• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Permasalahan klasik pendidikaan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan jenis satuan pendidikan, terutama pendidikan dasar dan menengah sebagai bekal awal melanjutkan pendidikan pada jenjang pendidikaan tinggi atau melakukan pekerjaan tertentu. Harian Kompas, 03 Maret 2011 melansir berita Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2011; yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) di New York, Amerika Serikat, menyatakan bahwa indeks pembangunan pendidikan (education development index/EDI) adalah 0,934. Nilai ini menempatkan Indonesia di posisi ke-69 dari 127 negara di dunia. Menurun jika dibandingkan tahun 2010 yang lalu berada pada peringkat ke-65. Indonesia masih tertinggal dari Brunei yang berada di peringkat ke-34 Sementara Malaysia berada di peringkat ke-65. Pada tataran nasional, berbagai data juga mengindikasikan rendahnya mutu pendidikan. Misalnya : a) Anak putus sekolah tidak dapat mengikuti pendidikan (usia 7-15) sekira 693.700 orang

(2)

atau 1,7%, (2) putus sekolah SD/MI ke SMP/MTs dan dari SMP/MTs ke jenjang pendidikan menengah mencapai 2,7 juta orang atau 6,7% dari total penduduk usia 7-15 tahun rasio partisipasi pendidikan rata-rata hanya mencapai 68,4 persen. Bahkan, masih ada sekitar 8 juta penduduk yang buta huruf (Suara Merdeka, 27 Oktober 2011). b) Riset Indonesia Corruption Watch (ICW) pada 2006 di 10 Kabupaten/Kota se-Indonesia ternyata orang tua/siswa pada level SD masih menanggung beban biaya pendidikan Rp 1,5 Juta, yang terdiri atas biaya langsung dan tak langsung. Selain itu, beban biaya pendidikan yang ditanggung oleh pemerintah dan masyarakat (selain orang tua/ siswa) hanya berkisar antara 12,22%-36,65% dari biaya pendidikan total (Koran Tempo, 07/03/2007).

Laporan global dan temuan berbagai penelitian ini sangat bermanfaat dalam rangka pemetaan komponen-komponen pendidikan yang perlu perbaiki, mengarah kepada standar nasional yang telah ditetapkan pemerintah. Berbagai kebijakan telah dikeluarkan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Kebijakan-kebijakan tersebut berkaitan dengan kurikulum, kesiswaan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana-prasarana, pembiayaan, manajemen pendidikan, penentuan

(3)

standar nasional pendidikan dan lain-lain. Diantaranya: a) pemberlakukan kurikulum berbasis kompetensi, b) pemberian bantuan dalam bentuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Bantuan Operasional Manajemen Mutu (BOMM), Bantuan Khusus Murid (BKM), Proyek Bantuan lmbal Swadaya (BIS), Dana Bantuan Langsung (DBL) , c) bantuan jaringan internet dan sarana IT melalui program Jardiknas, d) sertifikasi guru, e) program Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), f) program Manajemen Mutu Terpadu (MMT), g) pembentukan lembaga independen Badan Standar Nasional Pendidikan, dan h) penetapan Standar Nasional Pendidikan (SNP).

Berbagai stimulan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan di atas nampaknya belum mampu meningkatkan mutu pendidikan. Temuan berbagai penelitian menunjukkan belum adanya peningkatan mutu pendidikan yang berarti. Sebagian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan, namun sebagian lainnya masih memprihatinkan (Nurkolis.2003).

Khusus berkait dengan komponen kurikulum, iklim demokratisasi di bidang pendidikan yang ditandai dengan keleluasaan yang diberikan kepada sekolah untuk mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan

(4)

Pendidikan (KTSP), pada satu sisi adalah sebuah peluang. Namun, pada sisi lain, implikasi sekaligus tantangannya adalah apakah sekolah memiliki kemampuan untuk mengembangkannya. Persoalan ini patut dikemukakan, mengingat selama ini sekolah “ tinggal menerima jadi “ kurikulum yang berlaku secara nasional, sementara itu kurikulum baru ini menuntut sekolah untuk mampu “ meramu sendiri ” sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya. Itu sebabnya KTSP yang pada hakikatnya merupakan kurikulum berbasis kompetensi Competence Based Curriculum sering juga dikaitkan dengan School Based Curriculum .

Laurie Brady seperti dikutip Suyanto (2001) melihat bahwa dalam School Based Curriculum ini, kepala sekolah dan guru ditempatkan sebagai pihak yang diberi tanggung jawab penuh dalam pengembangan seluruh komponen kurikulum sesuai kondisi dan kebutuhan sekolah, dengan tetap mengacu pada kurikulum yang berlaku secara nasional. Maknanya bahwa meskipun secara prinsip semua warga sekolah memiliki tanggung jawab untuk terlaksananya KTSP, namun karena posisinya kepala sekolah memegang kunci keberhasilan pendidikan di lembaga yang ia pimpin. Oleh karena itu kepala sekolah harus memahami substansi perubahan kurikulum tersebut secara utuh, termasuk implikasinya bagi sekolah. Dalam

(5)

hal ini, ia harus berani berperan sebagai pengambil inisiatif perubahan, lalu mendorong dan menggerakkan seluruh komponen sekolah agar ikut bekerja mencapai tujuan sekolah. Peran guru juga sangat sentral mengingat bahwa guru merupakan pihak yang bertanggung jawab dalam perbaikan kualitas proses belajar mengajar. Saking pentingnya, Alison Bullock dan Hywel Thomas ( 1997) secara tersirat menyatakan bahwa peran guru dalam meningkatkan kualitas proses belajar mengajar merupakan inti pendidikan.

Perubahan kurikulum seringkali dilakukan oleh pemerintah seiring dengan perubahan kebijakan. Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, 2001 hingga 2011, telah terjadi beberapa kali perubahan kurikulum. Kurikulum 1994 kemudian KBK dan KTSP). Perubahan tersebut memang dipandang perlu karena berbagai alasan. Namun, seringkali berbagai perubahan tersebut seakan-akan hanya sebatas peraturan atau kebijakan makro pendidikan. Hal paling terlihat menandai perubahan kurikulum adalah banyaknya buku teks pelajaran yang ikut berubah. Banyak penerbit buku teks pelajaran menawarkan berbagai judul buku untuk keperluan pengajaran di dalam kelas dengan informasi bahwa buku teks tersebut sesuai dengan kurikulum terbaru.

(6)

Dari sisi para guru, perubahan kurikulum seringkali merupakan persoalan tersendiri. Ada sebagian guru yang dengan cepat mencari tahu, ada pula yang menunggu pelatihan yang diselenggarakan oleh sekolah atau pemerintah, dan ada pula yang takut atau tidak terlalu memedulikan perubahan tersebut. Bahkan, mungkin pula di daerah-daerah terpencil, perubahan kurikulum hanya merupakan sebuah informasi yang tidak berkaitan langsung dengan keseharian belajar mengajar di kelas. Sehingga, dapat dikatakan, apapun kurikulumnya, praktik belajar mengajar di kelas tetap sama saja.

Di SD-SD Gugus Nusa kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung, dinamika pembelajaran tanpa landasan filosofis kurikulum yang berlaku seperti diuraikan di atas juga terlihat. Penduduk di sekitar SD-SD gugus Nusa kecamatan Kaloran tersebut pada umumnya berprofesi sebagai pembuat batu bata dan petani. Dalam konteks sosial dan budaya yang demikian itulah para guru mengajar dalam kesehariannya.

Informasi mengenai perubahan kurikulum dan segala perubahan berkaitan dengan dunia pendidikan memang diketahui melalui media massa dan Diknas kabupaten. Namun, sejauh manakah makna perubahan kurikulum tersebut bagi praktik belajar mengajar di

(7)

dalam kelas masih perlu dipertanyakan. Sikap dan tindakan para guru ini ketika perubahan kurikulum terjadi, menjadi bahan yang menarik untuk dikaji dalam penelitian ini.

Guru dan Kurikulum merupakan dua aspek pendidikan yang sangat menentukan keberhasilan pendidikan itu sendiri. Sebuah pendidikan tidak akan pernah mencapai suatu hasil yang optimal tanpa adanya guru dan kurikulum yang baik. Dalam hal ini guru yang baik adalah guru yang profesional sebagai syarat bagi terselenggaranya proses pendidikan yang baik. Sedangkan kurikulum yang memiliki fleksibilitas dan daya antisipasi yang memadai merupakan persyaratan bagi tercapainya pendidikan nasional

Di SD-SD gugus Nusa kecamatan Kaloran , kedua komponen pendidikan (guru dan kurikulum) diatas masih menjadi problematika. Wawancara studi pendahuluan yang dilakukan peneliti terhadap 10 (sepuluh) orang guru PNS di Gugus Nusa Kecamatan Kaloran menemukan kesenjangan problematik berikut: 1) ada 2 orang guru (20 %) menyatakan bahwa mereka tidak memahami perubahan kurikulum KTSP Tahun 2006, dan cara mengajarnya tidak mengalami perubahan, 2) ada 6 orang guru (60 %) menyatakan bahwa mereka memahami perubahan kurikulum KTSP Tahun 2006, tetapi cara mengajarnya tidak mengalami

(8)

perubahan, 3) ada 2 orang guru (20 %) menyatakan bahwa mereka memahami perubahan kurikulum KTSP Tahun 2006, dan cara mengajarnyapun sesuai dengan tuntutan KTSP.

Profesionalisme guru yang belum memadai,dan ditambah lagi dengan penyaluran yang belum merata merupakan sentral problematika keguruan yang belum teratasi secara membanggakan. Begitupula dengan kurikulum, pergantian kurikulum sekolah yang sebenarnya merupakan peristiwa yang biasa dalam dunia pendidikan tidak jarang menjadi diperistiwa yang menghebohkan. Karena tidak disertai sistem sosialisasi yang tepat. .Bahkan terkadang muncul kesan bahwa pergantiannya tidak disertai dengan konsepsi yang jelas (Surakhmad, 2003). Jadi walaupun kurikulum berubah paraktik mengajar Guru di kelas tetap tidak mengikuti perkembangan kurikulum hanya secara administrasi saja yang mengikuti Kurikulum. Hal ini terjadi karena sikap dan perilaku guru dalam menyikapi kurikulum KTSP tidak serta merta sesuai dengan harapan dari pemerintah. Meskipun secara legal formal sudah ada ketentuan yang mengaturnya (Permendiknas No. 22 tahun 2006 misalnya.).

Kondisi ini kemungkinan dapat dijelaskan berdasarkan teori Ajzen yang dituangkan dalam bukunya yang berjudul The Teory of Planned Behavior

(9)

(TPB) atau Teori Perilaku Terencana. Ajzen (2005) mengemukakan bahwa sikap ditentukan oleh keyakinan yang diperoleh mengenai konsekuensi dari suatu perilaku atau disebut juga behavioral beliefs. Belief berkaitan dengan penilaian-penilaian subjektif seseorang terhadap dunia sekitarnya, pemahaman mengenai diri dan juga lingkungannya. Kompleksitas sikap dan perilaku seseorang, dengan demikian sangat tergantung komponen-komponen yang melingkupinya.

Berdasarkan permasalahan diatas menuntut guru memahami perubahan kurikulum KTSP secara keseluruhan. Hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengangkat masalah mengenai

“PENGARUH SIKAP, NORMA SUBJEKTIF DAN KONTROL KEPERILAKUAN TERHADAP INTENSI SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PERILAKU MENGIMPLEMENTASIKAN PERUBAHAN KTSP”.

1.2

Batasan Penelitian

1.2.1 Partisipan Penelitian

Partisipan penelitian ini adalah guru SD gugus Nusa Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung

1.2.2 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini adalah mengenai intensi dan perilaku guru dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas dari sudut pandang para guru yang

(10)

bertugas di SD-SD gugus Nusa kecamatan Kaloran Kabupaten Tamanggung. Sedangkan intensi dan perilaku guru dalam melaksanakan Kurikulum KTSP dibatasi hanya berkaitan dengan tiga tugas utama guru, yaitu merancang desain pembelajaran, melaksanakan pembelajaran dan melakukan asesmen pembelajaran.

1.3

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara sikap dengan intensi untuk mengimplementasikan perubahan kurikulum KTSP pada guru-guru SD di Gugus Nusa Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung? 2. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan

antara norma subjektif dengan intensi untuk mengimplementasikan perubahan kurikulum KTSP pada guru-guru SD di Gugus Nusa Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung? 3. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan

antara kontrol keperilakuan dengan intensi untuk mengimplementasikan perubahan kurikulum

(11)

KTSP pada guru-guru SD di Gugus Nusa Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung? 4. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara

sikap norma subyektif dan kontrol keperilakuan secara simultan dengan intensi untuk mengimplementasikan perubahan kurikulum KTSP pada guru-guru SD di Gugus Nusa Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung? 5. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara

intensi dengan perilaku mengimplementasikan perubahan kurikulum KTSP pada guru-guru SD di Gugus Nusa Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung?

1.4

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui diskripsi pengaruh sikap dengan intensi untuk mengimplementasikan perubahan kurikulum KTSP pada guru-guru SD di Gugus Nusa Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung

2. Mengetahui diskripsi pengaruh norma subjektif dengan intensi untuk mengimplementasikan perubahan kurikulum KTSP pada guru-guru SD di Gugus Nusa Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung

(12)

3. Mengetahui diskripsi pengaruh kontrol keperilakuan dengan intensi untuk mengimplementasikan perubahan kurikulum KTSP pada guru-guru SD di Gugus Nusa Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung 4. Mengetahui diskripsi pengaruh sikap, norma

subyektif dan kontrol keperilakuan secara simultan dengan intensi untuk mengimplementasikan perubahan kurikulum KTSP pada guru-guru SD di Gugus Nusa Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung 5. Mengetahui diskripsi pengaruh intensi dengan

perilaku mengimplementasikan perubahan kurikulum KTSP pada guru-guru SD di Gugus Nusa Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung

1.5

Manfaat Penelitian

Manfaat Teoretis

Penelitian ini bermanfaat bagi penerapam praktik pembelajaran

Manfaat Praktis

1. Menunjukkan sikap dan tindakan guru apabila kurikulum berubah, sehingga proses perubahan kurikulum dapat lebih efektif.

(13)

2. Memberikan kontribusi bagi kajian kebijakan pendidikan dalam kaitannya dengan praktik di lapangan.

3. Memberikan masukan bagi guru-guru SD gugus Nusa kecamatan Kaloran khususnya dan guru SD lainnya dalam konteks yang sama bagi peningkatan kualitas kegiatan belajar mengajar di kelas.

4. Memberikan dampak bagi munculnya penelitian sejenis untuk dilakukan di dalam konteks lainnya, misalnya perkotaan atau daerah pedalaman Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Pemodelan penyelesaian permasalahan penjadwalan ujian Program Studi S1 Sistem Mayor-Minor IPB menggunakan ASP efektif dan efisien untuk data per fakultas dengan mata

Hubungan antara Tingkat Pengalaman Bertani Lahan Kering dengan Tingkat Akses dari Komponen Program PUAP (Permodalan, Pelatihan dan Pendampingan) Berdasarkan Tabel 11 diketahui

Stigma adalah fenomena yang sangat kuat yang terjadi di masyarakat, dan terkait erat dengan nilai yang ditempatkan pada beragam identitas sosial, dan hingga

Secara tidak langsung ternyata senyawa volatil yang dihasilkan dari minyak seraiwangi dan fraksi sitronellal juga mampu menghambat pertumbuh- an jamur patogen, dimana

Posted at the Zurich Open Repository and Archive, University of Zurich. Horunā, anbēru, soshite sonogo jinruigakuteki shiten ni okeru Suisu jin no Nihon zō. Nihon to Suisu no kōryū

Sebuah karya sastra tidak terlepas dari permasahalan sosial-budaya dan kehidupan masyarakat. Karena itulah pengetahuan tentang ilmu jiwa sangat membantu pengarang

Untuk memulai memprogram ichibot Arduino nano anda dapat melihat pada contoh program, buka folder Program Ichiduino Nano pada CD Ichiduino Nano dan pilih folde

Mahasiswa dalam kelompok belajar kola- borasi menghabiskan banyak waktu dalam pe- mecahan masalah dibandingkan dengan kelom- pok mahasiswa belajar secara individu. Dari ha-