• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENTINGNYA PENDIDIKAN POLITIK UNTUK MENC

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENTINGNYA PENDIDIKAN POLITIK UNTUK MENC"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1. PENTINGNYA PENDIDIKAN POLITIK UNTUK MENCIPTAKAN DEMOKRASI YANG BERKUALITAS

PENTINGNYA PENDIDIKAN POLITIK UNTUK MENCIPTAKAN DEMOKRASI YANG BERKUALITAS

Sekarang ini keadaan politik di Indonesia tidak seperti yang diinginkan. Banyak rakyat beranggapan bahwa politik di Indonesia adalah sesuatu yang hanya mementingkan dan merebut kekuasaan dengan menghalalkan segala cara. Pemerintah Indonesia pun tidak mampu menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat. Hal ini ditunjukkan oleh sebagian rakyat yang mengeluh, karena hidup mereka belum dapat disejahterakan oleh negara. Pandangan masyarakat terhadap politik itu sendiri menjadi buruk, dikarenakan pemerintah Indonesia yang tidak menjalankan kewajibannya sebagai wakil rakyat dengan baik.bagi mereka politik hanyalah sesuatu yang buruk dalam mencapai kekuasaan. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada tahun 2014 nanti, cenderung terjadi penyelewengan berupa money politic. Hal tersebut, dikatakan salah satu

narasumber dalam acara seminar yang diselenggarakan KPU, yakni, Refli Harun dari Centre For Electoral Reform. Menurutnya, permasalahan yang sering dialami oleh para calon Kepala Daerah, tidak jauh dengan money politic dan mafia hukum. Sehingga, banyak para calon kepala daerah menyalahi aturan. kampanye masih berkutat pada seputaran upaya membangun menara

popularitas. Sehingga pola dan kemasan kampanye menjadi karikatif, bombastis (lepas dari dimensi pendidikan politik sebagai investasi berharga berdemokrasi), menjadi modus utama menarik perhatian dan meraup suara dibandingkan menjadi pembuatan kesepakatan antara yang akan berkuasa dengan yang akan dikuasai. Lemahnya aspek substansial dari pola, isi, dan model kampanye pada Pemilukada Banten 2011, kata Ikhsan, menyebabkan kekentalan nuansa

pertarungan antar pasangan calon bukan terletak pada kompetisi kualitas problem solving bagi masyarakat. Tetapi lebih bergeser pada nuansa

pertarungan premanisme politik, seperti saling rusak media kampanye, besar-besaran, dan banyak-banyakan baliho, spanduk, dan lain-lain. Ditambah dengan upaya saling jegal untuk mendapatkan tempat strategis kampanye yang

melibatkan massa dan berlomba mendatangkan jumlah pendukung dalam satu lapangan terbuka, di samping konvoi yang seringkali menunjukkan keberingasan massa kampanye di jalan.

dengan demikian masalah –masalah mengenai perpolitikan yang

(2)

Bahwa Partai Politik mempunyai kewajiban untuk melakukan kegiatan pendidikan Politik kepada Masyarakat.

Pendidikan politik adalah aktifitas yang bertujuan untuk membentuk dan menumbuhkan orientasi-orientasi poltik pada individu. Ia meliputi keyakinan konsep yang memiliki muatan politis, meliputi juga loyalitas dan perasaan politik, serta pengetahuan dan wawasan politik yang menyebabkan seseorang memiliki kesadaran terhadap persoalan politik dan sikap politik. Disamping itu, ia

bertujuan agar setiap individu mampu memberikan partisipasi politik yang aktif di masyarakatnya. Pendidikan politik merupakan aktifitas yang terus berlanjut sepanjang hidup manusia dan itu tidak mungkin terwujud secara utuh kecuali dalam sebuah masyarakat yang bebas.Dengan demikian pendidikan politik memiliki tiga tujua : membentuk kepribadian politik, kesadara politik, dan

parsisipasi politik. Pembentukan kepribadian politik dilakukan melalui metode tak langsung, yaitu pelatihan dan sosialisasi, serta metode langsung berupa

pengajaran politik dan sejenisnya. Untuk menumbuhkan kesadaran politik ditempuh dua metode : dialog dan pengajaran instruktif. Adapun partisispasi politik, ia terwujud dengan keikutsertaaan individu-individu – secara sukarela— dalam kehidupan politik masyarakatnya. Pendidikan politik dalam masyarakat manapun mempunyai institusi dan perangkat yang menopangnya. Yang paling mendasar adalah keluarga, sekolah, partai-partai politik dan berbagai macam media penerangan. Pendidikan politik juga memiliki dasar dasar ideologis, sosisal dan politik . bertolak dari situlah tujuan-tujuannya dirumuskan.

Jika yang dimaksud dengan “Pendidikan” adalah proses menumbuhkan sisi-sisi kepribadian manusia secara seimbang dan integral, maka “Pendidikan Politik” dapat dikategorikan sebagai dimensi pendidikan, dalam konteks bahwa manusia adalah makhluk politik . sebagaimana halnya bahwa pendidikan mempunyai fungsi-fungsi pemikiran moral, dan ekonomi, maka pendidikan politik juga mempunyai fungsi politik yang akan direalisasikan oleh lembaga-lembaga pendidikan.Pendidikan politik itulah yang akan menyiapkan anak bangsa untuk mengeluti persoalan social dalam medan kehidupan dalam bentuk atensi dan partisipasi, menyiapkan mereka untuk mengemban tanggung jawab dan memberi kesempatan yang mungkin mereka bisa menunaikan hak dan kewajibannya. Hal itu menuntut pendidikan anak bangsa untuk menggeluti berbagai persoalan sosial dalam medan kehidupan mereka dalam bentuk atensi dan partisipasinya secara politik, sehingga mereka paham terhadap ideology politik yang dianutnnya untuk kemudian membelanya dan dengannya mereka wujudkan cita-cita diri dan bangsanya. Pendidikan politik inilah yang mentransfer nilai-nilai dan ideology politik dari generasi ke generasi, dimulai dari usia dini dan terus berlan jut sepanjang hayat. Pendidikan politik merupakan kebutuhan

darurat bagi masyarakat, karena berbagai factor yang saling mempengaruhi, dengan demikian pendidikan politiklah yang dapat membentuk perasaan sebagai warga Negara yang benar , membangun individu dengan sifat-sifat yang

seharusnya, lalu mengkristalkannya sehingga menjadi nasionalisme yang sebenarnya. Ialah yang akan menumbuhkan perasaan untuk senantiasa

(3)

bahwa penumbuhan perasaan seperti itu menjadikan seorang warga Negara serius mengetahui hak dan kewajibannya, serta berusaha memahami berbagai problematika masyarakat.

Manfaat dari pendidikan politik adalah pemberdayaan masyarakat di bidang politik.maksud dari pemberdayaan di bidang politik adalah membantu

masyarakat memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan mementukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk

mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melakukan peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliiki. Dengan pendidikan politik yang optimal maka akan menciptakan warga negara yang mengetahui hak dan kewajibannya dan menyadari bahwa hak dipilih dan memilih merupakan hak yang melekat pada dirinya. Dan juga menciptakan para pemilih yang rasional yang sesuai dengan pemikirannya serta menjauhkan pemilu dari politik uang karena para pemilih telah pandai dan menyadari bahwa uang tidak dapat membeli hak suaranya. Pemilih tidak lagi memilih secara emosional ataupun subjektif,tetapi lebih kepada program-program yang akan dilakukan untuk mensejahterakan

masyarakat. Sehingga dengan ini diharapkan suara-suara dalam pemilu lebih berkualitas tidak suara yang apatis ataupun suara yang asal memilih.

Tujuan pendidikan politik sangat penting sebab pendidikan politik meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang kehidupan politik yang pada gilirannya akan mendorong timbulnya kesadaran politik secara maksimal dalam suatu sistem politik.

Pendidikan politik mempunyai dua tujuan utama. Pertama, pendidikan politik adalah untuk mengubah dan membentuk tata perilaku seseorang agar sesuai dengan tujuan politih yang dapat menjadikan setiap individu sebagai partisipan politik yang bertanggung jawab. Kedua, pendidikan politik dalam arti yang lebih luas untuk membentuk suatu tatanan masyarakat yang sesuai dengan tuntutan politik yang ingin diterapkan.

3.DEMOKRATISASI DI INDONESIA

• Awal mula berkembangnya gagasan dan konsep demokrasi di Indonesia tidak dapat dilepaskan dengan perkembangan situasi sosial politik masa kolonial pada tahun-tahun pertama abad 20 yang ditandai dengan beberapa perkembangan penting: Pertama, mulai terbuka terhadap arus informasi politik di tingkat global. Kedua, “migrasi” para para aktifis politik berhaluan radikal Belanda, umumnya mereka adalah para buangan politik, ke Hindia Belanda. Di wilayah yang baru ini mereka banyak memperkenalkan ide-ide dan gagasan politik modern kepada para pemuda bumiputera. Dapat dicatat disini para “migran politik’ tersebut antara lain; Bergsma, Baars, Sneevliet, dan beberapa yang lain. Ketiga, transformasi pendidikan di kalangan masyarakat pribumi.

• Di Indonesia, fenomena demokrasi dapat ditemui dalam sejarah perkembangan politik pasca kolonial. Fokus demokrasi pada masa demokrasi parlementer

(4)

demokrasi Pancasila masa Orde Baru, dan karakteristik demokrasi setelah berakhirnya kekuasaan otoritarian (periode transisi dan konsolidasi demokrasi 1998-2007).

Masa Demokrasi Liberal

• Momentum historis perkembangan demokrasi setelah kemerdekaan di tandai dengan keluarnya Maklumat No. X pada 3 November 1945 yang ditandatangani oleh Hatta. Dalam maklumat ini dinyatakan perlunya berdirinya partai-partai politik sebagai bagian dari demokrasi, serta rencana pemerintah

menyelenggarakan pemilu pada Januari 1946. Maklumat Hatta berdampak sangat luas, melegitimasi partai-partai politik yang telah terbentuk sebelumnya dan mendorong terus lahirnya partai-partai politik baru.

• Pada tahun 1953 Kabinet Wilopo berhasil menyelesaikan regulasi pemilu dengan ditetapkannya UU No. 7 tahun 1953 Pemilu. Pemilu multipartai secara nasional disepakati dilaksanakan pada 29 September 1955 (untuk pemilhan parlemen) dan 15 Desember 1955 (untuk pemilihan anggota konstituante). Pemilu pertama nasional di Indonesia ini dinilai berbagai kalangan sebagai proses politik yang mendekati kriteria demokratis, sebab selain jumlah parpol tidak dibatasi, berlangsung dengan langsung umum bebas rahasia (luber), serta mencerminkan pluralisme dan representativness.

• Fragmentasi politik yang kuat berdampak kepada ketidakefektifan kinerja parlemen hasil pemilu 1955 dan pemerintahan yang dibentuknya. Parlemen baru ini tidak mampu memberikan terobosan bagi pembentukan pemerintahan yang kuat dan stabil, tetapi justru mengulangi kembali fenomena politik sebelumnya, yakni “gonta-ganti” pemerintahan dalam waktu yang relatif pendek.

• Ketidakefektifan kinerja parlemen memperkencang serangan-serangan yang mendelegitimasi parlemen dan partai-partai politik pada umumnya. Banyak kritikan dan kecaman muncul, bahkan tidak hanya dilontarkan tokoh-tokoh “anti demokrasi”. Hatta dan Syahrir menuduh para politisi dan pimpinan partai-partai politik sebagai orang yang memperjuangkan kepentingannya sendiri dan

keuntungan kelompoknya, bukan mengedepankan kepentingan rakyat. Namun begitu, mereka tidak menjadikan demokrasi parlementer sebagai biang keladi kebobrokan dan kemandegan politik. Hal ini berbeda dengan Soekarno yang menempatkan demokrasi parlementer atau demokrasi liberal sebagai sasaran tembak. Soekarno lebih mengkritik pada sistemnya. Kebobrokan demokrasi liberal yang sedang diterapkan, dalam penilaian Soekarno, merupakan penyebab utama kekisruhan politik. Maka, yang paling mendesak untuk keluar dari krisis politik tersebut adalah “mengubur” demokrasi liberal yang dalam pandangannya tidak cocok untuk dipraktikkan di Indonesia. Akhirnya, Soekarno menyatakan demokrasi parlementer tidak dapat digunakan untuk revolusi, “parliamentary democracy is not good for revolution”.

(5)

• Dalam amanatnya kepada sidang pleno Konstitante di Bandung 22 April 1959, Soekarno dengan lugas menyerang konstituante, praktik demokrasi liberal, dan menawarkan kembali konsepsinya tentang demokrasi Indonesia yang disebutnya sebagai Demokrasi Terpimpin (Guided Democracy) .

• Demokrasi Terpimpin Soekarno kemudian runtuh setelah terjadinya peristiwa perebutan kekuasaan yang melibatkjan unsur komunis (PKI) dan angkatan bersenjata, yang dikenal dengan Gerakan 30 September 1965. Perebutan kekuasaan ini mengakibatkan hancurnya kekuasaan PKI serta secara bertahap berakhirnya kekuasaan Orde Lama Soekarno. Muncul kekuasaan baru dibawah militer dibawah Letjen. Soeharto yang menyatakan diri sebagai “Orde Baru”. • Konsepsi demokrasi Soeharto, rencana praksis politiknya, awalnya tidak cukup jelas. Ia lebih sering mengemukakan gagasan demokrasinya, yang kemudian disebutnya sebagai Demokrasi Pancasila, dalam konsep yang sangat abstrak. Pada dasarnya, konsep dasar Demokrasi Pancasila memiliki titik berangkat yang sama dengan konsep Demokrasi Terpimpin Soekarno, yakni suatu demokrasi asli Indonesia. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang sesuai dengan tradisi dan filsafat hidup masyarakat Indonesia. Demokrasi Pancasila merupakan

demokrasi yang sehat dan bertanggungjawab, berdasarkan moral dan pemikiran sehat, berlandaskan pada suatu ideologi tunggal, yaitu Pancasila.

• Langkah politik awal yang dilakukan Soeharto untuk membuktikan bahwa dirinya tidak anti demokrasi adalah dengan merespons penjadwalan pelaksanaan pemilihan umum (pemilu), sebagaimana dituntut oleh partai-partai politik.

Soeharto sendiri pada hakekatnya tidak menghendaki pemilu dengan segera, sampai dengan terkonsolidasikannya “kekuatan Orde Baru”. Sebagai upaya lanjut mengatasi “peruncingan ideologi” Soeharto melakukan inisiatif

penggabungan partai politik pada 1973, dari 10 partai menjadi 3 partai politik (Partai Persatuan Pembangunan, Golkar, Partai Demokrasi Indonesia). Golkar sendiri yang notabene, dibentuk dan dikendalikan oleh penguasa tidak bersedia menyatakan diri sebagai parpol melainkan organisasi kekaryaan. Fusi atau penggabungan partai ini merupakan wujud kekesalan Soeharto terhadap parpol dan hasratnya untuk membangun kepolitikan “kekeluargaan”. Menjaga citra sebagai “negara demokrasi” terus dijaga oleh rezim Orde Baru.

• Terhadap tuntutan demokrasi yang berkembang kuat sejak pertengahan 1980-an, sebuah momen perkembangan yang oleh Huntington dinamakan

“gelombang demokrasi ketiga” Soeharto menjawab dengan kebijakan “mulur mungkret” liberalisasi politik terbatas, yang oleh para pengkritik disebut sebagai demokrasi seolah-olah (democracy as if), tetapi sekaligus mempertahankan instrumen represif terhadap kelompok yang mencoba-coba keluar dari “aturan main” yang ditentukan rezim.

(6)

hubungan kerja (PHK), dan semakin besarnya pengangguran. Krisis ekonomi memacu berlangsungya aksi-aksi protes dikalangan mahasiswa menuntut Soeharto mundur.

Demokratisasi Pasca Orde Baru

• Berakhirnya Orde Baru melahirkan kembali fragmentasi ideologi dalam masyarakat. Berbagai kelompok dengan latar belakang ideologi yang beranekaragam, mulai dari muslim radikal, sosialis, nasionalis, muncul dan bersaing untuk mendapatkan pengaruh politik. Sebelum pemilu multi partai 1999 diselenggarakan, berlangsung pertikaian di kalangan pro demokrasi soal

bagaimana transisi demokrasi harus berjalan dan soal memposisikan elite-elite lama dalam proses transisi.

• Beberapa kemajuan penting dalam arsitektur demokrasi yang dilakukan pemerintahan Habibie antara lain; adanya kebebasan pers, pembebasan para tahanan politik (tapol), kebebasan bagi pendirian partai-partai politik, kebijakan desentralisasi (otonomi daerah), amandemen konstitusi antara lain berupa pembatasan masa jabatan presiden maksimal dua periode, pencabutan

beberapa UU politik yang represif dan tidak demokratis, dan netralitas birokrasi dan militer dari politik praktis.

• Kesuksesan dalam melangsungkan demokrasi prosedural ini merupakan

prestasi yang mendapatkan pengakuan internasional, tetapi di lain pihak, transisi juga ditandai dengan meluasnya konflik kesukuan, agama, dan rasial yang

terjadi di beberapa wilayah di tanah air sejak 1998. Misalnya di Ambon, Poso, Sambas dan lainnya.

• Pemerintahan baru hasil pemilu 1999 yang memunculkan pasangan

Abdurrahman Wahid-Megawati jauh dari performance yang optimal. Wahid pada akhirnya dipaksa lengser setelah kurang dari dua tahun berkuasa. Lengsernya Wahid yang terpilih dengan legitimasi demokratis dan dikenal luas sebagai pendukung militan demokrasi, menjadi sebuah tragedi transisi demokrasi.

• Praktik berdemokrasi di Indonesia masa transisi mendapatkan pengakuan luas dari dunia internasional. Dalam indeks yang disusun oleh Freedom House

tentang hak politik dan kebebasan sipil Indonesia sejak pemilu 1999 hingga masa konsolidasi demokrasi saat ini berhasil masuk dalam kategori “negara bebas”. Hal ini berbeda dengan kepolitikan masa Orde Baru yang dikategorikan sebagai dengan kebebasan yang sangat minimal (partly free).

(7)

4. .Etika Politik

Sebagai salah satu cabang etika, khususnya etika politik termasuk dalam lingkungan filsafat. Filsafat yang langsung mempertanyakan praksis manusia adalah etika. Etika mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia. Ada bebagai bidang etika khusus, seperti etika individu, etika sosial, etika

keluarga, etika profesi, dan etika pendidikan.dalam hal ini termasuk setika politik yang berkenaan dengan dimensi politis kehidupan manusia.

Etika berkaitan dengan norma moral, yaitu norma untuk mengukur

betulsalahnya tindakan manusia sebagai manusia. Dengan demikian, etika politik mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia sebagai

manusia dan bukan hanya sebagai warga Negara terhadap Negara, hukum yang berlaku dan lain sebagainya.

Fungsi etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat teoritis untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung jawab. Jadi, tidak berdasarkan emosi, prasangka dan apriori, melainkan secara rasional objektif dan argumentative. Etika politik tidak langsung mencampuri politik praktis. Tugas etika politik membantu agar pembahasan masalah-masalah idiologis dapat dijalankan secara obyektif.

Hukum dan kekuasaan Negara merupakan pembahasan utama etika politik. Hukum sebagai lembaga penata masyarakat yang normatif, kekuasaan Negara sebagai lembaga penata masyarakat yang efektif sesuai dengan struktur ganda kemampuan manusia (makhluk individu dan sosial). Jadi etika politik membahas hokum dan kekuasaan. Prinsip-prinsip etika politik yang menjadi titik acuan orientasi moral bagi suatu Negara adalah adanya cita-cita The Rule Of Law, partisipasi demokratis masyarakat, jaminan ham menurut kekhasan paham kemanusiaan dan sturktur kebudayaan masyarakat masing-masing dan keadaan sosial.

(8)

Sesuai Tap MPR No. VI/MPR/2001 dinyatakan pengertian dari etika kehiddupan berbangsa adalah rumusan yang bersumber dari ajaran agama yang bersifat universal dan nilai-nilai budaya bangsa yang terjamin dalam pancasila sebagai acuan dalam berpikir, bersikap, dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

5. Banyak ”deal” di DPR

Dari DPR, kian luas terkuak tentang banyaknya deal yang berlangsung dengan melibatkan uang. Kegiatan pembahasan RUU lazim diwarnai kiprah pihak-pihak yang berkepentingan dalam memperjuangkan lolosnya ketentuan tertentu dalam RUU. Begitu pula dalam penentuan alokasi anggaran, dalam perolehan jabatan publik yang strategis, atau bahkan dalam urusan kapitalisasi dan manajemen BUMN. Tidak sedikit yang kemudian berujung menjadi kasus korupsi walau ada pula yang sekadar mendatangkan keruwetan sebagaimana umumnya skandal politik.

Di tingkat daerah, potret serupa ditengarai terutama dalam perekrutan pemimpin daerah. Besarnya peran uang yang diperlukan untuk membiayai proses tersebut, ketika terpilih, lazimnya berujung pada imbalan berupa pemberian konsesi usaha (terutama pemanfaatan kekayaan alam) ataupun beragam pungutan dalam pemberian izin, yang tidak jarang ditimpali dengan praktik suap.

Kondisi sama juga mulai hadir dalam kehidupan birokrasi. Penempatan personel dalam jabatan, atau kesempatan memperoleh jenjang pendidikan akademik ataupun profesi/teknis, di luar faktor-faktor primordialisme, juga mulai melibatkan peran uang (di samping pelibatan pengaruh politik). Banyak

anggapan bahwa semua itu telah melahirkan budaya politik yang koruptif. Uang bagai menjadi penjuru dalam setiap proses politik dan kemudian dalam

administrasi pemerintahan.

(9)

Ujung dari semuanya adalah persoalan lingkungan yang rusak, kekayaan hayati yang tergerus, dan kian minimnya akses rakyat terhadap banyak sumber daya, terutama tanah. Simpul dari semua itu adalah pemanfaatan sumber daya/ kekayaan alam dan, pada saat yang sama, isu pembagian pendapatan dalam kerangka perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Tumbuh semacam anggapan politik bahwa semua hanya mungkin diperoleh apabila untuk itu dimiliki political standing dan, untuk itu pula, penggunaan uang untuk meraihnya dianggap justified. Anggapan tadi subur karena ditopang oleh iming-iming

manisnya otonomi yang dioperasikan bagai ”kedaulatan dalam skala kecil”. Konsepsi otonomi yang kurang pas atau pemahamannya-kah yang salah?

Imbas buruk dari politik uang juga dituding ketika di tengah harapan yang tinggi dalam gerak pembangunan, target dan nilai investasi yang sangat ditunggu ternyata tidak terwujud. Banyak yang menyebut buruknya infrastruktur,

ketiadaan stabilitas kebijakan dan kepastian hukum, tidak terkendalinya ekses kebijakan di tingkat pemerintah daerah, kebijakan perburuhan yang tidak

kondusif, serta maraknya beragam praktik pungutan dan suap, baik di kalangan politisi maupun birokrasi, adalah buah dari situasi yang merupakan produk politik uang tersebut.

Namun, selain imbas politik uang, permasalahan juga berpangkal dari konsep dan strategi pembangunan itu sendiri. Di samping problem kesenjangan yang juga telah diakui resmi presiden (kemiskinan, pengangguran, kesempatan pendidikan, dan layanan kesehatan), ekses dalam bentuk apatisme dan ketidakacuhan juga melanda kejiwaan rakyat. Kemerosotan disiplin sosial

(fondasi yang sangat penting bagi tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara) juga sangat memerlukan perhatian.

Referensi

Dokumen terkait

 Antara yang berikut, manakah tidak  menerangkan penambahan kadar tindak  balas antara natrium tiosul#at dengan asid  hidroklorik apabila eksperimen di!alankan  pada

Dengan sederhana Erhamwilda mendefinisikan konseling sebaya sebagai layanan bantuan konseling yang diberikan oleh teman sebayanya (biasanya seusia/tingkatan pendidikannya

 Produksi cairan amnion sangat dipengaruhi fungsi plasenta. Pada kehamilan serotinus fungsi plasenta akan menurun sehingga akibatnya produksi cairan

Grafik-grafik distribusi tegangan hoop pada pipa utama dan pipa cabang yang diperoleh pada orientasi β = 0 o disajikan pada gambar 3 dan 4 untuk rasio diameter pipa

1) Sebelum penelitian dilakukan, penelitian ini akan dimintakan ethical clearance dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala yang telah diberikan-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Strategi Produksi

Media massa tidak serta merta memublikasikan suatu berita begitu saja tanpa melalui proses penyuntingan dan memikirkan dampak apa yang akan ditimbulkan dari

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh perkembangan kawasan komersial terhadap perubahan permukiman dengan mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik