• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I BAHASA PEMBELAJARAN DAN PENGAJARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB I BAHASA PEMBELAJARAN DAN PENGAJARAN"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

BAHASA, PEMBELAJARAN DAN PENGAJARAN BAHASA

Pengertian

-

Merriam-Webster’s Collegiate Dictionary (2003, h.699)

“Sebuah sarana sistematis untuk mengkomunikasikan gagasan atau perasaan dengan

menggunakan isyarat, suara, gerak-gerik, atau tanda-tanda yang disepakati maknanya”.

-

Karya

Pinker “The Language Instinct (1994, h.18)

Bahasa adalah keterampilan khusus yang kompleks, berkembang dalam diri anak-anak secara

spontan, tanpa usaha sadar atau instruksi formal, dipakai tanpa memahami logika yang

mendasarinya, secara kualitatif sama dalam diri setiap orang, dan berbeda dari

kecakapan-kecakapan lain yang sifatnya lebih umum dalam dalam hal memproses informasi atau

berperilaku secara cerdas.

Pertanyaan tentang pemerolehan bahasa kedua: - Karakteristik Pembelajar

- Faktor Linguistik - Proses Pembelajaran - Usia dan Pemerolehan - Variabel Instruksional - Konteks

- Tujuan

BERSUKACITA DALAM KEKALAHAN KITA

Mengkaji pertanyaan-pertanyaan umum itu menjadi pertanyaan-pertanyaan yang lebih tajam

dan terinci. Hal ini sudah menjadi pekerjaan yang sangat penting, sebab mampu mengajukan

pertanyaan yang tepat seringkali lebih berharga daripada mempunyai ilmu segudang.

PEMBELAJARAN DAN PENGAJARAN

-

Pembelajaran : “Penguasaan atau pemerolehan pengetahuan tentang suatu subjek atau sebuah

ketrampilan dengan belajar, pengalaman atau instruksi”.

Menurut Slevin (2003, h.138) : sebuah perubahan dalam diri seseorang yang disebabkan oleh pengalaman

-

Pengajaran : “Menunjukkan atau membantu seseorang mempelajari cara melakukan sesuatu,

memberi instruksi, memandu dalam pengkajian sesuatu, menyiapkan pengetahuan,

menjadikan tau atau paham”

(2)

B. MAZHAB PEMIKIRAN DALAM PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA

Kerangka Waktu Mazhab Pemikiran Tema Tipikal

Awal 1900-an, 1940an dan 1950an Linguistic Struktural dan Performa yang bisa diamati Psikologi Behavioristik Metode Ilmiah

Empirisme

Struktur permukaan Pengondisian

Imbalan dan Hukuman 1960an, 1970an dan 1980an Linguistik Generatif Linguistik Generatif

Psikologi Kognitif Penguasaan, bawaan Antarbahasa Sistematisitas Tata Bahasa universal Kompetensi

Struktur Mendalam 1980an, 1990an dan 2000an Konstruktivisme Wacana Interaktif

Variabel Sosiokultural Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran Penemuan Konstruksi Makna Variabilitas antarbahasa

PENGAJARAN BAHASA PADA ABAD KE 19-20AN

-

Metode Klasik

(Classical Method)

-

Metode Penerjemahan Tata Bahasa

(Grammar Translation Method)

-

Metode Audiolingual atau

ALM (Audiolingual Method)

=> Metode Langsung

(Direct

Method)

(3)

BABII

PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA DEFINISI

-

Pemerolehan bahasa berasal dari istilah Inggris aquisition yaitu proses penguasaan bahasa

yang dilakukan oleh anak secara natural ketika anak belajar bahasa pertamanya atau bahasa

ibunya. Proses anak mulai mengenal kominukasi dengan lingkungannya secara verbal.

-

Bahasa pertama adalah bahasa yang pertama kali diperoleh oleh anak sejak kelahirannya.

bahasa pertama juga biasa disebut dengan bahasa ibu atau

mother tongue

.

TAHAP-TAHAP PEMEROLEHAN BAHASA

-

Mendekut ( kebanyakan mengandung bunyi vokal)

Bayi-bayi sanggup memproduksi bunyi dari dirinya sendiri. Yang paling jelas, aspek-aspek

komunikatif dari tanisan – entah diniatkan atau tidak- berfungsi cukup efektif. Namun

berdasarkan kemahiran berbahasanya, mendekutnya bayi-bayi yang paling membingungkan

ahli-ahli bahasa. Mendekut (cooing) adalah ekspresi oral bayi mengeksplorasi pemroduksian

bunyi vocal.Mendekutnya bayi di seluruh dunia, termasuk bayi-bayi tuli juga, tidak bisa

dibedakan di antara bayi -bayi dan bahasa-bahasa yang berbeda. Bayi-bayi sebenarnya lebih

baik ketimbang orang dewasa dalam memilihkan bunyi yang tidak bermakna bagi mereka

(Werker, 1989). Mereka bisa membuat pilihan fonetik yang sudah tidak bisa dibedakan lagi

oleh orang dewasa.

-

Meraban/ mengoceh (mengandung bunyi konsonan dan bunyi vokal)

Di tahap ini bayi-bayi tuli tidak lagi mengucapkan bunyi vokal. Bagi telinga kita,

merabannya bayi terus meningkat di antara pembicara-pembicara dari kelompok-kelompok

bahasa yang berbeda terdengar sangat mirip (Oller & Eilers, 1998). Bunyi diproduksi

berdasarkan perubahan di dalam pendengaran bayi. Meraban (babbling) adalah produksi yang

dipilih bayi terkait fonem-fonem yang terpilih – entah bunyi vokal maupun

konsonannya-yang merupakan cirri bahasa asal bayi (Locke, 1994; petitto & Marentette,1991). Oleh karena

itu, mendekutnya bayi diseluruh dunia esensinya sama, namun merabannya bayi berbeda.

Salama tahap Ini, kemampuan bayi untuk mencerap dan memproduksi fon-fon selain fonem

semakin memudar.

-

Ucapan Satu Kata

(4)

-

Ucapan Dua Kata dan Ujaran Telegrafik.

Secara bertahap, antara usia 1,5 sampaai 2,5 tahun, anak-anak mulai mengombinasikan

kata-kata tunggal untuk menghasilkan ucapan dua kata-kata. komunikasi-komnikasi awal ini

tampaknya lebih lebih mirip telegram ketimbang percakapan. Kata depan, kata sambung dan

morfem-fungsi lainnya biasanya ditinggalakan.. oleh karena itu, para ahli bahasa menyebut

ucapan-ucapan awal ini mirip ujaran di dalam telegram.Ujaran telegrafis ini dapat digunakan

untuk menggambarkan ujaran dua atau tiga kata bahkan yang sedikit lebih panjang, namun

tidak memiliki fungsi.

-

Struktur Kalimat dasar Orang Dewasa (Pengembangan Gramatikal)

Kosakata mengembang dengan cepat. Ia berlipat lebih dari tiga kali, dari sekitar 300 kata

pada usia 2 tahun menjadi 1.000 kata pada usia 3 tahun.hampir secara menakjubkan, mulai

dari kira-kira usia 4 tahun, dengan kemahiran kosakata yang bertambah (lihat Bloom, 2000

untuk diskusi tentang mekanisme-mekanisme kemahiran ini) kemampuan anak mencapai

fondasi dan struktur bahasa orang dewasa. Pada usia 5 tahun, kebanyakan anak juga bisa

mengerti dan memroduksi konstruksi kalimat yang cukup kompleks dan tidak lazim. Pada

usia 10 tahun, bahasa anak secara fundamental sudah samaa seperti orang dewasa.

TEORI PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA Teori Behaviorisme

-

Teori behaviorisme menyoroti aspek perilaku kebahasaan yang dapat diamati langsung dan

antara hubungan antara rangsangan (stimulus) dan reaksi (respone). Dalam filosofi

Locke,

tabula rasa adalah

teori bahwa pikiran (manusia) ketika lahir berupa "kertas kosong"

tanpa aturan untuk memroses data, dan data yang ditambahkan serta aturan untuk

memrosesnya dibentuk hanya oleh pengalaman alat inderanya. Teori mediasi (penengah)

yang disebut rantaian respons (

response chaining

). Teori ini didasarkan pada prinsip mediasi

yang diperkenalkan oleh Osgood. Tampak jelas bahwa faktor penengah dimainkan oleh otak

berperan penting dalam proses pembelajaran ‘rantaian respon’ itu.

-

Teori ini bertitik tolak pada pendapat bahwa anak dilahirkan tidak membawa apa-apa,

sehingga memerlukan proses bealajar. Proses belajar ini melalui imitasi,

modeling

, atau

belajar

reinforcement

(Hetherington, 1998; Mussen dkk,1984; Monks dkk, 2001).

(5)

Teori Nativis

-

Pelopor teori ini adalah Chomsky, seorang ahli linguistik. Ia berpendapat bahwa bahasa sudah

ada dalam diri anak, merupakan bawaan lahir, telah ditentukan secara biologis, bersifat

alamiah. Pada saat seorang anak lahir, ia telah memiliki seperangkat kemampuan berbahasa

yang disebut Tata Bahasa Umum atau

Universal Grammar

. Jadi dalam diri manusia sudah

ada

innate mechanism

, yaitu bahwa bahasa seseorang itu ditentukan oleh sesuatu yang ada di

dalam tubuh manusia atau sudah diprogram secara genetik. Meskipun pengetahuan yang ada

di dalam diri anak tidak banyak mendapat rangsangan, anak tetap dapat mempelajarinya.

Anak tidak sekedar meniru bahasa yang didengarkannya, tetapi juga mampu menarik

kesimpulan dari pola yang ada.

Mcneil (1966)memaparkan LAD meliputi empat perlengkapan linguistic bawaan:

1) Kemampuan membedakan bunyi wicara dan bunyi – bunyi lain dilingkungan sekitar

2) Kemampuan menata data linguistiki kedalam berbagai kelas yang biasa

disempurnakan kemudian

3) Pengetahuan hanya jenis system linguistic tertentu yang mungkin sedangkan yang lain

tidak

4) Kemampuan untuk terus mengevaluasi system linguistic yang berkembang untuk

membangun kemungkinan system paling sederhana berdasarkan masukan linguistic

yang tersedia.

Teori Kognitivisme

-

Munculnya teori ini dipelopori oleh Jean Piaget (1954) yang mengatakan bahwa bahasa itu

salah satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Jadi

perkembangan bahasa itu ditentukan oleh urutan-urutan perkembangan kognitif.

-

Perkembangan bahasa tergantung pada kemampuan kognitif tertentu, kemampuan

pengolahan informasi, dan motivasi. Piaget (Mussen dkk., 1984) dan pengikutnya

menyatakan bahwa perkembangan kognitif mengarahkan kemampuan berbahasa, dan

perkembangan bahasa tergantung pada perkembangan kognitif. Menurut Piaget struktur yang

kompleks itu bukan pemberian alam dan bukan sesuatu yang dipelajari dari lingkungan

melainkan struktur itu timbul secara tak terelakkan sebagai akibat dari interaksi yang terus

menerus antara tingkat fungsi kognisi anak dengan lingkungan kebahasaannya

Teori Interaksionisme

-

Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan hasil interaksi

antara kemampuan mental pembelajaran dan lingkungan bahasa. Pemerolehan bahasa itu

berhubungan dengan adanya interaksi antara masukan “input” dan kemampuan internal yang

dimiliki pembelajar. Setiap anak sudah memiliki LAD sejak lahir. Namun, tanpa ada masukan

yang sesuai tidak mungkin anak dapat menguasai bahasa tertentu secara otomatis.

(6)

PERAN BAHASA PERTAMA

Fungsi bahasa dalam wacana. Bahasa pertama mempunyai peranan penting dalam pengembangan bahasa selanjutnya. Hasil penelitian Dulay, Burt, dan Krashen (1982) mengatakan bahwa bahasa pertama merupakan faktor utama dalam proses pemerolehan bahasa kedua. Menurut teori Behavioristik Watson dan Skinner, kebiasaan lama masuk dalam cara belajar kebiasaan baru yang berarti bahasa pertama mempengaruhi bahasa kedua.

Behavioris Teori Mediasi Nativis Fungsional

- tabula rasa -Responsmediasi (Rm) - predisposisi bawaan (LAD/UG) - konstruktivis - stimuli : Responslinguistik - sistematik,pemerolehan diatur kaidah - interaksi sosial

- Pengondisian - konstruksi kreatif - kognisi dan bahasa

- dukungan - tata bahasa “poros” - fungsi bahasa

(7)

BAB III

“USIA DAN PEMEROLEHAN”

Pemerolehan bahasa pertama di mulai pada masa balita hingga anak-anak. Namun tidak menutup kemungkinan pemerolehan bahasa kedua diperoleh ketika sudah dewasa dengan cara sebagai berikut:

MEMBUANG MITOS

Langkah pertama dalam meneliti usia dan pemerolehan adalah dengan membuang mitos mengenai hubungan antara pemerolehan bahasa pertama dan kedua. H. H Stern (1970) meringkas sejumlah penjelasan yang merekomendasikan metode dan pengajaran bahasa kedua berdasarkan pada pemerolehan bahasa pertama.

1. Dalam pemelajaran bahasa, kita harus terus menerus berlatih. 2. Pembelajaran bahasa adalah masalah peniruan.

3. Pertama,kita latih berbagai bunyi, lalu kata-kata, kemudian kalimat. 4. Saksikan perkembangan wicara seorang anak.

5. Seorang anak kecil mendengar dan berbicara dan tak seorang pun yang membuatnya membaca dan ```menulis.

6. Anda tak perlu menerjemahkan pada waktu anda kecil.

7. Seorang anak kecil menggunakan bahasa begitu saja. Sehingga tidak perlu belajar tata bahasa. Pertanyaan di atas mewakili pandangan orang-orang yang beranggapan bahwa “cara belajar bahasa pertama adalah impian bagi setiap guru bahasa asing. Seorang murid secara misterius menguasai kosa kata yang pelafalanya sempurna dengan hanya satu dua kesalahan, sementara morfologi dan sintaksis datang kepadanya seperti sebuah mimpi dan bukan seperti rasa pening yang terus menerus (Stren,1970). Namun pembelajaran pada anak tidak bisa diterapkan begitu saja pada orang dewasa. Anak-anak memperoleh bahasa mereka begitu saja tanpa adanya paksaan dan tekanan. Anak-anak cenderung memperoleh bahasa sambil bermain. Sedangkan pada orang dewasa, mereka sudah mempunyai banyak pemikiran-pemikiran. Mereka tidak memili waktu yang cukup uuntuk memperoleh bahasa begitu saja seperti anak-anak. Sehingga orang dewasa dalam belajar bahasa kedua tidak memperolaeh namun harus mencari sendiri. Ada kekeliruan dalam ke tujuh pernyataan diatas. Terkadang kekeliruan terletak pada asumsi mengenai pembelajaran bahasa pertama. Maka dari itu kita harus bisa menghilangkan mitos-mitos tersebut agar semakin mudah mempelajari bahasa kedua.

JENIS PERBANDINGAN DAN KONTRAS

Pemerolehan bahasa pertama pada anak-anak dan pemerolehan bahasa kedua pada orang dewasa merupakan kategori yang menarik untuk di bandingkan. Namun tidaklah logis mmembandingkan pemerolehan bahasa pertama pada anak dengan pemerolehan bahasa kedua pada orang dewasa

HIPOTESIS PERIODE KRITIS

(8)

kemampuan-kemampuan tertentu tidak mungkin berkembang sebelum dan sesudah rentang waktu tertentu. Titik keritis untuk pemerolehan bahasa ke dua terjadi sekitar usia akil balik. Lepas dari waktu itu orang sepertinya relatif tak mampu menguasai bahasa kedua. Argumen ini telah menggiring orang untuk beranggapan secara tidak tepat, bahwa setelah usia 12 atau 13 orang sudah “kehabisan bensin” untuk mencapai keberhasilan dalam pembelajaran bahasa kedua. Anggapan ini juga harus dibuang agar tidak menghambat pembelajaran.

PERTIMBANGAN NEUROLOGIS - Lateralisasi Hemisferik

Ketika otak orang semakin dewasa, fungsi-fungsi tertentu di tempatkan atau “diliteralkan” ke belahan kiri otak. Dan fungsi tertentu lainya kebelahan kanan. Fungsi intelektual, logika, dan analitis sebagian besar adalah otak kiri. Sementara belahan kanan mengontrol fungsi yang terkait dengan kebutuhan emosional dan sosial. Dan fungsi-fungsi bahasa di kendalikan dengan otak kiri. Eric Lenneberg(1967) dan yang lain menunjukkan bahawa laterasasi adalah sebuah peroses pelan yang dimulai pada sekitar usia dua tahun dan menjadi lengkap sekitar akil balik.

Tomas scovel(1969) menjelaskan hubungan antara lateralisasi dan pemerolehan bahasa kedua. Ia menunjukkan bahwa plastisitas otak sebelum akil balik memungkinkan anak-anak menguasai tak hanya bahasa pertama tetapi juga sebuah bahasa kedua, atau setidaknya pemerolehanya.

- Jadwal Biologis

Walsh dan Diller (19981) mengutarakan bahwa aspek-aspek yang berbeda dari bahasa kedua di pelajari secara optimal pada usia yang berbeda-beda. Peroses-proses tingkat rendah seperti pelafalan tergantung pada sirkuit-sirkuit makroneural yang cepat matang dan kurang adaptif, sehingga logat-logat asing sulit di kuasai setelah masa kanak-kanak. Fungsi bahasa tingkat tinggi, seperti hubungan semantik, lebih tergantung pada sirkuit-sirkuit netral yang lambat matang, sehingga ini mungkin bisa menjelaskan mengapa mahasiswa mampu belajar tata bahasa dan kosakata dalam jumlah jauh lebih banyak ketimbang murid sekolah dasar dalam rentang waktu tertentu. Dengan demikian, kita sekarang memiliki dukungan bagi periode kritis berdasarkan neurologis, terutama dalam bidang pemerolehan logat otentik (seperti penutur asli).

- Partisipasi Hemisferik Kanan

Obler (1981) mencatat bahwa dalam pembelajaran bahasa kedua, ada partisipasi penting belahan otak kanan dan bahwa “pertisipasi ini terutama aktif selama tahap-tahap awal pembelajaran bahasa kedua”. Para peneliti lain (Genesee,1982;Seliger,1982) juga menemukan keterlibatanotak kanan dalam bentuk pemrosesan bahasa yang kompleks dan tidak demikian pada pemerolehan bahasa awal.

- Bukti Anropologis

(9)

dengan orang di luar kelompok mereka, dan karenanya seseorang hampir selalu menikahi orang yang berbicara bahasa lain.

SIGNIFIKANSI LOGAT

Teori-teori yang dikemukakan sebelumnya tidak berarti dalam hal signifikansi logat. Menurutnya, pelafalan bukanlah satu-satunya kriteria pemeroleh bahasa ataupun kriteria yang paling penting. Orang – orang yag sudah melewati masa akil baliknya tak akan memperoleh apa yang disebut pelafalan otentik(penutur asli) bahasa kedua. Kemungkinan – kemungkinan yang menyebabkan sudah dibahas : kelunturan neuromuscular, perkembangan otak, program – program sosiobiologis, dan pengaruh – pengaruh sosiokultural.

PERTIMBANGAN KOGNITIF

Kognisi manusia berkembang pesat selama 16 tahun pertama dan tidak secepat itu lagi setelahnya. Beberapa perubahan kognitif berlangsung pada waktu yang sangat menentukan. Jean Piaget merangkum jalannya perkembangan intelektual pada seorang anak melalui beberapa tahap:

a. Tahap Sensorimotor

Periode 1 : Refleks (umur 0 – 1 bulan)

Periode ini berkembang sejak bayi lahir sampai sekitar berumur 1 bulan. Pada periode ini, tingkah laku bayi lebih banyak bersifat refleks, spontan, tidak disengaja, dan tidak terbedakan.

Periode 2 : Kebiasaan (umur 1 – 4 bulan)

Pada periode perkembangan ini, bayi mulai membentuk kebiasan-kebiasaan awal. Kebiasaan dibuat dengan mencoba-coba dan mengulang-ngulang suatu tindakan.

Periode 3 : Reproduksi kejadian yang menarik (umur 4 – 8 bulan)

Pada periode ini, seorang bayi juga menciptakan kembali kejadian-kejadian yang menarik baginya. Ia mencoba menghadirkan dan mengulang kembali peristiwa yang menyenangkan diri

Periode 4 : Koordinasi Skemata (umur 8 – 12 bulan)

Bayi mulai mempunyai kemampuan untuk menyatukan tingkah laku yang sebelumnya telah diperoleh untuk mencapai tujuan tertentu. Pada periode ini, seorang bayi mulai membentuk konsep tentang tetapnya (permanensi) suatu benda. Dari kenyataan bahwa dari seorang bayi dapat mencari benda yang tersembunyi, tampak bahwa ini mulai mempunyaikonsep tentang ruang.

Periode 5 : Eksperimen (umur 12 – 18 bulan)

Pada periode ini, anak lebih mengamati benda disekitarnya dan mengamati bagaimana benda-benda di sekitarnya bertingkah laku dalam situasi yang baru. Menurut Piaget, tingkah anak ini menjadi intelegensi sewaktu ia menemukan kemampuan untuk memecahkan persoalan yang baru. Pada periode ini pula, konsep anak akan benda mulai maju dan lengkap. Tentang keruangan anak mulai mempertimbangkan organisasi perpindahan benda-benda secara menyeluruh bila benda-benda itu dapat dilihat secara serentak.

Periode 6 : Representasi (umur 18 – 24 bulan)

Secara mental, seorang anak mulai dapat menggambarkan suatu benda dan kejadian, dan dapat menyelesaikan suatu persoalan dengan gambaran tersebut.

(10)

a.Berfikir melalui perbuatan (gerak),

b.Perkembangan fisik yang dapat diamati adalah gerak-gerak refleks sampai ia dapat berjalan dan berbicara,

c.Belajar mengkoordinasi akal dan geraknya,

d.Cenderung intuitif egosentris, tidak rasional dan tidak logis.

b. Tahap Pra-Operasional

Tahap Pra-Operasional Piaget (preoperational stage), yang berlangsung dari usia 2 hingga 7 tahun, merupakan tahap kedua menurut Piaget. Tahap ini dapat dibagi ke dalam dua sub tahapan, yaitu:

- Sub Tahap Fungsi Simbolik

Sub tahap fungsi simbolik merupakan sub tahap pertama dari pemikiran pra operasional yang terjadi antara usia 2 hingga 4 tahun. Dalam sub tahap ini, anak kecil memperoleh kemampuan untuk membayangkan penampilan objek yang tidak hadir secara fisik. Kemampuan ini secara cepat dapat memperluas mental anak. Anak-anak kecil menggunakan coretan-coretan untuk merepresentasikan manusia, rumah, mobil, awan, dan sebagainya. Mereka mulai menggunakan bahasa dan terlibat dalam permainan pura-pura. Meskipun dalam sub tahap ini anak-anak kecil sudah membuat kemajuan yang berarti, pemikiran mereka masih terbatas. Dua bentuk keterbatasan ini adalah egosentrisme dan animisme.

a. Egosentrisme adalah ketidakmampuan membedakan antara perspektif dirinya sendiri dengan perspektif orang lain.

b. Animisme adalah keyakinan bahwa benda-benda mati memiliki kualitas yang seolah-olah hidup dan mampu beraksi.

- Sub Tahap Berpikir Intuitif

Sub tahap berpikir intuitif adalah sub tahap kedua dari berpikir pra operasional dan berlangsung ketika anak berusia 4 hingga 7 tahun. Pada sub tahap ini, anak-anak mulai menggunakan penalaran primitif dan ingin mengetahui jawaban terhadap segala jenis pertanyaan. Pada usia 4 tahun, seorang anak sudah mulai mengembangkan ide-idenya sendiri, namun idenya masih sederhana, dan ia belum terlalu baik dalam menyelesaikan masalah.

Salah satu contoh nyata dari adanya teori pra operasional Piaget ini adalah ketika anak diberikan dua buah gelas berisi sirup merah. Satu gelas berbetuk lebar dan pendek, gelas yang lain berbentuk ramping dan tinggi. Seorang anak pada masa pra operasional pasti akan lebih memilih gelas berisi sirup merah yang berukuran tinggi dan ramping. Padahal volume dari kedua gelas tersebut sama. Dalam pemikiran sang anak, sesuatu yang terlihat lebih tinggi berarti mempunyai isi atau ukuran yang lebih banyak dari pada sesuatu yang lebih pendek. Hal inilah yang disebut dengan konservasi.

Tahap Operasinal

(11)

Tahap ini terjadi pada usia sekitar 7-11 tahun. Menurut Suparno, dalam periode ini siswa berpikirnya sudah dikatakan menjadi operasional. Periode ini disebut operasi konkret sebab berpikir logiknya didasarkan atas manipulasi fisik dari objek-objek. Operasi konkret hanyalah menunjukkan kenyataan adanya hubungan dengan pengalaman empirik-konkret yang lampau dan masih mendapat kesulitan dalam mengambil kesimpulan yang logis dari pengalaman-pengalaman khusus.

- Tahap Operasi Formal

Tahap ini terjadi pada usia sekitar 11 tahun ke atas. Menurut Ginsburg dan Opper, seseorang pada tahap ini sudah mempunyai tingkat ekuilibrium yang tinggi. Ia dapat berfikir fleksibel dan efektif, serta mampu berhadapan dengan persoalan yang kompleks. Ia dapat berfikir fleksibel karena dapat melihat semua unsur dan kemungkinan yang ada. Ia dapat berpikir afektif karena dapat melihat pemikiran mana yang cocok untuk persoalan yang dihadapi.

PERTIMBANGAN AFEKTIF

Wilayah afektif meliputi banyak faktor: empati, kepercayaan diri, ekstroversi, hambatan, peniru, kecemasan, sikap. Contoh tipikal adalah peran egosentrisitas, dimana ego tersebut berpengaruh tak hanya dalam soal bagaimana mereka memahami diri mereka sendiri tetapi juga bagaimana mereka menggapai sesuatu diluar diri mereka, bagaimana mereka menjalin hubungan sosial dengan yang lain, dan bagaimana mereka menggunakan proses komunikatif untuk mendatangkan ekulibrium afektif.

PERTIMBANGAN LINGUISTIK a. Bilingualisme

Pada dasarnya, mereka belajar dua bahasa pertama, dan kunci keberhasilan terletak dalam kemampuan membedakan konteks masing-masing bahasa.

b. Interferensi antara Bahasa Pertama dan Kedua

Secara umum, penelitian membenarkan bahwa proses kognitif dan lingistik dalam pembelajaran bahasa kedua di kalangan anak belia berlangsug serupa dengan proses bahasa pertama.

c. Urutan Pemerolehan

(12)

MENINJAU ULANG PERMASALAHAN DALAM PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA 1. Kompetensi dan Performa

“Mendapatkan” kompetensi Linguistik dalam bahasa kedua maupun pertama adalah sama sulitnya. Bagi anak-anak, penjelasan gramatikal mungkin memicu efek “pop go weasel” Bahasa kedua.. Orang dewasa bisa memilih di antara dua bentuk alternative, dan kadang kala mereka memperlihatkan kepahaman gramatikal dalam bahasa kedua. Orang dewasa umumnya tidak mampu secara sadar menyebutkan “aturan-aturan” dan paradigma-paradigma bahkan dalam bahasa asli mereka.

2. Pemahaman dan Produksi

Sekalipun pemahaman muncul dari tingkat kompetensi tertentu, bagaimanapun ada perbedaan universal antara pemahaman dan produksi. Pengajaran mesti memperhatikan baik pemahaman maupun produksi dan mempertimbangkan sepenuhnya kesenjangan dan perbedaan antara kedua hal tersebut.

3. Bakat Alam atau pengaruh lingkungan

Yang kita tahu adalah bahwa orang dewasa dan anak-anak tampaknya sama-sama punya kapasitas untuk memperoleh bahasa kedua pada usia kapanpun. Praktis, satu-satunya trik agar bakat alam tetap berperan dalam diri orang dewasa adalah dengan mengesampingkan pemerolehan logat otentik. Hal ini akan tetap memberi ruang bagi properti-properti bahasa yang sesungguhnya mungkin lebih efisien diperoleh dalam usia dewasa.

4. Karakteristik Universal

Penelitian pada SLA anak menunjukan bahwa pengembangan gramatikal bahasa kedua oleh anak-anak sungguh dibatasi oleh UG ( Lakshmanan, 1995). Hal ini mengiring beberapa peniliti untuk menyimpulkan bahwa pembelajar bahasa kedua hanya memiliki “akses parsial” kepada UG ( O’Grady, 1996). Namun Nley Vroman (1998) melangkah lebih jauh dengan menyatakan posisi “tanpa akses” untuk orang dewasa yang belajar bahasa kedua: orang dewasa memperoleh sistem bahasa kedua tanpa rujukan apapun pada UG.

5. Sistematisitas dan Variabilitas

Pemerolehan bahasa kedua , baik pada anak maupun dewasa, dicirikan oleh sistematisitas dan variabelitas. Perkembangan linguistik bahasa kedua dalam banyak contoh meniru proses pemerolehan bahasa pertama, yaitu pembelajar membuat aturan, melakukan generalisasi melalui sebuah kategori, menggeneralisasikan secara berlebihan, dan menjalani tahap-tahap perkembangan.

6. Bahasa dan pemikiran

Bahasa membantu membentuk pemikiran dan juga sebaliknya. Pembelajar bahasa kedua dibebani tugas yang sangat berat untuk menemukan makna baru dalam bahasa kedua, sesuatu yang mirip dengan pemikirian lama tetapi tidak cukup sejajar, dan mungkin benar-benar tugas untuk memperoleh konsep yang sepenuhnya baru

7. Peniruan

Anak-anak merupakan peniru yang baik (berpusat pada makna) dan peniruan merupakan salah satu strategi penting yang dipakai anak dalam pemerolehan bahasa. Menirukan berulang-ulang adalah strategi penting dalam pembelajaran bahasa dan merupakan aspek penting penguasaan fonologis usia dini. Sedangkan orang dewasa lebih berhasil menirukan struktur permukaan (dengan metode hafalan) jika mereka diberi perintah untuk melakukannya.

8. Latihan dan Frekuensi

(13)

untuk berlatih bentuk tidaklah sangat penting dalam mempelajari sebuah item. 9. Masukan

Dalam kasus pembelajaran bahasa kedua di kelas, masukan guru menggantikan orang tua 10. Wacana

Kita baru di tahap sangat awal dalam kemungkinan-kemungkinan analisis wacana bahasa kedua. Kala kita mencari cara-cara mengajarkan kompetensi komunikatif untuk bahasa kedua, penelitian terhadap pemerolehan wacana menjadi kian penting.

METODE PENGAJARAN BAHASA - Respons Fisik Total

Seorang anak saat belajar bahasa pertama, lebih banyak mendengar sebelum berbicara. Kegiatan mendengar disertai respon-respon fisik. Contoh : meraih, meraba,bergerak,melihat. Pendekatan Alami Keterampilan komunikasi antarpribadi dasar, yaitu situasi bahasa harian. Contoh : percakapan, belanja, mendengarkan radio. Beberapa faktor mempengaruhi umur dan pemerolehan bahasa antara lain :

a. Inhibitasi b. Ego Bahasa c. Sikap

d. Tekanan dari kawan sebaya - Pendekatan Alami

(14)

BAB IV

PEMBELAJARAN MANUSIA BEHAVIORISME KLASIK PAVLOV

Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936) adalah seorang behavioristik terkenal dengan teori pengkondisian asosiatif stimulus-respons. Menurut teori conditioning Pavlov, belajar itu adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan reaksi (response). Pavlov mengemukakan empat peristiwa eksperimental dalam proses akuisisi dan penghapusan sebagai berikut:

1. Stimulus tidak terkondisi (UCS), suatu peristiwa lingkungan yang melalui kemampuan bawaan dapat menimbulkan refleks organismik. Contoh: makanan

2. Stimulus terkondisi (CS), Suatu peristiwa lingkungan yang bersifat netral dipasangkan dengan stimulus tak terkondisi (UCS). Contoh: Bunyi bel adalah stimulus netral yang di pasangkan dengan stimulus tidak terkondisi berupa makanan.

3. Respons tidak terkondisi (UCR), refleks alami yang ditimbulkan secara otonom atau dengan sendirinya. Contoh: mengeluarkan air liur

4. Respos terkondisi (CR), refleks yang dipelajari dan muncul akibat dari penggabungan CS dan US. Contoh: keluarnya air liur akibat penggabungan bunyi bel dengan makanan.

Eksperimen Pavlov:

Anjing, bila diberikan sebuah makanan maka secara otonomatis anjing akan mengeluarkan air liur. Jika anjing dibunyikan sebuah bel maka ia tidak merespon atau mengeluarkan air liur. Sehingga dalam eksperimen ini anjing diberikan sebuah makanan setelah diberikan bunyi bel terlebih dahulu, sehingga anjing akan mengeluarkan air liur akibat pemberian makanan. Setelah perlakukan ini dilakukan secara berulang-ulang, maka ketika anjing mendengar bunyi bel tanpa diberikan makanan, secara otonomatis anjing akan memberikan respon berupa keluarnya air liur dari mulutnya.

OPERANT CONDITIONING SKINNER Skinner membedakan perilaku atas :

1. Perilaku alami (innate behavior), yang kemudian disebut juga sebagai clasical ataupun respondent behavior, yaitu perilaku yang diharapkan timbul oleh stimulus yang jelas ataupun spesifik, perilaku yang bersifat refleksif.

2. Perilaku operan (operant behavior), yaitu perilaku yang ditimbulkan oleh stimulus yang tidak diketahui, namun semata-mata ditimbulkan oleh organisme itu sendiri setelah mendapatkan penguatan

(15)
(16)

TEORI PENAMBATAN AUSUBEL

David Ausubel berpendapat bahwa pembelajaran terjadi dalam diri manusia melalui proses bermakna yang mempertalikan peristiwa atau hal baru dengan konsep kognitif atau dalil-dalil yang sudah ada.

A. Pembelajaran Hafalan versus Pembelajaran Bermakna

Dalam persepektif pembelajaran hafalan, konsep pembelajaran bermakna memberikan tantangan baru. Ausubel memaparkan pembelajaran hafalan sebagai proses penguasaan materi yang dalam hal ini dilakukan sebagai satuan-satuan terpisah yang dikaitkan pada struktur kognitif hanya dalam secara acak dan harafiah, yang tidak memungkinkan pembentukan hubungan bermakna (1968, h.108). Tegasnya, pembelajaran hafalan melibatkan tindakan mengingat item-item yang sedikit atau sama sekali tidak terkait dengan struktur kognitif yang ada.

Di lain pihak, pembelajaran bermakna atau penambatan (subsumption) yaitu proses menghubungkan dan menggabungkan materi baru pada hal-hal mapan yang ada dalam struktur kognitif. Fakta bahwa materi itu benar-benar bisa digabungkan yaitu memungkinkan untuk dikaitkan dengan elemen-elemen stabil dalam struktur kognitif, menyebabkan kebermaknaannya.

Setiap situasi pembelajaran bisa bermakna jika:

1. Pembelajar memiliki perangkat pembelajaran bermakna yaitu sebuah kecenderungan untuk mengaitkan kegiatan pembelajaran baru dengan apa yang sudah mereka ketahui

2. Kegiatan pembelajaran itu sendiri punya kemungkinan bermakna bagi pembelajar yaitu bisa dihubungkan dengan struktur pengetahuan pembelajar.

Perbedaan antara pembelajaran hafalan dan bermakna mungkin tampak tidak penting pada mulanya karena dalam kedua acara tersebut materi bisa dipelajari. Tetapi arti pentingnya muncul ketika menimbang efisiensi relatif kedua jenis pembelajaran itu sehubungan dengan penyimpanan atau memori jangka panjang.

B. Lupa Sistematis

Materi-materi yang dipelajari dengan hafalan tidak sungguh-sungguh berinteraksi dengan struktur kognitif, mereka dipelajari berdasarkan hukum-hukum asosiasi dan penyimpanan mereka dipengaruhi terutama oleh efek-efek gangguan dari materi-materi hafalan serupa yang dipelajari tepat sebelum atau sesudah kegiatan pembelajaran (umumnya disebut sebagai hambatan proaktif dan retroaktif). Lupa yang terjadi dalam cara jauh yang lebih disengaja dan diniatkan karena ia merupakan kesinambungan dari proses penggabungan itu sendiri. Lupa sesungguhnya adalah tahapan kedua atau penghapusan dari penggabungan dicirikan sebagai penurunan ingatan ke tingkat yang paling kurang umum (Ausubel, 1963, h.218).

(17)

PSIKOLOGIS HUMANISTIC ROGERS

Psikologi humanistik Rogers memiliki fokus lebih afektif ketimbang kognitif, sehingga bisa dikatakan termasuk dalam perspektif pandangan konstruktivis pembelajaran. Tujuan pendidikan adalah mempermudah perubahan dan pembelajaran.

JENIS PEMBELAJARAN

Robert M. Gagne membedakan 8 jenis pembelajaran yaitu : 1. Signal Learning (belajar Isyarat)

Tipe belajar ini merupakan suatu signal atau isyarat untuk mengambil sikap tertentu, misal, sesorang melihat wajah ibunya menimbulkan rasa senang, wajah ibu disini merupakan isyarat yang menimbulkan perasaan senang. Jika dikaitkan dalam dalam proses pembelajaran bahwa peserta didik akan merasa bersemangat, termotivasi atau meyenangkan terhadap suatu pembelajaran tergantung dengan signal learning seorang pendidik yang disampaikan dalam lingkungan pembelajaranya. 2. Stimulus respon learning (belajar stimulus respon)

Kegiatan di tipe belajar ini adalah penguatan terhadap rangsangan atau masukan stimulus agar terjadi respon yang biasanya diperkuat dengan pengulangan imbalan atau reward dalam proses pembelajaran. 3. Chaining (rangkaian)

Tipe belajar ini menekankan pada pembelajaran yang berstruktur atau sekuens. 4. Verbal association (asosiasi verbal)

Dalam tipe belejar ini dimisalkan pendidik memperlihatkan anak suatu bentuk geometris, dan anak tersebut dapat mengatakan "bujur sangkar" atau mengatakan "itu bola saya" bila yang dilihatnya bolanya.

5. Dicrimination learning (belajar diskriminasi)

Contoh dari tipe belajar ini, anak dapat membedakan manusia yang satu dari yang lain, tanaman, dan lain-lain.

6. Concept learning (belajar konsep)

Dengan menguasai konsep, diharapkan anak mampu menggolongkan dunia sekitarnya menurut konsepnya dan mengabstraksinya, misal konsep warna, bentuk, besar dan sebagainya.

7. Rule learning (belajar aturan)

Disetiap pembelajaran pasti ada aturan yang harus dipatuhi peserta didik agar pembelajaranya mencapai goal yang sudah ditentukan dan membuat anak faham akan apa yang ia pelajari.

8. Problem solving (memecahkan masalah)

Tipe pembelajaranan ini mengajak anak untuk memecahkan masalah dalam pembelajaran yang diajukan oleh pendidik ataupun memecahkan persoalan dalam lingkungan belajar dalam proses pembelajaran.

TRANSFER, INTERFERENSI, DAN GENERALISASI BERLEBIHAN

(18)

- Interferensi yaitu ketika mater-materi yang dipelajari sebelumnya mencampuri mater-materi berikutnya. Dalam pembeljaran bahasa kedua interferensi yaitu efek-efek interferensi bahasa asli terhadap bahasa kedua. Pembelajaran bahasa kedua tak lain adalah upaya mengatasi pengaruh bahasa asli. Seseorang akan menggunakan apapun pengalamannya terdahulu dengan bahasa untuk memudahkan proses pembelajaran kedua.

- Generalisasi berlebihan adalah sub himpunan khusus generalisasi. Menggeneralisasi berbarti membuat atau menurunkan sebuah hukum, kaidah atau kesimpulan, biasanya dari pengamatan terhadap kejadian-kejadian tertentu. Pembelajaran bermakna sesungguhnya adalah generalisasi yaitu item yang dihimpun atau digeneralisasi (dalam katagori-kategori besar demi kepentingan pengingatan bermakna).

PENALARAN INDUKTIF DAN DEDUKTIF

Penalaran induktif dan deduktif adalah dua aspek penting dalam proses generalisasi. Penalaran induktif yaitu mengumpulkan sejumlah contoh khusus dan menyimpulkan serta merangkum contoh-contoh khusus itu. Penalaran deduktif adalah penalaran dari generalisasi menuju contoh-contoh spesifik yaitu fakta-fakta khusus ditarik atau disimpulkan dari prinsip umum. Pembelajaran bahasa pertama maaupun bahasa kedua banyak melibatkan proses induktif dimana pembelajar harus menyimpulkan kaidah dan makna tertentu dari data disekelililng mereka. Metode-metode pembelajaran induktif maupun deduktif sama-sama bisa efektif tergantung pada tujuan dan konteks situasi pengajaran bahasa tertentu.

BAKAT BAHASA

Bakat bisa dikaitkan dengan sebuah konsep tentang pemerolehan bahasa kedua yang meliputi pemrosesan masukan, pembelajaran induktif, strategi-strategi keluaran dan kefasihan. Sebagaian orang memang mamapu mempelajari bahasa asing lebih cepat dan lebih efisien ketimbang sebagian yang lain. Salah satu perspektif untuk memandang kecakapan semacam itu adalah dengan mengenali sejumlah karakteristik pada pembelajar yang sukses.

KECERDASAN DAN PEMBELAJARAN BAHASA

Kecerdasan didefinisikan dan diukur sehubungan dengan kemampuan linguistic dan logis matematis. Menurut Gardner ada delapan kecerdasan berganda, yaitu:

1. Linguistik 2. Logis matematis

3. Musikal yakni kemampuan memahami dan menciptakan pola-pola dan titinada.

4. Spasial yakni kemampuan menemukan jalan yang harus dilalui di sebuah lingkungan, membentuk gambaran mental realitas dan mentransformasi gambaran itu dengan mudah

5. Kinestetik tubuh yaitu gerakan motorik sempurna 6. Naturalis yaitu kepekaan terhadap objek-bjek alam

7. Antar personal yakni kemampuan memahami orang lain, apa yang dirasakan, apa yang dapat memotivasi dan bagaimana berinteraksi satu sama lain.

(19)

BAB V

GAYA DAN STRATEGI PROSES, GAYA, DAN SRATEGI

- Proses juga dapat diartikan karakteristik semua manusia. Karena semua manusia terlibat dalam proses-proses universal tertentu. Seperti halnya kita memerlukan air, udara dan makanan untuk kelangsungan hidup, begitu pula semua manusia dengan kecerdasan normal menjalani tingkat-tingkat atau tipe-tipe tertentu pembelajaran. ( Prinsip pembelajaran Bahasa H. Douglas Brown 2008.126). - Gaya adalah kecondongan atau kesukaan yang konsisten dan agak tahan lama didalam diri seseorang.

Gaya juga dapat diartikan karakteristik umum kerja inte lektual yang berkenaan dengan Anda sebagai individu , dan yang membedakan Anda dari orang lain.

- Strategi adalah metode khusus untuk mendekati masalah atau tugas, langgam-langgam operasi untuk meraih tujuan tertentu, rancangan tersusun untuk mengendalikan dan memanipulasi tertentu.

GAYA PEMBELAJARAN

- Skehan (1991,h.288) mendefinisikan gaya pembelajaran sebagai “ sebuah kecenderungan umum, sukarela atau tidak , untuk melakukan pemrosesan informasi dalam sebuah cara tertentu”. Gaya pembelajaran menjembatani emosi dan kognisi. Misalnya, sebuah gaya reflektif pastilah tumbuh dari pribadi yang reflektif. Sebaliknya, gaya impulsif biasanya muncul dari sebuah keadaan yang emosional yang impulsif.

Ehrman & Leaver (2003) meneliti relevansi sembilan gaya untuk pemerolehan bahasa kedua: 1. Dependensi-independensi bidang

- Independensi bidang artinya kemampuan dimana Anda melihat sebuah item atau faktor tertentu yang relevan di sebuah “bidang” yang tersusun atas item-item yang mengacaukan.

- Depedensi bidang artinya kecenderungan untuk “tergantung” pada bidang total sehingga bagian-bagian yang melekat dalam bidang itu tidak mudah dikenali.

- Gaya bebas bidang (Tidak Terpengaruh Lingkungan), atau field independent (FI) memungkinkan Anda membedakan bagian-bagian dari suatu keseluruhan, berkonsentrasi pada sesuatu ( semisal membaca di stasiun kereta yang gaduh ).

- Ketergantungan bidang (Terpengaruh Lingkungan) atau field dependent (FD) Anda melihat gambar keseluruhan, pemandangan yang lebih luas, konfigurasi umum dari sebuah problem,ide, atau peristiwa.

(20)

DOMINASI DAN KARAKTERISTIK OTAK KIRI-KANAN

Dominasi otak kiri ( cerdas intelektual) Dominasi otak kanan (kreatif)

Intelektual Intuitif

Ingat nama Ingat wajah

Merespon intruksi verbal dan penjelasan(auditif) Merespon intruksi yang diperagakan (visual) Mencoba secara sistematis & dengan kontrol Mencoba secara acak dan tidak terlalu menahan diri Membuat penilaian objektif Membuat penilaian subjektif

Terencana dan terstruktur Mengalir dan spontan

Menyukai informasi tertentu yang pasti Menyukai informasi tak pasti yang sulit dipahami Pmbaca analitis Pembaca yang membuat sintesis ( kreatif)

Mengandalkan bahasa dalam berfikir Mengandalkan citra saat berfikir dan mengingat Menyukai bicara dan menulis Menyukai gambar dan objek bergerak

Menyukai tes pilihan ganda Menyukai pertanyaan terbuka Tak pintar menafsir bahasa tubuh Pintar menafsir bahasa tubuh Jarang menggunakan metafora Sering menggunakan metafora

Condong pada pemecahan masalah secara logis Condong pada pemecahan masalah secara intuitif

Stevick (1982) menyimpulkan bahwa pembelajar bahasa kedua yang dominan otak kiri lebih baik saat memproduksi kata-kata terpisah, mengumpulkan hal hal spesifik dari bahasa, dan penyusunan ulang. Pembelajar yang dominan otak kanan, di sisi lain terlihat lebih baik saat menghadapi citra keseluruhan makna dalamtahap-tahap awal, dan lebih menganalisis serta memantau diri sendiri dalam tahap-tahap belakangan.

TOLERANSI - AMBIGUITAS

Gaya ini membahas sejauh mana Anda secara kognitif bersedia menerima ide atau dalil yang bertentangan sistem kepercayaan atau struktur pengetahuan Anda sendiri. Beberapa orang misalnya, relatif berpikiran terbuka dalam menerima idiologi, kejadian, dan fakta yang berlawanan dengan pandangan mereka sendiri. Mereka adalah sosok toleran ambiguitas, yang sanggup mempertimbangkan dan bahkan menyerap dalil-dalil yang berlawanan. Orang lain, yang berpikiran lebih tertutup dan dogmatis, cenderung menolak item-item yang berlawanan atau bahkan sedikit tidak sejalan dengan sistim mereka. Dalam intoleransi ambiguitas tersebut, mereka ingin melihat semua dalil bisa dimasukan kedalam organisasi kognitif mereka, jika tidak dalil ini ditolak.

REFLEKTIVITAS dan IMPULSIVITAS

Reflektif adalah membuat keputusan yang lebih lambat dan penuh perhitungan.

Impulsif adalah seseorang cenderung membuat tebakan cepat atau untung-untungan dalam menjawab pertanyaan.

(21)

tertentu dengan lompatan “lebih besar” dari tahap satu ke berikutnya.

GAYA VISUAL, AUDITORIS, dan KINESTESIS

- Pembelajar visual condong menyukai tabel, gambar, dan informasi garafis lainya. - Pembelajar Auditoris lebih senang mendengar ajaran dan audiotape.

- pembelajar Kinestesis memperlihatkan kesukaan pada demonstrasi dan aktivis fisik yang melibatkan penggerakan tubuh.

Temuan penelitian tentang gaya-gaya pembelajaran menggaris bawahi pentingnya mengenali berbagai kecondongan pembelajar.

OTONOMI, KEMAFHUMAN, dan TINDAKAN

Holec, 1979 mendefinisikan otonomi pembelajar adalah kemampuan untuk melakukan pembelajaran bagi diri sendiri. Belakangan ini beberapa kursus bahasa memberikan kesempatan kepada pembelajar menjadi paham apa sesungguhnya pembelajaran bahasa dan apa yang mereka bisa lakukan agar menjadi pembelajar yang lebih baik. Kini, dengan latar belakang penelitian kemafhuman dan “penggugahan kesadaran”, program-program bahasa menawarkan lebih banyak kesempatan bagi pembelajar untuk mengembangkan sebuah kemafhuman metakognitif atas proses berlanjut pembelajaran mereka.

Terkait dengan konsep otonomi adalah tuntutan kepada pembelajar untuk menjadi mafhum akan proses pembelaran mereka sendiri.

Kemafhuman saja tanpa tindakan (action) adalah relative tak akan berguna. Begitu para pembelajar menjadi paham akan kecenderungan, gaya, dan kekuatan serta kelemahan mereka, mereka bisa mengambil langkah tepat dalam bentuk berbagai strategi yang tersedia bagi mereka.

STRATEGI 1. Strategi Belajar

Strategi ini terkait dengan masukan – dengan pemrosesan, penyimpanan, dan penerimaan, yaitu memasukan pesan dari orang lain. Oxford mendefinisikan srategi belajar sebagai tingkah laku atau tindakan yang dipakai oleh pembelajar agar supaya pembelajar bahasa lebih berhasil, terarah dan menyenangkan.

Strategi belajar juga dibagi kedalam tiga kategori utama, yaitu:

- Strategi metakognitif suatu istilah yang digunakan dalam teori pemrosesan informasi untuk menunjukan fungsi “eksekutif” artinya strategi yang melibatkan perencanaan belajar, pemikiran tentang proses pembelajaran yang sedang berlangsung, pemantauan produksi dan pemahaman seseorang, dan evaluasi pembelajaran setelah sebuah aktivitas selesai (Purpura,1997).

- Strategi Kognitif lebih terbatas pada tugas-tugas pembelajaran spesifik dan melibatkan pemanfaatan yang lebih langsung terhadap materi pembelajaran itu sendiri.

- Strategi Sosioafektif berkenaan dengan aktivitas mediasi social dan interaksi dengan yang lain. 2. Strategi Komunikasi

(22)

mekanisme verbal dan nonverbal untuk komunikasi dan informasi produktif.

- Strategi Penghindaran

Penghindaran adalah sebuah strategi komunikasi lazim yang bisa dipecah kedalam beberapa subkategori. Jenis yang paling umum dari strategi penghindaran adalah penghindaran sintaksis atau leksikal didalam kategori semantik. Pertimbangan percakapan berikut antara seorang pembelajar dan penutur asli.

Pembelajar : I lost my road Penurur asli : You lost you road?

Pembelajar : Uh,…. I lost. I lost got lost.

Si pembelajar menghindari item leksikal road sepenuhnya, karena tak bisa memikirkan kata way pada saat itu.

- Strategi Kompensatoris

Para pembelajar tingkat awal, misalnya biasanya mengingat beberapa frase atau kalimat tertentu tanpa menanamkan pengetahun dari komponem-komponem frase itu. Potongan potongan bahasa yang diingat ini, dikenal sebagai pola tinggal pakai, sering ditemui dibuku saku frase bilingual, yang mendaftar ratusan kalimat untuk berbagai keadaan. Misalnya,

“Berapa Harganya?” “Dimana Toiletnya?”

“Saya tak bicara bahasa Inggris” “ Saya tak memahamimu”

Frase-frase semacam ini diingat melalui hafalan untuk dipakai sesuai dengan konteks mereka.

INTRUKSI BERBASIS STRATEGI

Sebagian besar kerja peneliti dan guru atas penerapan strategi pembelajaran maupun komunikasi di ruang kelas telah dikenal secara umum sebagai pembelajaran bebasis strategi atau strategies-based instruction (SBI) ( Mc Donough, 1999; Cohen, 1988), atau sebagai pelatihan strategi pembelajar. Cohen (1998) suka menyebutnya “SSBI” – styles and strategies-based instructions – untuk menekankan kaitan produktif antara gaya dan strategi.

- Mengenali Gaya dan Strategi Pembelajar

Metode yang paling lazim adalah kuesioner pengecekan diri sendiri di mana pembelajar merepons berbagai petanyaan. Alat yang banyak dipakai oleh pembelajar untuk mengenali strategi adalah Daftar Stratei untuk Pembelajaran Bahasa atau Strategy Inventory for Language Learning (SILL) dari Oxford (1990a), sebuah kuesioner yang sudah diujikan di banyak negara dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. SILL berfungsi sebagai instrumen untuk membuka berbagai kemungkinan bagi pembelajar, tetapi guru harus memikul tanggung jawab pengawasan sehingga para pembelajar terbantu dalam megnamalkan strategi-strategi tertentu dalam praktek.

- Memasukkan SBI ke Kelas Bahasa

(23)

dasarnya bisa diselaraskan dengan peran guru sebagai fasilitator melalui kiat, petunjuk, dan bahkan anekdot tentang “bagaimana dulu saya belajar … ketika aku masih seperti kalia?”

Guru juga bisa membantu murid untuk menggunakan hasil dari kuesioner gaya dalam pembelajaran. Begitu murid mengisi daftar periksa, Anda bisa melibatkan mereka dalam salah satu atau semua kegiatan berikut :

(1) mendiskusikan mengapa mereka merespons seperti itu

(2) curhat kelompok kecil tentang perasaan yang mendasari respons mereka (3) tabulasi informal tentang bagaimana orang merespons setiap item

(4) pemberian saran,d ari pengalaman Anda sendiri, tentang mengapa beberapa praktek tertentu bisa berhasil atau sebaliknya, atau

(5) mencapai kesepakatan umum bahwa respons-respons di kategori A dan B biasanya menandakan pendekatan yang berhasil untuk pembelajaran bahasa.

- Membangun Teknik Strategi: 1) Kurangi rasa sungkan.

2) Dorong pengambilan resiko 3) Bangun kepercayaan diri. 4) Kembangkan motivasi intrinsic

5) Terlibatlah dalam pembelajarn kooperatif 6) Gunakan proses otak kanan

7) Tingkatkan toleransi ambiguitas 8) Latih intuisi

9) Manfaatkan umpan balik kesalahan. 10) Tetapkan cita-cita pribadi.

- Menstimulas Tindakan Strategi di Luar Kelas

(24)

DAFTAR PUSAKA

- Brown, H.Douglas.2007. Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa. Pearson Education, Inc, Kedubes Amerika Serikat: Jakarta.

- https://oktavianipratama.wordpress.com/makalah-makalah/teori-belajar-ivan-petrovich-pavlov/ - http://triksseoblog.blogspot.co.id/2015/05/teori-belajar-operant-conditioning.html

Referensi

Dokumen terkait

Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara sikap dengan intensi untuk mengimplementasikan perubahan kurikulum KTSP pada guru-guru SD di Gugus Nusa

With the Decision Support System employees who han- dle credit services in Cooperative enough input data required by the systems, then the system will process these data by the

Dengan mengetahui penggunaan asap cair kayu karet konsentrasi 4,45% dengan dosis 120,12 ml/kg kk sebagai koagulan lateks dan pengeringan menggunakan energi matahari mampu

Keluarga Berencana (KB); 2) ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan; 3) bayi mendapat imunisasi dasar lengkap; 4) bayi mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif;

99a/Menkes/SK/III/1982 tanggal 2 Maret 1982 telah ditetapkan Sistem Kesehatan Nasional yang merupakan penjabaran pola Pembangunan Nasional dan sebagai petunjuk pelaksanaan

Respon siswa pada pernyataan 7 menunjukkan pembelajaran menggunaan media Flash membantu siswa dalam memahami materi hasil kali kelarutan yang bersifat abstrak, karena media

24.1 Dokumen yang harus disampaikan oleh peserta secara elektronik (softcopy) adalah yang ditetapkan oleh pokja dalam dokumen pengadaan yaitu dokumen penawaran terdiri dari

Hasil dalam penelitian tersebut menyatakan bahwa motivasi karir, motivasi ekonomi, motivasi kualitas, persepsi, dan lama pendidikan secara signifikan berpengaruh terhadap