• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIODIVERSITAS DAN SEBARAN SUMBERDAYA IKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BIODIVERSITAS DAN SEBARAN SUMBERDAYA IKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BIODIVERSITAS DAN SEBARAN SUMBERDAYA IKAN DI DAERAH EKOSISTEM LAMUN PESISIR TIMUR PULAU BINTAN, KEPULAUAN RIAU

Yusli Wardiatno1* dan Muhammad Nur Arkham2

1Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor

2Mahasiswa Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor

*e-mail: wardiatno@gmail.com

ABSTRAK

Ekosistem lamun merupakan salah satu dari komponen penting sebagai penyusun kesatuan ekosistem pesisir bersama dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang. Ekosistem lamun itu sendiri merupakan ekosistem pesisir yang memiliki produkstivitas primer dan sekunder yang tinggi dengan dukungan yang besar terhadap kelimpahan dan keragaman ikan. Kabupaten Bintan merupakan kepulauan dari wilayah Indonesia yang memiliki ekosistem lamun terluas yaitu sebesar 2500 ha. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi biodiversitas jenis ikan yang berasosiasi dengan ekosistem lamun dan sebarannya di lokasi penelitian. Peneltitian ini dilakukan di Desa Malang Rapat dan Berakit pada bulan September sampai November 2014. Pengambilan data meliputi sampling komunitas ikan dan sebaran sumberdaya ikan. Analisis data meliputi analisis komposisi jenis, struktur komunitas, dan sebaran spasial dengan Google erth 2015. hasil penelitian menunjukkan bahwa biodiversitas jenis ikan dilihat dari struktur komunitas dan komposisi jenis ikan di ekosistem lamun di Desa Malang Rapat dan Berakit terdapat perbedaan. Struktur komunitas di Desa Malang Rapat berdasarkan nilai indeks keanekaragaman (H’) dan keseragaman (E) sebesar 2,56 dan 0,93 lebih tinggi dibanding Desa Berakit yaitu sebesar 1,69 dan 0,62. Nilai tersebut menunjukkan keankeragaman di Desa Malang Rapat Sedang dan komunitas dalam kondisi stabil. Sedangkan di Desa Berakit menunjukkan keanekaragaman rendah dan komunitas dalam kondisi labil. Sedangkan untuk nilai indeks dominansi (C) dari masing-masing desa tergolong rendah dengan nilai masing-masing desa sebesar 0,09 dan 0,34. Sedangkan untuk sebaran spasial dari sumberdaya jenis ikan tersebar di dekat dengan pantai di Desa masing-masing.

(2)

PENDAHULUAN

Kawasan pesisir merupakan suatu wilayah yang memiliki potensi sumber daya perikanan dan keanekaragaman hayati laut yang tinggi. Kondisi tersebut dapat memberikan banyak kontribusi terhadap aktivitas masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya perikanan untuk kesejahteraan dan sebagai matapencaharian masyarakat pesisir. Pemanfaatan yang berlebih memberikan pengaruh terhadap keberadaan biota perairan yang hidup di wilayah perairan tersebut. Salah satu ekosistem pesisir yang paling produktif dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat adalah ekosistem lamun. Ekosistem lamun juga berperan dalam meningkatkan usaha perikanan masyarakat pesisir, karena secara ekologis memiliki peranan yang sangat penting yaitu tempat mencari makan (feeding ground), berpijah (spawning ground), berlindung (shelter), dan pembesaran (nursery ground) dari beberapa jenis ikan yang berasosiasi (Aswandy dan Azkab, 2000; Kordi, 2011). Ekosistem lamun (seagrass) merupakan salah satu dari komponen penting sebagai penyusun kesatuan ekosistem pesisir bersama dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang. Ekosistem lamun juga memiliki peran yang sangat besar dalam penyediaan jasa lingkungan, baik dari sisi ekologi maupun dari sisi ekonomi. Termasuk di dalamnya adalah stabilitas sedimen, kontrol kualitas air, dan dalam siklus karbon dan nutrient lainnya (Torre-Castro, 2006).

Ekosistem lamun itu sendiri merupakan ekosistem pesisir yang memiliki produkstivitas primer yang tinggi (Kordi, 2011). Selain itu ekosistem lamun juga memiliki produktivitas sekunder dan dukungan yang besar terhadap kelimpahan dan keragaman ikan (Gilanders, 2006). Menurut Bell dan Pollard (1989) telah mengidentifikasi 7 karakteristik utama kumpulan ikan yang berasosiasi dengan lamun yaitu: (1) Keanekaragaman dan kelimpahan ikan di padang lamun biasanya lebih tinggi daripada yang berdekatan dengan substrat kosong, (2) Lamanya asosiasi ikan-lamun berbeda-beda diantara spesies dan tingkatan siklus hidup, (3) Sebagian besar asosiasi ikan dengan padang lamun didapatkan dari plankton, jadi padang lamun adalah daerah asuhan untuk banyak spesies yang mempunyai nilai ekonomi penting, (4) Zooplankton dan epifauna krustasea adalah makanan utama ikan yang berasosiasi dengan lamun, dengan tumbuhan, pengurai dan komponen infauna dari jaring-jaring makanan di lamun yang dimanfaatkan oleh ikan, (5) Perbedaan yang jelas (pembagian sumberdaya) pada komposisi spesies terjadi di banyak padang lamun, (6) Hubungan yang kuat terjadi antara padang lamun dan habitat yang berbatasan, kelimpahan relatif dan komposisi spesies ikan di padang lamun menjadi tergantung pada tipe (terumbu karang, estuaria, mangrove) dan jarak dari habitat yang terdekat, (7) Kumpulan ikan dari padang lamun yang berbeda seringkali berbeda juga, walaupun dua habitat itu berdekatan.

(3)

yang dapat menyebabkan perubahan lingkungan seperti pembangunan hotel, restaurant, dan beberapa pelabuhan (Damayanti, 2011).

Berdasarkan uraian diatas maka diperlukan adanya penelitian tentang biodiversitas dan sebaran sumberdaya ikan di ekosistem lamun khususnya di Pulau Bintan, Kepulauan Riau karena merupakan bahan informasi yang penting untuk dimanfaatkan dan dimasukkan dalam pengelolaan dan pemanfaatan ekosistem lamun. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi biodiversitas jenis ikan yang berasosiasi dengan ekosistem lamun dan sebarannya di lokasi penelitian.

METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau tepatnya di Desa Berakit dan Desa Malang Rapat. Penelitian ini dilaksanakan selama dua (2) bulan yaitu dari bulan September sampai dengan bulan November 2014. Unit analysis dalam penelitian ini yaitu nelayan di Desa Berakit dan Desa Malat Rapat. Kedua desa tersebut mempunyai ekosistem lamun yang baik serta terdapat aktivitas masyarakat pesisir seperti nelayan yang melakukan penangkapan ikan di sekitar ekosistem lamun. Kedua desa tersebut merupakan bagian dari pesisir timur Kabupaten Bintan yang merupakan salah satu bentuk percontohan pengelolaan lamun berbasis masyarkat sejak tahun 2008. Lokasi dalam Penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Lokasi Penelitian. (Sumber: Google earth, 2015).

Sampling Komunitas Ikan

(4)

ikan dijual kepada pedagang pengepul ikan. Semua data hasil tangkapan nelayan di Desa Berakit dan Desa Malang Rapat dicatat dan difoto untuk informasi yang di back-up beberapa jenis ikan (Torre-Castro et al., 2014). Untuk pemastian jenis sumberdaya ikan di daerah ekosistem lamun yaitu dengan metode memasang Trammel Net dan Gill Net (Unsworth et al., 2007) dengan dua kali pemasangannya di masing-masing lokasi penelitian. Kemudian biota dan beberapa jenis ikan yang tertangkap difoto dan diidentifikasi untuk pemastian hasil tangkapan nelayan di ekosistem lamun. Identifikasi dilakukan berdasarkan buku panduan identifikasi biota dan jenis ikan.

Sampling Sebaran Jenis Ikan

Sampling peta sebaran sumberdaya ikan yang berasosiasi dengan lamun yaitu dengan menggunakan alat GPS dan melakukan delineasi area tangkapan dari nelayan baik di Desa Malang Rapat dan Desa Berakit untuk mengetahui daerah tangkapan dari mereka. Dengan demikian kita juga mengetahui beberapa ikan yang tertangkap dan daerah yang biasanya menjadi tempat ikan berkumpul (Torre-Castro et al., 2014).

Analisis Data

Komposisi Jenis Ikan

Hasil dari tangkapan baik dari perangkap Trammel Net dan Gill Net maupun dari nelayan dari Desa Berakit dan Malang Rapat kemudian dianalisis untuk mengetahui jenis sumberdaya ikan dan hasil tangkapan nelayan. Komposisi jenis ini dapat diperoleh dari data berat tangkapan dan jumlah spesies yang diperoleh dari stasiun pengamatan. Sedangkan untuk perhitungan komposisi jenis dari ikan yang tertangkap dan dimanfaatkan oleh nelayan dilakukan perhitungan prosentase jumlahnya. Persamaan yang digunakan adalah formulasi metode Torre-Castro et al. (2014):

N = Jumlah total dari semua spesies yang tertangkap

Struktur Komunitas Jenis Ikan

Analisis struktur komunitas jenis ikan lamun dibagi menjadi indeks keanekaragamaan (H’), indeks keseragaman (E), dan indeks dominasi (C). Perhitungan keanekaragaman ikan lamun dilakukan dengan menggunakan indeks Shannon- Wiener (H’) dengan rumus sebagai berikut (Krebs 1972):

(5)

Dimana, E adalah indeks keseragaman, H′ adalah keseimbangan spesies, H′ max adalah indeks keanekaragaman maksimum yaitu = ln S, dan S adalah jumlah total spesies. Perhitungan indeks dominasi diperlukan untuk mengetahui tingkat dominasi suatu spesies ikan di perairan. Indeks dominasi Simpson (C) diperoleh dengan rumus sebagai berikut :

Dimana, C adalah indeks dominasi, pi adalah proporsi jumlah individu pada spesies ikan lamun, N adalah jumlah individu seluruh spesies, ni adalah jumlah individu dari spesies ke-i, dan i adalah 1,2,3....n.

Analisis Peta Sebaran Jenis Ikan

Analisis peta sebaran sumberdaya jenis ikan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak sistem Google Erth 2015. Sistem Google Erth 2015 ini sendiri digunakan untuk menggambarkan pola sebaran dari sumberdaya ikan yang ada di lokasi penelitian. Data yang diperoleh yaitu berupa titik koordinat nelayan yang melakukan penangkapan oleh sumberdaya ikan lamun yang didapat dari GPS. Titik koordinat yang didapat dari GPS kemudian dikonfersikan dalam sistem Google Erth 2015 sehingga akan muncul point-point dimana sebaran sumberdaya ikan itu ditemukan (Modifikasi Torre-Castro et al., 2014).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sistem Sosial-Ekologi Wilayah Penelitian Administrasi Kabupaten Bintan

Kabupaten Bintan merupakan wilayah kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau yang wilayahnya memiiki potensi pesisir dan pulau-pulau kecil yang cukup besar. Wilayah Kabupaten Bintan tercatat seluas 87.777,84 km2, yang mana luas daratannya ±1.319,51 km2 atau sekitar 1,49% dari total seluruh luas Kabupaten Bintan dan luas lautannya ± 86.458,33 km2 atau 98,51% dari total seluruh luas Kabupaten Bintan (Damayanti, 2011). Daratan Kabupaten Bintan terdiri dari 240 buah pulau yang menyebar di perairan laut Natuna (Laut Cina Selatan) dengan pulau berpenghuni sebanyak 49 pulau, pulau kosong 191 pulau, pulau bernama 190 pulau dan yang belum diberi nama sebanyak 50 pulau. Secara geografis gugus Kabupaten Bintan terletak pada 104º00’BT-104º53’BT dan 04º0’LU-11º5’LU (Damayanti, 2011).

(6)

kecamatan. Kecamatan Teluk Sebong secara administratif terdiri atas 7 (tujuh) kelurahan/desa (BPS Seri Kuala Lobam Dalam Angka, 2013).

Ekosistem Pesisir Kabupaten Bintan Terumbu Karang

Tutupan karang hidup tertinggi di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau didapatkan di wilayah sekitar Tg Tima ( 51 %), di sekitar Malang Rapat lebih rendah, antara 26 – 50 % dan terendah di Teluk Bakau (0 – 25 %) (Lembaga Penelitian-Universitas Riau 2001). Menurut dr. Anang, pengelola Traveller’s Lodge di Desa Mengkurus, terumbu karang di Tg. Berakit juga bagus seperti di Tg. Tima (Tl. Dalam). Hasil dari penelitian LIPI menunjukkan pada umumnya kondisi terumbu karang (berdasarkan tutupan karang hidup) pantai timur desa Malang Rapat dan Teluk Bakau umumnya sedang, dan ada beberapa lokasi yang kondisinya masih baik. Selain itu, ada dua lokasi yang kondisinya masih relatif baik, satu di Malang Rapat dan satu di Teluk Bakau. Jumlah jenis karang batu yang tercatat ada 118 spesies dengan didominasi oleh Galaxea fascicularis dan Porites cylindrica (sub-massive) dan Porites lobata dan Porites lutea (massive). Lokasi yang terumbu karangnya masih baik didominasi oleh jenis Acropora berbentuk meja (Acropora tabulate).

Lamun

Ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem pesisir yang terdapat di wilayah Kecamatan Gunung Kijang dan Teluk Sebong. Terdapat keterkaitan antara ekosistem lamun dengan aktivitas perikanan masyarakat Kecamatan Gunung Kijang dan Teluk Sebong, terutama masyarakat nelayan. Masyarakat memanfaatkan perairan sekitar ekosistem lamun untuk melakukan usaha penangkapan ikan dan biota laut yang berasosiasi dengan ekosistem ekosistem lamun. Ekosistem lamun di Kecamatan Gunung Kijang dan Teluk Sebong tersebar dominan di Desa Malang Rapat, Teluk Bakau, Berakit, dan Pengudang. Kondisi penutupan lamun di wilayah perairan pesisir Desa Malang Rapat terhitung sebesar 43,70 persen, sedangkan Desa Teluk Bakau memiiki penutupan lamun mencapai sebesar 42,80 persen. Terdapat 7 (tujuh) spesies lamun di dua desa tersebut diantaranya Enhalus acoroides (Ea), Cymodocea rotundata (Cr), Cymodocea serrulata (Cs), Thalassia hemprichii (Th), Halodule uninervis (Hu), Halodule pinifolia (Hp), dan Halodule ovalis (Ho) (Damayanti, 2011).

Hasil hasil penelitian LIPI (2008) disampaikan bahwa dari pengamatan lamun dengan menggunakan metoda RRA di 73 stasiun yang mencakup 5 desa (Desa Lagoi, Pengudang, Berakit, Malang Rapat dan Teluk Bakau) ditemukan 10 jenis lamun dari 13 jenis lamun yang ada di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa lokasi pengamatan (Kabupaten Bintan bagian utara-timur) memiliki keaneka-ragaman jenis lamun yang tinggi. Jenis-jenis lamun yang ditemukan tersebut antara lain adalah : Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Ehbalus acroides, Halodule uninervis, Halodule pinifolia, Halophila ovalis, Hallophila. spinulosa, Thalassia hemprichii, Thalassodendron ciliatum, dan Syringodium isoetifolium. Lokasi yang memiliki keanekaragaman jenis lamun tinggi berada pada sisi utara dan timur Kabupaten Bintan, yaitu yang terletak di desa Malang Rapat, Teluk Bakau, Desa Pengudang, dan Desa Berakit.

Mangrove

(7)

ditebang untuk memasok panglong pembakaran kayu mangrove menjadi arang. Tetapi semenjak dibelakukannya PERDA No 14/Tahun 2007 tetang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bintan, pembakaran kayu mangrove untuk arang sudah dilarang.

Sebaran Spasial Sumberdaya Ikan

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk sebaran spasial dari sumberdaya ikan yang dimanfaatkan oleh nelayan dan memberikan kontribusi dalam segi ekonomi pada nelayan dapat dilihat pada Gambar 2. Dimana sebaran sumberdaya ikan yang dimanfaatkan masing-masing desa letaknya tidak terlalu jauh dengan pantai. Hal ini sangat menguntungkan bagi nelayan skala kecil yang telah mendapatkan manfaat dari keberadaan ekosistem lamun dengan sumberdaya ikan yang telah dimanfaatkan. Keuntungan terbesar dari nelayan skala kecil yaitu tidak terlalu membutuhkan bahan bakar dalam melakukan kegiatan penangkapan, dikarenakan aksesnya yang mudah dan dekat sehingga pendapatannya juga lebih baik. Hal ini dibenarkan oleh hasil penelitian Cullen-Unsworth et al. (2013) yang menyebutkan bahwa keberadaan ekosistem lamun sangat penting dalam menunjang ketahanan pangan dan matapencaharian dari nelayan dimana mereka dalam melakukan penangkapan tidak terlalu membutuhkan bahan bakar minyak karena letaknya dekat dengan pantai dan tidak terlalu berpengaruh dengan musim, sehingga para nelayan dapat menghemat biaya dalam melakukan penangkapan. Berikut ini adalah peta sebaran sumberdaya ikan yang telah dimanfaatkan oleh nelayan di desa pengamatan.

Beberapa jenis ikan yang tersebar daiantaranya adalah beberapa sepsies ikan yang berasosiasi dengan lamun. Manfaat dari keberadaan ekosistem lamun itu sendiri terhadap beberapa biota dan spesies ikan yaitu dapat berperan sebagai tempat mencari makan (feeding ground), tempat ikan bertelur, dan berkembang biak (nursery ground). Menurut pendapat Koesoebiono (1995) dalam Widiastuti (2011) fungsi ekosistem lamun di lingkungan pesisir yaitu (1) sebagai perangkap sedimen yang dapat mengendapkan dan menjernihkan air; (2) merupakan makanan bagi dugong, penyu, bulu babi, dan beberapa jenis ikan; (3) daerah asuhan (nursery ground) bagi larva ikan dan udang; (4) tempat perlindungan biota dan beberapa jenis ikan; dan lain sebagainya.

Gambar 2. Peta Sebaran Sumberdaya Jenis Ikan yang Tertangkap oleh Nelayan (Sumber: Data Primer Diolah, 2014)

(8)

Ekosistem lamun merupakan salah satu dari ekosistem laut tropis yang pada umumnya berada diantara ekositem mangrove dan ekosistem terumbu karang. Keberadaan dari ekosistem lamun sering dianggap begitu penting bagi sebagian orang. Berbeda dengan pandangan dari masyarakat di Pesisir Timur Bintan yang telah menyadari pentingnya ekosistem lamun bahkan kawasan ini dijadikan sebagai Kawasan Konservasi Lamun. Pembentukan kawasan tersebut tidak menghalangi masyarakat disekitar untuk memanfaatkan lamun, akan tetapi tetap menjaga kelestariannya, seperti masyarakat di Desa Malang Rapat dan Berakit yang memanfaatkan ekosistem lamun dalam upaya pemanfaatan sumberdaya perikanan. Interaksi antara sistem sosial dan sisem ekologi yang terjadi di lokasi penelitian ini sangat kuat dan sangat kompleks, dimana beberapa jenis sumberdaya ikan yang terdapat di ekosistem lamun telah memberikan kontribusi untuk peningkatan kesejahteraan nelayan sebagai mata pencaharian mereka.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa hasil tangkapan nelayan Desa Berakit dan Malang Rapat berdasarkan jenis alat tangkap yang digunakan, dimana rata-rata hasil tangkapan nelayan di Desa Berakit lebih tinggi daripada hasil tangkapan di Desa Malang Rapat. Rata-rata perhari hasil tangkapan nelayan di Desa Berkit sebesar 6,2 – 23,1 kg/hari, sedangkan untuk nelayan di Desa Malang Rapat sebesar 7,0 – 16,5 kg/hari (Gambar 3). Hasil tangkapan tersebut merupakan rata-rata dari hasil tangkapan nelayan selama 3 – 5 hari secara berurutan selama penelitian berlangsung dan hasilnya dijual kepada pedagang pengepul/tauke.

Gambar 3. Hasil Tangkapan Nelayan di Desa Malang Rapat dan Berakit (Kg.hari-1).

(9)

untuk menarik rajungan supaya masuk dalam perangkap rajungan (bubu ketam) tersebut. Menurut Torre-Castro et al. (2014) menyebutkan bahwa nelayan yang melakukan penangkapan di daerah ekosistem lamun dengan menggunakan jaring dan perangkap ikan memiliki hasil tangkapan yang lebih baik dan melimpah, hal ini karena adanya hubungan konektivitas antara ikan karang yang berasosiasi dengan ekosistem lamun pada saat adanya pasang dan surutnya air laut. Dengan alat tangkap tersebut maka keanekaragaman jenis ikan yang tertangkap lebih banyak. Ditambahkan oleh Tobisson et al. (1998) yang menyebutkan nelayan lokal telah belajar untuk memanfaatkan gelombang dan angin saat melakukan penangkapan.

Komposisi Jenis Ikan

Peran dari keberadaan ekosistem lamun dalam produksi perikanan dengan hasil tangkapan nelayan dengan beberapa jenis sumberdaya ikan yang telah didapatkan oleh nelayan skala kecil di lokasi penelitian sangat penting. Hal ini dikarenakan beberapa spesies yang ditemukan oleh nelayan skala kecil merupakan spesies target yang dapat menunjang ketahanan pangan dan mata pencaharian nelayan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Unsworth et al. (2014) yang menyebutkan bahwa beberapa famili yang ditemukan para nelayan di ekosistem lamun menunjukkan bahwa ekosistem lamun memiliki fungsi ekonomi yang tinggi karena jenis tersebut termasuk spesies target untuk menunjang mata pencaharian nelayan dan peranannya dalam mendukung produktivitas perikanan dan suplai makanan yang penting.

Komposisi jenis sumberdaya ikan didapat dari perhitungan kelimpahan relatif dari spesies yang dimanfaatkan dari hasil tangkapan nelayan baik di Desa Berakit dan Malang Rapat yang telah dijual kepada pedagang pengepul/tauke. Hasil analisis tersebut dapat memberikan informasi tentang beberapa jenis sumberdaya ikan yang dimanfaatkan oleh nelayan di Desa Berakit dan Malang Rapat dari keterkaitannya dengan ekosistem lamun. Hal ini juga dilakukan dalam penelitian Torre-Casrto et al., (2014) yang mengatakan bahwa analisis dengan kelimpahan relatif dari spesies dapat memberikan indikasi yang jelas tentang jenis ikan apa saja yang mendominasi hasil tangkapan di Chwaka Bay.

Analisis dominasi jenis sumberdaya ikan yang telah dimanfatkan oleh perikanan skala kecil di desa tersebut sebagai sumber mata pencaharian mereka dapat dilihat pada Tabel 1 untuk sumberdaya ikan yang dimanfaatkan oleh nelayan di Desa Malang Rapat. Dimana analisis dominasi jenis sumberdaya ikan ini merupakan jenis ikan yang tertangkap di Desa Malang Rapat dan Berakit yang terkait dengan ekosistem lamun (spesies ikan yang berasosiasi dengan ekosistem lamun dalam siklus hidupnya).

Tabel 1. Komposisi Jenis Sumberdaya Ikan di Desa Malang Rapat

No Nama Daerah Nama Famili Nama Spesies Komposisi

(10)

11 Jmpung Hitam Scaridae Scarus ghobban 6,0

12 Tokak Labridae Choerodon anchorago 7,2

13 Dedoh Acanthuridae Acanthurus triostegus 0,9

14 Jampung Kuning Scaridae Scarus forsteni 1,8

15 Tamban Clupeidae Clupeidae tscharchalensis 3,2

16 Ketam Portunidae Portunus pelagicus 9,7

TOTAL 100

Sedangkan untuk jenis dan komposisi dari sumberdaya ikan yang dimanfaatkan langsung oleh nelayan di Desa Berakit dapat dilihat pada Tabel 2. Beberapa jenis yang dimanfaatkan oleh nelayan baik di Desa Berakit atau Malang Rapat hampir sebagian sama jenisnya. Perbedaan seperti yang terdapat di table hanya pada nama daerah untuk jenis ikan tertentu yang berbeda-beda, serta komposisi jenis dari sumberdaya ikan yang dimanfaatkan. Dimana untuk nelayan Desa Malang Rapat lebih memanfaatkan spesies Siganus sutor, sedangkan nelayan Desa Berakit jenis Siganus dolitaus.

Tabel 2. Komposisi Jenis Sumberdaya Ikan di Desa Berakit

No Nama Daerah Nama Famili Nama Spesies Komposisi

Jenis %

1 Lambai Siganidae Siganus doliatus 52,9

2 Mentimun Lutjanidae Letjanus decussatus 0,8

3 Sotong Loliginidae Sepioteuthis 1,9

4 Tokak Labridae Choerodon anchorago 6,1

5 Lebam Siganidae Siganus guttatus 3,4

6 Mata Kucing Latidae Psammoperca waigiensis 0,4

7 Dedoh Acanthuridae Acanthurus triostegus 3,7

8 Mempinang Lethrinidae Lethrinus ornatus 2,1

9 Lingkis Siganidae Siganus sutor 6,5

10 Timah-Timah Gerreidae Gerres oyena 0,2

11 Jampung Kuning Scaridae Scarus forsteni 2,7

12 Tamban Clupeidae Clupeonella tscharchalensis 0,9

13 Ketam Portunidae Portunus pelagicus 10,7

14 Ketambak Lethrinidae Lethrinus lentjan 1,8

15 Jampung Hitam Scaridae Scarus ghobban 5,9

TOTAL 100

(11)

mencari makan spesies tersebut. Menurut Unsworth et al., (2014), menyebutkan bahwa beberapa fmili Siganidae, Scaridae, Lethrinidae, Serranidae dan Mullidae merupakan jenis ikan yang menggantungkan diri dengan ekosistem lamun. Ditambahkan oleh Torre-Castro et al., (2014) tentang spesies yang hasil tangkapan nelayan di Chwaka Bay yang menangkap di daerah lamun yaitu Scaridae, Lethrinidae, Lutjanidae, dan Mullidae. Dominasi spesies yang terkait dengan lamun ditemukan juga di Kenya (Hick dan McClanahan, 2012), di Mozambik (Gell dan Whittington, 2002) dan Madagaskar (Davies et al., 2009), meskipun jenis-jenis ikan tersebut juga sering disebut sebagai jenis-jenis ikan terumbu karang (Unsworth dan Cullen, 2014).

Struktur Komunitas Ikan

Struktur komunitas ikan di ekosistem lamun merupakan suatu bagian kajian ekologi yang mempelajari suatu ekosistem lamun yang berhubungan dengan kondisi atau karakteristik perairan di daerah ekosistem lamun. Struktur komunitas ikan ini dapat menggambarkan interaksi antar jenis ikan yang berasosiasi dengan ekosistem lamun dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada di ekosistem lamun tersebut. Berikut ini kriteria nilai struktur komunitas ikan berdasarkan dominasi, keanekaragaman, dan keseragaman dilihat dengan menggunakan kisaran dan kategori berdasarkan Latuconsina et al. (2012) dapat dilihat pada Tabel 3.

Keseragaman (E) 0,00 < E ≤ 0,500,50 < E ≤ 0,75 Komunitas dalam Kondisi TertekanKomunitas dalam kondisi Labil 0,75 < E ≤ 1,00 Komunitas dalam kondisi Stabil Sumber: Latuconsina et al. (2012).

Berdasarkan kriteria nilai struktur diatas dapat dijadikan pedoman hasil dari penelitian struktur ikan di ekosistem lamun khususnya di Desa Malang Rapat dan Berakit, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau. Hasil analisis dari struktur komunitas ikan di ekosistem lamun meliputi nilai indeks keanekaragaman, keseragaman dan dominasi ikan ekosistem lamun dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Indeks Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominasi Ikan yang berasosiasi dengan Ekosistem Lamun di Desa Malang Rapat dan Berakit, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau.

(12)

bahwa secara ekologi terdapat perbedaan struktur komunitas secara temporal antara lokasi penelitian, baik di Desa Malang Rapat ataupun di Desa Berakit. Menurut Triandiza (2013), menyebutkan bahwa perbedaan struktur komunitas dapat ditentukan oleh beberapa faktor. Akan tetapi faktor yang paling penting yang dapat menentukan perbedaan struktur komunitas tersebut adalah kondisi ekosistem sebagai habitat suatu perairan dan berdasarkan kelimpahan dari ekosistem tersebut sebagai suatu habitat untuk kelangsungan hidup biota disekitarnya.

Nilai indeks keanekaragaman di Desa Malang Rapat yaitu 2,56, nilai ini lebih tinggi dibandingkan di Desa Berakit yaitu 1,69. Berdasarkan kriteria nilai struktur komunitas pada Tabel 3 dapat disimpulkan bahwa untuk indeks keanekaragaman ikan di Desa Malang Rapat tergolong sedang (2,0 < H’ ≤ 3,0), sedangkan indeks keanekaragaman di Desa Berakit tergolong rendah (H’ ≤ 2,0). Sedangkan untuk nilai indeks keseragaman di Desa Malang Rapat juga lebih tinggi yaitu sebesar 0,93 dibanding dengan Desa Berakit yaitu sebesar 0,62. Berdasarkan kriteria pada Tabel 3 menunjukkan bahwa komunitas ikan di Desa Malang Rapat dalam kondisi stabil (0,75 < E ≤ 1,00), sedangkan komunitas ikan di Desa Berakit dalam kondisi labil. Hal ini dikarenakan komunitas ikan yang ada di Desa Berakit jenis ikan yang ditemukan di desa tersebut didominasi oleh salah satu jenis ikan, sedangkan jenis ikan yang ditemukan di Desa Malang Rapat lebih merata. Pada Tabel 1 dan 2 sub-bab komposisi jenis ikan dapat membuktikan bahwa nilai kelimpahan relatif tertinggi mencapai 52,9% untuk spesies Siganus doliatus. Sedangkan untuk nilai kelimpahan relatif di Desa Malang lebih merata dimana nilai tertingginya hanya mencapai 15,9% untuk spesies Siganus sutor.

Perbedaan dari nilai indeks keanekaragaman dan keseragaman ini dapat dikarenakan dominansi jenis ikan yang berbeda. Hasil dari analisis indeks dominansi dapat menunjukkan bahwa nilai indeks dominansi di Desa Malang Rapat lebih rendah yaitu sebesar 0,09 dibandingkan dengan Desa Berakit yaitu sebesar 0,34 (berbadnding terbalik dengan nilai indeks keanekaragaman dan keseragaman di kedua desa). Dimana nilai indeks keanekaragaman dan keseragaman tinggi, maka nilai indeks dominansinya akan rendah begitu juga sebaliknya. Akan tetapi berdasarkan kriteria pada Tabel 3 menunjukkan nilai dominansi di kedua desa tersebut tergolong rendah (0,00 < C ≤ 0,50). Nilai dominansi yang rendah ini menujukkan nilai keanekaragaman dan keseragamannya akan tinggi. Sesuai pernyataan dari Latuconsina et al. (2012) yang menyatakan bahwa jika ada beberapa jenis dalam komunitas yang memiliki dominansi yang besar maka keanekaragamannya dan keseragamannya rendah.

KESIMPULAN

Kesimpulan dari hasil penelitian menunjukkan bahwa biodiversitas jenis ikan dilihat dari struktur komunitas dan komposisi jenis ikan di ekosistem lamun di Desa Malang Rapat dan Berakit terdapat perbedaan. Struktur komunitas di Desa Malang Rapat berdasarkan nilai indeks keanekaragaman (H’) dan keseragaman (E) sebesar 2,56 dan 0,93 lebih tinggi dibanding Desa Berakit yaitu sebesar 1,69 dan 0,62. Nilai tersebut menunjukkan keankeragaman di Desa Malang Rapat Sedang dan komunitas dalam kondisi stabil. Sedangkan di Desa Berakit menunjukkan keanekaragaman rendah dan komunitas dalam kondisi labil. Sedangkan untuk nilai indeks dominansi (C) dari masing-masing desa tergolong rendah dengan nilai masing-masing desa sebesar 0,09 dan 0,34. Sedangkan untuk sebaran spasial dari sumberdaya jenis ikan tersebar di dekat dengan pantai di Desa masing-masing.

(13)

Aswandy, I dan M.H. Azkab. 2000. Hubungan Fauna dengan Padang Lamun. Oseana, 25(3):19-24.

Badan Pusat Statistik. 2013. Seri Kuala Lobam Dalam Angka, 2013. Kabupaten Bintan. Bell, J.D. and D.A. Pollard. 1989. Ecology of Fish Assemblages and Fisheries Associated

with Seagrasses. In: Larkum, A.W.D., McComb, A.J., and Shepherd, S.A. (Eds.), Biology of Seagrasses: A Treatise on the Biology of Seagrasses with Special Reference to the Australasian Region. Elsevier, Amsterdam, 565– 609pp.

Cullen-Unsworth, L., L. M. Nordlund, J. Paddock, S. Baker, L. J. Mckenzie and R. K. F. Unsworth. 2013. Seagrass Meadow Globally as a Coupled Social-Ecological System: Implications for Human Wellbeing. Marine Pollution Bulletin.

Damayanti, A. S. 2011. Pola Konektivitas Sistem Sosial Ekologi Dalam Pengelolaan Ekosistem Lamun (Kajian Efektivitas Pengelolaan KAwasan Konservasi Padang Lamun di Desa Malang Rapat dan Desa Teluk Bakau, Kabupaten Bintan). [Tesis]. Universitas Indonesia. Jakarta.

Davies, T. E., Beanjara, N., and Tregenza, T. 2009. A Socio-Economic Perspective on Gear-Based Management in an Artisanal Fishery in South-West Madagascar. Fish Manage. Ecol. 16, 279-289.

Gell, F. R., and Whittington, M. W. 2002. Diversity of fishes in seagrass beds in the Quirimba Archipelago, northern Mozambique. Mar. Freshwater Res. 53, 115–121.

Gilanders, B. M. 2006. Seagrasses, Fish, and Fisheries. In: Larkum, A.W.D., Orth, R.J., Duarte, C.M. (Eds.), Seagrasses: Biology, Ecology, And 72 Http://Www.Itk.Fpik.Ipb.Ac.Id/Ej_Itkt22Conservation. Springer, The Netherland, 503-536pp.

Hicks, C.C., and McClanahan, T.R. 2012. Assessing gear modifications needed to optimize yields in a heavily exploited, multi-species, seagrass and coral reef fishery. PLoS ONE 7 (5), e36022.

Kordi, K.,M.,G.,H., 2011, Ekositem Lamun (Seagrass), Rineka Cipta, Jakarta. Hal. 191. Krebs CJ. 1972. The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. New York (US):

Harper & Row Publisher.

Latuconsina, H, M. N. Nessa dan RA. Rappe. 2012. Komposisi Spesies Dan Struktur Komunitas Ikan Padang lamun Di Perairan Tanjung Tiram-Teluk Ambon Dalam. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol.4 No.1. Hal 35-46.

Tobisson, E., Andersson, J., Ngazi, Z., Rydberg, L., and Cederlof, U., 1998. Tides, Monsoons and Seabed: Local Knowledge and Practice in Chwaka Bay, Zanzibar. Ambio 27, 677– 685.

Torre-Castro, M. 2006. Humans and Seagrass in East Africa : A Social-Ecological Systems Approach. Departement of Systems Ecology. Stockholm University, Sweden.

Torre-Castro,M., Giuseppe D. C., and Narriman, S. J. 2014. Seagrass Importance For A Small-Scale Fishery In The Tropics: The Need For Seascape Management. Elsevier. Marine Pollution Bulletin 83 (2014) 398-407.Western Indian Ocean.

Triandiza, T. 2013. Diversitas Ikan Pada Komunitas Padang Lamun Di Pesisir Perairan Pulau Kei Besar, Maluku Tenggara. Seminar Nasional Sains dan Teknologi V. Lembaga Penelitian Lampung, 19-20 November 2013. 666-677 Hal.

Unsworth, R. K. F. and Cullen-Unsworth, L. C., 2014. Biodiversity, Ecosystem Services, and The Conservation of Meadows. Coastal Conservation, eds B. Maslo and J. L. Lockwood. Published by Cambridge University Press.

(14)

Unsworth, R. K. F., Stephanie, L. H., Owen, G. B., and Cullen-Unsworth, L. C. 2014. Food Supply Depends on Seagrass Meadows in The Coral Triangel. Environmental Research Letters. 9 (2014) 094005.

Gambar

Gambar 1. Lokasi Penelitian.(Sumber: Google earth, 2015).
Gambar 2. Peta Sebaran Sumberdaya Jenis Ikan yang Tertangkap oleh Nelayan(Sumber: Data Primer Diolah, 2014)Hasil Tangkapan Nelayan
Gambar 3. Hasil Tangkapan Nelayan di Desa Malang Rapat dan Berakit (Kg.hari-1).
Tabel 1. Komposisi Jenis Sumberdaya Ikan di Desa Malang Rapat
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan dengan pemberian

Penggunaan metode deskriptif dalam penelitian Pemertahanan Bahasa Dayak Deah di Desa Pangelak Kecamatan Upau Kabupaten Tabalong sangat sesuai dengan tujuan penelitian dan

kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan. Disamping itu PNS merupakan salah satu

Kesimpulan untuk hadith yang keenam di atas ini ialah terdapat 4 pokok utama yang ditekankan iaitu perkara yang haram itu adalah jelas dari sudut hukumnya dan

Cekungan Sunda dikenal pada industri /igas sebagai Sunda&#34;!sri Basin, dan eiliki source 7ock yang cukup terkenal yaitu 5orasi Banuwati, dengan batuan

Pada kegiatan inidiperoleh 89% guru dan peserta didikbanyak yang belum mengetahui aplikasi android.”Hal ini dikarenakan peserta beranggapan bahwa aplikasi android

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keempat variabel biaya kualitas yaitu biaya pencegahan, biaya penilaian, biaya kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal

 pembelajaran, adalah adalah bagaimana bagaimana seorang seorang guru guru mensiasati mensiasati sebuah sebuah keadaan keadaan yang yang sifatnya sifatnya sudah