• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Pendekatan dalam Pembangunan Pede

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Metode Pendekatan dalam Pembangunan Pede"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH SOSIOLOGI PEDESAAN

METODE PENDEKATAN PEMBANGUNAN PEDESAAN Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Pedesaan

Dosen Mata Kuliah Yayat Sukayat, Ir., Ms.

Disusun oleh :

Riska Nur Aini 150610120049 Anisa Aprilia Fajar 150610120057 Faldi Aldisajana 150610120106

Agribisnis B

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur, kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya, kami dapat menyusun dan menyelesaikan tugas makalah untuk Mata Kuliah Sosiologi Pedesaan dengan maksimal dan tepat waktu.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen Mata Kuliah Sosiologi Pertanian yang telah membimbing kami dalam menyusun dan menyelesaikan tugas makalah ini. Selain itu kami juga berterima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu dengan berdiskusi bersama membahas makalah ini.

Makalah yang kami buat berjudul “Metode Pendekatan Pembangunan Pedesaan”. Makalah ini berisikan tentang metode pendekatan pemetaan sosial pada pembangunan pedesaan, selain itu juga kami akan membahas metode lainnya yang biasa digunakan dalam proses pembangunan pedesaan.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran-saran dan kritik yang membangun dari para pembaca sehingga makalah ini dapat tersaji menjadi lebih baik dan sesuai dengan yang diharapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.

Sekian dan terimakasih.

Jatinangor, Sumedang, 25 November 2013

(3)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar. . . .1

Daftar Isi. . . … . . . 2

BAB I Pendahuluan . . . .3

1.1 Latar Belakang. . . .3

1.2 Tujuan. . . 4

BAB II Isi. . . .5

2.1 Metode Pendekatan Dalam Pembangunan Pedesaan. . . .5

2.2 Pemetaan Sosial. . . . . . 7

2.3 Pendekatan Partisipatif. . . .9

2.4 Contoh Pendekatan Partisipatif. . . 14

BAB III Kesimpulan. . . 21

(4)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pada makalah sebelumnya, kami membahas tentang perencanaan dalam proses pembangunan pedesaan. Proses perencanaan pembangunan pertanian adalah: (1) Penyusunan Rencana; (2) Penetapan Rencana; (3) Pengendalian Pelaksanaan Rencana; dan (4) Evaluasi Pelaksanaan Rencana. Tentunya dalam merealisasikan rencana-rencana tersebut diperlukan adalnya metode-metode pembangunan pedesaan yang mendukung berjalannya, perencanaan pembangunan pedesaan tersebut.

Dalam makalah ini kami akan membahas tentang metode yang digunakan dalam pembangunan pedesaan. Salah satu metode yang sering digunakan adalah metode pemetaan sosial dan berbagai metode pendekatan lainnya. Metode Pemetaan sosial memerlukan pemahaman mengenai kerangka konseptualisasi masyarakat yang dapat membantu dalam membandingkan elemen-elemen masyarakat antara wilayah satu dengan wilayah lainnya. Misalnya, beberapa masyarakat memiliki wilayah (luas-sempit), komposisi etnik (heterogen-homogen)_dan status sosial-ekonomi (kaya-miskin atau maju-tertinggal) yang berbeda satu sama lain.

Selain metode pemetaan sosial, untuk membangun pedesaan sering pula digunakan metode partisipatif, yakni tingkat keterlibatan anggota dalam mengambil keputusan, termasuk dalam perencanaan (Rogers). Dalam hal ini metode partisipatif berarti mengikutsertakan masyarakat dalam mengambil keputusan untuk pembangunan desa. Dimana kedudukan masyarakat desa sama dengan kedudukan para petinggi desa. Untuk itu, berkaitan dengan hal ini masyarakat desa bukan hanya diikutsertakan dalam pengambilan keputusan, tetapi juga dalam proses perencanaan, pengambilan keputusan, pelaksanaan, evaluasi dan menikmati hasil pembangunan.

(5)

1.2 Tujuan

(6)

BAB II ISI

2.1. Metode Pendekatan dalam Pembangunan Pedesaan

Dalam melakukan komunikasi pertanian kepada masyarakat telah dikenal dua metode pendekatan, yaitu: (1) pendekatan berdasarkan kelompok sasaran dari inovasi, dan (2) pendekatan berbasarkan cara penyampaian isi pesan yang terkandung dalam inovasi tersebut. Kedua metode pendekatan ini akan dibahas secara terpisah.

a. Metode Pendekatan Sasaran

Berdasarkan kelompok sasaran, maka metode pendekatan komunikasi ini dapat dilakukan melalui:

1) Metode pendekatan massa (mass approach method)

(7)

2) Metode pendekatan kelompok (group approach method)

Cara pendekatan komunikasi ini dilakukan melalui penyampaian informasi inovasi kepada petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok petani, baik kelompok petani tradisional, seperti Subak di Bali dan kelompok-kelompok petani yang sengaja dibentuk untuk tujuan-tujuan tertentu, seperti kelompnecapir di TVRI, Kelompok Tani dan Nelayan, Kelompok Swadaya Masyarakat, dan sebagainya. Dalam kegiatan komunikasi penyuluhan pertanian di Indonesia, pendekatan kelompok sudah menjadi metode dalam pembinaan dan pengembangan sumberdaya manusia di desa maupun di kota dalam rangka meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Dipandang dari segi komunikasi informasi, maka pendekatan kelompok ini jauh lebih efektif jika dibandingkan dengan pendekatan massa, karena mempunyai beberapa keuntungan, sebagai berikut: (a) penyebaran inovasi teknologi dapat dipantau atau dievaluasi secara baik karena jumlah anggota sasarannya jelas; (b) d antara anggota kelompok yang satu dengan yang lainnya dapat saling memberi dan menerima informasi, terutama tentang hal-hal yang belum jelas; (c) akan terjadi akumulasi modal (fisik maupun non-fisik) sehingga dapat memperlancar jalannya komunikasi dalam kelompok yang bersangkutan; (d) antara anggota kelompok dapat dilakukan reward and punishment system secara efektif dan efisien; dan (e) lebih menghemat biaya, tenaga dan waktu, tetap akan diperoleh hasil yang jauh lebih baik.

3) Metode pendekatan individu (personal approach method)

(8)

petugas/penyuluh tanpa merasa canggung dan malu dengan sesama teman petani; (d) petugas/penyuluh dapat menggali semua masalah serta kebutuhan maupun hambatan-hambatan yang dihadapi petani selama berusahatani; dan (e) petugas/penyuluh dapat memberikan informasi yang cocok dengan kebutuhan serta masalah petani pada saat itu. Sebaliknya, metode pendekatan ini juga memiliki beberapa kelemahan, antara lain: (a) tidak bisa menjangkau petani dalam jumlah yang banyak; (b) memakan waktu yang lama; (c) membutuhkan biaya yang tinggi; dan (d) membutuhkan banyak tenaga petugas/penyuluh. b. Metode Pendekatan Materi

Berdasarkan cara penyajian inovasi dalam rangka lebih menjamin efektivitas hasil komunikasi (khususnya dalam pertemuan kelompok), maka digunakan pendekatan gabungan berikut: (a) ceramah, diskusi dan tanya jawab; (b) demonstrasi cara dan demonstrasi hasil; dan (c) penggunaan alat bantu flipchart dan folder. Penggunaan metode gabungan ini cukup efektif, baik dalam mewujudkan komunikasi dua arah (two-way traffic communication) maupun peningkatan pemahaman serta kemampuan menerapkan inovasi yang diberikan. Dengan demikian, para petani akan lebih memahami dan mengerti tentang cara-cara menerapkan inovasi dalam praktek usahatani mereka.

2.2. Pemetaan Sosial

Masyarakat Mandiri (MM) sebagai sebuah lembaga pemberdayaan masyarakat selalu melakukan kegiatan pemetaan wilayah dalam setiap perencanaan pelaksanaan kegiatan program. Pemetaan sosial sangat penting dilakukan untuk memberikan gambaran awal tentang kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat dalam suatu wilayah yang akan menjadi sasaran program.

(9)

pengumpulan data dan informasi baik sekunder maupun langsung (primer) mengenai kondisi masyarakat dalam satu wilayah tertentu.

Hal yang perlu diketahui juga bahwa tidak ada aturan dan bahkan metode tunggal yang secara sistematik dianggap paling unggul dalam melakukan pemetaan sosial. Prinsip utama bagi para pekerja sosial (social worker) dalam melakukan pemetaan sosial adalah bahwa ia dapat mengumpulkan informasi sebanyak mungkin dalam suatu wilayah tertentu secara spesifik yang dapat digunakan sebagai bahan untuk membuat keputusan dalam rencana pelaksanaan program pengembangan masyarakat.

Kegiatan pemetaan sosial lazimnya memiliki beberapa tujuan, 1. sebagai langkah awal untuk mengetahui wilayah calon sasaran program; 2. untuk mengetahui kondisi atau karakteristik masyarakat calon sasaran program serta; 3. sebagai dasar dalam penyusunan matrik perencanaan kegiatan program sesuai dengan potensi serta permasalahan yang ada pada wilayah calon sasaran program.

Pemetaan sosial diharapkan dapat menghasilkan data dan informasi tentang : Data geografi yang terdiri dari letak wilayah, topografi, aksesibilitas lokasi, dan lain-lain. Data demografi yan terdiri dari jumlah penduduk, komposisi penduduk menurut usia-jenis kelamin-mata pencaharian-agama-pendidikan, jumlah penduduk miskin (pra sejahtera dan sejahtera 1) dan lainnya. Data lainnya yang berhubungan dengan kondisi sosial-budaya, kearifan lokal (local wishdom), adat istiadat, karakteristik masyarakat, pola hubungan antar masyarakat, kekuatan sosial yang berpengaruh, dan lainnya.

(10)

program-program yang dilaksanakan oleh pemerintah atau non pemerintah, Keterlibatan masyarakat dala pelaksanaan program baik dari pemerintah maupun non pemerintah, Penyelesaian permasalahan baik masalah sosial kemasyarakatan, ekonomi, budaya serta proses pengambilan keputusan dalam masyarakat.

2.3. Pendekatan Partisipatif

Permasalahan sosial yang selayaknya ditangani melalui Program Pemberdayaan Masyarakat selalu berkembang secara dinamis, sehingga sumber-sumber yang tersedia di lingkungan harus didayagunakan dan didistribusikan secara efesien, efektif dan berkelanjutan.

Pemetaan sosial merupakan salah satu cara untuk memperoleh informasi secara akurat, lengkap, dan mempertimbangkan perspektif masyarakat. Informasi yang dibutuhkan bagi para Motivator Program Pemberdayaan Masyarakat, yaitu bobot masalah sosial, sebaran masalah, potensi sosial yang dapat didayagunakan dalam Program Pemberdayaan Masyarakat. Keterbatasan informasi tersebut, akan sulit memberikan jaminan ketepatan sasaran dan alokasi program Pemberdayaan Masyarakat. Analisis prioritas dalam perencanaan program Pemberdayaan Masyarakat, merupakan salah satu tahapan penting dalam proses pemberdayaan masyarakat. Untuk itu diperlukan metode yang mampu memberikan informasi bagi perencanaan dan pengelolaan program. Masalah efisiensi dan efektivitas program harus diperhitungkan sejak tahap perencanaan program.

Partisipasi dapat diartikan sebagai tingkat keterlibatan anggota sistem sosial dalam pengambilan keputusan. Namun, bila dicermati dengan baik, maka pengertian tidak hanya terbatas pada keterlibatan dalam mengambil keputusan, tetapi meliputi pengertian yang lebih luas, meliputi proses perencanaan, pengambilan keputusan, pelaksanaan, evaluasi dan menikmati hasil pembangunan.

(11)

masyarakat. Oleh karena itu, dalam mengembangkan program pembangunan yang perlu diutamakan adalah terciptanya peran serta aktif (partisipasi) positif dari masyarakat dalam pembangunan lewat dilakukannya komunikasi yang baik. Pada umumnya, analisis proses partisipasi atau peran aktif masyarakat dalam pembangunan meliputi empat tahap, yaitu:

1) Tahap penumbuhan ide untuk membangun dan perencanaan

Dalam tahap ini harus dilihat, apakah pelaksanaan program pembangunan tersebut didasarkan atas ide atau gagasan yang tumbuh dari kesadaran masyarakat sendiri atau diturunkan atas. Jika ide atau gagasan untuk membangun datang dari masyarakat sendiri karena didorong oleh tuntutan situasi dan kondisi yang menghimpit mereka, maka peran serta aktif masyarakat pasti akan lebih baik. Sebaliknya, ide atau gagasan diturunkan dari atas tanpa melibatkan masyarakat, maka bisa dipastikan program pembangunan gagal karena tidak ada peran serta aktif masyarakat. Dengan perkataan lain, jika masyarakat ikut terlibat dalam proses perencanaan untuk membangun daerahnya, maka dapat dipastikan bahwa seluruh anggota masyarakat merasa dihargai sebagai manusia yang memiliki potensi atau kemampuan sehingga mereka lebih mudah berperan serta aktif atau berpastisipasi dalam melaksanakan, melestarikan program pembangunan tersebut.

2) Tahap pengambilan keputusan

(12)

berprakarsa untuk berpartisipasi secara positif terhadap setiap paket pembangunan untuk meningkatkan pendapatan, kesejahteraan diri dan keluarga semua masyarakat.

3) Tahap pelaksanaan dan evaluasi

Landasan filosofi dalam tahap ini adalah prinsip learning by doing dala metode belajar orang dewasa. Tujuan melibatkan masyarakat dalam tahap pelaksanaan adalah : (1) agar masyarakat dapat mengetahui secara baik tentang cara-cara melaksanakan program sehingga nantinya mereka dapat secara mandiri mampu melanjutkan, meningkatkan, dan melestarikan program pembangunan yang dilaksanakan, dan (2) untuk menghilangkan kebergantungan masyarakat terhadap pihak luar dalam hal ini komunikator atau penyuluh yang selama ini selalu terjadi dan akan menjamin bahwa program pembangunan itu sendiri tidak akan lenyap serta merta setelah kepergian para petugas dari desa atau wilayah yang bersangkutan.

Sedangkan, dalam hal mengevaluasi, masyarakat diarahkan untuk mampu menilai sendiri, dengan mengungkapkan tentang apa yang mereka tahu dan lihat. Masyarakat diberikan kebebasan untuk menilai sesuai dengan apa yang ada dalam benak mereka, pengalaman, kelebihan atau keuntungan dari program pembangunan, kelemahannya, manfaat, hambatan, faktor pelancar yang mereka hadapi dalam operasionalisasi program dan secara bersama-sama memcarikan alternatif terbaik sebagai bahan pertimbangan bagi pelaksanaan program pembangunan atau kegiatan pembangunan di waktu yang akan datang.

4) Tahap pembagian ekonomis

(13)

merasakan aspek ekonomis dari pembangunan tersebut, apakah manfaat ekonomisnya dirasakan oleh semua anggota masyarakat dan keluarga, hanya untuk sebagian masyarakat saja, ataukah hanya untuk segelintir orang-orang tertentu saja.

Di dalam pelaksanaannya harus diakui bahwa tidak mudah untuk menerapkan keempat tahapan di atas, karena keterbatasan pengetahuan serta keterampilan masyarakat dalam hal perencanaan, pengambilan keputusan, evaluasi serta menghitung kemanfaatan secara ekonomis. Akan tetapi dengan pendekatan analisis partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan komunikasi program pembangunan pertanian kepada masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan, sebaiknya diwujudkan bottom up planning yang seimbang dengan top down planning yang selama ini diterapkan.

Pola Peran Serta Aktif Masyarakat Pedesaan

Dalam perkembangannya, partisipasi terbagi ke dalam dua pola, yaitu: pola partisipasi secara individu dan pola partisipasi secara kelompok. Seorang yang inovatif dan aktif dalam setiap kegiatan pembangunan akan sangat membantu dirinya beserta keluarganya untuk meningkatkan taraf hidup secara ekonomis maupun spiritual. Namun sebagai makluk sosial (dapat hidup jika ada orang lain), maka pola individu harus dikembangkan kepada anggota lain sehingga tercipta pola partisipasi secara kelompok atau secara menyeluruh.

(14)

dengan hubungan patron klien, atau budaya anut masyarakat Indonesia). Hubungan patron klien yang harmonis akan dapat mengekang berkembangnya kontradiksi masalah antara yang dihadapi oleh kaum priyayi (orang-orang yang berkecukupan) dengan yang dihadapi oleh kaum proletariat (kaum miskin yang jumlahnya sangat banyak).

Berbagai pendekatan program pembangunan dewasa ini lebih banyak menggunakan pendekatan kelompok. Oleh karena itu, pola partisipasi juga harus dilihat secara berkelompok. Suatu kelompok memiliki unsur-unsur kelompok yang bekerja dalam satu sistem. Interaksi setiap unsur dalam satu sistem menimbulkan suatu dinamika, yaitu kekuatan-kekuatan dalam kelompok. Dinamika kelompok akan membentuk karakteristik bersikap dan bertindak sehingga mewujudkan suatu kemampuan anggota secara berkelompok untuk berpartisipasi secara aktif dalam pelaksanaan pembangunan.

Pada umumnya, partisipasi petani dalam kelompok dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:

(a) Manfaat rencana kerja kelompok; (b) Pengakuan kelompok terhadap karya anggota; (c) Kebenaran norma yang dijadikan alat ukur; (d) Kemampuan kelompok inti dan kelompok khusus untuk menyelesaikan masalah; (e) Manfaat informasi yang diterima; (f) Kepemimpinan kelompok inti; (g) Kejujuran kelompok inti; (h) Pengakuan dan dukungan sesama anggota; (i) Keuntungan ekonomis yang didapat; dan (j) Kelancaran pelayanan sarana .

(15)

Model ini dikembangkan oleh Prof. S. Chamala berdasarkan beberapa pertimbangan berikut: (a) tujuan pembangunan adalah meningkatkan kemampuan aggota masyarakat lokal khususnya dan masyarakat umum; (b) masyarakat memiliki hak dan tanggung jawab di dalam pembangunan untuk menentukan masa depan mereka sendiri, tetapi mereka tidak mengetahui mekanisme dalam menyalurkan kemampuan mereka untuk berpartisipasi dalam pembangunan di era demokrasi dewasa ini; (c) masyarakat dapat menciptakan struktur untuk membangun kelompok maupun perorangan yang memungkinkan mereka dapat berperan aktif dalam berbagai tindakan terutama konservasi lahan dan air; dan (d) PAM dibutuhkan, karena:

(i) pembangunan pedesaan sekarang ini semakin kompleks, (ii) pemerintah memiliki keterbatasan dalam sumberdaya, dan

(iii) dibutuhkan sistem keahlian yang didasarkan pada pengetahuan masyarakat bawah (grass roots).

2.4. Contoh Pendekatan Partisipatif Tujuan Pemetaan Sosial

Tujuan umum: Diperolehnya program prioritas dan alokasi sumber pembangunan sosial secara efisien, efektif dan berkelanjutan.

Tujuan khusus:

a. Tersusunnya indikator bobot masalah dan potensi soial dan aksesibilitas fasilitas pelayanan sosial dan pelayanan publik lainnya.

b. Diperolehnya peta sosial sebagai dasar pengembangan informasi

c. Diperolehnya peta-peta tematik dari hasil Participatory Research Appraisal (PRA)

(16)

aspek efisiensi, efektivitas dan kelangsungan program yang telah didiskusikan dengan masyarakat/ kelompok sasaran.

Kegunaan Praktis

Pemetaan masalah sosial dan potensi/sumber sosial bagian dari analisis situasi dan analisis kebutuhan. Data yang disajikan dalam struktur ruang /daerah sehingga lebih komunikatif, sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk analisis prioritas masalah dan lokasi untuk perencanaan

Perspektif Dasar

a. Komponen masyarakat b. Individu

c. Keluarga d. Komunitas e. Masyarakat sipil f. Institusi Negara

g. Dimensi-dimensi masyarakat h. Struktur sosial

i. Relasi sosial j. Proses sosial k. Nilai sosial Kemajuan Sosial

(17)

Definisi indikator sosial: definisi operasional atau bagian dari definisi operasional dari suatu konsep utama yang memberikan gambaran sistem informasi tentang suatu sistem sosial (Carlisle’s, 1972 :25).

Asumsi

Ada hubungan antara kondisi spasial (tata ruang) dengan fungsi-fungsi yang berlaku pada masyarakat. Kondisi spasial merupakan fakta sosial yang dapat menggambarkan pola-pola, keteraturan, perubahan, dinamika sosial Pemetaan sosial merupakan cara untuk mengkaji “Social Inquiry”

Metodologi

Social inquiry:

1. Naturalistic inquiry (kualitatif) – etnografis/ cultural mapping 2. Positivistic (kuantitatif) – GIS dengan indikator objektif 3. Kombinasi naturalistic inquiry dan positivistic – PRA

Metode Pemetaan

1. Survey research (ex: RAP & statistik indikator sosial) 2. Partisipatory research (ex : PRA)

3. Indigenous reseach (ex : Verstehen - etnografis)Triangulation research Langkah Strategis

1. Membuat batasan wilayah, klasifikasi atau stratifikasi untuk memahami keseluruhan situasi, dan posisi relatif dalam konteks yang lebih luas

(18)

3. Identifikasi masalah, potensi, dan indikator dasar yang memberikan gambaran tentang bobot masalah dan strategi alokasi sumber pada setiap wilayah atau kelompok

Langkah Operasional

1. Penyusunan disain dan instrumen/ scenario

2. Pengumpulan data base masalah sosial dan sumber-sumber sosial sosial 3. Penyusunan indikator bobot masalah dan jangkauan fasilitas pelayanan

sosial.

4. Digitasi peta dasar

5. Pembuatan peta tematik dengan PRA dan Sistem Informasi Geografis (Geographycal Information System

6. Analisis prioritas berdasarkan jenis masalah dan satuan wilayah pembangunan

7. Penentuan alokasi program prioritas 8. Diseminasi hasil

Pengembangan Indikator Sosial Dalam Konteks Pemberdayaan Masyarakat

Kriteria Pengembangan Indikator Sosial

1. Tidak mengasumsikan hanya ada satu pola pembangunan atau 2. berlaku universal untuk semua wilayah pembangunan,

3. Mengukur hasil disamping dapat digunakan untuk mengetahui masukan dan proses.

4. Menggambarkan tingkatan, rates, pola dan sebaran yang mudah dipahami,

(19)

6. Dapat digunakan untuk menentukan skala prioritas masalah dan skala prioritas lokasi/ wilayah pembangunan,

7. Data yang diperlukan sudah tersedia. Dimensi Indikator Sosial

1. Terkendalinya permasalahan sosial, dilihat dari dua dimensi yaitu: bobot masalah, kecenderungan masalah dari waktu ke waktu. 2. Terpenuhinya kebutuhan sosial dilihat dari dimensi: cakupan/

aksesibilitas/ jangkauan pelayanan, baik pelayanan pemerintah maupun Pemberdayaan Masyarakat lingkungan atau masyarakat 3. Terbukanya peluang sosial yang dilihat dari dimensi: potensi dan

sumber sosial yang meliputi tenaga dana, peran aktif masyarakat. Indikator Inti

1. Bobot masalah sosial

Bobot Masalah merupakan besaran masalah dilihat dari populasi masalah sosial dan kadar masalahnya. Dengan mengetahui bobot masalah maka dapat ditentukan skala prioritas masalah sosial yang akan ditangani dan skala prioritas wilayah program Pemberdayaan Masyarakat. Contoh: Proporsi penduduk miskin berdasarkan populasi keluarga di lingkungan

2. Kecenderungan masalah sosial ;

(20)

3. Cakupan pelayanan;

Cakupan pelayananmerupakan kemampuan atau daya jangkau perangkat pembangunan sosial dalam penanganan masalah kesejahteraan sosial. Luasnya cakupan akan mewarnai dasar penentuan target penanganan yang tercemin pada hasil yang dicapai dari waktu ke waktu. Contoh:

a. Proporsi penduduk miskin yang akses terhadap program

b. Pemberdayaan Masyarakat dibandingkan dengan populasi penduduk miskin

c. Proporsi penduduk miskin yang akses terhadap program penanganan kemiskinan dari pemerintah kota dibandingkan dengan populasi penduduk miskin

d. Ratio penduduk miskin yang akses terhadap program Pemberdayaan Masyarakat

4. Potensi & sumber sosial;

Potensi dan sumber merupakan fasilitas yang secara potensial dikendalikan dalam berbagai bentuk pelayanan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan. Fasilitas sebagai sumber sosial mencakup pelaksana, dana, dan keberadaan institusi sosial. Potensi dan sumber menentukan luasnya jangkauan pelayanan dalam penanganan masalah sosial. Contoh:

a. Kualitas dan kapasitas tenaga

i. Ratio tenaga/petugas Pemberdayaan Masyarakat dengan sasaran komunitas yang dilayani

ii. Ratio supervisor dengan motivator Pemberdayaan Masyarakat iii. Indeks pendidikan motivator Pemberdayaan Masyarakat

(21)

b. Ketersediaan dana

i. Persentase Anggaran Pemberdayaan Masyarakat dengan APBD

ii. Ratio Anggaran Pemberdayaan Masyarakat dengan Anggaran Sektor Fisik

iii. Persentase Anggaran Pemberdayaan Masyarakat dengan Anggaran yang diusulkan masyarakat

5. Peran aktif masyarakat.

Peran aktif masyarakat diberikan kesempatan yang lebih besar dalam penanganan masalah sosial di lingkungannya. Dalam hal ini aparat lingkungan selayaknya lebih memberat pada fungsinya sebagai fasilitator dan motivator Pemberdayaan Masyarakat. Dimensi ini dipilih, mengingat Pemberdayaan Masyarakat harus diarahkan kepada kemandirian dan ketahanan sosial berbasis komunitas. Contoh:

a. Persentase sumber daya swadaya masyarakat dengan sumber dari lingkungan

(22)

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Metode pendekatan pembangunan pedesaan merupakan suatu “cara” yang digunakan untuk membantu proses pembangunan pedesaan yang pemilihan metodenya disesuaikan dengan karakteristik desa beserta warganya. Pada bab pembahasan telah dibahas beberapa metode pendekatan pembangunan pedesaan. Yakni, metode pendekatan sasaran dan metode pendekatan materi. Metode pendekatan sasaran merupakan metode yang berfokus pada kelompok-kelompok sasaran yang merupakan ujung tombak pembangunan desa, kelompok-kelompok ini adalah massa, kelompok, dan individu. Metode pendelatan materi adalah focus pembangunan desa pada pemberian materi untuk masyarakatnya.

Selain pendekatan-pendekatan diatas dikenal juga metode pendekatan pemetaan sosial, yakni suatu kegiatan yang dilakukan untuk menemukenali tentang kondisi sosial budaya masyarakat pada wilayah tertentu yang akan dijadikan sebagai wilayah sasaran program. Jadi, pemetaan sosial akan memudahkan focus pembangunan pedesaan melalui penyesuaian dengan daerah geografis desa tersebut.

(23)

memiliki efek berkelanjutan. Analisis proses partisipasi atau peran aktif masyarakat dalam pembangunan meliputi empat tahap, yaitu: (1) Tahap penumbuhan ide untuk membangun dan perencanaan; (2) Tahap pengambilan keputusan; (3) Tahap pelaksanaan dan evaluasi; dan (4) Tahap pembagian ekonomis.

(24)

DAFTAR PUSTAKA

Afrinaldi. 2010. Motivator Dan Pemetaan Sosial Dalam Pemberdayaan

Masyarakat. Dalam

http://psmktsukabumi.blogspot.com/2010/06/motivator-dan-pemetaan-sosial-dalam.htm diakses pada 23 November 2013 pukul 07.11 WIB Hikmat, Harry. 1995. Paradigma Pembangunan dan Implikasi dalam Perencanan

Sosial. (tidak dipublikasikan). Jakarta: Universitas Indonesia.

Hikmat, Harry. 1999. Pembangunan Sosial yang Berpusatkan pada Rakyat: Reorientasi Paradigma Pembangunan Kesejahteraan Sosial Pascakrisis. (makalah). Bandung: Universitas Padjadjaran.

Mustari, Bachtiar. 2011. Pendekatan Partisipatif. Dalam http://bakhtiar.blogs.unhas.ac.id/2011/12/pendekatan-partisipatif/ diakses pada 23 November 2013 pukul 07.00 WIB

Referensi

Dokumen terkait

Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan kesalahan kami seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami dan

Anda diperintahkan agar diam di rumahmu (maksudnya adalah firman Allâh yang memerintahkan istri Rasûl agar tinggal di rumah: ‘Tinggallah dengan tenang dalam rumahmu’) 57 dan

bahwa untuk meningkatkan akses pelayanan kesehatan kepada prajurit Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan untuk mengakomodasi praktik

Rangkaian kendali berbasis AT89C51 untuk mengatur semua proses kerja dari bagian pertama ini yakni : driver keypad dan 4 buah seven segmen, driver sensor, motor penggerak

Pemanfaatan metode ultrasonik untuk menen- tukan parameter fisika batubara didasarkan pada be- berapa penelitian terdahulu seperti pengukuran para- meter fisika cairan, beton,

Desain produk disusun sesuai dengan indikator pencapaian perkembangan pemahaman emosi anak usia 4-6 tahun, yang nantinya desain produk ini akan dikonsultasikan kepada

Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia serta

Maka untuk memenuhi persyaratan analisis yang akan digunakan perlu dilakukan transformasi data dari skala ordinal menjadi skala interval.” Metode yang digunakan