LAPORAN PRAKTIKUM
FITOKIMIA
PERCOBAAN KE 1
PEMBUATAN SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA
Nama : Diah Ayu Puspitasari
NIM : 1606067067
Kelompok : A2
Hari, Tanggal Praktikum :
Dosen Pembimbing : Andy Wijaya, M.Farm., Apt
LABORATURIUM FITOKIMIA
AKADEMI FARMASI INDONESIA YOGYAKARTA
LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA PERCOBAAN I
PEMBUATAN SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA
A. TUJUAN
Dapat melakukan pembuatan simplisia serta prosedur penapisan fitokimia untuk mengidentifikasi kandungan zat aktif simplisia.
B. DASAR TEORI
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat tradisional yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain merupakan bahan yang dikeringkan.
Terdapat 3 jenis simplisia yaitu :
a. Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian tanaman, eksudat tanaman, atau gabungan antara ketiganya.
b. Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni.
c. Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia murni.
Proses pembuatan simplisia: 1. Pengumpulan bahan baku
Tahapan pengumpulan bahan baku sangat menentukan kualitas bahan baku. Faktor yang paling berperan dalam tahapan ini adalah masa panen. Panen daun atau herba dilakukan pada saat proses fotosintesis berlangsung maksimal, yaitu ditandai dengan saat-saat tanaman mulai berbunga atau buah mulai masak.
2. Sortasi basah
3. Pencucian
Pencucian simplisia dilakukan untuk membersihkan kotoran yang melekat, terutama bahan-bahan yang berasal dari dalam tanah dan juga bahan-bahan yang tercemar pestisida.
4. Pengubahan bentuk
Pada dasarnya tujuan pengubahan bentuk simplisia adalah untuk memperluas permukaan bahan baku. Semakin luas permukaan maka bahan baku akan semakin cepat kering. Proses pengubahan bentuk untuk rimpang, daun dan herba adalah perajangan.
5. Pengeringan
Proses pengeringan simplisia terutama bertujuan untuk menurunkan kadar air sehingga bahan tersebut tidak mudah ditumbuhi kapang dan bakteri serta memudahkan dalam hal pengolahan proses selanjutnya (ringkas, mudah disimpan, tahan lama dan sebagainya). Pengeringan dapat dilakukan lewat sinar matahari langsung maupun tidak langsung juga dapat dilakukan dalam oven dengan suhu maksimum 60oC.
6. Sortasi Kering
Sortasi kering adalah pemilihan bahan setelah mengalami proses pengeringan. Pemilihan dilakukan terhadap bahan-bahan yang terlalu gosong, bahan yang rusak akibat terlindas roda kendaraan (misalnya dikeringkan di tepi jalan raya, atau dibersihkan dari kotoran hewan.
7. Pengepakan dan penyimpanan
Setelah tahap pengeringan dan sortasi kering selesai maka simplisia perlu ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri agar tidak saling bercampur antara simplisia satu dengan yang lainnya (Anonim, 2000).
tumbuhan berdasarkan golongannya. Sebagai informasi awal dalam mengetahui senyawa kimia apa yang mempunyai aktivitas biologi dari suatu tanaman. Informasi yang diperoleh dari pendekatan ini juga dapt digunakan untuk keperluan sumber bahan yang mempunyai nilai ekonomi lain seperti sumber tanin, minyak untuk industri, sumber gum, dan lain-lain. Metode yang telah dikembangkan dapat mendeteksi adanya golongan senyawa alkaloid, flavonoid, senyawa fenolat, tannin, saponin, kumarin, quinon, steroid/terpenoid (Teyler V.E, 1988).
Analisis fitokimia merupakan bagian dari ilmu farmakognosi yang mempelajari metode atau analisis kandungan kimia yang terdapat dalam tumbuhan atau hewan secara keseluruhan atau bagian bagiannya, termasuk cara isolasi atau pemisahannya (Moelyono, 1996).
Beberapa senyawa yang dapat dideteksi secara skrining fitokimia antara lain:
a. Alkaloid
Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Pada umumnya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid biasanya tanpa warna, seringkali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal, tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (Teyler. V. E, 1988). Alkaloid dapat dideteksi dengan beberapa pereaksi pengendapan. Pereaksi Mayer mengandung kalium iodida dan merkuri klorida, dengan pereaksi ini alkaloid akan memberikan endapan berwarna putih. Peraksi Dragendorf mengandung bismuth nitrat dan merkuri klorida dalam asam nitrit berair. Senyawa positif mengandung alkaloid jika setelah penyemprotan dengan pereaksi Dragendrof membentuk warna jingga (Sastrohamidjojo, 1996).
b.
FlavonoidFenol dan flavonoid dapat dideteksi menggunakan larutan FeCl3 1% dalam etanol. Hasil uji dianggap positif apabila dihasilkan warna hijau, merah, ungu, biru atau hitam. Uji shinoda (Mg dan HCl pekat) dapat juga digunakan untuk mendeteksi flavonoid. Flavonoid akan menunjukkan warna merah ceri yang sangat kuat jika disemprot dengan pereaksi ini (Harborne, 1987).
Saponin adalah suatu glikosida yang larut dalam air dan mempunyai karakterikstik dapat membentuk busa apanila dikocok. Berdasarkan pada strukturnya saponin akan memberikan reaksi warna yang karakteristik dengan pereaksi Liebermann-Buchard (Harborne, 1987).
d.
GlikosidaGlikosida merupakan salah satu kandungan aktif tanaman yang termasuk dalam kelompok metabolit sekunder. Didalam tanaman glikosida tidak lagi diubah menjadi senyawa lain, kecuali bila memang mengalami peruraian akibat pengaruh lingkungan luar.
Glikosida adalah istilah generik untuk bahan alam yang secara kimia berikatan dengan gula. Oleh karena itu glikosida terdiri atas dua bagian, gula dan aglikon (Henrich dkk (2010).
e.
Steroid dan TerpenoidKandungan terpenoid atau steroid dalam tumbuhan dapat diuji dengan menggunakan metode Liebermann-Buchard yang nantinya akan memberikan warna jingga atau ungu untuk terpenoid dan warna biru untuk steroid. Uji ini didasarkan pada kemampuan senyawa triterpenoid dan steroid membentuk warna oleh adanya H2SO4 pekat dalam pelarut asetat glasial sehingga membentuk warna jingga (Marlinda, 2012).
f.
TaninTanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut batasannya, tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kepolumer mantap yang tidak larut dalam air. Secara kimia terdapat dua jenis utama tanin yang tersebar tidak merata dalam dunia tumbuhan. Tanin terkondensasi hampir terdapat di dalam paku – pakuan dan gimnospermae, serta tersebar luas dalam angiospermae, terutama pada jenis tumbuhan berkayu. Sebaliknya tanin yang terhidrolisis penyebarannya terbatas pada tumbuhan berkeping dua (Harbrone, J.B, 1987).
g. Kuinon
h. Kumarin
Kumarin dan antrakuinon dapat dideteksi menggunakan pereaksi semprot NaOH dan KOH 5% dalam alkohol. Setelah penyemprotan, kumarin akan berfluorensasi hijau-kuning yang terlihat bila plat KLT yang sudah kering disinari dengan sinar UV (Harborne, 1987).
i. Minyak Atsiri
Minyak atsiri adalah minyak yang dihasilkan dari jaringan tanaman tertentu, seperti akar, batang, kulit, bunga, daun, biji, dan rimpang. Mudah menguap pada suhu kamar 25oC, larut dalam pelarut organik tetapi tidak larut dalam air (Gunther,
1990).
Minyak atsiri dapat digunakan sebagai bahan pengawet, penyedap, antiseptik, analgesik serta stimulan (Sostrohamidjojo, 2004).
C. ALAT DAN BAHAN
Alat:
1. Tabung reaksi 5. Pengaduk 2. Beaker glass 6. Pemanas 3. Pipet tetes 7. Corong 4. Spatula 8. Penjepit
BAHAN
1. Daun ketela segar, simplisia lada, 8. Molish simplisia temu kunci, sereh segar
2. Aquadest 9. Asam Sulfat Pekat 3. Timbal (II) asetat 10. HCl 2N
4. Kloroform 11. Pereaksi Meyer 5. Isopropanol 12. Pereaksi Bouchardat 6. Natrium Sulfat Anhidrat 13. Pereaksi Dragendorff 7. Serbuk Mg
D. CARA KERJA
1. PEMBUATAN SIMPLISIA
2. IDENTIFIKASI ALKALOID
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5g kemudian ditambah 1 ml asam klorida 2N dan 9 ml aquadest, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit. Dinginkan dan disaring, filtrate digunakan untuk perconaan berikut:
a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Meyer, akan terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning
b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah pereaksi Bouchardat, akan terbentuk endapan berwarna merah atau jingga
c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Dragendorff, akan terbentuk warna merah atau jingga.
Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit dua dari ketiga percobaan tersebut (Depkes, 1989).
3. IDENTIFIKASI FLAVONOID
Sebanyak 10g serbuk simplisia ditambahkan air panas, didihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, kedalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amilalkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alcohol (Farnsworth, 1996).
4. IDENTIFIKASI SAPONIN
Sebanyak 0,5g serbuk simplisia, dimasukan kedalam tabung reaksi. Ditambahkan air panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Jika terbentuk buih yang menetap setinggi 1 sampai 10 cm, tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan asam klorida 2N menunjukan adanya saponin (Depkes, 1989).
5. IDENTIFIKASI GLIKOSIDA
kloroform-isopropanol (3:2). Pada kumpulan sari ditambahkan natrium sulfat anhidrat, disaring dan diuapkan pada suhu tidak lebih dari 50ᴼC. Sisa larutkan dengan 2 ml etanol. Larutan sisa dimasukan dalam tabung reaksi selanjutnya diuapkan di atas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes Molish. Tambahkan dengan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuknya cincin ungu pada batas kedua cairan menunjukan adanya gula, dengan demikian menunjukan adanya glikosida (Depkes, 1989).
6. IDENTIFIKASI STEROID DAN TRITERPENOID
Sebanyak 20 mg ekstrak dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam (dalam wadah dengan penutup rapat), kemudian disaring dan diambil filtratnya. Sebanyak 5 ml dari filtrat tersebut diuapkan dalam cawan penguap hingga diperoleh residu. Ke dalam residu ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi Lieberman-Buchard). Terbentuknya warna hijau atau merah menunjukkan adanya senyawa golongan steroid dan triterpenoid (Harborne, 1987).
7. IDENTIFIKASI TANIN
Terdapat 0,5g serbuk simplisia disari dengan 10 ml aquadest, dididihkan selama 15 menit, didinginkan dan disaring dengan kertas saring, kemudian filtrat dibagi dua bagian. Ke dalam filtrat bagian pertama ditambahkan larutan feri (III) klorida 1%. Terbentuknya warna biru tua atau hijau kehitaman menunjukkan adanya senyawa golongan tanin. Ke dalam filtrat bagian kedua ditambahkan 15 ml pereaksi Stiasny (formaldehida 30% : HCl pekat = 2:1) dan dipanaskan di atas penganas air. Terbentuknya endapan merah muda menunjukkan adanya tanin katekuat. Selanjutnya endapan disaring, filtrat dijenuhkan dengan natrium asetat, dan ditambahkan beberapa tetes larutan feri (III) klorida 1%. Terbentuknya warna biru tinta menunjukkan adanya tanin galat (Depkes, 1989).
8. IDENTIFIKASI KUINON
9. IDENTIFIKASI KUMARIN
Sebanyak 40 mg ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi (volume 20 ml) dan ditambahkan 10 ml kloroform. Setelah dipasang corong (yang diberi lapisan kapas yang telah dibasahi dengan air) pada mulut tabung, tabung reaksi dipanaskan 20 menit di atas penangas air dan didinginkan. Setelah penyaringan dengan kertas saring, filtrat diuapkan dalam cawan penguap sampai kering dan ke dalam residu ditambahkan 10 ml air panas, kemudian didinginkan, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, dan ditambahkan 0,5 ml larutan ammonia 10%. Terjadinya fluoresensi hijau atau biru diamati di bawah sinar ultraviolet pada panjang gelombang 366 nm menunjukkan adanya senyawa golongan kumarin (Djamil dan Anelia, 2009).
10. IDENTIFIKASI MINYAK ATSIRI
Sebanyak 40 mg ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi (volume 20 ml), lalu ditambahkan 10 ml larutan petroleum eter. Pada mulut tabung dipasangi corong yang diberi lapisan kapas yang telah dibasahi dengan air, kemudian dipanaskan selama 10 menit di atas penangas air dan setelah dingin disaring dengan kertas saring. Filtrat yang diperoleh diuapkan dalam cawan penguap, residu dilarutkan dalam pelarut alkohol sebanyak 5 ml lalu disaring dengan kertas saring. Residu yang berbau aromatik menunjukkan adanya senyawa golongan minyak atsiri (Djamil dan Anelia, 2009).
E. HASIL
Nama simplisia : Temu Kunci Metode ekstraksi: Maserasi Jumlah pelarut:
Jumlah rendemen:
No Jenis Uji Gambar Hasil Keterangan
1. Alkaloid + Untuk pereaksi mayer tidak reaksi
2. Flavonoid
4. Glikosida x Tidak dilakukan 5. Steroid dan Terpenoid x Tidak dilakukan
6. Tanin
-7. Kuinon
-8. Kumarin x Tidak dilakukan 9. Minyak atsiri x Tidak dilakukan
F. PEMBAHASAN
Tumbuhan memiliki banyak kandungan senyawa kimia yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat. Terkadang, banyak penyakit yang tidak dapat disembuhkan dengan obat kimia melainkan dapat disembuhkan dengan obat alami tumbuhan (Depkes RI, 1995).
Identifikasi kandungan kimia atau skrining fitokimia adalah suatu metode untuk mengetahui golongan kimia pada suatu sampel dengan menguji secara kualitatif adanya senyawa kandungan dalam sampel yang digunakan seperti misalnya tanin, saponin, flavonoid, steroid terpenoid, alkaloid, serta kandungan kimia lainnya (Depkes RI, 2007).
Pada praktikum kali ini dilakukan dengan tujuan dapat melakukan skrining fitokimia pada simplisia. Skrining fitokimia bertujuan untuk identifikasi awal senyawa kimia yang terkandung dalam simplisia. Pada praktikum kali ini simplisia yang digunakan adalah temu kunci..
Pada uji alkaloid dilakukan dua pengujian. Pertama serbuk diambil sedikit ditambahkan asam klorida 1ml 2N dan 9ml aquades, dan dipanaskan diatas penangas air selama 2menit. Setelah itu didinginkan dan disaring. Kemudian filtrat diambil 3tetes ditambah 2 tetes pereaksi mayer terjadi larutan bening. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa hasil seharusnya terjadi adalah berupa endapan menggumpal berwarna putih atau kuning. Pada pengujian kedua filtrat diambil 3 tetes ditambah 2 tetes pereaksi Dragendorff terbentuk warna jingga. Hal ini sudah sesuai degan literatur yang ada. Pada pengujian pertama tidak dihasilkan sesuai dengan literatur dimungkinkan terjadi karena pereaksi sudah rusak.
diambil 5ml filtrat ditambahkan sedikit serbuk magnesium dan 1ml asam klorida pekat. Kemudian dikocok dan dbiarkan memisah. Hasil yang diperoleh adalah larutan jernih tidak berwarna, hal ini menunjukan bahwa hasil tidak sesuai dengan literatur, yang menyebutkan bahwa akan terjadi warna merah, kuning, dan jingga pada lapisan amil alkohol. Hal ini terjadi dimungkinkan karena larutan asam klorida pekat sudah rusak atau terkontaminasi.
Pada pengujian saponin diambil sedikit serbuk simplisia dimasukkan dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan air panas didinginkan lalu dikocok kuat selama 10 detik. Hasil yang diperoleh terjadi buih 1cm, hal ini menunjukan hasil sudah sesuai dengan literatur yang ada bahwa temu kunci mengandung saponin.
Pada pengujian tanin diambil sedikit serbuk simplisia lalu dilarutkan dalam 10ml akuades, didihkan selama 15 menit, lalu didinginkan dan disaring dengan kertas saring. Kemudian ditambahkan larutan Feri (III) klorida 1%. Hasil yang diperoleh hasil larutan jernih tidak berwarna. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang menunjukan hasil warna biru tua atau hijau kehitaman. Hal ini terjadi dikarenakan kemungkinan temu kunci tidak mengandung tanin atau hanya terdapat sedikit kandungannya.
Pada pengujian kuinon sebanyak 5ml larutan yang diperoleh dari identifikasi flavonoid terhadap ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan beberapa tetes larutan NaOH 1N. Hasil yang diperoleh tidak terbentuk warna merah, melainkan larutan jernih tidak berwarna.
G. KESIMPULAN
Pada praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa telah dilakukan uji skrining fitokimia pada temu kunci, dan diperoleh hasil pengujian alkaloid positif, flavonoid negatif, saponin positif, tanin dan kuinon negatif.
H. DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, 1995, Farmakope Indonesia Jilid VI, Depkes RI, Jakarta.
Harborne, J.B., 1987. Metode Fitokimia Penentuan Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, Penerbit ITB; Bandung.
Heinrich Michael dkk., 2010. Farmakognosi dan Fitoterapi. Jakarta : EGC
Sastrohamidjojo. H, 1996, Sintesis Bahan Alam, Cetakan ke-1, Liberty, Yogyakarta.