• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Pemberdayaan Pondok Pesantren dala

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Model Pemberdayaan Pondok Pesantren dala"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PROSIDING

Seminar Nasional 2016

“Pengembangan Kompetensi Fasilitator dan Kelembagaan

Pemberdayaan Masyarakat di Era MEA”

30 November 2016

(3)

PROSIDING

“Pengembangan Kompetensi Fasilitator dan Kelembagaan

Pemberdayaan Masyarakat di Era MEA”

ISBN : 978-602-61351-0-0 E ISBN : 978-602-61351-1-7

Cover Design :

Ginanjar Rahmawan

Lay Out :

Sri Mulyani

Adhianty Nurjanah

LV. Ratna Devi

Editors:

Dr. Supriyandi

Dr. Endang Sutisna Sulaeman

Dr. Sarah Rum Handayani

Dr. Mulyanto

Suwarno Widodo, MSi

Diterbitkan oleh:

Program Studi Magister dan Doktor Penyuluhan Pembangunan/ Pemberdayaan Masyarakat, Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta

Hak cipta.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Illahi Rabbi, atas segala rahmat dan karunia-Nya yang senantiasa dilimpahkan sehinga Seminar nasional “Pengembangan Kompetensi Fasilitator dan Kelembagaan Pemberdayaan di Era MEA” dapat terlaksana sesuai dengan rencana. Tujuan kegiatan ini adalah untuk menghimpun dan merumuskan masukan dari pemangku kebijakan, pakar, praktisi untuk direkomendasikan sebagai arahan dan strategi dalam pengembangan kompetensi fasilitator pemberdayaan masyarakat.

Pemberdayaan masyarakat yang ditunjang oleh kompetensi fasilitator dan kelembagaan merupakan hal penting untuk dikembangkan dalam upaya menguatkan pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu diperlukan kerja keras dan tindakan kebijakan terarah secara tepat dalam menentukan kebijakan secara nasional dalam bidang pemberdayaan masyarakat. Kebijakan tersebut terutama diarahkan pada penguatan kompetensi fasilitator agar dalam memberikan fasilitasi kepada masyarakat dapat dilakukan secara optimal. Demikian juga halnya kebijakan dalam penguatan kelembagaan dengan harapan akan memberikan kemudahan bagi fasilitator alam melaksanakan tugasnya. Antara kompetensi fasilitator dan penguatan kelembagaan akan memberikan sinergi yang sempurna apbila dapat berjalan beriringan dalam proses pemberayaan masyarakat.

Seminar Nasional pengembangan kompetensi fasilitator dan kelembagaan pemberdayaan yang diselenggarakan oleh Prodi S2 dan S3 Penyuluhan Pembangunan/Pemberdayaan Masyarakat, Universitas Sebelas Maret Surakarta berupaya menjadikannya sebagai wahana untuk mengkomunikasikan dan menyebarkan informasi, pengetahuan dan teknologi hasil penelitian, telaah pustaka dan praktek kegiatan pemberdayaan masyarakat. Kami berharap bahwa Seminar Nasional ini dapat dilaksanakan secara berkesinambungan secara rutin, untuk mengembangkan kompetensi fasilitator dan kelembagaan pemberdayaan.

Hasil seminar diharapkan muncul butir-butir usulan demi kemajuan dalam fasilitasi dan kelembagaan dalam pemberdayaan terhadap masyarakat. Eksplorasi kekayaan sumber daya local sudah tentu perlu didekati melalui aspek ilmiah, sehingga mampu mewujudkan bangsa yang bermartabat dan berdaya saing dalam menghadapi Masyarakar Ekonomi ASEAN.

Surakarta, 30 November 2016

Panitia

(5)

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatu

Yang terhormat para peserta Seminar Nasional “Pengembangan Kompetensi Fasilitator dan Kelembagaan Pemberdayaan di Era

MEA” tahun 2016, puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, bahwasanya Prodi S2 dan S3 Penyuluhan Pembangunan/Pemberdayaan Masyarakat, dapat menyelenggarakan acara tersebut dengan lancar.

Tujuan terselenggaranya kegiatan tersebut adalah menghimpun dan merumuskan masukan dari pemangku kebijakan, pakar, praktisi untuk direkomendasikan sebagai arahan dan strategi dalam pengembangan kompetensi fasilitator pemberdayaan masyarakat. Selain itu, acara tersebut juga bertujuan untuk mengkomunikasikan dan menyebarkan informasi, pengetahuan dan teknologi hasil penelitian, telaah pustaka dan praktek kegiatan pemberdayaan masyarakat.

Kami berharap bahwa Seminar Nasional tersebut dapat dilaksanakan secara berkesinambungan secara rutin, untuk mengembangkan kompetensi fasilitator dan kelembagaan pemberdayaan.

Akhir kata, kami ucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah ikut mendukung dan membantu penyelenggaraan Seminar Nasional tersebut, kepada sponsor, peserta, pemakalah, dan tentu juga pada panitia yang telah pekerja keras demi terselenggaranya acara dengan lancar.

Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatu

Surakarta, 25 November 2016

Ketua Panitia

Dr. Joko Winarno, M.Si.

(6)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Sambutan Ketua Panitia ... ii

KEYNOTE SPEACH

Peningkatan Kualitas SDM Perguruan Tinggi dalam mendukung kualifikasi Kompetensi Nasional Indonesia

Prof. Dr. John Hendri, M.Si., Ph.D (Sekretaris (Dirjen Sumber Daya Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Pendidikan Tingi) ... 1

PEMAKAAH UTAMA

Menyiapkan Dan Mengelola Tenaga Pemberdayaan Masyarakat Yang Profesional Dan Tersertifikasi Dalam Menghadapi MEA

Dr. Prabawa Eka Soesanta, S.Sos.,M.Si (Direktur Bina Ideologi, Karakter dan Wawasan Kebangsaan, Kementrain Dalam Negeri) ... 11 Urgensi Asosiasi Profesi Pemberdayaan Masyarakat dalam Mendukung Pembangunan

Nasional

Prof. Dr. Ir. Sumardjo, M.S (Ketua Perhimpunan Ahli Penyuluhan Pembangunan

Indonesia) ... 25

Peran Perguruan Tinggi Dalam Menghasilkan Tenaga Profesional Pemberdayaan Masyarakat Dalam Menghadapi MEA

Dr. Sapja Anantanyu, S.P., Msi (Kepala Program Studi S3 Penyuluhan Pembangunan/

Pemberdayaan Masyarakat) ... 41

PEMAKALAH PENUNJANG

Kelompok : Penyuluhan Pertanian Dalam Arti Luas

1. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat PenerapanTeknologi Pertanian Padi Organik(Studi Kasus Di Kelompok Tani Madya, Dusun Jayan, Desa Kebonagung, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta)

Aris Slamet Widodo, Indardi Rival Chandra Saputra ... 50

2. Masa Depan Penyuluh Wanita Dalam Pembangunan Pertanian Di Indonesia

Kadhung Prayoga ... 61 3. Pemberdayaan Masyarakat Model Ambul (Dalam Perspektif Kearifan Lokal)

Tri Prajawahyudo ... 69

(7)

5. Eksplorasi Topik Iptek Yang Diperlukan Oleh Petani Karet Rakyat Di Kalimantan Barat (Studi Kasus Petani Karet Rakyat di Kabupaten Bengkayang)

Akhmad Rouf dan Budi Setyawan ... 84

6. Teknologi Mesin Pengering Guna Meningkatkan Kualitas Produksi Biji Kakao Di Kabupaten Gunung Kidul

Agus Nugroho Setiawan, Susanawati & Totok Suwanda ... 95

7. Kajian Model Pertanian Perdesaaan Melalui Penerapan Inovasi Teknologi Adaptif di Aceh

Basri A. Bakar, Abdul Azis ... 103

8. Analisis Kebutuhan Informasi Petani Dan Penggunaan Media Informasi Dalam Penyuluhan Di Kabupaten Bogor

Anna Fatchiya, Siti Amanah, Yatri Indah Kusumastuti ... 116

9. Kinerja Lumbung Pangan Di Dusun Botokan Desa Argosari Kecamatan Sedayu Kabupaten Bantul

Retno Wulandari, Francy Risvansuna, Ikhtimah Tri Astuti ... 125

Kelompok : Promosi Kesehatan Masyarakat

1. Meningkatkan Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi

Rahesli Humsona, Tetri Widiyani, Sri Yuliani ... 131 2. Upaya menurunkan kematian ibu hamil melalui pemberdayaan pedagang sayur di

wilayah kerja puskesmas Sempu kabupaten Banyuwangi

Jayanti Dian Eka Sari ... 139 3. Kecemasan Ibu Dalam Perkembangan Kehamilan (Studi Eksplorasi Ibu Hamil di

Wilayah Kerja Puskesmas Kembaran II Banyumas)

Wilis Dwi Pangesti ... 146

4. Analisis proses pembinaan pengguna narkoba di yayasan laras Kota Samarinda tahun 2016

Rosdiana ... 153

5. Model Diseminasi Program Berhenti Merokok Pada Perokok Remaja

Endang Sutisna Sulaeman ... 158

6. Pelaksanaan Promosi Kesehatan Lingkungan Pada Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Di Kota Malang

Misbahul Subhi ... 167

Kelompok : Corporate Social Responsibility

1. Pemberdayaan Ibu Rumah Tangga Melalui Program CSR Bank Sampah Mandiri PT Holcim Indonesia Tbk Cilacap Plant

Adhianty Nurjanah, Ravik Karsidi, Widodo Muktiyo, Sri Kusumo Habsari ... 175

2. Model Pemberdayaan Pondok Pesantren dalam Pengembangan Budaya Kewirausahaan

Slamet Widodo ... 182

3. Program Corporate Social Responsibility PT Perkebunan Nusantara IX Batujamus, Kerjo, kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah

(8)

Kelompok : Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah

1. Kompetensi Remaja Dalam Mengelola UMKM Melalui Periklanan Di Media Sosial

Joko Suryono, Nuryani Tri Rahayu ... 198

2. Pemberdayaan Perempuan Tani Pada Sistem Pertanian Bioindustri Berbasis Gambir

(Uncaria gambir) Di Sumatera Barat Dalam Perspektif Gender

Harmi Andrianyta, Dani Medionovianto, dan Hari Hermawan ... 207

3. Kebijakan Pajak Yang Bijak Untuk UKM Indonesiadi Era Masyarakat Ekonomi ASEAN

Agus Suharsono, Khusnaini ... 216

4. Strategi Pemberdayaan Petani Dalam Pengelolaan Usahatani Padi Di Kabupaten Cianjur Dan Karawang, Jawa Barat

Dwi Sadono ... 226

5. Fasilitasi Inisiasi Bisnis Puding Hias Untuk Pemberdayaan Masyarakat Kampung Kauman, Kecamatan Gondomanan, Yogyakarta

Inayati, Sperisa Distantina, Fadilah ... 240

6. Komunikasi Pembangunan Berkelanjutan Dalam Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat Di Kabupaten Bantul

Titi Antin, Hermin Indah Wahyuni, Partini ... 246 7. Evaluasi Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (Pugar) Di Pulau Madura

Ihsannudin ... 253

8. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Mengembangkan Produktivitas Home Industri Bata Merah

Waluyo Sukatiman, Ida Nugroho Saputro ... 260

9. Pemberdayaan peternak potong melalui formulasi ransum berbasis limbah pertanian di Kecamatan Nguntoronadi, kabupaten Wonogiri

Suwarto, Shanti Emawati, Endang Tri Rahayu ... 266

10. Strategi Pengembangan UMKM Kharisma Jaya Food Sebagai Produsen Keripik Talas Merk Kharisma

Kharisma Nur Khakiki, Reza Safitri ... 273

11. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Desa Wisata Berbasis

Ecotourism (Studi di Desa Sumberasri, Kecamatan Purwoharjo, Kabupaten Banyuwangi)

Eko Setiawan ... 284

12. Implementasi Pengembangan Pariwisata Di Pulau-Pulau Kecil Terhadap Masyarakat Pesisir Desa Lihunu, Kecamatan Likupang, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara

Prima Farid Budianto, Edi Susilo, Erlinda Indrayani ... 290

13. Pemberdayaan Perempuan Melalui Kelompok Wanita Tani (KWT) Bagi Aktualisasi Perempuan Di Perkotaan (Studi Kasus KWT Wanita Sejahtera, Muja-Muja, Umbulharjo, Yogyakarta)

Siti Nurlaela ... 299 14. IbM Pengrajin Shuttlecock Di Klaster Cock Surakarta

(9)

Kelompok : Pendidikan Luar Sekolah

1. Peran Pendidikan Luar Sekolah Terhadap Peningkatan Ketrampilan Pemuda Putus Sekolah Di Kabupaten Jember Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean

Novi Haryati ... 314

2. Inovasi Pembelajaran Penyuluhan di Perguruan Tinggi dalam Merespon Masyarakat Ekonomi ASEAN

Siti Amanah ... 323

3. Diagram Jalur Efektivitas Pelatihan Padi di kabupaten Kulon Progo

Sujono ... 332

4. Penguatan Kapasitas Forum Anak Surakarta dalam pengambilan keputusan untuk mendukung partisipasi aktif anak dalam Musyawarah Perencanaan pembangunan

Sri Yuliani, Rahesli Humsona, Sudaryanti ... 339

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Penyuluh Pertanian Dalam Pengembangan Diri Melalui Pendidikan(Kasus Mahasiswa STPP Magelang Jurusan Penyuluhan Pertanian Di Yogyakarta).

Ina Fitria Ismarlin, Eny Lestari, Sapja Anantanyu ... 347

6. Implementasi Program Decentralized Basic Education Di Kabupaten Jepara (Studi Kasus SDN Sukodono 03 Tahunandan SDN Dorang 2 Nalumsari Kabupaten Jepara)

Ahmad Mardiyanto Prasetyo, Sapja Anantanyu, Eny Lestari ... 359

7. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberlangsungan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) (Studi Kasus Pada Pkbm Nurul Jadid, Desa Banjaranyar, Kecamatan Tanjung Anom, Kabupaten Nganjuk)

Jalil, Ravik Karsidi, Zaini Rohmad ... 368

8. Proses Sosialisasi Dan Persepsi Orang Tua (Nelayan) Dalam Memberikan

Kesempatan Pendidikan Bagi Anak Di Kelurahan Karangsai Kabupaten Tuban Jawa Timur

Muhammad Alhajj Dzulfikri ... 382

Kelompok : Pengembangan SDM Fasilitator Pemberdayaan

1. Pengaruh Komunikasi Terhadap Kinerja Anggota Gabungan Kelompok Tani Torong Makmur Batu-Malang

Moh Sazali Harun ... 389 2. Efektivitas Aktivitas Pemberdayaan Masyarakat (Studi Kasus pada Program

Penyuluhan Pertanian di Sejumlah UPT PPP di Kabupaten Bandung)

Dika Supyandi, Yayat Sukayat, Rani Andriani ... 397 3. Pola Adaptasi Kehidupan Sosial Budaya Komunitas Masyarakat Adat Mone

La Ode Topo Jers, Sitti Hermina ... 407

4. Manajemen Sumberdaya Komunikasi Dalam Peningkatan Kinerja Pendampingan Program Simantri Di Provinsi Bali

I Dewa Putu Oka Suardi ... 416

5. Model Pemberdayaan Petani Berbasis Kawasan Dalam Mewujudkan Desa Industri Pertanian Mandiri Di Era MEA

(10)

6. Pengembangan Kompetensi Fasilitator dalam Pemanfaatan Limbah Ternak menjadi Biogas(Kasus Desa Suntenjaya, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat)

Nurul Dwi Novikarumsari, Siti Amanah, Basita Ginting Sugihen ... 432

7. Urgensi Penyuluhan Pertanian Untuk Peningkatan Mutu SDM Pemuda Pedesaan

Muksin ... 439

8. Pendampingan Teknologi dan Supervisi pelaksanaan pengembangan usaha agribisnis perdesaan (PUAP) di Provinsi Aceh

Abdul Azis, Basri A. Bakar, Yufniati dan Damasus ... 448

9. Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul.

Emy Farida, Zaini Rohmat, Drajat Tri Kartono ... 457

Kelompok : Kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat

1. Sistem Komunikasi Pemerintah dan Kompleksitas Diversifikasi Usaha dalam Budidaya Kambing PE di Purworejo

Tatag Handaka, Hermin Indah Wahyuni, Endang Sulastri, Paulus Wiryono ... 465

2. Peranan Kelembagaan dalam Menentukan Kualitas Sertifikasi SDM Bidang Pariwisata

Riyono Gede Trisoko ... 473

3. Peran Organisasi Petani Dalam Pemberdayaan Swadaya: Kolegial Atau Transaksional (Studi Komparasi Kelompok Tani di Tiga Lokasi di Jawa Barat)

Yayat Sukayat, Dika Supyandi, Achmad Choibar Tridakusumah ... 479

4. Pengembangan Potensi Kelembagaan Sektor Agribisnis Pertanian Di Kabupaten Jepara

Ikhsan Gunawan, Hamdi Sari Maryoni ... 489 5. Penguatan Kelembagaan Pertanian Sebagai Langkah Pencegahan Migrasi Buruh

Widi Artini ... 503

6. Pengembangan Pasar Lelang Sebagai Unit Pengolahan Dan Pemasaran Bokar (UPPB) Di Kabupaten Rokan Hulu, Propinsi Riau

Yulfita „Aini , Eksa Rusdiyana ... 509 7. Kefektifan Program Desa Wisata Kebangsaan Wonorejo Kecamatan Banyuputih

Kabupaten Situbondo dalam Meningkatkan Keberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Ekowisata Taman Nasional Baluran

Arif Pratiwi, Sapja Anantanyu, Kusnandar ... 517

8. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kemandirian Petani Dalam pengelolaan Hutan Rakyat Di Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulonprogo Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Eli Sugianto, Kusnandar, Sapja Anantanyu ... 527 9. Kompetensi dan Kinerja Penyuluh Pertanian PNS dan Swadaya

(Kasus di Kabupaten Kampar dan Kota Pekanbaru, Provinsi Riau)

Marliati Ahmad ... 535

10. Manajemen Tenaga Kerja Pada “UD Sami Makmur” Kabupaten Sidoarjo

(11)

11. Pelaksanaan Peran Ganda Perempuan (Studi Kasus Pada Karyawati di Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Jurusan Penyuluhan Pertanian Yogyakarta)

Demi Widi Kurniawati, Sapja Anantanyu, Suwarto ... 552

12. Dinamika Organisasi Pos Penyuluhan Desa (Posluhdes) Bontoa (Studi Kasus Di Desa Tupabiring, Kecamatan Bontoa, Kab. Maros, Prov. Sulsel)

(12)

SEMINAR NASIONAL 2016 Surakarta 30 November 2016

“Pengembangan Kompetensi Fasilitator dan Kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat di era MEA”| 182

MODEL PEMBERDAYAAN PONDOK PESANTREN

DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA KEWIRAUSAHAAN

Slamet Widodo

Program Doktor Ilmu Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Program Studi Agrbisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura

Korespondensi penulis: Slamet Widodo, slametwidodo@trunojoyo.ac.id

Abstract

Several findings showed that entreprenuership has an important role for state economic growth. Poverty and unemployment issues should be resolved by developing the entreprenuership culture. As the institution that has been strong trusted in communities, pondok pesantren has a potential to develop the enrepreneurhsip culture. This empowerment model is emphasized on involvement of all stakeholders, so that it can be integrated and multisectoral. Role of government, community, private sector, and university are very important to support a successful of this empowerment model. There are four stages on the model offered, such as identification of business potential, capitalization of capital, improving for manager capacity, and entrepreneruship education. This model should produce a new strong entrepreneurship and self-sufficient. Institutional transformation of pesantren should be also occured. There are two opportunities of institutional transformation, such as islamic micro-finance institution and Agricultural Training Center and also self-suficient rural (P4S).

Keywords: Pesantren, entrepreneurship, education, empowerment

1. Pendahuluan

Sampai dengan Maret 2016, jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 28,01 juta jiwa. Sebanyak 63% diantaranya tinggal di daerah pedesaan, atau dengan kata lain sebanyak 17,67 juta jiwa. Ini menunjukkan bahwa daerah pedesaan masih rentan terhadap kemiskinan. Sedangkan apabila ditinjau dari ketenagakerjaan, jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2016 mencapai 120,70 juta orang. Sedangkan jumlah penganggur pada sebanyak 7,00 juta orang. Jumlah ini mengalami penurunan dibandingkan dengan kondisi pada Fabruari 2015 yang sebanyak 7,43 juta orang. Sebagian besar pengangguran merupakan angkatan kerja terdidik. Laju peningkatan angka pengangguran lulusan perguruan tinggi berada di tingkat kedua setelah lulusan sekolah menengah kejuruan (BPS, 2016).

(13)

SEMINAR NASIONAL 2016 Surakarta 30 November 2016

“Pengembangan Kompetensi Fasilitator dan Kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat di era MEA”| 183

Wardana et al (2016), migrasi membawa dampak bagi wilayah pedesaan yaitu turunnya produksi padi sebagai akibat kelangkaan tenaga kerja.

Lebih lanjut, Sukidjo (2005) dan Ansari et al (2013), menyatakan bahwa kewirausahaan merupakan salah satu solusi untuk mengurangi kemiskinan, migrasi, dan mengembangkan lapangan kerja di pedesaan. Penelitian sebelumnya telah mengemukakan mengenai peran kewirausahaan dalam pembangunan ekonomi (Kirzner, 1973). Meskipun penting, jumlah wirausaha di Indonesia tidak lebih dari 1%. Padahal beberapa ahli mengatakan bahwa suatu negara akan maju jika terdapat jumlah pengusaha minimal 2%. Meskipun penting, format dan struktur pendidikan kewirausahaan yang standar/baku belum ada. Bahkan, perguruan tinggi sekalipun belum memiliki standar baku dalam pengembangan pendidikan kewirausahaan. Untuk pendidikan non formal dan informal, meskipun ada pendidikan kewirausahaan, bentuknya masih merupakan pendidikan keterampilan, padahal kewirausahaan tidak sama dengan keterampilan.

Pengembangan budaya kewirausaan di pedesaan dapat dianggap sebagai salah satu solusi yang perlu diambil guna mengatasi permasalahan sebagaimana disampaikan di depan. Pemberdayaan lembaga yang telah ada di masyarakat dipandang lebih dapat membawa dampak perubahan. Salah satu lembaga yang mengakar kuat di masyarakat pedesaan, adalah pondok pesantren. Widodo (2012) menyatakan bahwa pendekatan penyelenggaraan pembangunan yang berorientasi untuk masyarakatperlu diubah menjadi membangun bersama masyarakat. Persoalannya adalah terletakkepada bagaimana menyiapkan dan menciptakan kondisi masyarakat sebagai pelaku utamapembangunan. Sebelumnya, Widodo (2010), telah mendapatkan gambaran tentang peran pondok pesantren dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan melalui pola agribisnis pesantren. Dari situ diharapkan pondok pesantren akan mampu menghasilkan santri yang siap berwirausaha, sehingga mampu mengatasi masalah pengangguran di pedesaan.

2. Landasan Teori

Kewirausahaan dan Pembangunan Ekonomi

Bygrave (2004), menyatakan bahwa wirausaha (entrepreneur) sebagai inovator dan penggerak pembangunan. Wirausaha merupakan katalis yang agresif untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi suatu kawasan atau negara. Wirausaha adalah individu yang memiliki akses terhadap sarana atau alat produksi sehingga dapatmemproduksi lebih banyak daripada yang dikonsumsinya sehingga dapat dipertukarkan untuk memperoleh pendapatan. Wirausaha adalah pencipta pendapatan melalui proses inovasi, sebagai pusat pertumbuhan, pencipta jenis dan lapangan pekerjaan, dan menciptakan distribusipendapatan bagi pihak lain. Kesemua ini bergantung pada kemampuan usaha dan pengambilan resiko (Bygrave, 2004).

(14)

SEMINAR NASIONAL 2016 Surakarta 30 November 2016

“Pengembangan Kompetensi Fasilitator dan Kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat di era MEA”| 184

India yang sangat pesat, ternyata tidak dibarengi dengan pertumbuhan biaya riset dan pengembangan perusahaan-perusahaan besarnya, namun justru pertumbuhan pengusaha kecil di kedua negara tersebut yang memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi.

Potensi Pondok Pesantren di Indonesia

Berdasarkan data Kementerian Agama, sampai dengan tahun 2012 terdapat 27.230 pondok pesantren. Apabila dilihat dari sebarannya, sebanyak 78,60% berada di Pulau Jawa, dengan rincian Jawa Barat sebanyak 28,00%, Jawa Timur sebanyak 22,05%, Jawa Tengah sebanyak 15,70%, dan Banten sebanyak 12,85%. Secara kelembagaan, terdapat 14.459 (53,10%) pondok pesantren salafiyah, 7.727 (28,38%) pondok pesantren kalafiyah/ashriyah, dan 5.044 (18,52%) pondok pesantren kombinasi. Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa pondok pesantren yang ada di Indonesia sebagian besar bertipologi Salafiyah, yaitu pembelajarannya masih murni mengaji dan membahas kitab kuning.

Jumlah santri keseluruhan sebanyak 3.759.198 jiwa, yang terdiri dari 1.886.748 (50,19%) santri laki-laki dan 1.872.450 (49,81%) santri perempuan. Berdasarkan tempat tinggal, terdapat 3.004.807 orang santri mukim (79,93%) dan 754.391 orang santri (20,07%) tidak mukim. Berdasarkan kategori tinggal tersebut dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh santri yang mendapat pendidikan di pondok pesantren adalah santri mukim. Pada umumnya untuk pondok pesantren di Pulau Jawa, santrinya mukim, seperti Jawa Timur sebanyak 95,45% Jawa Barat sebanyak 91,52%, Banten sebanyak 79,92%, dan Jawa Tengah sebanyak 69,12%.

Tabel 1. Jumlah santri berdasarkan kenis kelamin, tempat tinggal, dan kategori belajar

Kategori Jumlah Santri Sekolah umum 395.732 10,53

Diniyah 78.572 2,09

Perguruan tinggi 14.385 0,38

Kitab 1.729.670 46,01

Jumlah 3.759.198 100,00

Sumber; Kementerian Agama Republik Indonesia, 2013.

(15)

SEMINAR NASIONAL 2016 Surakarta 30 November 2016

“Pengembangan Kompetensi Fasilitator dan Kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat di era MEA”| 185

sebanyak 14.385 orang santri (0,38%) belajar di perguruan tinggi, sebanyak 78.572 orang santri (2,09%) belajar diniyah, dan sebanyak 1.729.670 orang santri (46,01%) belajar mengaji atau kitab kuning. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa hampir separuh dari santri yang belajar di pondok pesantren mengikuti pendidikan formal baik di madrasah, sekolah umum, maupun tingkat perguruan tinggi. Akses pendidikan formal bagi santri dapat dikatakan sudah cukup baik. Pondok pesantren mempunyai kontribusi 7,18% dari APK (Angka Partisipasi Kasar) nasional terhadap anak usia sekolah. APK pondok pesantren terbesar pada provinsi Jawa Timur 15,63%, Aceh 15,23%, NTB 14,98%, dan Banten 13,30%.

Apabila dilihat, tampak pondok pesantren mempunyai potensi yang besar untuk berpartisipasi dalam pembangunan khususnya untuk pengembangan budaya kewirausahaan. Pesantren saat ini, menurut Madhuri (2002), bukan hanya sebagai lembaga pendidikan yang bergerak di bidang agama, melainkan sebagai lembaga pendidikan yang responsif akan problematika ekonomi di Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari perubahan zaman yang begitu pesat, sehingga pesantren harus melakukan transformasi dalam pendidikannya agar tetap aktif di masyarakat.

3. Model Pemberdayaan Pondok Pesantren

Berbagai upaya pemberdayaan pondok pesantren dalam pengembangan budaya kewirausahaan telah dilaksanakan. Namun demikian terdapat beberapa kekurangan, salah satunya adalah proses inkubasi yang tidak berjalan dengan baik. Pendidikan dan pelatihan kewirausahaan dapat berjalan dengan baik, namun tidak memberikan jaminan adanya keberlanjutan usaha yang dijalankan oleh santri setelah menyelesaikan pendidikan di pondok pesantren. Hidayat dan Yusuf (2016), menyatakan bahwa adanya kendala permodalan bagi santri yang telah menyelesaikan pendidikan untuk memulai usaha. Sebagian besar pola pengembangan budaya kewirausahaan dilakukan melalui model pelatihan keterampilan, utamanya keterampilan teknis (Cahyono, 2016). Masih belum diterapkannya model pendidikan kewirausahaan yang komprehensif membuat terdapat banyak kegagalan.

Oleh karena itu, diperlukan model pemberdayaan yang terintegrasi dan melibatkan seluruh stakeholder serta bertumpu pada partisipasi dan azaz lokalitas. Apabila kita melihat pemberdayaan pondok pesantren sebagai sebuah sistem, maka kita perlu mengidentifikasi pihak-pihak yang memiliki peran di dalamnya, antara lain; (1) pengelola pondok pesantren; (2) santri; (3) masyarakat; (4) pemerintah; dan (5) swasta atau korporasi. Kelima pihak ini harus dapat dikelola keterlibatannya masing-masing, sehingga pemberdayaan pondok pesantren merupakan sebuah proses pembangunan yang terintegrasi dan lintas sektoral.

(16)

SEMINAR NASIONAL 2016 Surakarta 30 November 2016

“Pengembangan Kompetensi Fasilitator dan Kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat di era MEA”| 186

Gambar 1. Diagram Proses Pemberdayaan Pondok Pesantren

Tahap pemberdayaan: 1. Identifikasi jenis usaha

Pemberdayaan diarahkan pada pengembangan potensi yang ada di sekitar masyarakat. Pada pemberdayaan pondok pesantren dalam pengembangan budaya kewirausahaan ini juga mempertimbangkan potensi yang ada di sekitar pondok pesantren. Pertimbangan ini diambil dikarenakan kemudahan dalam pengembangan model usaha yang nantinya akan menjadi sarana belajar dan berlatih berwirausaha bagi santri. Jenis usaha ini akan sangat spesifik lokasi, sesuai dengan potensi yang ada. Akan sangat berbeda antar pondok pesantren. Pada daerah pedesaan, sangat tepat apabila usaha yang dikembangkan adalah usaha di bidang pertanian. Tentu akan berbeda dengan pondok pesantren yang ada di daerah pesisir, perkotaan, atau wilayah lainnya.

Metode yang dapat dipergunakan dalam identifikasi usaha adalah menggunakan teknik PRA (Participatory Rural Appraisal). PRA merupakan seperangkat metode pendekatan untuk mempelajari kondisi dan kehidupan pedesaan dari, dengan, dan oleh masyarakat desa (Chambers, 1996). Terdapat beragam teknik yang dapat dipilih sesuai kebutuhan, namun demikian beberapa teknik seperti, (1) kalender musim; (2) perubahan dan kecenderungan; (3) matriks rangking, dapat dipergunakan. Selain itu, perlu dipertimbangkan juga aspek kesesuaian lahan, iklim, topografi, dan aspek yang berkaitan dengan alam, apabila jenis usaha yang direncakan di bidang pertanian.

2. Kapitalisasi permodalan

(17)

SEMINAR NASIONAL 2016 Surakarta 30 November 2016

“Pengembangan Kompetensi Fasilitator dan Kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat di era MEA”| 187

Tentu, pemanfaatan jejaring alumni santri tidak dapat dilakukan oleh seluruh pondok pesantren. Pondok pesantren yang belum berkembang, akan kesulitan meraih permodalan dengan jalan ini.

Pemerintah dan sektor swasta, patut dipertimbangkan. Berbagai program pemerintah yang memberikan bantuan permodalan bisa diakses oleh pondok pesantren. Sejak 1991, pemerintah melalui Kementerian Pertanian menggagas program LM3 (Lembaga Mandiri Mengakar di Masyarakat) dan terus berjalan hingga saat ini. Sedangkan sektor swasta, sesuai UU 25/2007 dan UU 40/2007, diwajibkan menjalankan CSR (Corporate Social Responbility). Beberapa perusahaan telah melaksanakan CSR pada pondok pesantren dengan berbagai programnya. Pondok pesantren diharapkan mampu menjalin kerjasama yang baik dengan pihak pemerintah dan swasta.

3. Peningkatan kapasitas pengelola pondok pesantren

Pondok pesantren perlu meningkatkan kapasitas kelembagaannya, salah satunya adalah mempersiapkan sumberdaya manusia, yaitu pengelola, pengasuh atau pengajar. Pengembangan budaya kewirausahaan ini melalui model inkubasi bisnis, sehingga terdapat unit usaha yang dikembangkan di lingkungan pondok pesantren. Unit usaha ini nantinya akan menjadi sarana pembelajaran bagi santri dari aspek keterampilan teknis. Oleh karenanya, perlu dilakukan peningkatan kemampuan pengelola dan pengasuh pondok pesantren dalam aspek manajerial, keterampilan teknis usaha, dan metode pembelajaran kewirausahaan.

Peran perguruan tinggi sangat terbuka lebar untuk terlibat dalam tahapan ini. Pendampingan dari perguruan tinggi sangatlah diperlukan, terlebih apabila kita lihat peran dan tanggung jawab perguruan tinggi melalui tri dharmanya. Peningkatan kapasitas sumberdaya manusia diharapkan menggunakan skema ToT (Training of Trainer)

4. Pendidikan kewirausahaan

Model pendidikan kewirausahaan dapat mengacu pada hasil penelitian Arasti et al

(18)

SEMINAR NASIONAL 2016 Surakarta 30 November 2016

“Pengembangan Kompetensi Fasilitator dan Kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat di era MEA”| 188

Gambar 2. Ruang lingkup pendidikan kewirausahaan (Widodo dan Nugroho, 2014)

Ruang lingkup pertama adalah karakter. Pendidikan karakter bagi santri termasuk di dalam pendidikan softskills yang merupakan pondasi dari pendidikan kewirausahaan secara keseluruhan. Ruang lingkup kedua adalah konsep. Materi pembelajaran yang disampaikan meliputi konsep dasar wirausaha dan bisnis. Konsep dasar ini perlu diberikan kepada santri sehingga mereka memahami konsep dan falsafah dari kewirausahaan. Kemampuan santri dalam menyusun rencana bisnis juga menjadi salah satu perhatian. Model pembukuan sederhana juga perlu diajarkan kepada santri dengan harapan mereka nantinya dapat menjalankan usaha secara akuntabel. Ruang lingkup keterampilan disesuaikan dengan usaha dan potensi usaha pondok pesantren. Pada pesantren yang mengambangkan pertanian, tentu keterampilan teknis di bidang budidaya pertanian merupakan materi yang disampaikan dalam pembelajaran. Wahyudin (2012), menyatakan bahwa kurikulum model pelatihan kewirausahaan minimal mencakup mata ajar introduction to entrepreneurship, creativity in business, entrepreneurial life skill, entrepreneurial (project based) learning,

dan principal of entrepreneurship..

Transformasi Kelembagaan; Sebuah Peluang bagi Pondok Pesantren

Melalui upaya pemberdayaan ini, pondok pesantren diharapkan mampu mandiri secara finansial. Proses pemberdayaan ini tidak saja menghasilkan output wirausaha baru yang mandiri, namun juga diarahkan pada transformasi kelembagaan pondok pesantren. Transformasi kelembagaan pondok pesantren merupakan tuntutan perkembangan masyarakat. Pondok pesantren harusnya mampu memgikuti kebutuhan masyarakat, menjadi sumber solusi permasalahan masyarakat, dan mampu berkontribusi kepada masyarakat. Terlebih sebaran pondok pesantren sebagian besar ada di daerah pedesaan.

(19)

SEMINAR NASIONAL 2016 Surakarta 30 November 2016

“Pengembangan Kompetensi Fasilitator dan Kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat di era MEA”| 189

Pada beberapa daerah pedesaan pola rentenir, panen ijon, dengan berbagai istilah dan polanya, masih berjalan dan menjadi solusi bagi para petani. Terdapat peluang, pondok pesantren untuk mencoba berkontribusi langsung terhadap permasalahan masyarakat tersebut. Sebenarnya sudah banyak pondok pesantren yang merintis usaha lembaga keuangan mikro syariah, seperti Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan dan Pondok Pesantren Sunan Drajad, Lamongan.

Kedua, adalah peluang mentransformasikan kelembagaan pondok pesantren sebagai Pusat Pendidikan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S). Peluang ini terbuka bagi pondok pesantren yang mengembangkan usaha di bidang pertanian. Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) adalah lembaga pelatihan pertanian dan pedesaan yang didirikan, dimiliki, dikelola secara swadaya baik oleh perorangan ataupun kelompok dan diharapkan dapat berperan aktif dalam pembangunan pertanian melalui pengembangan sumber daya manusia pertanian dalam bentuk pelatihan bagi petani dan masyarakat di wilayahnya. Konsep ini telah dilaksanakan dengan baik, salah satunya adalah oleh Pondok Pesantren Darul Fallah, Bogor.

4. Simpulan dan Saran

Secara kelembagaan, pondok pesantren memiliki peluang untuk dikembangkan dan diberdayakan dalam pengembangan budaya kewirausahaan. Jumlah pondok pesantren mencapai lebih dari 27 ribu dengan jumlah santri lebih dari 3 juta orang adalah sumberdaya yang patut diperhitungkan. Model pemberdayaan harus melibatkan seluruh

stakeholder dan meliputi tahapan yang terstruktur dan sistematis. Tahap pemberdayaan antara lain, (i) identifikasi potensi usaha; (ii) kapitalisasi permodalan; (iii) peningkatan kapasitas pengelola; dan (iv) pendidikan kewirausahaan. Terdapat peluang transformasi kelembagaan pondok pesantren, sebagai lembaga keuangan mikro syariah dan Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S).

Daftar Pustaka

Abdurrahim, A.Y., Dharmawan, A.H., Sunito, S. and Sudiana, I.M., 2016. Kerentanan Ekologi dan Strategi Penghidupan Pertanian Masyarakat Desa Persawahan Tadah Hujan di Pantura Indramayu. Jurnal Kependudukan Indonesia, 9(1).

Ansari, B., Seyed M. M., Azita Z., dan Masoumeh A. (2013). Sustainable Entrepreneurship in Rural Areas. Research Journal of Environmental and Earth Sciences, 5(1).

Arasti, Z., Falavarjani, M.K., Imanipour, N. 2012. A Study of Teaching Methods in Entrepreneurship Education for Graduate Students. Higher Education Studies 2(1),. DOI: 10.5539/hes.v2n1p2

Badan Pusat Statistik. 2016. Berita Resmi Statistik No. 45/Th. XV. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Bygrave, W. D. 2004. The Portable MBA in Entrepreneurship: Third Edition/edited by William D.

Bygrave , Andrew Zacharakis. – Ed. 3 – New Jersey : John Willey & Sons Inc

Cahyono, A.E. 2016. Penanaman Karakter Kewirausahaan di Pondok Pesantren Nurul Islam Jember Sebagai Upaya Mempersiapkan Santri Menghadapi MEA. Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Chambers, R. 1996. Participatory Rural Appraisal: Memahami Desa Secara Partisipatif. Oxfam –

(20)

SEMINAR NASIONAL 2016 Surakarta 30 November 2016

“Pengembangan Kompetensi Fasilitator dan Kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat di era MEA”| 190 Fridayanti, N. and Dharmawan, A.H., 2015. Analisis Struktur dan Strategi Nafkah Rumahtangga

Petani Sekitar Kawasan Hutan Konservasi di Desa Cipeuteuy, Kabupaten Sukabumi. Sodality:: Jurnal Sosiologi Pedesaan, 1(1).

Henderson, J., & Weiler, S. (2010). Entrepreneurs and Job Growth: Probing the Boundaries of Time and Space. Economic Development Quarterly, 24(1). doi:10.1177/0891242409350917 Hidayat, D., & Yusuf, A. (2011). Model Pemberdayaan Kelompok Pemuda Produktif (KPP)

Melalui Pelatihan Kewirausahaan di Pondok Pesantren Ihyahul Khoer Desa Cintalanggeng Kecamatan Tegalwaru Kabupaten Karawang. Majalah Ilmiah SOLUSI, 9(17).

Madhuri, A. 2002. Pesantren dan Pengembangan Ekonomi Ummat. Departemen Agama. Jakarta. Nasrul, W. 2012. Pengembangan Kelembagaan Pertanian Untuk Peningkatan Kapasitas Petani

Terhadap Pembangunan Pertanian. Menara Ilmu. 29(3).

Sukidjo. 2005. Peran Kewirausahaan dalam Mengatasi Pengangguran di Indonesia. Jurnal Economia. 1(1).

Valliere, D., & Peterson, R. 2009. Entrepreneurship and economic growth: Evidence from emerging and developed countries. Entrepreneurship & Regional Development, 21(5/6). doi:10.1080/08985620802332723

Wahyudin, U. 2012. Pelatihan Kewirausahaan Berlatar Ekokultural untuk Pemberdayaan Masyarakat Miskin Pedesaan. Mimbar. 28(1).

Wardana, I.P., Luis, J.S. and Paris, T., 2016. The Impact of Migration on the Rice Household Economy: A Case Study in Central Java, Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi. 26(1).

Widodo, S. 2006. Migrasi Internasional Tenaga Kerja Pertanian di Kabupaten Bangkalan. Pamator. 3(2).

Widodo, S. 2009. Strategi Nafkah Rumah Tangga Nelayan dalam Menghadapi Kemiskinan. Jurnal Kelautan. 2(2).

Widodo, S. 2010. Pengembangan Potensi Agribisnis dalam Upaya Pemberdayaan Ekonomi Pondok Pesantren; Kajian Ekonomi dan Sosiokultural. Embryo. 7(2).

Widodo, S. 2011. Strategi Nafkah Berkelanjutan Bagi Rumah Tangga Miskin di Daerah Pesisir. Makara Seri Sosial Humaniora. 15(1).

Widodo, S. 2012. Pendidikan Sosiologi dan Penyuluhan Pertanian di tengah Peribahan Zaman. Prosiding Pertemuan Nasional Pendidikan Sosiologi. Unpad. Jatinangor.

Gambar

Tabel 1. Jumlah santri berdasarkan kenis kelamin, tempat tinggal, dan kategori belajar
Gambar 1. Diagram Proses Pemberdayaan Pondok Pesantren
Gambar 2. Ruang lingkup pendidikan kewirausahaan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hal yang telah dijelaskan diatas, tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) pada materi luas permukaan bangun ruang manakah

Pekerjaan juga dapat mempengaruhi seseorang, orang yang bekerja dan tidak bekerja sangat berbeda, sedangkan kalau bekerja dia bias mandapatin formasi atau

Lembaga Praperadilan sebagaimana diaitur dalam Pasal 77 s/d 83 KUHAP adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk menguji apakah tindakan/upaya paksa yang dilakukan

Norm Stowell yang mendirikan bisnis ini pada tahun 1970, memproduksi cabinet pertama di garasi rumah nya dengan menerapkan prinsip kualitas dan jasa sekitar pada tahun 1992 Norm

Alat hitung (calculator/komputer). Tugas-tugas yang harus dilakukan. Membaca dan mengevakuasi gambar kerja. Identifikasi kondisi lapangan. Menyiapkan titik refferensi dan

Komponen Butir Nilai Alasan Penilaian.. Cakupan dan lingkup

Nilai dominan mean sebesar 53,3% untuk pasir halus, sortasi sebesar 60% untuk sortasi sedang yang berarti sudah adanya keseragaman butiran dan nilai skewness

Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang disengketakan, kemudian mencari