• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pelatihan Manajemen Diri Terhad

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh Pelatihan Manajemen Diri Terhad"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

PRAMUNIAGA

Naskah Publikasi

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajad

Magister Profesi Psikologi

Program Studi Psikologi

Minat Utama Profesi Psikologi Industri dan Organisasi

Diajukan oleh:

Lupi Yudhaningrum

18521/PS/MPP/06

Kepada:

PROGRAM MAGISTER PROFESI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

(2)
(3)

Self-Management Training for Decreasing Work stress Level of Salespeople

Lupi Yudhaningrum 1 dan Fathul Himam 2

Proffesional Master of Psychology Program Gadjah Mada University

Abstract

This research aimed if is there influence work stress level of salespersons base on self management training. Training can be effective if work stress level of salespeople decrease. Participants are salespersons at one of department store in Yogyakarta. Measurement of work stress level using Stress Diagnostic Survey (SDS) before and after the training. A mixed analysis of variance (mixed ANOVA) revealed that there is difference of work stress level between the training group (N = 20) and control group (N = 20). Work stress level in training group is decrease, compared with control group (F = 12.81; p < 0.01), thus can be concluded that the decrease of work stress level in training group as a result of self management training.

Keyword: work stress, self management training, salespeople

1

Faculty of Psychology, Gadjah Mada University,Yogyakarta

2

Faculty of Psychology, Gadjah Mada University,Yogyakarta

(4)

Pengaruh Pelatihan Manajemen Diri Terhadap Penurunan Tingkat Stres

Kerja Karyawan Pramuniaga

Lupi Yudhaningrum 1 dan Fathul Himam 2

Program Studi Magister Profesi Psikologi Universitas Gadjah Mada

Intisari

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh pelatihan manajemen diri terhadap penurunan tingkat stres kerja pada karyawan. Pelatihan dikatakan efektif jika terjadi penurunan tingkat stres kerja pada karyawan. Subjek pada penelitian ini adalah karyawan pramuniaga pada salah satu department store di Yogyakarta. Pengukuran tingkat stres kerja pramuniaga menggunakan Stress Diagnostic Survey (SDS) pada sebelum dan sesudah pelatihan dilakukan. Berdasarkan hasil analisis data mengunakan anava campuran diketahui bahwa terdapat perbedaan tingkat stres kerja pada kelompok eksperimen (N=20) dan kelompok kontrol (N=20), dimana pada kelompok eksperimen tingkat stres kerja lebih rendah pasca pelatihan manajemen diri (F = 12,81 ; p < 0,01), sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan tingkat stres kerja pada kelompok eksperimen sebagai hasil dari pelatihan manajemen diri.

Kata kunci: stres kerja, pelatihan manajemen diri, pramuniaga

1

Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

2

Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

(5)

Pengantar

Seorang pramuniaga perlu memiliki kemampuan untuk mengontrol tingkah laku, ekspresi, dan menyesuaikan pendekatan maupun cara pelayanan yang diharapkan oleh pelanggan. Dengan demikian, maka peranan pramuniaga sebagai sumber daya manusia sangatlah penting dalam peningkatan penjualan perusahaan. Dalam menjalankan pekerjaannya, tekanan-tekanan di tempat kerja merupakan realitas kerja yang harus dihadapi oleh setiap pramuniaga. Jika seorang pramuniaga tidak mampu mengendalikan tekanan-tekanan tersebut akan dapat menimbulkan stres kerja, yang berdampak pada penurunan kinerja.

Beehr, et al., (2003) menyatakan bahwa stres kerja dapat dipahami sebagai keadaan dimana individu menghadapi tugas atau pekerjaan yang tidak dapat atau belum dapat dijangkau oleh kemampuannya. Artinya, Jika kemampuan seseorang baru sampai angka lima tetapi menghadapi pekerjaan yang menuntut kemampuan dengan angka sembilan, maka sangat mungkin sekali orang itu akan terkena stres kerja. Stres kerja dapat dikenali dari gejala-gejala fisiologis, psikologis, dan perilaku individu, antara lain: menurunnya produktivitas kerja karyawan, kurang motivasi (Ganster dan Schaubroeck, 1991), gangguan tidur, merasa bosan, meningkatnya absensi pada karyawan (Cooper dan Bramwell, 1992; Manning dan Osland, 1989).

(6)

keterlambatan, kejenuhan kerja, produktivitas yang menurun, perpindahan tempat kerja, kompensasi pekerja, dan biaya asuransi kesehatan karyawan (Barrios-Choplin, et al., 1999).

Menurut hasil wawancara dengan pihak manajemen salah satu departmen store di Yogyakarta, beberapa karyawan mereka pada bagian Front Area (FA) mengalami penurunan kinerja, yang ditunjukkan dengan pelayanan yang kurang memuaskan terhadap pelanggan, sering terlambat dan absen dengan alasan yang kurang jelas, serta target penjualan yang sering tidak tercapai. Hal tersebut tentu saja dapat berdampak buruk bagi efektivitas dan efisiensi kinerja perusahaan secara keseluruhan. Pada perusahaan retail, karyawan bagian FA adalah kunci dari kepuasan pelanggan. Sistem kerja pada karyawan FA adalah sistem kerja shift, dimana karyawan harus berdiri di area

display penjualan dalam waktu cukup lama. Setiap karyawan haruslah memiliki target penjualan individu, dan dapat melayani pelanggan dengan baik, meski terkadang harus berhadapan dengan pelanggan yang berperilaku tidak menyenangkan. Berdasarkan data wawancara yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa beberapa karyawan mereka merasa mengalami tekanan-tekanan dalam bekerja yang mengakibatkan penurunan motivasi dalam bekerja. Meskipun demikian, pihak manajemen telah melakukan upaya berupa kegiatan pengembangan, yang sebagian besar bersifat teknis, seperti salesmanship training, beauty class training, dan product knowledge training. Pengembangan yang bersifat soft skill belum pernah diberikan sehingga menurut mereka para karyawan kurang memiliki wawasan berpikir yang lebih luas, terutama dalam mengantisipasi tekanan maupun permasalahan yang ada. Hal ini menjadi penting untuk menjadi perhatian, sebab dengan memiliki wawasan berpikir yang luas akan mampu melihat suatu permasalahan dengan lebih objektif dan positif.

Ivancevich dan Matteson (1980) menyatakan bahwa tekanan-tekanan yang biasa dirasakan karyawan di tempat kerja berkaitan dengan enam dimensi, yakni: role ambiguity (peran ambigu), role conflict (konflik peran), quantitative role overload (kuantitas beban kerja), qualitative role overload (kualitas beban kerja),

concern about career development (perhatian terhadap perkembangan karir), dan reponsibility for people (tanggung jawab terhadap orang lain). Jika tekanan-tekanan tersebut tidak dapat dikelola dengan baik, maka tidak dapat dipungkiri akan menimbulkan stres kerja yang dapat mengganggu karyawan dalam bekerja.

(7)

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa stres kerja dapat menimbulkan dampak negatif bila tidak dikelola dengan baik. Dampak tersebut dapat dirasakan dari segi individu maupun perusahaan. Mengatasi stres kerja, harus dilakukan dengan kembali ke inti permasalahan atau sumber stres kerja. Kemudian dibandingkan dengan karakter pribadi, menggali apa yang sebenarnya diharapkan, bagaimana masalah tersebut mempengaruhi, dan jalan keluar apa yang paling tepat untuk mengatasi sumber masalah itu.

Oleh karena itu, diperlukan penanganan secara kognitif untuk membuat individu mengenali, mengatur, dan mengendalikan reaksi diri (Emery, et al., 2003). Artinya, jika keinginan untuk mengatasi permasalahan dan upaya untuk mengendalikan masalah datang dari diri individu yang bersangkutan, maka proses perubahan tersebut lebih dapat diterima oleh individu tersebut daripada jika dikendalikan oleh orang lain. Proses ini erat kaitannya dengan teori manajemen diri.

Manajemen diri merupakan seperangkat strategi kognitif perilakuan yang membantu individu dalam membentuk lingkungannya, membangun motivasi diri, dan memfasilitasi perilaku yang tepat untuk mendapatkan standar penampilan yang dikehendaki (Manz, 1986). Manajemen diri merupakan suatu mekanisme untuk dapat mengendalikan resiko dari dampak stres kerja tersebut, sehingga individu dapat menghadapi dan mengendalikan realita kehidupan dan keberadaan diri yang terdiri atas tubuh fisik, emosi, mental, maupun pikirannya (Prijosaksono dan Mardiyanto, 2003).

Manajemen diri adalah suatu usaha yang dilakukan oleh individu untuk mengendalikan hal-hal yang berlebihan dalam pengambilan keputusan maupun perilakunya, yang dapat digambarkan sebagai seperangkat strategi kognitif dan perilaku yang membantu individu dalam menstruktur lingkungannya, membentuk motivasi diri, dan memfasilitasi perilaku yang tepat khususnya dalam mengantisipasi tekanan-tekanan yang dihadapi di tempat kerja dan mengelolanya dengan baik.

(8)

karena itu, perlu diberikan sistematika pengelolaan diri yang terangkum dalam suatu program pelatihan agar pengelolaan diri menjadi lebih efektif dan terarah sesuai dengan tujuan. Gintner & Poret (2001) dalam penelitiannya juga menyimpulkan bahwa setelah mengikuti pelatihan manajemen diri, dan dilakukan

follow up setelah sepuluh minggu diadakan post-test, subjek mengalami peningkatan keyakinan diri, dan mampu mengantisipasi tekanan atas suatu resiko dalam kerja dibandingkan dengan subjek yang tidak diberikan program pelatihan manajemen diri. Gintner dan Poret (2001) mengungkapkan prinsip-prinsip penerapan dalam pelatihan manajemen diri, yakni:

1) Mendefinisikan permasalahan secara konkrit. 2) Pengawasan diri.

3) Menetapkan tujuan dengan menuliskan tujuan tersebut 4) Menyiapkan diri untuk melakukan perubahan

Pelatihan manajemen diri mengajarkan kepada individu untuk mengasesemen masalah-masalah yang dihadapinya, menetapkan suatu tujuan khusus dalam penyelesaian masalah tersebut, memonitor bagaimana keadaan lingkungannya dalam mendukung individu menetapkan tujuannya, serta menetapkan dukungan bila tujuan tercapai dan hukuman atas tujuan yang tidak tercapai (Frayne dan Geringer, 2000). Selanjutnya, Frayne dan Geringer (2000) menyimpulkan bahwa setelah melalui pelatihan manajemen diri, karyawan mengalami peningkatan performansi kerja yang berpengaruh pada tercapainya tujuan organisasi.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pelatihan manajemen diri pada subjek pegawai negeri sipil, terbukti efektif meningkatkan keyakinan diri, menurunkan tingkat absensi kerja dan meningkatkan hubungan interpersonal pada karyawan (Frayne dan Latham, 1987; Latham dan Frayne, 1989). Penelitian yang dilakukan oleh Barrios-Choplin, et al. (1999) pada karyawan sales asuransi menunjukkan bahwa setelah tiga minggu mengikuti pelatihan manajemen diri, terbukti mengalami penurunan tingkat stres kerja.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka pengertian pelatihan manajemen diri dalam penelitian ini adalah suatu prosedur yang menggunakan seperangkat strategi kognitif perilakuan yang mengarahkan manusia untuk dapat menafsirkan permasalahan yang dihadapinya, mengenali diri dan potensi yang dimiliki, memonitor diri dan perilakunya, serta mampu bertindak secara tepat

(9)

khususnya dalam menghadapi suatu permasalahan atau tekanan—dalam hal ini adalah stres kerja yang dialami karyawan—dan memecahkannya, sehingga dapat mengurangi dampak negatif dari stres kerja dengan merubah pola pikir dan perilaku positif yang ditimbulkan dari permasalahan yang dihadapi. Materi pelatihan disusun dengan memodifikasi beberapa kerangka manajemen diri yang dikemukakan oleh (Prijosaksono dan Mardianto, 2003; Frayne dan Geringer, 2000; Gintner dan Poret, 2001; Barrios-Choplin, et al., 1999). Materi pelatihan manajemen diri dapat dijelaskan pada tabel 1.

Tabel 1. Materi pelatihan manajemen diri (modifikasi dari konsep manajemen diri dari Prijosaksono dan Mardianto, 2003; Frayne dan Geringer, 2000; Gintner dan Poret, 2001; Barrios-Choplin, et al., 1999)

Dimensi diinginkan dan apa yang akan dilakukan.

(10)

Berdasarkan keterangan diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah bahwa pelatihan manajemen diri berpengaruh terhadap penurunan tingkat stres kerja pada karyawan. Karyawan yang dikenai pelatihan manajemen diri (kelompok eksperimen) akan menurun tingkat stres kerjanya dibandingkan dengan karyawan yang tidak dikenai pelatihan manajemen diri (kelompok kontrol). Penurunan tingkat stres kerja pada kelompok eksperimen sebagai hasil dari pelatihan manajemen diri.

Metode

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan rancangan pretest-posttest control group. Pretest-posttest adalah pengukuran yang dilakukan secara berulang, pada pra dan pasca diberikannya manipulasi(Cook dan Campbell, 1979).

Partisipan adalah karyawan pramuniaga toko di sebuah department store

terbesar di Yogyakarta. Partisipan terdiri dari 18 orang pria dan 22 orang wanita dengan rentang usia antara 19 tahun sampai 33 tahun dan latar belakang pendidikan SLTA.Pada masing-masing kelompok terdiri dari 20 orang karyawan pramuniaga dengan masa kerja minimal 1 tahun.

Alat ukur menggunakan SDS (Stress Diagnostic Survey), yang menggambarkan frekuensi subjek mempersepsikan keadaan tertekan pada kondisi/lingkungan pekerjaan (Ivancevich dan Matteson, dalam Fields, 2002). SDS telah diujicobakan kembali oleh penulis kepada subjek mahasiswa profesi psikologi. Hasil uji coba menunjukkan koefisien reliabilitas sebesar 0,939 (N=40) dengan item terpakai sebanyak 29 item. Pengukuran awal (pre-test) menggunakan SDS didapat sebanyak 56 kuesioner terkumpul. Berdasarkan hasil pengukuran SDS, peneliti menetapkan hasil skor stres kerja tertinggi sebanyak 40 subjek.

Manipulasi diberikan dalam bentuk Pelatihan Manajemen Diri, yang dikenakan pada kelompok eksperimen. Materi pelatihan disusun dengan memodifikasi beberapa kerangka manajemen diri yang dikemukakan oleh (Prijosaksono dan Mardianto, 2003; Frayne dan Geringer, 2000; Gintner dan Poret, 2001; Barrios-Choplin, et al., 1999). Materi pelatihan manajemen diri terdiri dari empat sesi, yakni: a) sesi I—menafsirkan keadaan tertekan/stres kerja, b)

(11)

sesi II—mengenali dan menemukan potensi diri, sesi III--pengawasan diri, dan sesi IV—relaksasi.

Modul Pelatihan disusun dengan menggabungkan beberapa konsep hasil-hasil penelitian terdahulu yang disesuaikan dengan variabel dependen, yakni stres kerja. Sebelum modul pelatihan diberikan kepada kelompok eksperimen, terlebih dahulu modul akan diujicobakan dan dilakukan professional judgement.

Pelatihan diberikan dalam bentuk ceramah, permainan, menonton cuplikan film, dan diskusi yang diikuti dengan pengerjaan lembar kerja kegiatan yang disesuaikan dengan materi pelatihan agar peserta pelatihan menjadi lebih memahami pengetahuan yang diberikan dengan pengalaman langsung, menuliskan perasaan dan pengalaman langsung pada lembar kegiatan yang diberikan, sehingga peserta akan lebih memahami teknik-teknik manajemen diri dengan baik. Setelah itu, dilakukan forum diskusi dalam bentuk FGD (Focus group Discussion) sebagai cek manipulasi. Pelatihan juga melibatkan 2 orang observer untuk mengamati jalannya pelatihan, terutama untuk mengobservasi perilaku peserta selama pelatihan berlangsung. Observer berlatar belakang sebagai mahasiswa profesi psikologi.

Prosedur pelaksanaan penelitian ini diawali dengan permintaan ijin untuk melakukan penelitian kepada manajer HRD sebuah perusahaan retail (department store di Yogyakarta), dilanjutkan dengan wawancara awal mengenai topik penelitian dan kaitannya terhadap perusahaan. Pada acara briefing pagi peneliti menyampaikan perkenalan dan sambutan, menjelaskan maksud dan tujuan penelitian serta meminta kesediaan karyawan untuk menjadi partisipan penelitian, yang sebelumnya juga telah disampaikan oleh pihak perusahaan.

Pengukuran awal menggunakan kuesioner SDS (Stress Diagnostic Survey). Berdasarkan hasil jawaban kuesioner, ditetapkan 40 subjek penelitian berdasarkan skor SDS tertinggi. Pemilihan subjek yang akan dijadikan partisipan dalam penelitian didasarkan pada jam kerja shift. Karyawan pada kelompok eksperimen akan diberikan pelatihan manajemen diri selama dua hari, yakni pada tanggal 23 & 24 Februari 2009 dengan alokasi waktu kurang lebih 4 jam per hari, mulai dari pukul 08.00 – 12.00 WIB.

(12)

Pengukuran ulang SDS dilakukan tiga minggu setelah diberikan pelatihan, yakni pada tanggal 17 sampai 21 Maret 2009.

Hasil

Pengukuran dengan anava campuran dilakukan untuk mengukur tingkat stres kerja pra dan pasca pelatihan manajemen diri, serta melihat perubahan atau penurunan stres kerja pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Pada hasil interaksi antara kedua kelompok dengan kedua pengukuran diperoleh nilai F = 12,81 (p < 0,01). Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan stres kerja antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada saat pra dan pasca pelatihan manajemen diri. Sumbangan efektif yang diberikan kedua kelompok dan kedua amatan ulang terhadap stres kerja adalah sebesar 0,252. Artinya, kedua kelompok dan kedua pengukuran membawa akibat terhadap penurunan stres kerja yang dimiliki karyawan sebesar 25,2 %.

Pada analisis data stres kerja berdasarkan kelompok didapatkan nilai F = 9,769 dan p < 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat stres kerja antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Perbedaan tingkat stres kerja antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol juga dapat dilihat pada hasil rerata kedua kelompok pasca pelatihan manajemen diri. Hasil rerata menunjukkan bahwa kelompok eksperimen memiliki tingkat stres kerja yang lebih rendah dengan rerata sebesar 70,35 dibandingkan dengan kelompok kontrol dengan nilai rerata sebesar 99,35. Sumbangan efektif yang diberikan

kelompok terhadap stres kerja karyawan adalah sebesar 0,204 atau 20,4 %. Pada analisis data stres kerja berdasarkan amatan ulang diperoleh nilai F = 3,23 (p > 0,05). Artinya, tidak terdapat perbedaan tingkat stres kerja yang signifikan antara pra dan pasca pelatihan manajemen diri. Namun, perbedaan tingkat stres kerja pra dan pasca pelatihan dapat juga dilihat pada hasil rerata kedua kelompok. Pada kelompok eksperimen menunjukkan bahwa stres kerja yang dimiliki karyawan pasca pelatihan manajemen diri lebih rendah (70,35) dibandingkan saat pra pelatihan (90,7). Sedangkan pada kelompok kontrol meskipun menunjukkan bahwa rerata stres kerja karyawan pasca pelatihan manajemen diri lebih tinggi (99,35) dibandingkan pada pra pelatihan (92,6),

(13)

namun setelah dilakukan analisis menggunakan uji t tidak terdapat yang signifikan.

Hasil cek manipulasi terhadap kemampuan manajemen diri peserta pelatihan pada 9 item pertanyaan yang kemudian dilakukan FGD menunjukkan bahwa peserta pelatihan merasakan manfaat materi pelatihan manajemen diri, khususnya untuk meminimalisir gangguan stres kerja yang dialami. Dari hasil diskusi dapat disimpulkan bahwa peserta pelatihan cukup aktif dalam mengikuti setiap sesi pelatihan dan memahami materi manajemen diri yang diberikan. Peserta pelatihan menilai bahwa pelatihan yang diberikan merupakan wawasan dan ilmu baru yang sangat bermanfaat dalam mengelola diri dengan lebih baik khususnya ketika mengalami perasaan tertekan dalam bekerja, serta akan berusaha menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Diskusi

(14)

Penyajian materi yang diberikan pada pelatihan manajemen diri dapat dikatakan telah sesuai dengan manfaat yang dirasakan karyawan pramuniaga. Hal ini sesuai dengan pendapat Schleicher, et al. (2002) yang menyatakan bahwa dalam pelatihan meliputi langkah-langkah seperti: mengajarkan dimensi-dimensi penting terkait dengan indikasi perilaku dan kerja, mendiskusikan indikasi perilaku yang efektif terkait dengan kehidupan kerja, menyediakan evaluasi pelatihan sesuai dengan sasaran/target pelatihan yang diberikan, serta memberikan umpan balik dalam penilaian yang tepat. Dalam pelatihan manajemen diri peserta diminta mendiskusikan manfaat yang dirasakan setelah pelatihan berakhir sebagai cek manipulasi dalam bentuk FGD (Focus Group Discussion).

Pemahaman tentang manajemen diri diberikan dalam bentuk ceramah, permainan, menonton film, mengerjakan lembar kerja kegiatan, dimana peserta diajak untuk terlibat aktif dalam pelatihan sehingga pemahaman konsep dasar manajemen diri tercerna dengan baik. Hal tersebut tampak pada sesi FGD dimana peserta terlihat memahami materi yang diberikan dan merasakan manfaatnya, serta berusaha akan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Penurunan stres kerja pramuniaga didukung dengan wawancara informal (wawancara mengacu pada pertanyaan dalam FGD) yang dilakukan peneliti kepada subyek penelitian ketika melakukan pengukuran ulang. Sebanyak 8 dari 20 subjek penelitian berhasil peneliti tanyai mengenai tanggapan dan perasaan mereka terhadap materi pelatihan yang telah mereka dapatkan, dan pengaruhnya terhadap tugas atau pekerjaan yang mereka lakukan. Secara umum 8 subjek penelitian tersebut menyatakan bahwa pelatihan manajemen diri yang diberikan sangat bermanfaat bagi mereka dan sangat mendukung dalam memahami diri dan pekerjaan mereka, serta menjadi tahu bagaimana menyelesaikan permasalahan, khususnya di tempat kerja sehingga ketegangan berkurang dan semakin baik dalam berperilaku kerja. Mereka juga mengatakan bahwa lebih bagus jika dapat diadakan konseling agar lebih dapat mengutarakan permasalahan yang dialami secara terbuka.

Partisipasi peserta pelatihan terlihat pada keaktifan peserta dalam memberikan komentar terhadap materi pelatihan memalui pertanyaan- pertanyaan pelatih dan menanggapi pernyataan peserta lain dan/atau pelatih. Peserta juga memberikan penilaian terhadap proses pelatihan yang berlangsung

(15)

pada akhir pelatihan. Evaluasi pelatihan terdiri dari evaluasi terhadap materi pelatihan, trainer atau pelatih, serta sarana yang mendukung jalannya pelatihan. Evaluasi terhadap materi pelatihan dan pelatih memperlihatkan variabilitas skor yang bergerak pada skor 3 sampai dengan 5 atau pada kategori cukup baik sampai dengan baik sekali. Hal ini menunjukkan bahwa menurut peserta pelatihan materi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan kemampuan manajemen diri guna menunjang pengurangan tingkat stres kerja. Demikian juga dengan pelatih yang menyampaikan materi pelatihan, peserta merasa puas dan senang dengan cara yang digunakan pelatih dalam menyampaikan materi pelatihan sehingga peserta bisa menyerap dan memahami informasi yang disampaikan dengan baik, sehingga secara keseluruhan peserta merasa cukup puas dengan proses belajar yang berlangsung. Hasil evaluasi pada sarana pendukung pelatihan bergerak pada skor 2 sampai dengan 5 atau pada kategori kurang sampai dengan baik sekali. Seorang peserta pelatihan menilai bahwa sarana pendukung pelatihan dirasa kurang, sebagian besar peserta memberikan evaluasi pada skor 4 atau baik. Beberapa peserta memberikan evaluasi pada skor 5 atau baik sekali. Artinya, sebagian besar peserta merasa sudah cukup nyaman dengan sarana pendukung pelatihan.

(16)

tersebut mempengaruhi, dan jalan keluar apa yang paling tepat untuk sumber masalah itu.

Pada penelitian ini, peneliti telah mengontrol beberapa variabel yang dapat mempengaruhi validitas internal penelitian, diantaranya penetapan dua kelompok subjek penelitian berdasarkan shift kerja. Tujuannya untuk menghindari frekuensi interaksi yang dapat menyebabkan adanya bias antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, mengingat rotasi pembagian shift kerja pada karyawan adalah setiap hari kerja. Peneliti juga telah memberikan perlakuan prosedur yang sama pada kedua kelompok, kecuali pada pemberian manipulasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Myers dan Hansen (2001) yang menyatakan bahwa pada kelompok kontrol, peneliti seharusnya menerapkan prosedur yang sama dengan kelompok eksperimen, kecuali pemberian manipulasi pada kelompok eksperimen. Selain itu, iklim kerja dan dan latar belakang geografis (usia, pendidikan, dan lama bekerja) juga memiliki variasi yang relatif sama/homogen.

Meskipun demikian, penelitian yang dilakukan ini memiliki beberapa kelemahan atau keterbatasan yang akibatkan oleh kekurangan peneliti maupun situasi eksternal yang tidak dapat dikontrol sehingga dapat mempengaruhi hasil penelitian. Pertama, adanya faktor eksternal yang mempengaruhi subjek penelitian dan tidak dapat dikontrol oleh peneliti sehingga mempengaruhi hasil penelitian. Faktor eksternal tersebut dapat meliputi faktor-faktor internal dan eksternal yang ada disekitar subjek penelitian, misalnya tipe kepribadian, kondisi fisik (kesehatan), kondisi lingkungan sosial (pengaruh keluarga, teman, atau masyarakat sekitar), kondisi lingkungan fisik (kondisi geografis, gangguan, resiko atau bahaya). Kedua, persyaratan generalisasi kurang maksimal dikarenakan persyaratan tahap sampling (prinsip probabilitas) tidak dipenuhi. Pemilihan subjek penelitian yang non-random mengakibatkan hasil penelitian kurang dapat digeneralisasikan secara maksimal. Hal tersebut diakibatkan karena kondisi lapangan yang tidak memungkinkan untuk dilakukan pemilihan subjek penelitian secara acak (random). Ketiga, kurangnya validitas empiris untuk uji coba modul pelatihan sehingga kurang maksimal kesahihan modul pelatihan. Namun, modul pelatihan telah dilakukan professional judgement sehingga saat digunakan untuk penelitian yang dikenakan pada kelompok eksperimen telah sesuai dengan subjek sasaran penelitian.

(17)

Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa pelatihan manajemen diri mampu menurunkan tingkat stres karyawan pramuniaga. Penurunan stres ke

rja pada kelompok eksperimen pasca pelatihan manajemen diri merupakan hasil dari pelatihan yang telah diberikan. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa kemampuan manajemen diri pada karyawan pramuniaga dapat digunakan sebagai cara pengatasan stres kerja.

Saran

1. Bagi Perusahaan

a. Pelatihan manajemen diri, atau pelatihan serupa yang bersifat pengembangan pribadi dapat dilakukan secara berkala untuk menunjang bertambahnya wawasan baru sehingga dapat menambah pola pikir yang luas pada karyawan.

b. Pihak manajemen dapat mengubah desain kerja dengan menggabungkan pelatihan manajemen diri pada saat on the job training pada karyawan baru sehingga karyawan baru akan lebih memahami realita di tempat kerja dan bagaimana cara menghadapi dengan teknik manajemen diri yang baik. Hal tersebut dirasa sangat positif pengaruhnya karena dengan menanamkan prinsip manajemen diri sejak awal pada karyawan baru, mereka akan siap dengan kemungkinan yang tidak diharapkan dan mengatasinya dengan baik. Dengan demikian, pihak manajemen atau supervisor terkait akan lebih ringan dalam membimbing dan mengawasi karyawan/bawahannya.

2. Bagi penelitian selanjutnya

a. Berdasarkan keterbatasan penelitian, maka saran yang dapat diberikan bagi penelitian selanjutnya adalah usahakan untuk mengadakan pelatihan di luar lingkungan kerja supaya peserta dapat lebih fokus terhadap jalannya pelatihan.

b. Pemilihan subjek pada penelitian ini adalah non-random sampling

(18)

diharapkan menggunakan teknik pemilihan subjek dengan random sampling sehingga prinsip probabilitas dalam penelitian dapat terpenuhi. c. Perlu dilakukan prates pada saat uji coba modul pelatihan untuk

mengetahui perubahan secara empiris pengetahuan tentang manajemen diri peserta pelatihan, sehingga dapat maksimal kesahihannya untuk digunakan pada penelitian.

(19)

Daftar Pustaka

Barrios-Choplin, B., McCraty, R., Sundram, J., & Atkinson, M. (1999). The Effect of Employee Self-Management Training on Personal and Organizational Quality. Boulder Creek, CA: HeartMath Research Center, Institute of HeartMath, Publication No. 99-083.

Barnett, R. C., Marshall, N. L., Raudenbush, S. W., & Brennan, R. T. (1993). Gender and the relationship between job experiences and psychological distress: A study of dual-earner couples. Journal of Personality and Social Psychology, 64, 794–806.

Beehr, T. A., Farmer, S. J., & Glazer, S. (2003). The Enigma of Social Support and Occupational Stress: Source Congruence and Gender Role Effects.

Journal of Occupational Health Psychology, 8(3), 220–231.

Cohen, S., Tyrrell, D. A., & Smith, A. P. (1991). Psychological stress and susceptibility to the common cold. New England Journal of Medicine, 325,

606–612.

Cook, T. D. & Campbell, D. T. (1979). Quasi-experimentation: Design & analysis issues for field settings. Boston: Houghton-Mifflin

Cooper, C. L., & Bramwell, R. S. (1992). A comparative analysis of occupational stress in managerial and shopfloor workers in the brewing industry: Mental health, job satisfaction, and sickness. Work and Stress, 6, 127-138.

Emery, C. F., Shermer, R. L., Hauck, E. R., Hsiao, E. T., & MacIntyre, N. R. (2003). Cognitive and psychological outcomes of exercise in a 1-year follow-up study of patients with chronic obstructive pulmonary disease.

Health Psychology, 22, 598–604.

Fagan, T. J., Ax, R. K., Liss, M., Resnick, R. J., & Moody, S. (2007). Professional Education and Training: How Satisfied Are We? An Exploratory Study.

Training and Education in Professional Psychology, 1(1), 13 – 25.

Fields, D. L. (2002). Taking the Measure of Work: A Guide to Validated Scales for Organizational Research and Diagnosis. SAGE Publication.

(20)

Frayne, C. A., & Latham, G. P. (1987). The application of social learning theory to employee self-management of attendance. Journal of Applied Psychology, 72,387-392.

Ganster, D. C., & Schaubroeck, J. (1991). Work Stress And Employee Health. Journal of Management, 17, 235-271.

Gintner, G. G. & Poret, M. K. (2001). Factors Associates with Maintenance and Relaps Following Self Management Training. The Journal of Psychology, 122 (1), 79-87.

Ivancevich, J. & Matteson, M. (1980). Stress and Work: A Managerial Perspective. Glenview, IL: Scott, Foresman.

Johnson, D.W. & Johnson, F.P. (2001). Joining together: group theory and group skills. New York: Prentice Hill.

Latham, G. P., & Frayne, C. A. (1989). Self-management training for increasing job attendance: A follow-up and replication. Journal of Applied Psychology, 72, 411-416.

Manning, M. R., & Osland, J. S. (1989). The Relationship Between Absenteeism And Stress. Work and Stress, 3, 223-235.

Manz, C. C. (1986). Self-leadership: Toward an expanded theory of self influence processes in organizations. Academy of Management Review,11, 585-600.

Munz, D. C., Kohler, J. R., Greenberg, C. I. (2001). Effectiveness of Comprehensive Workstress Management Program: Combining Organizational and Individual Intervention. International Journal of Stress Management, 8(1), 49-62.

Myers, A. & Hansen, C. H. (2001). Experimental Psychology. (Fifth Edition). USA: WADSWORTH.

Ng, D. M., & Jeffery, R. W. (2003). Relationships between perceived stress and health behaviors in a sample of working adults. Health Psychology, 22,

638–642.

Prijosaksono, A. & Mardiyanto, M. (2003). Self Manajemen Guru Terbaik Sekaligus Musuh Tebesar Manusia. Jakarta: PT Elex Media Computindo.

(21)

Gambar

Tabel 1. Materi pelatihan manajemen diri (modifikasi dari konsep

Referensi

Dokumen terkait

Setiap kegiatan yang dilakukan oleh para pengurus Masjid Nurul Mustaqim dilakukan dengan sangat baik, mereka sangat bekerja keras ketika menjalankan program yang

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkapkan data tentang peran tutor dalam proses pemanfaatan alat pemainan edukatif di Kober Kartika X-4 Padalarang Kabupaten

Pada proses prapanen tanaman tebu RC, nilai energi paling besar terdapat pada nilai energi tidak langsung yang mencapai 38.022,97 MJ/ha atau sebanding dengan

sasaran pelayanan yang akan dicapai Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bojonegoro selama kurun waktu 2013 – 2018 adalah sebagai berikut :. Tabel 4.1 Perumusan Tujuan

desain 2x2x2 dan dilakukan kepada partisipan penyulih mahasiswa S1 jurusan Akuntansi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya dengan memberikan skenario

Data yang dihasilkan program MasterCam kemudian ditransfer ke dalam mesin CNC EMCO Concept Mill 105 dan dilakukan eksekusi program untuk memulai proses pembuatan

Berdasarkan hasil observasi dan hasil belajar siswa pada siklus I, ditemukan sejumlah kekurangan, yaitu pada proses kegiatan menggambar, masih ada beberapa anak yang

Stylized realism dipengaruhi oleh ekspresionisme, yaitu gerakan yang memiliki gaya berlebihan, ukuran yang distortif, dan memiliki intensitas warna terang. Gaya