• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Terorisme dan PDB Negara Asal Tu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tingkat Terorisme dan PDB Negara Asal Tu"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Terorisme jelas merusak industri pariwisata di sebuah negara. Aksi teror secara langsung mempengaruhi keputusan wisatawan untuk jadi atau tidaknya melakukan perjalanan. (DePuma, 2015). Wisatawan sangat mungkin untuk mengalihkan destinasi wisatanya ke negara lain jika merasa terancam atau merasa tidak aman di negara tujuan wisata itu. Jumlah wisatawan yang datang semakin sedikit adalah hasil dari aksi serangan terorisme dan mengakibatkan kerugian dari segi pendapatan sektor pariwisata. Kerugian pendapatan ini akan mengakibatkan dampak yang jauh lebih besar, dikarenakan pariwisata adalah sektor ekonomi yang menunjang presentase pendapatan negara yang besar.

Berdasarkan data Global Terrorism Database (GTD), jumlah terorisme di Indonesia dari tahun 1977-2013 adalah 686 aksi. Tercatat bahwa aksi bom Bali pada tahun 2002 adalah aksi yang menyebabkan korban jiwa terbanyak sepanjang sejarah Indonesia dan mendapatkan perhatian dari dunia Internasional karena potensi wisata Bali yang mendunia. Korban jiwa pada Bom Bali 2002 diperkirakan mencapai hingga 202 orang meninggal dunia dan 300 orang mengalami luka-luka. Salah satu alasan mengapa kasus ini mendapat perhatian lebih dari dunia Internasional karena ada keterlibatan organisasi terorisme Al-Qa’ida. Pada tahun 2005, juga terjadi aksi terorisme kedua di Kuta dan Jimbaran, Bali yang menewaskan sekitar 25 orang dan 50 orang luka-luka. Namun dampak terorisme selain membuat banyak jatuh korban, juga memberikan beban biaya ekonomi baik langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, kerugian akibat serangan terorisme bisa ditinjau dari jumlah korban nyawa dan kerugian material. Secara tidak langsung, aksi teror dapat mempengaruhi tingkat konsumsi, investasi, dan pertumbuhan (Saxton, 2002).

Sedangkan pariwisata adalah pion pertama yang akan menerima dampak secara langsung dari serangan terorisme yang terjadi (Saxton, 2002). Sudah banyak penelitian yang menganalisa dampak dari terorisme terhadap konsekuensi ekonomi, seperti Produk Domestik Bruto dan Foreign Direct Investment (FDI) serta dampaknya terhadap pariwisata baik secara kualitatif ataupun kuantitatif. Perbandingan kekuatan hubungan antara terorisme dan pariwisata Indonesia memang sudah dibahas dari dalam negeri sendiri, namun didominasi dari perspektif keamanan-ketahanan negara, dan bagaimana seharusnya pemerintah bersikap menangani dampak terorisme yang telah terjadi dengan kuratif ataupun pengelolaan keamanan dari awal sebagai tindakan preventif.

(2)

2 Oleh karena itu, penelitian kali ini bertujuan untuk menganalisa kekuatan hubungan antara tingkat keparahan terorisme dilihat dari banyaknya korban jiwa yang jatuh (fatalities) dan Produk Domestik Bruto negara asal wisatawan asing dengan tingkat kedatangan wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia. Dalam penelitian ini, penulis akan memaparkan tiga model utama statistik kuantitatif untuk mendapatkan besaran kekuatan hubungan antara Produk Domestk Bruto region Asia Pasifik, Amerika, Eropa, dan total ketiganya dengan tingkat kedatangan wisatawan dari ketiga region itu secara parsial dan keseluruhan.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan pada penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah hubungan antara tingkat keparahan terorisme dan Produk Domestik Bruto total negara asal turis dengan tingkat kedatangan wisatawan mancanegara ke Indonesia?

2. Bagaimanakah hubungan tingkat keparahan terorisme dan Produk Domestik Bruto negara asal berdasarkan region dengan tingkat kedatangan wisatawan mancanegara regional ke Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui hubungan antara tingkat keparahan terorisme dan Produk Domestik Bruto total negara asal turis dengan tingkat kedatangan wisatawan mancanegara ke Indonesia?

2. Mengetahui hubungan antara tingkat keparahan terorisme dan Produk Domestik Bruto negara asal berdasarkan region dengan tingkat kedatangan wisatawan mancanegara regional ke Indonesia secara parsial.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pihak-pihak berkepentingan, yaitu:

1. Bagi Akademisi

Penelitian ini mampu menjadi awal untuk riset-riset mengenai dampak terorisme dan implikasinya terhadap negara Indonesia juga dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk pembejaran akademik.

2. Bagi Praktisi Kepariwisataan

(3)

3

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika skripsi disusun dengan tujuan agar pokok-pokok masalah dapat dibahas secara menyeluruh dan terarah. Adapun sistematika skripsi ini adalah:

Bab I : Pendahuluan, membahas tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian dan Sistematika Penulisan. Bab II : Landasan Teori, membahas tentang landasan teori mengenai tinjauan Tinjauan Pariwisata, Peran Pariwisata, Hubungan Tingkat Kedatangan Wisman dengan Devisa, Hubungan antara Pendapatan Negara Asal Turis dengan Permintaan Pariwisata, Tinjauan Terorisme, serta penelitian-penelitian terdahulu.

Bab III : Metodologi Penelitian, berisi tentang Jenis Penelitian, Variabel Penelitian, Populasi dan Sampel Penelitian, Definisi Variabel, Teknik Pengumpulan Data dan Keterbatasan, Statistik Non Parametrik, Uji Korelasi Spearman, serta Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi.

Bab IV : Tinjauan mengenai gambaran umum objek penelitian, yakni penjabaran masing-masing data yang akan dicari hubungannya

Bab V : Hasil Penelitian dan Pembahasan, berisi tentang hasil pengolahan dan analisa data yang dikumpulkan dari variabel-variabel beserta interpretasi hasil penelitian.

Bab VI :

(4)
(5)

5

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

1.6 Tinjauan Pariwisata

Pariwisata adalah perpindahan sementara yang dilakukan manusia dengan tujuan keluar dari pekerjaan-pekerjaan rutin, keluar dari tempat kediamannya. Aktivitas dilakukan selama mereka tinggal di tempat yang dituju dan fasilitas dibuat untuk memenuhi kebutuhan mereka (Marpaung, 2002)

Secara etimologis, pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta; yaitu Pari yang berarti banyak, berkali-kali, berulang kali, berputar-putar, atau lengkap dan Wisata yang berarti perjalanan, dalam hal ini dapat disamakanartinya dengan katatraveldalam bahasa Inggris. Berdasarkan itu, kata pariwisata seharusnya didefinisikan sebagai perjalan yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar, dari suatu tempat ke tempat lain. (A. Yoeti, hal 46, 2010).

Prof. W. Hunzieker dan K. Kraft mengartikan pariwisata sebagai keseluruhan gejala-gejala yang ditimbulkan oleh perjalanan dan pendiaman orang-orang asing serta penyediaan tempat tinggal untuk sementara waktu, asalkan pendiaman itu tidak menetap dan tidak untuk tujuan mencari nafkah dari akifitas yang bersifat sementara itu. Batasan ini menekankan bahwa orang yang melakukan perjalanan wisata itu tidak dibenarkan menetap di kota atau negara yang dikunjunginya. (A Yoeti, 2010)

Middleton dalam Yoeti (2010) membagi daya tarik wisata menjadi 4 bagian besar, yaitu:

a) Natural Attractions

Adalah daya tarik wisata yang bersifat alamiah dan terdapat secara bebas yang dapat dilihat dan disaksikan setiap waktu. Ada beberapa yang sudah dipelihara atau dikembangkan seperti Taman Nasional. Contoh – contoh atraksi alam yang dikunjungi adalah:

• Grand Canyon, Yellowstone Park (Amerika Serikat) • Ujung Kulon dan Pulau Pucang (Banten, Indonesia) • Pulau Komodo (Kepulauan Nusa Tenggara, Indonesia)

b) Build Attractions

(6)

6

• Menara Eiffel (Paris, Perancis) • Opera Building(Sydney, Australia) • Monumen Nasional (Jakarta, Indonesia)

c) Cultural Attractions

Dalam kelompok atraksi ini, adalah hasil peninggalan sejarah yang berbentuk fisik seperti:

• Candi Borobudur (Yogyakarta, Indonesia) • The Forbidden City (Beijing, Cina) • Piramida (Mesir)

d) Traditional Attractions

Yaitu tatacara hidup suatu etnis masyarakat, adat istiadat, festival kesenian, atau folklore sebuah bangsa, contoh-contohnya adalah:

• Festival Dia De Muertos (Mexico) • Ngaben (Bali, Indonesia)

• Reog Ponorogo (Jawa Timur, Indonesia)

e) Sport Events

Yaitu aktifitas yang berkaitan dengan dunia olahraga, baik yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan olah raga tersebut, maupun hanya datang menyaksikan pertandingan yang berlangsung, contohnya:

• Tour de France (Sepeda: Perancis) • Wimbledon (Tenis)

• Balap Motor Grand Prix

f) Attractive Spontanee

Apa yang dapat dilihat, dinikmati, dan disaksikan di daerah tujuan wisata (DTW) disebut dengan Attractive Spontanee (Prof Maroti dalam A. Yoeti 2010), yaitu segala sesuatu yang terdapat di DTW yang merupakan daya tarik wisata sebagai alasan mengapa wisatawan tertarik datang berkunjung ke DTW tersebut. Menurutnya, hal ini disebut Natural Amenities, antara lain yang termasuk kelompok ini adalah:

• Natural Amenities

Segala sesuatu yang tersedia di alam bebas seperti iklim, konfigurasi lahan-lanskap, dan fauna serta flora yang berada di wilayah itu.

• Man-Made Supply

Yang dijadikan daya tarik wisata di sini adalah hasil ciptaan manusia, baik yang sudah lama (kuno) atau yang modern. Beberapa contoh yang masuk dalam kelompok ini adalah bagunan bersejarah dan adat istiadat yang ada di wilayah itu.

(7)

7

sedangkan orang yang melakukannya disebut dengan traveler. Perjalanan yang dilakukan itu dapat dimotivasi oleh berbagai tujuan, sehingga terjadi keragaman tujuan. Di antaranya ada yang kembali ke lingkungan keseharian tempat tinggal asalnya dan ada pula yang menetap di tempat tujuan perjalanannya itu.

Dalam perkembangan selanjutnya, proses perjalanan seseorang yang keluar dari lingkungan kesehariannya dalam jangka waktu tertentu dan kemudian kembali ke lingkungan semula, dijadikan World Trade Organization sebagai konsep kepariwisataan yang dirumuskan sebagai berikut:

Kepariwisataan berkenaan dengan kegiatan orang yang melakukan perjalanan (keluar dari lingkungan keseharian tempat tinggalnya), menuju dan berada di tempat tujuan, di luar lingkungan biasanya, selama periode waktu tertentu (tidak lebih dari satu tahun) untuk menggunakan waktu luang (leisure time), bisnis, dan bersenang-senang. Sejalan dengan konsep yang diberikan oleh WTO, Leiper (A.Yoeti, hal.58, 2010) memberikan batasan pariwisata sebagai berikut:

a) Wisatawan (Tourist)

Adalah orang yang melakukan perjalanan pariwisata, tidak lain adalah manusia.

b) Negara asal wisatawan (GeneratingRegion)

Adalah negara di mana wisatawan berdomisili (warga negara tetap atau sementara).

c) Negara Transit (TransitRegion)

Adalah negara atau wilayah yang dijadikan sebagai tempat transit sebelum sampai atau kembali ke negara tujuan seperti yang sudah direncanakan. d) Daerah Tujuan (TouristDestinationArea)

Yaitu daerah tujuan wisata yang merupakan negara aratu kota tujuan yang semula direncanakan.

e) Industri Pariwisata

Yaitu perusahaan yang menyediakan kebutuhan (needs), keinginan (wants), dan pelayanan (services) kepada wisatawan yang datang berkunjung.

(8)

8

Tabel 2.1.1 Hubungan antara Waktu Luang dengan Pariwisata

LEISURE TIME WORK TIME

The time available to an individual, when work, sleep, and other basic needs have been met

The time used for every day working in a week

RECREATION

Activities undertaken during the Leisure Time

Home Based

Recreation Daily Leisure Day Trips TOURISM

- Reading Visiting: Activities undertaken

outside home, but - TV Watching - Restaurants

- Hobbies - Theatres

- Gardening - Sports - Specializing - Socializing

Geographical Range

HOME LOCAL REGIONAL NATIONAL &

INTERN

Sumber: Oka A. Yoeti, Dasar-Dasar Pengertian Hospitaliti dan Pariwisata, 2010

1.7 Peran Pariwisata

Berdasarkan publikasi yang dilakukan oleh International Labour Organization

(9)

9

rendah, tetapi secara total, belanja wisatawan nusantara di Indonesia terbukti lebih besar dari nilai total belanja wisatawan internasional atau mancanegara, yang memang lazim untuk negara-negara besar. Bila pariwisata domestik digabungkan dengan angka-angka kedatangan internasional, maka Indonesia masuk dalam daftar teratas sepuluh negara yang paling banyak dikunjungi di dunia (Eijgelaar, dalam laporan ILO hal. 21, 2011). Total pembelanjaan wisatawan internasional mencapai Rp 80,46 triliun (kurang lebih USD 8,59 milyar) dan menduduki tempat keempat dalam pendapatan devisa sesudah migas, minyak kelapa dan karet olahan. Sebagai perbandingan, pembelanjaan wisatawan nusantara mencapai Rp 119,17 triliun (USD 12,72 milyar).

Mengacu pada angka kedatangan wisatawan mancanegara (wisman) dan perjalanan wisatawawan nusantara (wisnus), tingkat pertumbuhan pariwisata Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan secara nasional. Pada tahun 2009, jumlah kedatangan wisatawan mancanegara mencapai 6,45 juta orang dan perjalanan wisatawan nusantara mencapai 229.950 perjalanan. Pertumbuhan ini memberi dampak ekonomi yang dapat diukur. Dari pihak Indonesia sendiri, pengukuran ini berdasarkan metode Tourism Satelite Account (TSA) yang dipublikasikan dalam Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas). Sedangkan, dari organisasi pariwisata internasional

World Travel and Tourism Council (WTTC) menerbitkan laporan tahunannya mengukur dampak ekonomi yang dihasilkan oleh perjalanan dan pariwisata Indonesia pada tahun 2016 dengan metode yang sama namun cakupan data dan analisisnya disetujui oleh Divisi Statistik Persatuan Bangsa-Bangsa (UN Statistics Division).

(10)

10

Tabel 2.2. Dampak Ekonomi Makro Berdasarkan NESPARNAS 2011-2014

TAHUN

TERHADAP OUTPUT TERHADAP PDB TERHADAP TENAGA KERJA TERHADAP PAJAK TAK LANGSUNG

PARIWISATA NASIONAL SHARE

(%) PARIWISATA NASIONAL

SHARE

(%) PARIWISATA NASIONAL

SHARE

(%) PARIWISATA NASIONAL

SHARE (%)

2010 565.15 11956.62 4.73 261.06 6422.92 4.06 7.44 108.21 6.87 9.35 225.1 4.16

2011 648.49 14934.02 4.34 296.97 7427.09 4 8.53 109.95 7.75 10.72 278.28 3.85

2012 709.18 16595.58 4.27 326.24 8241.86 3.96 9.35 110.81 8.46 11.77 308.29 3.82

2013 790.01 18280.75 4.32 365.02 9083.97 4.02 9.61 112.76 8.52 13.26 337.63 3.93

Sumber: Nesparnas 2011-2014

Sedangkan dalam laporan yang dipaparkan World Travel and Tourism Council, kegiatan pariwisata Indonesia berkontribusi langsung terhadap PDB sebesar 3,3% (Rp 379.452 milyar) pada tahun 2015 dan diramalkan akan naik 5,3% (Rp 400.258 milyar) pada tahun 2016. Kontribusi terhadap tenaga kerja di tahun 2015 adalah 2,6% dan diramalkan akan naik 2,6% pada tahun 2016. Dan kontribusi pertumbuhan pariwisata terhadap investasi adalah sebesar 5,0% di tahun 2015, diramalkan akan naik 7,0% pada tahun 2016.

1.8 Hubungan Tingkat Kedatangan Wisman dengan Devisa

Devisa menurut Wikipedia adalah semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional yang dapat diterima dan diakui. Devisa terdiri atas valuta asing dan dapat diterima oleh hampir semua negara di dunia. Permintaan terhadap valuta asing sangat dipengaruhi oleh kebutuhan para pelaku ekonomi terhadap valuta asing guna menunjang transaksi ekonomi internasional. Logikanya, dengan makin banyaknya wisatawan asing yang datang ke Indonesia, mereka akan menambah devisa Indonesia secara otomatis karena adanya penukaran nilai mata uang negaranya dengan mata uang rupiah. Menurut Spilane dalam Huda (2008), kunjungan wisatawan secara lansung dapat mendatagnkan sekaligus meningkatkan jumlah pendapatan.

(11)

11

diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang bebas pada tahun 1998, devisa pariwisata Indonesia mencapai USD 4,3 miliar, meningkat menjadi USD 4,4 miliar di tahun selanjutnya (naik sekitar 2,3%). Pada tahun 2001 devisa pariwisata meningkat sekitar 6,1% dibandingkan tahun 2000 yang adalah USD 5,3 miliar dan di tahun 2002, devisa pariwisata meningkat menjadi USD 5,7 miliar (naik sekitar 7,7% dari tahun sebelumnya).

Grafik 2.3. Perkembangan Devisa Pariwisata dan Rata-Rata Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dolar Periode 1998-2010

Sumber: Nazir, Perpustakaan Kemenkeu, 2014

(12)

12

dalam penghasilan devisa non migas. (Publikasi ILO, hal.21, 2011)

1.9 Hubungan antara Pendapatan Negara Asal Turis dengan Permintaan Pariwisata

Braake (2004) meneliti permintaan pariwisata Amerika Serikat terhadap 85 negara selama 6 tahun periode dari tahun 1984-1999 menggunakan model fixed effects

dalam set pool data. Model fixed effects ini menggunakan variabel-variabel dari data set panel untuk mengukur faktor yang tetap (konstan) selama periode tersebut. Tingkat kedatangan turis adalah variable terikat dalam model itu, sedangkan variabel bebasnya adalah Price Competitive Index, pendapatan per kapita negara asal turis, dan variabel instabilitas politik. Variabel harga kompetitif merujuk pada harga relatif yang ditemukan antara negara tujuan wisata dan negara asal turis. Dalam modelnya, negara asal turis adalah Amerika Serikat dan harga relatif yang ada di sana. Rumus sederhana untuk paritas daya beli adalah P=eP*, di mana P adalah harga yang ada di negara tujuan wisata, P* adalah harga yang berlaku di Amerika Serikat, dan e adalah exchange rate

(nilai pertukaran) antar kedua negara. Dengan menggunakan rumus ini dan dikalikan dengan 100, Braake menemukan bahwa harga yang kompetitif sangat menentukan keputusan untuk melakukan perjalanan bagi turis asal Amerika Serikat. Mazhab PPP berasal dari Amerika Serikat dan digunakan sebagai standarisasi relativitas harga di dunia. Nilai PPP Amerika Serikat adalah 1. Negara dengan tingkat PPP lebih kecil daripada 1, harga yang berlaku di negara tersebut relatif lebih mahal dengan harga berlaku yang ada di Amerika Serikat. Sedangkan negara dengan nilai PPP lebih 1, harga yang berlaku di negara tersebut relatif lebih murah dibandingkan yang berlaku di Amerika Serikat.

(13)

13

1.10 Tinjauan Terorisme Definisi Terorisme

Alex Schmid menuliskan pengertian terorisme adalah metode atau cara yang dilakukan untuk menciptakan ketakutan/rasa tidak aman oleh satu orang atau kelompok secara diam-diam dengan melakukan aksi kekerasan berkali-kali, baik untuk tujuan idiosinkratik, kriminal, ataupun politik, sedangkan—berbeda dengan pembunuhan yang dilakukannya, orang-orang yang menjadi korban secara langsung bukanlah target utamanya.

U.S Federal Bureau of Investigation (dalam A. Pedahzur et al., 2007)) menyatakan bahwa terorisme adalah tindakan melanggar hukum dengan menggunakan kekerasan untuk melawan sekelompok orang atau kepemilikan orang lain dalam tujuannya untuk mengintimidasi atau melakukan koersi kepada pemerintahan, masyarakat sipil, atau lainnya, sebagai kelanjutan target mereka dalam bidang politik dan sosial.

Memorial Institute for The Prevention of Terrorism (dalam Thompson, 2008) menggolongkan kelompok teroris sebagai kelompok swatantra atau revolusioner atau gerakan anti pemerintahan yang menggunakan kekerasan atau mengancam untuk mendapatkan tujuan politik.

Enders dalam Thompson (2008) mengemukakan pendapatnya mengenai terorisme. Menurutnya terorisme adalah tindakan mengancam yang sudah direncanakan sebelumnya dengan menggunakan kekerasan, baik dilakukan oleh individu ataupun kelompok subnasional untuk mendapatkan tujuan politik atau sosial melalui intimidasi kepada kelompok audiens yang lebih besar daripada orang-orang yang menjadi korban secara langsung.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat kita lihat bahwa ada beberapa istilah substanstif seperti kekerasan, intimidasi, dan tujuan politik-sosial. Ketakutan yang diciptakan oleh tindakan terorisme memang ditujukkan untuk memberikan ketakutan di masyarakat untuk menguatkan kepentingan utama mereka. Kelompok teroris dikatakan berhasil apabila pihak yang ditujunya, baik pemerintahan ataupun kelompok tertentu mengabulkan permintaan mereka, yang biasanya bersifat politik.

Dampak Terorisme terhadap Pariwisata

(14)

14

kesenangan, sedangkan terorisme menggambarkan kematian, kehancuran, rasa takut, dan panik (O'Connor, Stafford, & Gallagher, dalam M. DePuma, hal 7, 2015).

Ketika teroris menyerang, tujuan dari serangan adalah untuk menanamkan rasa takut dengan mengancam kebutuhan dasar manusia, yakni keselamatan dan keamanan. Hal ini memiliki dampak negatif terhadap pariwisata di daerah serangan. Ketika memutuskan apakah akan mengambil liburan dan di mana untuk mengunjungi, orang mengambil risiko seperti pembohongan hingga pertimbangan; orang-orang selalu lebih memilih destinasi wisata yang lebih aman. Dalam pariwisata internasional, potensi wisatawan datang berlibur ke sebuah negara dapat diurungkan ketika kemungkinan menjadi korban adalah tinggi. Keselamatan adalah salah satu kebutuhan mendasar yang Maslow usulkan dalam teorinya tentang "Hirarki Kebutuhan", yang menggambarkan urutan jenis kebutuhan orang harus mencapai pemenuhan diri, yang dapat ditemukan pada gambar di bawah ini (Boeree dalam DePuma, 2015).

Gambar 2.5.2 Hirarki Kebutuhan Abraham Maslow

Sumber: M. DePuma, 2015

(15)

15

serta keuangan seperti perubahan Produk Domestik Bruto. (A.Abadie & Gardeazabal, hal.21, 2007).

Negara adidaya seperti Amerika Serikat pun merasakan dampak ekonomi yang luar biasa ketika aksi terorisme 9/11 terjadi. Jim Saxton, ketua Joint Economic Committee memberikan laporannya dalam United States Congress pada Mei 2002 mengenai TheEconomicCostofTerrorism. Saxton memaparkan konsekuensi ekonomi yang dialami setelah serangan terorisme sebagai berikut:

1. Biaya Jangka Pendek

a. Kerugian Langsung atas Manusia dan Kapital bukan Manusia

Maksud dari biaya manusia adalah hilangnya nyawa. Kehilangan banyak nyawa dalam satu tindakan aksi terorisme menyebabkan konsekuensi ekonomi secara langsung karena dampak dari hilangnyna nyawa berarti hilangnya kapasitas manusia produktif. Sebagai tambahan, aksi terorisme juga menghancurkan modal; penghancuran bangungan, lingkungan, infrastruktur, pesawata, dan property pemerintah maupun swasta.

b. Dampak Ketidakpastian terhadap Konsumen dan Perilaku Investor

Efek langsung dari serangan teroris, adalah peningkatan dramatis dalam ketidakpastian dan ketakutan yang menjadi jelas di pasar keuangan. Akibatnya, risiko terjadinya revisi pembentukan harga (repricing) meningkat tajam. Meningkatnya ketidakpastian biasanya meningkatkan volatilitas pasar, sehingga akan meningkatkan premi risiko. Hal ini biasanya mempengaruhi perilaku; menginduksi investor, misalnya, untuk keluar dari aset berisiko (seperti saham dan obligasi kelas spekulatif) ke investasi yang menurut mereka lebih aman, lebih likuid, dan aset jangka pendek (seperti sekuritas jangka pendek Treasury, emas, atau uang kas). Hal ini cenderung untuk berdampak negatif terhadap pasar saham serta komitmen untuk investasi jangka panjang dan pembelian serta untuk meningkatkan permintaan likuiditas jangka pendek. Ketidakpastian yang meningkat ini memiliki dampak negatif pada konsumsi dan investasi sebagai kepercayaan konsumen dan dampaknya adalah bisnis memburuk. Pembelian oleh konsumen akan mengalami degradasi seperti konsumsi barang-barang tahan lama (misalnya, mobil, peralatan utama, dll) atau liburan dan perjalanan serta komitmen bisnis jangka panjang sering ditunda atau dibatalkan. Selain itu, terkait penurunan pasar saham, hal itu akan mengurangi konsumsi (melalui efek kekayaan negatif) dan investasi (melalui biaya yang lebih tinggi dari modal).

c. Dampak Penghematan dalam Industri-Industri yang Spesifik

(16)

16

Serangan terorisme memang memiliki dampak langsung dan terkonsentrasi pada sejumlah industri: terutama, penerbangan, pariwisata, asuransi, penginapan, restoran, rekreasi, dan kegiatan yang terkait. Industri-industri ini menderita kerugian ekonomi.

2. Biaya Jangka Panjang

a. Menambah biaya keamanan

Bagian dari biaya-biaya keamanan jangka panjang tambahan akan menyebabkan penambahan anggara, inefisiensi, dan efek yang mirip dengan pajak transaksi ditambahkan pada perekonomian. Akibatnya, biaya ini akan menjadi analog dengan "keamanan" atau "pajak teroris" terhadap perekonomian, dan memaksakan dampak sisi penawaran negatif pada perekonomian. Biaya tersebut akan mengambil banyak bentuk dan memerlukan beberapa dimensi. Daftar sepintas terhadap biaya-biaya itu adalah penundaan perjalanan, pemeriksaan keamanan tambahan dan inspeksi, biaya asuransi yang lebih tinggi, kebutuhan informasi tambahan, biaya konstruksi yang lebih tinggi, upgrade badan intelijen, biaya pengiriman yang lebih tinggi, lebih banyak regulasi, biaya pemeliharaan yang lebih tinggi, pembatasan imigrasi, pengiriman surat lebih lambat, dan segudang biaya lainnya. Berbagai biaya, sementara penting, melakukan apa-apa untuk meningkatkan kuantitas atau kualitas penyediaan barang atau jasa. Bahkan, langkah-langkah ini akan meningkatkan biaya tambahan untuk melakukan bisnis, menahan keuntungan dari pertukaran bebas, menambah inefisiensi, dan karenanya merupakan efek negatif dari guncangan sisi penawaran ekonomi. Akibatnya, pengembalian riil untuk modal akan menurun dan dari waktu ke waktu, biaya ini dapat berdampak negatif baik untuk pertumbuhan produktivitas ekonomi maupun potensi pertumbuhan jangka panjang.

b. Pengeluaran Gerakan Anti-Teroris

(17)

17

Singkatnya, uang untuk keamanan memerlukan investasi swasta yang lebih produktif. Akibatnya, biaya jangka panjang memerangi terorisme sampai batas tertentu melibatkan efek samping ke saham swasta modal dan pasokan modal agregat, produktivitas, dan tingkat pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

c. Biaya Jangka Panjang Lainnya

Semua kategori biaya jangka panjang dari terorisme adalah termasuk sulitnya untuk mengukur jangka panjang biaya kecemasan, stres, dan gangguan mental yang berhubungan dengan peningkatan "biaya jangka panjang lainnya." ketidakpastian, dan ancaman permanen, terorisme serta biaya bentuk-bentuk alternatif terorisme (misalnya, bio, nuclear-, atau cyber

-terorisme).

1.11 Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang dampak terorisme terhadap dunia internasional telah berkembang dari tahun 1991 karena hubungan dan dampaknya terhadap kondisi ekonomi menarik banyak minat para peneliti di bidang keuangan. Namun penelitian tentang konsekuensi terorisme terhadap pariwisata secara kuantitatif pertama sekali dilakukan oleh Enders dan Sandler pada tahun 1991, mereka mempelajari dampak yang ditimbulkan dari kelompok teroris ETA terhadap pariwisata di Spanyol. Spanyol dianggap sebagai salah satu negara dari 5 negara yang paling banyak dikunjungi secara global. Antara tahun 1985 hingga 1987, ETA secara khusus menargetkan industri pariwisata untuk diserang. Enders dan Sandler menggunakan model vector autoregressive yang dikelompokkan secara bulanan. Data yang dikumpulkan adalah dari tahun 1970 hingga 1991. Enders dan Sandler menemukan bahwa terorisme transnasional dapat menghalangi 140.000 turis untuk mengunjungi Spanyol dan menyebabkan pendapatan berkurang ketika dikalikan dengan rata-rata pengeluaran turis.

Dan pada tahun 1992, kembali mereka dan Parise melakukan penelitian untuk mengukur dampak terorisme terhadap pariwista negara Austria, Yunani, dan Italia. Dengan mengumpulkan data penerimaan pariwisata dari tahun 1974 hingga 1988 dan menggunakan model ARIMA dengan fungsi transfer, para peneliti mendapatkan nilai signifikan negatif yang menandakan terorisme berpengaruh secara negatif terhadap industri pariwista. Mereka menemukan bahwa kerugian pendapatan pariwisata untuk continental Eropa mencapai 16 triliun SDR.

(18)

18

lebih akurat. Pada tahun 2004, Fischoff et al. meneliti tingkat risiko terorisme terhadap hubungannya dengan pilihan turis untuk melakukan perjalanan, mereka memberikan 4 indikator penilaian. Pertama adalah estimasi risiko terhadap serangan terror di lokas spesifik, kedua toleransi umum terhadap risiko serangan terror, ketiga kekhawatiran ihwal perjalanan yang akan dilakukan, dan keempat pilihan perjalanan secara

hipotetikal. Survei diawali dengan pertanyaan, “Bayangkan jika kamu memenangkan

liburan gratis ke salah satu tempat ini, apakah ada yang tak ingin pergi karena merasa

tempat itu terlalu berisiko?” Pilihan destinasi wisata yang diberikan adalah 8 destinasi, yakni Israel, Bali, Maroko, Thailand, Turki, Rusia, New York, dan Kanada. Dengan sample acak yang didapat dari pembaca Conde Nast Traveler sebanyak 710 responden dan dilakukan sesaat setelah ledakan bom Bali I pada tanggal 6 Oktober 2002. Informasi demografi para responden adalah 52.4% pria dan 47.6% wanita dengan umur median berkisar dari 46 tahun – 59 tahun. Hasil terhadap terhadap serangan terror di lokasi spesifik dijabarkan dengan koefisien konkordasi Kendall yang ternyata menggambarkan persetujuan yang baik antar responden terlepas dari risiko destinasi wisata yang diberikan (W = 0.52; p < 0.01). Dari 8 destinasi yang ditawarkan, estimasi risiko paling tinggi adalah Israel, diikuti dengan Bali. Sedangkan untuk risiko terendahnya adalah Kanada dan kota New York.

(19)

19

politik, bagaimana hal ini sangat menentukan dampaknya terhadap permintaan pariwisata secara global.

Alexi Simos Thompson dalam tesisnya di Auburn University (2008) melanjutkan penelitian yang dilakukan Brakke secara lebih spesifik. Jika Brakke menggunakan variabel ketidakstablian politik sebagai indikator tinggi atau rendahnya permintaan periwisata, Thompson mematok ukurannya dengan terorisme, produk domestik bruto negara asal turis dan negara tujuan wisata sebagai substitusi Price Competitiveness Index, bahkan menambahkan variabel paritas daya beli sebagai penguat indikator itu. Implikasi yang dipengaruhi pun dimodifikasi menjadi terhadap tingkat kedatangan wisatawan per kapita atau Tourist Arrival per Capita dari 60 negara secara cross-sectional selama tahun 2003, bukan lagi permintaan pariwsata. Hasil dari penelitian Thompson dengan model regresi liner dan Chow secara parsial adalah bahwa tingkat pertukaran (exchange rate) yaitu paritas daya beli tidak terlalu signifikan terhadap harga relatif. Hasil ini berlawanan dengan intuisi ekonomi yang mengatakan bahwa harga yang lebih mahal menghalangi pertumbuhan pariwisata. Variabel terorisme berpengaruh terhadap kedatangan wisatawan per kapita dengan menyumbang signifikansi uji t sebesar -1,67 yang berarti 1% peningkatan jumlah terorisme akan mengurangi variabel dependen. Produk Domestik Bruto negara asal turis tidak terlalu merepresentasikan pendapatan rata-rata wisatawan rill yang datang ke negara tujuan. Signifikansi uji t variabel ini hanya bernilai 0,25. Yang unik dari penelitian Thompson adalah ia menambahkan variabel Produk Domestik Bruto negara tujuan wisata yang ternyata dari hasil perhitungan regresinya memberikan nilai signifikan 2,45 terhadap 1% nilai kritis (critical value). Produk domestik bruto negara tujuan wisata memang mempengaruhi permintaan pariwisata terhadap negara itu sendiri. Negara-negara yang lebih makmur mampu menyediakan kemanan dan kenyamanan yang lebih dengan investasi yang dilakukan untuk industry pariwisata. Sedangkan untuk variabel interaktif INT yang mengombinasikan terorisme dan produk domestik bruto negara tujuan wisata meghasilkan koefisien 0,16 terhadap nilai signifikan 5%.

(20)

20

politik dan terorisme ternyata berpengaruh secara singkat dan pariwisata pulih begitu cepat di tahun-tahun ke depan yang damai.

Caroline M. DePuma dalam tesisnya mengenai efek terorisme terhadap pariwisata (2015). Dengan menggunakan data tingkat risiko terorisme, GDP, FDI, dan statistik perjalanan warga Amerika Serikat, data disusun ke dalam data table cross-sectional selama 5 tahun, dari tahun 2009-2013 dengan negara tujuan wisata Mesir, Rusia, Inggris, India, dan Brazil. Dengan metode statistik deskriptif dan memperbandingkan data antara wisatawan yang datang, DePuma menemukan bahwa tingkat risiko terorisme di negara tujuan dan jumlah wisatawan yang datang ke negara tersebut berhubungan secara terbalik. Produk Domestik Bruto dan investasi asing pun mendapat mendapat dampak dari serangan terorisme secara langsung.

Secara ringkas, penelitian terdahulu dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 2.6 Penelitian Terdahulu

No Peneliti Tahun Objek Penelitian Metodologi Hasil Penelitian

1 Enders & Sandler

1991 Tourist expenditure dari tahun 1970-1991

1992 Penerimaan pariwisata di Austria, Yunani, dan Italia dari tahun 1974-1988

ARIMA Terorisme berpengaruh secara

negatif terhadap industri

hubungannya dengan pilihan turis untuk melakukan perjalanan dengan survei 710 responden terlepas dari risiko destinasi wisata yang diberikan (W = 0.52; p < 0.01). /

(21)

21

No Peneliti Tahun Objek Penelitian Metodologi Hasil Penelitian

5 Alexi S.Thompson

2008 Meneliti dampak risiko

terrorisme terhadap

kedatangan wisatawan per kapita antara negara maju dan berkembang. Data diambil dari 60 negara secara cross sectional selama tahun 2003

Multiple Regresi Linier

Variabel terorisme berpengaruh terhadap TPC (sig. uji t -1,67) yang berarti 1% peningkatan

jumlah terorisme akan

mengurangi variabel dependen. PDB negara tujuan wisata juga memberikan nilai signifikan 2,45 terhadap 1% nilai kritis (critical value).

6 Erik H. Cohen 2014 Meneliti hubungan pariwisata dan terorisme di Israel dengan data kedatangan turis dan banyaknya korban jiwa akibat terorisme dari 1948-2012

Fluktuasi yang terjadi dalam konflik politik dan terorisme ternyata berpengaruh secara singkat dan pariwisata pulih begitu cepat di tahun-tahun ke depan yang damai karena diaspora yang terjadi di Israel. 7 Caroline M.

DePuma

2015 Meneliti hubungan dampak terorisme terhadap pariwisata dengan statistik perjalanan wisata yang dilakukan oleh warga A.S dari 2009-2013

Deskripsi Kualitatif

(22)

22

1.13 Hipotesis Penelitian

Dalam penelitian ini, ada dua hipotesis yang diasumsikan terjadi dalam studi, yakni:

1. Ada hubungan yang bersifat negatif antara tingkat keparahan terorisme dengan jumlah wisatawan mancanegara total tiga region dan hubungan yang bersifat positif antara Produk Domestik Bruto total tiga region dengan jumlah wisatawan mancanegara total tiga region di Indonesia.

(23)
(24)

24

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

1.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif yaitu penelitian yang menekankan pada pengujian teori-teori melalui pengukuran variabel-variabel penelitian dengan angka dan melakukan analisis data dengan prosedur statistik. Berdasarkan tujuan penelitian, maka penelitian ini termasuk dalam penelitian dasar yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan teori. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan deduktif yang bertujuan untuk menguji hipotesis melalui validasi teori atau pengujian aplikasi teori pada keadaan tertentu.

1.2 Populasi dan Sampel

Populasi mengacu pada keseluruhan kelompok orang, kejadian atau hal minat yang ingin peneliti investigasi. Populasi pada penelitian ini adalah negara asal wisatawan asing yang datang ke Indonesia. Negara asal turis yang ada dalam penelitian ini dibagi menjadi 3 region besar berdasarkan data jumlah kedatangan wisman ke Indonesia dari tahun 1991-2014 di Badan Pusat Statistik Indonesia. Sampel adalah sebagian dari populasi. Sampel terdiri atas sejumlah anggota yang dipilih dari populasi (Sugiyono, 2010). Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik sampel non acak yaitu dengan metode pengambilan sampel bertujuan (purposive sampling). Pengambilan sampel dalam hal ini terbatas pada negara-negara tertentu yang dapat memberikan informasi yang diinginkan peneliti.

Adapun variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel bebas

Studi kali ini akan menggambarkan secara komprehensif hubungan terorisme dan PDB negara asal turis dengan kedatangan wisatawan asing, yang didefinisikan sebagai Tourist Arrival (TA). Variabel dependen pada penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Michael Brakke

(2004) dan Alexi Simos Thompson (2008), peneliti memodifikasi modelnya sesuai dengan pertimbangan akan perbedaan kasus dan data penelitian, sehingga tidak memakai persamaan regresi melainkan perhitungan non parametrik korelasi Spearman.

(25)

25

terorisme adalah hanya pada tingkat keparahan yang diukur dari banyak sedikitnya jumlah korban jiwa (fatality). Pengukuran ini dilakukan oleh

Institute for Economics and Peace dalam laporan Global Terrorism Index

(2015).

Variabel bebas yang kedua, GDPs (Gross Domestic Bruto) adalah

Produk Domestik Bruto di negara asal turis. PDB adalah indikator yang paling sering digunakan dalam mengukur akun sebuah negara (Lequille dan

Blades, 2006). Data yang dikumpulkan berasal dari database World Bank

yang telah diolah, dihitung rata-ratanya untuk mencukupi kebutuhan penelitian ini dan membaginya dalam 3 kelompok besar negara asal wisatawan asing yang datang ke Indonesia. Klasifikasi ini berdasarkan perolehan data dari Badan Pusat Statistik yang mengelompokkan wisatawan asing berdasarkan negaranya.

Untuk negara-negara yang tidak tercantum baik yang termasuk dalam region ataupun di luar region, hal ini dikarenakan data kelompok yang berasal dari Badan Pusat Statistik mendefinisikannya sebagai wisatawan yang besal dari negara lainnya, sehingga tidak dapat ditelusuri negara asalnya dan menyebabkan tak dapat dicari nilai PDB nya.

Dalam persamaannya, Thompson menambahkan variabel bebas INT yaitu terminologi untuk mengombinasikan GDPH dan TER, yang mana

dalam penelitian ini tidak dimasukkan karena terminologi ini ingin mencari perbedaan dampak terorisme terhadap ekonomi antara negara-negara maju dan negara-negara yang berkembang. Hipotesis sederhanya adalah terorisme mampu meluluhlantahkan negara miskin daripada negara maju. (Thompson, hal 20, 2008).

2. Variabel Terikat

Penelitian kali ini akan mencari variabel terikat (tidak bebas) yakni jumlah kedatangan wisatawan asing ke Indonesia yang disimbolkan sebaga TA (tourist arrivals) selama periode waktu dari tahun 1991-2014. Data kedatangan wisatawan asing yang datang ke Indonesia didapatkan dari olahan Indikator Ekonomi, Badan Pusat Statistik.

(26)

26

Tabel 3.2 Definisi Variabel

Variabel Definisi Indikator Sumber

Tingkat keparahan terorisme Serangan terorisme yang terjadi dihitung

Produk Domestik Bruto Nilai output yang didapatkan dalam teritori negara yang bersangkutan dikurangi konsumsi tingkat menengah.

Consumption + Investment + Government Spending + Net Exports

Lequiller & Blades (2006)

Jumlah kedatangan wisman Total kedatangan wisatawan dari negara asal ke negara tujuan wisata.

Holiday tourist arrivals + Business tourist arrivals + Tourist arrivals for visiting friends & relatives + Tourist arrivals by air

Song & Li (2010)

1.3 Teknik Pengumpulan Data dan Keterbatasan

Data yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan sumber datanya adalah data sekunder. Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara. Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini adalah data laporan keuangan pendapatan Produk Domestik Bruto Indonesia dan negara-negara asal turis yang telah tercantum dalam 3 region besar dan mencakup 16 negara dalam region Asia Pasifik, 2 negara dalam region Amerika, serta 15 negara dalam region Eropa. Data pendapatan dari tahun 1991-2014 ini diperoleh dari World Bank database, www.data.worldbank.org.

Data nilai rasio jumlah kedatangan wisatawan asing ke Indonesia selama periode 1991-2014 diperoleh dari Indikator Ekonomi, Badan Pusat Statistik Indonesia cetakan 1995-2015. Sedangkan data frekuensi terorisme yang terjadi di Indonesia

Global Terorrism Database dari tahun 1991-2014, www.start.umd.edu.

Dalam teknik pengumpulan data ada keterbatasan yaitu tidak semua negara tercatat sebagai negara asal turis yang datang ke Indonesia sehingga tidak bisa mewakili populasi lebih besar (general population), sehingga hanya merepresentasikan negara-negara yang ada.

1.4 Statistik Non Parametrik

(27)

27

(distribution free statistics) dan uji bebas asumsi (assumption-free test). Statistik nonparametrik banyak digunakan pada penelitian-penelitian sosial. Data yang diperoleh dalam penelitian sosial pada umunya berbentuk kategori atau berbentuk rangking. Uji statistik nonparametrik ialah suatu uji statistik yang tidak memerlukan adanya asumsi-asumsi mengenai sebaran data populasi. Uji statistik ini disebut juga sebagai statistik bebas sebaran (distribution free). Statistik nonparametrik tidak mensyaratkanbentuk sebaran parameter populasi berdistribusi normal. Statistik nonparametrik dapat digunakan untuk menganalisis data yang berskala nominal atau ordinal karena pada umumnya data berjenis nominal dan ordinal tidak menyebar normal. Dari segi jumla data, pada umumnya statistik nonparametrik digunakan untuk data berjumlah kecil (n <30).

1.5 Uji Korelasi Spearman

Metode korelasi jenjang ini dikemukakan oleh Carl Spearman pada tahun 1904. Metode ini diperlukan untuk mengukur keeratan hubungan antara dua variabel di mana dua variabel itu tidak mempunyai joint normal distribution dan conditional variance tidak diketahui sama.

Koefisien korelasi peringkat Spearman rs adalah ukuran erat tidaknya kaitan

antara dua variabel ordinal, artinya rs merupakan ukuran atas kadar atau derajat

hubungan antara data yang telah disusun menurut peringkat (ranked data). Koefisien korelasi dihitung dengan menggunakan nilai aktual dari X dan Y (Sugiyono, 2010). Adapun prosedur untuk menghitung dan menguji koefisien korelasi peringkat Spearman adalah:

1. Rumuskan hipotesis nol dan hipotesis alternatif 2. Tentukan taraf nyata (α)

3. Kumpulkan data dan kemudian susun peringkat data tersebut 4. Hitung perbedaan antara pasangan peringkat

5. Hitung nilai rs dengan rumus:

= −� � −6∑

di mana : D menunjukkan perbedaan setiap pasang peringkat n menunjukkan jumlah pasangan peringkat

6. Jika n > 10, hitunglah koefisien korelasinya dengan rumus: � = √ � −

7. Bandingkan nilai CR yang dihitung dengan nilai dari tabel t dengan menggunakan derajat kebebasan n-2

(28)

28

Hipotesa nihil yang akan diuji menyatakan bahwa dua variabel yang diteliti dengan nilai jenjangnya itu independen, tidak ada hubungan antara jenjang variabel yang satu dengan jenjang dari variabel lainnya.

H0 : rs = 0 H1 : rs  0

Kriteria pengambilan keputusannya adalah H0 diterima apabila rs  s dan H0 ditolak apabila rs >  s. Untuk n < 10 dapat dipergunakan tabel nilai t di mana kriteria pengambilan keputusannya adalah:

Ho diterima apabila –

t

�⁄ ; n-2 ≤ t ≤ t t ; n-2 Ho ditolak apabila

t

�⁄ ; n-2 atau t < - t  / 2 ; n-2

1.6 Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi

Koefisien Korelasi (r) adalah nilai yang menunjukan ada tidaknya hubungan yang linier antara variabel bebas dan variabel tidak bebas. Koefisien korelasi merupakan dirumuskan sebagai berikut:

� = √∑ � − �̂∑ � − �̅

Nilai koefisien korelasi menunjuk pada kategori sebagai berikut:

1. Jika nilai r positif, berarti hubungan X dengan Y lurus, artinya semakin besar X, maka Y semakin besar.

2. Jika nilai r negatif, berarti hubungan X dengan Y terbalik, artinya jika X semakin besar, maka Y semakin kecil.

3. Jika nilai r antara 0.01-0.19: hubungan X dengan Y berada pada kategori sangat lemah

4. Jika nilai r antara 0.20-0.39: hubungan X dengan Y berada pada kategori lemah

5. Jika nilai r antara 0.40-0.59 : hubungan X dengan Y berada pada kategori sedang

6. Jika nilai r antara 0.60-0.79: hubungan X dengan Y berada pada kategori kuat

7. Jika nilai r antara 0.80-0.99: hubungan X dengan Y berada pada kategori sangat kuat

Untuk mengetahui apakah ada hubungan parsial antara variabel X dengan variabel Y dilakukan dengan menghitung koefisien korelasi parsial dengan rumus sebagai berikut:

. …� =

. … �− −{ �. … �− � �. … �− }

(29)

29

Koefisien Determinasi merupakan nilai yang menunjukan kemampuan variabel x menjelaskan keragaman dari y, di mana nilai Koefisien Determinasi (KD) dirumuskan dengan:

(30)
(31)

31

BAB IV

GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

1.7 Gambaran Umum Objek Penelitian

Penelitian ini menggunakan sampel negara-negara asal wisatawan asing yang datang ke Indonesia, yang terbagi menjadi 3 region besar, Asia Pasifik, Amerika, dan Eropa yang tercatat dalam Statistik Indonesia, Biro Pusat Statistik dari tahun 1991-2014. Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap data yang ada, jumlah negara yang tercatat adalah 16 negara dalam region Asia Pasifik, 2 negara dalam region Amerika, serta 15 negara dalam region Eropa, kelengkapan selanjutnya digunakan sebagai sumber data pada penelitian ini ada sebanyak 33 negara. Adapun proses seleksi sampel disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.1 Kedatangan Wisatawan Asing Berdasarkan Kebangsaan

Kebangsaan Asia Pasifik Amerika Eropa

Lainnya (Timur Tengah dan

Afrika)

NAMA NEGARA

Brunei Darussalam Amerika Serikat Austria (Data tak tersedia)

Malaysia Kanada Belgia

Filipina Amerika Lainnya Denmark

Singapura Perancis

Thailand Jerman

Vietnam Italia

Hongkong Belanda

India Spanyol2

Jepang Portugal

Korea Selatan Swedia3

Pakistan Norwegia

Bangladesh Finlandia

Srilanka Swiss

Taiwan Inggris

Tiongkok / Cina Rusia

Australia Eropa Lainnya

Selandia Baru Asia Pasifik Lainnya

(32)

32

1.8 Deskripsi Data Variabel Tidak Bebas

Tabel 4.2 Jumlah Kedatangan Wisatawan Asing berdasarkan Kebangsaan

Tahun

Asia Pasifik Amerika Eropa Total

Jumlah Pertumbuhan

Sumber: Diolah dari Badan Pusat Statistik Indonesia (1991-2015)

(33)

33

ketidakstablian politik di Indonesia memang terganggu. Sistem pemerintahan yang ingin diubah dari otoriterisme menjadi demokrasi ini membutuhkan banyak pergerakan, mulai dari demo mahasiswa, kerusuhan, dan penculikan hingga pembunuhan. Inilah yang disebutkan Brakke (2004), bahwa dampak variabel politik dapat dirasakan seketika itu juga yang bisa dilihat dari pasang surutnya wisatawan yang datang ke negara tertentu ketika rezim politik berubah.

Penurunan pertumbuhan yang signifikan juga bisa dilihat pada tahun 2003, di mana menjelang akhir tahun, Oktober 2002, destinasi wisata Indonesia yang sangat digemari oleh pasar internasional, yaitu Bali terkena serangan bom. Serangan ini dilaksanakan tepat di area-area yang dipenuhi wisman dan menyebabkan banyak jatuhnya korban jiwa dari negara-negara asing. Peristiwa ini berakibat buruk bagi citra pariwisata Indonesia sehingga menyebabkan penurunan jumlah kedatangan wisman pada tahun 2002 sebesar 2,44% dan menurun lebih drastis lagi sebesar 11,16% di tahun 2003. Total penurunan tahun 2002-2003 adalah 13,6%.

Penurunan yang signifikan namun tak sebesar dengan yang terjadi di tahun 1998 dan 2003 terjadi di tahun 2005. Pada tahun ini, Bali kembali menjadi target serangan bom di area yang dipenuhi wisman pada 1 Oktober 2005. Hal ini menyebabkan penurunan jumlah kedatangan wisatawan asing pada tahun 2005. Penurunan dicatat sebesar 7,16% dibandingkan tahun sebelumnya dan pada tahun 2006 juga masih mengalami penurunan sebesar 1,84% dari tahun 2005. Total penurunan tahun 2005-2006 adalah 9%.

1.9 Analisa Data Variabel Bebas Data Tingkat Keparahan Terorisme

Tabel 4.3.1. Data Terorisme di Indonesia

Tahun Jumlah

1995 24 41 HKBP, E.Timorese Activists, GAM, OPM, FALINTIL

1996 65 25

E. Timorese Activists, Irianese Tribesmen, FRETLIN, Moslem Militants

1997 28 102 E. Timorese Activists, OPM, FRETILIN 1998 3 9 The Ninjas, Unknown

1999 61 66 PP, Aitarak Militia, PDR, GAM, OPM, Mahidi 2000 101 133 GAM, JI, Militia Members, Gunmen, KAK, FPI

2001 105 135

Gunmen, Unknown, Dayak gang, GAM, OPM, Mujahedin Kompak, Laskar Jihad

(34)

34

Data yang jumlah serangan terorisme diambil dari Global Terrorism Database

yang diatur oleh National Consortium for The Study of Terrorism and Responses to Terrorism (START) dalam naungan Universitas Maryland, Amerika Serikat. Data ini merupakan basis tinjauan yang dipakai oleh Global Terrorism Index (GTI) dalam mengukur keparahan dampak aksi terorisme di dunia secara parsial. Kelemahan dalam data ini adalah data tahun 1993 tidak tertulis karena adanya permasalahan dengan pengumpulan data tahun itu sehingga revisi data tahun 1993 akan dirilis pada bulan Agustus 2016 (Wikipedia GTD). Negara Indonesia sendiri berada dalam ranking ke 33 negara yang terkena dampak terorisme (GTI, 2015). Hal ini menyebabkan status negara Indonesia masih rawan terhadap serangan terorisme.

Dari data di atas dapat dilihat bahwa aksi terorisme yang terjadi di Indonesia didominasi oleh gerakan-gerakan separatis seperti Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Organisasi Papua Merdeka (OPM), partai politik FRETILIN serta sayap militernya FALINTIL di Timor Leste dan organisasi radikal seperti Mujahidin Indonesia Timur, Jamaah Ansharut Tauhid, Jemaah Islamiyah, dan lain sebagainya.

Kasus serangan terorisme terbanyak yang pernah tercatat di Indonesia terjadi pada tahun 2001 dengan jumlah kasus mencapai 105 aksi serangan terorisme, di mana lebih dari 50% dari aksi tersebut dilakukan oleh Gerakan Aceh Merdeka (data GTD). Pada tahun ini, pertumbuhan kedatangan wisatawan asing ke Indonesia memang masig positif yakni sebesar 1,84% dari tahun sebelumnya. Namun perbandingan pertumbuhan pada tahun 2001 memang lebih sedikit dari pertumbuhan pada tahun 2000 yang mencapai 7%.

(35)

35

Untuk tingkat keparahan terorisme, tahun 2002 adalah yang terburuk dalam sejarah Indonesia dari tahun 1995-2014. Tercatat 257 korban jiwa jatuh akibat serangan terorisme. Bom Bali I yang terjadi di bulan Oktober pada tahun 2002 mengakibatkan 202 orang menjadi korban jiwa. Tingkat terparah kedua terjadi di tahun 2001, di mana 135 orang menjadi korban jiwa. Pada tahun ini, beberapa serangan terorisme terjadi di ibukota Jakarta dan kota Makassar. Tingkat terparah ketiga terjadi di tahun 2000 dengan jumlah korban jiwa 133 orang. Di tahun ini, ada dua serangan bom yang terjadi di kedutaan asing (Kedubes Filipina dan Malaysia), serangan bom di Bursa Efek Indonesia dan serangan bom pada malam natal di berbagai kota. Beberapa serangan lain juga terjadi di Aceh. Tingkat terparah keempat terjadi di tahun 1997 yang menyebabkan tewasnya 102 korban jiwa. Gerakan klandestin yang dilakukan oleh FRETLIN dari tahun 1980, mengakibatkan banyaknya korban jiwa yang jatuh pada tahun perjuangan melawan NKRI karena ingin memisahkan diri.

Data Produk Domestik Bruto Negara Asal Turis

Tabel 4.3.2 Produk Domestik Bruto Region Asia Pasifik, Amerika, dan Eropa

Tahun

Asia Pasifik Amerika Eropa Total

(36)

36

presentase penurunan mencapai 3,38% dari tahun sebelumya. Pada tahun ini terjadi

Great Recession yang terjadi secara global dan menyebabkan penurunan riil Produk Domestik Bruto per kapita. Karena itu, pada tahun ini, pertumbuhan kedatangan wisatawan asing yang datang ke Indonesia hanya naik 0,90% dari tahun 2008 yang mengalami kenaikan 13,20%. Kenaikan pertumbuhan tertinggi secara global terjadi di tahun 2004, yang mencapai kenaikan 8,50% dibandingkan tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,50%.

Untuk region Asia Pasifik, pertumbuhan tertinggi terjadi di tahun 2010, di mana pertumbuhan Produk Domestik Bruto mencapai 16,56% dari tahun sebelumnya. Sedangkan penurunan terendah terjadi pada tahun 1998, di mana Produk Domestik Bruto turun 8,80% dari tahun 1997. Untuk region Amerika, pertumbuhan tertinggi terjadi di tahun 2005, di mana angka pertumbuhan naik 7,26% dari tahun sebelumnya. Penurunan terendah Produk Domestik Bruto region Amerika terjadi di tahun 2009 yang menurun 2,90% dari tahun sebelumnya. Penurunan ini berefek pada Great Recession

secara global dikarenakan salah satu penyebabnya adalah terjadinya krisis sub-prime mortgage di Amerika Serikat dan menjalar ke negara-negara lain. Ihwal jatuhnya keadaan ekonomi ini dikarenakan Amerika Serikat termasuk jajaran negara terkuat dalam G20. Sedangkan dalam region Eropa, pertumbuhan Produk Domestik Bruto tertinggi terjadi di tahun 2003 yang angka pertumbuhannya mencapai 21,54% dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan terendah yang pernah dialami region ini terjadi pada tahun 2009 sebesar 11,41%. Krisis Great Recession yang berawal dari Amerika Serikat ternyata memberikan pengaruh yang lebih meluas di Eropa. Eurostat

(37)
(38)

38

BAB V

HASIL DAN ANALISA PENELITIAN

1.10 Hubungan Tingkat Keparahan Terorisme dan Produk Domestik Bruto dengan Tingkat Kedatangan Wisatawan Mancanegara Total ke Indonesia Tabel 5.1a Grafik Hubungan Tingkat Terorisme dengan Tingkat Kedatangan Wisman

Tabel 5.1b Grafik Hubungan PDB Total dengan Jumlah Kedatangan Wisman

Dari grafik mengenai tingkat keparahan terorisme terhadap pertumbuhan kedatangan wisatawan dapat terlihat bahwa hubungan yang terjadi didominasi oleh hubungan yang bertolak belakang, menandakan hubungan yang negatif antar dua axis. Pada tahun 1996, di saat tingkat keparahan terorisme turun ke angka 25 dari angka 41 di tahun sebelumnya, pertumbuhan kedatangan wisatawan asing naik 17.66%. Di tahun

0

1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Hubungan Terorisme dengan Total Jumlah Kedatangan Wisman di

Indonesia

1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Hubungan Pertumbuhan PDB Total dengan Total Jumlah Kedatangan

Wisman

(39)

39

1997, tingkat keparahan terorisme menaik ke angka 102, menyebabkan pertumbuhan kedatangan wisatawan asing berkurang 15.09% dari pertumbuhan tahun sebelumnya. Namun, pada tahun 1998, di mana saat tingkat terorisme menurun ke angka 9, penurunan pertumbuhan kedatangan wisatawan pun menurun drastis hingga mencapai -11.57%, tahun ini walau angka terorisme mengecil, namun terjadi krisis ekonomi secara global dan ketidakstabilan politik di Indonesia seperti pengusiran warga Tiongkok dari Jakarta, serta kulminasi penurunan Presiden Soeharto yang mengakibatkan persebaran kerusuhan.

Tahun 1999 dan 2000 terjadi hubungan yang linier antar dua axis. Di tahun 1999, tingkat keparahan terorisme naik ke angka 66, diikuti oleh kenaikan pertumbuhan kedatangan wisatawan asing 3.02%. Begitupun di tahun 2000, di saat terjadi kenaikan pada tingkat keparahan terorisme yang mencapai angka 133, kedatangan wisatawan asing justru tumbuh 7.00%.

Namun pada tahun 2001 dan 2002, kembali terelihat bahwa hubungan anar dua axis bertolak belakang secara signifikan. Saat tingkat keparahan terorisme naik ke angka 135, penurunan pertumbuhan kedatangan wisatawan di tahun 2000 turun 5.16% dari pertumbuhan tahun sebelumnya. Ketika terjadi Bom Bali I pada bulan Oktober 2002 dan mengakibatkan tingkat keparahan terorisme naik ke angka tertinggi yakni 247, pertumbuhan jumlah kedatangan wisatawan asing pun merosot -2.44%. Dampak Bom Bali I tak hanya dirasakan di tahun serangan terjadi, karena setelahnya di tahun 2003, saat tingkat keparahan terorisme turun ke angka 26, penurunan pertumbuhan wisatawan asing semakin merosot tajam sebesar -11.16%.

Hubungan yang tidak terlalu signifikan, juga tergambar di tahun 2004, di mana tingkat keparahan terorisme naik ke angka 39, pertumbuhan kedatangan wisatawan asing malah tumbuh ke poin tertinggi, yakni 19.16%. Lalu di tahun 2005, saat terjadi serangan Bom Bali II, tingkat keparahan terorisme turun 1 angka ke angka 38, pertumbuhan kedatangan wisatawan turun -7.16%.

(40)

40

Dari grafik mengenai pertumbuhan Produk Domestik Bruto total 3 region terhadap pertumbuhan kedatangan wisatawan dapat terlihat bahwa volatilitas antar dua axis terkadang linier namun juga terkadang berhubungan secara terbalik, namun didominasi oleh hubungan yang linier. Pada tahun 1996, saat PDB total turun 4.20%, total kenaikan wisatawan asing naik 17.66%, kejadian ini menggambarkan hubungan yang bertolak belakang. Namun pada tahun selanjutnya, 1997, saat pertumbuhan PDB turun ke poin 3.80%, pertumbuhan total kedatangan wisatawan asing pun turun 2.57%, begitupun saat krisis ekonomi terjadi di tahun 1998, PDB total turun ke poin 3.47%, pertumbuhan total kedatangan wisatawan asing turun hingga –11.57%. Di tahun 1999, kembali terjadi hubungan linier antar dua axis. Pertumbuhan total PDB naik 5.89%, begitupun dengan pertumbuhan kedatangan wisatawan asing yang mengalami kenaikan 3.02%.

Kejadian yang bertolak belakang kedua, terjadi di tahun 2000, saat awal mula resesi, total PDB turun hingga 5.42%, namun kedatangan wisatawan asing mengalami pertumbuhan 5.42%. Kejadian selanjutnya terjadi pada tahun 2002, di mana saat itu Indonesia mengalami kejadian serangan Bom Bali I pada Oktober 2002, menyebabkan total kedatangan wisatawan turun 2.44% walaupun PDB total mengalami pertumbuhan 3.67%.

Titik pertumbuhan tertinggi pada total kedatangan asing terjadi tahun 2004 yang naik 19.16% dikarenakan pertumbuhan PDB juga menaik 8.51%. Pada tahun 2015, terjadi hubungan linier antar dua axis namun tak terlalu signifikan. Penurunan PDB total hanya 1.5% dari pertumbuhan tahun 2014, namun penurunan kedatangan wisatawan asing menurun tajam sebesar 7.16%. Hal ini mungkin disebabkan adanya serangan terorisme Bom Bali II pada bulan Oktober 2015.

Hubungan bertolak belakang signifikan selanjutnya terjadi di tahun 2008, di mana pada saat PDB turun 3.13% dari pertumbuhan tahun sebelumnya akibat kriris global yang diakibatkan subprime mortgage di Amerika Serikat, kedatangan wisatawan asing malah tumbuh sebesar 13.20%. Tahun 2009-2014, pertumbuhan kedua axis dapat disimpulkan stabil dan tidak bertolak belakang.

Adapun narasi grafik hubungan dapat diyakinkan dengan perhitungan Spearman di bawah ini:

Tabel 5.1. Perhitungan Korelasi Spearman Model I

Variabel Koefisien

Korelasi Kategori

Koefisien

Determinasi r tabel Kesimpulan

FATALITIES -0.388 Lemah Negatif 15.05 0.091

Tidak Signifikan terhadap 5%, signifikan terhadap 10%

(41)

41

Dari perhitungan korelasi non parametrik Spearman ditemukan nilai koefisien korelasi tingkat keparahan terorisme adalah -0.388 dengan nilai signifikan terhadap 5% yakni 0.091, menggambarkan ada hubungan yang negatif yang lemah antara terorisme dengan jumlah kunjungan wisatawan dari ketiga region. Dalam hal ini kemampuan variabel terorisme untuk menjelaskan variasi dari jumlah kunjungan total adalah 15.05%, sedangkan sisanya sebesar 84.95% dipengaruhi oleh faktor lain.

Sedangkan nilai koefisien korelasi PDB total adalah 0,806 dengan signifikansi yang amat teliti di 1%, hal ini menggambarkan ada hubungan yang sangat kuat secara positif antara PDB total dengan jumlah kunjungan wisatawan dari ketiga region. Dalam hal ini kemampuan variabel PDB total untuk menjelaskan variasi dari jumlah kunjungan ketiga region adalah 64.96%, sedangkan sisanya sebesar 35.04% dipengaruhi oleh faktor lain. Jika negara-negara dari ketiga region ini digabungkan, hasil analisa ini dapat dikatakan sebagai gambaran umum hubungan yang terjadi antara PDB dengan jumlah wisatawan asing yang datang ke Indonesia.

Grafik 5.1c Persebaran Tingkat Keparahan Terorisme dan PDB Total

Koefisien korelasi (r) : Tingkat keparahan terorisme (-0.388) dan PDB Total (0.806)

0

-20.00%K -10.00% 0.00% 10.00% 20.00% 30.00%

e

-20.00% -10.00% 0.00% 10.00% 20.00% 30.00%

(42)

42

1.11 Hubungan Tingkat Keparahan Terorisme dan PDB Negara Asal Turis per Region dengan Tingkat Kedatangan Wisman per Region

Region Asia Pasifik

Tabel 5.1a Grafik Hubungan Tingkat Terorisme dengan Tingkat Kedatangan Wisman Asia Pasifik

Tabel 5.2.1b Grafik Hubungan Pertumbuhan PDB Asia Pasifik dengan Tingkat Kedatangan Wisman Asal Asia Pasifik

Dari grafik mengenai tingkat keparahan terorisme terhadap pertumbuhan kedatangan wisatawan asal region Asia Pasifik dapat terlihat bahwa hubungan yang terjadi didominasi oleh hubungan yang bertolak belakang, menandakan hubungan yang negatif antar dua axis. Pada tahun 1996, di saat tingkat keparahan terorisme turun ke

0

Hubungan Terorisme dengan Jumlah Kedatangan Wisman Asal Asia Pasifik

1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Hubungan Pertumbuhan PDB Asia Pasifik dengan Jumlah Kedatangan

Wisman Asal Asia Pasifik

(43)

43

angka 25 dari angka 41 di tahun sebelumnya, pertumbuhan kedatangan wisatawan asing naik 21.22%. Di tahun 1997, tingkat keparahan terorisme menaik ke angka 102, menyebabkan penurunan kedatangan wisatawan asing berkurang 17.81% dari pertumbuhan tahun sebelumnya. Namun, terjadi hubungan linier pertama pada tahun 1998, di mana saat tingkat terorisme menurun ke angka 9, penurunan pertumbuhan kedatangan wisatawan pun ikut menurun drastis hingga mencapai -9.09 %.

Pada tahun 2002 kembali terjadi hubungan yang bertolak belakang. Saat tingkat keparahan terorisme terjadi paling tinggi, saat terjadinya Bom Bali I yang mencapai 247 korban jiwa, penurunan jumlah kedatangan wisatawan asal Asia Pasifik berada di angka -2.20%. Pada tahun 2003, efek serangan Bom Bali masih membekas dan menyebabkan permintaan pariwisata masih rendah. Hal ini terlihat dari kondisi terorisme yang menurun tajam hingga hanya berada di angka 26, namun jumlah kedatangan wisatawan tetap menurun hingga 4.37% dari tahun 2002.

Hubungan linier yang kurang signifikan terjadi di tahun setelahnya, yaitu pada tahun 2004. Tingkat keparahan terorisme hanya naik 13 angka, namun pertumbuhan kedatangan wisatawan tumbuh drastis sebesar 19.88%. Lalu di tahun 2005, saat terjadi serangan Bom Bali II, tingkat keparahan terorisme turun 1 angka ke angka 38, diikuti pertumbuhan kedatangan wisatawan turun -14.16%.

Dari grafik mengenai pertumbuhan Produk Domestik Bruto Asia Pasifik terhadap pertumbuhan kedatangan wisatawan dapat terlihat bahwa volatilitas antar dua axis terkadang linier namun juga terkadang berhubungan secara terbalik. Pada tahun 1996 di penurunan PDB mencapai -3.78%, pertumbuhan jumlah kedatangan wisatawan mengalami pertumbuhan 21.22%. Namun penurunan kedatangan wisatawan terus terjadi di tahun selanjutnya, yakni dari tahun 1996 hingga mencapai titik terendah di tahun 1998 yang mencapai -9.09% di saat penurunan PDB Asia juga mencapai titik terendah, turun di poin -8.08% dari tahun sebelumnya. Seperti yang diketahui, pada tahun 1997-1998 memang terjadi krisis ekonomi yang terjadi di Asia, terutama di negara-negara ASEAN (Association of South East Nation) yang berdampak hampir kepada dunia ekonomi dunia. Setelah krisi ekonomi, pertumbuhan PDB Asia Pasifik pun mulai pulih dan membaik, sehingga pertumbuhan kedatangan wisatawan ke Indonesia juga mulai membaik.

(44)

44

adalah -2.20% dan masih berdampak pada tahun setelahnya di tahun 2003 mencapai yang mencapai poin -6.57.

Penurunan terendah kedatangan wisatawan Asia Pasifik tercatat pada tahun 2005 dengan poin -14.16%, hal ini terjadi di saat pertumbuhan PDB Asia Pasifik naik ke poin 7.02%. Pada tahun ini Bom Bali II terjadi pada bulan Oktober 2005, hal itu mungkin menjadi penyebab utama penurunan jumlah kedatangan wisatawan yang anjlok. Pada tahun-tahun selanjutnya, dari 2006-2014, pertumbuhan PDB Asia Pasifik terus mengalami pertumbuhan yanghampir tiap tahunnya linier dengan pertumbuhan kedatangan wisatawan mancanegara asal Asia Pasifik. Ada momen di tahun 2013 di mana pertumbuhan PDB menurun 1.27%, pertumbuhan kedatangan naik 8.90%, namun kondisi ini tidak terlalu begitu signifikan.

Adapun narasi grafik hubungan dapat diyakinkan dengan perhitungan Spearman di bawah ini:

Tabel 5.2.1. Perhitungan Korelasi Spearman Model II

Variabel Koefisien

Korelasi Kategori

Koefisien

Determinasi r tabel Kesimpulan

FATALITIES -0.442 Lemah Negatif 19.54 0.051 Tidak Signifikan terhadap 5%, signifikan terhadap 10%

GDP ASIA 0.782 Kuat Positif 61.15 0.000 Signifikan

Dari perhitungan korelasi non parametrik Spearman ditemukan bahwa nilai koefisien korelasi tingkat terorisme dengan tingkat kedatangan wisman dari region Asia Pasifik adalah -0.442 dengan signifikansi 10%, menggambarkan ada hubungan secara negatif dalam kategori sedang antara tingkat keparahan terorisme dengan jumlah kedatangan wisman dari region Asia Pasifik. Dalam hal ini kemampuan variabel keparahan terorisme untuk menjelaskan variasi dari jumlah kunjungan region ini adalah 19.54%, sedangkan sisanya sebesar 80.46% dipengaruhi oleh faktor lain.

(45)

45

Grafik 5.2.1c Persebaran Tingkat Keparahan Terorisme dan PDB Asia Pasifik

Koefisien korelasi (r) : Tingkat keparahan terorisme (-0.442) dan PDB Asia Pasifik (0.782)

Region Amerika

Tabel 5.2.2a Grafik Hubungan Tingkat Terorisme dengan Tingkat Kedatangan Wisman Amerika

1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Hubungan Terorisme dengan Jumlah Kedatangan Wisman Asal Amerika

Arriv.Amerika Terorisme

-20.00%K -10.00% 0.00% 10.00% 20.00% 30.00%

e

-20.00% -10.00% 0.00% 10.00% 20.00% 30.00%

(46)

46

Grafik 5.2.2b. Hubungan Pertumbuhan PDB Amerika dengan Jumlah Kedatangan Wisman Asal Amerika

Dari grafik mengenai tingkat keparahan terorisme terhadap pertumbuhan kedatangan wisatawan asal region Amerika dapat terlihat bahwa hubungan yang terjadi didominasi oleh volatilitas hubungan yang sangat tinggi dan tidak signifikan, menandakan hampir tidak ada hubungan antar dua axis. Pada tahun 1996, di saat tingkat keparahan terorisme turun ke angka 25 dari angka 41 di tahun sebelumnya, pertumbuhan kedatangan wisatawan asing naik 23.51%. Di tahun 1997, tingkat keparahan terorisme menaik ke angka 102, menyebabkan penurunan kedatangan wisatawan asing berkurang -10.03%. Namun, terjadi hubungan linier pertama pada tahun 1998, di mana saat tingkat terorisme menurun ke angka 9, penurunan pertumbuhan kedatangan wisatawan pun ikut turun hingga mencapai -20.93 %.

Hubungan tidak signifikan terjadi di tahun 2000, di saat tingkat keparahan terorisme naik ke angka 133, kedatangan wisatawan asal Amerika tumbuh sebesar 29.70%. Di tahun 2003, saat tingkat keparahan terorisme menurun 221 angka dari tahun sebelumnya, kedatangan wisatawan ikut turun -21.65%. Diikuti pada tahun 2006, di saat tingkat keparahan terorisme turun 36 poin dari tahun sebelumnya, penurunan yang begitu besar terjadi di kedatangan wisman Amerika yang turun -30.75%.

Dari grafik mengenai pertumbuhan Produk Domestik Bruto Amerika terhadap pertumbuhan kedatangan wisatawan dapat terlihat bahwa fluktuasi antara dua axis menggambarkan volatitas dan gap yang besar. Sangat sedikit pertumbuhan dua axis ini linier dan didominasi oleh hubungan yang bertolak belakang. Pada tahun 1996 di mana pertumbuhan kedatangan wisatawan naik 23.51%, pertumbuhan GDP stabil dengan naik 5.58%. Situasi yang bertolak belakang, tergambar pertama kali di tahun 1997, di mana PDB Amerika naik ke poin 6.10%, penurunan kedatangan wisatawan asal Amerika menurun drastis ke poin -10.03%. Di tahun selanjutnya, 1998, pertumbuhan PDB Amerika memang sedikit mengalami penurunan karena krisis global yang hanya

-40.00%

1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Hubungan Pertumbuhan PDB Amerika dengan Jumlah Kedatangan

Wisman Asal Amerika

Gambar

Tabel 2.1.1 Hubungan antara Waktu Luang dengan Pariwisata
Tabel 2.2. Dampak Ekonomi Makro Berdasarkan NESPARNAS 2011-2014
Grafik 2.3. Perkembangan Devisa Pariwisata dan Rata-Rata Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dolar Periode 1998-2010
Gambar 2.5.2 Hirarki Kebutuhan Abraham Maslow
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh profitabilitas, struktur modal, ukuran perusahaan dan pertumbuhan penjualan terhadap nilai perusahaan pada perusahaan

Dapat dipahami dari pengertian tersebut bahwa persaingan yang dilakukan oleh antarpelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya dilakukan dengan cara yang tidak

Model baru pengesahan ini dapat diterapkan secara online sehingga dalam pelaksanaanya pihak dosen yang mengajukan proposal Hibah Dikti tidak perlu bertemu pihak

Hasil temuan ini juga menunjukkan pentingnya sebuah pelatihan dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia, yang sesuai dengan teori belajar menurut Faculty-

IMPLEMENTATION AND ANALYSIS MULTI PROTOCOL LABEL SWITCHING- VIRTUAL PRIVATE NETWORK (MPLS-VPN) PERFORMANCE WITH GENERIC ROUTING ENCAPSULATION (GRE) METHOD ON FILE TRANSFER

Kebijakan fiskal dapat didefinisikan sebagai kebijakan yang dilakukan pemerintah melalui instrumen fiskal seperti pengeluaran pemerintah dan/atau pajak untuk

Piaget memandang,individu-dalam hal ini anak-sebagai partisipan aktif di dalam proses perkembangan ketimbang sebagai resipien aktif perkembangan biologis atau

Kesiapsiagaan yang dimaksud adalah tindakan cepat masyarakat untuk menyelamatkan diri dan mengamankan harta yang dimiliki saat ada peringatan dini ataupun fenomena