DINAMIKA PERJALANAN SENI MODERN
Pergeseran Essensi Dari Realitas Fakta, Realitas
Makna Dan Realitas Tafsir Dalam Wacana
Perjalanan Sent Tradisi Barat
Dharsono
dipublikasikan pada Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.1 No.3 Agustus 2001
Abstrak
Awal perjalanan seni rupa modern dari post impresionisme (awal abad 19), seni modem (abad 20) d, an mensikapi seni kontemporer sebagai fenomena barn ( abad 21). Apabila dicermati, ada pergeseran yang secara essensi dari sebuah realitas; dari realitas fakta dalam seni pra modem, realitas makna dalam seni modem dan realitas tafsir dalam pasca modem. Masing-masing mempunyai permasalahan yang perlu disikapi sebagai wacana historik dalam perjalanan seni rupa tradisi b a r a t . A p a b i l a s e n i m o d e m m e n g a n k a t d e m e n s i p r o g r e s s d e n g a n mengungkapkan pengalaman estetiknya dalam simbol-simbol ekspresi menghasilkan realitas makna. Seni kontemporer mencoba mengangkat multi demensi yang menawarkan berbagai multi kemungkinan dari multi idea sampai multi media yang menghasilkan realitas tafsir.
Kata Kunci: realisme, impresionsime, postimpresionisme, seni rupa modern, seni kontemporer, pengalaman estetik, simbol ekspresi, abstrak geomeris, abstrak
Pendahuluan
Awal perjalanan seni rupa modern diawali oleh gerakan yang disebut dengan gerakan seni lukis realisme dinamis atau post impresionisme. Gerakan ini merupakan masa transisi dari konvensi realisme ke bentuk kebebasan seniman. Impresionisme yang lahir pada abad XVII, membawa reaksi tajam. Reaksi tersebut datang dari seorang tokoh impresionisme fanatik: Paul Cezanne (1839
-1906). Cezanne
berpendapat bahwa,
pelukis berpikir
menggunakan warna. Tugas pelukis adalah memproduksi hal yang berdimensi tiga ke dalam
suatu bidang datar (kanvas). Ruang dan isi tidak bisa dipisahkan, Cezanne tidak ingin sekedar untuk meniru
alam (memesis),
melainkan alam ini ingin diciptakan kembali untuk memperoleh bentuk -bentuk yang kuat (Myers; 1959: 210). Disini nampak bahwa
Cezanne mulai
meninggalkan
kebiasaan-kebiasaan
atau konvensi
impresionisme ke dalam
bentuk dinamika
realisme, yang kemudian
disebut pasca
impresionisme.
-sepsinya mutlak, pelukisan alam benda, mengandung banyak massa tiga dimensi, dalam volume tiga dimensi akan terjadi pelukisan ruang. Seorang impresionisme sejati selalu hanya mengamati berbagai warna yang terkandung pada permukaan benda. Dengan kata lain bahwa argumentasi kaum impresionisme, persepsi alam adalah kemurnian image pada retina, dengan demikian gambar kaum impresionisme adalah hubungannya dengan persepsi retina yang murni, suatu jajaran warna yang banyak, tak berhubungan dengan perbendaharaan benda
itu sendiri dan tidak ada garis. Sebaliknya Paul Cezanne mematahkan kedangkalan image retina kaum impresionis, membawa kembali pada garis, khususnya gerak kerangka kerja limier tiga dimensi, memberi tekanan gerak garis dan semua ketegangan kinetik daripada garis, bidang dan massa. Cezanne mengamati alam
sebagai suatu yang dinamis (Stephen C. Pepper, tth: 245). Maka munculah karya Cezanne
yang merupakan
banyak mengilhami seni modern sesudahnya. "Dalam lebih kurang lima belas tahun pertama dan abad keduapuluh ini ternyata perkembangan seni begitu menentukan bermacam-macam aliran yang timbul selanjutnya, serta pembukaan pintu bagi kebebasan dan keluasan seni di abad ini" (Soedarso SP 1971:7).
Seni modern
Paul Cezanne (1839 -1906) berpendapat bahwa, pelukis berpikir menggunakan warna. Tugas pelukis adalah memproduksi hal yang berdimensi tiga ke dalam suatu bidang datar (kanvas). Ruang dan isi tidak bisa dipisahkan,
Cezanne tidak ingin sekedar untuk meniru alam (memesis), melainkan alam ini ingin diciptakan kembali untuk memperoleh bentuk-bentuk yang kuat (Myers; 1959: 210). Apabila pandangan impresionisme, persepsi alam adalah kemurnian image pada retina, sehingga muncul jajaran warna yang banyak, tak berhubungan dengan perbendaharaan benda itu sendiri dan tidak ada garis.
Ekspresionisme berangkat dan realisme dinamis, sebagai suatu pelepasan din dan ketidakpuasan paham realisme formal.
Paul Cezanne
adalah mengutarakan ekspresi langsung atau konsepsi yang imaginer. Apabila tidak dicocokkan dengan model yang obyektif, maka buah pikiran yang menjelajahi kanvas tidak menentu. Untuk mencapai harmoni yang merupakan bagian seni yang essensial, seorang seniman harus
berpegang pada
sensasinya bukan pada visinya
Vincent Van Gogh (1853 -1890), dianggap sebagai perintis gerakan ini disamping Cezanne, Renoir dan Gaugain. Van Gogh memang mengalami banyak penderitaan dan masyarakatnya sewaktu
is masih hidup, namun
yang tergores di dalam
kanvasnya bukanlah
semata-mata pengukuan
atas kenyataan yang ada,
melainkan tindakan atas
estetika terhadap dirinya
dalam menghadapi dunia
waktu itu. Keterlibatan
cita-cita hidupnya
memberikan ciri dan gaya
lukisan Van Gogh di
jamannya "Ekspresi"
adalah sebuah istilah
yang penting dalam dunia
seni. Apa yang
terkandung didalamnya
tidak lebih dari lirisisme
atau simbolisme. Dalam
hal ini hampir dalam
semua madzab seni
modern, bersumber dan
selalu menggunakan
label "ekspresionisme".
Perkataan tersebut secara
fundamental menjadi
pentingnya dengan
"idealisme" dan
"realisme".
Ekspresionisme adalah
suatu jenis seni yang
berusaha untuk
menggambarkan
perasaan subyektif
seorang seniman,
individualistis dan
pemunculannya tidak
bertepatan dengan
periode dan negara atau
bangsa tertentu
(Soedarso 1990:62-64).
Perkembangan Seni
Rupa khususnya di
Amerika Serikat
hingga tahun 20-an
dipengaruhi oleh seni
realitis Eropa. Tetapi
pada tahun 1913 di
New York
diperkenalkan seni
lukis modern.
Beberapa seniman
dengan spontan
menerima pikiran
-pikiran baru sehingga
berdiri moseum dan
galeri untuk
menampung seni
gerakan baru yang
mengakibatkan
seniman-seniman
Eropa meninggalkan
negaranya untuk
berimigrasi ke
Amerika. Hijrahnya
seniman-seniman ke
Amerika karena
adanya masa
kekacauan yang ingin
memperebutkan hal
-hal yang sifatnya
nasionalisme (sosial,
politik, teknologi,
science dll).
Amerika selama tahun
30-an bersifat eksperimen
yang mengarah ke
Abstraks geometris,
seperti Piet Mondrian
seniman yang banyak
pengikutnya sehingga
menjadi simbul dan tokoh
bagi seniman abstrak
Amerika. Kemudian
munculah Abstrak
Ekspresionisme yang
menentang adanya
abstrak geometris. Di
museum of modern 1942,
secara resmi Abstrak
Ekspresionisme resmi di
kenal urnurn. Hingga
pada pameran seni lukis
dan patung tahun 1951 di
Amerika Abstrak
Ekspresionisme
berkembang menjadi
gerakan yang paling kuat
dan orisinil dalam sejarah
seni rupa Amerika.
Gerakan ini didukung
oleh beberapa kritikus
seni seperti Clement
Greenbaerg, nnamun
setelah perang
perkembangannya mulai
tersendat sehingga mulai
berhubungan lagi
dengan seni rupa modern
Eropa.
Latar belakang
perkembangan seni rupa
modern Amerika yaitu
didasari oleh tendesi
para pelukis dalam
menggunakan kwas dan
berbagai cara yang
berhubungan dengan
isyarat atau gerak kwas
dan tekstur. Di pihak lain
bahwa para pelukis
tergantung pada tanda
yang abstrak, imajinasi
bidang warna yang luas.
Hingga akhirnya pada
tahun 50-an di Amerika terdapat dua bagian
pelukis yaitu pelukis Aksi
(Action Painters), seperti
Pollock, De Kooning,
Kkline, Gorky dan pelukis
yang menggunakan
bidang warna yang luas
atau imaji abstrak, seperti
Rothko, Still, Motherwell,
Gottlieb.
Arti yang paling murni,
seni abstrak
merupakan ciptaan yang
terdiri dari susunan
unsur-unsur rupa yang
sama sekali terbebas dari
ilusi atas bentukbentuk
alam. Jika pada aliran
sebelumnya seniman
masih bertitiktolak dari
obyek nyata, maka pada
aliran abstrak seniman
berusaha mengungkap
sesuatu kenyataan yang
ada didalam batin
seniman. Karena sesuatu
muncul dari dunia
dalam, dunia batin
seseorang, maka yang muncul biasanya akan
berbeda dengan dunia
luar (kenyataan). Sehingga
karyakarya seni abstrak
ini akan bersifat
individualistis dan sangat
pribadi.
Jika seni abstrak (lukisan
abstrak), secara ujud fisik
masih nampak kesan
alam, biasanya disebut
semi abstrak, abstrak
impresionisme, bahkan
kubisme, futurisme
disebut juga abstrak.
Namun yang benar-benar
abstrak (secara murni) ada
membedakan: "Abstrak
ekspresionisme" dan
"Abstrak geometris"
Abstrak ekspresionisme,
pengungkapan garis dan
warna cenderung tidak
geometris, ada dua jenis yang tergolong abstrak
ekspresionisme yaitu
"Colour field painting",
garis dan warna yang
diungkapkan cenderung
menampilkan bidang
-bidang lebar dengan
warna cerah. Jenis kedua
"Action painting", garis
dan warna yang
diungkapkan cenderung
menampilkan semburan
-semburan, plototan
-plototan, serta ujud-ujud
ekspresif di atas kanvas. Kandinsky dipandang sebagai pionir dari munculnya seni abstrak,
dan kemudian Kasimir Malavich (1878- 1935). Setelah mempelajari teori yang dikembangkan Kandinsky, kemudian timbullah apa yang
disebut: Suprematisme, Konstruktivisme,
Neoplastisme dan
Purisme, yang pada
dasarnya adalah sama
-sama berusaha untuk
meninggalkan wujud
alam. Pengertian
"modern" dalam
terminologi seni rupa tidak
bisa dilepaskan dari
prinsip modernisme atau
paham yang mendasari
perkembangan seni rupa
modern dunia sampai
pertengahan abad ke XX.
Seni rupa modern dunia
memiliki nilai-nilai yang
penafsiran seorang
pelukis Jerman yang
pindah ke Amerika
Serikat sesudah Perang
Dunia ke II, Hans
Hofmann menyatakan
hanya seniman dan gerakan di Eropa dan
Amerika yang mampu
melahirkan seni rupa
modern, konsepsi poros
Paris-NewYork sebagai
pusat perkembangan seni
rupa modern
(Rosenberf,1966).
Pengertian "kontemporer"
dibandingkan dengan
istilah modern.
Kontemporer sekedar
sebagai munculnya
perkembangan seni rupa
sekitar tahun 70-an
dengan menempatkan
seniman-seniman
Amerika seperti David
Smith dan Jackson
Pollock sebagai tanda
peralihan (Kramer,
1974). Pandangan ini
bisa dikatakan sebagai
dasar sikap netral dalam
penafsiran pengertian kontemporer. Namun
pengertian kontemporer
dalam banyak pandangan
lain, menurut teori Udo
Kultermann seorang
pemikir Jerman
mengatakan bahwa
pengertian kontemporer
dekat dengan paham post
modern dalam arsitektur;
munculnya era baru
dalam ekspresi kesenian
menjelang 1970. Paham
baru ini menentang
kerasionalan paham
modern yang dingin dan
berpihak pada
(Kultermann, 1971).
Douglas Davis
menafsirkan pasca
modern sebagai
kembalinya upaya
mencari nilai-nilai budaya
dan kemasyarakatan, atau
dalam istilah seni kembali
ke konteks (Davis, 1977).
Fenomena modern ,
dan kontemporer
Pengertian "modern"
dalam terminologi seni
rupa tidak bisa dilepaskan
dan prinsip modernisme
atau paham yang
mendasari perkembangan
seni rupa modern dunia
sampai pertengahan
abad ke XX. Seni rupa
modern dunia memiliki
nilai-nilai yang bersifat
universal. Dari penafsiran
seorang pelukis Jerman
yang pindah ke Amerika
Serikat sesudah Perang
Dunia ke II, Hans
Hofmann menyatakan
hanya seniman dan
gerakan di Eropa dan
Amerika yang mampu
melahirkan seni rupa
modern, konsepsi poros
Paris-NewYork sebagai
pusat perkembangan seni
rupa modern
(Rosenberf,1966).
Pengertian "kontemporer"
dibandingkan dengan
istilah modern. menurut
teori Udo Kultermann
seorang pemikir Jerman
mengatakan bahwa
pengertian kontemporer
dekat dengan paham post
modern dalam arsitektur;
munculnya era baru
dalam ekspresi kesenian
baru ini menentang
kerasionalan paham
modern yang dingin dan
berpihak pada simbolisme
instink (Kultermann, 1971).
Douglas Davis
menafsirkan pasca
modern sebagai
kembalinya upaya
mencari nilai-nilai budaya
dan kemasyarakatan,
atau dalam istilah seni
kembali ke konteks
(Davis, 1977).
Modernisme meyakini
gagasan progress dan
oleh karenanya selalu
mementingkan norma
kebaruan, keaslian dan
kreativitas. Prinsip
tersebut melahirkan apa
yang kites sebut dengan
Tradition of the new' atau
tradisi Avant-garde, pola
lahirnya gaya seni yang
baru dan pada awalnya
ditolak, kemudian diterima
masyarakat sebagai
inovasi terbaru. Tradisi
Avant-Garde bertanggung
jawab atas lahirnya
berbagai conseptual art
dan eksperimen art, yang
melahirkan seni
multimedia; mixed media
dan intermedia; happening
art, performance art,
video art, installation art,
collaboration art.
Pada awalnya
conceptual art
merupakan gerakan
dalam seni rupa modern
untuk menetapkan ide,
gagasan atau konsep
sebagai masalah yang
utama dalam seni,
sedangkan bentuk,
material dan obyek
merupakan akibat
samping dari konsep
seniman. Bahkan dapat
dikatakan: "karya itu
sudah selesai sebelum
karya itu lahir". Mereka
menggunakan
terminologi-terminologi;
de-material dan anti-form.
Seni ini sangat
kontroversial,
menjungkirbalikkan
segala bentuk kemapanan
seni (termasuk nilai, gaya),
awalnya sulit untuk
dimengerti karena
menggunakan
keanekaragaman media
atupun material seni
sebagai akibat dan
kompleksitas gagasan
atau idea para
senimannya.
Walaupun kita sering
menggunakan istilah seni
rupa modern, prinsip
modernisme tak pernah
sungguhsungguh
berakar. Polemik
kebudayaan di tahun 30
-an mempengaruhi
pemikiran perkembangan
seni rupa Indonesia.
Persentuhan seni rupa
Indonesia dengan seni
rupa modern sebenarnya
hanya terbatas pada
corak, gaya, dan prinsip
estetik tertentu.
Nasionalisme sebagai
sikap dasar persepsi
untuk menyusun sejarah
perkembangan seni rupa
Indonesia adalah
kenyataan yang tak bisa
disangkal dan
nasionalisme sangat
mewarnai pemikiran
kesenian di hampir
berkembang. Batas
kenegaraan itulah yang
mengacu pada
nasonalisme yang
akhirnya diakui dalam seni
rupa kontemporer yang
percaya pada pluralisme.
Sejak jaman Persagi kita
tidak pernah ragu
menggariskan
perkembangan seni rupa
Indonesia khas Indonesia
(Jim Supangkat, 1992).
Post-Modern merupakan
fenomena barn yang
berkembang di dunia
belahan barat.
Sekelompok filosuf
Perancis yang terlibat
dalam upaya
menjelaskan halhal yang
berkaitan dengan
kebenaran, makna dan
subyektivitas: Foucault,
Derrida, lyotard, Lacan
dan Deleuze. Kaum Post
-Strukturalis dan akhir
-akhir ini sering disebut
dengan pemikir post
-modernis mengajukan
gugatan dan menentang
pandangan dunia
universal yang
menyeluruh, tunggal dan
mencakup; baik yang
bercorak politik, religius
maupun sosial seperti
marxisme, kristianitas,
kapitalisme, demokrasi
liberal, humanisme, islam,
fiminisme dan sains
modern. Mereka juga
mempertanyakan gagasan
tentang kemajuan
(progress) serta
keunggulan masa kini atas
masa lampau. Mereka
tidak mengakui adanya
batas yang tegas antara
sosial, seni dan sastra,
antara budaya dan
kehidupan, fiksi dan teori,
citra dan realitas. Mereka
juga menolak gaya
Viscourse'akademis yang
konvensional (Pauline
Marie Rosseau 1992
dalam Yustiono 1994).
Pada intinya para pemikir
postStrukturalis ini
mengajukan komitmen
terhadap heterogenitas,
fragmentasi dan
perbedaan sebagai ganti
universalitas, istilah kunci
yang sering dipakai oleh
para pemikir, differance,
eklektik, dekontruksi, teks,
logosentris, metanarative,
diskursus dan lain
sebagainya,perlu dipahami
apabila ingin mengetahui
lebih jauh pemikiran
mereka. Tokoh ilmuwan
sosial yang
mengembangkan idea,
bahwa negaranegara maju
telah memasuki fase post
-Industri. Tokoh pemikir ini
antara lain Daniel Bell,
Main Touraine dan Alvin
Tofller. Sebagai sosiolog
mereka
mengidentifikasikan
munculnya jenis
masyarakat baru di Barat,
yamg mereka ben sebutan
seperti masyarakat post
-Industri, masyarakat
konsumer, masyarakat
informasi, masyarakat
post-Marxis dan
masyarakat postmodern.
Jenis masyarakat ini dalam
strukturnya tidak lagi
bertumpu pada Industri
yang padat teknologi, tetapi
ekonomi pelayanan yang
pengetahuan teoritis atau
informasi. Dalam bukunya
yang berjudul The
Comming of Post
-Industrial Sosiety (1973),
Daniel Bell menyatakan
pada tiga puluh hingga
lima puluh tahun
mendatang kita akan
dapat melihat munculnya
`masyarakat postindustri.
Teori post-modernisme
ini jelas- jelas menentang
dan mengkritik budaya
modern, yang telah
merasuki nilai-nilai
kehidupan sehari-hari
yang nampak pada
realisasi diri yang tak
terbatas (Yustiono 1994).
Reaksi terhadap seni
modern terutama pada
bentuk-bentuk abstraksi
dalam lukisan dan
international style dalam
arsitektur kurang lebih
dua dekade yang lalu.
Tokoh faham ini; Charles
Jencks, Peter Fuller,
Kenneth Frampton, Ihap
Hassan, Paolo
Protoghesi. Kelompok ini
dan awal telah
menyatakan diri dengan
menggunakan label 'post
-modernisme' dan secara
khusus menyatakan diri
sebagai suatu proyek
kultural yang
menggantikan
'modernisme'.
Mengapa?...., karena,
konsep modernisme
yang di anggap telah
kokoh terbangun selama
satu abad lebih dan telah
mengukuhkan diri sebagai
konvensi yang telah
melembaga ... dan kini
(Yustiono 1994)
Post strukturalism dan
post modern sebagai
reaksi terhadap seni
modernitas yang sudah
dianggap telah menjadi
konvensi-konvensi yang
beku terhadap
perkembangan jaman,
perlu pencarian nafas
baru yaitu seni
kontemporer yang
dianggap mampu
membingkai gerak
dinamika dan sesuai
dengan nafas jaman.
Seni kontemporer tidak
terikat oleh konvensi atau
dogma manapun, oleh
karena itu is anti
kemapanan (anti segala
konvensi, gaya, corak
bahkan estetik)
Fenomena
kontemporer di
Indonesia
Munculnya kembali
mode Installation art,
performance art,
collaboration art di
Indonesia yang semula
merupakan satu obsesi
pembaharuan, kemudian
menggejala pada setiap
sudut pameran seni,
bahkan para seniman
pertunjukan ramai-ramai
mengadakan
collaboration art. Karya
tersebut kini seolah
merupakan satu standard
nilai dari sebuah obsesi
pembaharuan seni.
Kehadiran karya mereka
bukan sebuah reaksi
terhadap seni abstrak
ekspresionisme (seperti
yang terjadi di Amerika
seputar 1960-an), tetapi
terhadap kondisi sosial
masyarakat.
Seni yang konon integral
dengan masyarakatnya,
seni sesuai dengan
nafas jamannya, telah
porak-poranda oleh
gagasan progress kaum
modern, yang
mementingkan ekspresi
sebagai fenomena
individualitas. Memasuki
abad 21, kita dihadapkan
berbagai masalah sosial,
budaya, politik, ekonomi,
dan berbagai segi
kehidupan yang berkaitan
dengan moralitas. Maka
muncullah beberapa
kelompok seniman muda
mencoba menawarkan
berbagai wacana dalam
berbagai bentuk
"performance art dan
instalasi art, dan
collaborasi art", sebagai
pijakan berkarya. Mereka
mencoba mengangkat
berbagai wacana politik,
sosial, ekonomi,
moralitas dalam
fenomena yang is racik
dalam multi media dan
multi-idea. Mereka tidak
lagi membatasi disiplin
seni, atau cabang-cabang
seni yang terkotak-kotak
oleh seni modern, tapi
mereka berangkat dari
keragaman tafsir dari
realitas yang mereka
rasakan bersama.
Sehingga karya-karya
mereka penuh dengan
nuansa kehidupan sosial
yang mengarah pada
universalisasi gagasan,
karena mereka
nampaknya ingin
kungkungan individu
yang terhimpit oleh ruang
dan waktu.
Lepas antara pro-kontra
dalam mensikapi
permasalahan tersebut di
atas, namun yang perlu
digaris bawahi adalah
kehadiran karya-karya
mereka merupakan satu
fenomena yang perlu
dicermati. Apabila
seniman modern
mencoba menceritakan
dirinya lewat ekspresi
pribadinya, dengan
mengungkapkan atau
mengekspresikan
pengalaman estetiknya
dalam simbolsimbol
ekspresi yang penuh
realitas makna.
Apabila seni modern
mencoba menawarkan
sebuah tafsir individuil
menghasilkan realitas
makna, maka seni
fenomena kini
(kontemporer)
menawarkan berbagai
gagasan (idea) yang
menghasilkan realitas
tafsir (realitas tekstual).
Seni modern mencoba
membatasi dan
menyerderhanakan
medium sebagai
ungkapan ideanya, maka
seni kontemporer justru
menampilkan ragam;
medium, media ataupun
idea, sehingga akan
terjadi multi idea dan multi
media. Itulah mengapa
seni kontemporer mampu
mewadahi dan
menawarkan multi
kemungkinan untuk
mengangkat idiom seni
tafsir.
Karya-karya multi media
memberikan multi
kemungkinan mengangkat
idiom tradisi yang sarat
akan ajaran budaya
pluralis sebagai satu
tawaran alternatif tafsir,
yang mampu memberikan
berbagai makna universal
dari sisi kehidupan.
Sedang seni modern
dituntut progress dan
originalitas yang sarat
akan nuansa subyektifitas
dan individualitas,
sehingga cenderung
terkotak-kotak sesuai
dengan falsafahnya dan
kepentingan idividualisme
masing-masing. Kekuatan
inilah yang nampaknya
seni kontemporer akan
mampu menjadi obsesi
alternatif dalam
pembaharuan seni
mendatang
Pustaka Rujukan
Bernart, Myers, 1959
Modern Art in The
Making New York :
Mac Graw-hill Book
Company. Davis,
Douglas (1977),
Artculture, Essays on
the post modern,
Harper & Row, New
York
Daniel Bell (1973). The
Comming of Post
-Industrial Sosiety.
Feldman, Edmund
Burke; 1967 Art as
Image and Idea,
Prentice Hall Inc., New
Jersey.
Rupa Kontemporer
Indonesia dan
Gelombang Post
-Modernism, Bandung
Kramer, Hilton (1974) The
Age of Avant Garde,
Secker & Warbung,
London
Myers, Bernard.S,
1967.Art and
Civilitation, New York:
MacGraw-hill Book
Company.
Rosenberf, Harolld (1966).
The Anxious Obyect,
Coliers Book
SD Humardani 1981,
Masalah-Masalah
Dasar
Pengembangan Seni
Tradisi, surakarta
Soedarso SP, (1990),
Sejarah
Perkembangan Seni
Rupa Modern.
Yogyakarta: STSRI
Stangos, Nikos, 1981
Concepts of Modern
Art, New York: Harper
& Row Publisher.
Wheeler, Fleming (1980.),
Art Since Mid
Century, The
Vendeme Press, New