BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Garis la git Kota “kyli e
2.1 DEFINISI GARIS LANGIT KOTA (SKYLINE)
Definisi tradisional atau umum dari skyline disebutkan oleh Kostof (1991) sebagai
(Lukic, 2011), dimana skyline tercipta dari perpaduan elemen alam (seperti pohon,
gunung, atau laut) dan buatan (arsitektur). Namun terjadi perkembangan di abad ke-20,
ketika gambaran pertama yang muncul dalam pikiran seseorang tentang kota di
Amerika seringkali adalah yang terdiri dari bangunan-bangunan pencakar langit.
Kota-kota di Amerika mulai secara praktis menggunakan kata tersebut sebagai kata yang
bermakna sama. Kota (city) tidak lagi menjadi fenomena bangunan bertingkat rendah
dengan menara simbolik, namun skyline kotanya (Ford, 1994), akibatnya, dunia
arsitektur kemudian membuat definisi tambahan untuk skyline dengan makna yang
lebih arsitektural. Dalam Oxford English Dictionary, Supplement (1971), disebutkan
bahwa Skyline defined as the outline or silhouette of building or number of buildings
or other seen against the sky Attoe, . “eda gka dala Di tio a y of
A hite tu e a d La d “ ape A hite tu , “kyli e e upaka a angement of roofs, chimney-stacks, spiers, and other architectural accessories, creating a pattern against
the sky, ofte pi tu es ue Cu l, . “ela jut ya, dalam kamus standard Amerika yaitu Maitfand, pada tahun 1891 merupakan kamus yang pertama kali dikenal di
dala ya te dapat kata pe aka la git, a ti ya suatu a gu a ya g sa gat ja gku g sepe ti ya g seka a g di a gu di kota Chi ago Attoe, 6 . Penempatan bangunan tinggi dan atau bangunan pencakar langit pada pertemuan antara langit dan daratan
e i ulka a ti ya g ka i se ut se agai ga is la git. Akhi ya, kata “kyli e pe ulis
terjemahkan sebagai garis langit kota.
Dari Kedua definisi diatas, garis langit kota secara visual diartikan sebagai siluet,
Panorama) sering digunakan dalam makna yang sama walaupun ada perbedaan
diantara keduanya. Ur a skyli e represe ts erti al pla proje tio of ur a for ,
that is, its two dimensional presentation (2D). Panorama represents three dimensional
prese tatio s D of ur a for , at hi g it fro a ele ated poi t D , (Lukic,
2011)
Gambar 1.1 Siluet garis langit kota New York (Urban Skyline) secara dua dimensional Sumber : www.dreamstime.com
Gambar 1.2 Pemandangan kota (Urban panorama) New York se ara 3 Di e sio al atas dan ketika
dilihat dari keti ggia awah
Sumber : www.dreamstime.com
2.2 PROSES TERBENTUKNYA GARIS LANGIT KOTA
Garis Langit kota tidak begitu saja terjadi, melainkan ada sebuah proses
perencanaan yang mengiringinya, terutama dari segi ekonomi dan politik. Proses
terbentuknya garis langit kota juga berkaitan erat dengan perkembangan arsitektur
bangunan tinggi dan atau bangunan pencakar langit karena garis langit kota
merupakan penampilan siluet maupun pemandangan dari kumpulan bangunan tinggi
da atau pe aka la git. Ditegaska oleh Li da Heath , The environmental
i pa t of tall uildi gsis sy oli a d aestheti as ell as isual sehi gga The effe t
Gambar 1.3 Kronologi perkembangan pencakar langit
Dilihat dari sejarahnya, pembangunan bangunan tinggi dan atau bangunan
pencakar langit sudah dimulai sejak abad ke-19. Bangunan tinggi dan bangunan
pencakar langit pada masa itu sangat dipengaruhi oleh arsitektur Eropa, namun
Amerika-lah pada empat dekade pertama di abad ke-20, banguna pencakar langit
tidak lagi menjadi sesuatu yang aneh dalam arsitektur komersil, melainkan menjadi
lambang kejayaan sekaligus cerminan abad ke-20.
Davis (1989), arsitek bangunan tinggi dan bangunan pencakar langit pertama
New York mengatakan bahwa pencakar langit di New York adalah sebuah visi baru
dan modernisme dan sebagai pintu gerbang menuju dunia baru. Bangunan –
bangunan tinggi kemudian menjadi citra kota New York setelah tahun 1900, dan
lebih lanjut menjadi citra kota-kota Amerika yang menuju kedewasaan dalam
berarsitektur.
Bangunan komersil terus berkembang sejalan dengan perkembangan
teknologi rangka baja dan lift, dua bentuk inovasi teknologi yang pada satu sisi
memungkinkan pembangunan pencakar langit dan pada sisi lain menyebabkan
bangunan pencakar langit menjadi praktis dan dapat mempunyai ketinggian lebih
tinggi (Goldberger,1994:5)
Kemudian seiring dengan berjalannya waktu, muncul kebutuhan akan sistem
transportasi massal yang baik di pertengahan tahun 1800-an. Kota-kota di Amerika
mulai melakukan inovasi dalam menggabungkan bangunan perkantoran yang
merupakan bangunan pencakar langit dengan kereta listrik agar tetap dapat
terlihat baik secara keruangan dengan cara kereta listrik tersebut dioperasikan
abad ke-20, masyarakat telah terbiasa dengan pemandangan garis langit kota yang
memiliki banyak bangunan tinggi dan dilengkapi dengan infrastrukstur yang
canggih, seperti sistem transportasi massal.
Selain itu, garis langit (skyline) kota diatur dalam peraturan tata kota dimana
dapat e ghasilka it a ak o se a a isual. y u a egulatio s e ould
impact on its affirmation and desirable shape, could be summarized through four
fields, luki , . Kee pat atu a te se ut yaitu :
1) Aesthetic / Visual Regulation
Elemen visual sangat dibutuhkan dalam perancangan kota karena
perancangan perkotaan yang baik akan membuat kota menjadi lebih
berkarakter dan berkualitas sehingga mendapat penghargaan dari banyak
orang. Lynch (Stamps et al.2005) adalah perintis dari peraturan visual saat ini,
dia e gataka ah a : its should e lead y isual pla : se ies of e o e datio s a d egulatio s… all i i o e of visual form in urban
s ale . “e uah pe elitia e u juka ah a kei daha uka te letak pada su yekti itas pe o a ga , elai ka ditegaska oleh La gdo , o a g
biasanya sependapat terhadap hal-hal ya g e ye a gka da ya g tidak
(Goldberger, 1994-2000)
2) Height Regulation
Peraturan tentang ketinggian dimulai dari kota-kota di Amerika dimana
landmark atau monumen penting diatur agar tetap menjadi yang tertinggi di
se uah kota Washi gto is the atio s ho izo tal ity, tha ks to a
unrepealed act of 1910 which set the maximum building height at 130 feet
.6 Koostof : .
3) Regulation of view corridors (Important Vistas)
“kyli e of the ity ould e pe ei ed o ly y o se i g it f o a lo g
distance (long view) which incorporates larger part of the city and neglects
details of spa e ele e ts. Ada tiga je is pe a da ga ga is la git kota, yaitu
(sungai atau tepi laut) dan yang terakhir dilihat dari ketinggian (dari puncak
gunung atau dari bangunan tinggi).
Untuk merencanakan sebuah perlakuan terhadap suatu jalur lalu lintas di
perkotaan, ada sebuah teori mengenai pertimbangan jarak (multiple
considerations) di dalam perancangan kota. Teori ini dipakai untuk
menentukan penempatan dan bentuk bangunan-bangunan yang berdekatan di
dalam perancangan ruas jalan. Contohnya untuk mendapatkan suatu jalur yang
memiliki pemandangan lingkungan yang baik, penempatan bangunan tinggi
harus dikomposisikan secara bergantian di kiri dan kanan jalur dengan
bangunan berketinggian rendah diantaranya, sehingga terhindar dari efek
di di g e e us ya g dapat e utupi pe andangan indah pada suatu jalur.
4) Choosing locations for positioning urban landmark
Menempatkan bangunan tinggi atau landmark kota yang menarik dapat
berkontribusi terhadap citra buruk garis langit sebuah kota. Namun yang harus
diperhatikan adalah lokasi landmark tersebut harus dipilih dengan hati-hati
sehingga layak. Kumpulan bangunan tinggi harus diletakan secara menarik dan
seimbang komposisinya.
Dari keempat peraturan tersebut, apabila diterapkan dapat menghasilkan
garis langit kota yang sesuai dengan identitas/karakter kota dan diharapkan
dapat memiliki daya tarik bagi orang yang melihatnya.
2.3 GARIS LANGIT KOTA SEBAGAI FUNGSI ESTETIKA
Pengalaman menyenangkan dari sebuah garis langit kota, daya tarik visual dan
keindahannya bergantung pada 3 faktor, yang pertama dari bentuk garis langit kota itu
sendiri, yang kedua adalah keadaan lingkungan disekitarnya (cahaya, kondisi cuaca,
kualitas air), serta yang ketiga adalah pemikiran serta kecenderungan pergaulan yang
dibawa ketika seorang melihat sebuah garis langit kota (Attoe, 1981). Dengan
demikian, dua faktor pertama berhubungan dengan ciri fisik dari Garis Langit kota
sedangkan faktor ketiga berhubungan dengan mental atau kerangka persepsi orang
Sebagai implikasi fungsi estetika dari garis langit kota terhadap pemandangan,
garis langit dapat memberikan pengamat view yang dramatis untuk kebutuhan
fotografik dan sebuah kesan yang tak terlupakan. Hal ini membuat masing-masing kota
sebaiknya memiliki minimal satu garis langit kota yang direncanakan. Cara
menentukannya adalah dengan menemukan sebuah tempat diamana pengamat dan
warga merasa bangga dengan tempat itu sehingga kemudian pengamat dan warga
merasa bangga dengan tempat itu sehingga kemudian tempat tersebut dapat direkam
da i sisi te aik. Attoe juga e gataka ah a, i othe ases, specific sites
are set aside for picturesque views of skyline: Mount Victoria at Hongkong, Mount
‘oyal i Mo t eal, a d Mou t Vi to ia at Au kla d . Terjadi sebuah transformasi
keindahan ketika Garis Langit yang kita lihat secara langsung menjadi sebuah
gambaran dengan sudut pandang yang memperlihatkan garis langit kota dalam bentuk
yang jauh lebih kecil atau disebut foto.
Hal yang paling penting dalam menentukan keindahan atau estetika dari sebuah
garis langit kota adalah keberadaan ruang diantara tiap-tiap bangunan dan bagaimana
cara untuk membingkai pemandangan tersebut. Para pecinta keindahan biasanya
memotret garis langit kota menjadi foto dan menganggap bahwa garis langit kota
sama menariknya seperti obyek-obyek hiburan lain. Berdasarkan hasil penelitian di
Chicago, garis langit kota juga bahkan dapat merupakan sebuah obyek wisata.
2.4 GARIS LANGIT KOTA DAN TOPOGRAFI
Untuk kepentingan analisa garis langit, perlu diperhatikan kondisi-kondisi tapak
yang berlawanan yaitu tapak (lansekap) yang datar dan lokasi yang berbukit-bukit. Ada
juga kondisi-kondisi lansekap lainnya, seperti ketinggian pohon pelindung ataupun
posisi, ukuran, bentuk dan kualitas jalur air yang sama pentingnya dengan topografi
sebagai pertimbangan dalam menghasilkan bentuk dan estetika kota. Sementara
setiap tapak yang unik dan berkarakteristik akan mempunyai efek bagi garis langitnya,
namun hubungan antara garis langit dengan topografi tidak pernah dengan mudah
dikenali secara langsung.
Seperti pada umumnya tata ruang yang teratur atau formal biasanya
dihubungkan dengan ketingggian tapak dan layout yang tidak beraturan dari tapaknya
tapak yang tidak teratur biasanya berdiri tegak lurus satu sama lain. Pada tapak yang
memiliki perbedaan ketinggian atau topografi miring, pengelompokan bangunan
cenderung ditempatkan secara informal sesuai dengan kondisi konturnya. Dalam
pemecahan perancangan secara tradisional (konvensional) pada puncak bukit, efek
dari bentuk bangunan terlihat secara nyata yaitu jalan-jalan dan bagian depan
bangunan berbentuk kurva yang secara teratur mengikuti kontur. Keseluruhan
rencana kota sering menyebar dengan lapisan pembangunan keluar dan menurun dari
inti puncak seperti riak pada suatu kolam. Prinsip umum ini dalam pengembangan
normal pada tapak yang rata atau miring, memerlukan keahlian. Namun banyak kota
yang dikembangkan pada tapak yang datar sering memperlihatkan ketidakteraturan di
dalam tata ruang dikarenakan desain jalan yang organik.
Masalah paling kritis dalam perancangan perletakkan bangunan pada tapak yang
topografinya miring , serta pada puncak bukit yang secara visual mandiri, adalah
penyelesaian perancangan dari puncak dan profil bukit tersebut. Ditinjau dari aspek
bentuk, tapak yang datar dengan sendirinya tidak punya arti sebagai bentuk yang
alami, daya tarik visualnya justru tergantung pada objek yang ditempatkan diatasnya.
Tapak pada lereng bukit secara alami mempunyai siluet bentuk melengkung terhadap
langit. Adapun bentuk melengkung ini kelihatan menarik oleh karena bentuknya
sendiri. Menempatkan objek pada bagian punggung bukit bisa menjadi bentuk yang
berbeda dari objek lainnya dan terlihat indah sebagai garis langit yang bergerigi.
Adapun cara untuk mengembangkan perancangan garis langit pada tapak yang
topografinya berbukit yaitu:
Melakukan pengembangan pada dasar bukit atau pada kemiringan yang lebih
rendah. Dalam hal ini bentuk yang dibangun harus memperkuat kaki bukit
sehingga tidak mengganggu siluet alami bukit tersebut. Maddocks, seorang insiyur
dan pengusaha pada abad ke-19 telah mendirikan kawasan perumahan di atas
tanah yang direklamasi pada daerah Traeth Mawt, barat laut Wales. Dia
menempatkan Kota Tremadoc, yaitu suatu kota kecil yang direncanakan pada tepi
tanah yang direklamasi dan berada pada bayangan tepi tebing yang curam. Dalam
hal ini lereng bukit membentuk blackcloth yang bagus sekali untuk perancangan
kota yang berada pada kaki bukit tersebut. Garis langit yang menghiasi kota
bangunan secara umum, menggantikan arti garis langit yang dilihat dari lokasi yang
bagus di dalam kota tersebut.
Memperkuat garis langit dengan menempatkan bangunan secara rapat di
sepanjang punggung bukit sehingga mengikuti bentuk siluet topografinya.
Tumbuh-tumbuhan dibawahnya memberi drama pada komposisi topografi
tersebut. Garis langit dalam kasus ini adalah suatu profil sederhana yang tetap
mencerminkan bentuk topografi tanah yang ditempatinya. Ketika gubahan massa
bangunan terjadi pada garis langit ini maka perancangan harus ditampilkan secara
dramatis, bagaikan puncak menara tunggal. Hal ini dapat dilihat pada tower-tower
bangunan pada kawasan San Gimignano (Gambar1.4).
Gambar 1.4 Bangunan-bangunan pencakar langit di San Gimignano
Ketika lereng bukit ditutupi oleh bangunan yang rapat dari dasar permukaan
tanah sampai ke puncak maka bentuk lansekap yang asli terlihat tetap bertahan.
Namun jika keseluruhan didominasi oleh satu bangunan yang besar, bentuk lansekap
akan mengalami perubahan besar. Bukit St. Michel adalah suatu contoh yang baik dari
suatu bentuk lansekap yang dikembangkan dimana kondisi topografi yang asli tidak
dirusak oleh pengembangan yang terjadi di sekitar kawasan tersebut. Kasus ini
e upaka o toh g a d gestu e . Bukit “t. Mi hel e upaka suatu si ol
kemuliaan Tuhan. Hal tersebut ditampilkan melalui pengolahan garis langit melalui
susunan menara-menara kecil yang menarik dan pada puncaknya diakhiri oleh suatu
tujuan yang diharapkan dalam usaha menghiasi kota dengan suatu garis langit yang
berornamen ( Gambar 1.5).
Gambar 1.5 Hillside town, Perancis bagian selatan.
Adapun beberapa pemikiran untuk bentuk gubahan massa bangunan yang layak
dalam suatu kota yang terletak di atas tanah berbukit-bukit yang luas, antara lain :
Dataran tinggi di dalam kota dapat menonjol sebagai lansekap hijau di atas dataran
yang banyak dibangun massa bangunan-bangunan berlantai rendah
Puncak bukit boleh dirancang dengan pengembangan massa bangunan-bangunan
tingkat tinggi, namun harus dipertimbangkan dengan fungsinya yang penting
terhadap kota secara keseluruhan.
Untuk mengendalikan, mencapai, dan memelihara kesesuaian dan keseimbangan
garis langit di atas area yang berbukit-bukit memiliki kesulitan tersendiri, terutama
sekali jika ada keinginan untuk membangun lebih tinggi dibandingkan dengan tinggi
rata-rata bangunan sekitarnya. Jika topografi tidak diperhitungkan dalam perancangan
ketinggian bangunan, hal tersebut hanya berdampak terjadinya penurunan kualitas
dari sebuah lokasi yang sudah jelas identitasnya. Misalnya sebuah kota sudah
memanfaatkan topografi dalam keputusan perancangan, garis langit yang dihasilkan
oleh susunan gubahan massa akan memberikan identitas yang jelas. Kualitas garis
merupakan hasil dari bentuk penempatan bangunan secara keseluruhan yang
dibangun dalam hubungan yang serasi dengan kondisi topografi. Adapun contoh
penerapan yang nyata dari pendekatan ini terjadi pada kota di masa Romawi kuno
yaitu kawasan pemukiman yang memiliki tujuh puncak bukit, dimana ketujuh puncak
bukitnya masing-masing ditandai oleh menara bangunan. Pada daratan yang lebih
rendah di belakang ketujuh bukit tersebut menyebar kota secara keseluruhan.
Komposisi multi lapisan ini menggambarkan suatu garis langit yang kaya dan
mengesankan (Gambar 1.6).
Gambar 1.6 Istambul
Keuntungan dari pencerminan topografi melalui perancangan garis langit
diilustrasikan pada prinsip urban desain kota San Fransisco yang diterbitkan oleh
Departeman Perencanaan Kota San Fransisco(Attoe, 1981). Hal ini dinyatakan akibat
te jadi ya hu u ga isual a ta a a gu a da topog afi ya g sa gat se pu a di
San Fransisco pada awal 1960-an. Dimana masing-masing sisi kota memberikan efek
ukit da le ah Attoe, . Ko sep pola pe letakka assa a gunan seperti ini
mempunyai dua keuntungan utama, yaitu:
Dari kejauhan, pemandangan kondisi alami dataran yang rendah diperlihatkan
secara jelas
Pemandangan kota dan teluk San Fransisco bila dilihat dari bukit sangat jelas dan
Beberapa hal e ge ai pe a a ga ga is la git de ga pola ukit da le ah
dapat dilihat pada gambar 1.7-1.10 (sumber Attoe, 1981).
Gambar 1.7
dan bangunan bertingkat rendah
Adapun parameter pengembangan sistem struktur di atas tapak yang datar
sangat berbeda dibandingkan dengan tapak yang miring. Garis kontur tanah pada
tapak yang miring sampai pada jumlah tertentu akan menentukan posisi panjang
bangunan dan juga penempatan jalan utama. Perancangan garis langit pada tapak
yang datar secara praktis akan memperhatikan lebih detail pengaruh kondisi iklim,
bahan bangunan dan teknologi konstruksi. Lain halnya perancangan tapak pada tanah
berkontur yang tidak mempunyai penyelesaian yang sama bila membentuk lingkungan
buatan di atasnya. Adapun pola konsep yang sering digunakan untuk pengembangan
tapak yang datar adalah pola grid (segi empat) atau sumbu/simetris serta linier. Secara
umum, pengolahan profil garis langit dan pengolahan perubahan level lantai dapat
memecahkan kemonotonan lansekap yang datar. Misalnya pembangunan pada masa
pra-industrial, dimana perancang telah memaksakan kehendaknya pada tapak yang
datar melalui sistem struktur massa bangunan yang luas dan berskala raksasa. Adapun
kota ati di Mesi e upaka suatu pe ge ualia u tuk atu a i i; di a a
terbangun sekelompok piramid raksasa di daerah Gizeh yang menjadi model untuk
suatu pembangunan. Massa piramida menjulang tinggi di atas tanah yang datar, dan
pada akhirnya memberikan makna suatu pemandangan yang dahsyat dan baru pada
masanya.
Selain itu, terdapat juga massa bangunan yang lebih tua dan terletak pada bagian
Seine. Pada bagian pusat kota ini, tampak garis langit kota didominasi oleh menara
Eiffel. Menara Eiffel adalah image utama yang mengangkat nama kota Paris.
Keberadaan menara tersebut memberikan image kebanggaan bagi setiap orang
bahkan oleh mereka yang belum pernah mengunjungi kota itu, sehingga Menara Eiffel
dianggap sebagai nama yang mewakili kota Paris.
Di Amerika Serikat terdapat beberapa contoh kota yang direncanakan dengan
pola grid serta dikembangkan di atas tapak yang datar. New York yang memiliki banyak
bangunan bertingkat tinggi, kenyataannya dapat memberikan makna kesatuan garis
langit yang dramatis. Begitu juga dengan garis langit kota Chicago, yang menekankan
makna pengulangan bangunan-bangunan pencakar langit yang dramatis (Gambar 2.1).
Gambar 2.1 Garis langit kota Chicago
Pemandangan garis langit yang paling dramatis sering dirancang sebagai pintu
masuk utama kota. Hal ini penting sekali bila pintu masuk ke suatu kota adalah dari
arah laut atau sungai. Garis permukaan air yang horizontal dapat memantulkan warna
langit dan bangunan yang terdapat pada tepi laut. Bangunan dan warna langit tersebut
dapat muncul dari permukaan air, serta dapat membuat pemandangan yang special.
Pemecahan seperti ini sering dilakukan pada wilayah-wilayah yang terletak pada
beberapa lokasi pantai. Misalnya salah satu pintu gerbang kota yang sangat terkenal
yaitu pintu gerbang Venezia yang dapat dicapai melalui The Grand Canal. Pintu masuk
ke kota dari arah laut tegak lurus dengan kanal, yang terletak antara Istana Doges dan
perpustakaan. Tampak dari laut Piazza San Marco yang menuju Basilika memiliki garis
didominasi oleh menara lonceng bangunan ibadah. Hal itu menjadi sangat penting bagi
kota tersebut dan ini memberikan image yang positif bagi warganya. Adapun garis
langit kota Venesia di abad pertengahan dengan jelas dapat dilihat pada gambar2.2.
Gambar 2.2 Garis langit kota abad pertengahan di Venesia
Banyak menara-menara gereja yang puncak menaranya memiliki kemiripan
dengan menara lonceng St. Mark, namun tidak ada yang terlihat mendominasi seperti
menara lonceng St. Mark. Liverpool adalah contoh lainnya dari suatu kota yang
terletak pada pintu masuk pantai. Kota tersebut memiliki garis langit yang dramatis.
Tampak pada gambar 10, tiga bangunan bagus membentuk tepi laut yaitu Liver
Building dengan profil yang tidak datar dan burung-burung liver yang besar serta
merupakan lambang dari liverpool. Pada bagian lainnya berdiri dua katedral yang
megah pada punggung bukit sehingga keduanya menampilkan siluet yang sangat
berbeda.
Jika dilihat dari contoh-contoh diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa
salah satu fungsi perancangan dekorasi garis langit adalah untuk memudahkan
orientasi di dalam kota. Struktur yang paling tinggi dalam suatu profil yang unik serta
menonjol secara keseluruhan pada garis langit berfungsi sebagi landmark. Menurut
Lynch (1960), landmark tidak perlu ditampilkan bertingkat tinggi, tetapi dapat terlihat
menonjol pada garis langit serta memberikan image bagi pengamat. Kebudayaan pada
dunia modern dapat dilihat melalui struktur sosial, politik dan ekonomi masyarakat,
cara mengorganisir dan mengurus dirinya sendiri, teknologi yang dipakainya dan
nilai-nilai yang dipegangnya tidak statis. Bentuk kota bersama-sama dengan garis langitnya,
seiring dengan perkembangan waktu akan beradaptasi dengan perubahan ini.
Pemahaman perancangan dekorasi garis langit saat ini, harus lebih mengarah kepada
potensi untuk pengembangan lebih lanjut. Pemahaman perancangan ini bergantung
pada pengetahuan sejarah pengembangan budaya. Kepekaan dan pemahaman pada
historik yang mendalam, pada proses perancangan garis langit adalah prasyarat
penting agar perubahan pada profil kota dapat berjalan sesuai dengan konteksnya.
Saat ini pada sebagian kota-kota di Eropa, bangunan religius mendominasi garis
langitnya. Berbeda dengan Amerika dimana bangunan-bangunan kormersil sekarang
mendominasi dan mewarnai garis langitnya. Hal ini juga menjalar sampai ke kota-kota
di Eropa.
2.5 GARIS LANGIT KOTA SEBAGAI SISTEM VISUAL
Sistem menurut Wikipedia.com merupakan suatu kesatuan bagian-bagian yang
saling berhubungan yang berada dalam suatu wilayah serta memiliki item-item
penggerak. Menurut Tim penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), pengertian
sistem biasanya dikaitkan dengan konteks letak atau positional context. Sistem adalah
seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu
totalitas.
Devinisi visual adalah berkenaan dengan dapat dilihat dengan media penglihatan
(mata), Purwodarminto (1972). Tanda-tanda visual adalah ciri-ciri utama yang secara
fisik dapat dilihat dimana dapat memberikan atribut pada gambar visual dalam suatu
Faktor-faktor pembentuk sistem visual meliputi :
1. View, berarti bagaimana kita memandang suatu obyek tersebut.
2. Jarak antara obyek dengan pemandang.
3. Tinggi bangunan.
Faktor-faktor estetika pada urban design diantaranya adalah :
1) Keterpaduan (Unity), menciptakan kesatuan secara visual dari tiap-tiap
komponen kota dan dari elemen yang berbeda sehingga membuat hal-hal yang
kurang menyatu ke dalam organisasi visual yang terpadu. Hal penting dalam
karakter unity adalah proporsi setiap elemen.
2) Proporsi massa tinggi bangunan terhadap posisi pengamat dengan rumus H/D
enclosure (Spreiregen) yang akan menunjukan kualitas keruangan dari
masing-masing posisi pengamat. Bangunan yang memiliki bentuk proposional yang baik
apabila dapat melihat seluruh bangunan menurut kajian teori adalah apabila
sudut pandang 27ᴼ atau D/H = 2. Dengan membandingkan D/H menurut
Yoshinobu Ashihara (1983), akan diperoleh proporsi sebagai berikut : Proporsi
seimbang bila D/H = 1; Proporsi intim, sempit, tertekan apabila D/H<1; ruang
terkesan terbuka bila D/H > 1,2,3, bila >4 sudah terasa adanya ruang.
3) Skala (scale), produk arsitektur merupakan ruang fungsional yang selalu
berhubungan dengan manusia, oleh sebab itu skala harus dapat menunjukan
perbandingan antara elemen bangunan dengan elemen tertentu yang
ukurannya sesuai dengan kebutuhan manusia, menurut Zahnd (1999) dalam hal
ukuran suatu ruang atau bangunan dari dua tempat akan sangat berbeda
walaupun skalanya tepat sama. Selain itu Asihara (1974) menjelaskan bahwa
sudut pandangan mata manusia secara normal pada bidang vertikal adalah 60ᴼ,
tetapi bila melihat secara intensif maka sudut pandangan berkurang menjadi 1ᴼ.
Dan orang dapat melihat keseluruhan bangunan bila sudut pandangan 27ᴼ atau
bila D/H = 2, yaitu jarak dibagi dengan tinggi sama dengan 2.
4) Kesimbangan (Balance), merupakan nilai-nilai pada suatu obyek dimana daya
tarik visual di kedua sisi dari pusatnya adalah seimbang atau pusat daya tarik
titik istirahat mata atau titik perhentian mata yang mengilaukan kekacauan dan
ketidak pastian terhadap visual.
5) Warna (colour), kesan suatu bangunan atau kawasan salah satu yang
menimbulkan kesan tertentu adalah adanya peranan warna. Kualitas estetika
dari Town Scape ditentukan antara lain oleh peranan warna yang cukup kuat.
Cita rasa yang ditimbulkan dari setiap individu yang memiliki bangunan tersebut
akan diperoleh pola komposisi warna yang berbeda-beda. Hal tersebut
sebaiknya dipertimbangkan oleh para perancang (arsitek) agar bangunan yang
dirancang tersebut mempunyai dukungan karakter terhadap kawasannya.
Sebagai sebuah sistem visual, garis langit kota dimaknai akan memberikan
sebuah totalitas pemandangan tentunya membutuhkan pendekatan terhadap
faktor-faktor tersebut diatas. Kelengahan dalam menyandingkan berbagai faktor-faktor diatas
menjadikan nilai sebuah garis langit kota menjadi buram, kehilangan estetikanya dan
bisa sampai pada penurunan citra terhadap kota tersebut. Maka penulis menggunakan
faktor-faktor diatas sebagai panduan untuk penelitian ini.
2.6 GARIS LANGIT DAN CITRA KOTA
The skys aper, ore tha a y other bulding type,has the capicity to capture the
pu lik i agi atio ’’(Howeler,2003)
Citra (image) adalah sesuatu yang tampak oleh indera manusia,tetapi tidak
memiliki eksitensi substansial. (yasraf amir piliang, 2003 dalam thenearto,
2008).Dalam hal ini Garis Langit sebuah kota dipahami sebagai potret atau gambaran
kota yang kemudian membuat orang yang melihatnya menafsirkan dalam sebuah
citra. Garis Langit kota menampilkan proyeksi bangunan secara vertikal dari sebuah
kawasan di kota atau lebih besar lagi (dalam hal keruangan).sehingga dapat dikatakan
pula e upaka it a pe kotaa se a a ak o. Appeal of cities manifest itself in their
public space,which includespublic urban macro images.in otherwords,urban
skyli e,’’ luki , .
Lebih lanjut dijelaskan pula oleh thomas W.J Mitchel bahwa tipologi citra dapat
terakhir citra verbal (metafora dan deskripsi).Dalam wujud grafis,citra adalah sebuah
objek yang dibentuk oleh unsur-unsur visual yang konkret di dalam ruang
(garis,bentuk,bidang,Warna dan tekstur).Sedangkan dalam wujud perseptual,citra
merupakan unsur-unsur visual sebuah objek sebagaimana ia hadir dalam pemikiran
seseorang.
Kita tidak mungkin bisa mempresentasikan citra suatu Garis Langit kota secara
objektif dan seragam sebab sebuah objek dapat mempunyai dua citra,yaitu citra aktual
dan citra mental yang dibentuk oleh orang yang berbeda seperti yang telah dijelaskan
di sub bab sebelumnya,bahwa kemampuan dalam lingkungan sekitar mempengaruhi
seseorang dalam memaknai sesuatu yang ia lihat, dalam hal ini yaitu citra dari sebuah
Garis Langit kota.
Garis Langit kota terdiri dari bangunan-bangunan tinggi yang dapat dihubungkan
de ga it a ode ka e a istilah ode disi i e kaita de ga istilah a sitektu et opolita da fe o e a ig ess seolah ide tik de ga kota esa , so aya, ) Dikatakan pula bah a a sitektu et opolita e iliki kecenderungan untuk
menghasilkan bangunan-bangunan berukuran besar,yang melebihi skala manusia.
Dalam hal ini termasuk bangunan pencakar langit.Rem Koolhaas juga menyebutkan
bahwa bigness dan arsitekturnya adalah fenomena yang tidak terelakan bagi kota
metropolitan,sehingga segala bentuk penyangkalan terhadapnya akan
sia-sia(soraya,2003).
Gambar2.4.Garis langit kota (Skyline)sebagaiPemandanganyangBercitra.