7 BAB II
LANDASAN TEORI
2.1Teori Uphoff
Pentingnya membangun institusi lokal sudah menjadi perhatian lembaga donor internasional (misalnya USAID dan Bank Dunia) untuk meningkatkan produktivitas atas bantuan investasi pembangunan yang selama ini mereka sumbangkan. Selama ini pendekatan institusi yang digunakan hanya untuk membangun institusi ditingkat nasional yang justru tidak membawa kesuksesan. Dengan latar belakang seperti ini, maka menurut Uphoff kajian tentang institusi lokal menjadi penting.
Disadari bahwa peran institusi lokal untuk mempromosikan pembangunan masih dirasakan kurang memiliki kemampuan. Karenanya insitusi lokal perlu diberikan investasi yang seimbang dengan investasi bagi pengembangan insitusi ditingkat nasional. Pertanyannya adalah investasi seperti apakah yang harus diberikan untuk insitusi lokal.
Menjawab pertanyaannya tersebut, Uphoff dalam tulisannya menawarkan analisis untuk mengembangkan institusi lokal yang paling sesuai, jelas tugasnya, dan dukungan seperti apa yang dibutuhkan. Teknik analisis yang digunakan adalah dengan cara melakukan perbandingan dan menyusun semua pekerjaan yang harus dilakukan institusi lokal, memberikan kategori-kategori yang konsisten sebagai alat analisa, baik secara teoritis dan maupun atas pengalaman yang relevan, seperti pada kegiatan local institutional development (LID).1
Temuan Uphoff, paling tidak ada ada beberapa tugas institusi lokal; (1) manajemen sumber daya alam, (2) infrastruktur pedesaan, (3) pengembangan sumber daya manusia, (4) pembangunan pertanian, dan (5) perusahaan
1Uphoff, Norman: “
8 pertanian. Tiga aktifitas pertama mengarah pada faktor ekonomi produksi berhubungan dengan lahan, modal dan tenaga kerja, untuk menghasilkan keluaran yang pada gilirannya menjadi masukan untuk proses produksi dalam aktifitas pengembangan pertanian dan perusahaan non-pertanian. Dua aktifitas lainnya menyediakan bahan pokok guna melengkapi penyediaan kebutuhan akan barang-barang dan jasa. Kelima tugas ini saling berinteraksi sehingga terlihat lebih kompleks.
Terlepas dari kekompleksitasan persoalan, kebutuhan akan kehadiran institusi adalah untuk melakukan pengendalian agar dapat menjadi saluran untuk diakses oleh semua orang, sesuai dengan jenis aktivitas yang menjadi lingkup kegiatannya. Sesuai dengan jenis aktivitasnya, Esman dan Uphoff (1984) mengkategori tingkatan institusi lokal; (1) local administration, (2) local government, (3) membership organization, (4) cooperatives, (5) service
organisation, (6) private business. Karenanya dapat disimpulkan bahwa kisaran
tugas institusi lokal adalah dari pelayanan masyarakat kepada sektor swasta.
Ditingkat lokal dalam menghadapi berbagai masalah ekonomi, sosial, budaya, agama, politik dan lain-lain, masyarakat secara kreatif telah membentuk institusi tradisional yang telah berevolusi dan memperoleh dukungan masyarakat. Sayangnya belum ada pengakuan karena lemahnya kemampuannya disamping tidak tersedianya informasi yang cukup tentang keberadaannya. Walaupun demikian mereka telah memiliki pola tanggungjawab, komunikasi, mobilisasi sumberdaya, dan lain-lain di tengah kehidupan masyarakat sehingga dapat dimanfaatkan untuk dikembangkan.
9 mendapat status istimewa dan legitimasi untuk memenuhi kebutuhan dan harapan normatif anggotanya dalam jangka waktu yang lama, maka organisasi itu “diinstitusionalisasi”.
Berbeda dengan organisasi, institusi secara umum dipahami sebagai sekumpulan norma dan perilaku yang tetap sepanjang waktu dengan cara memberi tujuan yang bernilai kolektif. Apakah sebuah institusi telah diinstitusionalisasikan tergantung pada penilaian orang-orang dalam komunikasinya dalam menerima manfaat (ekonomi, sosial, politik, dan etika) sehingga rela untuk bertindak atau berkorban untuk membenarkan keberadaannya secara terus-menerus. Namun dalam beberapa hal „institusi‟ sering dianggap negatif, tidak bersahabat dan kaku, sehingga kehilangan legitimasi dari anggotanya sehingga dapat menurun peran dari insitusi tersebut.
Dengan berkembangnya organisasi dan institusi modern, maka dirasa perlu untuk menjelaskan pengertian lokal sehingga tidak salah sasaran. Istilah lokal sendiri memiliki memiliki pengertian berbeda-beda tergantung dari apakah itu dilihat dari perspektif luar insitusi atau dari sudut pandang anggotanya sendiri. Batas lokal umumnya digunakan adalah pada area yang berperan sebagai batasan geografis (pasar desa) dimana terdapat sekelompok komunitas dalam melakukan perdagangan dan hubungan kerjasama satu sama lain, walaupun dalam kenyataannya sering ambigu. Untuk itu dalam menentukan batas lokal dapat dilihat persepsi orang-orang terhadap minat dan orientasi dari tindakan kolektif akan berubah ketika unit tindakan potensial termasuk jumlah „orang luar‟ yang signifikan. Tantangan lain yang juga perlu diperhatikan adalah menghubungkan perkembangan terkait dengan kebutuhan dan kemampuan individu serta rumahtangga, melalui jalur komunikasi dan aliran sumber daya ditingkat lokal.
10 bertindak sebagai saluran untuk tindakan kolektif yang ditegakkan oleh manfaat gabungan, legitimasi, dan harapan bersama. Hal ini kemudiaan memunculkan semacam sangsi sosial (sangsi hukuman) bagi setiap indivdu yang melanggar kewajiban dari institusi yang telah disepakati bersama.
Dalam banyak hal manfaat institusi cenderung menjadi manfaat publik, karena nilai dari institusi tersebut dalam lingkup komunitas yang terlibat membawa dampak pada kegiatan-kegiatan komunitas itu sendiri. Konsep manfaat dari perspektif ahli ekonomi dikatakan sebagai „eksternalitas‟ positif. Semakin sulit sebuah organisasi yang menghendaki semua mendapat manfaat (barang dan jasa) karena memberikan berkontribusi pada bagian yang sama, maka akan semakin kecil kemungkinan organisasi itu hidup atau bertahan. Ada tiga macam masalah tindakan kolektif mempunyai implikasi yang berbeda untuk perkembangan institusi lokal. Perbedaannya, apakah tindakan kolektif diperlukan untuk menciptakan manfaat bersama, dan juga apakah kelompok tersebut dapat mengasingkan orang-orang yang tidak membantu menciptakan manfaat bersama :
1. Masalah tindakan kolektif dalam menggunakan atau melindungi sumber daya yang sudah ada, individu manapun yang tidak bekerjasama dapat mengambil manfaat dari pengeluaran individu lain. Tugas pengaturan perilaku menghendaki sanksi berat. Sanksi sosial melalui institusi lokal mungkin tidak cukup kuat untuk menghalangi penyalahgunaan properti bersama.
2. Orang-orang perlu mengkontribusikan sumberdaya sebagai kondisi untuk menciptakan manfaat yang dibicarakan di atas, mungkin saja untuk menutup akses pada manfaat itu oleh alat institusi. Dalam sejumlah konteks pembangunan pertanian, penghubungan kontribusi seperti itu mungkin saja asalkan institusi lokal yang terlibat didesain sesuai dengan hal tersebut.
11 lembaga administrasi lokal kemungkinan menjadi lebih besar ketika masalah serius untuk mengumpulkan manfaat eksternal muncul.
Untuk menjawab masalah di atas, hal yang penting untuk dilakukan adalah melakukan penilai komparatif keuntungan dari institusi lokal. Misalnya prinsip ekonomi keuntungan komparatif bermanfaat untuk membuat keputusan alokasi sumberdaya, dan dapat memberi panduan dalam menilai alternatif untuk perkembangan institusi. Pertimbangan penilaian seperti itu berguna pada dua level:
1. Kapankah institusi lokal menjadi lebih efektif atau efisien dalam meningkatkan dan mempertahankan aktivitas tertentu untuk pembangunan (desa), atau kapankah hal ini lebih baik diserahkan pada institusi nasional?
2. Jika beberapa manfaat lokal diketahui, jenis institusi lokal manakah yang mungkin paling cocok dan mengapa?
3. Apakah satu jenis institusi lokal lebih tepat daripada yang lain untuk mencapai tujuan tertentu?
Untuk menjawab, kami menemukan sejumlah konsep dan perbedaan yang membantu, walaupun tidak semuanya sama-sama relevan untuk semua lingkup kegiatan. Perbedaan dalam pendistribusian manfaat dan biaya kegiatan adalah pengaruh yang penting pada keuntungan komparatif. Institusi lokal lebih bisa bertahan ketika manfaatnya dirasakan segera, nyata, terkonsentrasi secara lokal, dan sesuai dengan biayanya. Lingkup kegiatan melibatkan proses dasar yang berbeda, yang mempengaruhi keuntungan komparatif dari bermacam-macam jenis institusi lokal. Saling ketergantungan karena suatu kegiatan antar penduduk lokal baik sebagai manajer, pengguna, atau produsen, membutuhkan kerjasama atau akomodasi, akan mempengaruhi keuntungn institusi lokal.
2.2 Kearifan Lokal
12 mengelolah lingkungan hidup secara lestari. Menurut Ridwan,(2007), kearifan
lokal sering disebut local wisdomdapat dipahami sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu objek, peristiwa, yang terjadi dalam ruangan tertentu.Dimana wisdom dipahami sebagai kemampuan seorang dalam menggunakan akal pikirannya dalam bertindak atau bersikap sebagai hasil penilaian terhadap sesuatu objek, atau peristiwa yang terjadi. Adapun kearifan menurut Keraf,(2010), kearifan lokal adalah sebagai berikut:
Kearifan tradisional adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan komunitas ekologis.Jadi kearifan lokal ini bukan hanya menyangkut pengetahuan dan pemahaman masyarakat adat tentang manusia dan bagaimana relasi yang baik diantara manusia melainkan juga menyangkut pengetahuan, pemahaman dan adat kebiasaan tentang manusia alam dan bagaimana relasi diantara semua penghuni komunitas ekologis ini harus di bangun. Hal tersebut menunjukan bahwa:
1) Kearifan tardisional adalah milik komunitas.
2) Kearifan tardisional adalah pengetahuan tardisional. 3) Kearifan tardisional bersifat holistik.
4) Kearifan tardisional bersifat sebagai aktifitas moral. 5) Kearifan tardisional bersifat lokal.
Menurut Apriyanto, (2008),kearifan lokal adalah berbagai nilai yang diciptakan, dikembangkan dan dipertahankan oleh masyarakat yang menjadi pedoman hidup mereka.
13 Inilah yang menjadi kunci dalam kehidupan bermasyarakat dengan ciri masyarakat berkarakter yang mampu membimbing individu dengan segala perubahan-perubahan yang terjadi di masa sekarang ini. Kearifan lokal atau dalam bahasa inggris local wisdom yang merupakan konsep yang ingin peniliti jelaskan secara ringkas dalam bab ini.
Menurut Ridwan, (2007), kearifan lokal atau sering disbut local wisdom dapat dipahami sebagai usaha dengan meggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruangan tertentu. Pengertian diatas, disusun secara etimologi, dimana wisdomdipahami sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan akal
pikiranya dalam bertindak atau, bersikap sebagai hasil penilaian terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi. Istilah wisdom sering diartikan sebagai“kearifan kebijaksanaan”.
Menurut Nugroho, (2007), kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, pada halaman 19 yang didalamnya mengandung pengetahuan kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Satu kesamaan dalam defenisi tentang kebudayaan adalah Variabel yang menyusun kebudayaan sehingga dikatakan demikian, dan semua itu memiliki sumber yang sama adalah masyarakat.
14 2.3 Kebudayaan
2.3.1 Pengertian kebudayaan
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun
temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganik.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
2.3.2 Unsur-Unsur
15 Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu: 1. alat-alat teknologi.
2. sistem ekonomi. 3. Keluarga.
4. Kekuasaan politik. 2.3.3 Organisasi Ekonomi
Alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama), organisasi kekuatan (politik),Wujud dan komponen(sunting), Wujud: Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.
2.3.4 Gagasan (wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
2.3.5 Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
2.3.6 Artefak (karya)
16 yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
Komponen
Berdasarkan wujudnya tersebut, Budaya memiliki beberapa elemen atau komponen, menurut ahli antropologi Cateora, yaitu :
2.3.7 Kebudayaan Material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhiasan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
2.3.8 Kebudayaan non Material
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
2.3.9 Lembaga Sosial
Lembaga sosial dan pendidikan memberikan peran yang banyak dalam konteks berhubungan dan berkomunikasi di alam masyarakat. Sistem sosial yang terbentuk dalam suatu Negara akan menjadi dasar dan konsep yang berlaku pada tatanan sosial masyarakat. Contoh di Indonesia pada kota dan desa dibeberapa wilayah, wanita tidak perlu sekolah yang tinggi apalagi bekerja pada satu instansi atau perusahaan. Tetapi di kota – kota besar hal tersebut terbalik, wajar seorang wanita memilik karier.
2.3.10 Sistem Kepercayaan
17 2.3.11 Estetika
Berhubungan dengan seni dan kesenian, musik, cerita, dongeng, hikayat, drama dan tari –tarian, yang berlaku dan berkembang dalam masyarakat. Seperti di Indonesia setiap masyarakatnya memiliki nilai estetika sendiri. Nilai estetika ini perlu dipahami dalam segala peran, agar pesan yang akan kita sampaikan dapat mencapai tujuan dan efektif. Misalkan di beberapa wilayah dan bersifat kedaerahan, setiap akan membangun bagunan jenis apa saja harus meletakan janur kuning dan buah – buahan, ini sebagai simbol yang mempunyai arti disetiap derah berbeda. Tetapi di kota besar seperti Jakarta jarang dan mungkin tidak terlihat masyarakatnya menggunakan cara tersebut.
2.3.12 Bahasa
Bahasa merupakan alat pengantar dalam berkomunikasi, bahasa untuk setiap wilayah, bagian dan Negara memiliki perbedaan yang sangat kompleks. Dalam ilmu komunikasi bahasa merupakan komponen komunikasi yang sulit dipahami. Bahasa memiliki sudut unik dan kompleks, yang hanya dapat dimengerti oleh pengguna bahasa tersebut. Jadi keunikan dan kekompleksan bahasa ini harus dipelajari dan dipahami agar komunikasi lebih baik dan efektif dengan memperoleh nilai empati dan simpati dari orang lain.
2.3.13 Hubungan Antara Unsur-Unsur Kebudayaan
Komponen-komponen atau unsur-unsur utama dari kebudayaan antara lain: 1. Peralatan dan perlengkapan hidup (teknologi).
2. Teknologi merupakan salah satu komponen kebudayaan.
Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara manusia mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara-cara-cara mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian.
Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian paling sedikit mengenal sembilan macam teknologi tradisional (disebut juga sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik), yaitu: 1. alat-alat produktif.
18 3. Wadah.
4. alat-alat menyalakan api. 5. Makanan.
6. Pakaian.
7. tempat berlindung dan perumahan. 8. alat-alat transportasi.
9. Sistem mata pencaharian.
Perhatian para ilmuwan pada sistem mata pencaharian ini terfokus pada masalah-masalah mata pencaharian tradisional saja, di antaranya:
a) Berburu dan meramu. b) Beternak.
c) Bercocok tanam di ladang. d) Menangkap ikan.
2.3.14 Sistem Kekerabatan dan Organisasi Sosial
Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial. Meyer Fortes, mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan.
Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya.
Dalam kajian sosiologi-antropologi, ada beberapa macam kelompok kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil hingga besar seperti keluarga ambilineal, klan, fatri, dan paroh masyarakat. Di masyarakat umum kita juga mengenal kelompok kekerabatan lain seperti keluarga inti, keluarga luas, keluarga bilateral, dan keluarga unilateral.
19 membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.
2.4 Konsep Peranan
Pengertian peranan menurut Soekanto,peran lebih banyak menunjukan pada fungsi,penyesuaian diri sebagai suatu proses, jadi tepatnya bahwa seseorang menduduki suatu posisi atau tempat dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan. Selanjutnya ditemukan aspek-aspek peran sebagai berikut:
1) Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.
2) Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
3) Peranan juga dapat dilakukan sebagai perilaku individu yang penting sebagai stuktur sosial masyarakat.
Soerjono Soekanto, (2006: 212), berpendapat bahwa “Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan (status) apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan”.
20 karena suatu jabatan tertentu, atau karena adanya sesuatu kantor yang mudah dikenal.
Dalam hubungan timbal balik diatas,kedudukan dan peranan individu mempunyai arti penting karena langgengnya masyarakat tergantung dan keseimbangan kepentingan individu. Peranan lebih banyak menempuh pada fungsi penyusuaian diri dan sebagai suatu proses.
Menurut Davis, (1972), peranan adalah keterlibatan mental pikiran dan emosi perasaan di dalam situasi kelompok yang mendorong untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha yang bersangkutan. Motivasi seseorang untuk ikut dan terlibat dalam suatu kegiatan, sangat ditentukan oleh situasi, kondisi toleransi, keadaan dan tempat dimana dia akan berperanserta. Seseorang dapat berperanserta aktif dalam suatu kegiatan apabila mengetahui haknya, mengetahui kewajibannya, memiliki tanggungjawab dan memiliki kesempatan.
Mubiyanto,(1985), menyatakan peranan merupakan kesediaan untuk membentuk berhasilnya suatu program sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa mengorbankan kepentingan diri sendiri.
2.5 Defenisi Hukum Adat
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adat adalah aturan (perbuatan dsb) yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala; cara (kelakuan dsb) yang sudah menjadi kebiasaan; wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem. Karena istilah adat yang telah diserap kedalam Bahasa Indonesia menjadi kebiasaan maka istilah hukum adat dapat disamakan dengan hukum kebiasaan.
21 Sedangkan menurut Soerjono Soekanto, hukum adat hakikatnya merupakan hukum kebiasaan, namun kebiasaan yang mempunyai akhibat hukum (das sein das sollen). Berbeda dengan kebiasaan (dalam arti biasa), kebiasaan yang merupakan penerapan dari hukum adat adalah perbuatan-perbuatan yang dilakukan berulang-ulang dalam bentuk yang sama menuju kepada adat itu sendiri.
Menurut Ter Haar, yang terkenal dengan teorinya Beslissingenleer (teori keputusan) mengungkapkan bahwa hukum adat mencakup seluruh peraturan-peraturan yang menjelma di dalam keputusan-keputusan para pejabat hukum yang mempunyai kewibawaan dan pengaruh, serta di dalam pelaksanaannya berlaku secara serta merta dan dipatuhi dengan sepenuh hati oleh mereka yang diatur oleh keputusan tersebut. Keputusan tersebut dapat berupa sebuah persengketaan, akan tetapi juga diambil berdasarkan kerukunan dan musyawarah. Dalam tulisannya, Ter Haar juga menyatakan bahwa hukum adat dapat timbul dari keputusan warga masyarakat.
Syekh,menjelaskan bahwa hukum adat pertama-tama merupakan persambungan tali antara dulu dengan kemudian, pada pihak adanya atau tiadanya yang dilihat dari hal yang dilakukan berulang-ulang. Hukum adat tidak terletak pada peristiwa tersebut melainkan pada apa yang tidak tertulis di belakang peristiwa tersebut, sedang yang tidak tertulis itu adalah ketentuan keharusan yang berada di belakang fakta-fakta yang menuntut bertautnya suatu peristiwa dengan peristiwa lain.
Menurut Cornelis van Vollenhoven,hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku positif yang di satu pihak mempunyai sanksi (hukum) dan di pihak lain dalam keadaan tidak dikodifikasi (adat). Tingkah laku positif memiliki makna hukum yang dinyatakan berlaku di sini dan sekarang. Sedangkan sanksi yang dimaksud adalah reaksi (konsekuensi) dari pihak lain atas suatu pelanggaran terhadap norma (hukum). Sedang kodifikasi dapat berarti sebagai berikut.
22 perundang-undangan; atau penggolongan hukum dan undang-undang berdasarkan asas-asas tertentu dalam buku undang-undang yang baku.
Menurut Djojodigoeno,kodifikasi adalah pembukuan secara sistematis suatu daerah / lapangan bidang hukum tertentu sebagai kesatuan secara bulat (semua bagian diatur), lengkap (diatur segala unsurnya) dan tuntas (diatur semua soal yang mungkin terjadi).
Ter Haar, membuat dua perumusan yang menunjukkan perubahan pendapatnya tentang apa yang dinamakan hukum adat.Hukum adat lahir dan dipelihara oleh keputusan-keputusan warga masyarakat hukum adat, terutama keputusan yang berwibawa dari kepala-kepala rakyat (kepala adat) yang membantu pelaksanaan-pelaksanaan perbuatan-perbuatan hukum, atau dalam hal pertentangan kepentingan keputusan para hakim yang bertugas mengadili sengketa, sepanjang keputusan-keputusan tersebut karena kesewenangan atau kurang pengertian tidak bertentangan dengan keyakinan hukum rakyat, melainkan senafas dan seirama dengan kesadaran tersebut, diterima, diakui atau setidaknya tidak-tidaknya ditoleransi.
Hukum adat yang berlaku tersebut hanya dapat diketahui dan dilihat dalam bentuk keputusan-keputusan para fungsionaris hukum (kekuasaan tidak terbatas pada dua kekuasaan saja, eksekutif dan yudikatif) tersebut. Keputusan tersebut tidak hanya keputusan mengenai suatu sengketa yang resmi tetapi juga diluar itu didasarkan pada musyawarah (kerukunan). Keputusan ini diambil berdasarkan nilai-nilai yang hidup sesuai dengan alam rohani dan hidup kemasyarakatan anggota-anggota persekutuan tersebut.
1. Penegak Hukum Adat.
Penegak hukum adat adalah pemuka adat sebagai pemimpin yang sangat disegani dan besar pengaruhnya dalam lingkungan masyarakat adat untuk menjaga keutuhan hidup sejahtera.
2. Aneka Hukum
23 dipengaruhi agama Hindu, Di Aceh dipengaruhi Agama Islam, Di Ambon dan Maluku dipengaruhi agama Kristen. Sebagai contoh dari berbagai peradaban :
1. Kerajaan seperti antara lain: Sriwijaya, Airlangga, Majapahit. 2. Masuknya bangsa-bangsa Arab, China, Eropa.
3. Pengakuan Adat oleh Hukum Formal.
Mengenai persoalan penegakhukum adat Indonesia, ini memang sangat prinsipil karena adat merupakan salah satu cermin bagi bangsa, adat merupakan identitas bagi bangsa, dan identitas bagi tiap daerah. Maka pada tanggal 24 Juni 1999, telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.
Peraturan ini memuat kebijaksanaan yang memperjelas prinsip pengakuan terhadap "hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat" sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 3 UUPA. Kebijaksanaan tersebut meliputi:
1. Penyamaan persepsi mengenai "hak ulayat" (Pasal 1)
2. Kriteria dan penentuan masih adanya hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari masyarakat hukum adat (Pasal 2 dan 5).
3. Kewenangan masyarakat hukum adat terhadap tanah ulayatnya (Pasal 3 dan 4) Indonesia merupakan negara yang menganut pluralitas di bidang hukum, dimana diakui keberadaan hukum barat, hukum agama dan hukum adat. Dalam praktiknya (deskritif) sebagian masyarakat masih menggunakan hukum adat untuk mengelola ketertiban di lingkungannya.
2.6 Desa Adat
24 2.7Lembaga Adat
Lembaga adat merupakan salah satu bagian dari lembaga sosial yang memiliki peran untuk mengatur hal-hal yang berhubungan dengan adat istiadat di tempat lembaga itu berada.
Menurut Yesmil Anwar dan Adang (2013;204) menjelaskan bahwa, Lembaga sosial berfungsi sebagai pedoman bagi manusia dalam setiap bersikap dan bertingkah laku. Lembaga sosial berfungsi sebagai unsur kendali bagi manusia agar tidak melakukan pelanggaran terhadap norma-norma sosial yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Dan secara individual lembaga sosial mempunyai fungsi ganda dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu: 1. Mengatur diri pribadi manusia agar ia dapat bersih dari perasaan-perasaan iri, dengki, benci, dan hal-hal yangmenyangkut kesucian hati nurani. 2. Mengatur prilaku manusia dalam masyarakat agar tercipta keselarasan antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum.
Dalam hal ini manusia diharapkan dapat berbuat sopan dan ramah terhadap orang lain agar dapat tercipta pula suatu kedamaian dan kerukunan hidup bersama. Sementara menurut Soerjono Soekanto dalam Yesmil dan Adang (2013:205), Pada dasarnya lembaga kemasyarakatan mempunyai beberapa fungsi, yaitu antara lain:
1. Memberi pedoman pada anggota-anggota masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapai masalah-masalah dalam masyarakat yang terutama menyangkut kebutuhan-kebutuhan yang bersangkutan. 2. Menjaga keutuhan dari masyarakat yang bersangkutan. 3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial (social control), yaitu sistem pengawasan dari masyarakat terhadap tingkah laku
anggota - anggotanya.
25 literatur tersebut, lembaga dapat diartikan sebagai sebuah istilah yang menunjukkan kepada pola perilaku manusia yang mapan terdiri dari interaksi sosial yang memiliki struktur dalam suatu kerangka nilai yang relevan. Sehingga lembaga adat adalah pola perilaku masyarakat adat yang mapan yang terdiri dari interaksi sosial yang memiliki struktur dalam suatu kerangka nilai adat yang relevan. Menurut ilmu budaya, lembaga adat diartikan sebagai suatu bentuk organisasi adat yang tersusun relatif tetap atas pola-pola kelakuan, peranan- peranan, dan relasi-relasi yang terarah dan mengikat individu, mempunyai otoritas formal dan sanksi hukum adat guna tercapainya kebutuhan-kebutuhan dasar. Lembaga adat adalah suatu organisasi kemasyarakatan adat yang dibentuk oleh suatu masyarakat hukum adat tertentu mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak dan berwenang untuk mengatur dan mengurus serta menyelesaikan hal- hal yang berkaitan dengan adat.
2.8Penelitian Terdahulu
Dari penelitian ini, adapun penelitian yang sudah di teliti terlebih dahulu yang terkait dengan peran lembaga adat, budaya serta kearifan lokal antara lain sebagai berikut:
Tabel 2.1
Peneliti Judul Tujuan
Penelitian
Metode Penelitian
Hasil Penelitian
Ita Suryani MENGGALI KEINDAHAN
27 Dari hasil penelitian diatas, memiliki kesamaan yaitu terkait dengan kebudayaan dan kearifan lokal. Adapun perbedaan yang lebih spesifik dari apa yang penulis teliti sekarang yaitu mengenai peran lembaga adat dalam pelestarian kearifan
28 lokal. Namun penelitian ini akan menjadi acuan bagi penulis untuk meneliti yang terkait dengan kebudayaan dan kearifan lokal.
2.9 Kerangka Pikir
Gambar 1.