• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA S dr

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN PADA S dr"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN PRE DAN POST OPERASI ORIF FRAKTUR FEMUR SINISTRA DI RUANG ANGGREK

(2)

Disusun Oleh:

SRI WAHYUNI 1951

RUMAH SAKIT Dr. OEN SURAKARTA

TAHUN 2007

KONSEP DASAR FRAKTUR

1. Definisi

1. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis yang menyebabkan fraktur patologis. (Arief Mansjoer, 2000)

(3)

2. Etiologi

Tulang bersifat relatif rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan dan fraktur dapat terjadi karena:

1. Trauma

Sebagian fraktur terjadi karena kekuatan yang tiba-tiba dan berlebih yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekanan, pemuntiran/penarikan. Bila terjadi kekuatan langsung tulang bisa patah pada tempat yang terkena, jaringan lemak juga pasti rusak.

1. Pemukulan

Menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit.

2. Penghancuran

Menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lemak yang luas. Bila terkena kekuatan tak langsung dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kerusakan jaringan lemak ditempat fraktur mungkin tidak ada.

2. Kelelahan/tekanan berulang-ulang

Retak dapat terjadi pada tulang, misal: pada logam/benda lain akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini dapat terjadi pada tibia/fibula, radius/ ulna. Biasanya pada

olahragawan/atlit (bola volley, senam, bola basket).

3. Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologis)

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal, kalau tulang itu lemah (tumor) atau sangat rapuh (osteoporosis) penderita kanker/infeksi

(4)

3. Klasifikasi (Menurut Arif Mansjoer, 2001) 1. Berdasarkan luas/garis fraktur

1. Fraktur komplit

Bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua tulang.

2. Fraktur tidak komplit/incomplete

Bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang, misal:

1. Buckle fracture: terjadi pada lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa dibawahnya.

2. Green stick fracture: fraktur tidak sempurna dan sering terjadi pada anak-anak, korteks tulang masih utuh begitu pula periosteum. 2. Berdasarkan posisi fragmen

1. Fraktur undisplaced/tidak bergeser

Tulang patah, posisi pada tempatnya normal/garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser, periosteum masih utuh.

2. Fraktur displaced/bergeser

Ujung tulang yang patah berjauhan dari tempat patah dan terjadi pergeseran fragmen-fragmen tulang.

3. Berdasarkan bentuk/jumlah garis patah 1. Fraktur komunitif

Garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan

2. Fraktur segmental

(5)

3. Fraktur multipel

Garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang, tempat yang berlainan.

4. Berdasarkan tempat

Misal: Fraktur femur, fraktur humerus, fraktur radius, ulna, tibia, fibula, vertebra dll.

5. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma 1. Fraktur transversal

Fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang.

2. Fraktur oblik

Fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang.

3. Fraktur spinal

Fraktur tulang yang melingkari tulang.

4. Fraktur kompresi

Fraktur dimana 2 tulang menumbuk tulang ketiga yang berada diantaranya.

5. Fraktur avulse

Fraktur yang memisahkan fragmen tulang pada tempat inverse tendon ataupun ligament.

6. Berdasarkan hubungan tulang dengan dunia luar 1. Fraktur tertutup (closed/simple fracture)

Bila tidak ada hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.

(6)

Karena terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan dikulit.

Menurut R. Gustillo (2001), Fraktur terbuka terbagi atas 3 derajad:

1. Derajad I

1. Luka < 1 cm

2. Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk.

3. Fraktur sederhana, tranversal, obliq atau komunitif ringan 4. Kontaminasi minimal

2. Derajat II

1. Laserasi > 1 cm

2. Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse 3. Fraktur komunitif sedang

4. Kontaminasi sedang 3. Derajat III

Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.

Terbagi atas:

1. Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.

2. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur yang tulang yang terpapar/kontaminasi masif. 3. Jaringan lunak yang menutupi fraktur yang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas/flap/

avulsi/fraktur segmental atau sangat komunitif yang disebabkan trauma berenergi tanpa melihat besar luasnya luka.

(7)

Tanda dan gejala fraktur menurut Sandra M Nettira(2002) 1. R asa sakit atau nyeri

Nyeri akan bertambah berat dengan gerakan dan penekanan di atas fraktur

2. Pembengkakan di sekitar fraktur akan menyertai proses peradangan 3. Kelainan bentuk (deformitas),tampak jelas posisi tulang yang tidak alami. 4. Gangguan fungsi,ekstremitas tidak dapat digunakan

5. Dapat terjadi gangguan sensasi atau rasa kesemutan yang mengisyaratkan kerusakan syaraf

5. Patofisiologi

Fraktur terjadi bila interupsi dari kontinuitas tulang, biasanya fraktur disertai cidera jaringan disekitar ligament, otot, tendon, pembuluh darah dan persyarafan. Tulang yang rusak mengakibatkan periosteum pembuluh darah pada korteks dan sumsum tulang serta jaringan lemak sekitarnya rusak. Keadaan tersebut menimbulkan perdarahan dan

terbentuknya hematom dan jaringan nekrotik. Jerjadinya jaringan nekrotik pada jaringan sekitar fraktur tulang merangsang respon inflamasi berupa vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera. Tahap ini merupakan tahap awal pembentukan tulang. Berbeda dengan jaringan lain, tulang dapat mengalami regenerasi tanpa menimbulkan bekas luka.

6. Tahap Penyembuhan Tulang

1. Tahap pembentukan haematom/Hematoma formation

(8)

Pada saat terjadi fraktur terjadi kerusakan pembuluh darah sehingga terjadi perdarahan. Dalam 24 jam terjadi reaksi peradangan, leukosit dan sel mast berakumulasi

menyebabkan peningkatan aliran darah pada area luka. Darah menumpuk dan mengeratkan ujung-ujung tulang patah dan fagositosis dan pemisahan sel-sel mati dimulai. Sesudah proses hematom terjadi, kemudian berkembang menjadi jaringan granulasi.

2. Tahap proliferasi seluler

Terjadi sampai dengan hari ke-12 pada area fraktur, periosteum, endosteum dan sumsum tulang mensuplai sel yang berubah menjadi fibrokartilago, kartilago hialin dan jaringan penunjang fibrosa terjadinya osteogenesis dengan cepat.

3. Tahap formasi kallus/prakallus

Terjadi pada hari 6-10 hari setelah cidera, jaringan granullasi berubah menjadi bentuk prakallus. Prakallus mencapai ukuran maksimal pada hari ke 14-21 setelah cidera.

4. Tahap osifikasi kallus

Terjadi sampai minggu ke-12 membentuk osifikasi kallus eksternal (antara periosteum dan korteks) kallus internal dan kallus intermediate pada minggu ke-3 sampai ke-10 kallus menjadi tulang.

5. Tahap konsolidasi (6-8 bulan) dan remodeling (6-12 bulan)

(9)
(10)
(11)

8. Komplikasi 1. Malunion

Suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.

2. Non-union

Kegagalan pada proses penyambungan tulang sehingga tulang tak dapat menyambung.

3. Delayed union

Proses penyembuhan tulang berjalan dalam waktu lama dari waktu yang diperkirakan.

4. Infeksi

Paling sering menyertai fraktur terbuka tetapi sudah jarang dijumpai dapat melalui logam bidai.

5. Cidera vaskuler dan saraf

Kedua organ ini dapat cidera akibat ujung patahan tulang yang tajam.

(12)

Terjadi setelah 24-48 jam setelah cidera, ditandai distress pernapasan, tachikardi, tachipnoe, demam, edema paru, dan akhirnya kematian.

7. Gangren gas

Yang berasal dari infeksi yang disebabkan oleh bacterium saphrophystik gram positif anaerob antara lain clostridium weichii/clostridium perfingers. Clostridium biasanya akan tubuh pada luka dalam yang mengalami penurunan suplai O2 karena trauma otot.

8. Reflek symphathetic dystrophy

Karena tidak stabilnya vasomotor yang mengakibatkan tidak normalnya sistem saraf simpatik yang hiperaktif sehingga menyebabkan terjadinya perlukaan.

9. Thrombo embolic complication

Terjadi pada individu yang immobilisasi dalam waktu yang lama.

10. Pressure sore (borok akibat tekanan)

Akibat gips/bidai yang memberi tekanan setempat sehingga terjadi nekrosis pada jaringan superfisial

11. Osteomyelitis

Infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum/korteks tulang dapat berupa hematogenous. Pathogen masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus atau selama operasi.

(13)

Fraktur mengganggu aliran darah ke salah satu fragmen sehingga fragmen tersebut mati. Sering terjadi pada fraktur caput femoris.

13. Kerusakan arteri

Ditandai adanya denyut, bengkak, pucat pada baigan distal fraktur, nyeri, pengisian kapiler yang buruk. Kerusakan arteri dapat disertai cidera pada kaki, saraf dan otot visera (thoraks dan abdomen).

14. Syock

Perdarahan selalu terjadi pada tempat fraktur dan perdarahan ini dapat hebat sehingga terjadilah syock.

15. syndrome compartment

Terjadi saat satu atau lebih compartement ekstremitas meningkat, saat peningkatan tekanan jaringan pada ruangan tertutup diotot yang berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot, ditandai dengan edema, tidak adanya denyut, nyeri terutama ketika area luka ditinggikan atau digerakkan, pucat atau cyanosis, kaku dan paresis.

9. PROSEDUR DIAGNOSTIK 1. Pemeriksaan penunjang

1. Sinar X

Melihat gambaran terakhir atau mendekati struktur fraktur

2. Venogram

(14)

3. Konduksi saraf dan elektromiogram

Mendeteksi cidera saraf

4. Angiografi

Berhubungan dengan pembuluh darah

5. Antrotropi

Mendeteksi keterlibatan sendi

6. Radiografi

Menentukan integritas tulang

7. CT-Scan

Memperlihatkan fraktur atau mendeteksi struktur fraktur

2. Pemeriksaan laboratorium

LED meningkat bila kerusakan jaringan lemak luas, leukosit sebagai respon stress normal setelah trauma, Hb dan HCT rendah akibat perdarahan.

10.PENATALAKSANAAN

1. Penatalaksanaan fraktur prinsipnya adalah dengan 4-R :

1. Recognisi : riwayat dari terjadinya fraktur sampai didiagnosa fraktur 2. Reduksi : upaya memanipulasi fragmen tulang

3. Retensi : memelihara reduksi sampai penyembuhan

4. Rehabilitasi : upaya untuk pencapai kembali fungsi tulang secara normal 2. Beberapa intervensi yang diperlukan

(15)

1. Proteksi dengan mitela atau pembebatan fraktur diatas dan dibawah sisi cidera sebelum memindahkan pasien. Pembebatan atau pemdidaian mencegah luka dan nyeri yang lebih jauh dan mengurangi adanya komplikasi.

2. Immobilitas

Dilakukan dalam jangka waktu berbeda-beda untuk kesembuhan fragmen yang dipersatukan dengan pemasangan gips.

3. Memberikan kompres dingin untuk menentukan perdarahan, edema dan nyeri

4. Meninggikan tungkai untuk menurunkan edema nyeri

5. Kontrol perdarahan dan memberikan penggantian cairan untuk mencegah syock.

6. Traksi untuk fraktur tulang panjang

Sebagai upaya menggunakan kekuatan tarikan untuk meluruskan dan immobilisasi fragmen tulang.

7. Reposisi tertutup atau fiksasi dengan gips

Pada fraktur supra kondilus, reposisi dapat dilaksanakan dengan anestesi umum atau lokal.

2. Pemberian Diet

Pemberian diet TKTP dan zat besi untuk mencegah terjadinya anemia.

3. Intervensi farmakologis

1. Anestesi local, analgesic narkotik, relaksasi otot atau sedative diberikan untuk membantu klien selama prosedur reduksi tertutup. 2. Anestesi dapat diberikan

(16)

4. ATS diberikan pada pasien tulang complicated 4. Intervensi operatif

1. Reduksi untuk memperbaiki kontinuitas tulang 1. Reduksi Tertutup

Fragmen tulang disatukan dengan manipulasi dan traksi manual untuk memperbaiki kesejajaran gips atas bebat dipasang, untuk mengimmobilisasi ekstremitas dan mempertahankan reduksi. Diperlukan suatu kontrol radiology yang diikuti fiksasi interna.

2. Reduksi terbuka dan fiksasi internal / ORIF

Fiksasi interna dengan pembedahan terbuka akan mengimmobilisasi fraktur. Memasukkan paku, sekrup atau pen atau plat ke dalam tempat fraktur untuk memfiksasi bagian tulang yang fraktur secara bersamaan. Fragmen tulang secara langsung terlihat dan alat fiksasinya digunakan untuk memegang fragmen tulang dalam posisi. Terjadi penyembuhan tulang dan dapat diangkat bila tulang sembuh. Setelah penutupan luka, beban atau gips untuk stabilisasi dan sokong tambahan.

2. Penggantian endoprostetik

Penggantian fragmen dengan alat logam terimplantasi dan digunakan bila terakhir mengganggu nutrisi tulang atau pengobatan pilihan adalah penggantian tulang.

11.NURSING CARE PLAN 1. Pengkajian

1. Riwayat keperawatan

(17)

2. Obat-obatan yang sering digunakan 3. Kebiasaan minum-minuman keras 4. Nutrisi

5. Pekerjaan atau hobby 2. Pemeriksaan fisik

Head to toe , inspeksi perubahan bentuk tulang, lokasi fraktur, gerakan pasien, integritas kulit, nyeri.

3. Aktivitas atau istirahat

Ditujukan dengan terbatasnya atau kehilangan fungsi, yang cenderung pada bagian tengah yang disebabkan oleh fraktur sekunder bengkak pada jaringan dan rasa nyeri.

4. Sirkulasi

Ditunjukkan dengan : hipertensi atau hipotensi, tachicardi yang disebabkan karena respon stress atau hipovolemik, nadi berkurang atau menurun lebih kecil pada bagian distal perlukan disebabkan karena keterlambatan pengikatan pembuluh darah

mempengaruhi bagian jaringan menjadi bengkok hematom pada tempat perlukaan disebabkan adanya darah ekstravaskuler berada pada daerah perlukaan.

5. Neurosensori

Ditunjukkan dengan kehilangan gerakan atau sensasi, spasme otot : kaku atau tak terasa (parestesia), perubahan total, pemendekan, kekakuan abnormal, terpuntir, krepitasi, agitasi karena nyeri atau cemas.

6. Rasa nyaman

(18)

7. Keamanan

Kulit laserasi, perdarahan, perlukaan, lokasi bengkak.

8. Tempat fraktur dan sistem jaringan 1. Edema

2. Perubahan warna

3. Parestesia dengan numbness dan tingling karena

ketidakseimbangan aliran darah dalam pembuluh darah yang menuju berbagai organ atau peningkatan tekanan jaringan

4. Nyeri akibat penimbunan darah sekitar tulang yang mengakibatkan tertekannya saraf.

5. Kulit terbuka dan tertutup

Kulit terbuka apabila tulang sampai menembus kulit-kulit tertutup apabila tulang masih berada didalam kulit

1. Krepitasi akibat sensasi yang berkertak : bunyi yang terdengar pada saat kedua tulang saling bergerak

2. Perdarahan terjadi karena kerusakan pembuluh darah arteri dan vena

2. Sistem yang diperhatikan 1. Pallor atau pucat

Karena perdarahan yang banyak maka darah yang mengikat oksigen dalam tubuh berkurang sehingga penurunan O2 di dalam jaringan.

2. Confusion

Perfusi darah yang ke otak menurun sehingga otak kekurangan O2 dan mengganggu metabolisme otak yang mengakibatkan kebingungan.

(19)

Terjadi pada fraktur terbuka, lemak berasal dari sumsum tulang atau myelum masuk ke aliran darah terbuka sehingga dapat terjadi embolik dan mengakibatkan sesak napas.

4. Shock

Terjadi saat hipovolemik karena kekurangan darah akibat pecahnya arteri dari perdarahan

5. Diaphoresis atau keringat banyak

Akibat peningkatan metabolisme tubuh, untuk itu dibutuhkan energi banyak hingga energi akan dipecah menjadi panas dan menimbulkan banyak keringat.

1. Takut dan cemas karena perubahan status kesehatan 2. Psikososial yang perlu diperhatikan

Konsep diri karena adanya perubahan body image dan kelemahan mobilitas fisik

2. Diagnosa keperawatan 1. Pre operasi

Cemas ybd krisis situasional

Definisi : perasaan gelisah yang tak jelas dan ketidaknyamanan atau ketakutan yang disertai respon autonom (sumber tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu) perasaan keprihatinan disebabkan dari antisipasi terhadap bahaya. Sinyal ini merupakan peringatan adanya ancaman yang akan datang dan memungkinkan individu untuk mengambil langkah untuk menyetujui terhadap tindakan.

Batasan karakteristik

(20)

 Penurunan produktivitas  Kontak mata buruk  Gelisah

 Resah  Afektif  Takut  Gugup

 Mudah tersinggung  Cemas

Tujuan

Klien dapat mengontrol cemas setelah dilakukan tindakan keperawatan

Kriteria Hasil

Indikator

g mendemostrasikan dg konsisten

1 2 3 4 5

 Mengobservasi tingkat kecemasan  Mengurangi

tingkat kecemasan  Mengurangi

stimulasi lingkungan ketika cemas

 Beri informasi untuk mengurangi kecemasan  Merencanakan

strategi koping untuk mengatasi stress situasional

(21)

 Laporan durasi kecemasan  Pertahankan

hubungan sosial  Pertahanan

konsentrasi  Laporkan

pernyimpangan persepsi sensori  Kontrol respon

cemas

 Memperlihatkan tanda bahwa cemas berkurang  Mengunakan

strategi koping yang efektif  Menggunakan

teknik telaksasi untuk mengurangi cemas

 Melaporkan penurunan durasi kecemasan  Melaporkan

(22)

1

1

1

2

2

2

3

3

3

4

4

4

5

5

5

Intervensi

1. Observasi tingkat kecemasan klien

2. Anjurkan klien melakukan teknik relaksasi

3. Berikan lingkungan yang nyaman saat klien tidur

4. Dukung klien untuk menggunakan mekanisme koping yang tepat

5. Pantau pola tidur klien

2. Post operasi

1. Nyeri akut ybd agen injuri fisik

(23)

yang tidak dapat diantisipasi sebelumnya berlangsung kurang dari 6 bulan.

Batasan karakteristik

 Melaporkan secara verbal tentang adanya nyeri

 Adanya respon non verbal seperti ekspresi wajah tegang  Gerakan terbatas melindungi atau berhati-hati

 Tingkahlaku yang mengekspresikan merintih, menangis, gelisah, waspada irritable napas panjang keluh kesah

Tujuan

Klien dapat mengontrol nyeri setelah dilakukan tindakan keperawatan

Kriteria hasil

Indikator

1. Menyebutkan faktor

penyebab 2. menyebutkan

durasi nyeri 3. menggunakan

tindakan pencegahan 4. menggunakan

(24)

non-5. menggunakan analgetik yang tepat

6. menggunakan tanda bahaya mencari perawatan 7. melaporkan

gejala kepada tim kesehatan 8. melaporkan

gejala nyeri 9. menggunakan

catatan nyeri 10. melaporkan

nyeri dapat dikontrol

1. Observasi nyeri meliputi PQRST

2. Observasi respon non verbal karena ketidaknyamanan

3. Kontrol faktor lingkungan yang menyebabkan pasien merasa tidak nyaman suhu, penerangan, lingkungan, bising

(25)

5. Anjurkan pada klien untuk mengurangi faktor yang menyebabkan peningkatan nyeri 6. Ajarkan teknik mengurangi nyeri dengan teknik relaksasi nafas dalam

7. Ajarkan teknik distrasi (membaca koran, nonton TV) 8. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgenik

2. Kerusakan mobilitas fisik ybd kerusakan muskuloskeletal

Definisi : keterbatasan dalam pergerakan fisik pada bagian tubuh tertentu atau pada satu atau lebih ekstremitas

Batasan karakteristik

 Postur tubuh tidak stabil selama melakukan aktivitas rutin

 Keterbatasan kemampuan melakukan ketrampilan motorik kasar  Keterbatasan ROM

 Gerak lambat  Sulit berbalik

Tujuan :

Kemampuan mobilitas meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan

Kriteria hasil

(26)
(27)

11. P

1 2 3 4 5

12. A

1 2 3 4 5

13. A

1 2 3 4 5

Intervensi

1. Monitor status neurology, monitor kondisi kulit 2. Monitor kemampuan mobilisasi klien

3. Pasang restrain

4. Jaga linen tetap bersih, kering

5. Anjurkan klien latihan di bed sesuai keadaan klien 6. Kolaborasi dengan fisioterapi untuk peningkatan latihan

3. Kerusakan intergritas jaringan ybd kerusakan mobilitas fisik

Definisi : Kerusakan membran mokus kornea integumentum, atau jaringan subkutan.

Batasan karakteristik

 Rusaknya atau hancurnya jaringan (kornea, membrane mokus, integumentum, subkutan) Tujuan

(28)

Kriteria hasil

Penyembuhan luka

Tanpa Sedikit Sedang Banyak Penuh

1 2 3 4 5

1. Pengeluaran cairan purulen

2. disekitar kulit kemerahan 3. pengeluaran dari

luka bau 4. Penyembuhan

oedem sekitar luka 5. Granulasi

6. Penyembuhan kulit sekitar eritema 7. Penyembuhan kulit

sekitar yang tak normal

8. Penyembuhan jaringan yang mati

1

(29)

3. Bersihkan luka dengan anti septic

4. Ajarkan klien atau keluarga membersihkan luka sesuai prosedur 5. Monitor untuk tanda-tanda infeksi

6. Inspeksi kulit dan membrane mokus untuk kemerahan panas atau drainase

4. Resiko infeksi ybd tempat masuknya mikroorganisme sekunder terhadap prosedur invasive

Definisi : peningkatan resiko untuk terinvasi oleh organisme pathogen.

Batasan karakteristik

 Tidak adekuatnya imunitas  Penyakit kronis

 Trauma kulit

Tujuan

Klien tetap mendapatkan status imun adekuat setelah dilakukan tindakan keperawatan

Kriteria hasil

Indikator

Sangat

tercapai Dpt tercapai Sdng tercapai Sedikit tercapai Tdk tercapai

1 2 3 4 5

1. Tidak ada tumor 2. Status GI baik 3. Status respirasi

(30)

baik

4. Status GU baik 5. BB normal 6. Suhu badan

normal

7. Integritas kulit baik

8. Integritas mukosa baik 9. Imunisasi baik 10. Antibodi normal 11. Tingkat sel T4

normal

12. Tingkat sel T8 normal

13. Tingkat komplemen

1. Monitor TTV

2. Monitor tanda local dari infeksi

3. Pertahankan pelaksanaan prosedur dengan teknik aseptic 4. Anjurkan keluarga menjaga kebersihan sekitar alat invasive 5. Laksanakan pemberian antibotik

5. Kurang perawatan diri mandi, toileting dan berpakaian ybd kerusakan muskuloskeletal sekunder akibat fraktur.

(31)

Batasan Karakteristik

Tidak mampu dalam :

 Membasuh bagian atau seluruh tubuh  Mendapatkan peralatan mandi

 Masuk/keluar kamar mandi

 Mengenakan pakaian untuk toileting  Memenuhi kebutuhan toileting  Memakai pakaian atas

 Memakai pakaian bawah Tujuan

Kemampuan klien dalam perawatan diri mandi, toileting dan berpakaian meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan

Kriteria hasil

Indikator Tergantung

tidak berpartisipasi

Dibantu alat dan orang

lain

Dibantu orang

Mandiri didampingi

(32)

1 2 3 4 5

Makan 1 2 3 4 5

Berpakaian 1 2 3 4 5

Toileting 1 2 3 4 5

Mandi 1 2 3 4 5

Berhias 1 2 3 4 5

Kebersihan diri 1 2 3 4 5

Kebersihan mulut 1 2 3 4 5

Mobilisasi jalan 1 2 3 4 5

Mobilisasi kursi

roda 1 2 3 4 5

Menunjukkan

perubahan 1 2 3 4 5

(33)

1. Monitor kemampuan mandi klien 2. Fasilitasi kebutuhan gosok gigi klien 3. Monitor kemampuan klien untuk toileting 4. Jaga privasi selama eliminasi

5. Kembalikan posisi klien setelah eliminasi 6. Bantu klien BAB/BAK

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddart, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta: EGC: 2003.

Carpenito, Lynda Juall. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Jakarta : EGC, 2001.

Charless J Meeves, Keperawatan Medika Bedah, Jakarta. Salemba Medika, 2001.

Doenges, Marlyn E. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : EGC, 2000.

Gordon, Marjory, Nursing Diagnosis, Philadelphia, 2001-2002.

Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Medika Aesculapius, 2000.

Nanda, Nursing Diagnosis Definition and Classification, 2005-2006.

Oiwa Outcome Project, Nursing Intervention Clasification (NIC) Second Edition. Mosby, 2000.

Oiwa Outcome Project, Nursing Outcomss Clasification (NOC) Second Edition. Mosby, 2000.

(35)

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan , adakah hubungan antara derajat kejenuhan (DS) arus utama dan tingkat kedatangan ( λ ) dengan panjang lajur antrian (Y)maximum, kemudian apakah

Kata atau ungkapan yang sama itu sesekali dapat diulang kembali dalam kalimat

• Kerap melawat perindukan dan perhatikan taburan anak- anak ayam untuk mempastikan bahawa suhu perindukan adalah sesuai dan anak-anak ayam minum serta makan... • Besarkan ruang

Mahasiswa aktivis memiliki kemiripan dengan mahasiswa hedon yakni cenderung mengarah ke gaya belajar social karena menurut mahasiswa jenis ini mereka tidak

 Masyarakat yang bekerja sebagai Tour Guide yang tidak terlatih dalam mengawasi aktifitas snorkling wisatawan dan kapal pengantar wisatawan yang merupakan milik masyarakat

Berdasarkan ketiga-tiga buah buku yang dikaji iaitu buku Tatabahasa Dewan, Tatabahasa Asas dan Nahu Melayu Mutakhir, dapat dirumuskan bahawa terdapat beberapa perbezaan antara

JUMLAH MURID DI SEKOLAH AGAMA ISLAM SWASTA MENURUT TINGKATAN SEKOLAH DI KECAMATAN BUKIT RAYA TAHUN

Antara faktor yang berikut, yang manakah akan mempengaruhi kadar tindak balas antara kalsium karbonat dengan asid hidroklorik.. I The temperature of the acid