• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implikasi Rencana Adaptasi Dampak Peruba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Implikasi Rencana Adaptasi Dampak Peruba"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Implikasi Rencana Adaptasi Dampak Perubahan Iklim dalam Kebijakan Penataan Ruang di kawasan perkotaan

Nadia Astriani, Tiche Nurawati, Maret Priyanta, Aryanti Dwi Rachmawati

Abstrak

Adaptasi dalam konteks perubahan iklim digambarkan sebagai upaya menyesuaikan diri dalam mengatasi perubahan iklim dan lingkungan. Ketidakmampuan daerah melakukan adaptasi dapat menyebabkan bencana, maka proses adaptasi tidak dapat dipisahkan dalam rencana penanggulangan bencana. Bencana yang muncul akibat perubahan iklim tidak dapat dilepaskan dari kegiatan manusia. Oleh karena itu kegiatan manusia yang berdampak buruk bagi lingkungan atau mempercepat proses perubahan iklim harus dikendalikan. Pengendalian kegiatan manusia dalam rangka pembangunan di Indonesia dilakukan dengan membatasi kegiatan tersebut pada wilayah-wilayah yang sudah ditentukan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah. Artikel ini akan membahas tentang upaya internalisasi proses adaptasi terhadap dampak perubahan iklim dalam kebijakan penataan ruang dalam di kawasan perkotaan.

Kata Kunci : adaptasi, perubahan iklim, tata ruang

PENDAHULUAN

(2)

165 negara, dengan korban manusia 197.327. Untuk banjir, peringkat ke 6 dari 162 negara dengan 1.101.507 orang terkena dampaknya. Rendahnya kualitas pengelolaan lingkungan dan pelanggaran tata-ruang wilayah/kota disertai ancaman perubahan iklim saat ini menjadikan wilayah/kota dalam tingkat yang rentan (vulnerable). Hal ini menunjukkan pentingnya adaptasi sebagai upaya strategi pengurangan bencana.

Rencana Adaptasi Perubahan iklim di Indonesia dikembangkan oleh kelompok kerja (pokja) adaptasi yang berada dibawah Dewan Nasional Perubahan Iklim. Pokja adaptasi berjalan pada koridor tugas yang dimandatkan oleh Peraturan Presiden (Perpres) nomor 46 tahun 2008, yaitu (turut memfasilitasi) perumusan kebijakan, strategi, program nasional adaptasi dan mengkoordinasikannya serta (membantu fungsi) pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan. Arah strategis penanganan perubahan iklim DNPI adalah mewujudkan pembangunan rendah emisi karbon dan pembangunan berkelanjutan yang mampu beradaptasi terhadap perubahan iklim. Oleh karenanya, program adaptasi diarahkan pula untuk mendukung kebijakan strategis DNPI, yaitu diprioritaskan pada upaya penguatan kapasitas adaptasi pada tingkat nasional dan daerah. Pada tingkat daerah, fokus perhatian terhadap pengembangan kegiatan adaptasi dalam perencanaan pembangunan daerah. Pengendalian kegiatan manusia dalam rangka pembangunan di Indonesia dilakukan dengan membatasi kegiatan tersebut pada wilayah-wilayah yang sudah ditentukan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah.

Berdasarkan pemaparan diatas, makalah ini akan membahas mengenai implikasi rencana adaptasi perubahan iklim kedalam kebijakan penataan ruang di kawasan perkotaan dan kendala-kendala yang dihadapi dalam melaksanakan upaya tersebut.

TINJAUAN PUSTAKA

Konstitusi negara Indonesia menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum1. Dengan cita hukum (rechts idee) demikian, maka segala upaya pencapaian tujuan negara harus dilakukan sesuai dengan hukum dengan berlandaskan pada falsafah negara, yaitu Pancasila. Hal ini sejalan dengan pendapat Grotius yang menegaskan jika negara akan membentuk hukum, isi

(3)

hukum itu haruslah ditujukan untuk mencapai apa yang menjadi tujuan negara2. Dalam konteks negara Indonesia, maka tujuan hukum haruslah berorientasi pada tujuan negara, yang ditegaskan dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Tujuan negara dalam melindungi segenap bangsa, dapat diwujudkan melalui berbagai cara, salah satunya dengan hukum yang melindungi segenap bangsa serta berkeadilan sosial. Mochtar Kusumaatmadja menyatakan hukum sebagai keseluruhan asas dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan manusia dalam masyarakat3. Dengan pemahaman tersebut, maka hukum berfungsi untuk menjamin keteraturan (kepastian) dan ketertiban, sedangkan tujuan hukum tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai dan falsafah hidup yang menjadi dasar hidup masyarakat yang bermuara kepada keadilan4. Pengertian hukum yang memadai menurut Mochtar Kusumaatmadja, tidak cukup hanya memandang hukum sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi mencakup pula lembaga (institution) dan proses (process) yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan5. Dalam masyarakat berlaku aturan-aturan yang menentukan hubungan antara manusia. Hukum mengambil tempat yang penting dalam aturan itu terutama untuk menjaga agar kepentingan dapat dirumuskan menjadi kesatuan yang harmonis6.

Dalam upaya mencapai tujuan negara, konsep negara kesejahteraan (welfare state) diarahkan mewujudkan kegiatan penyelenggaraan negara yang ikut aktif secara langsung dalam urusan-urusan yang menyangkut kesejahteraan rakyat.7 Konsep negara ini mengutamakan perlindungan konstitusi terhadap hak-hak warga negara, kebebasan menyatakan pendapat dan peran serta masyarakat yang luas dalam penyelenggaraan negara. Konsep negara kesejahteraan tidak hanya mencakup deskripsi mengenai sebuah cara pengorganisasian kesejahteraan (welfare) atau pelayanan sosial (socialservices), melainkan juga sebuah konsep normatif atau sistem pendekatan ideal yang menekankan bahwa setiap orang harus memperoleh pelayanan sosial

2

Utrecht, Pengantar dalam Hukum Indonesia, Unpad, Bandung, 1960: hlm. 22 3

Mochtar Kusumaatmadja dan B Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum : Suatu Pengenalan Pertama Ruang Lingkup berlakunya Ilmu Hukum, PT Alumni Bandung, 2000, hlm.4.

4Ibid 5

Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, Bina Cipta, 1976. hlm.15.

6

Bandingkan dengan N.E. Algra, K. Van Duyvendijk, dkk, Mula Hukum : Beberapa bab mengenai hukum dan ilmu untuk pendidikan hukum dalam pengantar ilmu hukum, Bina Cipta, 1983, hlm.15.

(4)

sebagai haknya.8 Internalisasi sebagai suatu penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin, atau nilai sehingga merupakan keyakinan dan kesadaran akan kebenaran doktrin atau nilai yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku.9

Hukum Lingkungan adalah hukum yang berhubungan dengan lingkungan alam dalam arti seluas-luasnya. Ruang lingkupnya berkaitan dengan dan ditentukan oleh ruang lingkup pengelolaan lingkungan. Sebagai hukum yang berorientasi kepada lingkungan yang sifat dan hakekatnya adalah utuh menyeluruh (komprehensif integral)10, hukum lingkungan berpandangan semua komponennya senantiasa saling berhubungan dan saling mempengaruhi dengan segenap unsur yang memperlihatkan keanaeka-ragaman11. Hukum lingkungan modern menurut Munadjat menetapkan ketentuan dan norma-norma guna mengatur tindak perbuatan manusia dengan tujuan untuk melindungi lingkungan dari kerusakan dan kemerosotan mutunya demi untuk menjamin kelestarian agar dapat secara langsung dan terus menerus digunakan oleh generasi sekarang dan generasi yang akan datang12. Dalam perkembangannya hukum lingkungan selain berfungsi sebagai social control dengan peran agent of stability, tetapi juga berfungsi sebagai sarana pembangunan (a tool of social engineering) dengan peran sebagai agent of development atau agent of change13. Dalam Caring for the Earth: a Strategy for Sustainable Living dijelaskan tentang peranan hukum lingkungan sebagai berikut:

1. Memberi efek kepada kebijakan-kebijakan yang dirumuskan dalam mendukung konsep pembangunan yang berkelanjutan.

2. Sebagai sarana penaatan melalui penerapan aneka sanksi (variety of sanctions) 3. Memberi panduan kepada masyarakat tentang tindakan-tindakan yang dapat

ditempuh untuk melindungi hak dan kewajibannya.

4. Memberi definisi tentang hak dan kewajiban dan perilaku-perilaku yang merugikan masyarakat

8

Edi Suharto, Peta Dan Dinamika Welfare State Di Beberapa Negara: Pelajaran Apa Yang Bisa Dipetik Untuk Membangun Indonesia, Makalah pada Seminar “Mengkaji Ulang Relevansi Welfare State dan Terobosan melalui Desentralisas Otonomi di Indonesia”, Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta dan Perkumpulan Prakarsa Jakarta, Wisma MM Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 25 Juli 2006, hlm.4-5.

(5)

5. Memberi dan memperkuat mandat serta otoritas kepada aparat pemerintah terkait untuk melaksanakan tugas dan fungsinya.

Sebagian besar sumber pendapatan ekonomi bangsa Indonesia sangat bergantung kepada kondisi iklim. Pertanian, perkebunan dan perikanan adalah contoh dari sektor utama pembangkit ekonomi sekaligus pilar penyangga ketahanan pangan. Oleh sebab itu adanya faktor luar terhadap kondisi iklim yang dapat mengganggu sudah pasti berpengaruh buruk pada sumber-sumber ekonomi tadi. Dalam lingkup lokal, ancaman dan dampak perubahan iklim berpotensi menimbulkan gangguan ekonomi secara mikro. Bila saja ancaman perubahan iklim ini terlambat untuk diantisipasi secara nasional maka dapat dipastikan terjadi gangguan ekonomi secara makro. Artinya begitu besar tantangan yang harus dibenahi yang membutuhkan upaya luar biasa, mulai dari rencana pembangunan, dukungan pendanaan dan tentunya teknologi. Namun tentunya, belum terpenuhinya langkah-langkah atau upaya tadi bukan berarti tak ada upaya serius yang harus dilakukan karena ancaman dan dampak perubahan iklim serta iklim ekstrem telah dirasakan pengaruhnya.14

Adaptasi merupakan salah satu respon terhadap perubahan iklim, disamping upaya mitigasi perubahan iklim, yaitu intervensi manusia secara langsung untuk mengurangi sumber gas rumah kaca (contohnya melalui penanaman pohon, efesiensi penggunaan listrik dan bahan bakar, dan sebagainya). Adaptasi perubahan iklim didefinisikan sebagai penyesuaian secara alamiah maupun oleh sistem manusia dalam merespon stimuli iklim aktual atau yang diperkirakan dan dampaknya, menjadi ancaman yang moderat atau memanfaatkan peluang yang menguntungkan15.

Upaya adaptasi yang dilakukan sejak dini dapat mengurangi kerugian akibat bencana secara signifikan. Penelitian SEI, IUCN, dan IISD pada tahun 2001 menunjukkan setiap 1 US$ yang dikeluarkan untuk melakukan adaptasi dapat menyelamatkan sekitar 7 US$ biaya yang harus dikeluarkan untuk pemulihan bencana iklim. Jika tidak ada upaya adaptasi yang terencana

14

Bandingkan dengan Perubahan Iklim dan Tantangan Peradaban Bangsa, Lima Tahun DNPI hal 47-50

(6)

dilakukan dari sekarang, tahun 2050 diperkirakan kerugian ekonomi mencapai US$ 300 milyar/tahun dan jumlah kematian bisa mencapai 100 ribu orang/tahun16.

Richard J. T. Klein17 menyebutkan bahwa capaian utama dari kegiatan adaptasi dan pembangunan akan mampu mencapai harapan terwujudnya sumber penghidupan ekonomi yang berkelanjutan, yang dapat membantu meningkatkan nilai atau modal manusia secara individu dan sosial, melindungi dan memperbaiki alam dan lingkungan serta menjamin nilai finansial dan fisik secara tepat. Ancaman perubahan iklim terhadap pembangunan berkelanjutan (sustainable development) akan memperlambat pencapaian pembangunan berkelanjutan, baik langsung maupun tidak langsung. Untuk mendorong berkelanjutan, maka pembangunan harus secara tegas memasukkan persoalan adaptasi perubahan iklim serta mendorong kemampuan adaptasinya. Dengan mendorong pengarusutamaan adaptasi perubahan iklim kedalam agenda pembangunan nasional atau daerah, pertimbangan-pertimbangan risiko dan dampak perubahan iklim diterjemahkan tidak saja dalam rencana strategis jangka menengah, namun juga ke dalam kebijakan dan struktur kelembagaan. Pengarusutamaan strategi adaptasi ke dalam kebijakan tiap sektor di tingkat nasional dan local merupakan prioritas yang tidak bisa ditawar-tawar. Tujuan pengintegrasian pembangunan dan adaptasi menurut Sperling dalam tulisan Richard J.T. Klein berjudul Mainstreaming Climate Adaptation into Development: A Policy Dilemma adalah mendukung keberlanjutan sumber daya alam kehidupan ekonomi masyarakat serta mewujudkan tata kelola yang lebih baik yang mampu merespon, berperan dan dapat lebih bertanggungjawab dalam setiap pembuatan dan pengambilan keputusan18.

Penataan Ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang19. Adapun tujuan penyelenggaraan penataan ruang adalah20 :

a. Terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional

b. Terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budi daya

16

Ari Muhamad, Ibid, hal 20-21

17 Ibid

18

Ibid

19

Bandingkan dengan pasal 1 angka 5 Undang-Undang no.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

(7)

c. Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas .

Penyelenggaraan penataan ruang merupakan serangkaian kegiatan pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang yang harus dilakukan sesuai kaidah penataan ruang untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Dalam menyelenggarakan penataan ruang masih menghadapi berbagai kendala, antara lain pengaturan penataan ruang yang masih belum lengkap, pelaksanaan pembinaan penataan ruang yang masih belum efektif, pelaksanaan penataan ruang yang masih belum optimal, dan pengawasan penataan ruang yang masih lemah21.

Pada prinsipnya, penataan ruang sangat berkaitan dengan lingkungan. Ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, adalah tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya, pada dasarnya ketersediaannya tidak tak terbatas. Berkaitan dengan hal tersebut, dan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yangaman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, Undang-Undang no26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan perlunya dilakukan penataan ruang yang dapat mengharmoniskan lingkungan alam dan lingkungan buatan, yang mampu mewujudkan keterpaduan penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan, serta yang dapat memberikan pelindungan terhadap fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan hidup akibat pemanfaatan ruang. Kaidah penataan ruang ini harus dapat diterapkan dan diwujudkan dalam setiap proses perencanaan tata ruang wilayah22.

Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang telah berlaku selama 7 (tujuh) tahun, dan telah diikuti dengan penetapan sejumlah peraturan perundang-undangan yang menjadi peraturan pelaksanaannya, termasuk di antaranya Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang serta produk-produk peraturan daerah tentang rencana tata ruang. Penetapan peraturan daerah tentang rencana tata ruang, membawa konsekuensi terhadap tuntutan pelaksanaan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana serta tanggung jawab dalam mengendalikan pemanfaatan ruang tersebut. Pentingnya tercipta tertib tata ruang

21

Nadia Astriani,Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung, UNPAD, 2013

(8)

dalam rangkaian penyelenggaran penataan ruang adalah supaya rencana tata ruang ideal yang memperhatikan aspek lingkungan, sosial, ekonomi, dan budaya dapat benar-benar terwujud.

Diperkirakan pada tahun 2050, sekitar 70% dari 6,4 miliar populasi dunia akan hidup di perkotaan yang berpotensi melahirkan persoalan dan tantangan serta peluang di bidang perumahan, kesehatan, pendidikan, transportasi, dan berbagai pelayanan publik lainnya. Pemusatan penduduk di wilayah daerah yang kecil menyebabkan penurunan drastis kualitas hidup sosial dan lingkungan. Adanya ancaman perubahan iklim menjadikannya sebagai faktor yang turut memperparah kondisi yang ada, dan tentu ini semakin menempatkan perkotaan sebagai kawasan yang sangat rentan dari akibat yang ditimbulkan oleh perubahan iklim. Dari dua puluh kota besar, tujuh belas diantaranya berada di dunia berkembang pada akhir dekade ini. Oleh sebab itu, pemerintah kota di negara-negara berkembang berada di bawah tekanan yang luar biasa besar untuk menyediakan pelayanan dan infrastruktur dasar bagi penduduk23.

Kota adalah sebuah sistem yang harus dibuat tahan (resilience). Ketahanan dan adaptasi menjadi sangat penting karena adanya kerentanan pada sistem perkotaan. Sebagai sebuah sistem, kota terdiri dari berberapa bagian wilayah (sub-sistem) yang masing-masing memiliki fungsi dan elemen berbeda. Sebagai sebuah sistem, setiap sub-sistem tadi saling terhubung dan secara bersama-sama menciptakan fungsi kota. Kesalahan atau kerusakan salah satu sub-sistem perkotaan atau satu bagian wilayah perkotaan secara ekstrim akan dapat mempengaruhi sub-sistem lainnya, bahkan sub-sistem secara keseluruhan. Pada dasarnya, sub-sistem ketahanan kota diharapkan mampu memelihara fungsi utama kota dari berbagai bentuk tekanan dan kejutan yang dihasilkan dari dampak-dampak perubahan iklim serta mampu membuat kota pulih dengan cepat dari dampak tersebut24. Oleh karena itu, perkotaan tidak bisa dilihat secara sektoral. Dampak sosial budaya, ekonomi, dan lingkungan wilayah perkotaan tidak dapat dibatasi pada batas-batas administratifnya. Kompleksitas lingkup isu dan dinamika persoalan lingkungan perkotaan saat ini mendorong dilakukannya perlakuan dan pendekatan yang berbeda dalam mengembangkan strategi pembangunan untuk menciptakan ketahanan wilayah perkotaan dari ancaman kerusakan lingkungan25.

23

Ari Muhammad, Ibid, hal 22

(9)

Arahan pemanfaatan ruang wilayah kota berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan. Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi dasar untuk penerbitan perizinan lokasi pembangunan dan administrasi pertanahan. Beberapa rincian dalam rencana tata ruang wilayah kota juga meliputi :

a. rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau;

b. rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka nonhijau; dan

c. rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif26 dengan metode penafsiran hukum. Penafsiran hukum yang dimaksud adalah penafsiran gramatikal, autentikal, sistemik untuk menyusun struktur asas dan norma, termasuk lembaga dan proses yang mengatur perubahan iklim, kemudian dilakukan penafsiran filosofikal, historikal, teleologikal, ekstensif dan restriktif, untuk mengetahui pengaturan pengelolaan lingkungan yang berlaku. Sifat penelitian deskriptif dipilih karena description is the precise measurement and reporting of the characteristics of some population or phenomenon under study.27

Penelitian ini mendekati permasalahan hukum perubahan iklim secara utuh-menyeluruh, yaitu dengan pendekatan lintas disiplin ilmu, baik bidang-bidang hukum dalam lingkungan ilmu hukum (interdisipliner) maupun lintas disiplin ilmu lainnya di luar ilmu hukum (multidisipliner), selain itu pendekatan juga dilakukan dengan lintas sektor, lintas wilayah dan lintas pemangku kepentingan (terpadu).

26

Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Cetakan Keenam, Jakarta, 2003, Hlm. 83, dan Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke – 20, Alumni, Bandung, 1994, Hlm. 141.

(10)

Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan menelusuri, mengkaji, dan meneliti data sekunder (kepustakaan) yang berkaitan dengan materi penelitian.Data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer yaitu berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan mengenai hukum lingkungan. Terhadap data yang telah dikumpulkan, baik data sekunder sebagai hasil studi kepustakaan maupun data primer sebagai hasil studi lapangan, dianalisis secara kualitatif dengan pendekatan abstrak-teoretis.28 Pendekatan abstrak-teoritis mempunyai arti penting dalam penelitian hukum normatif, mengingat hukum memiliki struktur logika yang sangat kuat.29 Terdapat relasi yang erat antara hukum dan logika, bahkan sifat logis merupakan sifat khusus dari hukum.30 Hasil analisis ini kemudian dipaparkan dalam bentuk deskriptif. Data yang bersifat kuantitatif sepanjang diperlukan akan disajikan dalam bentuk tabel-tabel dengan maksud untuk memudahkan pemahaman dan analisis. Analisis data dilakukan dengan metode-metode penafsiran hukum seperti penafsiran historis, penafsiran sistematis (logis), penafsiran sosiologis, dan penafsiran futuristis.31

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Implikasi Rencana Adaptasi Perubahan Iklim dalam Kebijakan Penataan Ruang Perkotaan

Pada tahun 2009, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menerbitkan Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap (ICCSR), dimana salah satu isu tematik yang diberikan arahan secara detail untuk merespon dan mengantisipasi ancaman perubahan iklim adalah sektor-sektor strategis, seperti pesisir dan perikanan, pertanian dan kesehatan dalam kerangka kesiapan kebijakan nasional. Dokumen ICCSR ini diharapkan memberi pengaruh

28 Maria S.W. Sumardjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, makalah pada Seminar tentang Metodologi Penelitian bagi Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 12 April, Yogyakarta, 1989, hlm. 25.

29

Paul Scholten diterjemahkan oleh B. Arief Sidharta, Struktur Ilmu Hukum (De Structuur der Rechtswetenschap) diterjemahkan oleh B. Arief Sidharta, Almuni, cetakan pertama, Bandung, 2003, hlm. 25.

30

(11)

terhadap Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode 2009 – 2014. Di tahun 2010, Bappenas menerbitkan Rencana Kerja Pembangunan (RKP) tahun 2010 yang menetapkan fokus prioritas peningkatan kapasitas adaptasi perubahan iklim dan mitigasi bencana alam sebagai salah satu fokus dalam prioritas nasional. Saat ini tercatat 5 (lima) sektor utama yang telah memiliki kebijakan dan strategi adaptasi perubahan iklim, yaitu; sektor pertanian, sektor pesisir, kelautan, perikanan dan pulau-pulau kecil, sektor kesehatan, sektor pekerjaan umum dan sektor kebencanaan, melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Pemerintah Indonesia telah mengembangkan berbagai kebijakan yang berkaitan dengan adaptasi perubahan iklim. Meskipun tidak semua menyebutkan secara tegas kata adaptasi perubahan iklim pada pengaturannya, tetapi pengarusutamaan adaptasi perubahan iklim ke dalam kebijakan sudah dilakukan.

2 (dua) contoh kebijakan dari beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan Kementerian Pertanian yang dikeluarkan sebagai respon terhadap perubahan iklim atau dinilai memiliki keterkaitan degan upaya adaptasi, yaitu Undang-undang (UU) Nomor 41 Tahun 2009 mengenai Perlindungan Lahan Pertanian Pangan berkelanjutan dan Peraturan Menteri no. 39/Permentan/OT.140/6/2010 mengenai Pedoman Perizinan Usaha Budidaya Tanaman Pangan. Program aksi dari kebijakan-kebijakan tersebut adalah pengembangan teknologi panen air dan efesiensi penggunaan air seperti irigasi tetes dan mulsa serta pengembangan teknologi pengelolaan tanah dan tanaman untuk meningkatkan daya adaptasi tanaman32.

Pada sektor pesisir dan kelautan, tercatat 20 kebijakan yang diterbitkan dalam rangka adaptasi perubahan iklim yang kemudian diterjemahkan ke dalam program aksi. Untuk tingkat UU, terdapat ketentuan mengenai pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (UU No. 27 Tahun 2007), UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, UU No. 27 Tahun 2007 tentang Sistem Penyuluhan dan UU tentang Perikanan nomor 31 tahun 2004. Untuk sektor kesehatan, melalui Kementerian Kesehatan telah diterbitkan Peraturan Menteri Nomor 1018/MENKES/PER/V/2011 tentang Strategi Adaptasi Sektor Kesehatan Terhadap Dampak Perubahan Iklim, yang disusul dengan terbitnya program aksi yang diantaranya adalah sosialisasi dan advokasi adaptasi terhadap dampak perubahan iklim, pemetaan populasi dan daerah rentan perubahan iklim,

(12)

peningkatan sistem tanggap perubahan iklim, peningkatan pemberdayaan masyarakat dalam adaptasi perubahan iklim sesuai kondisi setempat serta program-program aksi lainnya.

Program-program adaptasi di sektor pekerjaan umum dibagi ke empat sub bidang, yaitu :

1) Sumber Daya Air,

Sumber Daya Air (SDA) difokuskan kepada keseimbangan air (kebutuhan dan ketersediaan), infastruktur SDA yang memadai, penyediaan sumber-sumber air alternatif, kelengkapan data dan riset, serta konservasi air.

2) Cipta karya,

Untuk sub-bidang cipta karya, mereka memiliki 3 (tiga) strategic goals, yaitu; 1) kontribusi pelayanan infratsuktur bagi pertumbuhan ekonomi,

2) kontribusi pelayanan infrastruktur bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat,

3) kontribusi infratruktur bagi peningkatan kualitas lingkungan.

3) Jalan dan Jembatan,

Untuk sub-bidang Jalan dan Jembatan, upaya seperti penanaman pohon dipinggir jalan, membuat drainase dengan memperpanjang waktu run off, pemindahan jalan ke kawasan yang lebih aman dari pengaruh kenaikan permukaan air laut dan pembangunan tanggul-tanggul di daerah pantai adalah beberapa kegiatan yang menjadi perhatian mereka.

4) Penataan Ruang.

Yang terakhir adalah sub-bidang penataan ruang, dimana upaya adaptasi dilakukan dalam tataran pengarus-utamaan perubahan iklim dalam sistem penataan ruang nasional. Artinya, adalah penjaminan bahwa penataan ruang yang dilakukan telah mempertimbangkan proyeksi perubahan iklim di masa datang serta menjamin bahwa penataan ruang yang dilakukan tidak meningkatkan kerentanan wilayah terhadap dampak perubahan iklim sekaligus meningkatkan ketahanan wilayah terhadap dampak perubahan iklim di masa depan.

(13)

meningkatkan manajemen prasarana SDA dalam rangka mendukung penyediaan air dan ketahanan pangan. Masing-masing kebijakan dan program aksi dibuat ketentuan pelaksananya dalam tingkat Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri. Kebijakan dan program aksi Sub-Bidang Penataan Ruang adalah UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang kemudian dirumuskan kepada program aksi seperti: penyediaan akses dan pengolahan terhadap data dan informasi terkait perubahan iklim terhadap tata ruang, perencanaan ruang, pemanfaatan ruang, pengendalian ruang, peningkatan kapasitas kelembagaan dan pembinaan penataan ruang serta pengawasan.

Adapun tahapan pembuatan strategi adaptasi bisa dilakukan sebagaimana berikut :

1. Pembuatan Kajian Kerentanan Perubahan Iklim (Vulnerability Assesssment)

Target dalam program ini adalah:

a. Diketahuinya bidang dan wilayah yang berpotensi rentan ancaman perubahan iklim.

b. Diperolehnya faktor pendukung dan pengancam, baik dari sisi eksternal jika terkait dengan kebijakan Pemerintah Pusat dan internal jika terkait kebijakan pemerintah setempat.

c. Diterimanya hasil kajian sebagai informasi pendukung dalam merumuskan rencana pembangunan.

d. Terjalinnya komunikasi dengan key stakeholder atau target sasaran daripihak yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan dalam mengimplementasikan kebijakan dan kegiatan.

2. Penyusunan kebijakan. Substansi yang disampaikan diantaranya adalah:

a. Keterkaitan antara kebijakan adaptasi perubahan iklim dengan kehidupan sosial, ekonomi, dan kualitas lingkungan hidup serta dampaknya terhadap pihak yang akan dibebani kebijakan ini dan sasaran/target dari kondisi yangakan diperbaiki.

(14)

c. Munculnya kebutuhan yang harus diisi, dilakukan, disiapkan dalam mendukung pelaksanaan kebijakan adaptasi perubahan iklim dengan tepat danbaik.

3. Menyiapkan instrumen-instrumen pelaksana. Bagian ini akan menampilkan:

a. Pilihan-pilihan perangkat/instrument teknis dan kebijakan lainnya yang dibutuhkan untuk mendorong pelaksanaan strategi adaptasi perubahaniklim secara tepat dan baik.

b. Pilihan-pilihan perangkat/instrumen ekonomi untuk mendukung pelaksanaan kebijakan yang ditawarkan (misalnya mana yang membutuhkan insentif,subsidi dan berapa nilai yang diberikannya serta bagaimana bentuknya).

4. Membangun peningkatan kapasitas melalui pelatihan/training.

a. Kegiatan yang disesuaikan dengan kebijakan, program dan rencana kerja adaptasi pada tingkat nasional dan daerah masing-masing serta menjawab kerentanan serta pilihan-pilihan adaptasinya.

b. Peningkatan kapasitas harus memperhatikan dinamika internasional, misalnyaisu loss and damage, yang membutuhkan pengetahuan, informasiserta penelitian yang bersifat terukur, seperti kehilangan wilayah dan ekosistem serta kerugian ekonomi, namun juga kehilangan yang tidak terukur, seperti nilai sosial dan budaya sebuah masyarakat yang kehilangan wilayahnya akibat dampak perubahan iklim.

5. Membangun Mekanisme komunikasi antara stakeholders.

Dibentuknya lembaga yang secara formal memfasilitasi komunikasi antar stakeholders. Kegiatan minimal yang dapat dilakukan misalnya saling tukar dan berbagi informasi melalui kegiatan diskusi sampai kepada program dan kegiatan yang dilaksanakan secara bersama pada tingkat masyarakat

Kajian kerentanan sebagai dasar pembuatan kebijakan adaptasi diletakkan sebagai basis utama kegiatan dan menjadi landasan rangkaian kegiatan adaptasi lainnya33. Potret kerentanan ancaman perubahan iklim suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor non iklim lainnya. Indeks kerentanan tiap wilayah dapat berbeda atau sama tergantung dari kondisi geografis,

(15)

demografis serta kondisi-kondisi yang ada di dalamnya seperti lingkungan, sosial dan ekonomi setempat. Potret kerentanan yang diletakkan pada peta spasial yang telah mempertimbangkan dan memperhitungkan variabel atau aspek-aspek yang mempengaruhi tingkat kerentanan akan membantu para pembuat kebijakan dalam merumuskan strategi dalam mencapat target pembangunan, khususnya strategi dan rencana aksi adaptasi dan pengendalian risiko bencana sebagai alat untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Kegiatan ini akan menjadi faktor pendukung kegiatan policy reform dan capacity building sebagai elemen utama dalam pencapaian tujuan besar proyek adaptasi di Indonesia, yaitu terwujudnya pengarus-utamaan adaptasi dalam rangka mencapai target pembangunan yang telah ditetapkan. Pembuatan peta/kajian kerentanan sebetulnya telah banyak dilakukan oleh berbagai Departemen, Dinas dan organisasi non pemerintah lainnya. Namun demikian,masih sedikit yang memasukkan pertimbangan perubahan iklim di dalamnya.

Pemerintahan dan lembaga merupakan dua faktor penentu yang akan mempengaruhi ketahanan kota terhadap dampak perubahan iklim. Pemerintahan yang baik dan lembaga yang kuat akan membawa kota lebih tahan terhadap dampak perubahan iklim. Ada tiga aspek penting yang perlu dinilai untuk mengkaji ketahanan kota terhadap perubahan iklim:

1. Bagaimana stakeholder memainkan peran mereka dalam mengelola risiko iklim. 2. Apa yang menjadi inisiatif saat ini dan program (pendek dan jangka panjang)

untuk mengatasi risiko iklim dan seberapa efektif mereka.

3. Apa kapasitas pemerintah lokal dan institusi untuk mengintegrasikan perubahan iklim ke dalam perencanaan jangka pendek dan jangka panjang dari program pembangunannya.

(16)

2. Kendala yang dihadapi dalam internalisasi Rencana Adaptasi Perubahan Iklim dalam Kebijakan Penataan Ruang Perkotaan dan strategi untuk mengatasinya

Beberapa kendala terkait dengan perencanaan dan program adaptasi perubahan iklim, antara lain ;

a. kurangnya integrasi, koordinasi dan visi-misi dalam manajemen perubahan iklim, b. kurangnya alokasi anggaran untuk mendukung perubahan iklim,

c. perencanaan tata ruang yang tidak efektif untuk mengurangi dan menyesuaikan dampak perubahan iklim, dan

d. tidak ada dewan pengurus formal atau lembaga yang dibentuk untuk menangani bencana lokal.

Selain itu, manajemen perubahan iklim baik dalam adaptasi maupun mitigasi dianggap sebagai konsep baru dan tidak sepenuhnya dipahami oleh semua pemangku kepentingan di tingkat lokal. Tidak ada kebijakan atau program khusus yang dikeluarkan berkaitan dengan perubahan iklim baik untuk jangka menengah (5 tahun) dan jangka panjang (20 tahun). Beberapa LSM lokal dan sektor swasta secara aktif memberikan kontribusi program terkait perubahan iklim, Namun, program ini diimplementasikan secara parsial dengan koordinasi terbatas antara pemangku kepentingan. Dana yang dialokasikan untuk mengatasi perubahan iklim juga terbatas. Lembaga pemerintah daerah yang bertanggung jawab terhadap masalah lingkungan menerima alokasi anggaran yang sangat rendah. Pemerintah kota juga kesulitan menautkan aksi-aksi adaptasi perubahan iklim pada rencana-rencana tata ruangnya, baik yang sudah ada maupun yang baru, yang telah dikembangkan dan dituangkan ke dalam berbagai kebijakan. Upaya memprioritaskan intervensi rencana tata ruang harus dilakukan secara bersamaan dengan peningkatan infrastruktur yang sudah ada dan ditujukan untuk mengurangi kerentanan terhadap perubahan iklim.

(17)

instan, sehingga dalam merencanakan program-program adaptasi perubahan iklim, pemerintah harus melakukannya dalam jangka panjang dan bertahap

A. Kesimpulan

1. Ketidakmampuan daerah melakukan adaptasi dapat menyebabkan bencana. Oleh karena itu proses adaptasi tidak dapat dipisahkan dalam rencana penanggulangan bencana. Bencana yang muncul akibat perubahan iklim tidak dapat dilepaskan dari kegiatan manusia. Maka kegiatan manusia yang berdampak buruk bagi lingkungan atau mempercepat proses perubahan iklim harus dikendalikan. Proses pengendalian kegiatan ini dilakukan melalui Rencana Tata Ruang. Dalam pembuatan rencana tata ruang isu perubahan iklim belum diperhitungkan, sementara di sisi lain Rencana Tata Ruang yang tidak layak akan menjadikan kota memiliki risiko iklim yang lebih tinggi di masa depan. Hasil penelitian yang dilakukan di dua Kota yaitu Semarang dan Jakarta menunjukkan bahwa isu perubahan iklim mulai dipertimbangkan dalam melakukan revisi RTRW, meskipun demikian program-program adaptasi masih dilakukan secara parsial dan belum terintegrasi. Persoalan koordinasi dan anggaran, masih merupakan persoalan klasik yang terjadi di lapangan.

2. Kendala utama dalam memadukan upaya adaptasi perubahan iklim ke dalam rencana tata ruang adalah minimnya data mengenai tingkat kerentanan suatu wilayah terhadap bencana. Karena itu tahapan pertama dalam membuat strategi adaptasi perubahan iklim adalah membuat strategi ketahanan kota terlebih dahulu. Hal lain adalah masih belum dipahaminya persoalan perubahan iklim tersebut di tataran pengambil kebijakan, pengambil kebijakan masih kesulitan mengaitkan isu perubahan iklim ke dalam proses pembangunan, sehingga perlu dilakukan proses pengarusutamaan isu. Pelibatan berbagai pemangku kepentingan juga mutlak dilakukan dalam melaksanakan rencana adaptasi perubahan iklim. Untuk itu perlu dipertimbangkan membuat forum atau lembaga untuk mengatasi persoalan komunikasi dan koordinasi di tingkat kota.

DAFTAR PUSTAKA

(18)

Hans Kelsen diterjemahkan oleh B. Arief Sidharta, Hukum dan Logika (Essays in Legal and Moral Philosophy), diterjemahkan oleh B. Arief Sidharta, Alumni, cetakan kedua, Bandung, 2002.

Maria S.W. Sumardjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, makalah pada Seminar tentang Metodologi Penelitian bagi Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 12 April, Yogyakarta, 1989.

Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Edisi VIII Cetakan 19, Gajah Mada University Press, 2006.

Munadjat Danusaputro, Hukum Lingkungan Buku I : Umum, Binacipta, Bandung, 1982. Mochtar Kusumaatmadja dan B Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum : Suatu P engenalan

Pertama Ruang Lingkup berlakunya Ilmu Hukum, PT Alumni Bandung, 2000

Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, Bina Cipta, 1976.

N.E. Algra, K. Van Duyvendijk, dkk, Mula Hukum : Beberapa bab mengenai hukum dan ilmu untuk pendidikan hukum dalam pengantar ilmu hukum, Bina Cipta, 1983, hlm.15.

Mashudi dalam S.F Marbun, dkk, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, Cetakan Pertama, UII Press, Yogyakarta, 2001

Paul Scholten diterjemahkan oleh B. Arief Sidharta, Struktur Ilmu Hukum (De Structuur der Rechtswetenschap) diterjemahkan oleh B. Arief Sidharta, Almuni, cetakan pertama, Bandung, 2003.

Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijakan Lingkungan Nasional, Airlangga Universitiy Press, Surabaya, 1996.

Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum: Sebuah Pengantar, Liberty, edisi pertama, Yogyakarta, 1996.

Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Cetakan Keenam, Jakarta, 2003, Hlm. 83, dan Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke 20, Alumni, Bandung, 1994.

Utrecht, Pengantar dala m Hukum Indonesia, Unpad, Bandung, 1960

Ari Muhamad, Adaptasi: Sebuah Pilihan yang Mendesak dan Prioritas, DNPI, Jakarta, 2013.

(19)

Relevansi Welfare State dan Terobosan melalui Desentralisas Otonomi di Indonesia”,

Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta dan Perkumpulan Prakarsa Jakarta, Wisma MM Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 25 Juli 2006.

Nadia Astriani, Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung, Laporan Penelitian, UNPAD, Bandung, 2013

Dokumen Strategi Ketahanan Kota Semarang, BAPPEDA Kota Semarang, 2012.

Dokumen Rencana Aksi Sektor dalam merespon Adaptasi Perubahan Iklim, DNPI, 2012.

Perubahan Iklim dan Tantangan Peradaban Bangsa, Lima Tahun DNPI, DNPI, Jakarta, 2013

Intergovermental Panel on Climate Change Report, 2001

Kajian Kerentanan dan Adaptasi terhadap perubahan iklim di Kota Semarang, BAPPEDA Semarang, 2010

Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2014.

Referensi

Dokumen terkait

Pada Hotel The City sesuai dengan data internal bahwa dalam pelaksanaan audit operasional yang dilanjutkan dengan adanya pengendalian internal dalam perusahaan,

The gamification for online technopreneurial purposes in regard to the ludic writing class in English Letters department exposes three challenges namely story-game

Para pelajar telah menguasai kemampuan membentuk konstruksi satu kata, konstruksi kanonis, dan konstruksi Adv karena, selain mereka sudah belajar bahasa Belanda secara terstruktur

 Unit ini harus berada disamping ruang bersalin, atau setidaknya jauh dari area yang sering dilalui.  Ruang harus dilengkapi paling sedikit enam steker listrik

Sebagai contoh, Solidaritas Nasional untuk Papua (SNUP) dalam diskusi soal pemekaran Papua di awal tahun 2008 menilai bahwa bergulirnya rencana pemekaran Propinsi Papua Tengah,

Kelemahan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Surakarta saat ini adalah sebagai berikut: (1) pengembangan kampus belum terpadu dan memperhitungkan

Paket 3 ini cocok bagi anda yang ingin merayakan kelahiran sang buah hati dengan cara yang syar'i dan biasanya bagi anda yang sudah terbiasa melaksanakan ibadah aqiqah.. Dengan

Data asupan gula sederhana diperoleh dari wawancara secara langsung menggunakan metode Food Frequency Questionnaire (FFQ). Tekanan darah sampel diukur menggunakan