• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Alih Fungsi Lahan di Perkotaan Kel. Tanjung Sari Kec. Medan Selayang (Studi Etnografi Tentang Alih Fungsi Lahan Pertanian Menjadi Lahan Non-Pertanian di Kel.Tanjung Sari, Kec.Medan Selayang-Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Alih Fungsi Lahan di Perkotaan Kel. Tanjung Sari Kec. Medan Selayang (Studi Etnografi Tentang Alih Fungsi Lahan Pertanian Menjadi Lahan Non-Pertanian di Kel.Tanjung Sari, Kec.Medan Selayang-Medan)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan bukan

pertanian dengan susunan fungsi sebagai kawasan pemukiman perkotaan dan

distribusi pelayanan jasa pemerintahan dan pelayanan sosial. Kota besar adalah

kota yang terdapat banyak aktivitas-aktivitas. Pada umumnya, kota itu selalu

dipandang sebagai pusat pendidikan, pusat kegiatan ekonomi, pusat pemerintahan,

dan sebagainya. Jadi, fungsi dan perannya sebagi sumber dan pengaruh atau

sumber stimulasinya banyak berasal dari kota itu sendiri. Lain halnya dengan

kelurahan Tanjung Sari dimana daerah ini memang daerah kota akan tetapi daerah

ini berketepatan di pinggriran kota dimana dulu daerah ini banyak lahan pertanian

padahal daerah ini adalah termasuk daerah kota yaitu salah satu daerah kota

Medan, tidak semua daerah kota itu yang dikatakan bukan daerah pertanian, akan

tetapi di beberapa daerah yang ada di kota Medan banyak daerah pertanian salah

satunya adalah daerah kelurahan Tanjung Sari.

Seiring dengan berjalannya waktu kota tentunya akan banyak mengalami

perubahan sesuai dengan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh manusia itu

sendiri. Manusia dan lingkungan pada hakekatnya yaitu satu bangunan yang

seharusnya saling menguatkan karena lingkungan selalu bergantung pada

aktivitas manusia. Jadi manusia dan lingkungan itu sama-sama aktif saling

membutuhkan antara yang satu dengan yang lainnya. Kenampakan fisikal

(2)

dicegah, di Negara berkembang seperti kota Medan khususnya di daerah Tanjung

Sari atau daerah pinggiran kota Medan.

Memasuki era globalisasi diperlukan sarana dan prasarana untuk

menunjang terlaksananya suatu pembangunan, salah satunya adalah lahan. Lahan

memegang peranan yang penting sebagai faktor utama untuk merealisasikan

pembangunan, pembangunan yang dimaksud dalam hal ini adalah pembangunan

fisik. Seperti diketahui, lahan tidak dapat dipisahkan dengan manusia karena lahan

merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia. Lahan yaitu suatu

lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi, dimana

faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya1

Hampir semua lahan selalu dilihat sebagai pemuas kebutuhan atau bahkan

keserakahan manusia akan ruang kehidupannya, tidak dianggap sebagai entitas

kehidupan atau sumber daya yang terbatas. Seperti yang ada di wilayah Kelurahan

Tanjung Sari dimana lahan yang ada di wilayah ini adalah lahan pertanian

kebanyakan beberapa tahun yang lalu, akan tetapi untuk yang sekarang ini di

wilayah tersebut banyak yang dibuat menjadi lahan non-pertanian. .

Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk Indonesia,

meningkat pula kebutuhan akan perumahan. Untuk mencukupi meningkatnya

kebutuhan rumah, selalu digunakan lahan pertanian dan lahan produktif.

Kecenderungan pengembangan kebutuhan penduduk mengarah pada arah

pinggiran kota yaitu di daerah kelurahan Tanjung Sari. Pertambahan penduduk

yang semakin meningkat mengindikasikan bahwa perkembangan penduduk

menyebar ke arah pinggiran kota (sub- urban), sehingga konsekuensinya adalah

1

(3)

terjadi perubahan penggunaan lahan di wilayah Tanjung Sari dan semakin lama

semakin banyak lahan pertanian dibuat menjadi lahan non-pertanian.

Banyaknya pendatang ditambah dengan penduduk asli akan

mengakibatkan kebutuhan akan ruang untuk tempat tinggal maupun bangunan

kegiatan yang lainnnya akan semakin meningkat,banyak kegiatan yang dilakukan

oleh masyarakat itu sendiri setelah melakukan alih fungsi lahan yang ada di

wilayah mereka tersebut, bagi masyarakat semakin meningkatnya alih fungsi

lahan yang mereka lakukan baik dalam melakukan kegiatan sosial, ekonomi,

budaya dan politik dan fungsi kekotaan yang meningkat selalu akan dapat

terpenuhi. Secara signifikan gejala ini akan selalu diikuti oleh meningkatnya

transaksi jual beli lahan di wilayah perkotaan khususnya di wilayah kelurahan

Tanjung Sari.

Lahan yang digunakan di daerah kota guna untuk menampung kebutuhan,

baik dalam pemukiman ataupun fungsi yang lainnya di wilayah kota tersebut

lahan sudah susah untuk didapat atau nyaris habis terutama lahan pertanian untuk

sekarang ini susah untuk ditemui di wilayah ini, karena sudah banyak dialih

fungsikan menjadi lahan non-pertanian.

Pemanfaatan lahan untuk keperluan atau kebutuhan masyarakat itu sendiri

perlu mempertimbangkan beberapa faktor diantaranya adalah tinjauan kesesuaian

dan kemampuan lahan tersebut sesuai dengan peruntukannnya.

Daerah Tanjung Sari itu adalah Wilayah Peri Urban (WPU) yang artinya

daerah pinggiran kota.Wilayah yang berada di Tanjung Sari terdapat lahan yang

(4)

bangunan-bangunan seperti perumahan, ruko-ruko, rumah penduduk, ataupun

bangunan-bangunan lainnya.

Lahan adalah suatu proses menduga potensi sumber daya lahan untuk berbagai

penggunaannya. Defenisi lahan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah

defenisi yang dirumuskan oleh FAO. Kemampuan lahan indikator utama

kesesuaian lahan yang digunakan adalah kesesuaian lahan dan kemampuan lahan.

Lahan yang digunakan untuk banyak kegiatan seperti membuat

bangunan-bangunan yang dilakukan. Ada beberapa pembagian kelas lahan sesuai dengan

kemampuan yaitu kemampuan lahan menunjukan kesamaan besarnya

faktor-faktor penghambat. Kemampuana lahan dibagi menjadi beberapa kelas, ada

beberapa pembagian kelas lahan sesuai dengan kemampuannya dan kriteria yang

digunakan dalam pembangunan yaitu kelas lahan. Adapun beberapa pembagian

kelas lahan sesuai dengan kemampuannya yaitu:

• Lahan kelas I yaitu sesuai untuk berbagai kegunaan pertanian, padang

pengembsangan hutan dan cagar alam.

Lahan dalam kelas ini aman dari bahaya banjir, umumnya sesuai untuk

penanaman yang intensif. Iklim setempat harus sesuai bagi pertumbuhan

tanaman. Lahan kelas ini biasanya lahan yang subur atau lahan yang

produktif, dimana lahan ini biasanya lebih sesuai digunakan untuk lahan

pertanian. Karena sangat cocok sekali terutama dalam hal tingkat

kesuburan untuk dijadikan sebagai lahan pertanian.

• Lahan kelas II yaitu lahan yang memiliki beberapa kendala yang

(5)

konservasi yang sedang. Lahan dalam kelasa ini mungkin memerlukan

sistem penanaman konservasi khusus, tindakan-tindakan pencegahan erosi,

pengendalian air yang berlebihan atau metode pengolahan lahan jika

dugunakan untuk tanaman semusim dan tanaman yang menggunakan

pengolahan lahan.

• Lahan kelas III yaitu lahan yang mempunyai kendala yang berat sehingga

mengurangi pilihan penggunaan atau memerlukan tindakan konservasi

khusus atau keduanya. Lahan-lahan kelas III mempunyai pembatas yang

lebih berat dari lahan-lahan kelas II dan jika digunakan untuk tanaman

yang memerlukan pengolahan lahan, tindakan konservasi yang diperlukan

biasanya lebih sulit diterapkan dan dipertahankan.

Kendala yang terdapat pada lahan dalam kelas III adalah terbatasnya

waktu penggunaan dan waktu pengolahan, pilihan jenis tanaman bagi

tanaman semsusim atau kombinasi dari ketiganya. Kendala-kendala

tersebut dapat disebabkan oleh salah satu atau lebih dari sifat berikut:

- Lereng yang cukup curam

- Peka terhadap erosi atau telah mengalami erosi yang agak berat

- Seringkali mengalami banjir yang merusak tanaman

- Lapisan bawah lahan berperbeamilitas sangat lambat

- Terlalu basah atau terus-menerus jenuh air setelah didrainase

- Hambatan iklim sedang

- Kapasitas menahan air rendah

- Tingkat kesuburan rendah dan tidak muda dibatasi ( Lutfhi Rayes,

(6)

• Lahan kelas IV yaitu lahan yang mempunyai kendala yang sangat berat

sehingga membatasi pilihan penggunaan atau memerlukan tindakan

pengelolaan yang sangat hati-hati atau keduanya.

Faktor penghambat bahaya kerusakan pada lahan-lahan di dalam lahan

kelas III, sehingga pilihan penggunaannya juga lebih terbatas.

Lahan-Lahan kelas IV mungkin hanya cocok untuk dua atau tiga macam

tanaman pertanian atau tanaman yang memiliki produksi rendah.

• Lahan kelas V yaitu lahan yang memiliki bahaya erosi, tetapi memiliki

pembatas lain yang sulit dihilangkan sehingga pilihan penggunaannnya

menjadi sangat terbatas, yaitu untuk padang rumput, padang pengembalaan,

hutan produksi atau suaka-alam.

• Lahan kelas VI yaitu lahan yang memiliki penghambat yang berat sehingga

lahan-lahan ini tidak sesuai untuk pertanian. Penggunaan lahan ini hanya

terbatas untuk padang rumput atau padang pengembalaan, hutan produksi,

hutan lindung atau cagar alam

• Lahan kelas VII yaitu lahan yang memiliki pembatas yang berat sehingga

tidak sesuai untuk pertanian dan penggunaannnya sangat terbatas untuk

padang rumput, hutan produksi, dan cagar alam.

• Lahan kelas VIII yaitu lahan yang memiliki pembatas yang menghalangi

penggunaan lahan ini untuk produksi tanaman secara komersial dan

membatasi penggunaannnya hanya untuk pariwisata dan suaka alam

Lahan ini sebaiknya dibiarkan dalam keadaan alam. Pembatas yang sulit

atau tidak dapat diperbaiki dari satu atau lebih sifat berikut:

(7)

- Iklim sangat tidak mendukung

- Lahan selalu basa

- Sangat berbatu

- Kapasitas menahan air sangat rendah

- Salinitas dan kandungan Na tinggi

Contoh lahan kelas VII adalah lahan-lahan yang telah rusak atau sangat

terdegradasi (badland).

Lahan dikelompokan kedalam kelas I samapai kelas VIII, dimana semakin tinggi

kelasnya kualitas lahannya semakin jelek daya kesuburan lahan tersebut berarti

resiko kerusakan dan besarnya faktor penghambat bertambah dan pilihan

penggunaan lahan yang dapat diterapkan semakin terbatas. Lahan kelas I sampai

IV merupakan lahan yang sesuai untuk usaha pertanian, jika dibandingkan lagi

antara lahan kelas I – kelas VI lahan kelas satu juga yang paling subur dan paling

cocok untuk daerah pertanian, tetapi jika dibandingkan lagi dengan lahan kelas V

sampai lahan kelas VIII tidak sesuai dengan lahan pertanian atau diperlukan biaya

yang sangat tinggi untuk pengelolahanya, lahan kelas I digunakan untuk lahan

non-pertanian atau lahan bangunan-bangunan tentunya sangat berlebihan dalam

arti lahan yang digunakan tersebut selayaknya digunakan dalam lahan pertanian

saja, seperti yang terjadi di wilayah kelurahan Tanjung Sari, sesuai dengan

kemampuan dan keinginan manusia itu sendiri, pada alih fungsi lahan pertanian

yang dijadikan menjadi lahan non-pertanian itu bisa dilakukan oleh manusia itu

sendiri sesuai dengan kemampuan dan keinginan masing-masing. Semua lahan

(8)

yang ada di Wilayah Tanjung Sari banyak lahan pertanian yang dialih fungsikan

menjadi lahan non-pertanian.

1.2. Perumusan Masalah

Yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah alih fungsi

lahan dari lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian seperti

bangunan-bangunan, juga dari pokok permasalahan tersebut dijabarkan kedalam 3

pertanyaan penelitian yaitu:

1. Faktor apa yang mendorong masyarakat Tanjung Sari melakukan alih fungsi

lahan?

2. Apakah alih fungsi lahan tersebut sesuai dengan Rencana Tata Ruang kota

Medan?

3. Bagaimana pandangan Pejabat Pemerintah kota Medan, Developer dan

masyarakat lokal tentang alih fungsi lahan tersebut?

1.3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di kawasan kota Medan tepatnya di

Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang ,alasan penulis memilih

lokasi ini karena sangat relevan dan strategis karena tempat ini dulunya banyak

lahan pertanian dan sekarang sudah menjadi lahan non-pertanian atau banyak

bangunan-bangunan yang dijadikan oleh masyrakat untuk berbagai kegiatan.

1.4. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

• Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan masyarakat Tanjung

melakukan alih fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi lahan

(9)

Selain itu penelitian ini juga tujuannnya untuk mengetahui suatu tindakan

yang dilakukan oleh masyarakat tersebut yaitu proses alih fungsi dari

lahan pertanian menjadi lahan non-pertanaian, mengetahui kesesuaian

dengan konsep Tata Ruang kota Medan, serta mengetahui pandangan

Pejabat Pemerintah, Developer, serta masyarakat lokal tentang alih fungsi

tersebut.

• Manfaat Penelitian

Pada suatu cakupan akademis harapan saya semoga penelitian ini bisa

berguna untuk menambah kepustakaan tentang alih fungsi lahan di

perkotaan dan banyak kalangan-kalangan yang membutuhkannya, seperti

mahasiswa yang ingin membuat suatu penelitian yang juga terfokus

kepada alih fungsi lahan, ataupun yang ada kaitannya dengan hal-hal yang

lain. Bagi peneliti sendiri dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai

suatu yang berarti dan bisa merangkum suatu pengetahuan dan

pengalaman-pengalaman selama menjalani perkuliahan serta manfaat yang

praktis.

1.5. Tinjauan Pustaka

Kota itu tidak tumbuh dengan sendirinya, melainkan manusialah yang

mengembangkannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan

sehari-hari, kebutuhan sosial, kebutuhan ekonomi, politik dan kebutuhan kultural.

Pola pemikiran dalam hal ini kota, mengalami perubahan dan kemajuan dari

zaman ke zaman sesuai dengan kemampuan manusia setempat dan tata geografi

(10)

Kota itu sendiri sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi yang diwarnai dengan srata

sosial-ekonomi yang heterogen dan coraknya yang materialistis, atau dapat pula

diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan

non-alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan

corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan

daerah belakangnya. Prinsip umum yang harus dipegang materialisme

Kebudayaan adalah”budaya dikembangkan oleh suatu masyarakat berdasarkan

pada materi (benda) yang dimilikinya"2

Memang harus diakui bahwa diantara berbagai kota di atas maka bumi ini

terdapat karakteristik yang sama maupun yang berbeda serta kota itu sendiri

berwawasan lingkungan yang mempunyai kegiatan fungsional3

Pemikiran Spencer yang berpengaruh pada Emile Durkheim (1958-1917).

Durkheim menggunakan analogi tubuh tersebut kemudian mengembangkannya ke

dalam sebuah perspektif baru yang kemudian disebut fungsionalisme struktural.

Perspektif ini bisa pula disebut fungsionalisme atau paradigma fungsionalis.

Paradigma ini melihat masyarakat sebagai sebuah sistem yang kompleks yang . Namun,

persamaan dan perbedaan itu tidaklah di sebabkan oleh faktor-faktor yang sama,

atau kalaupun faktornya sama tapi reaksi-reaksi atau responnya berbeda-beda.

2

Materialisme kebudayaan

Sumber:http://rukawahistoria blogspot.com/2009/07/materialisme-kebudayaan.html 3

Menurut Spencer fungsionalisme dalam arti sederhana yaitu masyarakat diartikan sebagai tubuh di mana bagian-bagiannya(ekonomi,kebijakan pelayanan

kesehatan,pendidikan,dsb)bekerja bersama-sama untuk menjaga keutuhan dan keberlangsungan seluruh sistem.

(11)

bagian-bagiannya saling berhubungan dan bekerja bersama untuk menjaga

stabilitas.

Menurut perspektif ini (1) bagian-bagian sistem sosial bergantung satu

sama lain; (2) kondisi normal/sehat sistem tersebut berada pada titik ekuilibrium

(dianalogikan pada tubuh yang sehat); (3) ketika sistem tersebut

terganggu,bagian-bagiannya akan dengan sendirinya melakukan pengaturan

kembali dan menyesuaikan diri untuk mengembalikan sistem pada keadaan

ekuilibrium4

Durkheim menyadari bahwa masyarakat mempengaruhi tindakan manusia.

Namun masyarakat, dalam pengertian Durkheim, adalah sesuatu yang berada di

luar individu. Bagi Durkheim, masyarakat harus dipahami dan dipelajari dalam

pengertian apa yang ia sebut sebagai fakta sosial. Fakta-fakta sosial tersebut

yakni hukum, sistem moral, nilai-nilai, keyakinan religi, dan peran-peran sosial

yang mengatur kehidupan sosial.

. Berbagai perubahan berlangsung secara evolutif dan terjadi di dalam

struktur.

Sebagai contoh, terjadinya urbanisasi. Faktor pendorong terjadinya urbanisasi itu

antara lain ialah faktor politik dan keamanan, serta faktor-faktor sosio-kultural

lainnya. Reaksi terhadap lingkungan perkotaan oleh mereka yang berurbanisasi itu

adalah berbeda-beda, yakni mencari perlindungan dalam kelompok sedaerah,

berjuang sendiri dengan segala konsekuensinya, membentuk kelompok-kelompok

senasib,dan sebagainya.

Studi antropologis lainnya telah difokuskan kepada usaha melakukan

komparasi antara kehidupan rural dan kehidupan urban, dan sering hanya

4

(12)

mempersoalkan kaum migran yang berasal dari masyarakat pedesaan yang pindah

dan bermukim di kota-kota.

Pada dasarnya kota ditujukan untuk penyebaran perkembangan perkotaan

secara berimbang ke pusat-pusat konsentrsai tersebut. Dalam menentukan

batas-batas kawasan metropolitan ditentukan olh beberapa kriteria diantaranya adalah:

• Letak geografis

• Pusat-pusat pertumbuhan

• Fungsi dan peranan kota

• Pengelompokan aktivitas (kegiatan)

Untuk menghadapi atau menampung perkembanagan dan pembangunan

perkotaan dalam jangka panjang mendatang, maka penggunaan atau pemanfaatan

lahan perkotaan perlu ditata dan dikelola. Dalam penata ruang (lahan) perkotaan

perlu disusun suatu Rencana Umum Tata Ruang Kota yang berdimensi jangka

panjang , misalnya 15 tahun, selama 15 tahun Rencana Tata Ruang Kota tersebut

harus ditinjau kembali.

Permukiman berwawasan lingkungan merupakan permukiman yang

mampu mengakomodasikan dan mendorong proses perkembangan kehidupan di

dalamnya secara wajar dan seimbang dengan memadukan kepentingan ekonomi,

ekologi dan sosial. Makin kuat sesuatu bagian WPU menjadi magnet bagi

fungsi-fungsi kekotaan, akibatnya adalah terdapatnya intensitas perkembangan fisikal

kekotaan dan rate of growth yang tinggi. Secara garis besar dapat dikemukakan

di sini bahwa aksesibilitas yang tinggi akan mempunyai daya tarik yang tinggi

pula terhadap fungsi-fungsi kekotaan. Demikian pula halnya dengan keberadaan

(13)

fisikal, pemilik-pemilik lahan miskin yang sangat ingin menjual lahannya,

tiadanya peraturan tertentu yang melarang pembangunan dan maraknya

pembangunan yang dilakukan oleh para pengembang jelas akan menawarkan

kondisi yang jauh lebih kondusif untuk perkembangan bentuk pemanfaatan lahan

kekotaan dibandingkan dengan apabila kondisinya berlawanan dengan apa yang

sudah dicontohkan tersebut (Lee, 1979: 124).

Perencanaan tata guna lahan sangat diperlukan karena:

1. Jumlah lahan terbatas dan merupakan sumberdaya yang hampir tak

terbaharui(non renewable),sedangkan manusia yang memerlukan lahan

jumlahnya terus bertambah.

2. Meningkatnya pembangunan dan taraf hidup masyarakat dapat meningkatkan

persaingan penggunaan ruang (lahan), sehingga sering terjadi konflik

(perebutan penggunaan lahan).

3. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya dapat

menyebabkan kerusakan lahan.

4. Konversi lahan pertanian dengan lahan subur termasuk sawah irigasi menjadi

lahan non-pertanian seperti lahan industri, perumahan dan lain-lain perlu

ditata karena sulitnya mencari lahan pengganti yang lebih subur atau minimal

sama, diluar lahan pertanian yang telah ada.

5. Pandangan bahwa lahan semata-mata merupakan faktor produksi,cenderung

mengabaikan pemeliharaan kelestarian lahan. Padahal, lahan juga mempunyai

kemampuan terbatas dalam memberi daya dukung bagi kehidupan manusia.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi variasi harga lahan di

(14)

peraturan tata ruang tertentu; (3)faktor pemilik lahan; (4) faktor spekulasi lahan;

(5) faktor keberadaan pengembang dan (6) faktor kondisi perekonomian nasional,

(Yunus,2001.)

Faktor ini akan selalu diikuti oleh meningkatnya transaksi jual beli lahan di WPU

pada khususnya. Ketidaksinambungan antara penawaran dan permintaan akan

lahan akan jelas mengakibatkan meningkatnya harga lahan. Harga pasaran lahan

yang ditimbulkan oleh maraknya praktik spekulasi akan berbeda dengan daerah

yang tidak banyak spekulator lahan yang begentayangan di kawasan tersebut. Hal

ini sangat terkait dengan besar kecilnya ekspektasi yang muncul di dalam

masyarakat terkait porspek wilayah yang bersangkutan.

Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa makin banyak faktor

determinan yang dikemukakan oleh Lee (1979) tersebut terakumulasi pada bagian

tertentu, maka makin kuat sesuatu bagian WPU menjadi magnet bagi

fungsi-fungsi kekotaan. Akibatnya adalah terdapatnya intesitas perkembangan fisikal

kekotaan dan rate of growth yang tinggi. Secara garis besar dapat dikemukakan

disini bahwa aksebilitas yang tinggi akan mempunyai daya tarik yang tinggi pula

terhadap fungsi-fungsi kekotaan. Demikian pula halnya dengan keberadaan

pusat-pusat pelayanan lahan yang stategis dan terbebas dari kendala-kendala fisikal,

pemilik lahan miskin yang sangat ingin menjual lahannya, semakin maraknya

pembangunan yang dilakukan oleh para pengembang jelas akan menawarkan

kondisi yang jauh lebih kondusif untuik perkembangan bentuk pemanfaatan lahan

kekotaan dibandingkan dengan apabila kondisinya berlawanan dengan apa yang

(15)

Penentuan kelas suatu lahan untuk bangunan-bangunan didasarkan pada

kemampuan lahan sebagai penopang pondasi. Sifat lahan yang berpengaruh

adalah daya dukung tanah, dan sifat-sifat tanah yang berpengaruh terhadap biaya

penggalian dan konstruksi.

Faktor yang tentang harga lahan yang berada disuatu tempat tersebut akan

menghubungkan peran pemilik-pemilik lahan,karena pemilik-pemilik lahan

tersebut ada yang pemilik lahan yang mempunyai statu sosial ekonomi yang kuat

akan berbeda dengan pemilik lahan yang berstatus sosial ekonomi lemah. Pemilik

lahan dengan status sosial ekonomi kuat lebih tahan untuk menahan transaksi jual

beli lahannya sampai pada suatu saat dimana harga lahan dianggap paling tinggi

,dibandingkan dengan mereka yang berstatus sosial ekonomi yang lemah.

Berdasarkan perannya dalam harga jual beli lahan di WPU dikenal ada 3

faktor kunci,yaitu (1) pemilik lahan awal sebelum ada pembangunan;(2)pihak

perantara dan (3) konsumen akhir (Bryant,1982:103).

Evaluasi lahan adalah bagian dari proses perencanaan tataguna lahan.Inti

evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe

penggunaan lahan yang akan diterapkan, dengan sifat-sifat atau kualitas lahan

yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Evaluasi kesesuaian lahan untuk

pertanian yang biasa digunakan di berbagai negara, pada dasarnya mengacu pada

klasifikasi Kemampuan Lahan USDA (Klingebied & Montgomery,1961)atau

klasifikasi Kesesuaian Lahan yang dikembangkan oleh FAO (1976).

Isitilah-istilah penting yang berkaitan dengan evaluasi kesesuaian lahan,

(16)

lahan aktual, kesesuain lahan potensial, kesesuaian lahan ekonomik dan

sebagainya.

Dasar pertimbangan diperlukannya evaluasi lanah adalah:

1. Sifat lahan beragam

2. Keragaman tersebut memengaruhi jenis penggunaan lahan;masing-masing

penggunaan lahan terdapat satuan-satuan lahan yang lebih sesuai atau kurang

sesuai dari segi fisik dan/atau ekon omi.

3. Keragaman tersebut bersifat sistematik.

4. Keragaman tersebut (secara fisik, politik, ekonomi dan sosial) dapat dipetakan.

5. Perilaku atau kesesuaian lahan jika diusahakan untuk penggunaan tertentu

dapat diprediksi dengan tingkat kepastian tertentu, tergantung kualitas data

sumber daya lahan tersebut dan tingkat pengetahuan hubungan antara sifat-sifat

lahan dan penggunaan lahan yang direncanakan.

6. Kesesuaian lahan bagi berbagai penggunaan lahan aktual dan yang diusulkan

dapat dideskripsikan dan dipetakan secara sistematis.

7. Pengambilan keputusan (pemakai lahan, perencana tata-guna lahan dan

penyuluh pertanian) dapat menggunakan prediksi tersebut (peta kesesuaian

lahan) sebagai panduan untuk pengambilan keputusan (Rossiter 1994).

Upaya untuk pemanfaatan lahan yang kecil adalah intensifikasi

pemanfaaatan lahan sehingga mampu memberikan hasil yang jauh lenih tinggi

ketimbang hasil yang diperoleh dari usaha bahan pangan semata. Di samping itu

kedekatan likasi lahan pertanian dengan pusat kota telah mempunyai sumbangan

yang berarti terhadap perubahan sikap petani terhadap lahannya tersebut

(17)

Kebijakan penggunaan lahan didasarkan pada berbagai aspek,yaitu:

1. Aspek teknis yang menyangkut potensi sumber daya lahan yang dapat dapat

diperoleh dengan cara melakukan evaluasi kesesuaian lahan.

2. Aspek lingkungan, yaitu dampaknya terhadap lingkungan.

3. Aspek hukum, yaitu harus sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang

berlaku.

4. Aspek sosial, menyangkut penggunaan lahan untuk kepentingan sosial.

Kepentingan tidak boleh hanya menguntukan seseorang, melainkan juga

harus bermanfaat bagi seluruh masyarakat yang tinggal di daerah tersebut dan

sekitarnya.

5. Aspek ekonomi,yaitu penggunaan lahan yang optimal yang memberi

keuntungan setinggi-tingginya tanpa merusakkan lahannya sendiri serta

lingkungannya.

6. Aspek politik atau kebijakan pemerintah.

Pada bagian WPU yang kepemilikan lahannya didominasi para spekulator

lahan, akan mengakibatkan kesulitan dalam hal perencanaan tata ruang dan

implementasinya, sehingga untuk mengatasi gejala spekulasi lahan yang merebak

bagi pemerintah daerah yang mempunyai kekuatan finansial yang tinggi akan

menerapkan teknik untuk mengantisipasi implementasi tata ruang pada masa yang

akan datang (Yunus,2005).

Kualitas lahan merupakan karakteristik lahan (biasanya majemuk dan

kompleks) yang mempunyai pengaruh langsung terhadap persyratan dasar dari

penggunaan lahan dan diharapkan dapat mempengaruhi kesesuaian lahan dan

(18)

Kualitas lahan kemungkinan berperan positif atau negatif terhadap

penggunaan lahan tergantung dari sifat-sifatnya. Kualitas lahan yang berperan

positif adalah yang sifatnya menguntungkan bagi suatu penggunaan lahan.

Sebaliknya kualitas lahan yang bersifat negatif karena keberadaannnya akan

merugikan (merupakan kendala) terhadap penggunaan tertentu, sehingga

merupakan faktor penghambat atau pembatas.

1.6. Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode

kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif, yang berusaha untuk menggambarkan

alih fungsi lahan yang terjadi di masyarakat Tanjung Sari kota Medan.

Semua hasil penelitian akan menjabarkan proses alih fungsi dari lahan

pertanian menjadi lahan non-pertanian, digunakannya metode kualitatif tersebut

supaya mampu menghasilkan data-data deskriptif yang mendukung kajian

penelitian, oleh karena itu penelitian yang dilakukan bisa menghasilkan dan

mendeskripsikan sesuai dengan kajian antropologi.

1.7. Teknik pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini

adalah:

a.Observasi

Pada penelitian ini awalnya akan melakukan proses pengamatan pada

lingkungan masyarakat tersebut, fokusnya pada lingkungan yang sudah beralih

fungsi dari lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian atau yang dulunya

(19)

Observasi memang biasanya dilakukan setiap peneliti sebagai langkah awal,

pastinya ini penting untuk memprrmudah sebelum wawancara dilakukan dan tentu

saja akan menggambarkan kondisi awal.

b.Wawancara

Teknik wawancara yang dilakukan guna untuk mendapat informasi dengan

selengkap-lengkapnya dari informan.Wawancara5

• Informan pangkal yaitu informan yang banyak mengetahui tentang

lingkungan sekitar pada lokasi penelitian tersebut.

yang dilakukan pada informan

dengan langsung tatap muka dan langsung tanya jawab dengan pedoman interview

guide. Adapun informan yang dipilih dalam penelitian ini yaitu:

• Informan kunci yaitu informan yang sudah lama tinggal di lingkungan

tersebut atau masyarakat lokal,informan inilah yang menjadi perhatian

dalam mengetahui masalah-masalah proses perubahan fungsi lahan pada

lingkungan tersebut.

• Informan biasa yaitu informan masyarakat yang berada di lingkungan

sekitar yang sedikit banyaknya memberikan informasi mengenai masalah

lingkungan tersebut, akan tetapi bukan ahlinya. Pada informan biasa yaitu

semua golongan yang tinggal di lingkungan tersebut, baik tua, ataupun

muda yang bisa diwawancarai dan yang mengetahui tentang perubahan

fungsi lahan daripada lingkungan tersebut.

c. Studi kepustakaan

(20)

Literatur (studi pustaka) dilakukan guna untuk melengkapi data yang

berhubungan dengan penelitian yang dilakukan yaitu data primer dan data

sekunder.Adapun literatur-literatur tersebut yaitu artikel, surat kabar, laporan

penelitian dan media online.

1.8. Analisis Data

Penelitian yang dilakukan dan dianalisis secara kualitatif,peneliti akan

memeriksa ulang data untuk melihat kelengkapan data. Data yang diperoleh dari

lapangan akan dianalisis secara kualitatif dan disusun sesuai dengan

kategori-kategori tertentu sebagaimana yang dikemukakan oleh informan di lapangan.

Analisa data dilakukan dengan mengorganisasikan data dari hasil observasi,

wawancara kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat

ditemukan tema.

Setelah semuanya terkumpul selanjutnya dibandingkan serta dicari

hubungan-hubungan yang saling terkait. Dengan cara yang demikian akan

diperoleh sebuah tulisan yang sistematis yang merupakan target daripada

Referensi

Dokumen terkait

Tugas ini untuk memenuhi persyaratan untuk menempuh wisuda pada Fakultas Teknologi Industri Program Studi Sistem Informasi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”

Penggunaan program pasco capstone dapat digunakan untuk mencatat penurunan suhu pada air yang dibiarkan mendingin, serta dapat langsung menganalisis persamaan suhu

Kata budaya (culture) sebagai konsep berakar dari kajian atau disiplin ilmu antropologi, dan merupakan suatu identitas dari tiap-tiap bangsa.Budaya merupakan pola yang

Pengambilan sampel dilakukan secara berjenjang ( multistages ), yakni setiap UPBJJ-UT dibagi berdasarkan kota dan kelompok belajar. Sampel secara acak ditentukan satu

Pelaksanaan Administrasi Keuangan dan Umum merupakan serangkaian kegiatan yang dilaksanakan Pabrik Gula Tasikmadu Karanganyar untuk mengolah data dan mengkoordinasi di

Adapun Hornsby (Oktafiani et al., 2018) mentakrifkan disleksia sebagai bentuk kesulitan belajar membaca dan menulis terutama belajar mengeja (mengujar) secara betul

Responsiveness atau daya tanggap merupakan kemampuan perusahaan yang dilakukan oleh langsung karyawan untuk memberikan pelayanan dengan cepat dan tanggap.Daya

Sejak adanya penggunaan mesin/motor bagi komunitas Pattorani maka eksploitasi sumber daya perikanan dan biola laut lainnya dilakukan secara optimal serta