Riba dalam agama Islam
Dalam Islam, memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa riba pinzaman adalah haram. Ini dipertegas dalam Al-Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 275 :...padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.... Pandangan ini juga yang mendorong maraknya perbankan syariah dimana konsep keuntungan bagi penabung didapat dari sistem bagi hasil bukan dengan bunga seperti pada bank konvensional, karena menurut sebagian pendapat (termasuk Majelis Ulama Indonesia), bunga bank termasuk ke dalam riba. bagaimana suatu akad itu dapat dikatakan riba? hal yang mencolok dapat diketahui bahwa bunga bank itu termasuk riba adalah ditetapkannya akad di awal. jadi ketika kita sudah menabung dengan tingkat suku bunga tertentu, maka kita akan mengetahui hasilnya dengan pasti. berbeda dengan prinsip bagi hasil yang hanya memberikan nisbah bagi hasil bagi memberikan nisbah tertentu pada deposannya. maka yang di bagi adalah keuntungan dari yang didapat kemudian dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati oleh kedua belah pihak. contoh nisbahnya adalah 60%:40%, maka bagian deposan 60% dari total keuntungan yang didapat oleh pihak ban.
[sunting] Jenis-Jenis Riba
Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua.Yaitu riba hutang-piutang dan riba jual-beli.Riba hutang-piutang terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah.Sedangkan riba jual-beli terbagi atas riba fadhl dan riba nasi’ah.
Riba Qardh
o Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang
berhutang (muqtaridh).
Riba Jahiliyyah
o Hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu
membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.
Riba Fadhl
o Pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda,
sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.
Riba Nasi’ah
o Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang
dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.
Perbedaan Investasi dengan Membungakan Uang
Ada dua perbedaan mendasar antara investasi dengan mem-bungakan uang.Perbedaan tersebut dapat ditelaah dari definisi hingga makna masing-masing.
I. Investasi adalah kegiatan usaha yang mengandung risiko karena berhadapan dengan unsur ketidakpastian. Dengan demikian, perolehan kembaliannya (return) tidak pasti dan tidak tetap.
II. Membungakan uang adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung risiko karena
Islam mendorong masyarakat ke arah usaha nyata dan produktif.Islam mendorong seluruh masyarakat untuk melakukan investasi dan melarang membungakan uang. Sesuai dengan definisi di atas, menyimpan uang di bank Islam termasuk kategori kegiatan investasi karena perolehan kembaliannya (return) dari waktu ke waktu tidak pasti dan tidak tetap. Besar kecilnya perolehan kembali itu ter-gantung kepada hasil usaha yang benar-benar terjadi dan dilakukan bank sebagai mudharib atau pengelola dana.
Dengan demikian, bank Islam tidak dapat sekadar menyalurkan uang. Bank Islam harus terus berupaya meningkatkan kembalian atau return of investment sehingga lebih menarik dan lebih memberi kepercayaan bagi pemilik dana.
[sunting] Perbedaan Hutang Uang dan Hutang Barang
Ada dua jenis hutang yang berbeda satu sama lainnya, yakni hutang yang terjadi karena pinjam-meminjam uang dan hutang yang terjadi karena pengadaan barang. Hutang yang terjadi karena pinjam-meminjam uang tidak boleh ada tambahan, kecuali dengan alasan yang pasti dan jelas, seperti biaya materai, biaya notaris, dan studi kelayakan.Tambahan lainnya yang sifatnya tidak pasti dan tidak jelas, seperti inflasi dan deflasi, tidak diperbolehkan.Hutang yang terjadi karena pembiayaan pengadaan barang harus jelas dalam satu kesatuan yang utuh atau disebut harga jual.Harga jual itu sendiri terdiri dari harga pokok barang plus keuntungan yang disepakati. Sekali harga jual telah disepakati, maka selamanya tidak boleh berubah naik, karena akan masuk dalam kategori riba fadl. Dalam transaksi perbankan syariah yang muncul adalah kewajiban dalam bentuk hutang pengadaan barang, bukan hutang uang.
[sunting] Perbedaan antara Bunga dan Bagi Hasil
Sekali lagi, Islam mendorong praktik bagi hasil serta mengharamkan riba. Keduanya sama-sama memberi keuntungan bagi pemilik dana, namun keduanya mempunyai perbedaan yang sangat nyata. Perbedaan itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
Bunga : Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung
Bagi Hasil : Penentuan besarnya rasio/ nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi
Bunga : Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang
dipinjamkan
Bagi Hasil : Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
Bunga : Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah
proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi Bagi hasil : tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
Bunga : Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan
berlipat atau keadaan ekonomi sedang “booming”
Bagi hasil : Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.
Bunga : Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh beberapa kalangan
2. Definisi dan Hukum RIBA Secara etimologi, riba berarti kelebihan atau tambahan. Kata
Ar-Riba adalah isim maqshur, berasal dari rabaa - yarbuu , yaitu akhir kata ini ditulis dengan alif. Arti kata riba adalah ziyadah ‘tambahan’; adakalanya tambahan itu berasal dari dirinya sendiri, seperti firman Allah SWT QS. Fusshilat: 39 dan QS. Al-Nahl: 92. ءاملا اهيلع انلزنأ اذإو
تبرو تزتها “… maka apabila Kami turunkan air di atasnya, bergerak dan (bertambah)
subur…” ةمأ نم ىبرأ ةمأ نوكت نأ “… disebabkan adanya suatu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan lain…” Adakalanya lagi tambahan itu berasal dari luar berupa imbalan, seperti satu dirham ditukar dengan dua dirham. Ribâ adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam. Riba, hukumnya haram dan termasuk salah satu dosa besar ( kabâir ), berdasar kitabullah, sunnah dan ijma’. QS Baqarah: 278-279. QS Al-Baqarah: 275-276. لتق و رحسلاو هللاب كرشلا لاق : ؟ نه امو هللا لوسر اي اولاق تاقبوملا عبسلا اوبنتجا :
هيلع قفتم تلفاغلا Nabi saw bersabda, “Jauhilah tujuh hal yang membinasakan.” Para sahabat
bertanya, “Apa itu, ya Rasulullah?” Jawab Beliau, “(Pertama) melakukan kemusyrikan kepada Allah, (kedua) sihir, (ketiga) membunuh jiwa yang telah haramkan kecuali dengan cara yang haq, (keempat) makan riba, (kelima) makan harta anak yatim, (keenam) melarikan diri pada hari pertemuan dua pasukan, dan (ketujuh) menuduh berzina perempuan baik-baik yang tidak tahu menahu tentang urusan ini dan beriman kepada Allah.” معلص هللا لوسر نعل
هبتاكو هلكؤمو ابرلا لكأ
. :
هاور ءاوس لاق و هيدهاشو
ملسم Rasulullah saw melaknat pemakan riba,
pemberi makan riba, dua saksinya dan penulisnya.” Dan Beliau bersabda, “Mereka semua sama.”
3. Hikmah Pengharaman Riba Meskipun praktik riba memberi “keuntungan pasti” bagi
adalah orang yang tidak mampu. Maka pendapat yang membolehkan riba, berarti memberikan jalan kepada orang kaya untuk mengambil harta orang miskin yang lemah sebagai tambahan. Padahal tidak layak berbuat demikian sebagai orang yang memperoleh rahmat Allah. (ini ditinjau dari segi sosial).
4. Proses Pengharaman Riba Allah Swt. menggunakan metode tadarruj fi al-tasyrî’ (proses
bertahap dalam penetapan hukum) untuk menjelaskan efek buruk riba hingga pengharamannya. Pada tahap pertama , Al-Quran menjelaskan urgensi menjauhi riba ( Surat al-R m: 39 ). Tahap Kedua, Al-Quran Surat al-Nisâ` ayat 160-161 menceritakan tentangủ
perilaku kaum Yahudi yang memakan riba sehingga dihukum oleh Allah Swt. Ayat yang diturunkan di Madinah ini merupakan sejarah yang menjadi peringatan bagi pelaku riba. Tahap Ketiga, Al-Quran surat Âli ‘Imrân ayat 130 mulai mengharamkan jenis riba yang bersifat fâ h isy, yaitu riba jahiliyah yang berlipat ganda. Tahap Keempat, Al-Quran dalam surat al-Baqarah ayat 278-279 menegaskan kembali pengharaman segala bentuk riba.
5. Macam-macam RIBA Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua.
adalah dengan kerjasama usaha dan berbagi keuntungan, bukan meminjamkan modal dengan menarik keuntungan tanpa menghiraukan apa yang terjadi di sektor riil.
6. Hukum Bunga Bank KEPUTUSAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor
1 Tahun 2004 Tentang BUNGA (INTEREST/FAIDAH) Pertama : Pengertian Bunga (Interest) dan Riba Bunga (Interest/fa’idah) adalah tambahan yang dikenakan dalam transaksi pinjaman uang (al-qardh) yang di perhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok tersebut,berdasarkan tempo waktu,diperhitungkan secara pasti di muka,dan pada umumnya berdasarkan persentase. Riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yg terjadi karena penagguhan dalam pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya, dan inilah yang disebut Riba Nasi’ah. Kedua : Hukum Bunga (interest) Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman Rasulullah SAW, yakni Riba Nasi’ah. Dengan demikian, praktek pembungaan uang ini termasuk salah satu bentuk Riba, dan Riba Haram Hukumnya. Praktek Penggunaan tersebut hukumnya adalah haram, baik di lakukan oleh Bank, Asuransi, Pasar Modal, Pegadaian, Koperasi, dan Lembaga Keuangan lainnya maupun dilakukan oleh individu. Ketiga : Bermu’amalah dengan lembaga keuangan konvensional Untuk wilayah yang sudah ada kantor/jaringan lembaga keuangan Syari’ah dan mudah dijangkau, tidak dibolehkan melakukan transaksi yang didasarkan kepada perhitungan bunga. Untuk wilayah yang belum ada kantor/jaringan lembaga keuangan Syari’ah, diperbolehkan melakukan kegiatan transaksi di lembaga keuangan konvensional berdasarkan prinsip dharurat/hajat.
7. Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional Bank atau perbankan adalah lembaga
keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang dengan tujuan memenuhi kebutuhan kredit dengan modal sendiri atau orang lain. 1. Melakukan investasi yang halal dan haram. 2. Memakai perangkat bunga. 3. Profit oriented 4. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kreditur-debitur. 5. Tidak terdapat dewan sejenis (DPS). 1. Melakukan investasi-investasi yang halal saja. 2. Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli, atau sewa. 3. Berorientasi pada keuntungan (profit oriented) dan kemakmuran serta kebahagian dunia akhirat ( falah ) 4. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan. 5. Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah (DPS) Bank Konvensional Bank syariah 8. Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil BUNGA Penentuan bunga dibuat pada waktu akad
9. islamic Banking Captured from
10. Perbandingan Bank Captured from
11. Instrumen Keuangan Syari’ah Captured from
12. Produk-produk Bank Syariah (BS) Produk bank syariah meliputi: Produk di sisi pasiva
– simpanan, Produk di sisi aktiva – pembiayaan, dan Produk Jasa. PRODUK SIMPANAN 1. Giro wadi’ah. Wadiah adalah prinsip titipan . Ada dua macam wadiah, yaitu: a. wadi’ah yad amanah , di mana pihak yang dititipi tidak boleh menggunakan barang yang dititipkan untuk kepentingan usahanya, dan harus mengembalikan apabila diminta oleh pemiliknya sewaktu-waktu. b. wadi’ah yad dhamanah , di mana di mana pihak yang dititipi harus mengembalikan apabila diminta oleh pemiliknya sewaktu-waktu dan boleh menggunakan barang yang dititipkan untuk kepentingan usahanya. Atas penggunaan barang tersebut, apabila mendapatkan keuntungan, pihak yang dititipi boleh memberikan bonus kepada pemilik barang tapi tidak dipersyaratkan di awal akad. Giro wadi’ah menggunakan prinsip wadiah yad dhamanah , di mana pihak bank adalah pihak yang dititipi dan nasabah adalah pemilik dana. Pihak bank boleh menggunakan dana yang dititipkan untuk kepentingan usahanya. Apabila untung, dapat memberikan bonus kepada pemilik dana. Sehingga bonus yang diterima pemegang giro wadiah mutlak kewenangan pihak bank. Selain itu, ketentuan giro wadiah seperti halnya giro konvensional. 2. Tabungan wadi’ah. Menggunakan prinsip wadiah yad dhamanah. 3. Tabungan mudharabah. Merupakan suatu investasi tidak terikat (ITT) nasabah kepada bank syariah menggunakan skema mudharabah mutlaqah, yaitu nasabah tidak memberikan batasan atau syarat kepada pengelola (bank syariah) mengenai bagaimana dananya harus dikelola atau dalam wilayah usaha tertentu . 4. Deposito mudharabah. Menggunakan prinsip mudharabah mutlaqah, bukan muqayyadah.
13. PRODUK PEMBIAYAAN 1. Pembiayaan berdasar prinsip bagi hasil musyarakah.
selesai. Dalam produk ini, BS bertindak sebagai penjual. 4. Pembiayaan berdasar prinsip jual beli salam. Yaitu prinsip jual beli, dimana pembayaran dilakukan di muka, dan barang diserahkan dikemudian hari. Biasanya diaplikasikan dalam sektor pertanian. Dalam salam, spesifikasi barang, kuantifikasi dan kualifikasi barang diketahui dan diukur secara jelas dan spesifik. 5. Pembiayaan berdasar prinsip jual beli istishna’. Biasanya ini diaplikasikan dalam sektor manufaktur. Penjual harus terlebih dulu membuat barang yang diinginkan pembeli. Cara pembayaran bisa di muka (seperti salam), bisa diangsur atau ditangguhkan sampai waktu yang ditentukan. Seperti salam, istishna juga dapat dilakukan secara paralel. Yaitu antara nasabah pembuat dengan BS, di sini BS bertindak sebagai pembeli. Dan antara BS dengan nasabah pembeli, di sini BS bertindak sebagai penjual. 6. Pembiayaan berdasar prinsip sewa ijarah. Ijarah adalah prinsip sewa- menyewa barang, dalam jangka waktu tertentu barang harus dikembalikan kepada pemilik dalam keadaan seperti semula. Ada pula ijarah muntahiya bittamlik, yaitu akad sewa yang pada akhir masa sewa, terjadi perpindahan kepemilikan barang. Barang menjadi milik penyewa. Perpindahan ini, dapat dikarenakan hibah atau beli (sewa-beli).
14. Skema Aplikasi Salam Paralel BANK (Muslam ilaih dan Muslim) 1b. Negosiasi &
Akad PEMBELI (Nasabah 2) (Muslim) 1a . Negosiasi & Akad Salam 2a. Bayar kewajiban 2b. Bayar 3b. Kirim Dokumen PETANI (Nasabah 1) (Muslam ilaih) BARANG PESANAN (Muslam Fihi) 3a. Kirim Barang dan Dokumen
15. Skema Salam sekaligus Murabahah BANK (Penjual/Bâi’ dan Muslim) 1b. Negosiasi &
Akad PEMBELI (Nasabah 2) (Musytari) 1a . Negosiasi & Akad Salam 4. Bayar kewajiban 2. Bayar 3b. Kirim Dokumen PETANI (Nasabah 1) (Muslam ilaih) BARANG PESANAN (Muslam Fihi) 3a. Kirim Barang dan Dokumen Teknis Perbankan: Bank membeli secara salam. Bank menjual secara murababah. 1a. Negosiasi & akad salam antara Bank & Petani. 1b. Negosiasi & akad murabahah antara bank dan Pembeli. 2. Bank melakukan pembayaran ke petani. 3a. Petani kirim barang & dokumen kepada pembeli. 3b. Petani juga kirim dokumen kepada bank. 4. Pembeli membayar kewajibannya kepada bank.
16. Aplikasi Istishna ’ Paralel Istishna’ merupakan fasilitas penyaluran dana untuk
PESANAN (Mashnu’) 5b. Kirim Dokumen 5a. Kirim Mashnu’ yang telah selesai dibuat 3a. Bayar 3b. Bayar 8
17. Skema Istishna ’ sekaligus Ijarah Teknis Perbankan: Bank membeli secara istishna’.
Bank menyewakan secara ijarah. 1a. Nasabah penyewa memesan barang kepada bank. 1b. Bank minta dibuatkan barang kepada pemasok (shani’). 2a. Akad ijarah antara nasabah penyewa dengan bank. 2b. Akad istishna’ antara bank dengan pemasok (shani’). 3. Bank melakukan pembayaran kepada pemasok (shani’). 4. Pemasok membuat barang pesanan. 5a. Pemasok mengirim barang kepada nasabah penyewa. 5b. Pemasok mengirim dokumen ke bank. 6. Nasabah penyewa membayar sewa ke bank. BANK (Mu`ajjir & Mustashni’) 2a. Akad Ijarah PEMESAN (Nasabah) (Musta`jir) 2b. Akad istishna’ 1a. Pesan barang untuk disewa 1b. Minta membuatkan barang 4. Membuat Barang PEMASOK (Shani’) BARANG PESANAN (Mashnu’) 5b. Kirim Dokumen 5a. Kirim Mashnu’ yang telah selesai dibuat 6. Bayar sewa 3. Bayar
2 Dalam menjalani kehidupannya, manusia senantiasa dihadapkan pada kemungkinan
23. Definisi Asuransi
24. Definisi Asuransi Syari’ah
25. Perbedaan Antara Asuransi Konvensional dan Syariah
26. Perbedaan Antara Asuransi Konvensional dan Syariah
27. Perbedaan Antara Asuransi Konvensional dan Syariah Asuransi Konvensional Asuransi
Syariah
28. Perbedaan Antara Asuransi Konvensional dan Syariah Asuransi Konvensional Asuransi
Syariah
29. Mekanisme Dana Asuransi Syariah
30. Mekanisme Asuransi: Produk Tabungan