• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

N/A
N/A
Fitri Kurata Ayuni

Academic year: 2024

Membagikan " MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

1

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HIPERTENSI

OLEH : KELOMPOK 4

FITRI KURATA AYUNI (7323047) HENI TRIA ANGGAENI (7323049) LETTY LATIFAH HANUM (7323052)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIPDU JOMBANG

TAHUN AKADEMIK 2023/2024

(2)

2 BAB 1 PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler yang paling umum dan paling banyak disandang masyarakat. Hipertensi sekarang jadi masalah utama kita semua, tidak hanya di Indonesia tapi di dunia, karena hipertensi merupakan salah satu pintu masuk atau faktor risiko penyakit seperti jantung, gagal ginjal, diabetes dan stroke (Kemenkes RI, 2019).

Hipertensi disebut sebagai “the silent killer” karena sering tanpa keluhan, sehingga penderita tidak mengetahui dirinya menyandang hipertensi dan baru diketahui setelah terjadi komplikasi. Kerusakan organ target akibat komplikasi hipertensi akan tergantung kepada besarnya peningkatan tekanan darah dan lamanya kondisi tekanan darah yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati.

Hipertensi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat serta kronis. Hal tersebut dapat terjadi karena jantung bekerja lebih keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen nutrisi tubuh. Jika dibiarkan, penyakit ini dapat mengganggu fungsi organ-organ lain, terutama organ-organ vital, serta jantung dan ginjal.

Menurut data WHO tahun 2015 menunjukkan sekitar 1,13 miliar orang di dunia menyandang hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis hipertensi. Jumlah penyandang hipertensi terus meningkat setiap tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025 akan ada 1,5 miliar orang yang terkena hipertensi, dan diperkirakan setiap tahunnya 9,4 juta orang meninggal akibat hipertensi dan komplikasinya.

Berdasarkan Riskesdas 2018 prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk usia ≥18 tahun sebesar 34,1%, tertinggi di Kalimantan Selatan (44,1%), sedangkan terendah di Papua sebesar (22,2%). Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-54 tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%). Dari prevalensi hipertensi sebesar 34,1% diketahui bahwa sebesar 8,8% terdiagnosis hipertensi dan 13,3%

orang yang terdiagnosis hipertensi tidak minum obat serta 32,3% tidak rutin minum obat. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita hipertensi tidak mengetahui bahwa dirinya hipertensi sehingga tidak mendapatkan pengobatan (Riskesdas, 2018).

Pada tahun 2012 data jumlah penderita penyakit hipertensi yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur sebanyak 300.000 jiwa penderita hipertensi (Dinkes Jatim,2012). Pada tahun 2017 didapatkan data total penderita hipertensi sejumlah 3.453 orang yang menderita hipertensi dan pada tahun 2018 dari bulan Januari sampai Juni terdapat 1.775 kunjungan dengan diagnosa hipertensi

(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teori Hipertensi 2.1.1 Definisi

Hipertensi adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal atau peningkatan abnormal secara terus menerus lebih dari suatu periode, dengan tekanan sistolik diatas 140mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. (Aspiani, 2014).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri yang mengangkut darah dari jantung dan memompa ke seluruh jaringan dan organ-organ tubuh secara terus-menerus lebih dari suatu periode. (Irianto, 2014).

Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan supplay oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terlambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya.

(Vitahealth,2010).

2.1.2 Etiologi

(Aspiani, 2014) menjelaskan bahwa berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua golongan:

1. Hipertensi primer atau hipertensi esensial

Hipertensi primer atau hipertensi esensial disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Faktor yang mempengaruhi yaitu:

a. Genetik

Individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi, beresiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini. Faktor genetik ini tidak dapat dikendalikan, jika memiliki riwayat keluarga yang memiliki tekanan darah tinggi.

b. Jenis kelamin dan usia

Laki-laki berusia 35-50 tahun dan wanita menopause beresiko tinggi untuk mengalami hipertensi. Jika usia bertambah maka tekanan darah meningkat, faktor ini tidak dapat dikendalikan serta jenis

(4)

kelamin laki–laki lebih tinggi dari pada perempuan.

c. Diet

Konsumsi diet tinggi garam secara langsung berhubungan dengan berkembangnya hipertensi. Faktor ini bisa dikendalikan oleh penderita dengan mengurangi konsumsinya, jika garam yang dikonsumsi berlebihan, ginjal yang bertugas untuk mengolah garam akan menahan cairan lebih banyak dari pada yang seharusnya didalam tubuh.

Banyaknya cairan yang tertahan menyebabkan peningkatan pada volume darah. Beban ekstra yang dibawa oleh pembuluh darah inilah yang menyebabkan pembuluh darah bekerja ekstra yakni adanya peningkatan tekanan darah didalam dinding pembuluh darah dan menyebabkan tekanan darah meningkat.

d. Berat Badan

Faktor ini dapat dikendalikan dimana bisa menjaga berat badan dalam keadaan normal atau ideal. Obesitas (>25% diatas BB ideal) dikaitkan dengan berkembangnya peningkatan tekanan darah atau hipertensi.

e. Gaya Hidup

Faktor ini dapat dikendalikan dengan pola hidup sehat, seperti menghindari faktor pemicu hipertensi yaitu merokok, dengan merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap dalam waktu sehari dan dapat menghabiskan berapapuntung rokok dan lama merokok berpengaruh dengan tekanan darah pasien. Konsumsi alkohol yang sering, atau berlebihan dan terus menerus dapat meningkatkan tekanan darah pasien sebaiknya jika memiliki tekanan darah tinggi pasien diminta untuk menghindari alkohol agar tekanan darah pasien dalam batas stabil dan pelihara gaya hidup sehat penting agar terhindar dari komplikasi yang bisa terjadi.

2. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder terjadi akibat penyebab yang jelas. Salah satu contoh hipertensi sekunder adalah hipertensi vaskularrena, yang terjadi akibat stenosi arteri renalis. Kelainan ini dapat bersifat kongenital atau akibat aterosklerosis. Stenosis arteri renalis menurunkan aliran darah ke ginjal sehingga terjadi pengaktifan baroreseptor ginjal, perangsangan pelepasan renin,dan pembentukan angiostenin II. Angiostenin II secara langsung

(5)

meningkatkan tekanan darah dan secara tidak langsung meningkatkan sintesis andosteron dan reabsorbsi natrium. Apabila dapat dilakukan perbaikan pada stenosis, atau apabila ginjal yang terkena diangkat, tekanan darah akan kembali ke normal (Aspiani, 2014).

2.1.3 Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala hipertensi dibedakan menjadi : 1. Tidak ada gejala

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa.

Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.

2. Gejala yang lazim

Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala karena adanya peningkatan tekanan darah sehingga mengakibatkan hipertensi dan tekanan intracranial naik, dan kelelahan.

Dalam kenyataan ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.

Beberapa pasien yang menderita hipertensi mengalami gejala sebagai berikut:

a. Mengeluh sakit kepala, pusing dikarenakan peningkatan tekanan darah dan hipertensi sehingga intracranial naik.

b. Lemas, kelelahan karena stress sehingga mengakibatkan ketegangan yang mempengaruhi emosi, pada saat ketegangan emosi terjadi dan aktivitas saraf simatis sehingga frekuensi dan krontaktilitas jantung naik, aliran darah menurun sehingga suplai O2 dan nutrisi otot rangka menurun, dan terjadi lemas.

c. Susah nafas, kesadaran menurun karena terjadinya peningkatan krontaktilitas jantung.

d. Palpitasi (berdebar-debar) karena jantung memompa terlalu cepat sehingga dapat menyebabkan berdebar-debar, gampang marah.

(Nurarif & Kusuma, 2015)

Menurut teori (Brunner dan Suddarth, 2014) klien hipertensi mengalami nyeri kepala sampai tengkuk karena terjadi penyempitan pembuluh darah akibat dari vasokonstriksi pembuluh darah akan menyebabkan peningkatan tekanan

(6)

vasculer cerebral, keadaan tersebut akan menyebabkan nyeri kepala sampe tengkuk pada klien hipertensi.

(7)

2.1.4 Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus yang bergerak kebawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron pre- ganglion melepaskan asetilkolin, yang merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai factor, seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor.

Klien dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepineprin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut dapat terjadi.

Pada saat bersamaan ketika system saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal menyekresi epineprin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal menyekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin.

Renin yang dilepaskan merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II , vasokontriktor kuat, yang pada akhirnya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume instravaskuler. Semua factor tersebut cenderung menyebabkan hipertensi (Aspiani, 2016).

Pada pasien hipertensi menyebabkan kerusakan vaskuler pembuluh darah sehingga menyebabkan penyumbatan pembuluh darah, kemudian vasokontriksi, menyebabkan gangguan sirkuasi otak dan resistensi pembuluh darah otak meningkat. Pasien dengan hipertensi akan mengalami masalah gangguan nyeri akut dan gangguan pola tidur. Jika berlanjut suplai oksigen keotak akan menuru dan terjadi gangguan perfusi perifer (Aspiani, 2016).

(8)

2.1.5 Pathway

Gambar 2.1 Pathway Hipertensi (Sumber: (WOC) dengan menggunakan Standar Diganosa Keperawatan Indonesia dalam PPNI,2017)

(9)

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh 2. Pemeriksaan retina

3. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti ginjal dan jantung

4. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri

5. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa

6. Pemeriksaan: renogram, pyelogram intravena arteriogramrenal, pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin.

7. Foto dada dan CT scan.

2.1.7 Pengobatan

Tujuan deteksi dan penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan risiko penyakit kardiovaskular dan mortalitas serta morbiditas yang berkaitan. Tujuan terapi adalah mencapai dan mempertahankan tekanan sistolik dibawah 140 mmHg dan tekanan distolik dibawah 90 mmHg dan mengontrol factor risiko.

Hal ini dapat dicapai melalui modifikasi gaya hidup saja, atau dengan obat antihipertensi (Aspiani, 2016).

Penatalaksanaan medis yang diterapkan pada penderita hipertensi adalah sebagai berikut.

1) Terapi oksigen

2) Pemantauan hemodinamik 3) Pemantauan jantung 4) Obat-obatan :

a) Diuretik: Chlorthalidon, Hydromax, Lasix, Aldactone, Dyrenium Diuretic bekerja melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi curah jantung dengan mendorong ginjal meningkatkan ekskresi garam dan airnya.

b) Antagonis (penyekat) respector beta (β-blocker), terutama penyekat selektif, bekerja pada reseptor beta di jantung untuk menurunkan kecepatan denyut dan curah jantung.

c) Antagonis reseptor alfa (α-blocker) menghambat reseptro alfa di otot polos vaskuler yang secara normal berespons terhadap rangsangan saraf simpatis dengan vasokonstriksi. Hal ini akan menurunkan TPR.

d) Vasodilator arteriol langsung dapat digunakan untuk menurunkan TPR.

(10)

Misalnya natrium, nitroprusida, nikardipin, hidralazin, nitrogliserin, dll.

(Brunner & Suddarth, 2002)

2.1.8 Komplikasi

Komplikasi hipertensi menurut Triyanto (2014) adalah : 1. Penyakit jantung

Komplikasi berupa infark miokard, angina pectoris, dan gagal jantung.

2. Ginjal

Terjadinya gagal ginjal dikarenakan kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Rusaknya glomerulus, darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal dan nefron akan terganggu sehingga menjadi hipoksik dan kematian. Rusaknya membrane glomerulus, protein akan keluar melalui urine sehingga tekanan osmotic koloid plasma berkurang dan menyebabkan edema.

3. Otak

Komplikasi berupa stroke dan serangan iskemik. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak hipertrofi dan menebal sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahi berkurang.

4. Mata

Komplikasi berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan, hingga kebutaan.

5. Kerusakan pada pembuluh darah arteri

Jika hipertensi tidak terkontrol, dapat terjadi kerusakan dan penyempitan arteri atau yang sering disebut dengan aterosklerosis dan arterosklerosis (pengerasan pembuluh darah). Komplikasi berupa kasus perdarahan meluas sampai ke intraventrikuler (Intra Ventriculer Haemorrhage) atau IVH yang menimbulkan hidrosefalus obstruktif sehingga memperburuk luaran. 1-4 Lebih dari 85% ICH timbul primer dari pecahnya pembuluh darah otakyang sebagian besar akibat hipertensi kronik (65-70%) dan angiopathy amyloid. Sedangkan penyebab sekunder timbulnya ICH dan IVH biasa karena berbagai hal yaitu gangguan pembekuan darah, trauma, malformasi arteriovenous, neoplasma intrakranial, thrombosis atau angioma vena. Morbiditas dan mortalitas ditentukan oleh berbagai faktor, sebagian besar berupa hipertensi, kenaikan tekanan intrakranial, luas dan

(11)

lokasi perdarahan, usia, serta gangguan metabolism serta pembekuan darah (Jasa, Saleh, & Rahardjo, n.d., 2017).

2.1.9 Pencegahan

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya hipertensi, antara lain:

1. Pengaturan diet

Berbagai studi menunjukan bahwa diet dan pola hidup sehat atau dengan obat-obatan yang menurunkan gejala gagal jantung dan dapat memperbaiki keadaan hipertrofi ventrikel kiri. Beberapa diet yang dianjurkan:

1) Rendah garam, diet rendah garam dapat menurunkan tekanan darah pada klien hipertensi. Dengan pengurangan konsumsi garam dapat mengurangi stimulasi system renin-angiotensin sehingga sangat berpotensi sebagai anti hipertensi. Jumlah asupan natrium yang dianjurkan 50-100 mmol atau setara dengan 3-6gram garam per hari.

2) Diet tinggi kalium, dapat menurunkan tekanan darah tetapi mekanismenya belum jelas. Pemberian kalium secara intravena dapat menyebabkan vasodilatasi, yang dipercaya dimediasi oleh oksidanitrat pada dinding vascular.

3) Diet kaya buah dan sayur

4) Diet rendah kolestrol sebagai pencegah terjadinya jantung koroner.

2. Penurunan berat badan

Mengatasi obesitas pada sebagian orang, dengan cara menurunkan berat badan mengurangi tekanan darah, kemungkinan dengan mengurangi beban kerja jantung dan volume sekuncup. Pada beberapa studi menunjukan bahwa obesitas berhubungan dengan kejadian hipertensi dan hipertrofi ventrikel kiri. Jadi, penurunan berat badan adalah hal yang sangat efektif untuk menurunkan tekanan darah.

3. Olahraga

Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang, bersepeda bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah dan memperbaiki kaadaan jantung.

4. Memperbaiki gaya hidup

Berhenti merokok dan tidak mengkonsumsi alcohol, penting untuk mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok

(12)

diketahui menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan kerja jantung. (Aspiani,2016).

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan 2.2.1 Pengkajian

Menurut Debora (2011) tahapan pengkajian sebagai berikut, yaitu : 1. Biodata

Data lengkap dari pasien meliputi : nama lengkap, umur, jenis kelamin, kawin/belum kawin, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan alamat, identitas penangung meliputi : nama lengkap, jenis kelamin, umur, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, hubungan dengan pasien dan alamat.

2. Keluhan utama

Keluhan hipertensi biasanya bermula dari nyeri kepala yang disebabkan oleh peningkatan tekanan aliran darah ke otak.

3. Riwayat kesehatan

a. Riwayat kesehatan sekarang

Keadaan yang didapatkan pada saat pengkajian misalnya pusing, jantung kadang berdebar-debar, cepat lelah, palpitasi, kelainan pembuluh retina (hipertensi retinopati), vertigo dan muka merah dan epistaksis spontan.

b. Riwayat kesehatan masa lalu

Berdasarkan penyebab hipertensi dibagi menjadi dua golongan : 1) Hipertensi essensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui

penyebabnya. Banyak faktor yang mempengaruhi seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatis dan factor-faktor yang meningkatkan resiko seperti: obesitas, alcohol, merokok serta polisetemia.

2) Hipertensi sekunder atau hipertensi renal, penyebabnya seperti:

penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vascular dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.

c. Riwayat kesehatan keluarga

Penyakit hipertensi lebih banyak menyerang wanita daripada pria dan penyakit ini sangat dipengaruhi oleh faktor keturunan yaitu jika orang tua mempunyai riwayat hipertensi maka anaknya memiliki

(13)

resiko tinggi menderita penyakit seperti orang tuanya.

4. Riwayat psikososial

Gejala : Riwayat kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah kronik, factor stress multiple.

Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian, tangisan yang meledak, gerak tangan empati, muka tegang, gerak fisik, pernafasan menghela nafas, penurunan pola bicara.

5. Riwayat spiritual

Pada riwayat spiritual bila dihubungkan dengan kasus hipertensi belum dapat diuraikan lebih jauh, tergantung dari dan kepercayaan masing- masing individu.

6. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum: pasien nampak lemah b. Tanda-tanda vital

Suhu tubuh kadang meningkat, pernapasan dangkal dan nadi juga cepat, tekanan darah sistolik diatas 140 mmHg dan diastolic di atas 90 mmHg.

c. Review of sistem 1) Sirkulasi

Gejala : Riwayat hipertensi, atherosclerosis, penyakit jantung kongesti/katup dan penyakit serebrovaskuler.

Tanda : Kenaikan tekanan darah

Nadi : Denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis, perbedaan denyut.

Denyut apical : Titik point of maksimum impuls, mungkin bergeser atau sangat kuat.

Frekuensi/irama : Takikardia, berbagai disritmia.

Bunyi jantung : Tidak terdengar bunyi jantung I, pada dasar bunyi jantung II dan bunyi jantung III. Murmur stenosis valvular.

Distensi vena jugularis / kongesti vena.

Desiran vaskuler tidak terdengar di atas karotis,

(14)

femoralis atau epigastrium (stenosis arteri). Ekstremitas : perubahan warana kulit, suhu dingin, pengisian kapiler mungkin lambat atau tertunda.

2) Neurosensory

Gejala : Keluhan pening/pusing, berdenyut, sakit kepala sub occipital.

Episode bebas atau kelemahan pada satu sisi tubuh.

Gangguan penglihatan dan episode statis staksis.

Tanda :

 Status

mental :

Perubahan keterjagaan, orientasi, Pola/ isi bicara, afek, proses pikir atau memori

 Respon motoric : Penurunan kekuatan, genggaman tangan.

 Perubahan retinal optic :

sclerosis, penyempitan arteri ringan-mendatar, edema, papiladema, exudat, hemoragi.

3) Nyeri / ketidaknyamanan Gejala

:

- Angina (penyakit arteri coroner/

keterlibatan jantung).

- Nyeri tungkai yang hilang timbul/klaudasi.

- Sakit kepala oxipital berat.

- Nyeri abdomen/masa.

4) Pernafasan (berhubungan dengan efek cardiopulmonal tahap lanjut dari hipertensi menetap/berat).

Gejala : Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja tachypnea, ortopnea, dispnea, nocturnal paroxysmal, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.

Tanda : Distress respirasi/pengunaan otot aksesori pernafasan, bunyi nafas tambahan, sianosis.

(15)

5) Keamanan

Keluhan : Gangguan koordinasi/cara berjalan.

Gejala : Episode parastesia unilateral transien, hipotensi postural.

7. Aktivitas sehari-hari a. Aktivitas

Gejala : Kelemahan, letih nafas pendek, gaya hidup monoton.

Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.

b. Eliminasi

Gejala : Gejala ginjal saat ini atau yang lalu (misalnya : infeksi, obstruksi atau riwayat penyakit ginjal masa lalu).

c. Makanan dan cairan

Gejala : Makanan yang disukasi mencakup makanan tinggi garam, lemak, kolesterol serta makanan dengan kandungan tinggi kalori.

Tanda : Berat badan normal atau obesitas.

Adanya edema, kongesti vena, distensi vena jugularis, glikosuria.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Merupakan penilaian klinis terhadap pengalaman atau respon individu, keluarga, atau komunitas pada masalah Kesehatan, atau pada proses Kesehatan (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1 cetakan II, 2017).

1. Nyeri akut b.d agen pencedera (iskemi) (D.0077) 2. Gangguan pola tidur b.d kurang kontrol tidur (D.0055)

3. Perfusi perifer tidaf efektif b.d penurunan aliran arteri dan/atau vena (D.0009)

4. Hipervolemia b.d gangguan aliran balik vena (D.0022)

5. Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d perubahan afterload (D.0011) 6. Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan (D.0056)

7. Resiko Jatuh b.d gangguan penglihatan (D.0143)

8. Ketidak patuhan b.d ketidakadekuatan pemahaman (D.0114)

(16)

2.2.3 Intervensi Keperawatan

Merupakan segala bentuk terapi yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai peningkatan, pencegahan dan pemulihan kesehatan klien individu,keluarga, dan komunitas (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1 cetakan II, 2018).

(17)

Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kreteria hasil Intervensi

1. Nyeri akut (D.0077)

Definisi: Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan

Luaran utama (L.08066)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam ekspektasi tingkat nyeri menurun dengan kriteria hasil :

a. Keluhan nyeri menurun (5) b. Meringis menurun (5) c. Gelisah menurun (5) d. Kesulitan tidur (5)

Intervensi utama Manajemen nyeri (I.08238)

Observasi

1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri

2. Identifikasi skala nyeri

3. Identifikasi respon nyeri non verbal 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan

memperingan nyeri

5. Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik

1. Berikan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

2. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri

3. Fasilitasi istirahat dan tidur

Edukasi

(18)

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kreteria hasil Intervensi

1. Jelaskan periode, penyebab dan pemicu nyeri

2. Jelaskan strategi meredakan nyeri

3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri 4. Anjurkan menggunakan analgetik secara

tepat

5. Ajarkan tindakan nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu 2 Gangguna pola tidur (D.0055)

Definisi: Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal

Luaran utama (L.05045)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam ekspektasi pola tidur membaik dengan kriteria hasil:

a. Keluhan sulit tidur menurun (5) b. Keluhan sering terjaga menurun (5) c. Keluhan tidak puas tidur menurun (5) d. Keluhan pola tidur berubah menurun (5) e. Keluhan istirahat tidak cukup menurun (5)

Intervensi utama Dukungan Tidur (I.05174)

Observasi

1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur

2. Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik dan/atau psikologis)

3. Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur (mis: kopi, teh, alkohol, makan mendekati waktu tidur, minum banyak air sebelum tidur)

4. Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi

(19)

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kreteria hasil Intervensi Terapeutik

1. Modifikasi lingkungan (mis kebisingan, pencahayaan, suhu dll)

2. Batasi waktu tidur siang jika perlu 3. Tetapkan jadwal tidur rutin

4. Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan (mis. Pijat, pengaturan posisi, terapi akupresur)

5. Sesuaikan jadwal pemberian obat atau tindakan untuk menunjang siklus tidur terjaga

Edukasi

1. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit

2. Anjurkan menghindari makanan/minuman yang mengganggu tidur

3. Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara nonfarmakologi lainnya

3 Perfusi perifer tidaf efektif (D.0009)

Definisi: penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat mengganggu metabolism

Luaran utama (L.02011)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam ekspektasi perfusi perifer

Intervensi utama Perawatan Sirkulasi (I.02079)

Observasi

(20)

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kreteria hasil Intervensi

tubuh meningkat dengan kriteria hasil :

a. Kekuatan nadi perifer meningkat (5) b. Warna kulit pucat menurun (5) c. Akral membaik (5)

d. Turgor kulit membaik (5)

1. Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna, suhu) 2. Identifikasi faktor resiko gangguan

sirkulasi (mis. Diabetes, merokok, hipertensi dan kadar kolesterol tinggi) 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau

bengkak pada ekstremitas Terapeutik

1. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area keterbatasan perfusi

2. Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan keterbatasan perfusi 3. Lakukan hidrasi

Edukasi

1. Anjurkan berolahraga rutin

2. Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah, antikoagulan, dan penurun kolesterol, jika perlu

3. Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara teratur

(21)

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kreteria hasil Intervensi

4. Anjurkan program diet yang memperbaiki sirkulasi (mis. rendah lemak jenuh, minyak ikan omega 3)

4 Hipervolemia (D.0022)

Definisi: peningkatan volume cairan intravaskular, interstisial, dan/atau intraselular

Luaran utama (L.03020)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam ekspektasi keseimbangan cairan meningkat dengan kriteria hasil : a. Asupan cairan meningkat (5)

b. Output urin meningkat (5)

c. Membran mukosa lembab meningkat (5) d. Edema menurun (5)

e. Tekanan darah membaik (5) f. Kekuatan nadi membaik (5)

Intervensi utama Manajemen Hipervolemia (I.03114)

Observasi

1. Periksa tanda dan gejala hipervolemia (mis.

dispnea, edema, JVP/CVP meningkat, suara nafas tambahan)

2. Monitor intake dan output cairan 3. Monitor efek samping diuretik Terapeutik

1. Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama

2. Batasi asupan cairan dan garam 3. Tinggikan kepala tempat tidur 30-40o Edukasi

1. Anjurkan melapor jika haluaran urin

<0,5ml/kg/jam dalam 6 jam

2. Anjurkan melapor jika BB bertambah >1kg dalam sehari

(22)

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kreteria hasil Intervensi 3. Ajarkan cara membatasi cairan Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian diuretik

2. Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretik

8. Ketidak patuhan (D.0114)

Definisi : Perilaku individu dan/atau pemberi asuhan tidak mengikuti rencana perawatan/pengobatan yang disepakati dengan tenaga kesehatan, sehingga menyebabkan hasil perawatan/pengobatan tidak efektif.

Luaran Utama (L.12110)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharapkan ekspektasi tingkat kepatuhan meningkat dengan kreteria hasil:

a. Verbaslisasi kemauan mematuhi program perawatan atau pengobatan meningkat (5) b. Verbalisasi mengukuti anjuran meningkat

(5)

c. Resiko komplikasi penyakit/ masalah kesehatan menurun (5)

d. Perilaku mengikuti program perawatan/

pengobatan membaik (5)

e. Perilaku menjalankan anjuran membaik (5)

Intervensi Utama Dukung Kepatuhan Program Pengobatan (I.12361)

Observasi

1. Identifikasi kepatuhan menjalani program pengobatan

Terapeutik

1. Buat komitmen menjalani program pengobatan dengan baik

2. Libatkan keluarga untuk mendukung program pengobatan yang dijalani.

Edukasi

1. Informasikan program pengobatan yang harus dijalani

2. Anjurkan pasien dan keluarga melakukan konsultasi ke pelayanan kesehatan terdekat;

jika perlu.

(23)
(24)

2.2.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan fase ketika perawat mengimplementasikan rencana keperawatan. Implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan keperawatan khusus yang diperlukan untuk melaksanakan intervensi. Penatalaksanaan nyeri adalah pengurangan nyeri sampai pada tingkat kenyamanan yang dapat diterima pasien.

Penatalaksanaan tersebut terdiri dari dua tipe dasar tindakan keperawatan yaitu farmakologi dan nonfarmakologi (Kozier et al., 2010). Tindakan- tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas observasi, terapeutik, edukasi, dan kolaborasi (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1 cetakan II, 2018).

Implementasi ini akan mengacu pada SIKI yang telah dibuat pada rencana keperawatan.

2.2.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah tahap yang menentukan apakah tujuan yang telah disusun tercapai atau tidak. Menurut Friedman (dalam Harmoko, 2012) evaluasi didasarkan pada bagaimana efektifnya intervensi-intervensi yang dilakukan oleh keluarga, perawat dan yang lainnya. Ada beberapa metode evaluasi yang dipakai dalam perawatan. Factor yang paling penting adalah bahwa metode tersebut harus disesuaikan dengan tujuan dan intervensi yang sedang di evaluasi.

Menurut Alimul (2012) format yang digunakan dalam tahap evaluasi, yaitu format SOAP yang terdiri dari :

a. Subjective, yaitu informasi berupa ungkapan yang didapat dari pasien setelah tindakan yang diberikan. Pada pasien cephalgia dengan nyeri akut diharapkan keluhan nyeri berkurang.

b. Objective, yaitu informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan.

c. Analysis, yaitu membandingkan antara informasi subjective dan objective dengan tujuan dan kriteria hasil. Kemudian ditarik kesimpulan dari tiga kemungkinan simpulan, yaitu :

1) Tujuan tercapai, yaitu respon pasien yang menunjukan perubahan dan kemajuan yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.

2) Tujuan tercapai sebagian, yaitu respon pasien yang menunjukan masih dalam kondisi terdapat masalah.

(25)

3) Tujuan tidak tercapai, yaitu respon pasien tidak menunjukan adanya perubahan kearah kemajuan.

d. Planning, yaitu rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisis.

Gambar

Gambar  2.1  Pathway  Hipertensi  (Sumber:  (WOC)  dengan  menggunakan  Standar Diganosa Keperawatan Indonesia dalam PPNI,2017)

Referensi

Dokumen terkait

Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang abnormal dengan sistolik lebih dari 140 mmHg dan diastolic lebih dari 90

Gagal jantung kongestif merupakan ketidamampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen an

Tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di

Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan kronis yang ditandai dengan meningkatnya tekanan darah pada dinding pembuluh darah arteri..

ƒ Faktor presiposisi gagal jantung adalah penyakit yang menimbulkan penurunan fungsi ventrikel seperti penyakit arteri koroner, hipertensi, kardiomiopati, penyakit pembuluh

Hipertensi adalah desakan darah yang berlebihan dan hampir konstan pada arteri (pembuluh nadi).Hipertensi juga disebut dengan tekanan darah tinggi, dimana tekanan tersebut

Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah.. Pada penderita hipertensi, gejala gangguan

Ada dua jenis pembuluh darah di dalam tubuh, yaitu: Arteri, yaitu pembuluh darah yang bertugas membawa darah kaya akan oksigen dari jantung menuju seluruh jaringan dan organ tubuh,