Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 156
Journal Review :
DUA WAJAH NASIONALISME (The Two Faces of Nationalism) by Edmund S. Glenn, University of Delaware
Oleh Awang Munawar
(munawarawang@yahoo.com)
Dosen Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UNPAS Bandung
Pendahuluan
Dikatakan oleh Edmund S. Glenn bahwa “pembentukan manusia
jerami45 untuk menyerang, tidak mungkin merupakan sebuah perangkat
yang sah kritik, ia adalah hanya perangkat yg berguna secara retorika
karena cenderung hanya untuk memperjelas makna”. Menurut Glenn. hal
demikian dapat menguntungkan untuk mulai diskusi dengan definisi yang
simpel tentang nasionalisme, meskipun katanya ada sangat sedikit pemikir
sekarang yang tidak mengakui kompleksitas fenomena itu sendiri.
Menurut S. Glenn, definisi digunakan hanya untuk memulai analisis.
Artinya dalam konteks ini, menyajikan nasionalisme sebagai sikap politik
mereka yang menempatkan kesetiaan utama dalam negara bangsa, bukan
dalam pengelompokan manusia yang lebih luas (manusia). Dalam hal ini,
sebuah kelompok manusia yang sempit seperti famili, region, atau
sub-nasional etnik grup (sosial kelas, religion), seperti setiap individu dengan
idologinya seperti sosialis, demokrasi atau ideologi pasar bebas. Definisi
dapat diperpanjang bagi mereka dengan menempatkan kesetiaan utama
mereka dalam sebuah kelompok etnis yg cukup besar untuk menjadi
pendapat umum atau opini yang dapat menjelaskan dasar negara bangsa.
45
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 157
Pembahasan
Dari hal tersebut menurut
Glenn sangat akurat terutama
pada momen sejarah tertentu, tapi
khusus pada periode PD 2 , yang
mana fenomenanya menampakan
hal aneh dan tidak logis seperti
yang terang dalam definisi di atas.
Pada kasus ini, bangsa-bangsa
(negara bangsa) melawan
menghadapi Nazi Jerman ada
muncul kolaborator atau akan
kolaborator yang baik dengan
tindakan atau menyatakan simpati
di lain sisi degan negara bangsa
musuh, dan terhadap mereka
sendiri. Selanjutnya para
kolaborator atau yang akan
menjadi para kolaborator tersebut
direkrut dari kalangan nasionalis
yang ekstrim, yang mengatakan
dari antara orang-orang yang
sangat penting, menurut logika
definisi. Seharusnya bersikukuh
dalam penentangan mereka
terhadap gangguan-gangguan
negara asing. Dalam operasi
mereka, inti dari orang2 yg tetap
teguh dalam melawan nazisme
adalah sebagian besar terdiri dari
kaum liberal dan demokrat. Ke titik
dimana orang bisa berbicara
meskipun tidak tanpa berlebihan
dari perang diantara beberapa
perang antara internasional liberal
dengan kosmopolitan, dan
internasional nasionalis, dari dua
itu haya satu atau kedua yang
tampaknya kontradiksi dengan
istilah.
Selanjutnya, menurut Glenn
kontradiksi lain yg serupa juga bisa
dilihat di beberapa negara bekas
jajahan, khususnya seperti di
Afrika, Timur Tengah dan di
tempatnya Soekarno Indonesai. Di
sini para nasionalis moderat
menggunakan negara mereka
yang telah ditetapkan sebagai
kerangka dorong politik mereka.
Nasionalis ekstrim mencari frame
yg lebih luas dari beberapa
referensi, seperti: Pan Afrikanisme,
Pan Arabisme, atau Komunitas
Bandung samar-samar. Dari ketiga
referensi, hanya Pan Arabisme
yang dapat dijelaskan dengan
istilah klasik dari nasionalisme
etnis. Dan bahkan ada deskripsi
yang cocok buruknya. Dan Itu
adalah kontradiksi seperti maksud
dari makalah ini untuk memeriksa
dan mengkritisinya, yang
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 158
1. Apa itu Negara-Bangsa
(Nation State)?
Menurut Glenn, inti dari
kontradiksi mungkin menjadi
ambiguitas yang mendasari
konsep negara bangsa. Bangsa
dan Negara adalah konsep urutan
yang berbeda. Menempatkan
mereka bersama-sama dalam
sebuah komunitas yang ditulis
dengan tanda penghubung
menunjukan dua proses sosial dan
politik yg berbeda, mengarah pada
akhir yang sama produk, sesuatu
dengan mungkin, atau mungkin
tidak, atau terjadi.
2. Konsep State (Concept of
State)
Menurut Glenn dengan
mengutif Grotius dan Toennies,
negara adalah jauh lebih jelas dan
ambigius kurang dari dua
komponen. Menurutnya, negara
adalah unit dasar dari administrasi
publik. Urutan konseptual mana ia
berasal adalah bhw aturan
eksplisit, lembaga yang
didefinisikan oleh petugas khusus
yang ditunjuk. Kontemporari
pemahaman kita tentang konsep
khususnya dalam hal kedaulatan
negara, berhutang banyak pada
Grotius. (Grotius, 1625) pencari
sifat hukum, dibuat eksplisit oleh
akal, dan menentukan hubungan
yuridis individu dan kolektif, yang
dalam istilah sosiologi negara
adalah suatu Gesselschaf. Artinya
masyarakat diatur secara eksplisit
baik pada prilaku persepsionalnya
maupun prilaku proses
perseptualnya (prescribing and
proscribing behavioral procces).
Dan menentukan kewajiban
bersama ( Toennies, 1887).
Selanjutnya Glenn
mengatakan bahwa, konsekwensi
sangat penting adalah cara
dimana individu muncul dalam
konteks negara. Sebagai aturan
(warga negara, pegawai, pegawai
pajak, profesional, atau aturan
berdomisili dll.). Atau paling tidak
sebagai lokus peran, tetapi bukan
sbg kepribadian, keutuhan
manusia. Khususnya negara
bukanlah sesuatu unsur
totalitarian. Glenn dengan
mengutif Inkeles (1954), yang
memperlihatkan bahwa
karakteristik totalitarian tidaklah
absolut, begitu banyak diktator
dalam politik, karena penolakan
untuk mengakui setiap orang
daerah privasi, melampaui batas2
dari setiap aturan yang relevan
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 159
secara spesifik dalam kontek
definisi sendiri negara.
Sekali lagi, menurut Glenn
peran individu dalam negara yang
sah harus ditetapkan, ini memeberi
mereka setidaknya pada karakter
kontrak sosial. Semua mereka
yang lahir di wilayah diatur oleh
negara dan mungkin untuk warga
negara tanpa harus diatur oleh
intervensi yang secara eksplisit.
Namun kewarganegaraan mungkin
akan eksplisit ketika terminannya
diajukan oleh partai lainnya atau
secara pribadi dan negara sesuai
dengan prosedur-prosedur khusus.
Terlebih lagi, kawarganegaraan
dapat lebih akurat melalui
naturalisasi yang berjumlah
pengaturan kontrak ekplisit dengan
menetapkan kewajiban dan hak
istimewa dari kedua belah pihak
baik menurut individu dan menurut
definisi administarisi publik kolektif.
3. Konsep Bangsa (Concept
of Nation)
Menurut Glenn, dengan
mengutif ( Metraux, 1953),
mengatakan bahwa ada situasi
yang berbeda dalam konteks
“bangsa” dan “kebangsaan”.
Dengan menggunakan ilustrasi
yang berbeda dan berguna dari
kata-kata China dan Inggris
misalnya, antara kata “friend” dan
kata “relatif” yang harus
diperhatikan. Dalam bahasa
Inggris adalah sangat mungkin
untuk mengatakan bahwa “relatif “
adalah teman. Seperti contoh :
“seorang teman anak laki adalah
terbaik pada ibunya, atau “sepupu
saya adalah teman terbaik saya”.
Ini bertentangan dengan
penggunaan di China, dimana
“relatif” adalah suatu hal dan
“teman” adalah hal yang lain atau
lain hal, dan yang utama akan lari
kearah yang formal (Metraux,
1953).
Di China perbedaannya
dengan di Inggris adalah dengan
menggunakan yang
direpresantatifkan dengan
pengelompokan diagram ( a
grouping diagram ), hal ini bisa
dilihat dalam halaman aslinya (
349 – 351). Yang mana, jarak
dari ego terklasifikasi benar-benar
dan nyata dalam kasus teman dan
pada realtif. Sementara,
penggunaannya di Inggris
direpresentasikan pada matrik dua
dimensi atau multi dimensi, yakni
klasifikasi “teman” pada basis
pertemanan (friendship) dan
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 160
interest). Untuk hal ini juga bisa
dilihat pada halaman artikel aslina
(hal. 351).
Dari kedua pemahaman
dan konteks yang berbeda ini,
menurut Glenn, bahwa konsep dan
pemahaman bangsa dan
kebangsaan menjadi berbeda, dan
selalu mengandung bias atau
ambiguitas, termasuk pada
kajian-kajian politik kontemporer kini.
Dari hal di atas, menunjukan
bahwa begitu nyata perbadaan ini
ada di seputar pemahaman kita
juga.
4. Ketidak-jelasan Konsep
(Vagueness of this
Concept)
Diurakan oleh Glenn bahwa
kesamaan dan perbedaan konsep
tentang kebangsaan (nationalism)
ini menjalar ke berbagai aspek
termasuk diantara negara-negara.
Contoh “In
American-Nation-State, “Nationality” can be taken
in two different senses. One of
these makes the concept
quasiidentical with that citizenship,
but characteristically more vagues,
the other refers to a nationality of
origin of immigration; in this case,
is this immutable but has only
marginal fungctional implications
.French nationality, can be taken
in only one sense, congruent with
citizenship, embracing
German-speaking Alsatians and
Celtic-speakingBretons, but excluding
French-speaking Belgian and
Swiss. Arabic nationality, has
also any one widely accepted
meaning, this time, however, it is
one which is antithetical to
citizenship, referring to a
scientifically questionable but
genuinely felt community of ethnic
and linguistic appurtenance.”
Dikatakan Glenn, dengan
mengutif ( Parsons dan Shils,
1951),, bahwa bagaimanapun
perbedaan dan kesamaan tentang
konsep bangsa dan kebangsaan
(nationalism), disamping telah
membiaskan, mengaburkan
sekaligus merepotkan pemahaman
yang semestinya sebagai dari
akibat pendefinisian-pendefinisian
masing-masing, juga telah
membedakan prilaku individu ,
masyarakat dan bangsa yang telah
diikat oleh yuridiksi yang namanya
negara (state). Glenn mengatakan
lagi bahwa cukup penting untuk
membuat kebetulan (coincidence)
antara negara dan bangsa jauh
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 161
membaut ketegangan antara dua
kemungkinan.
Menurut Glenn,
Coincidence antara negara dan
bangsa dapat diwjudkan melalui
proses satu atau dua konsep
dasar sbb: 1) The state is the first
of the two to come into being. It
establishes common practices of
public administration and political
life. These practices lead to
common customs; these in turn
determine common experiences
and common feelings of belonging
together. A Gemeinschaft
develops to fit an existing
Gesellschaft, and to strengthen
by subconcious feelings of loyalty
the contractual right and
obligations defining the state. This
process may be called the
development of a state- nation.
2)The nation is the first of the two
to come into being. People having
subconcious feelings of belonging
together set up common
institutions of public administration.
A Gemeninschaft develops to fit
an existing Gesellschaft, to
provide the institutions necessary
to translate into action the needs of
existing community, and to endow
with precision and clarity existing
but unexpressed customs and
values. This process may be
called the development of a
nation-state.
Menurut Glenn, kedua
proses di atas mungkin bisa
berguna untuk memberikan
pertimbangan dalam membangun
beberapa teori sebelum di
aplikasikan sebagi contoh aktual
dalam proses keduanya. (untuk
lebih jelasnya baca kembali dalam
halaman aslinya, 352 – 352).
5. Contemporary State
Nations
Dikatakan Glenn bahwa
Switerland, AS, Inggris, Prancis
dan Nederland adalah contoh
kasus dari “State-Nations”. Rasa
cinta tanah airnya tidak diganggu
oleh faktor-faktor ekslusif, mereka
adalah nyata all-inclusivism dari
satu grup suku (etnik).
Masing-masing kelima negara tersebut
betul-betul full-nationality. Tidak
hanya secara teknis
kewarganegaraan tapi secara ego
dan pengakuannya. Hal in bisa
dikaji dari dasar melting pot
masing-masing. (lihat uraian
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 162
6. Contemporary Nation
States
Sementara itu, Glenn
dengan mengutif beberapa refernsi
seperti (Von Hander, dan Kohn,
1944- 1960), juga melihat
negara-negara seperti Jerman, Itali dan
beberapa negara yang lama dari
Austro-Hungarian Empire, dan ini
dikatakan contoh kasus dari
konsep “Nations-States”. (uraian
lengkapnya bisa dibaca pada hal
354).
7. Kondisi yang menetukan
(the determining conditions)
Menurt Glenn, nampaknya
dari uraian –uraian tersebut di
atas, ada beberpa pertanyaan
yang krusial, yang menjadi
tipe-tipe dari pembangunan sosial
pada momen lain dan pada
perhelatan politik, terutama
masalah-masalah kekuatan yang
efektif mempengaruhi loyalitas
politik dari sistem kerajaan
(tradisional) ke sistem abstrak
yakni konsep negara. Dari semua
negara yang dikajinya, konsep
nation-state adalah contoh dari
konsep yang telah diaplikasikan.
Menurut Glenn, konsep ini terjadi
karena faktor dimana “the middle
class” atau kelas menengah yang
telah tumbuh atau terbangun.
Glenn dengan secara kajian
komparatif dan komprehensif
mengkaji ini, dan mengutif
beberapa sumber diantaranya,
Bogardus, 1928, Merton and Kits,
1950). Dismaping faktor kelas
menegah, Glenn juga
mengemukakan beberapa faktor
lainnya dalam membedakan dan
menyamakan antara
pembangunan Nations – State,
dan States –Nation. Diantara
konsep-konsep itu adalah tentang,
faktor suku (etnik), agama,
budaya, militer, elite, parpol dan
budaya massa, termasik
isme-isme yang berkembang. Yang
semua faktor tersebut bisa
memperkaut atau bisa
memperlemah pembentukan
konsep Nation-State tersebut,
(uraian lebih jelasnya tertera pada
hal 154 – 156).
8. Pola Definisi Identitas
(Patterns of identity
definition)
Menurut Glenn,
menjadi penting dan bermakna
ketika kita mengkaji tentang
berbagai hal dari konsep
“nationalism”, baik persamaannya,
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 163
atau dari berbagai faktor yang
mempengaruhinya. Permasalahan
berikutnya yang tak kurang krusial
adalh bagaimana membangun
konsep-konsep yang berserakan
tersebut menjadi sebuah pola
definisi dari sebuah identitas.
Dalam hal in, menurut Glenn,
bagaimanapun harus terpetakan
pada sebuah konstitusi yang
disepakati bersama
masing-masing negara. Untuk jawaban hal
tersebut, Glenn merambah ke
beberapa teori dan konsep baik
politik, hukum dan pemerintahan
serta teori lainnya yakni tentang
pembungunan politik dan hukum,
teori prillaku, sistem dan sistem
administrasi publik atau negara.
(uraian jelasnya bisa ditelahan
pada hal, 356-7).
9. Pola Abstraktif (the
abstractives Pattern)
Dengan kemampuan
ilmiahnya Glenn, mengungkap
tentan pola abstraktif dari konsep
kontradiksi ini, ia mengatakan
bahwa pola ini adalah alat analisis
yang sangat kritis terhadap objek
menganai hal yang bersifat liar
atau bias. Dengan mengutif
beberpa sumber, di akhir tema ini,
ia sangat kompeten mengurai
tentang tema utama dua wajah
nasionalisme ini. Dalam hal ini, ia
menjelaskan melalui beberapa
kata kunci yakni berupa poin-poin
penting sebagai berikut : 1)
pengaruh sosial politik terhadap
tingkat perubahan budaya ( social
political influences of the rate of
culture change); 2) perkembangan
nasionlisme hitam (development of
black nationalism); 3)
negara-negara yang baru merdeka (newly
independent countries); dan 3)
kediktatoran militer (military
dictatorship). Untuk lebih detil dan
jelasnya lihat pada hal (358 – 363).
Kesimpulan dan Penutup
(Conclusions and Closed)
Glenn, dalam kesimpulannya
menyebut bahwa kompleksitas
dari pembangunan negara dan
bangsa menjadi titik tekan atau
landasan peneliti-peneliti. Ia
sembari menyarankan untuk
melihat Duetsch, 1953 ; Pye,
1962-63 ; Geertz, 1963 ; serta
Helpern, 1963. Dalam
kesimpulannya juga ia mengurai
tentang bagaimana Amerika
sebagai sebuah negara bangsa
yang cukup memadai dengan
sedikit masalah kebangsaan,
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 164
serta patriotisme yang bisa
dibanggakan. Uraian ini juga ia
kaitkan dengan beberapa pemikir
(lihat detailnya pada hal, 364) dan
terakhir ia juga menyuguhkan
referensi yang cukup atau ediquet.
Sebagai penutup, saya
memahami betul apa yang
diuraikan Genn dengan tema “the
two faces of nationalism”. Secara
substasi artikel ini sangat
komprehensif, hal ini terlihat dari
poin-poin yang diurai yang secara
sistematis dan komprehensif.
Keunggulan dari artikel Glenn ini
juga terlihat dari pemaparan
teoritik dan konseptualnya dengan
menuangkan sumber-sumber atau
referensi yang terpercaya.
Termasuk juga dalam hal ini, ia
sangat akademis dan ilmiah dalam
metodologisnya. Sementara,
kelemahan dari Glenn, saya tidak
bisa mengkritiknya. Namun,
karena ini reviuew saya hanya
ingin mengatakan bahwa
pemahaman Glenn, mungkin
masih belum fokus pada kultur
masyarakat dimana objek tersebut
berada. Saya contohkan untuk
Indonesia misalnya, belum tentu
segala apa yang ada pada
pemikiran Glenn bisa sesuai