• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KONDISI LINGKUNGAN FISIK DAN PE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH KONDISI LINGKUNGAN FISIK DAN PE"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KONDISI LINGKUNGAN FISIK DAN PENUTUPAN VEGETASI

TERHADAP KEPADATAN HERPETOFAUNA PADA HABITAT TERESTRIAL

DI HUTAN PENDIDIKAN WANAGAMA I, GUNUNG KIDUL,

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Rizky Hiday

at

*Minat Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada , Yogyakarta, Indoneisa . **Laboratorium Satwa Liar, Praktikum Riset dan Manajemen Satwa Liar, Fakultas Kehutanan, Universitas

Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia.

Abstrak

Penelitian kepadatan herpetofauna terrestrial yang di pengaruhi oleh kondisi lingkungan fisik dan penutupan vegetasi telah dilakukan dalam upaya mendukung kelestarian herpetofauna di kawasan hutan Wanagama I . Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 21 Desember 2013 secara diurnal dengan menggunakan metodee line transect. Dalam penelitian ini dilakukan analisis statistik dengan menggunakan Trend Analysis Regresi . Total herpetofauna terrestrial telah ditemukan sebanyak 8 1 individu . Herpetofauna terdiri atas 3 jenis reptile dan 1 amphibi . Jenis tersebut antara lain yaitu: Kadal Cokelat(Eutropis rudis),

Kadal Kebun (Eutropis multifaciata), Kadal Ular (Lygosoma quadrupes), Kodok Buduk (Bufo melanostictus). Diketahui dari jenis-jenis tersebut merupakan herpetofauna endemik Jawa. Hasil analisis regresei Y= (3,085±2,371) + (0,079±0,033) X1 yang berarti kepadatan semak berkorelasi positif dengan kepadatan herpetofauna. Menandakan bahwa Penutupan vegetasi merupakan factor ekologi yang sangat mempengaruhi kepadatan herpetofauna terrestrial di Hutan Wanagama I.

Kata kunci

:

Hutan Wanagama I, Herpetofauna, terrestrial, kepadatan , semak, R Statistict

PENGANTAR

Wanagama I merupakan hutan buatan yang berada pada kawasan karst. Struktur vegetasi yang berbeda pada tiap petak di Hutan Pendidikan Wanagama I dapat mempengaruhi kondisi satwa liar yang ada di dalamnya termasuk herpetofauna.

Sedangkan Hutan Pendidikan

Wanagama I yang terdiri dengan

berbagai penyusun vegetasi tentunya memiliki kondisi lingkungan yang berbeda sehingga satwa herpetofauna pun akan menyeleksi habitat yang

digunakannya agar dapat

(2)

mengenai herpetofauna sendiri pun masih minim, terutama herpetofauna pada habitat terrestrial, sehingga perlu dikembangkan penelitian

herpetofauna khususnya pada habitat teresetrial di Hutan Pendidikan Wanagama I.

Berdasarkan teori, herpetofauna menempati habitat yang sangat bervariasi mulai dari akuatik, semi akuatik, terestrial, fusorial, dan arboreal (Hall, 2007). Menurut Kusrini (2009), herpetofauna merupakan satwa yang memiliki peranan penting dalam ekologi dan sangat dipengaruhi oleh kondisi habitatnya. Rusaknya suatu habitat dapat mempengaruhi proses kehidupan dan perkembangan

herpetofauna bahkan dapat

menyebabkan kematian yang akan

berujung pada kepunahan.

Karakteristik habitat yang

mempengaruhi keberadaan

herpetofauna ini antara lain berupa penutupan vegetasi dan kondisi lingkungan fisik. Karakteristik tersebut merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberadaan dan kegiatan herpetofauna (Kusrini, 2009).

Faktor lingkungan fisik merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap perilaku dan daya tahan herpetofauna. Berbagai faktor fisik seperti halnya suhu, kelembaban, kelerengan, ketebalan seresah, dan jarak dari sumber air, merupakan

sebagai pelindung (cover) dan tempat hidup bagi satwa khususnya herpetofauna.

Herpetofauna tidak hanya

bergantung pada pada faktor fisik dari lingkungannya tetapi juga interaksi dengan faktor biotik seperti penutupan vegetasinya. Hal ini dikarenakan penutupan vegetasi baik secara vertical maupun horizontal berperan penting terhadap intensitas cahaya yang sampai ke lantai hutan. Sehingga suhu dan kelembaban akan berbeda pada berbagai penutupan vegetasi. Selain berpengaruh terhadap kondisi fisik, vegetasi juga berfungsi sebagai pelindung (cover) dan tempat hidup bagi satwa khususnya herpetofauna.

Herpetofauna tidak hanya

(3)

salah satu parameter yang sangat mempengaruhi kegiatan dan pola tingkah laku dari herpetofauna (Goin dan Goin, 1971). Kelembaban dan suhu merupakan faktor penting karena dari amfibi berkembang biak di lahan basah (Hall, 2007)

Herpetofauna tidak hanya

bergantung pada pada faktor fisik dari lingkungannya tetapi juga interaksi dengan faktor biotik seperti penutupan vegetasinya. Hal ini dikarenakan penutupan vegetasi baik secara vertical maupun horizontal berperan penting terhadap intensitas cahaya yang sampai ke lantai hutan. Sehingga suhu dan kelembaban akan berbeda pada berbagai penutupan vegetasi. Selain berpengaruh terhadap kondisi fisik, vegetasi juga berfungsi

vegetasi. Selain berpengaruh terhadap kondisi fisik, vegetasi juga berfungsi sebagai pelindung (cover) dan tempat hidup bagi satwa khususnya herpetofauna.

ALAT DAN METODE

Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa GPS, termohigrometer, clinometer, kompas , peta topografi Hutan Pendidikan Wanagama I , Ttallysheet, plastik, roll meter, tali, penggaris, alat tulis, density board, tabung okuler, Dan kamera. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 21 Desember 2014. Penelitian meliputi 3 line beberapa daerah di sekitar kawasa dekat dengan Sungai Oyo, yaitu herpetofauna. Pengambilan data aktif dilakukan pada

pagi hari dari pukul 08.00 sampai pukul 17.00 WIB untuk mendapatkan data jenis herpetofauna.

Koleksi spesimen dilakukan dengan metode line transect untuk pengambilan sample herpetofauna dan protocol sampling untuk pengambialan variable kondisi lingkungan dan penutupan Vegetasi . Metode ini dilakukan dalam line sepanjang 1 KM, dengan jumlah 3 line setiap line terdapat 5 segment untuk mencari herpetofauna pada habitat terrestrial, meliputi bawah seresah, bawah kayu

distribusinya normal maka

menggunakan analisis regresi linear. Apabila data tidak normal maka ditransformasikan untuk menjadi normal.

Pengaruh kondisi lingkungan fisik dan penutupan vegetasi terhadap jumlah individu herpetofauna diuji dengan bantuan software R statistik dengan menggunakan metode regresi linear berganda dengan fungsi linear model.

(4)

lapuk, tumpukan bebatuan, lubang-lubang di tanah, semak-semak.

5m 5m

Sungai Oyo

Gambar 1. Line Transect

Herpetofauna yang dijumpai ditangkap dan diidentifikasi langsung

di lokasi dengan metode

taksomorfologi. Identifikasi dan penamaan spesies menggunakan buku panduan Rerptiles Of South Asia East Asia dan buku Amphibians Of Java and Bali (Iskandar 1998). Selanjutnya dilakukan analisis, Untuk menghitung kepadatan herpetofauna terrestrial mengguanakan formula kepadatan yaitu :

kepadatan

=

jumlahindividu jenis A

luasline transect

Kepadatan adalah besarnya populasi dalam suatu unit ruang, yang pada umumnya dinyatakan sebagai jumlah individu-individu dalam setiap unit luas atau volume (Gopal,1979 ; Indriyanto, 2006). Pengaruh yang dicari adalah pengaruh dari kondisi lingkungan fisik dan penutupan vegetasi terhadap jumlah individu herpetofauna terrestrial. Dalam penelitian ini dilakukan analisis statistik dengan menggunakan Trend Analysis Regresi. Data harus diketahui

Di Hutan Wanagama Terdapat 4 jenis herpetofauna terestrial yang ditemukan dalam pengamatan yaitu; Kadal Cokelat (Eutropis rudis), Kadal Kebun (Eutropis multifaciata), Kodok Buduk (Bufo melanostictus) dan Kadal Ular (Lygosoma quadrupes) dengan kepadatan 4 ind/ha.

Tabel 1. Jenis herpetofauna terestrial

0.000

Gambar 2. Kepadatan Herpetofauna Terestrial

Kepadatan herpetofauna dihitung dari jumlah individu dibagi luas line transek seluruh petak kemudian dikonversikan ke luasan individu/ha. Dari 4 jenis herpetofauna terestrial

1 Kadal Cokelat (Eutropis rudis) 21 2 2 Kadal Kebun (Eutropis multifaciata) 46 4.381 3 Kodok Buduk (Bufo melanostictus) 12 1.143 4 Kadal Ular (Lygosoma quadrupes) 2 0.190

(5)

distribusinya, jika keseluruhan jenis herpetofauna terrestrial yang ditemukan memiliki nilai kepadatan 7-8 individu/ha.

Tabel. Analisis Regresi Linear Pengaruh Penutupan Vegetasi dan

Y = Kepadatan herpetofauna terestrial X1= Kepadatan Semak

Berdasarkan teori, herpetofauna menempati habitat yang sangat Karakteristik tersebut merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberadaan dan kegiatan herpetofauna (Kusrini, 2009).

Faktor lingkungan fisik merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap perilaku dan daya tahan herpetofauna. Berbagai faktor fisik seperti halnya suhu, kelembaban, kelerengan, ketebalan seresah, dan jarak dari sumber air, merupakan salah satu parameter yang sangat mempengaruhi kegiatan dan pola tingkah laku dari herpetofauna (Goin dan Goin, 1971). Kelembaban dan suhu merupakan faktor penting karena dari amfibi berkembang biak di lahan basah (Hall, 2007).

(6)

akuatik, terestrial, fusorial, dan arboreal (Hall, 2007). Menurut Kusrini (2009), herpetofauna merupakan satwa yang memiliki peranan penting dalam ekologi dan sangat dipengaruhi oleh kondisi habitatnya. Rusaknya suatu habitat dapat mempengaruhi proses

kehidupan dan perkembangan

herpetofauna bahkan

cahaya yang sampai ke lantai hutan. Sehingga suhu dan kelembaban akan berbeda pada berbagai penutupan vegetasi. Selain berpengaruh terhadap kondisi fisik, vegetasi juga berfungsi sebagai pelindung (cover) dan tempat hidup bagi satwa khususnya herpetofauna.

Berdasarkan teori, herpetofauna menempati habitat yang sangat bervariasi mulai dari akuatik, semi akuatik, terestrial, fusorial, dan arboreal (Hall, 2007). Menurut Kusrini (2009), herpetofauna merupakan satwa yang memiliki peranan penting

perkembangan herpetofauna

bahkan dapat menyebabkan kematian yang akan berujung pada kepunahan.

Karakteristik habitat yang

mempengaruhi keberadaan

herpetofauna ini antara lain berupa penutupan vegetasi dan kondisi lingkungan fisik. Karakteristik tersebut merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberadaan dan kegiatan herpetofauna (Kusrini, 2009).

Faktor lingkungan fisik merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap perilaku dan daya tahan herpetofauna. Berbagai faktor fisik seperti halnya suhu, kelembaban, kelerengan, ketebalan seresah, dan jarak dari sumber air, merupakan salah satu parameter yang sangat mempengaruhi kegiatan dan pola

vegetasi yang paling berpengaruh adalah kepadatan semak. Suhu dan kelembaban tidak menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan kemungkinan karena kondisi iklim mikro yang terdapat di bawah kepadatan semak berbeda dengan diluarnya. Sedangkan suhu dan kelembaban yang kami ukur merupakan suhu dan kelembaban lingkungan sekitar. Sehingga hal tersebut juga mengindikasikan bahwa suhu dan kelembaban lingkungan sekitar belum tentu merupakan kondisi fisik yang sesuai bagi herpetofauna terestrial.

(7)

tingkah laku dari herpetofauna (Goin dan Goin, 1971). Kelembaban dan suhu merupakan faktor penting karena dari amfibi berkembang biak di lahan basah (Hall, 2007)

Gambar 4. Gambar Coplot Padat Semak Faktor kondisi lingkungan fisik seperti; suhu, kelembaban, ketebalan seresah dan jarak dengan sumber air tidak menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan. Apabila dikaitkan berdasarkan hasil uji regresi yang menunjukkan bahwa faktor penutupan

tiang dan pohon (untuk penutupan horisontal) dan untuk penutupan vertikal yaitu tutupan tajuk dan tumbuhan bawah, yang memiliki nilai pengaruh paling signifikan terhadap kepadatan herpetofauna yaitu faktor kepadatan semak dengan estimasi 0.07931 dan probabilitas 0,018 < 0.05 yang berarti signifikan. Kepadatan semak juga memiliki korelasi yang

positif terhadap kepadatan

herpetofauna. Hubungan atau korelasi yang positif ini dapat dijelaskan jika semakin padat semak maka herpetofauna terestrial juga semakin padat. Kepadatan semak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kepadatan herpetofauna yaitu pada tingkat kepadatan semak 70-90 individu/ha, berdasarkan gambar coplot (Lampiran 2.). Kondisi tersebut merupakan kondisi yang paling ideal untuk meningkatkan jumlah individu maupun kepadatan herpetofauna terestrial. Asumsi tersebut tidak berlaku apabila kepadatan semak > 90 individu/ha karena berdasarkan hasil coplot menunjukkan grafik kurva yang datar atau stabil terhadap kepadatan.

KESIMPULAN

1. Penutupan vegetasi yang paling berpengaruh signifikan terhadap kepadatan herpetofauna terestrial

adalah kepadatan semak.

Sedangkan untuk faktor lingkungan

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra, H. S. 2002. Pengelolaan Satwa Liar. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Badan Perencanaan dan

(8)

fisik tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap kepadatan herpetofauna terestrial. Kemudian dapat dilihat bahwa kepadatan semak memiliki korelasi positif terhadap kepadatan herpetofaua. 2. Kepadatan herpetofauna terestrial

yang ditemukan di hutan Wanagama I sebesar 7-8 individu/ha.

SARAN

1. Pengambilan data herpetofauna lebih baik dilakukan saat malam hari, agar mendapatkan data yang lebih

3. Kepadatan Herpetofauna terrestrial di hutan Wanagama perlu perhatian dari dan mempertimbangkan pengelolaan bagian semak hutan. 4. Memasang plang pengumuman

untuk tidak menangkap

herpetofauna untuk dijadikan souvenir atau pun makanan sehari

Hutto, R.L. 1985. Habitat Selection by Nonbreeding, Migratory Land Birds. Pages 455-476 dalam M.L. Cody (ed.), Habitat Selection in Selection in Birds. Orlando: Academic Press. Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. PT

Bumi Aksara: Jakarta.

Inger RF, Stuebing RB. 1997. A Field Guide to the Frogs of Borneo. Sabah : Natural History.

Iskandar DT. 1998. Amfibi Jawa dan Bali–Seri Panduan Lapangan. Bogor : Puslitbang LIPI.

Jati, Agus Sudibyo. 2011.

Keanekaragaman Jenis

(9)

Palangkaraya.

Odum, Eugene. P. 1998. Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. (Terjemahan oleh: Tjahjono Samingan). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Pollunin, N. 1990. Pengantar Geografi

Tumbuhan dan Beberapa Ilmu Serumpun. (Terjemahan oleh: Prof. Ir. Gembong Tjitrosoepomo). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Sarwono, J. 2009. Panduan Lengkap Untuk Belajar Komputasi Statistik Menggunakan SPSS 16. Andi Offset. Yogyakarta.

Sinclair. ARE., J.m. Fryxell, and G. Caughley. 2006. Wildlife, Ecology, Conservation, and Management. 2nd

ed. Blackwell Publishing. UK.

Srinivasan, M. and Bragadeeswaran, S. 2008. Reptil Annamalai. Centre of Advance Study In Marine Biology Annamalai University.

Vitt, L. J. dan J. P. Caldwell. 1993. Herpetology an Introduction Biology of Amphibians And Reptils. 3rd ed.

(10)
(11)

Gambar

Gambar 2. Kepadatan Herpetofauna Terestrial
Gambar 4. Gambar Coplot Padat Semak

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan dari nilai koefisien determinasi (R 2 ) dari analisis regresi untuk pendugaan persentase penutupan tajuk, diameter tajuk rata-rata, dan jumlah pohon dengan

Jadi faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi kerapatan tumbuhan sarang semut adalah jumlah spesies tumbuhan inang tingkat pohon, tiang dan pancang, namun secara

Jadi faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi kerapatan tumbuhan sarang semut adalah jumlah spesies tumbuhan inang tingkat pohon, tiang dan pancang, namun secara

HASIL DAN PEMBAHASAN Pada areal bekas kebakaran tahun 2014 ditemukan 10 jenis tumbuhan yang terdiri dari tumbuhan bawah, tingkat pancang, tingkat tiang dan tingkat

Berdasarkan dari nilai koefisien determinasi (R 2 ) dari analisis regresi untuk pendugaan persentase penutupan tajuk, diameter tajuk rata-rata, dan jumlah pohon dengan

Tajuk yang rapat menghambat matahari untuk sampai ke tanah, sehingga intensitas cahaya matahari di bawah pohon kelapa sawit menjadi rendah.Tidak semua jenis tumbuhan

Hasil perhitungan Indeks Kesamaan (IS) dan Indeks Ketidaksamaan komunitas tumbuhan tingkat pohon, tiang, pancang, semai dan turn- buhan bawah untuk seluruh unit contoh yang

Persentase tutupan lamun tertinggi adalah stasiun II yaittu 16,33%, sedangkan pada stasiun I memiliki nilai tutupan 14,05% dan stasiun III memiliki nilai tutupan yang paling rendah