar-dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak. Jakarta: Erlangga.
Siti Resmi. 2009. Perpajakan: Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta Bandung
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Cara Perpajakan.