BAB II
KEDUDUKAN ANAK DALAM KETENTUAN HUKUM ISLAM
A. Pengertian Anak
Berbicara tentang anak saat ini seperti tidak ada habis-habisnya, saya rasa
semakin menarik karena di balik itu semua terdapat fakta-fakta menarik tentang
permasalahan anak. Secara umum dikatakan anak adalah seorang yang dilahirkan dari
perkawinan antara seorang perempuan dengan seorang laki-laki dengan tidak menyangkut
bahwa seseorang yang dilahirkan oleh wanita meskipun tidak pernah melakukan pernikahan
tetap dikatakan anak.
Anak sering kali dipersepsikan sebagai manusia yang masih berada pada tahap
perkembangan sehingga belum dapat dikatakan sebagai manusia yang utuh. Dengan
keterbatasan usia yang tentunya berpengaruh pada pola pikir dan tindakan, anak belum
mampu untuk memilah antara hal yang baik dan buruk.
Anak juga merupakan cikal bakal lahirnya suatu generasi baru yang merupakan
penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi Pembangunan
Nasional. Anak adalah aset bangsa, masa depan bangsa dan Negara dimasa yang akan datang
berada ditangan anak sekarang, semakin baik keperibadian anak sekarang maka semakin baik
pula kehidupan masa depan bangsa begitu pula sebaliknya, apabila keperibadian anak
tersebut buruk maka akan bobrok pula kehidupan bangsa yang akan datang.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia anak dapat diartikan sebagai keturunan
yang kedua, anak juga memiliki pengertian sebagai manusia yang masih kecil. Selain itu
mempunyai potensi untuk menjadi dewasa.41 Di dalam perkembangan lebih lanjut kata
“anak“ bukan hanya dipakai untuk menunjukkan keturunan dari bapak dan ibunya, tetapi juga
dipakai untuk menunjukkan asal seseorang, seperti anak Aceh, Jawa atau Batak, berarti anak
tersebut keturunan dari orang Aceh, Jawa maupun Batak.42
Dalam sudut pandang yang dibangun oleh agama khususnya dalam hal ini adalah
agama Islam, anak merupakan makhluk yang dhaif dan mulia, yang keberadaannya adalah
kewenangan dari kehendak Allah SWT dengan melalui proses penciptaan.43 Oleh karena
anak mempunyai kehidupan yang mulia dalam pandangan agama Islam, maka anak harus
diperlakukan secara manusiawi seperti diberi nafkah baik lahir maupun batin, sehingga kelak
anak tersebut tumbuh menjadi anak yang berakhlak mulia seperti dapat bertanggung jawab
dalam mensosialisasikan dirinya untuk mencapai kebutuhan hidupnya dimasa mendatang.
Dalam pengertian Islam, anak adalah titipan Allah SWT kepada kedua orang tua, masyarakat
bangsa dan negara yang kelak akan memakmurkan dunia sebagai rahmatan lila’lamin dan
sebagai pewaris ajaran Islam pengertian ini mengandung arti bahwa setiap anak yang
dilahirkan harus diakui, diyakini, dan diamankan sebagai implementasi amalan yang diterima
oleh akan dari orang tua, masyarakat , bangsa dan negara.44
Masa anak-anak, merupakan hal yang paling menyenangkan bagi anak. Masa dimana
mereka dapat bermain atau bercanda dengan siapa saja dengan tanpa batas dan bebas dan
juga berkesempatan untuk belajar semaksimal mungkin. Dalam konteks perkembangan anak,
terlibat dalam suatu permainan bukanlah sekedar bermain, justru dengan bermain itulah
41 Anton M.Moelino, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1988, hal.30
42Ibid
43 Iman Jauhari, Advokasi Hak-Hak Anak Ditinjau dari Hukum Islam dan Peraturan
Perundang-Undangan, Pustaka Bangsa, Medan, 2008, hal 46
sebenarnya anak belajar untuk menjadi pintar dalam berbagai macam hal.45
Selama ini terkadang seringkali diyakini bahwa masa anak-anak adalah masa untuk
pematangan fisik, kecerdasan emosional, sosial dan pematangan susila. Sebenarnya hidup
dimasa anak-anak haruslah hidup yang memperluas wawasan dan juga mendapatkan
pengalaman baru, karena setiap anak perlu mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya
untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar baik secara rohani maupun jasmani.
Anak sebagai amanah Tuhan Yang Maha Esa senantiasa haruslah dijaga karena di
dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus
dijunjung tinggi.46 Agama Islam memerintahkan untuk memelihara keturunan agar jangan
sampai sia-sia, Islam menetapkan bahwa ketentuan keturunan menjadi hak anak, anak akan
dapat menangkis penghinaan atau musibah terlantar.47
Kedudukan anak mem berikan arti yang sangat penting bagi bapak dan ibunya bahkan
lebih jauh dari itu anak sangat memberikan arti tertentu bagi keluarga.48 Beberapa hukum
positif di Indonesia memberikan pengertian yang authentik tentang anak, pengertian tersebut
pada dasarnya terdiri dari persyaratan atau kualifikasi yang harus dipenuhi oleh seseorang
agar dapat disebut anak, umumnya kualifikasi yang dipergunakan adalah :49
1. Batasan Umur.
2. Status Perkawinan.
45 Invanto (dkk), Pekerja Anak di Tiga Kota Besar : Jakarta Surabaya Medan Unicef dan Unika Atma Jaya, Jakarta, 1995, hal.21
46 Penjelasan Umum UU Perlindungan Anak 47 Zakaria Ahmad Al-Barry, op.cit, hal.7
48 Kedudukan anak dalam sebuah keluarga bukan hanya sebagai penerus dari keluarga tersebut, akan tetapi kedudukan anak dalam sebuah keluarga dapat memberikan status sosial bahkan juga sangat memberikan keharmonisan dalam rumah tangga.
Adapun, variasi perbedaan pengertian anak terdiri dari :50
Anak adalah anak, anak tidak sama dengan orang dewasa. 1. Batasan umur yang berbeda-beda.
2. Dipergunakannya status perkawinan sebagai syarat.
3. Status perkawinan tidak digunakan sebagai syarat.
51
Anak juga memiliki
sistim penilaian kanak-kanak yang memperlihatkan martabat dan norma anak itu sendiri,
tidak hanya itu saja bahkan sejak lahirpun anak sudah menampakkan ciri-ciri dan tingkah
laku karakteristik yang mandiri, memiliki kepribadian yang khas dan unik. Hal ini
ditunjukkan oleh taraf perkembangan anak itu memang selalu berkelainan dengan sifat-
sifatnya dan ciri-cirinya dimulai semenjak masih dari usia bayi, anak-anak, remaja sampai
dewasa maupun usia lajut akan berlainan pola pikir dan jasmaninya.52
3. Pasal 1 angka 1 UU Pengadilan Anak, menyatakan :“Anak adalah orang yang dalam Pada umumnya pengertian anak adalah mereka-mereka yang belum berusia 21 (dua
puluh satu) tahun atau belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin, hal ini
dapat dilihat dari beberapa peraturan sebagai berikut :
1. Pasal 330 KUH Perdata menentukan bahwa :”Belum dewasa adalah mereka yang belum
mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak kawin sebelumnya”. Pengertian
pada Pasal 330 KUH Perdata ini menunjukkan kedudukan seseorang yang masih
dikategorikan sebagai anak-anak.
2. Pasal 1 angka 2 UU Kesejahteraan Anak menentukan “anak adalah seseorang yang belum
mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin”.
50Ibid
51 Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, Refika Aditama, Bandung, 2006, hal.6
perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun dan tetapi belum mencapai
umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin”.53
7. Konvensi ILO No.182 mengenai pelarangan dan tindakan segera penghapusan bentuk-
bentuk pekerjaan terburuk untuk anak menentukan bahwa “anak berarti semua orang yang
berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun.”
4. Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak
Asasi Manusia (selanjutnya disebut UU HAM) menentukan “Anak adalah setiap manusia
yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang
masih didalam kandungan apabila hal tersebut demi kepentingannya”.
5. Pasal 1 angka 1 UU Perlindungan Anak menentukan “Anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih di dalam kandungan”.
6. Pasal 98 KHI menentukan batas anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21
(dua puluh satu) tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau
belum pernah melangsungkan perkawinan.
54
9. Putusan Mahkamah Konstitusi tentang usia anak “Anak adalah orang yang dalam perkara
anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18
8. Convention on the Right of the Childs (CRC), di antara hasil-hasilnya menyatakan bahwa
“anak adalah setiap orang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun, kecuali berdasarkan
hukum yang berlaku terhadap anak kedewasaan telah diperoleh sebelumnya” (pasal 1).
53 Batas umur 8 (delapan) tahun bagi anak nakal untuk dapat ke sidang anak didasarkan pertimbangan sosiologis, psikologis, pedagogis, bahwa anak yang belum mencapai 8 (delapan) tahun dianggap belum dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya, lebih lanjut lihat UU Pengadilan Anak
54 SelanjutnyaKonvensi ILO No.182 telah diratifikasi Pemerintah melalui UU Nomor 1 Tahun 2000
Tentang Pengerahan Konvensi ILO No.182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan
(delapan belas) tahun dan belum pernah kawin”. Mahkamah berpendapat bahwa
meskipun Pasal a quo tidak dimintakan pengujiannya oleh para Pemohon, namun Pasal a
quo merupakan jiwa atau ruh dari Undang-Undang Pengadilan Anak, terutama Pasal 4
ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) UU Pengadilan Anak, sehingga batas umur minimum juga
harus disesuaikan agar tidak bertentangan dengan UUD 1945, yakni 12 (dua belas) tahun.
Dari beberapa analisis peraturan yang ada di atas, masih terdapat pluralisme
pengertian anak dalam hukum positif Indonesia, hal ini karena ditandai adanya batasan umur
yang dipakai, di pergunakannya status perkawinan sebagai syarat pembatas anak dan dewasa
serta tidak adanya dipergunakan status perkawinan sebagai syarat pembatas kategori anak-
anak dan dewasa.
B. Hak dan Kedudukan Anak Menurut Hukum Islam
Sebagai seorang Muslim tentu saja kita harus memahami dan mengetahui mengenai
hak dan kedudukan anak di dalam Hukum Islam apalagi kita sendiri berperan sebagai anak,
namun tidak hanya itu saja melainkan anak juga harus bisa mengetahui hak maupun
kedudukan atas dirinya dari kedua orang tuanya dan anak juga diharuskan untuk bisa
berbakti, menaati dan berbuat baik terhadap kedua orang tuanya.
Disamping itu juga sebagai orang tua harus bisa memberikan contoh yang baik
terhadap anak di dalam keluarga tanpa harus memberikan didikan yang keras terhadap anak,
karena anak sangat bergantung pengharapan keluarga dikemudian hari karena ialah ujung
cita-cita dalam segenap kepayahan.
dari kedua orang tuanya, karena dari situlah anak akan bisa menunjukkan karakter dirinya
sebagai anak dan merasakan kenyaman dari rasa cinta kedua orang tuanya terhadap dirinya
sendiri. Oleh sebab itu Nabi Muhammad SAW sangat sayang kepada anak-anak sampai
punggungnya diperkuda-kuda oleh anak-anak disaat dirinya sedang sujud di waktu shalat,
sampai anak-anak dipangkunya ketika sedang mengerjakan ibadah dan apabila dia hendak
sujud diletakannya anak itu kesampingnya dan bila hendak tegak di punggugnya kembali.
Beliau bersabda :
“Rumah yang tidak ada anak-anak, tidaklah ada berkat didalamnya”. (Abu
Syaikh, Ibnu Hibban)55
“Anak-anak adalah setengah dari harum-haruman surga (Turmidzi) peliharalah
anak-anakmu dan perbaikilah budi pekerti mereka. Sesungguhnya anak-anak itu
adalah hadiah Allah kepadamu”. (HR.Bukhari)
Dalam Hadis lain Rasul bersabda :
56
Pengertian anak dalam Hukum Islam dan hukum keperdataan yang dihubungkan
dengan keluarga. Anak dalam hubunganya dengan keluarga, seperti anak kandung, anak laki-
laki dan anak perempuan, anak sah dan anak tidak sah, anak sulung dan anak bungsu, anak
tiri dan anak angkat, anak piara, anak pungut, anak kemenakan, anak pisang, anak sumbang
(anak haram) dan sebagainya.57
55
Hamka, Lembaga Hidup, PT Pustaka Panjimas, Jakarta, 1983, hal.223 56Ibid
57Loc.cit , hal.41
Adapun sebenarnya Pengertian anak dalam Islam
disosialisasikan sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang arif dan berkedudukan mulia yang
SWT.58
Dalam hukum Islam terdapat bermacam macam kedudukan/status anak, sesuai dengan
sumber asal-usul anak itu sendiri, sumber asal itulah yang akan menentukan kedudukan status
seorang anak. Adapun kedudukan/status anak dalam hukum Islam adalah anak kandung,
anak angkat, anak susu, anak pungut, anak tiri, dan anak luar nikah,
Penjelasan status anak dalam agama Islam ditegaskan dalam al-Quran surat al-Isra
ayat 70, yang artinya :
“Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam. Kami angkut mereka
didarat dan dilautan, kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan kami lebihkan
mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami
ciptakan.”
Dengan begitu bahwa al-Qur’an atau akidah Islam meletakan kedudukan anak sebagai
suatu makhluk yang mulia, diberikan rezeki yang baik-baik dan memiliki nilai plus, semua
diperoleh melalui kehendak sang Pencipta Allah SWT.
59
Anak kandung dapat juga dikatakan anak yang sah, pengertianya adalah anak yang
dilahirkan dari perkawinan yang sah antara ibu dan bapaknya. Dalam hukum positif
dinyatakan anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan
yang sah.
masing-masing anak
tersebut diatas, mendapat perhatian khusus dalam syariat Islam yang menentukan
kedudukan/statusnya, baik dalam keturunan dan kewarisan, maupun perwalian. Berikut
macam-macam dari kedudukan anak dalam Islam adalah sebagai berikut :
1. Anak kandung
60
58Ibid 59
Lihat Pasal 42 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Lihat juga Pasal 99 huruf a Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam
60
Lihat Pasal 42 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Lihat juga Pasal 99 huruf a Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Perkawinan
dianggap sah, yaitu :
a. Kehamilan bagi seorang isteri bukan hal yang mustahil, artinya normal dan wajar
untuk hami. Imam Hanafi tidak mensyaratkan seperti ini, menurut beliau
meskipun suami isteri tidak melakukan hubungan seksual, apabila anak lahir dari
seorang isteri yang dikawini secara sah maka anak tersebut adalah anak sah.
b. Tenggang waktu kelahiran dengan pelaksanaan perkawinan sedikit-dikitnya enam
bulan sejak perkawinan dilaksanakan. Tentang ini terjadi ijma’ para pakar hukum
Islam (fuqha) sebagai masa terpendek dari suatu kehamilan.
c. Anak yang lahir itu terjadi dalam waktu kurang dari masa sepanjang panjangnya
kehamilan. Tentang hal ini masih diperselisihkan oleh para pakar hukum Islam.
d. Suami tidak mengingkari anak tersebut melalui lembaga li’an. Jika seorang laki-
laki ragu tentang batas minimal maksimal kehamilan terlampaui maka ada alasan bagi
suami untuk mengingkari anak yang dikandung oleh isterinya
dengan cara li’an.61
Anak yang sah mempunyai kedudukan tertentu terhadap keluarganya, orang tua
berkewajiban untuk memberikan nafkah hidup, pendidikan yang cukup, memelihara
kehidupan anak tersebut sampai ia dewasa atau sampai ia dapat berdiri sendiri mencari
nafkah. Anak yang sah merupakan tumpuan harapan orang tuanya dan sekaligus menjadi
penerus keturunanya.62
“Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang
2. Anak angkat
Anak angkat dalam hukum Islam, dapat dipahami dari maksud firman Allah SWT
dalam surat al-Ahzab ayat 4 dan 5 yang menyatakan :
61
Abdul Manan, Aneka masalah Hukum Materiil dalam Praktek Peradilan Agama, editor Iman Jauhari, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2003, hal.102
62Ibid
demikian itu hanya perkataanmu dimulutmu saja. Panggilah mereka (anak-anak
angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka”.
Pengertian anak angkat dalam hukum Islam adalah yang dalam pemeliharaan
untuk hidupnya sehari-hari biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari
orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan.63 Dengan
adanya pengangkatan anak, maka anak angkat itu tidak mengakibatkan berubahnya hubungan
hukum antara anak angkat dengan orang tua angkatnya baik dalam hubungan
keturunan/darah maupun dalam hubungan muhrim. Sehingga status anak angkat terhadap
harta peninggalan orang tua angkatnya ia tidak mewarisi tetapi memperolehnya melalui
wasiat dari orang tua angkatnya, apabila anak angkat tidak menerima wasiat dari orang tua
angkatnya, maka ia diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang
tua angkatnya.64
Mengenai anak tiri ini dapat terjadi apabila dalam suatu perkawinan terdapat salah
satu pihak baik isteri atau suami, maupun kedua belah pihak masing-masing membawa anak
kedalam perkawinannya. Anak itu tetap berada pada tanggung jawab orang tuanya, apabila
didalam suatu perkawinan tersebut pihak isteri membawa anak yang di bawah umur (belum
dewasa) dan menurut keputusan Pengadilan anak itu Islam masih mendapat nafkah dari
pihak bapaknya samapai ia dewasa, maka keputusan itu tetap berlaku walaupun ibunya telah
kawin lagi dengan pria lain. Kedudukan anak tiri ini baik dalam Hukum Islam maupun Dalam hukum Islam, lembaga (peraturan) pengangkatan anak, anak angkat
itu tidak mempunyai hubungan darah antara orang tua angkat dengan anak angkatnya. Hal ini
berarti bahwa di dalam hukum Islam anak angkat tidak dijadikan dasar mewarisi, karena
prinsip dasar untuk mewarisi adalah hubungan darah dan perkawinan, demikian juga
pengangkatan anak tidak mengakibatkan halangan untuk melangsungkan perkawinan.
3. Anak tiri
63
Lihat Pasal 171 huruf h Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam 64
dalam Hukum Adat, Hukum Perdata Barat tidak mengatur secara rinci. Hal itu karena
seorang anak tiri itu mempunyai ibu dan bapak kandung, maka dalam hal kewarisan ia tetap
mendapat hak waris dari harta kekayaan peninggalan (warisan) dari ibu dan bapak
kandungnya apabila ibu dan bapak kandungnya meninggal dunia.65
Anak piara/asuh lain juga dari anak-anak tersebut diatas, karena mengenai piara/asuh
ini ia hanya dibantu dalam hal kelangsungan hidupnya maupun kebutuhan hidupnya baik
untuk keperluan sehari-hari maupun untuk biaya pendidikan. 4. Anak piara/asuh
66
Anak luar nikah adalah anak yang lahir dari hasil hubungan kelamin luar nikah, Dalam hal anak piara ini ada
yang hidupnya mengikuti orang tua asuh, namun hubungan hukumnya tetap dan tidak ada
hubungan hukum dengan orang tua asuh. Selain dari pada itu ada juga anak piara/asuh yang
tetap mengikuti orang tua kandungnya, namun untuk biaya hidup dan biaya pendidikannya
mendapatkan dari orang tua asuh. Sehingga dengan demikian dalam hal pewarisan, maka
anak piara/asuh sama sekali tidak mendapat bagian, kecuali apabila orang tua asuh
memberikan hartanya melalui hibah atau kemungkinan melalui surat wasiat.
5. Anak luar nikah
67
2. Anak mula’anah, adalah anak yang dilahirkan oleh seorang isteri yang mana
keberadaan anak itu dibantah oleh suami sebagai anaknya dan menuduh isterinya
telah berbuat zina dengan pria lain dengan cara melakukan sumpah li’an terhadap dalam Hukum Islam anak tersebut dapat dianggap anak di luar nikah adalah :
1. Anak zina, adalah anak yang lahir dari hasil hubungan kelamin tanpa pernikahan,
karena perbuatan yang dilakukan oleh orang yang menyebabkan kelahiran anak
isterinya.
3. Anak shubhat, adalah anak yang dilahirkan dari seorang wanita yang digauli dengan
cara syubhat, yang dimaksud dengan syubhat dalam hal ini, menurut jawad
mughaniyah yaitu seorang laki-laki menggauli seorang wanita yang haram atasnya
karena tidak tahu dengan keharaman itu.68
Mengenai status anak luar nikah, baik didalam hukum nasional maupun hukum Islam
bahwa anak itu hanya dibangsakan pada ibunya, bahwa anak yang lahir di luar
perkawinan hanya mempunyai hubungan dengan ibunya dan keluarga ibunya.69
“dan janganlah kamu membunuh anak-anak karena takut kemiskinan. Kamilah yang
memberi rezki kepada mereka dan juga kepada kamu. Sesungguhnya membunuh
Maka hal ini
berakibat pula pada hilangnya kewajiban tanggung jawab ayah kepada anak dan hilangnya
hak anak kepada ayah. Didalam hukum Islam dewasa dilihat sejak ada tanda-tanda perubahan
badaniah baik bagi laki-laki maupun perempuan. Apabila tanda-tanda ini tidak kelihatan
maka seorang anak dianggap telah dewasa apabila telah mencapai usia 15 tahun.
Dalam hukum Islam, melakukan hubungan seksual antara pria dan wanita tanpa
ikatan perkawinan yang sah disebut zina. Hubungan seksual tersebut tidak dibedakan apakah
pelakunya gadis, bersuami atau janda, jejaka, beristeri atau duda sebagaimana yang berlaku
pada hukum perdata.
Setelah adanya kedudukan anak dalam ketentuan hukum Islam kemudian akan
timbulnya suatu pemberian hak atau melahirkan hak anak yang harus diakui /diyakini, dan
diamankan sebagai implementasi amalan yang diterima oleh anak dari orang tua,
masyarakat, bangsa dan Negara. Ketentuan tersebut ditegaskan dalam Surat al-Isra’ ayat 17
yang artinya :
68
Huzaemah Tahido, Kedudukan Anak di Luar Nikah Menurut Hukum Islam, Makalah KOWANI, Jakarta, hal.2
69
mereka adalah suatu dosa yang besar”.
Hak anak dalam pandangan Islam ini memiliki aspek yang universal terhadap
kepentingan anak, yaitu meletakan hak anak dalam pandangan Islam, memberikan gambaran
bahwa tujuan dasar kehidupan umat Islam adalah membangun umuat manusia yang
memegang teguh ajaran Islam dengan demikian, hak anak dalam pandangan Islam meliputi
aspek hukum dalam lingkungan hidup seseorang untuk Islam. Cara pandang yang dimaksud
tidak saja memposisikan umat Islam yang harus tunduk pada hukum-hukum Islam seperti
hukum Pidana Islam, hukum Perdata Islam, Hukum Perkawinan Islam, hukum Tata Negara
Islam dan hukum waris sebagai formalitas-formalitas wajib yang harus ditaati oleh umat
Islam dan apabila dilanggar maka perbuatan tersebut akan mendapat laknat dan siksaan dari
Allah SWT baik diatas dunia maupun di akhirat kelak. Pada tindakan lain seorang umat Islam
harus taat dalam menegakan hak azasi anak dengan berperang pada hukum nasional yang
positif. Islam juga meletakan hak asasi anak yang dapat diletakan atas dasar hukum Perdata,
hukum Pidana, dan hukum Tata Negara yang berlaku dalam ruang lingkup wilayah
Indonesia.70
Hak menurut Pengertian umum yaitu suatu ketentuan yang denganya syara’
menetapkan suatu kekuasaan atau suatu beban hukum.71
70Op.cit
, hal.33 71Loc.cit
, hal 51
Demikian ini adalah sebagai hak
wali bertasharruf atas tiap-tiap anak yang dibawah perwalianya. Hak-hak anak yang mutlak
dalam dimensi akidah danpandangan kehidupan agama Islam, terdiri dari :
1. Hak untuk melindungi anak ketika masih berada dalam kandungan atau rahim ibunya
terdapat dalam al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 233
2. Hak untuk disusui selama dua tahun terdapat dalam al-Qur’an Surat Luqman
3. Hak untuk diberi pendidikan, ajaran, pembinaan, tuntutan dan akhlak yang benar terdapat
dalam al-Qur’an Surat al-Mujadilah ayat 11
4. Hak untuk mewarisi harta kekayaan milik kedua orang tuanya terdapat dalam
al-Qur’an Surat an-Nisa’ ayat 2, 6 dan 10.
5. Hak untuk mendapatkan nafkah dari orang tuanya terdapat dalam surat al- Qashah
ayat 12
6. Hak untuk mempertahankan agama dan aqidahnya, bila dipaksa untuk murtad oleh
pelaksana hadhanah terdapat dalam surat Luqman ayat 5172
7. Hak anak dalam bidang pendidikan dan pengajaran
Hak asasi anak dalam pandangan Islam dikelompokkan secara umum ke dalam
bentuk hak asasi anak yang meliputi subsistem berikut ini :
1. Hak anak sebelum dan sesudah dilahirkan
2. Hak dalam kesucian keturunan
3. Hak anak dalam menerima pemberian nama yang baik
4. Hak anak dalam menerima susuan
5. Hak anak dalam mendapat asuhan, perawatan pemeliharaan
6. Hak dalam memiliki harta benda atau hak warisan demi kelangsungan hidup
anak yang bersangkutan
73
72
Iman Jauhari, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Keluarga Poligami, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2003, hal.87
C. Hak dan Kewajiban Anak Yang Masih di Bawah Umur Menurut Perundang-
Undangan
Dalam ajaran Islam, anak adalah amanat dan titipan dari Allah SWT kepada orang
tuanya, masyarakat, bangsa dan negara sebagai pewaris nantinya dari ajaran Islam. Anak
menerima setiap ukiran dan mengikuti semua pengarahan yang diberikan kepadanya, oleh
karenanya perlu dididik dan diajari dengan kebaikan.74
Anak dilahirkan merdeka, tidak boleh dilenyapkan atau dihilangkan, kemerdekaan
anak harus dilindungi dan diperluas dalam hal mendapatkan hak atas hidup dan hak
perlindungan baik dari orang tua, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.75 Perlindungan
anak tersebut mutlak harus diberikan untuk mendapatkan hak anak yang tidak boleh
dikurangi karena sebab apapun, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang.76
Pengertian ini memberikan hak atau melahirkan hak anak yang harus diakui, diyakini
dan diamankan. Hak Asasi anak dalam pandangan Islam dikelompokkan secara umum ke
dalam hak asasi anak yang meliputi :
Perlindungan anak berkaitan erat untuk mendapatkan hak asasi sehingga anak
mendapatkan haknya dan memahami apa yang menjadi hak dan kewajibannya baik terhadap
keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
77
74
R. Abdussalam, Hukum Perlindungan Anak, Restu Agung, Jakarta, 2007, hal.10 75
Ibid
76
R. Abdussalam, Op.cit., hal.11 77Ibid
1. Hak anak sebelum dan sesudah dilahirkan;
2. Hak anak dalam kesucian keturunan;
4. Hak anak dalam menerima susuan;
5. Hak anak dalam mendapat asuhan, perawatan dan pemeliharaan;
6. Hak anak dalam memiliki harta benda atau warisan demi kelangsungan hidup yang
bersangkutan;
7. Hak anak dalam bidang pendidikan dan pengajaran.
Untuk memastikan terjaminnya hak anak dalam segala aspek, Pemerintah telah
menegaskan UU No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam pertimbangan bahwa
perlindungan anak dalam segala aspeknya merupakan bagian dari kegiatan pembangunan
nasional, khususnya dalam memajukankehidupan berbangsa dan bernegara.78
5. Dalam keadaan yang membahayakan, anaklah yang pertama berhak mendapat Adapun hak anak sebagaimana diatur didalam UU Kesejahteraan anak diatur dari
Pasal 2 sampai dengan Pasal 8, yang meliputi :
1. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan berdasarkan ksih
sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan
berkembang dengan wajar.
2. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan
sosialnya, sesuai dengan negara yang baik dan berguna.
3. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan
maupun sesudah dilahirkan.
4. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan
atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar.
78
pertolongan, bantuan dan perlindungan.
6. Anak yang tidak mempunyai orang tua berhak memperoleh asuhan oleh negara atau
orang atau badan hukum.
7. Anak yang tidak mampu berhak memperoleh bantuan agar dalam lingkungan
keluarganya dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar.
8. Anak yang mengalami masalah kelakuan diberi pelayanan dan asuhan yang bertujuan
menolongnya guna mengatasi hambatan yang terjadi dalam masa pertumbuhannya dan
perkembangannya.
9. Anak cacat berhak memperoleh pelayanan khusus untuk mencapai tingkat pertumbuhan
dan perkembangannya sejauh batas kemampuan dan kesanggupan anak yang
bersangkutan.
10. Bantuan dan pelayanan yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan anak menjadi hak
setiap anak tanpa membedakan jenis kelamin, agama, pendirian politik, dan kedudukan
sosial.
Sementara itu hak anak berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia diatur dari Pasal 52 sampai dengan Pasal 66, yang meliputi :
1. Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan negara.
2. Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan
dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungannya.
3. Setiap anak sejak dalam kandungan berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan
meningkatkan taraf kehidupannya.
pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin kehidupannya sesuai
dengan martabat kemanusiaan, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan
berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
5. Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berfikir dan berkreasi sesuai
dengan tingkat intelektualitas dan usianya di bawah bimbingan orang tua dan atau wali.
6. Setiap anak berhak untuk mengetahui siapa orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh
orang tuanya sendiri.
7. Setiap anak berhak dibesarkan, dipelihara, dirawat, dididik, diarahkan dan dibimbing
kehidupannya oleh orang tua atau walinya sampai dewasa sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
8. Setiap anak berhak untuk mendapatkan orang tua angkat atau walinya berdasarkan
putusan Pengadilan apabila kedua orang tua telah meninggal dunia atau karena sebab
yang sah tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai orang tua.
9. Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk
kekerasan fisik dan mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama
dalam pengasuhan orang tua atau walinya atau pihak lain manapun yang bertanggung
jawab atas pengasuhan anak tersebut.
10. Setiap anak berhak untuk tidak dipisahkan dari orang tuanya secara bertentangan dengan
kehendak anak sendiri, kecuali jika ada alasan dan aturan hukum yang sah yang
menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak.
11. Setiap anak berhak untuk tetap bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap
12. Setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat dan tingkat kecerdasannya.
13. Setiap anak berhak mencari, menerima dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat
intelektualitas dan usianya demi pengembangan dirinya sepanjang sesuai dengan nilai-
nilai kesusilaan dan kepatutan.
14. Setiap anak berhak untuk beristirahat, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain,
berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan
dirinya.
15. Setiap anak berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial secara
layak sesuai dengan kemampuan fisik dan mental spritualnya.
16. Setiap anak berhak untuk tidak dilibatkan didalam peristiwa peperangan, sengketa
bersenjata, kerusuhan dan peristiwa lain yang mengandung unsur kekerasan.
17. Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan didalam kegiatan eksploitasi
ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga dapat menggangu
pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan sosial dan mental spritualnya.
18. Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan
pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk
penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya.
19. Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau
penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.
20. Setiap anak berhak untuk tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum.
manusiawi dan dengan memperhatikan kebutuhan pengembangan pribadi sesuai dengan
usianya dan harus dipisahkan dari orang dewasa, kecuali demi kepentingannya.
22. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak memperoleh bantuan hukum atau
bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku.
23. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk membela diri dan memperoleh
keadilan di depan Pengadilan Anak yang objektif dan tidak memihak di dalam sidang
yang tertutup untuk umum.
Hak anak yang diatur di dalam UU Perlindungan Anak tercantum dari Pasal 4 sampai
dengan Pasal 18 yang meliputi sebagai berikut :
1. Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara
wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.
2. Setiap anak berhak atas nama sebagai identitas dan status kewarganegaraan.
3. Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekspresi sesuai
dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua.
4. Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang
tuanya sendiri. Dalam hal ini karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin
tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak
diasuh atau sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial dengan
6. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
Khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak mendapatkan pendidikan luar
biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga mberhak mendapatkan
fasilitas yang khusus.
7. Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari dan
memeberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi
pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kepatutan dan ksesusilaan.
8. Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan
anak sebaya, bermain, berekreasi sesuai dengan minat, bakat dan tingkat kecerdasannya
demi perkembangan diri.
9. Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial dan
pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
10. bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapatkan perlindungan dari perlakuan
diskriminasi, eksploitasi baik ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman,
kekerasan, penganiayaan, ketidakadilan, dn perlakuan salah lainnya.
11. Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan
dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi
kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.
12. Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan
politik,perlibatan dalam sengketa senjata, perlibatan di dalam kerusuhan sosial,
peperangan.
13. Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan,
penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.
14. Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.
15. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk :
a. Mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang
dewasa.
b. Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan
upaya hukum yang berlaku.
c. Membela diri dan memperoleh keadilan di depan Pengadilan Anak yang objektif dan
tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.
16. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan
hukum dan bantuan lainnya.
Selain diatur melalui undang-undang, hak anak juga diatur melalui KHI, hal ini dapat
ditemukan dalam Pasal 156 huruf a dan huruf b KHI yang meliputi :
1. Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya, kecuali ibunya
telah meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh :
a. Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibunya.
b. Ayah.
c. Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah.
d. Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan.
f. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah.
2. Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah dari ayah
atau ibunya.
Dari uraian yang bersumber kepada peraturan tersebut diatas, dapat diambil sebuah
kesimpulan hal-hal yang berkaitan dengan hak anak, yaitu :
1. Orang tua berkewajiban untuk mengasuh anaknya.
2. Hak anak harus dihormati sebagai hak asasi manusia.
Masalah perlindungan anak adalah sesuatu yang kompleks dan menimbulkan berbagai
macam permasalahan lebih lanjut, yang tidak dapat selalu diatasi secara perorangan, tetapi
harus secara bersama-sama yang penyelesaiannya menjadi tanggung jawab kita bersama.79
Untuk menjamin terselenggaranya pemenuhan hak-hak anak, disamping peranan pemerintah
maka peranan keluarga (orang tua) dan masyarakat sangat menentukan terwujudnya secara
nyata hak-hak anak dalm kehidupan keluarga dan masyarakat.80
“Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak mereka yang baik dan Oleh karenanya anak-anak
harus selalu dilindungi dan diarahkan serta dibimbing, sehingga mereka dapat tumbuh secara
wajar.
Selain terdapat aturan mengenai hak anak, peraturan perundang-undangan juga
mengatur berbagai kewajiban anak, pengaturan kewajiban anak dapat kita lihat didalam UU
Perkawinan dan UU Perlindungan anak. Beberapa diantaranya di dalam UU Perkawinan di
dalam Pasal 46 yang berbunyi :
79
Shanti Dellyana, Wanita dan Hak Anak di Mata Hukum, Liberty, Yogyakarta, 1988, hal.13 80
jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orang tua dan
keluarga dalam garis lurus ke atas, bila mereka itu memerlukan bantuannya”.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan (UU Perkawinan) tidak
memberikan pengaturan yang mendetail mengenai kedudukan anak. Pengaturan mengenai
kedudukan anak dalam UU Perkawinan hanya terdiri dari 3 Pasal, yaitu Pasal 42-44. UU
Perkawinan membagi kedudukan anak kedalam 2 kelompok, yaitu :
1. Anak yang sah, yaitu anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat dari perkawinan
yang sah.
2. Anak yang dilahirkn diluar perkawinan, Pasal 43 ayat 1 menentukan bahwa anak yang
dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan
keluarga ibunya.81
Mengenai kedudukan anak, Burgelijk Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata) memiliki pengaturan yang lebih rinci. KUH Perdata membagi kedudukan anak
menjadi :
1. Anak sah (echte kinderen), adalah anak-anak yang tumbuh dan dilahirkan sepanjang
perkawinan ayah ibunya.82
2. Anak tidak sah atau anak luar kawin atau anak alami (onwettige, onechte, natuurlijkw
kinderen), dibedakan menjadi 3 bagian :
a. Anak luar kawin yang bukan hasil perselingkuhan (overspelig) atau sumbang
(bloedschennis).
b. Anak zinah (overspellige kinderen) dan sumbang (bloed schennige kinderen).
c. Anak adopsi yaitu anak yang diangkat oleh suami istri sebagai anak mereka yang
81
Ketentuan ini dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010. Mengenai hal ini akan dibahas dalam artikel tersendiri
82
dianggap sebagai anak yang dilahirkan dari perkawinan suami istri.83
83