ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN PRE DAN POST OPERASI ORIF FRAKTUR FEMUR SINISTRA DI RUANG ANGGREK
Disusun Oleh:
SRI WAHYUNI 1951
RUMAH SAKIT Dr. OEN SURAKARTA
TAHUN 2007
KONSEP DASAR FRAKTUR
1. Definisi
1. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis yang menyebabkan fraktur patologis. (Arief Mansjoer, 2000)
2. Etiologi
Tulang bersifat relatif rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan dan fraktur dapat terjadi karena:
1. Trauma
Sebagian fraktur terjadi karena kekuatan yang tiba-tiba dan berlebih yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekanan, pemuntiran/penarikan. Bila terjadi kekuatan langsung tulang bisa patah pada tempat yang terkena, jaringan lemak juga pasti rusak.
1. Pemukulan
Menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit.
2. Penghancuran
Menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lemak yang luas. Bila terkena kekuatan tak langsung dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kerusakan jaringan lemak ditempat fraktur mungkin tidak ada.
2. Kelelahan/tekanan berulang-ulang
Retak dapat terjadi pada tulang, misal: pada logam/benda lain akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini dapat terjadi pada tibia/fibula, radius/ ulna. Biasanya pada
olahragawan/atlit (bola volley, senam, bola basket).
3. Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologis)
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal, kalau tulang itu lemah (tumor) atau sangat rapuh (osteoporosis) penderita kanker/infeksi
3. Klasifikasi (Menurut Arif Mansjoer, 2001) 1. Berdasarkan luas/garis fraktur
1. Fraktur komplit
Bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua tulang.
2. Fraktur tidak komplit/incomplete
Bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang, misal:
1. Buckle fracture: terjadi pada lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa dibawahnya.
2. Green stick fracture: fraktur tidak sempurna dan sering terjadi pada anak-anak, korteks tulang masih utuh begitu pula periosteum. 2. Berdasarkan posisi fragmen
1. Fraktur undisplaced/tidak bergeser
Tulang patah, posisi pada tempatnya normal/garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser, periosteum masih utuh.
2. Fraktur displaced/bergeser
Ujung tulang yang patah berjauhan dari tempat patah dan terjadi pergeseran fragmen-fragmen tulang.
3. Berdasarkan bentuk/jumlah garis patah 1. Fraktur komunitif
Garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan
2. Fraktur segmental
3. Fraktur multipel
Garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang, tempat yang berlainan.
4. Berdasarkan tempat
Misal: Fraktur femur, fraktur humerus, fraktur radius, ulna, tibia, fibula, vertebra dll.
5. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma 1. Fraktur transversal
Fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang.
2. Fraktur oblik
Fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang.
3. Fraktur spinal
Fraktur tulang yang melingkari tulang.
4. Fraktur kompresi
Fraktur dimana 2 tulang menumbuk tulang ketiga yang berada diantaranya.
5. Fraktur avulse
Fraktur yang memisahkan fragmen tulang pada tempat inverse tendon ataupun ligament.
6. Berdasarkan hubungan tulang dengan dunia luar 1. Fraktur tertutup (closed/simple fracture)
Bila tidak ada hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
Karena terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan dikulit.
Menurut R. Gustillo (2001), Fraktur terbuka terbagi atas 3 derajad:
1. Derajad I
1. Luka < 1 cm
2. Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk.
3. Fraktur sederhana, tranversal, obliq atau komunitif ringan 4. Kontaminasi minimal
2. Derajat II
1. Laserasi > 1 cm
2. Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse 3. Fraktur komunitif sedang
4. Kontaminasi sedang 3. Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.
Terbagi atas:
1. Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.
2. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur yang tulang yang terpapar/kontaminasi masif. 3. Jaringan lunak yang menutupi fraktur yang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas/flap/
avulsi/fraktur segmental atau sangat komunitif yang disebabkan trauma berenergi tanpa melihat besar luasnya luka.
Tanda dan gejala fraktur menurut Sandra M Nettira(2002) 1. R asa sakit atau nyeri
Nyeri akan bertambah berat dengan gerakan dan penekanan di atas fraktur
2. Pembengkakan di sekitar fraktur akan menyertai proses peradangan 3. Kelainan bentuk (deformitas),tampak jelas posisi tulang yang tidak alami. 4. Gangguan fungsi,ekstremitas tidak dapat digunakan
5. Dapat terjadi gangguan sensasi atau rasa kesemutan yang mengisyaratkan kerusakan syaraf
5. Patofisiologi
Fraktur terjadi bila interupsi dari kontinuitas tulang, biasanya fraktur disertai cidera jaringan disekitar ligament, otot, tendon, pembuluh darah dan persyarafan. Tulang yang rusak mengakibatkan periosteum pembuluh darah pada korteks dan sumsum tulang serta jaringan lemak sekitarnya rusak. Keadaan tersebut menimbulkan perdarahan dan
terbentuknya hematom dan jaringan nekrotik. Jerjadinya jaringan nekrotik pada jaringan sekitar fraktur tulang merangsang respon inflamasi berupa vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera. Tahap ini merupakan tahap awal pembentukan tulang. Berbeda dengan jaringan lain, tulang dapat mengalami regenerasi tanpa menimbulkan bekas luka.
6. Tahap Penyembuhan Tulang
1. Tahap pembentukan haematom/Hematoma formation
Pada saat terjadi fraktur terjadi kerusakan pembuluh darah sehingga terjadi perdarahan. Dalam 24 jam terjadi reaksi peradangan, leukosit dan sel mast berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darah pada area luka. Darah menumpuk dan mengeratkan ujung-ujung tulang patah dan fagositosis dan pemisahan sel-sel mati dimulai. Sesudah proses hematom terjadi, kemudian berkembang menjadi jaringan granulasi.
2. Tahap proliferasi seluler
Terjadi sampai dengan hari ke-12 pada area fraktur, periosteum, endosteum dan sumsum tulang mensuplai sel yang berubah menjadi fibrokartilago, kartilago hialin dan jaringan penunjang fibrosa terjadinya osteogenesis dengan cepat.
3. Tahap formasi kallus/prakallus
Terjadi pada hari 6-10 hari setelah cidera, jaringan granullasi berubah menjadi bentuk prakallus. Prakallus mencapai ukuran maksimal pada hari ke 14-21 setelah cidera.
4. Tahap osifikasi kallus
Terjadi sampai minggu ke-12 membentuk osifikasi kallus eksternal (antara periosteum dan korteks) kallus internal dan kallus intermediate pada minggu ke-3 sampai ke-10 kallus menjadi tulang.
5. Tahap konsolidasi (6-8 bulan) dan remodeling (6-12 bulan)
8. Komplikasi 1. Malunion
Suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.
2. Non-union
Kegagalan pada proses penyambungan tulang sehingga tulang tak dapat menyambung.
3. Delayed union
Proses penyembuhan tulang berjalan dalam waktu lama dari waktu yang diperkirakan.
4. Infeksi
Paling sering menyertai fraktur terbuka tetapi sudah jarang dijumpai dapat melalui logam bidai.
5. Cidera vaskuler dan saraf
Kedua organ ini dapat cidera akibat ujung patahan tulang yang tajam.
Terjadi setelah 24-48 jam setelah cidera, ditandai distress pernapasan, tachikardi, tachipnoe, demam, edema paru, dan akhirnya kematian.
7. Gangren gas
Yang berasal dari infeksi yang disebabkan oleh bacterium saphrophystik gram positif anaerob antara lain clostridium weichii/clostridium perfingers. Clostridium biasanya akan tubuh pada luka dalam yang mengalami penurunan suplai O2 karena trauma otot.
8. Reflek symphathetic dystrophy
Karena tidak stabilnya vasomotor yang mengakibatkan tidak normalnya sistem saraf simpatik yang hiperaktif sehingga menyebabkan terjadinya perlukaan.
9. Thrombo embolic complication
Terjadi pada individu yang immobilisasi dalam waktu yang lama.
10. Pressure sore (borok akibat tekanan)
Akibat gips/bidai yang memberi tekanan setempat sehingga terjadi nekrosis pada jaringan superfisial
11. Osteomyelitis
Infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum/korteks tulang dapat berupa hematogenous. Pathogen masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus atau selama operasi.
Fraktur mengganggu aliran darah ke salah satu fragmen sehingga fragmen tersebut mati. Sering terjadi pada fraktur caput femoris.
13. Kerusakan arteri
Ditandai adanya denyut, bengkak, pucat pada baigan distal fraktur, nyeri, pengisian kapiler yang buruk. Kerusakan arteri dapat disertai cidera pada kaki, saraf dan otot visera (thoraks dan abdomen).
14. Syock
Perdarahan selalu terjadi pada tempat fraktur dan perdarahan ini dapat hebat sehingga terjadilah syock.
15. syndrome compartment
Terjadi saat satu atau lebih compartement ekstremitas meningkat, saat peningkatan tekanan jaringan pada ruangan tertutup diotot yang berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot, ditandai dengan edema, tidak adanya denyut, nyeri terutama ketika area luka ditinggikan atau digerakkan, pucat atau cyanosis, kaku dan paresis.
9. PROSEDUR DIAGNOSTIK 1. Pemeriksaan penunjang
1. Sinar X
Melihat gambaran terakhir atau mendekati struktur fraktur
2. Venogram
3. Konduksi saraf dan elektromiogram
Mendeteksi cidera saraf
4. Angiografi
Berhubungan dengan pembuluh darah
5. Antrotropi
Mendeteksi keterlibatan sendi
6. Radiografi
Menentukan integritas tulang
7. CT-Scan
Memperlihatkan fraktur atau mendeteksi struktur fraktur
2. Pemeriksaan laboratorium
LED meningkat bila kerusakan jaringan lemak luas, leukosit sebagai respon stress normal setelah trauma, Hb dan HCT rendah akibat perdarahan.
10.PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan fraktur prinsipnya adalah dengan 4-R :
1. Recognisi : riwayat dari terjadinya fraktur sampai didiagnosa fraktur 2. Reduksi : upaya memanipulasi fragmen tulang
3. Retensi : memelihara reduksi sampai penyembuhan
4. Rehabilitasi : upaya untuk pencapai kembali fungsi tulang secara normal 2. Beberapa intervensi yang diperlukan
1. Proteksi dengan mitela atau pembebatan fraktur diatas dan dibawah sisi cidera sebelum memindahkan pasien. Pembebatan atau pemdidaian mencegah luka dan nyeri yang lebih jauh dan mengurangi adanya komplikasi.
2. Immobilitas
Dilakukan dalam jangka waktu berbeda-beda untuk kesembuhan fragmen yang dipersatukan dengan pemasangan gips.
3. Memberikan kompres dingin untuk menentukan perdarahan, edema dan nyeri
4. Meninggikan tungkai untuk menurunkan edema nyeri
5. Kontrol perdarahan dan memberikan penggantian cairan untuk mencegah syock.
6. Traksi untuk fraktur tulang panjang
Sebagai upaya menggunakan kekuatan tarikan untuk meluruskan dan immobilisasi fragmen tulang.
7. Reposisi tertutup atau fiksasi dengan gips
Pada fraktur supra kondilus, reposisi dapat dilaksanakan dengan anestesi umum atau lokal.
2. Pemberian Diet
Pemberian diet TKTP dan zat besi untuk mencegah terjadinya anemia.
3. Intervensi farmakologis
1. Anestesi local, analgesic narkotik, relaksasi otot atau sedative diberikan untuk membantu klien selama prosedur reduksi tertutup. 2. Anestesi dapat diberikan
4. ATS diberikan pada pasien tulang complicated 4. Intervensi operatif
1. Reduksi untuk memperbaiki kontinuitas tulang 1. Reduksi Tertutup
Fragmen tulang disatukan dengan manipulasi dan traksi manual untuk memperbaiki kesejajaran gips atas bebat dipasang, untuk mengimmobilisasi ekstremitas dan mempertahankan reduksi. Diperlukan suatu kontrol radiology yang diikuti fiksasi interna.
2. Reduksi terbuka dan fiksasi internal / ORIF
Fiksasi interna dengan pembedahan terbuka akan mengimmobilisasi fraktur. Memasukkan paku, sekrup atau pen atau plat ke dalam tempat fraktur untuk memfiksasi bagian tulang yang fraktur secara bersamaan. Fragmen tulang secara langsung terlihat dan alat fiksasinya digunakan untuk memegang fragmen tulang dalam posisi. Terjadi penyembuhan tulang dan dapat diangkat bila tulang sembuh. Setelah penutupan luka, beban atau gips untuk stabilisasi dan sokong tambahan.
2. Penggantian endoprostetik
Penggantian fragmen dengan alat logam terimplantasi dan digunakan bila terakhir mengganggu nutrisi tulang atau pengobatan pilihan adalah penggantian tulang.
11.NURSING CARE PLAN 1. Pengkajian
1. Riwayat keperawatan
2. Obat-obatan yang sering digunakan 3. Kebiasaan minum-minuman keras 4. Nutrisi
5. Pekerjaan atau hobby 2. Pemeriksaan fisik
Head to toe , inspeksi perubahan bentuk tulang, lokasi fraktur, gerakan pasien, integritas kulit, nyeri.
3. Aktivitas atau istirahat
Ditujukan dengan terbatasnya atau kehilangan fungsi, yang cenderung pada bagian tengah yang disebabkan oleh fraktur sekunder bengkak pada jaringan dan rasa nyeri.
4. Sirkulasi
Ditunjukkan dengan : hipertensi atau hipotensi, tachicardi yang disebabkan karena respon stress atau hipovolemik, nadi berkurang atau menurun lebih kecil pada bagian distal perlukan disebabkan karena keterlambatan pengikatan pembuluh darah
mempengaruhi bagian jaringan menjadi bengkok hematom pada tempat perlukaan disebabkan adanya darah ekstravaskuler berada pada daerah perlukaan.
5. Neurosensori
Ditunjukkan dengan kehilangan gerakan atau sensasi, spasme otot : kaku atau tak terasa (parestesia), perubahan total, pemendekan, kekakuan abnormal, terpuntir, krepitasi, agitasi karena nyeri atau cemas.
6. Rasa nyaman
7. Keamanan
Kulit laserasi, perdarahan, perlukaan, lokasi bengkak.
8. Tempat fraktur dan sistem jaringan 1. Edema
2. Perubahan warna
3. Parestesia dengan numbness dan tingling karena
ketidakseimbangan aliran darah dalam pembuluh darah yang menuju berbagai organ atau peningkatan tekanan jaringan
4. Nyeri akibat penimbunan darah sekitar tulang yang mengakibatkan tertekannya saraf.
5. Kulit terbuka dan tertutup
Kulit terbuka apabila tulang sampai menembus kulit-kulit tertutup apabila tulang masih berada didalam kulit
1. Krepitasi akibat sensasi yang berkertak : bunyi yang terdengar pada saat kedua tulang saling bergerak
2. Perdarahan terjadi karena kerusakan pembuluh darah arteri dan vena
2. Sistem yang diperhatikan 1. Pallor atau pucat
Karena perdarahan yang banyak maka darah yang mengikat oksigen dalam tubuh berkurang sehingga penurunan O2 di dalam jaringan.
2. Confusion
Perfusi darah yang ke otak menurun sehingga otak kekurangan O2 dan mengganggu metabolisme otak yang mengakibatkan kebingungan.
Terjadi pada fraktur terbuka, lemak berasal dari sumsum tulang atau myelum masuk ke aliran darah terbuka sehingga dapat terjadi embolik dan mengakibatkan sesak napas.
4. Shock
Terjadi saat hipovolemik karena kekurangan darah akibat pecahnya arteri dari perdarahan
5. Diaphoresis atau keringat banyak
Akibat peningkatan metabolisme tubuh, untuk itu dibutuhkan energi banyak hingga energi akan dipecah menjadi panas dan menimbulkan banyak keringat.
1. Takut dan cemas karena perubahan status kesehatan 2. Psikososial yang perlu diperhatikan
Konsep diri karena adanya perubahan body image dan kelemahan mobilitas fisik
2. Diagnosa keperawatan 1. Pre operasi
Cemas ybd krisis situasional
Definisi : perasaan gelisah yang tak jelas dan ketidaknyamanan atau ketakutan yang disertai respon autonom (sumber tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu) perasaan keprihatinan disebabkan dari antisipasi terhadap bahaya. Sinyal ini merupakan peringatan adanya ancaman yang akan datang dan memungkinkan individu untuk mengambil langkah untuk menyetujui terhadap tindakan.
Batasan karakteristik
Penurunan produktivitas Kontak mata buruk Gelisah
Resah Afektif Takut Gugup
Mudah tersinggung Cemas
Tujuan
Klien dapat mengontrol cemas setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil
Indikator
g mendemostrasikan dg konsisten
1 2 3 4 5
Mengobservasi tingkat kecemasan Mengurangi
tingkat kecemasan Mengurangi
stimulasi lingkungan ketika cemas
Beri informasi untuk mengurangi kecemasan Merencanakan
strategi koping untuk mengatasi stress situasional
Laporan durasi kecemasan Pertahankan
hubungan sosial Pertahanan
konsentrasi Laporkan
pernyimpangan persepsi sensori Kontrol respon
cemas
Memperlihatkan tanda bahwa cemas berkurang Mengunakan
strategi koping yang efektif Menggunakan
teknik telaksasi untuk mengurangi cemas
Melaporkan penurunan durasi kecemasan Melaporkan
1
1
1
2
2
2
3
3
3
4
4
4
5
5
5
Intervensi
1. Observasi tingkat kecemasan klien
2. Anjurkan klien melakukan teknik relaksasi
3. Berikan lingkungan yang nyaman saat klien tidur
4. Dukung klien untuk menggunakan mekanisme koping yang tepat
5. Pantau pola tidur klien
2. Post operasi
1. Nyeri akut ybd agen injuri fisik
yang tidak dapat diantisipasi sebelumnya berlangsung kurang dari 6 bulan.
Batasan karakteristik
Melaporkan secara verbal tentang adanya nyeri
Adanya respon non verbal seperti ekspresi wajah tegang Gerakan terbatas melindungi atau berhati-hati
Tingkahlaku yang mengekspresikan merintih, menangis, gelisah, waspada irritable napas panjang keluh kesah
Tujuan
Klien dapat mengontrol nyeri setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria hasil
Indikator
1. Menyebutkan faktor
penyebab 2. menyebutkan
durasi nyeri 3. menggunakan
tindakan pencegahan 4. menggunakan
non-5. menggunakan analgetik yang tepat
6. menggunakan tanda bahaya mencari perawatan 7. melaporkan
gejala kepada tim kesehatan 8. melaporkan
gejala nyeri 9. menggunakan
catatan nyeri 10. melaporkan
nyeri dapat dikontrol
1. Observasi nyeri meliputi PQRST
2. Observasi respon non verbal karena ketidaknyamanan
3. Kontrol faktor lingkungan yang menyebabkan pasien merasa tidak nyaman suhu, penerangan, lingkungan, bising
5. Anjurkan pada klien untuk mengurangi faktor yang menyebabkan peningkatan nyeri 6. Ajarkan teknik mengurangi nyeri dengan teknik relaksasi nafas dalam
7. Ajarkan teknik distrasi (membaca koran, nonton TV) 8. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgenik
2. Kerusakan mobilitas fisik ybd kerusakan muskuloskeletal
Definisi : keterbatasan dalam pergerakan fisik pada bagian tubuh tertentu atau pada satu atau lebih ekstremitas
Batasan karakteristik
Postur tubuh tidak stabil selama melakukan aktivitas rutin
Keterbatasan kemampuan melakukan ketrampilan motorik kasar Keterbatasan ROM
Gerak lambat Sulit berbalik
Tujuan :
Kemampuan mobilitas meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria hasil
11. P
1 2 3 4 5
12. A
1 2 3 4 5
13. A
1 2 3 4 5
Intervensi
1. Monitor status neurology, monitor kondisi kulit 2. Monitor kemampuan mobilisasi klien
3. Pasang restrain
4. Jaga linen tetap bersih, kering
5. Anjurkan klien latihan di bed sesuai keadaan klien 6. Kolaborasi dengan fisioterapi untuk peningkatan latihan
3. Kerusakan intergritas jaringan ybd kerusakan mobilitas fisik
Definisi : Kerusakan membran mokus kornea integumentum, atau jaringan subkutan.
Batasan karakteristik
Rusaknya atau hancurnya jaringan (kornea, membrane mokus, integumentum, subkutan) Tujuan
Kriteria hasil
Penyembuhan luka
Tanpa Sedikit Sedang Banyak Penuh
1 2 3 4 5
1. Pengeluaran cairan purulen
2. disekitar kulit kemerahan 3. pengeluaran dari
luka bau 4. Penyembuhan
oedem sekitar luka 5. Granulasi
6. Penyembuhan kulit sekitar eritema 7. Penyembuhan kulit
sekitar yang tak normal
8. Penyembuhan jaringan yang mati
1
3. Bersihkan luka dengan anti septic
4. Ajarkan klien atau keluarga membersihkan luka sesuai prosedur 5. Monitor untuk tanda-tanda infeksi
6. Inspeksi kulit dan membrane mokus untuk kemerahan panas atau drainase
4. Resiko infeksi ybd tempat masuknya mikroorganisme sekunder terhadap prosedur invasive
Definisi : peningkatan resiko untuk terinvasi oleh organisme pathogen.
Batasan karakteristik
Tidak adekuatnya imunitas Penyakit kronis
Trauma kulit
Tujuan
Klien tetap mendapatkan status imun adekuat setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria hasil
Indikator
Sangat
tercapai Dpt tercapai Sdng tercapai Sedikit tercapai Tdk tercapai
1 2 3 4 5
1. Tidak ada tumor 2. Status GI baik 3. Status respirasi
baik
4. Status GU baik 5. BB normal 6. Suhu badan
normal
7. Integritas kulit baik
8. Integritas mukosa baik 9. Imunisasi baik 10. Antibodi normal 11. Tingkat sel T4
normal
12. Tingkat sel T8 normal
13. Tingkat komplemen
1. Monitor TTV
2. Monitor tanda local dari infeksi
3. Pertahankan pelaksanaan prosedur dengan teknik aseptic 4. Anjurkan keluarga menjaga kebersihan sekitar alat invasive 5. Laksanakan pemberian antibotik
5. Kurang perawatan diri mandi, toileting dan berpakaian ybd kerusakan muskuloskeletal sekunder akibat fraktur.
Batasan Karakteristik
Tidak mampu dalam :
Membasuh bagian atau seluruh tubuh Mendapatkan peralatan mandi
Masuk/keluar kamar mandi
Mengenakan pakaian untuk toileting Memenuhi kebutuhan toileting Memakai pakaian atas
Memakai pakaian bawah Tujuan
Kemampuan klien dalam perawatan diri mandi, toileting dan berpakaian meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria hasil
Indikator Tergantung
tidak berpartisipasi
Dibantu alat dan orang
lain
Dibantu orang
Mandiri didampingi
1 2 3 4 5
Makan 1 2 3 4 5
Berpakaian 1 2 3 4 5
Toileting 1 2 3 4 5
Mandi 1 2 3 4 5
Berhias 1 2 3 4 5
Kebersihan diri 1 2 3 4 5
Kebersihan mulut 1 2 3 4 5
Mobilisasi jalan 1 2 3 4 5
Mobilisasi kursi
roda 1 2 3 4 5
Menunjukkan
perubahan 1 2 3 4 5
1. Monitor kemampuan mandi klien 2. Fasilitasi kebutuhan gosok gigi klien 3. Monitor kemampuan klien untuk toileting 4. Jaga privasi selama eliminasi
5. Kembalikan posisi klien setelah eliminasi 6. Bantu klien BAB/BAK
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddart, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta: EGC: 2003.
Carpenito, Lynda Juall. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Jakarta : EGC, 2001.
Charless J Meeves, Keperawatan Medika Bedah, Jakarta. Salemba Medika, 2001.
Doenges, Marlyn E. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : EGC, 2000.
Gordon, Marjory, Nursing Diagnosis, Philadelphia, 2001-2002.
Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Medika Aesculapius, 2000.
Nanda, Nursing Diagnosis Definition and Classification, 2005-2006.
Oiwa Outcome Project, Nursing Intervention Clasification (NIC) Second Edition. Mosby, 2000.
Oiwa Outcome Project, Nursing Outcomss Clasification (NOC) Second Edition. Mosby, 2000.