• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN GLOBAL GOVERNANCE DAN REZIM LINGKU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN GLOBAL GOVERNANCE DAN REZIM LINGKU"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN GLOBAL GOVERNANCE DAN REZIM LINGKUNGAN DALAM MENGATASI ISU-ISU LINGKUNGAN HIDUP (STUDI KASUS: REDD)

OLEH : WARITSA YOLANDA (1501115622)

JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN...2

1.1 Latar Belakang...2

1.2 Rumusan Masalah...3

1.3. Tujuan Penulisan...3

1.4 Manfaat Penulisan...3

1.5 Metodologi Penulisan...3

BAB II...4

1. Definisi dan Konsep Global Governance...4

2. Faktor Pendorong Kemunculan Global Governance...6

3. Pieces of Global Governance...8

4. Global Governance dalam Tata Kelola Lingkungan Global...10

(3)

BAB III...18

PENUTUP...18

3.1 Kesimpulan...18

DAFTAR PUSTAKA...19

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini ilmu hubungan internasional tidak hanya terpaku pada isu high politics seperti perang dan damai, tetapi isu – isu low politics mulai mengambilperan yang signifikan, ditandai dengan era globalisasi yang membuat kajian ilmu hubungan internasional semakin beragam. Dengan kata lain meluasnya signifikansi kajian ilmu hubungan internasional terhadap percaturan politik internasional kearah yang lebih kompleks. Berbicara mengenai low politics, kita tidak hanya terpaku pada ekonomi, tetapi juga fokus pada isu isu lain seperti isulingkungan hidup.

(4)

mengeksploitasi lingkungan ke tingkat yang lebih tinggi seperti membuat sebuah industri – industri besar.

Hal ini mendorong perlunya sebuah tata kelola yang bersifat global atau sering disebut dengan Global Governance. Global governance adalah tujuan untuk mengambil keputusan atau menyelesaikan suatu masalah. Global Governance ini biasanya digunakan oleh aktor-aktor yang memiliki kepentingan yang sama atau sejalan. Aktor-aktor dalam Global Governance ini meliputi negara, Organisasi antar Pemerintahan (IGO), organisasi antar Non-pemerintahan (NGOs), para ahli, jaringan politik global dan MNC. Contoh global Governance yang berperan dalam isu-isu lingkungan adalah UNEP, UNFCCC, Greenpeace, Green Party, dan banyak yang lainnya.

Di dalam global governance terdapat rezim lingkungan yang juga tak kalah pentingnya dalam menanggulangi masalah-masalah lingkungan hidup ini. Contoh Rezim lingkungan ini adalah Protokol Montreal, Protokol Kyoto, REDD, dan lain-lain.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan rumusan masalahnya sebagai berikut: “Bagaimana Peran Serta Global Governance dan Rezim Lingkungan dalam Menanggulangi Isu-isu Lingkungan Hidup?”

1.3. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah adalah sebagai berikut:

1. Makalah ini ditulis dengan tujuan untuk pengumpulan tugas mata kuliah Dinamika Hubungan Internasional Pasca 1945

2. Untuk mengetahui peran global governance dan rezim lingkungan dalam menanggulangi masalah lingkungan hidup

1.4 Manfaat Penulisan

Penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai:

1. Bahan informasi dan kajian bagi akademisi terkait global governance

(5)

2. Manfaat praktis: di mana dalam manfaat praktisnya penulisan makalah ini diharapkan untuk mengajukan penelitian selanjutnya seperti: penulisan tugas-tugas selanjutnya, proposal dan skripsi.

1.5 Metodologi Penulisan

Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode kepustakaan. Cara-cara yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah studi pustaka: dalam metode penulisan ini penulis membaca buku-buku yang berkaitan dengan penulisan makalah ini seperti: majalah berita, buku referensi, artikel, jurnal dan berbagai jenis buku lainnya, serta berbagai sumber dari internet yang berhubungan dengan global governance dan rezim lingkungan dalam menanggulangi masalah lingkungan hidup serta sesuai dengan tema makalah ini.

BAB II PEMBAHASAN

1. Definisi dan Konsep Global Governance

Dengan menguatnya globalisasi dan melemahnya peran Negara, maka berbagai persoalan atau masalah terlebih melibatkan lebih dari satu aktor, Negara maupun non-negara harus diselesaikan melalui sebuah kerja sama antaraktor. Ketidakmampuan Negara dalam mengambil keputusan untuk menyelesaikan masalah yang melibatkan kepentingan berbagai pihak itu menimbulkan sebuah krisis otoritas tentang siapakah yang kemudian berhak mengatur dan mengambil keputusan tentang suatu masalah. Hal ini mendorong perlunya sebuah tata kelola yang bersifat global atau sering disebut dengan Global Governance.

Commission on Global Governance memberikan definisi tentang global governance sebagai ”the sum of the many ways individual and institutions, public and private, manage their common affairs”.1 PBB menambahkan tentang definisi

(6)

governance sebagai “the traditions, institutions, and processes that determine how power is excercised, how citizens acquire a voice and how decisions are made on issues of public concern”.2

WHO (2015) juga ikut menyatakan mengenai definisi global governance yaitu “…the way in which global affairs are managed. As there is no global government, global governance typically involves a range of actors including states, as well as regional and international organizations. However, a single organization may nominally be given the lead role on an issue, for example the World Trade Organization in world trade affairs. Thus global governance is thought to be an international process of consensus-forming which generates guidelines and agreements that affect national governments and international corporations. Examples of such consensus would include WHO policies on health issues”.3 Definisi

lain menyebutkan bahwa global governance adalah the process of decision making and the process by which decisions are implemented (or not implemented).4

Sebenarnya cukup sulit untuk mendefinisikan global governance. Dari sekian definisi global governance yang telah dipaparkan sebelumnya, Rosenau mengatakan sesuatu yang paling mendekati mengenai global governance, yaitu, “an order that lacks a centralized authority with the capacity to enforce decision on a global scale”.5 Dengan kata lain, global governance adalah tujuan untuk mengambil keputusan atau menyelesaikan suatu masalah. Global Governance ini biasanya digunakan oleh aktor-aktor yang memiliki kepentingan yang sama atau sejalan.6

Di kalangan ahli muncul sebuah kesepakatan bahwa global governance perlu memiliki empat elemen dasar utama sebagai berikut.7

1. The society of states. Elemen ini penting karena dalam situasi anarkis

global governance harus mampu mencegah agar situasi anarkis tidak berubah menjadi kekacauan atau chaos. Oleh karena itu hukum internasional menjadi tumpuan bersama yang sangat penting untuk

2 Ibid.

3 World Health Organization (WHO) (2015). Global Governance. January 2015. Available Online: http://www.who.int/trade/glossary/story038/en/

4www.unscap.org

5 J. Rosenau, 1992. Governance, Order and Change in World Politics, New York: Cambridge University, hal. 7.

6 Budi Winarno, 2008. Globalisasi: Peluang atau Ancaman Bagi Indonesia, Jakarta: Erlangga.

(7)

mencegah agar the society of states tidak terjerumus ke dalam kekacauan.

2. Hegemony. Dibutuhkan sebuah Negara hegemon yang mempunyai peran penting dalam sebuah dunia global. Hegemony merupakan bentuk global governance yang memiliki struktur yang hierarkis. Elemen ini merupakan hasil pemikiran dan pandangan kaum realis dalam mengkritisi global governance.

3. Institutions merupakan elemen dasar yang dikaitkan dengan institusi internasional, yang memiliki peran penting dalam seluruh dunia global. Perang penting institusi internasional dikaitkan dengan kemampuannya dalam memengaruhi banyak pihak sekaligus diberi hak untuk menelaah dan memproses persoalan, serta menawarkan solusi masalah yang ditanganinya. Beberapa institusi bisa disebutkan, misalnya PBB dan IMF, yang memiliki kemampuan untuk memaksakan keputusannya kepada aktor-aktor menyangkut berbagai masalah yang ditanganinya. 4. Global norms merupakan elemen penting pula bagi sebuah global

governance. Elemen ini berisikan tentang bagaimana idealnya sebuah

global governance. Kesetiaan kepad global norms ini oleh aktor-aktor, baik Negara maupun non-negara yang mengikuti dengan baik dan patuh terhadap global norms. Terdapat tiga jenis global norms (1) regulative norms adalah tipe norma yang bersifat keras dan harus diikuti oleh aktor-aktor yang ada, (2) constitutive norms adalah norma yang membentuk aktor-aktr dan kepentingan mereka yang terlihat dalam global governance, (3) perspective norms berisikan tentang bagaimana sesuatu itu seharusnya dijalankan.

2. Faktor Pendorong Kemunculan Global Governance

Sekian banyak diskusi mengenai global governance adalah berdasarkan struktur operasional dunia yang kita tinggali saat ini. Hal ini berkaitan seperti yang dijelaskan oleh Thakur dan Weiss (2015),

(8)

goods and services are freighted across land, air, sea, and cyberspace; and a whole range of other cross-border activities take place in reasonable expectation of safety and security for the people, groups, firms, and governments involved. Disruptions and threats are rare…This immediately raises a puzzle: How is the world governed even in the absence of a world government in order to produce norms, codes of conduct, and regulatory, surveillance, and compliance instruments? How are values allocated quasi-authoritatively for the world, and as accepted as such, without a government to rule the world?

The answer…lies in global governance. It is the sum of laws, norms, policies, and institutions that define, constitute, and mediate relations between citizens, societies, markets, and states in the international system–the wielders and objects of the exercise of international public power” (27).8

Pernyataan diatas menjelaskan bahwa tidak adanya pemerintah atau

government di dunia ini. Namun, arus globalisasi seperti surat yang dikirim lintas Negara, orang-orang bertransportasi dari suatu Negara ke Negara lain, barang dan jasa diangkut melintasi pulau, udara, lautan atau bahkan angkasa, dan lain-lain Hal ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan bagaimana dunia mengatur ini semua dengan tujuan menghasilkan norms, kode dari pelaksanaan, dan regulasi, pengawasan dan lainnya meskipun tidak ada pemerintah dunia? Jawabnnya tergantung pada Global Governance, yang mana merupakan kumpulan dari hukum, norma-nroma, kebijakan-kebijakan, dan institusi yang menetapkan, membuat, dan menjadi mediasi hubungan antara masyarakat, pedagangan dan Negara di dalam sistem internasional, pemegang dan objek dari penghayatan public power.

Budi Winarno (2014) juga menambahkan bahwa gagasan global governance

ni berjalin dengan globalisasi yang memunculkn dua fenomena sekaligus, yaitu: 1. Menguatnya aktor-aktor non-state sebagai pusat kekuasaan baru

dalam interaksi hubungan internasional

2. Munculnya persoalan-persoalan baru yang implikasinya sangat luas, tapi diluar kemampuan Negara untuk mengatasinya.

Menyinggung pertanyaan Thakur dan Weiss (2015) mengenai tidak pemerintah dunia, James N. Rosenau ikut menyatakan bahwa governance tidaklah

(9)

sinonim dengan government. Keduanya merujuk pada perilaku yang terarah (purpose berlandaskan tujuan atau kepentingan bersama, yang bisa saja—namun tidak selalu— bersumber pada tanggung jawab legal formal, dan tidak bergantung pada keharusan adanya kekuasaan/otoritas, baik untuk memastikan pemenuhannya, ataupun untuk menyelesaikan pertentangan yang timbul dalam pelaksanaan yang lebih luas. Dengan demikan, governance merupakan fenomena yang lebih luas dan kompleks dari

government sebab ia melingkupi institusi pemerintah, dan di sisi lain juga melibatkan mekanisme informal/non-pemerintah, yang di dalamnya individu dan organisasi bersama-sama bekerja mencapai tujuannya. Lebih lanjut, Rosenau menyatakan bahwa

governance merupakan seperangkat aturan (a system of rules) yang ditetapkan dengan dan bergantung pada persetujuan bersama yang sifatnya mengikat pihak-pihak yang terlibat dalam pembentukannya. Oleh karena itu, governance dapat berjalan dengan baik, jika ia diterima oleh mayoritas pihak, atau paling tidak, oleh pihak yang lebih kuat (powerful).

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa global governance bukanlah pemerintahan global, bukan satu ketertiban dunia, bukan top-down, hirarki struktur otoritas. Ini adalah kumpulan kegiatan pemerintahan terkait, aturan, dan mekanisme, formal dan informal yang ada di berbagai tingkatan di dunia saat ini. Kita cenderung menyebutnya sebagai "bagian dari pemerintahan global” atau “Pieces of Global Governance”.

3. Pieces of Global Governance

Bagian dari pemerintahan global atau Pieces of Global Governance

(10)

dijelaskan yang termasuk pada bagian dari pemerintahan global menurut Margaret Kans dan Karen Mingst9:

1) Hukum Internasional

Mahkamah Pengadilan Internasional mengakui lima sumber hukum internasional (Perjanjian atau konvensi, praktik adat, tulisan-tulisan sarjana hukum, putusan pengadilan, dan prinsip-prinsip umum hukum), salah satunya adalah Konvensi Wina tentang traktat, konvensi lingkungan seperti untuk ozon, perubahan iklim, perburuan ikan paus, hukum laut, hukum humaniter (Konvensi Jenewa), hukum hak asasi manusia, hukum perdagangan, perjanjian pengawasan senjata, dan hukum kekayaan intelektual.

Kelemahan dari hukum internasional adalah menyatukan seluruh negara dalam satu aturan, dan ini tidak akan berhasil karena setiap negara memiliki kedaulatan masing-masing yand tidak bisa diganggu oleh negara lain.

2) Aturan Internasional (Hukum lunak)

Hukum lunak merupakan konvensi hukum internasional yang ditetapkan tetapi pada dasarnya tidak mengikat kewajiban bagi setiap negara, melainkan norma atau standar perilaku, kadang-kadang disebut sebagai hukum.

3) Organisasi antar Pemerintah (IGOs)

IGO adalah organisasi yang anggotanya tertiri dari setidaknya tiga negara, yakni memiliki kegiatan di beberapa negara, dan anggota yang diselenggarakan bersama oleh perjanjian formal antar pemerintah. IGO diakui sebagai subyek hukum internasional yang berbeda dari negara, berdiri sendiri walaupun terdiri dari negara-negara tersebut.

IGO tidak hanya menciptakan peluang bagi negara-negara anggota mereka, tetapi mereka juga mempunyai pengaruh dan memaksakan kendala pada kebijakan dan proses negara-negara anggota mereka. IGO mempengaruhi negara anggota dengan menetapkannya secara internasional dan, oleh karena itu, hal tersebut menjadi agenda dan memaksa pemerintah untuk menjadikan sebagai masalah nasional. Mereka mendorong pengembangan pengambilan keputusan khusus dan proses pelaksanaan untuk memfasilitasi dan mengkoordinasikan partisipasi IGO. Mereka

(11)

mewujudkan atau memfasilitasi penciptaan prinsip-prinsip, norma, dan aturan

Dimana ada rezim internasional, disitulah negara-negara yang berpartisipasi dan aktor internasional lainnya harus mengakui adanya kewajiban tertentu dan merasa terdorong untuk menghormati mereka. Karena ini adalah "pemerintahan tanpa pemerintah," mereka harus memenuhinya karena mereka menerima legitimasi aturan dan norma yang mendasari, dan validitas dari prosedur pengambilan keputusan.

Mereka mengharapkan negara dan aktor-aktor lain

juga untuk mematuhi dan memanfaatkan prosedur penyelesaian sengketa untuk menyelesaikan konflik.

6) Aturan Ad Hoc

Dalam situasi di mana IGO yang ada tidak menyediakan forum yang cocok untuk berurusan dengan masalah tertentu dan IGO baru tidak diperlukan, negara bagian dan aktor-aktor lain dapat membuat pengaturan ad hoc.

7) Konferensi Global

(12)

8) Pemerintahan Swasta

Pemerintahan swasta merupakan salah satu bagian dari pemerintahan global yang fungsinya adalah untuk menetapkan pedoman untuk pengambilan keputusan pada penyelesaian masalah yang besar.

4. Global Governance dalam Tata Kelola Lingkungan Global

Munculnya konsepsi global governance dalam diskursus hubungan internasional merupakan repsons terhadap semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi umat manusi serta menguatnya aktor-aktor baru (non-state) yang mampu menawakan peran yang lebih beragam. Terkait persoalan dan ancaman yang menghadapi umat manusia dalam dunia internasional, aspek lngkungan hidup termasuk bagian yang menjadi kepedulian global governance.

Bagi penganut Green Theory seperti Eckersley, ia mengatakan mengenai tata kelola lingkungan sebagai berikut, “environmental governance should be about protecting not only the health and wellbeing of existing human communities and future generations but also the larger web of life, made up of nested ecological communities at multiple levels of aggregation (such as gene pools populations, species, ecosystems,” (Eckersley 2007, p. 251).

Ia menyatakan tata kelola lingkungan tidak hanya melindungi kesehatan dan kesejahteraan dari masyarakat dan generasi masa depan, tapi juga kehidupan makhluk hidup yang lebih luas, yang terdiri dari jaringan komunitas ekologi pada kesatuan banyakya tingkat (seperti kelompook populasi genus, spesies, dan ekosistem.

Dengan demikian, isu-isu lingkungan hidup ini menjadi salah satu agenda dan fokus Hubungan Internasional semenjak akhir abad ke 20. Pada dekade-dekade terakhir abad ini masalah lingkungan hidup meningkat secara segnifikan. Contohnya adalah area hutan hujan tropis yang makin menipis hingga 50 persennya sejak 1950an hingga menyebabkan 10 dari ribuan spesies diperkirakan punah. Masalah-masalah utama lainnya adalah dari polusi atmosfer yaitu hujan asam, menipisnya lapisan ozon, dan perubahan iklim.

Menurut Greene, ada beberapa hal yan menjadi alasan mengapa isu lingkungan ni menjadi salah satu fokus penting dalam Hubungan Internasional. Yang

(13)

beberapa masalah lingkungan berhubungan dengan eksploitasi sumber daya yang dimiliki bersama. Misal jika pembuangan limbah dilakukan di laut perbatasan dua negara tentu dampaknya juga akan mengenai kedua negara tersebut. Yang ketiga, banyak masalah lingkungan yang sifatnya transnasional dan tak terikat oleh batas wilayah. Yang keempat, meskipun permasalahnnya hanya tingkat lokal, namun dialami lintas negara. Yang kelima, permasalah lingkungan berkaitan juga dengan ekonomi-sosial maupun politik.

Isu lingkungan hiduo mulai muncul ke permukaan dan diperdepatkan setidaknya disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut:

1. Dengan berakhirnya rivalitas ideology maupun militer antar kedua superpower (AS dan Uni Soviet), maka terdpat kesempatan untuk membahas isu-isu lain yang kemudian menjadi perdebatan di kalangan Negara-negara Barat.

2. Terdapatnya kesadaran public dan media terhadap perubahan lingkungan global karena terdapat gejala-gejala yang mengindikasikan terjadinya degradasi lingkungan global, seperti musim panas yang berkepanjangan di Amerika Utara pada tahun 1988.

3. Scientific Communities mulai membeberkan hasil-hasil penelitian mereka dan memberikan informasi terkait dengan kondisi lingkungan penelitian mereka dan memberikan informasi terkait dengan kondisi lingkungan kepada para pembuat kebijakan. Sebagai contoh, scientific communities memberikan informasi tentag terdapatnya lubang pada lapisan ozon Antartika pada pertengahan tahun 1980 dan menjelaskan perihal kerusakan lingkungan ini, dan bagaimana mengatasinya.

Dalam perkembangannya, kepedulian terhadap isu lingkungan hidup semakin meningkat dan meluas, dan kemudian menjadi isu global yang perlu diperhatikan oleh

global governance dengan alasan berikut ini :10

1. Beberapa masalah lingkungan hidup secara inheren bersifat global. CFC (chlorofluorocarbons) yang terlepas ke dalam atmosfer menyumbangkan masalah penipisan ozon stratospheric secara global

(14)

dimanapun CFCs dipancarkan, seperti halnya dengan emisi carbon dioxide menyumbang terhadap perubahan iklim.

2. Beberapa masalah dikaitkan dengan eksploitasi the global commons,

yaitu: sumber-sumber yang menjadi milik bersama dari seluruh anggota masyarakat internasional, seperti samudera/ocean, atmosfer, dasar laut, dan ruang angkasa. Banyak yang berpendapat bahwa sumber-sumber genetic dunia merupakan sebuah sumber global yang harus dipelihara dan dipertahankan untuk kepentingan bersama.

3. Banyak masalah lingkungan hidup yang secara intinstik internasional, dalam arti melewati batas-batas Negara, bahkan sekalipun masalah-masalah tersebut seluruhnya tidak bersifat global. Misalnya, emisi

sulphur dioxide yang berasal dari suatu Negara kan dibawa oleh angin dan mengandung hujan asam bisa menyebar ke beberapa Negara tetangga mengikuti arah angin. Limbah yang dibuang ked lam laut, baik tertutup dan semi tertuutp memengaruhi Negara-negara yang mempunyai pantai berpasir. Masalah-masalah kawasan dan transnsional seperti itu ada di banyak bagian dunia, dan memberikan tantangan teknik dan politik terhadap global governance untuk menanggulanginya.

(15)

Bentuk global governance mengenai isu lingkungan hidup sebenarnya sudah ada sejak jaman dahulu. Pada awalnya, fokus isu lingkungan hidup ini telah ada semenjak tahun 1900an dalam konteks kesepakatan saja. Misalnya adalah IMO yang dibentuk tahun 1948 yang memfasilitasi perkapalan internasional, navigasi, dan mempromosikan keselamatan dalam berlayar. Kemudian mulai tahun 1970an dibentuklah konferensi tingkat internasional yakni Stockholm Conference yang dibentuk oleh UNCHE. Diadakannya konferensi ini sebagai respon atas munculnya permasalahan polusi dan isu lingkungan lainnya. Konferensi ini juga merupakan awal isu lingkungan yang menjadi terlembaga yang mana telah terdapat prinsip-prinsip dan pentingnya peran negara dalam merespon permasalah lingkungan ini. Di pertengahan tahun 1970an-1980an diadakanlah berbagai konferensi yang telah mengmbangkan berbagai prisip dan konsep. Di tahun-tahun itu jugalah gerakan hijau (green party), NGOs, dan organisasi internasional mulai muncul dan menjadi aktor dalam hubungan internasional.

(16)

Hubungan Internasional yang lain dan konferensi maupun perjanjian yang diadakan. Karena dalam menghadapi permasalahan yang krusial ini tentu dibutuhkan banyak pihak seperti di kalimat sebelumnya, yaitu peran aktor-aktor non state.

Selain berhubungan dengan peran negara, isu lingkungan hidup ini juga berhungan dengan knowledge, power, dan interest. Knowledge dan scientific ini sangat berguna dalam membantu mengatur agenda, mempengaruhi pola pengaruh dan power, dan membentuk dugaan berdasarkan ada prioritas dan interest. Selain itu, komunitas dari ilmuan dan para ahli juga bisa memberikan pengaruh substansial lain seperti menganalisa dan memantau jika ada permasalahan lingkungan.

Salah satu studi kasus tentang peran Global Governance pada isu lingkungan adalah dengan adanya peran Greenpeace. Dalam menanggulangi masalah pencemaran air dan udara di China, Greenpeace melakukan serangkain kegiatan. Greenpeace melakukan berbagai kegiatan yakni, melakukan kampanye terhadapa masalah pencemaran udara dan air, advokasi; bersama masyarakat menekan kebijakan pemerintah China dalam hal lingkungan. Melakukan monitoring, penelitian, dan evaluasi ialah Greenpeace mengawasi kebijakan lingkungan da aktivitas perusahaan atau institusi dalam menjaga lingkungan dan pencemaran yang terjadi. Memberikan fasilitas komunikasi yakni Greenpeace sangat berperan besar dalam membentuk pola komunikasi yang terarah dan baik antara masyarakat maupun institusi perusahaan yang sering kali mengalami konflik lingkungan. Greenpeace dapat dikatakan telah mampu menangani permasalahan pencemaran air dan udara di China, karena berbagai tindakan Greenpeace telah menghasilkan berbagai tindakan yang mengarah pada perbaikan mutu lingkungan hidup di China, terkait pencemaran udara dan air.

Kemudian, analisis terhadap hasil pencapaian Greenpeace di China menjelaskan tentang adanya keuntungan atau dampak positif yang di 1673 Peran Greenpeace Dalam Penanganan Kerusakan Lingkungan (Dori & Tri Joko) dapat oleh Greenpeace dalam menangani permasalahan lingkungan di China. China sebagai negara yang tertutup dan sangat ketat terhadap bentuk intervensi yang dilakukan pihak asing untuk ikut serta dalam menangani permasalahan dalam negerinya, menjadikan sulitanya pihak asing untuk masuk dan ikut serta dalam menyelsaikan permasalahan tersebut.

(17)

pemahaman atas perspektif pluralism yang menyatakan hubungan internasional tidak hanya terbatas pada hubungan antar negara saja, tetapi juga merupakan hubungan antar individu dan kelompok kepentingan dimana negara tidak selalu sebagai aktor utama dan aktor tunggal. Dalam kacamata pluralism, aktor lain bias masuk dalam suatu negara apabila negara tersebut tidak mampu bertindak secara rasional dalam menyelsaikan permasalahan dalam negerinya, China dalam hal ini dipandang tidak mampu menyelsaikan permasalahan lingkungan yang terjadi.

Melihat hal tersebut, Greenpeace telah dapat menunjukkan eksistensi sebagai NGO lingkungan hidup yang memiliki Bargaining Power, dengan adanya hal tersebut, memudahkan Greenpeace untuk menangani permasalahan lingkungan hidup khusunya di kawasan negara-negara di Asia. Kemudian prestasi Greenpeace atas pencapainnya tersebut juga dapat dijadikan sebagai pencitraan untuk Greenpeace sebagai salah satu Organisasi Lingkungan hidup dalam skala internasional.

5. Rezim Lingkungan

Stephen Krasner (1977) berpendapat bahwa definisi rezim internasional adalah seperangkat prinsip, norma, aturan, dan prosedur pengambilan keputusan dimana harapan aktor bertemu dalam suatu wadah.11 Walaupun tidak disadari, rezim berlaku

pada setiap aspek kecil dalam hidup manusia, kancing baju contohnya (Purnomo, 2014). Mulai dari aspek terkecil hingga aspek yang mempengaruhi hidup manusia secara keseluruhan. Lingkungan, merupakan topik yang sedang “naik daun” dalam dunia rezim internasional. Walaupun pada awalnya tidak dianggap penting oleh ranah hubungan internasional (hi), akhir tahun 1990-an merupakan awal keterbukaan ranah hi terhadap perspektif alternatif. Penulis akan membahas rezim lingkungan dengan membawa studi kasus Protokol Kyoto menggunakan review jurnal dari Sabenius James (1991), Carsten Helm & Sprinz Detlef (2000).

Rezim lingkungan dapat didefinisikan sebagai sebuah rezim yang mengatur dan membas tentang lingkungan pada lingkup internasional. Secara garis besar, rezim lingkungan muncul dikarena perubahan alam yang signifikan dan menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya. Negara merasa membutuhkan suatu rezim lingkungan untuk mengatasi isu tersebut. Dalam perkembangannya terdapat beberapa rezim

(18)

lingkungan yaitu UNCLOS, Protokol Montreal, Protokol Helsinki, Protokol Sofia dan yang paling sering dibahas adalah Protokol Kyoto (Sabenius, 1991)12

Perbedaan rezim lingkungan dan rezim internasional lainnya adalah proses terbentuknya rezim lingkungan didorong oleh kesadaran negara yang terlibat.

Spontaneous order lebih mendominasi di mana respon terhadap isu lingkungan yang sedang terjadi, adalah yang melatarbelakangi munculnya rezim lingkungan. Terdapat beberapa hambatan yang dihadapi oleh rezim lingkungan, yaitu aspek teknis dan ideologis-politis. Aspek teknis menyangkut sulitnya pencapaian solusi dikarenakan hasil yang tidak konkrit. Contohnya adalah pengurangan emisi yang dicanangkan oleh Protokol Kyoto, pengurangan kerusakan akibat pengurangan emisi tidak dapat dilihat langsung hasilnya. Sedangkan aspek ideologis-politis, banyak negara yang menolak rezim dikarenakan kepentingan yang berbenturan (Sebenius, 1991).13 Permasalahan

lingkungan muncul akibat tindakan manusia, secara rasional akan adil jika manusia berkontribusi untuk mengembalikan keseimbangan lingkungan.

Permasalahan lingkungan ini selain perlu adanya dukungan dari negara-negara tentu perlu juga dikembangkannya rezim yang membantunya. Dalam pengembangan rezim ini ada beberapa tahapan yang harus dilalui. Yang pertama adalah membentuk tahapan agenda. Pada tahapan ini, permasalahan lingkungan telah dideteksi dan sudah menjadi agenda bagi politik internasional yang mana perlu adanya negosiasi dan pengambilan keputusan. Yang kedua, tahapan negosiasi dan pengambilan keputusan. Pada tahapan ini proses politik dibawa pada isu yang menjadi daftar teratas dari agenda. Kemudian keputusan internasional akan membuat kebijakan dan peraturan untuk menyelesaikan atau menangani isu tersebut. Yang ketiga adalah tahapan implementasi. Pada tahapan ini, semua aktifitas terlibat dalam implementasi keputusan dan kebijakan sebagai respon dari permasalahan atau isu. Rezim ini akan bertahan bila aktor di dalamnya dapat berkomitmen dan dan berpartisipasi. Yang

keempat, rezim perlu adanya perkembangan lebih lanjut untuk meningkatkan keefektifannya. Bisa dengan terlembaganya rezim, memahami permasalahan dengan baik, atau dengan kesempatan baru dalam politik atau ekonomi.

12 Sebenius, James. 1991. “Designing negotiations toward a new regime: the case of global

warming”. International Security, vol. 15, no. 4, pp. 110-148.

(19)

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dengan menguatnya globalisasi dan melemahnya peran Negara, maka berbagai persoalan atau masalah terlebih melibatkan lebih dari satu aktor, Negara maupun non-negara harus diselesaikan melalui sebuah kerja sama antaraktor. Ketidakmampuan Negara dalam mengambil keputusan untuk menyelesaikan masalah yang melibatkan kepentingan berbagai pihak itu menimbulkan sebuah krisis otoritas tentang siapakah yang kemudian berhak mengatur dan mengambil keputusan tentang suatu masalah. Hal ini mendorong perlunya sebuah tata kelola yang bersifat global atau sering disebut dengan Global Governance.

Global Governance merupakan kumpulan kegiatan pemerintahan terkait, aturan, dan mekanisme, formal dan informal yang ada di berbagai tingkatan di dunia saat ini. Contoh yang berkaitan dengan isu lingkungan adalah UNEP, UNFCCC, GreenPeace, Green Party, dan lain-lain.

Rezim lingkungan sebagai salah satu bagian dari Global Governnce

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Kans, Margaret & Karen Mingst, 2004. International Organizations: The Politics and Processes of Global Governance.

Lee & McBride (eds.) 2007. Neo-Liberalism, State Power and Global Governance. AA Dordcrecht: Springer.

Rosenau, J., 1992. Governance, Order and Change in World Politics, New York: Cambridge University

Thakur, R. & Weiss, T.G. (2015) Chapter 2, Framing Global Governance, Five Gaps, in Steger, M., The Global Studies Reader, New York, New York: Oxford University Press.

Winarno, Budi, 2008. Globalisasi: Peluang atau Ancaman Bagi Indonesia, Jakarta: Erlangga.

Winarno, Budi. 2014. Dinamika Isu-Isu Global Kontemporer. Yogyakarta: CAPS.

Jurnal

(21)

Online

http://www.greenpeace.org/international/about/our-mission, diakses pada tanggal 14 Maret 2017 “Action at Coal Power Plant in Beijing”

World Health Organization (WHO) (2015). Global Governance. Maret 2017. Available Online: http://www.who.int/trade/glossary/story038/en/

Referensi

Dokumen terkait

Publikasi Profil Kecamatan Palu Selatan 2014 merupakan terbitan yang memuat berbagai informasi tentang kondisi geografis, pemerintah kependudukan, social budaya,

Islam mengajarkan norma+norma dasar yang universal bahwa tiap orang adalah bagian dari yang lain, karena itu manusia tidak bisa melepaskan diri dari yang lainnya, hidup

Penetapan Kadar Vitamin C dalam Sampel Buah melon dicuci bersih, diambil daging buah (dipisahkan dari kulit buah), dihaluskan dengan menggunakan blender, ditimbang daging buah

Kemudian korwil akan meng- update keterangan ke bengkel (korwil tidak setuju dengan permintaan ganti) dan akan membuat case pada kabas yaitu case kabas banding, selain itu pada

Secara mikrobiologi, pangan jajanan yang tidak higienis, dapat mengandung bakteri patogen jenis Staphylococcus aureus dan Salmonella sp (Mirawati et al ., 2014).. Penyakit

Kebijakan Sebagai acuan untuk pemasangan Implan Referensi Buku panduan praktis pelayanan kontrasepsi 2011 Prosedur ALAT: 1) Meja periksa untuk berbaring klien 2) Alat penyangga lengan

Ada 3 (tiga) corak dan trend pemikiran Kalam dan fikih atau juga biasa disebut pemikiran Islam kontemporer yang tersebar luas di komunitas Muslim di manapun