BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan bukan
pertanian dengan susunan fungsi sebagai kawasan pemukiman perkotaan dan
distribusi pelayanan jasa pemerintahan dan pelayanan sosial. Kota besar adalah
kota yang terdapat banyak aktivitas-aktivitas. Pada umumnya, kota itu selalu
dipandang sebagai pusat pendidikan, pusat kegiatan ekonomi, pusat pemerintahan,
dan sebagainya. Jadi, fungsi dan perannya sebagi sumber dan pengaruh atau
sumber stimulasinya banyak berasal dari kota itu sendiri. Lain halnya dengan
kelurahan Tanjung Sari dimana daerah ini memang daerah kota akan tetapi daerah
ini berketepatan di pinggriran kota dimana dulu daerah ini banyak lahan pertanian
padahal daerah ini adalah termasuk daerah kota yaitu salah satu daerah kota
Medan, tidak semua daerah kota itu yang dikatakan bukan daerah pertanian, akan
tetapi di beberapa daerah yang ada di kota Medan banyak daerah pertanian salah
satunya adalah daerah kelurahan Tanjung Sari.
Seiring dengan berjalannya waktu kota tentunya akan banyak mengalami
perubahan sesuai dengan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh manusia itu
sendiri. Manusia dan lingkungan pada hakekatnya yaitu satu bangunan yang
seharusnya saling menguatkan karena lingkungan selalu bergantung pada
aktivitas manusia. Jadi manusia dan lingkungan itu sama-sama aktif saling
membutuhkan antara yang satu dengan yang lainnya. Kenampakan fisikal
dicegah, di Negara berkembang seperti kota Medan khususnya di daerah Tanjung
Sari atau daerah pinggiran kota Medan.
Memasuki era globalisasi diperlukan sarana dan prasarana untuk
menunjang terlaksananya suatu pembangunan, salah satunya adalah lahan. Lahan
memegang peranan yang penting sebagai faktor utama untuk merealisasikan
pembangunan, pembangunan yang dimaksud dalam hal ini adalah pembangunan
fisik. Seperti diketahui, lahan tidak dapat dipisahkan dengan manusia karena lahan
merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia. Lahan yaitu suatu
lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi, dimana
faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya1
Hampir semua lahan selalu dilihat sebagai pemuas kebutuhan atau bahkan
keserakahan manusia akan ruang kehidupannya, tidak dianggap sebagai entitas
kehidupan atau sumber daya yang terbatas. Seperti yang ada di wilayah Kelurahan
Tanjung Sari dimana lahan yang ada di wilayah ini adalah lahan pertanian
kebanyakan beberapa tahun yang lalu, akan tetapi untuk yang sekarang ini di
wilayah tersebut banyak yang dibuat menjadi lahan non-pertanian. .
Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk Indonesia,
meningkat pula kebutuhan akan perumahan. Untuk mencukupi meningkatnya
kebutuhan rumah, selalu digunakan lahan pertanian dan lahan produktif.
Kecenderungan pengembangan kebutuhan penduduk mengarah pada arah
pinggiran kota yaitu di daerah kelurahan Tanjung Sari. Pertambahan penduduk
yang semakin meningkat mengindikasikan bahwa perkembangan penduduk
menyebar ke arah pinggiran kota (sub- urban), sehingga konsekuensinya adalah
1
terjadi perubahan penggunaan lahan di wilayah Tanjung Sari dan semakin lama
semakin banyak lahan pertanian dibuat menjadi lahan non-pertanian.
Banyaknya pendatang ditambah dengan penduduk asli akan
mengakibatkan kebutuhan akan ruang untuk tempat tinggal maupun bangunan
kegiatan yang lainnnya akan semakin meningkat,banyak kegiatan yang dilakukan
oleh masyarakat itu sendiri setelah melakukan alih fungsi lahan yang ada di
wilayah mereka tersebut, bagi masyarakat semakin meningkatnya alih fungsi
lahan yang mereka lakukan baik dalam melakukan kegiatan sosial, ekonomi,
budaya dan politik dan fungsi kekotaan yang meningkat selalu akan dapat
terpenuhi. Secara signifikan gejala ini akan selalu diikuti oleh meningkatnya
transaksi jual beli lahan di wilayah perkotaan khususnya di wilayah kelurahan
Tanjung Sari.
Lahan yang digunakan di daerah kota guna untuk menampung kebutuhan,
baik dalam pemukiman ataupun fungsi yang lainnya di wilayah kota tersebut
lahan sudah susah untuk didapat atau nyaris habis terutama lahan pertanian untuk
sekarang ini susah untuk ditemui di wilayah ini, karena sudah banyak dialih
fungsikan menjadi lahan non-pertanian.
Pemanfaatan lahan untuk keperluan atau kebutuhan masyarakat itu sendiri
perlu mempertimbangkan beberapa faktor diantaranya adalah tinjauan kesesuaian
dan kemampuan lahan tersebut sesuai dengan peruntukannnya.
Daerah Tanjung Sari itu adalah Wilayah Peri Urban (WPU) yang artinya
daerah pinggiran kota.Wilayah yang berada di Tanjung Sari terdapat lahan yang
bangunan-bangunan seperti perumahan, ruko-ruko, rumah penduduk, ataupun
bangunan-bangunan lainnya.
Lahan adalah suatu proses menduga potensi sumber daya lahan untuk berbagai
penggunaannya. Defenisi lahan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah
defenisi yang dirumuskan oleh FAO. Kemampuan lahan indikator utama
kesesuaian lahan yang digunakan adalah kesesuaian lahan dan kemampuan lahan.
Lahan yang digunakan untuk banyak kegiatan seperti membuat
bangunan-bangunan yang dilakukan. Ada beberapa pembagian kelas lahan sesuai dengan
kemampuan yaitu kemampuan lahan menunjukan kesamaan besarnya
faktor-faktor penghambat. Kemampuana lahan dibagi menjadi beberapa kelas, ada
beberapa pembagian kelas lahan sesuai dengan kemampuannya dan kriteria yang
digunakan dalam pembangunan yaitu kelas lahan. Adapun beberapa pembagian
kelas lahan sesuai dengan kemampuannya yaitu:
• Lahan kelas I yaitu sesuai untuk berbagai kegunaan pertanian, padang
pengembsangan hutan dan cagar alam.
Lahan dalam kelas ini aman dari bahaya banjir, umumnya sesuai untuk
penanaman yang intensif. Iklim setempat harus sesuai bagi pertumbuhan
tanaman. Lahan kelas ini biasanya lahan yang subur atau lahan yang
produktif, dimana lahan ini biasanya lebih sesuai digunakan untuk lahan
pertanian. Karena sangat cocok sekali terutama dalam hal tingkat
kesuburan untuk dijadikan sebagai lahan pertanian.
• Lahan kelas II yaitu lahan yang memiliki beberapa kendala yang
konservasi yang sedang. Lahan dalam kelasa ini mungkin memerlukan
sistem penanaman konservasi khusus, tindakan-tindakan pencegahan erosi,
pengendalian air yang berlebihan atau metode pengolahan lahan jika
dugunakan untuk tanaman semusim dan tanaman yang menggunakan
pengolahan lahan.
• Lahan kelas III yaitu lahan yang mempunyai kendala yang berat sehingga
mengurangi pilihan penggunaan atau memerlukan tindakan konservasi
khusus atau keduanya. Lahan-lahan kelas III mempunyai pembatas yang
lebih berat dari lahan-lahan kelas II dan jika digunakan untuk tanaman
yang memerlukan pengolahan lahan, tindakan konservasi yang diperlukan
biasanya lebih sulit diterapkan dan dipertahankan.
Kendala yang terdapat pada lahan dalam kelas III adalah terbatasnya
waktu penggunaan dan waktu pengolahan, pilihan jenis tanaman bagi
tanaman semsusim atau kombinasi dari ketiganya. Kendala-kendala
tersebut dapat disebabkan oleh salah satu atau lebih dari sifat berikut:
- Lereng yang cukup curam
- Peka terhadap erosi atau telah mengalami erosi yang agak berat
- Seringkali mengalami banjir yang merusak tanaman
- Lapisan bawah lahan berperbeamilitas sangat lambat
- Terlalu basah atau terus-menerus jenuh air setelah didrainase
- Hambatan iklim sedang
- Kapasitas menahan air rendah
- Tingkat kesuburan rendah dan tidak muda dibatasi ( Lutfhi Rayes,
• Lahan kelas IV yaitu lahan yang mempunyai kendala yang sangat berat
sehingga membatasi pilihan penggunaan atau memerlukan tindakan
pengelolaan yang sangat hati-hati atau keduanya.
Faktor penghambat bahaya kerusakan pada lahan-lahan di dalam lahan
kelas III, sehingga pilihan penggunaannya juga lebih terbatas.
Lahan-Lahan kelas IV mungkin hanya cocok untuk dua atau tiga macam
tanaman pertanian atau tanaman yang memiliki produksi rendah.
• Lahan kelas V yaitu lahan yang memiliki bahaya erosi, tetapi memiliki
pembatas lain yang sulit dihilangkan sehingga pilihan penggunaannnya
menjadi sangat terbatas, yaitu untuk padang rumput, padang pengembalaan,
hutan produksi atau suaka-alam.
• Lahan kelas VI yaitu lahan yang memiliki penghambat yang berat sehingga
lahan-lahan ini tidak sesuai untuk pertanian. Penggunaan lahan ini hanya
terbatas untuk padang rumput atau padang pengembalaan, hutan produksi,
hutan lindung atau cagar alam
• Lahan kelas VII yaitu lahan yang memiliki pembatas yang berat sehingga
tidak sesuai untuk pertanian dan penggunaannnya sangat terbatas untuk
padang rumput, hutan produksi, dan cagar alam.
• Lahan kelas VIII yaitu lahan yang memiliki pembatas yang menghalangi
penggunaan lahan ini untuk produksi tanaman secara komersial dan
membatasi penggunaannnya hanya untuk pariwisata dan suaka alam
Lahan ini sebaiknya dibiarkan dalam keadaan alam. Pembatas yang sulit
atau tidak dapat diperbaiki dari satu atau lebih sifat berikut:
- Iklim sangat tidak mendukung
- Lahan selalu basa
- Sangat berbatu
- Kapasitas menahan air sangat rendah
- Salinitas dan kandungan Na tinggi
Contoh lahan kelas VII adalah lahan-lahan yang telah rusak atau sangat
terdegradasi (badland).
Lahan dikelompokan kedalam kelas I samapai kelas VIII, dimana semakin tinggi
kelasnya kualitas lahannya semakin jelek daya kesuburan lahan tersebut berarti
resiko kerusakan dan besarnya faktor penghambat bertambah dan pilihan
penggunaan lahan yang dapat diterapkan semakin terbatas. Lahan kelas I sampai
IV merupakan lahan yang sesuai untuk usaha pertanian, jika dibandingkan lagi
antara lahan kelas I – kelas VI lahan kelas satu juga yang paling subur dan paling
cocok untuk daerah pertanian, tetapi jika dibandingkan lagi dengan lahan kelas V
sampai lahan kelas VIII tidak sesuai dengan lahan pertanian atau diperlukan biaya
yang sangat tinggi untuk pengelolahanya, lahan kelas I digunakan untuk lahan
non-pertanian atau lahan bangunan-bangunan tentunya sangat berlebihan dalam
arti lahan yang digunakan tersebut selayaknya digunakan dalam lahan pertanian
saja, seperti yang terjadi di wilayah kelurahan Tanjung Sari, sesuai dengan
kemampuan dan keinginan manusia itu sendiri, pada alih fungsi lahan pertanian
yang dijadikan menjadi lahan non-pertanian itu bisa dilakukan oleh manusia itu
sendiri sesuai dengan kemampuan dan keinginan masing-masing. Semua lahan
yang ada di Wilayah Tanjung Sari banyak lahan pertanian yang dialih fungsikan
menjadi lahan non-pertanian.
1.2. Perumusan Masalah
Yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah alih fungsi
lahan dari lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian seperti
bangunan-bangunan, juga dari pokok permasalahan tersebut dijabarkan kedalam 3
pertanyaan penelitian yaitu:
1. Faktor apa yang mendorong masyarakat Tanjung Sari melakukan alih fungsi
lahan?
2. Apakah alih fungsi lahan tersebut sesuai dengan Rencana Tata Ruang kota
Medan?
3. Bagaimana pandangan Pejabat Pemerintah kota Medan, Developer dan
masyarakat lokal tentang alih fungsi lahan tersebut?
1.3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di kawasan kota Medan tepatnya di
Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang ,alasan penulis memilih
lokasi ini karena sangat relevan dan strategis karena tempat ini dulunya banyak
lahan pertanian dan sekarang sudah menjadi lahan non-pertanian atau banyak
bangunan-bangunan yang dijadikan oleh masyrakat untuk berbagai kegiatan.
1.4. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
• Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan masyarakat Tanjung
melakukan alih fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi lahan
Selain itu penelitian ini juga tujuannnya untuk mengetahui suatu tindakan
yang dilakukan oleh masyarakat tersebut yaitu proses alih fungsi dari
lahan pertanian menjadi lahan non-pertanaian, mengetahui kesesuaian
dengan konsep Tata Ruang kota Medan, serta mengetahui pandangan
Pejabat Pemerintah, Developer, serta masyarakat lokal tentang alih fungsi
tersebut.
• Manfaat Penelitian
Pada suatu cakupan akademis harapan saya semoga penelitian ini bisa
berguna untuk menambah kepustakaan tentang alih fungsi lahan di
perkotaan dan banyak kalangan-kalangan yang membutuhkannya, seperti
mahasiswa yang ingin membuat suatu penelitian yang juga terfokus
kepada alih fungsi lahan, ataupun yang ada kaitannya dengan hal-hal yang
lain. Bagi peneliti sendiri dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai
suatu yang berarti dan bisa merangkum suatu pengetahuan dan
pengalaman-pengalaman selama menjalani perkuliahan serta manfaat yang
praktis.
1.5. Tinjauan Pustaka
Kota itu tidak tumbuh dengan sendirinya, melainkan manusialah yang
mengembangkannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan
sehari-hari, kebutuhan sosial, kebutuhan ekonomi, politik dan kebutuhan kultural.
Pola pemikiran dalam hal ini kota, mengalami perubahan dan kemajuan dari
zaman ke zaman sesuai dengan kemampuan manusia setempat dan tata geografi
Kota itu sendiri sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang
ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi yang diwarnai dengan srata
sosial-ekonomi yang heterogen dan coraknya yang materialistis, atau dapat pula
diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan
non-alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan
corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan
daerah belakangnya. Prinsip umum yang harus dipegang materialisme
Kebudayaan adalah”budaya dikembangkan oleh suatu masyarakat berdasarkan
pada materi (benda) yang dimilikinya"2
Memang harus diakui bahwa diantara berbagai kota di atas maka bumi ini
terdapat karakteristik yang sama maupun yang berbeda serta kota itu sendiri
berwawasan lingkungan yang mempunyai kegiatan fungsional3
Pemikiran Spencer yang berpengaruh pada Emile Durkheim (1958-1917).
Durkheim menggunakan analogi tubuh tersebut kemudian mengembangkannya ke
dalam sebuah perspektif baru yang kemudian disebut fungsionalisme struktural.
Perspektif ini bisa pula disebut fungsionalisme atau paradigma fungsionalis.
Paradigma ini melihat masyarakat sebagai sebuah sistem yang kompleks yang . Namun,
persamaan dan perbedaan itu tidaklah di sebabkan oleh faktor-faktor yang sama,
atau kalaupun faktornya sama tapi reaksi-reaksi atau responnya berbeda-beda.
2
Materialisme kebudayaan
Sumber:http://rukawahistoria blogspot.com/2009/07/materialisme-kebudayaan.html 3
Menurut Spencer fungsionalisme dalam arti sederhana yaitu masyarakat diartikan sebagai tubuh di mana bagian-bagiannya(ekonomi,kebijakan pelayanan
kesehatan,pendidikan,dsb)bekerja bersama-sama untuk menjaga keutuhan dan keberlangsungan seluruh sistem.
bagian-bagiannya saling berhubungan dan bekerja bersama untuk menjaga
stabilitas.
Menurut perspektif ini (1) bagian-bagian sistem sosial bergantung satu
sama lain; (2) kondisi normal/sehat sistem tersebut berada pada titik ekuilibrium
(dianalogikan pada tubuh yang sehat); (3) ketika sistem tersebut
terganggu,bagian-bagiannya akan dengan sendirinya melakukan pengaturan
kembali dan menyesuaikan diri untuk mengembalikan sistem pada keadaan
ekuilibrium4
Durkheim menyadari bahwa masyarakat mempengaruhi tindakan manusia.
Namun masyarakat, dalam pengertian Durkheim, adalah sesuatu yang berada di
luar individu. Bagi Durkheim, masyarakat harus dipahami dan dipelajari dalam
pengertian apa yang ia sebut sebagai fakta sosial. Fakta-fakta sosial tersebut
yakni hukum, sistem moral, nilai-nilai, keyakinan religi, dan peran-peran sosial
yang mengatur kehidupan sosial.
. Berbagai perubahan berlangsung secara evolutif dan terjadi di dalam
struktur.
Sebagai contoh, terjadinya urbanisasi. Faktor pendorong terjadinya urbanisasi itu
antara lain ialah faktor politik dan keamanan, serta faktor-faktor sosio-kultural
lainnya. Reaksi terhadap lingkungan perkotaan oleh mereka yang berurbanisasi itu
adalah berbeda-beda, yakni mencari perlindungan dalam kelompok sedaerah,
berjuang sendiri dengan segala konsekuensinya, membentuk kelompok-kelompok
senasib,dan sebagainya.
Studi antropologis lainnya telah difokuskan kepada usaha melakukan
komparasi antara kehidupan rural dan kehidupan urban, dan sering hanya
4
mempersoalkan kaum migran yang berasal dari masyarakat pedesaan yang pindah
dan bermukim di kota-kota.
Pada dasarnya kota ditujukan untuk penyebaran perkembangan perkotaan
secara berimbang ke pusat-pusat konsentrsai tersebut. Dalam menentukan
batas-batas kawasan metropolitan ditentukan olh beberapa kriteria diantaranya adalah:
• Letak geografis
• Pusat-pusat pertumbuhan
• Fungsi dan peranan kota
• Pengelompokan aktivitas (kegiatan)
Untuk menghadapi atau menampung perkembanagan dan pembangunan
perkotaan dalam jangka panjang mendatang, maka penggunaan atau pemanfaatan
lahan perkotaan perlu ditata dan dikelola. Dalam penata ruang (lahan) perkotaan
perlu disusun suatu Rencana Umum Tata Ruang Kota yang berdimensi jangka
panjang , misalnya 15 tahun, selama 15 tahun Rencana Tata Ruang Kota tersebut
harus ditinjau kembali.
Permukiman berwawasan lingkungan merupakan permukiman yang
mampu mengakomodasikan dan mendorong proses perkembangan kehidupan di
dalamnya secara wajar dan seimbang dengan memadukan kepentingan ekonomi,
ekologi dan sosial. Makin kuat sesuatu bagian WPU menjadi magnet bagi
fungsi-fungsi kekotaan, akibatnya adalah terdapatnya intensitas perkembangan fisikal
kekotaan dan rate of growth yang tinggi. Secara garis besar dapat dikemukakan
di sini bahwa aksesibilitas yang tinggi akan mempunyai daya tarik yang tinggi
pula terhadap fungsi-fungsi kekotaan. Demikian pula halnya dengan keberadaan
fisikal, pemilik-pemilik lahan miskin yang sangat ingin menjual lahannya,
tiadanya peraturan tertentu yang melarang pembangunan dan maraknya
pembangunan yang dilakukan oleh para pengembang jelas akan menawarkan
kondisi yang jauh lebih kondusif untuk perkembangan bentuk pemanfaatan lahan
kekotaan dibandingkan dengan apabila kondisinya berlawanan dengan apa yang
sudah dicontohkan tersebut (Lee, 1979: 124).
Perencanaan tata guna lahan sangat diperlukan karena:
1. Jumlah lahan terbatas dan merupakan sumberdaya yang hampir tak
terbaharui(non renewable),sedangkan manusia yang memerlukan lahan
jumlahnya terus bertambah.
2. Meningkatnya pembangunan dan taraf hidup masyarakat dapat meningkatkan
persaingan penggunaan ruang (lahan), sehingga sering terjadi konflik
(perebutan penggunaan lahan).
3. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya dapat
menyebabkan kerusakan lahan.
4. Konversi lahan pertanian dengan lahan subur termasuk sawah irigasi menjadi
lahan non-pertanian seperti lahan industri, perumahan dan lain-lain perlu
ditata karena sulitnya mencari lahan pengganti yang lebih subur atau minimal
sama, diluar lahan pertanian yang telah ada.
5. Pandangan bahwa lahan semata-mata merupakan faktor produksi,cenderung
mengabaikan pemeliharaan kelestarian lahan. Padahal, lahan juga mempunyai
kemampuan terbatas dalam memberi daya dukung bagi kehidupan manusia.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi variasi harga lahan di
peraturan tata ruang tertentu; (3)faktor pemilik lahan; (4) faktor spekulasi lahan;
(5) faktor keberadaan pengembang dan (6) faktor kondisi perekonomian nasional,
(Yunus,2001.)
Faktor ini akan selalu diikuti oleh meningkatnya transaksi jual beli lahan di WPU
pada khususnya. Ketidaksinambungan antara penawaran dan permintaan akan
lahan akan jelas mengakibatkan meningkatnya harga lahan. Harga pasaran lahan
yang ditimbulkan oleh maraknya praktik spekulasi akan berbeda dengan daerah
yang tidak banyak spekulator lahan yang begentayangan di kawasan tersebut. Hal
ini sangat terkait dengan besar kecilnya ekspektasi yang muncul di dalam
masyarakat terkait porspek wilayah yang bersangkutan.
Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa makin banyak faktor
determinan yang dikemukakan oleh Lee (1979) tersebut terakumulasi pada bagian
tertentu, maka makin kuat sesuatu bagian WPU menjadi magnet bagi
fungsi-fungsi kekotaan. Akibatnya adalah terdapatnya intesitas perkembangan fisikal
kekotaan dan rate of growth yang tinggi. Secara garis besar dapat dikemukakan
disini bahwa aksebilitas yang tinggi akan mempunyai daya tarik yang tinggi pula
terhadap fungsi-fungsi kekotaan. Demikian pula halnya dengan keberadaan
pusat-pusat pelayanan lahan yang stategis dan terbebas dari kendala-kendala fisikal,
pemilik lahan miskin yang sangat ingin menjual lahannya, semakin maraknya
pembangunan yang dilakukan oleh para pengembang jelas akan menawarkan
kondisi yang jauh lebih kondusif untuik perkembangan bentuk pemanfaatan lahan
kekotaan dibandingkan dengan apabila kondisinya berlawanan dengan apa yang
Penentuan kelas suatu lahan untuk bangunan-bangunan didasarkan pada
kemampuan lahan sebagai penopang pondasi. Sifat lahan yang berpengaruh
adalah daya dukung tanah, dan sifat-sifat tanah yang berpengaruh terhadap biaya
penggalian dan konstruksi.
Faktor yang tentang harga lahan yang berada disuatu tempat tersebut akan
menghubungkan peran pemilik-pemilik lahan,karena pemilik-pemilik lahan
tersebut ada yang pemilik lahan yang mempunyai statu sosial ekonomi yang kuat
akan berbeda dengan pemilik lahan yang berstatus sosial ekonomi lemah. Pemilik
lahan dengan status sosial ekonomi kuat lebih tahan untuk menahan transaksi jual
beli lahannya sampai pada suatu saat dimana harga lahan dianggap paling tinggi
,dibandingkan dengan mereka yang berstatus sosial ekonomi yang lemah.
Berdasarkan perannya dalam harga jual beli lahan di WPU dikenal ada 3
faktor kunci,yaitu (1) pemilik lahan awal sebelum ada pembangunan;(2)pihak
perantara dan (3) konsumen akhir (Bryant,1982:103).
Evaluasi lahan adalah bagian dari proses perencanaan tataguna lahan.Inti
evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe
penggunaan lahan yang akan diterapkan, dengan sifat-sifat atau kualitas lahan
yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Evaluasi kesesuaian lahan untuk
pertanian yang biasa digunakan di berbagai negara, pada dasarnya mengacu pada
klasifikasi Kemampuan Lahan USDA (Klingebied & Montgomery,1961)atau
klasifikasi Kesesuaian Lahan yang dikembangkan oleh FAO (1976).
Isitilah-istilah penting yang berkaitan dengan evaluasi kesesuaian lahan,
lahan aktual, kesesuain lahan potensial, kesesuaian lahan ekonomik dan
sebagainya.
Dasar pertimbangan diperlukannya evaluasi lanah adalah:
1. Sifat lahan beragam
2. Keragaman tersebut memengaruhi jenis penggunaan lahan;masing-masing
penggunaan lahan terdapat satuan-satuan lahan yang lebih sesuai atau kurang
sesuai dari segi fisik dan/atau ekon omi.
3. Keragaman tersebut bersifat sistematik.
4. Keragaman tersebut (secara fisik, politik, ekonomi dan sosial) dapat dipetakan.
5. Perilaku atau kesesuaian lahan jika diusahakan untuk penggunaan tertentu
dapat diprediksi dengan tingkat kepastian tertentu, tergantung kualitas data
sumber daya lahan tersebut dan tingkat pengetahuan hubungan antara sifat-sifat
lahan dan penggunaan lahan yang direncanakan.
6. Kesesuaian lahan bagi berbagai penggunaan lahan aktual dan yang diusulkan
dapat dideskripsikan dan dipetakan secara sistematis.
7. Pengambilan keputusan (pemakai lahan, perencana tata-guna lahan dan
penyuluh pertanian) dapat menggunakan prediksi tersebut (peta kesesuaian
lahan) sebagai panduan untuk pengambilan keputusan (Rossiter 1994).
Upaya untuk pemanfaatan lahan yang kecil adalah intensifikasi
pemanfaaatan lahan sehingga mampu memberikan hasil yang jauh lenih tinggi
ketimbang hasil yang diperoleh dari usaha bahan pangan semata. Di samping itu
kedekatan likasi lahan pertanian dengan pusat kota telah mempunyai sumbangan
yang berarti terhadap perubahan sikap petani terhadap lahannya tersebut
Kebijakan penggunaan lahan didasarkan pada berbagai aspek,yaitu:
1. Aspek teknis yang menyangkut potensi sumber daya lahan yang dapat dapat
diperoleh dengan cara melakukan evaluasi kesesuaian lahan.
2. Aspek lingkungan, yaitu dampaknya terhadap lingkungan.
3. Aspek hukum, yaitu harus sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang
berlaku.
4. Aspek sosial, menyangkut penggunaan lahan untuk kepentingan sosial.
Kepentingan tidak boleh hanya menguntukan seseorang, melainkan juga
harus bermanfaat bagi seluruh masyarakat yang tinggal di daerah tersebut dan
sekitarnya.
5. Aspek ekonomi,yaitu penggunaan lahan yang optimal yang memberi
keuntungan setinggi-tingginya tanpa merusakkan lahannya sendiri serta
lingkungannya.
6. Aspek politik atau kebijakan pemerintah.
Pada bagian WPU yang kepemilikan lahannya didominasi para spekulator
lahan, akan mengakibatkan kesulitan dalam hal perencanaan tata ruang dan
implementasinya, sehingga untuk mengatasi gejala spekulasi lahan yang merebak
bagi pemerintah daerah yang mempunyai kekuatan finansial yang tinggi akan
menerapkan teknik untuk mengantisipasi implementasi tata ruang pada masa yang
akan datang (Yunus,2005).
Kualitas lahan merupakan karakteristik lahan (biasanya majemuk dan
kompleks) yang mempunyai pengaruh langsung terhadap persyratan dasar dari
penggunaan lahan dan diharapkan dapat mempengaruhi kesesuaian lahan dan
Kualitas lahan kemungkinan berperan positif atau negatif terhadap
penggunaan lahan tergantung dari sifat-sifatnya. Kualitas lahan yang berperan
positif adalah yang sifatnya menguntungkan bagi suatu penggunaan lahan.
Sebaliknya kualitas lahan yang bersifat negatif karena keberadaannnya akan
merugikan (merupakan kendala) terhadap penggunaan tertentu, sehingga
merupakan faktor penghambat atau pembatas.
1.6. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode
kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif, yang berusaha untuk menggambarkan
alih fungsi lahan yang terjadi di masyarakat Tanjung Sari kota Medan.
Semua hasil penelitian akan menjabarkan proses alih fungsi dari lahan
pertanian menjadi lahan non-pertanian, digunakannya metode kualitatif tersebut
supaya mampu menghasilkan data-data deskriptif yang mendukung kajian
penelitian, oleh karena itu penelitian yang dilakukan bisa menghasilkan dan
mendeskripsikan sesuai dengan kajian antropologi.
1.7. Teknik pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini
adalah:
a.Observasi
Pada penelitian ini awalnya akan melakukan proses pengamatan pada
lingkungan masyarakat tersebut, fokusnya pada lingkungan yang sudah beralih
fungsi dari lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian atau yang dulunya
Observasi memang biasanya dilakukan setiap peneliti sebagai langkah awal,
pastinya ini penting untuk memprrmudah sebelum wawancara dilakukan dan tentu
saja akan menggambarkan kondisi awal.
b.Wawancara
Teknik wawancara yang dilakukan guna untuk mendapat informasi dengan
selengkap-lengkapnya dari informan.Wawancara5
• Informan pangkal yaitu informan yang banyak mengetahui tentang
lingkungan sekitar pada lokasi penelitian tersebut.
yang dilakukan pada informan
dengan langsung tatap muka dan langsung tanya jawab dengan pedoman interview
guide. Adapun informan yang dipilih dalam penelitian ini yaitu:
• Informan kunci yaitu informan yang sudah lama tinggal di lingkungan
tersebut atau masyarakat lokal,informan inilah yang menjadi perhatian
dalam mengetahui masalah-masalah proses perubahan fungsi lahan pada
lingkungan tersebut.
• Informan biasa yaitu informan masyarakat yang berada di lingkungan
sekitar yang sedikit banyaknya memberikan informasi mengenai masalah
lingkungan tersebut, akan tetapi bukan ahlinya. Pada informan biasa yaitu
semua golongan yang tinggal di lingkungan tersebut, baik tua, ataupun
muda yang bisa diwawancarai dan yang mengetahui tentang perubahan
fungsi lahan daripada lingkungan tersebut.
c. Studi kepustakaan
Literatur (studi pustaka) dilakukan guna untuk melengkapi data yang
berhubungan dengan penelitian yang dilakukan yaitu data primer dan data
sekunder.Adapun literatur-literatur tersebut yaitu artikel, surat kabar, laporan
penelitian dan media online.
1.8. Analisis Data
Penelitian yang dilakukan dan dianalisis secara kualitatif,peneliti akan
memeriksa ulang data untuk melihat kelengkapan data. Data yang diperoleh dari
lapangan akan dianalisis secara kualitatif dan disusun sesuai dengan
kategori-kategori tertentu sebagaimana yang dikemukakan oleh informan di lapangan.
Analisa data dilakukan dengan mengorganisasikan data dari hasil observasi,
wawancara kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat
ditemukan tema.
Setelah semuanya terkumpul selanjutnya dibandingkan serta dicari
hubungan-hubungan yang saling terkait. Dengan cara yang demikian akan
diperoleh sebuah tulisan yang sistematis yang merupakan target daripada