• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi - Gambaran Histopatologi Tumor Sinonasal di Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan Tahun 2009-2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi - Gambaran Histopatologi Tumor Sinonasal di Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan Tahun 2009-2011"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Rongga hidung (kavum nasi) berbentuk terowongan dari depan

ke belakang, dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum

nasi kanan dan kiri. Septum nasi dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang

rawan dan periosteum pada bagian tulang, sedangkan pada bagian luar dilapisi

oleh mukosa hidung. Bagian tulang dari septum terdiri dari kartilago septum

(kuadrangularis) di sebelah anterior, lamina perpendikularis tulang etmoid di sebelah atas,

vomer dan rostrum sfenoid di posterior dan krista (maksila dan palatina) di sebelah bawah.1,2,3

Lubang hidung bagian depan disebut nares anterior dan lubang hidung

bagian belakang disebut nares posterior (koana) yang berhubungan dengan

nasofaring. Selanjutnya, pada dinding lateral rongga hidung terdapat konka dengan rongga

udara yang tidak teratur, yaitu meatus superior, media dan inferior. Duktus nasolakrimalis

bermuara pada meatus inferior di bagian anterior. Hiatus semilunaris dari meatus media

merupakan muara sinus frontal, etmoid anterior dan sinus maksila. Sinus etmoid posterior

bermuara pada meatus superior, sedangkan sinus sfenoid bermuara pada

resesus sfenoetmoid.1,2,3

Suplai darah bagian postero-inferior septum nasi diperdarahi oleh arteri

sfenopalatina yang merupakan cabang dari arteri maksilaris (dari a.karotis

eksterna). Septum nasi bagian antero-inferior diperdarahi oleh arteri palatina

mayor (juga cabang dari a.maksilaris) yang masuk melalui kanalis insisivus.

(2)

anterior mengadakan anastomose membentuk fleksus Kiesselbach yang terletak lebih superfisial pada bagian anterior septum. Daerah ini disebut juga Little’s area

yang merupakan sumber perdarahan pada epistaksis. Arteri karotis interna

memperdarahi septum nasi bagian superior melalui arteri etmoidalis anterior dan

superior. Vena sfenopalatina merupakan pembuluh darah balik dari bagian

posterior septum ke fleksus pterigoideus dan dari bagian anterior septum ke vena

fasialis. Pada bagian superior vena etmoidalis mengalirkan darah melalui vena

oftalmika yang berhubungan dengan sinus sagitalis superior.1,2,3

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari

n.etmoid anterior, yang merupakan cabang dari n. nasosiliaris, yang berasal dari n.oftalmikus

(n. V-1). Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari

n.maksila melalui ganglion sfenopalatinum. Ganglion sfenopalatinum, disamping

memberikan persarafan sensoris, juga memberikan persarafan vasomotor atau

autonom pada mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut-serabut sensoris

dari n. maksila (n. V-2), serabut parasimpatis dari n. petrosis profundus. Ganglion

sfenopalatinum terletak di belakang, sedikit diatas ujung posterior konka media.1,2,3

Sinus paranasal adalah rongga-rongga di dalam tulang kepala yang terletak

di sekitar nasal dan mempunyai hubungan dengan rongga hidung melalui

ostiumnya. Terdapat empat pasang sinus paranasal, yaitu sinus frontal dan etmoid

(di atas dan di antara mata), sinus maksila (pada pipi), dan sinus sfenoid

(di belakang etmoid). Perkembangan sinus paranasal dimulai pada fetus yang

berusia 3-4 bulan (kecuali sinus frontal dan sinus sfenoid), berupa invaginasi dari

mukosa rongga hidung. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada pada waktu

(3)

mulai berkembang dari sinus etmoid anterior pada usia kurang lebih 8 tahun.

Pseumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian

postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar

maksimal pada usia antara 15-18 tahun.1,2,3

Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernapasan yang mengalami

modifikasi, bersilia, mampu menghasilkan mukus, dan sekret disalurkan ke dalam

rongga hidung. Pada orang sehat sinus terutama berisi udara.1,2,3

Gambar 2.1 Rongga hidung dan sinus paranasal pada potongan sagital, dan sinus paranasal diproyeksikan pada wajah.1

2.2 Histologi

Sebagian besar saluran sinonasal dilapisi epitel saluran pernafasan, yaitu

epitel kolumnar bersilia pseudostratified disertai sel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat dilihat ada lima jenis sel epitel saluran pernafasan yaitu

sel kolumnar bersilia, sel goblet, brush cells, sel basal, dan sel granul kecil.2,3,4

Rongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum

di sekitar nares terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel

di dalam vestibulum merupakan epitel saluran pernafasan sebelum memasuki

fosa nasalis. Pada fosa nasalis (rongga hidung) yang dibagi dua oleh septum nasi

(4)

dinding lateralnya. Konka media dan inferior ditutupi oleh epitel saluran

pernafasan, sedangkan konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius yang khusus

untuk fungsi menghidu/membaui. Epitel olfaktorius tersebut terdiri atas

sel penyokong/sel sustentakuler, sel olfaktorius (neuron bipolar dengan dendrit

yang melebar di permukaan epitel olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai

reseptor dan memiliki akson yang bersinaps dengan neuron olfaktorius otak),

sel basal (berbentuk piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina propria. Kelenjar

Bowman menghasilkan sekret yang membersihkan silia sel olfaktorius sehingga

memudahkan akses neuron untuk membaui zat-zat. Adanya vibrisa, konka dan

vaskularisasi yang khas pada rongga hidung membuat setiap udara yang masuk

mengalami pembersihan, pelembapan dan penghangatan sebelum masuk lebih

jauh.2,3,4

Sinus paranasal terdiri atas sinus frontal, sinus maksila, sinus ethmoid dan

sinus sfenoid, semuanya berhubungan langsung dengan rongga hidung.

Sinus-sinus tersebut dilapisi oleh epitel saluran pernapasan yang lebih tipis

dan mengandung sel goblet yang lebih sedikit serta lamina propria

yang mengandung sedikit kelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu

dengan periosteum. Aktivitas silia mendorong mukus ke rongga hidung.2,3,4

(5)

2.3 Epidemiologi

Tumor sinonasal sangat jarang ditemukan, dimana menurut literatur

keganasan sinonasal hanya dijumpai 3% dari keganasan di kepala dan leher,

dan hanya sekitar 1% dari keganasan di seluruh tubuh. Insiden keganasan

sinonasal lebih sering terjadi di Asia dan Afrika daripada di Amerika Serikat.

Di Asia, keganasan sinonasal menempati peringkat kedua yang paling sering

dari keganasan di kepala dan leher, setelah karsinoma nasofaring.2,5

Keganasan pada sinonasal dapat menyebabkan terjadinya kerusakan

dan morbiditas yang signifikan, sukar diobati secara tuntas dan angka

kesembuhannya masih sangat rendah. Insiden keganasan pada sinonasal tergolong

rendah pada kebanyakan populasi (<1.5/100,000 pada pria dan <1.0/100,000

pada wanita). Insiden tertinggi ditemukan di Jepang, yaitu 2-3,9/100.000

penduduk, juga pada beberapa tempat di Cina dan India. 2,5

Rifki mengemukakan data yang dikumpulkannya dari rumah sakit umum

di 10 kota besar di Indonesia bahwa frekuensi tumor sinonasal adalah 9,3-25,3% dari

keganasan THT dan berada di peringkat kedua setelah tumor ganas nasofaring.5

Keganasan tersering pada sinonasal adalah karsinoma sel skuamosa

(70%), dan selanjutnya adenokarsinoma (10-20%). Dengan predileksi tersering

pada sinus maksila (60%), diikuti oleh rongga hidung (20-30%), sinus etmoid

(10-15%), sedangkan sinus frontal dan sphenoid jarang dijumpai (< 1%).

Sekitar 80% ditemukan pada usia 45-85 tahun dan insiden pada pria dua kali

(6)

2.4 Etiologi dan Patogenesis

Etiologi tumor sinonasal belum dapat diketahui secara pasti, namun

beberapa studi epidemiologi terdahulu dari berbagai negara menunjukkan adanya

hubungan dengan paparan zat kimia atau bahan industri antara lain nikel,

debu kayu, kulit, mebel, tekstil, formaldehid, kromium, isopropyl oil dan lain-lain. Beberapa studi menunjukkan adanya peningkatan insiden adenokarsinoma pada

pekerja industri ini. Alkohol, asap rokok, makanan yang diasin atau diasap juga

diduga meningkatkan kemungkinan terjadi keganasan sinonasal terutama jenis

squamous cell carcinoma.2,3,6

Ukuran partikel debu juga penting diketahui karena jika lebih kecil

dari 5µm dapat mencapai saluran pernapasan bagian bawah, sedangkan partikel

yang lebih besar dari 5µm diakumulasi di mukosa hidung. Namun karsinogen ini

belum dapat diidentifikasi secara jelas. Peningkatan resiko (5-50 kali) ini terjadi

pada adenokarsinoma dan tumor ganas yang berasal dari sinus. Efek paparan ini

mulai timbul setelah 40 tahun atau lebih sejak pertama kali terpapar dan menetap

setelah penghentian paparan. Paparan terhadap thorotrast, agen kontras radioaktif juga menjadi faktor resiko tambahan.2,3,6

Beberapa faktor lain yang mungkin dapat menjadi penyebab juga telah

dilaporkan, yaitu pekerja pertanian, pabrik makanan, pengendara kendaraan

bermotor, dan pabrik tekstil. Jadi dari paparan ini dapat disimpulkan bahwa

tumor ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan lingkungan.

Namun pernah dilaporkan juga bahwa tumor sinonasal dapat muncul sporadis,

(7)

harus ditanyakan pada pasien-pasien yang mempunyai gejala yang mengarah

pada keganasan di sinonasal.2,3,6

Infeksi virus dan hubungannya terhadap keganasan merupakan hal

yang menarik dan tetapi belum cukup diteliti. Studi terdahulu memperlihatkan

bahwa peningkatan ekspresi dari epidermal growth factor reseptor (EGFR) dan transforming growth factor-alpha (TGF-alpha) mungkin berhubungan dengan paparan awal karsinogen yang menyebabkan papilloma inverting. Infeksi

Human papilloma virus (HPV) dan Epstein-Barr virus (EBV) mungkin juga merupakan awal dari proses panjang yang menyebabkan perubahan

papilloma inverting menjadi ganas. Beberapa penelitian lain juga membuktikan bahwa pengaruh faktor lingkungan pada sinonasal juga dapat menyebabkan

terjadinya mutasi TP53 dan K-ras, yang pada akhirnya memicu pada suatu

keganasan.2,3,6

Telah lama dicurigai bahwa virus merupakan penyebab terjadinya

sinonasal papilloma. Barnes melaporkan bahwa 131 (38%) dari 341 kasus

sinonasal papilloma yang dilakukan analisis biologi molekular (hibridisasi in situ atau polymerase chain reaction) (menunjukkan hasil positif terhadap Human Papilloma Virus (HPV), terutama HPV 6 dan 11, beberapa HPV 16 dan 18, dan sangat jarang tipe lainnya (misalnya HPV 57). Namun belum diketahui secara

pasti apakah ada hubungan sebab-akibat antara kehadiran HPV dengan perkembangan tumor ini. Epstein-Barr Virus (EBV) juga telah

(8)

belum ada bukti pasti terjadinya tumor ini berhubungan dengan alergi, inflamasi,

merokok, agen lingkungan berbahaya dan pekerjaan.3,6,7

Karsinogen eksogen sekunder bekerja secara tidak langsung melalui suatu

mekanisme sekunder dan merubah beberapa bahan normal sel atau cairan jaringan

yang berakibat pertumbuhan kanker. Golongan karsinogen yang merubah fungsi

kualitatif dan kuantitatif organ-organ tertentu yang berakibat sekresi organ-organ

tersebut mengandung bahan-bahan karsinogen. Dalam hal ini, nikel berperan

sebagai karsinogen eksogen sekunder. Karsinogen di tempat kerja tidak

menyebabkan gambaran histopatologi kanker yang khusus, demikian juga dengan

keganasan rongga hidung yang secara histopatologik tumor epitel yang terbanyak

adalah karsinoma sel skuamosa.3,6,7

2.5 Gambaran Klinis

Gejala awal cenderung tidak spesifik dan bervariasi, mulai dari obstruksi

hidung unilateral, diikuti dengan rhinorrhea jernih encer, serosanguinosa, purulen, sampai epistaksis. Pada keadaan lanjut, tumor tumbuh besar sampai

ke pipi, dapat menginvasi ke orbita, pterygopalatine, fossa infratemporal, kavitas pada kranial, dan dapat menimbulkan rasa nyeri terutama di malam hari atau saat

berbaring, gangguan neurologi (parastesia, anastesia sampai paralisis saraf otak),

gangguan visual dan exoftalmus. Pada beberapa kasus dijumpai tanpa gejala awal

sehingga diagnosis sering terlambat dan pasien datang dengan penyakit

telah memasuki stadium lanjut.3,6,7

Gambaran klinis dapat juga bergantung pada lokasi primer dan arah

(9)

berupa obstruksi hidung unilateral dan rhinorrhea. Sekretnya sering bercampur darah atau terjadi epistaksis. Tumor yang besar dapat mendesak tulang hidung

sehingga terjadi deformitas hidung. Khas pada tumor yang ganas sekret berbau

karena mengandung jaringan nekrotik. Tumor etmoid juga muncul dengan gejala

pada hidung, namun juga bisa memiliki gejala pada orbita seperti proptosis, epifora, exoptalmus, diplopia, hingga terjadi penyumbatan sakus lakrimalis. Tumor sinus frontal cenderung muncul hanya berupa gejala orbita. Tumor sinus

sfenoid umumnya muncul terlambat pada spesialis neurologi dengan gejala

neurologis.2,3,6

Invasi ke rongga hidung menyebabkan obstruksi hidung dan epistaksis

dan tumor umumnya terlihat jelas. Sebagai catatan bahwa epistaksis pada pasien

dewasa yang tidak hipertensi membutuhkan investigasi radiologis. Perluasan

tumor ke rongga mulut menyebabkan gejala oral berupa penonjolan atau ulkus

di palatum atau di prosessus alveolaris. Pasien mengeluh gigi palsunya tidak nyaman lagi untuk dipakai atau gigi geligi goyang. Seringkali pasien datang

ke dokter gigi karena nyeri di gigi, tetapi tidak sembuh meskipun gigi yang sakit

telah dicabut. Perluasan tumor ke depan akan menyebabkan gejala fasial berupa

pembengkakan pada wajah disertai nyeri, anastesia atau parastesia jika mengenai

nervus trigeminus. Perluasan tumor ke intrakranial menyebabkan gejala

intrakranial berupa sakit kepala hebat, oftalmoplegia dan gangguan visus, juga

disertai likourea, yaitu cairan otak yang keluar melalui hidung. Jika perluasan

sampai ke fossa kranii media maka saraf-saraf kranial lainnya yang terkena.

Jika tumor meluas ke belakang, terjadi trismus akibat terkenanya muskulus

(10)

dan mandibularis. Perluasan ke arah nasofaring dapat menimbulkan gejala

sumbatan tuba eustachius, seperti nyeri telinga, tinnitus dan gangguan pendengaran. 6,7,8

Metastasis regional dan jauh sering tidak terjadi meskipun penyakit telah

berada dalam stadium lanjut. Insidensi metastasis servikal pada gejala awal

bervariasi dari 1% hingga 26%, dari kasus yang pernah dilaporkan yang terbanyak

adalah kurang dari 10%. Hanya 15% pasien dengan keganasan sinus paranasal

berkembang menjadi metastasis setelah pengobatan pada lokasi primer. Jumlah ini

berkurang hingga 11% pada pasien yang mendapat terapi radiasi pada leher.2,3,6,7

2.6 Gambaran Radiologis

Pemeriksaan radiologi modern memainkan peranan penting dalam

evaluasi tumor sinonasal. Foto polos sinus paranasal mungkin kurang berfungsi

dalam mendiagnosis dan menentukan perluasan tumor kecuali pada tumor tulang

seperti osteoma. Tetapi foto polos tetap berfungsi sebagai diagnosis awal,

terutama jika ada erosi tulang dan perselubungan padat unilateral, harus dicurigai

keganasan dan selanjutnya dapat dilakukan CT Scan. Computed Tomography

(CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) memberikan informasi yang signifikan tentang tekstur, margin, efek pada tulang dan bahkan vaskularisasi.

Dan bila diperlukan dapat juga dilanjutkan dengan pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET) dan angiography. Meskipun pemeriksaan histopatologi masih diperlukan untuk memastikan sifat tumor, namun

(11)

2.7 Pemeriksaan Patologi

Diagnosis pasti tumor sinonasal ditegakkan berdasarkan pemeriksaan

histopatologi. Jika tumor tampak di rongga hidung atau rongga mulut, maka

biopsi mudah dan harus segera dilakukan. Biopsi tumor sinus maksila dapat

dilakukan melalui tindakan sinoskopi atau melalui operasi Caldwel-Luc yang insisinya melalui sulkus ginggivo-bukal. Namun jika dicurigai tumor vaskuler,

misalnya angiofibroma, jangan lakukan biopsi karena akan sangat sulit

menghentikan perdarahan yang terjadi, sebaiknya diagnosis ditegakkan dengan

pemeriksaan angiografi.3,6

Klasifikasi histologi tumor sinonasal menurut WHO dibagi atas:

(1) epithelial tumours, (2) soft tissue tumours, (3) haematolymphoid tumours,

(4) neuroectodermal, (5) germ cell tumours, dan (6) secondary tumours.

Keganasan tersering pada sinonasal adalah karsinoma sel skuamosa (70%),

dan selanjutnya adenokarsinoma (10-20%).2

Berikut ini adalah klasifikasi histologi tumor jinak dan ganas di daerah

(12)
(13)

2.7.1 Tumor Jinak

Hampir seluruh jenis histopatologi tumor jinak dapat tumbuh

pada sinonasal. Termasuk tumor jinak epitelial yaitu sinonasal papilloma dan salivary gland-type adenoma, dan yang non-epitelial yaitu neurofibroma, haemangioma, myxoma, osteoma, chondroma, dan lain-lain. Juga tumor odontogenik misalnya ameloblastoma, adamantinoma, dan lain-lain. Beberapa jenis tumor jinak ada yang mudah kambuh atau secara klinis bersifat ganas karena

tumbuh agresif mendestruksi tulang, misalnya inverted papilloma, displasia fibrosa atau pun ameloblastoma. Pada jenis ini tindakan operasi harus radikal.2,7

Secara umum tumor jinak tersering adalah sinonasal papilloma (schneiderian papilloma). Tumor ini berasal dari epitel mukosa saluran pernafasan bersilia yang merupakan derivat dari ektoderm yang melapisi rongga

hidung dan sinus paranasal disebut dengan membran Schneiderian, menghasilkan tiga tipe morfologi papilloma yang berbeda, diantaranya inverted papilloma, oncocytic papilloma, dan exophytic papilloma atau secara keseluruhan disebut dengan Schneiderian papilloma. Schneiderian papilloma ini hanya mewakili 0,4-4,7% dari semua tumor sinonasal.2,7,10

Inverted papilloma terjadi di sepanjang dinding lateral rongga hidung (middle turbinate atau ethmoidal recesses), dengan ekstensi sekunder ke sinus paranasal (terutama maksila dan etmoid). Sangat jarang inverted papilloma yang

berasal dari sinus paranasal. Oncocytic papillomas terjadi paling sering di sepanjang dinding lateral hidung tetapi juga dapat berasal dalam sinus

(14)

nasi. Sinonasal papilloma biasanya unilateral, tetapi dapat juga terjadi papilloma bilateral. Tumor ini memiliki kecenderungan untuk menyebar di sepanjang

mukosa ke daerah sekitarnya, termasuk nasofaring. Walaupun jarang sinonasal papiloma ini dapat berasal dari luar saluran sinonasal, diantaranya pada faring, telinga tengah, mastoid, nasofaring, dan kantung lakrimalis. Migrasi ektopik dari

membran Schneiderian selama embriogenesis mungkin dapat menjelaskan terjadinya papilloma yang menyimpang ini.2,7,11

Inverted Papilloma (Schneiderian papilloma, inverted type, ICD-O 8121/1), pemeriksaan fisik berupa massa berwarna merah atau abu-abu, tidak transparan, konsistensi padat sampai lunak dan rapuh, berbentuk polipoid dengan

permukaan berbelit atau berkerut. Pemeriksaan histopatologi tumor ini memiliki

pola pertumbuhan endofit atau "inverted", dilapisi membran epitel yang proliferatif, tumbuh ke bawah ke dalam stroma yang mendasarinya. Sel epitel ini

berlapis-lapis (5-30 lapis) dan bervariasi, terdiri dari sel skuamosa,

sel transisional, dan sel kolumnar (mungkin ketiganya ada dalam satu lesi),

bercampur dengan mucocytes (sel goblet) dan kista musin intraepitel. Sel skuamosa nonkeratin dan sel transisional lebih dominan, dan sering dilapisi

selapis sel epitel kolumnar bersilia. Ketiga jenis sel dapat muncul bersamaan pada

satu lesi dengan proporsi yang bervariasi. Infiltrasi sel radang kronis menyusup

pada semua lapisan epitel permukaan. Sel-sel epitel pelapis merupakan sel normal

dengan inti seragam. Sel-sel atipik dan pleomorfik mungkin dapat dijumpai.

Komponen epitel dapat menunjukkan gambaran clear cell yang luas, mengindikasikan adanya konten glikogen yang berlimpah. Aktivitas mitosis

(15)

tidak dijumpai mitosis yang atipik. Fokus keratinisasi permukaan dijumpai pada

10-20% kasus dan sel-sel displastik dijumpai pada 5-10% kasus. Hal ini bukan

merupakan tanda-tanda keganasan, tetapi penting untuk dievaluasi. Kelenjar

saliva minor biasanya tidak dijumpai. Komponen stroma bervariasi dari

miksomatus sampai fibrosa, dengan atau tanpa disertai sel radang (terutama

neutrofil) dan vaskularisasi yang bervariasi. Kelenjar seromusinosa normal jarang

absen dari tumor ini, karena epitel neoplastik menggunakan saluran-saluran dan

kelenjar sebagai jalan untuk memperluas ke dalam stroma. Inverted papilloma

yang besar dapat menghambat drainase sinus di dekatnya. Akibatnya, tidak jarang

juga menemukan polip hidung normal pada spesimen inverted papilloma, yang teridentifikasi dengan penampilan terlalu miksoid dan transiluminasi, sedangkan

inverted papilloma tidak akan seperti itu.2,6,7,12

Gambar 2.3 Inverted Papilloma. A. Gambaran makroskopis, tampak seperti pita yang tumbuh ke dalam stroma. B-C. Gambaran mikroskopis, tampak epitel skuamosa tumbuh hiperplastik ke dalam stroma membentuk polipod. D. Inverted papilloma dengan pelapis epitel respiratori bersilia yang hiperplastik, dan tampak transmigrasi neutrofil dari basal membran ke epitel. E. Inverted papilloma dengan epitel skuamosa dan epitel respiratori bersilia. F. Gambaran koilosit pada infeksi HPV.2,3,7

A

B

E D

C

(16)

Oncocytic Papilloma (Schneiderian papilloma, oncocytic type, ICD-O 8121/1) , pemeriksaan fisik berupa massa fleshy berwarna merah kehitaman sampai coklat, atau abu-abu, berbentuk papilari atau polipoid, berhubungan

dengan obstruksi hidung dan epistaksis yang intermitten. Pola pertumbuhan

tumor ini dapat exophytic dan endophytic. Pemeriksaan histopatologi menunjukkan sel epitel proliferatif, tersusun berlapis-lapis (2 - 8 lapis sel)

yang terdiri dari sel-sel bentuk kolumnar tinggi, inti sel kecil, gelap

(hiperkromatin), relatif seragam, kadang-kadang vesikular, dan anak inti kurang

jelas. Sitoplasma eosinofilik berlimpah (bengkak) dan bergranul, dan pada

permukaan paling luar dapat dijumpai beberapa sel epitel bersilia. Pada lapisan

epitel ini khas dijumpai beberapa kista kecil berisi musin atau sel radang neutrofil

(mikroabses). Kista ini tidak dijumpai pada submukosa. Umumnya tidak dijumpai

kelenjar saliva minor. Komponen stroma bervariasi, dari miksomatus sampai

fibrous, disertai infiltrasi sel radang limfosit, sel plasma, dan neutrofil,

namun hanya sedikit eosinofil dan vaskularisasi yang bervariasi.2,7,13

Gambar 2.4 Oncocytic papilloma. A. Gambaran makroskopis, tampak pertumbuhan exophytic (panah putih) dan inverted (panah hitam). B dan C. Gambaran mikroskopis, tampak pelapis epitel onkositik berlapis, disertai kista berisi musin dan mikroabses pada intraepitel.3,7

Exophytic Papilloma (Schneiderian papilloma, exophytic type, ICD-O 8121/0), pemeriksaan fisik exophytic papilloma berupa massa papillary atau

warty, exophytic, verrucous, cauliflower-like lesions, ukuran rata-rata 2 cm,

(17)

berwarna abu-abu, merah muda atau coklat, tidak transparan, melekat pada

septum hidung dengan dasar relatif luas, konsistensi kenyal sampai keras padat.

Tampak massa bertangkai melekat pada mukosa. Pemeriksaan histopatologi

tampak pola papilar dengan fibrovascular core yang dilapisi oleh epitel yang berlapis-lapis (5-20 lapis sel), bervariasi dari sel skuamosa (epidermoid),

sel transisional (intermediet), sampai sel kolumnar pseudostratifikasi bersilia

(sel saluran pernapasan), disertai mucocytes (goblet cell), dan kista musin intraepitel. Tidak dijumpai keratinisasi pada permukaan, kecuali pada tumor

yang teriritasi atau jika papilloma sangat besar dan menggantung ke vestibulum

hidung, dimana tumor terkena efek pengeringan oleh udara. Mitosis jarang

dan tidak pernah atipik. Stroma berupa fibrovascular core diinfiltrasi oleh sedikit sel radang.2,7,12

Gambar 2.5 Exophytic papilloma. A. Gambaran makroskopis, tampak pertumbuhan exophytic

pada septum nasi. B. Gambaran mikroskopis, tampak struktur papilar dengan epitel skuamosa. C. Tampak pelapis epitel skuamosa hiperplastik, koilositik.2,3,7

2.7.2 Tumor Ganas

Keganasan tersering pada sinonasal adalah squamous cell carcinomas

(70%), dan selanjutnya adenocarcinomas (10-20%), lymphoma malignum,

sinonasal undifferentiated carcinoma dan salivary gland-type adenocarcinomas. Dengan predileksi tersering pada sinus maksila (70-80%), diikuti oleh sinus

etmoid dan rongga hidung (20-30%), sedangkan sinus frontal dan sfenoid jarang A

(18)

dijumpai (kurang dari 1%). Sekitar 80% ditemukan pada usia 45-85 tahun

dan insiden pada pria dua kali lebih sering dibandingkan pada wanita.2

2.7.2.1 Squamous cell carcinoma(SCC)

Squamous cell carcinoma (ICD-O 8070/3) merupakan tumor ganas epitel yang berasal dari epitel mukosa rongga hidung atau sinus paranasal yang terbagi

atas tipe keratin dan nonkeratin. Sinonim keratinizing SCC adalah SCC,

sedangkan nonkeratinizing carcinoma adalah schneiderian carcinoma, cylindrical cell carcinoma, transitional (cell) carcinoma, Ringertz carcinoma, respiratory epithelial carcinoma. SCC sinonasal paling sering muncul pada sinus maksila (60-70%), diikuti rongga hidung (12-25%), sinus etmoid (10-15%)

dan sfenoid dan sinus frontal (< 1%). SCC pada vestibulum hidung harus dianggap sebagai karsinoma kulit daripada epitel mukosa sinonasal.2,3,14,15

Pola pertumbuhan SCC sinonasal dapat berupa massa exophytic, fungating

atau papillary, konsistensi rapuh, mudah berdarah, sebagian nekrosis, massa berbatas tegas atau infiltratif. Karsinoma rongga hidung dapat menyebar

ke lokasi yang berdekatan dengan rongga hidung atau sinus etmoid, atau dapat

meluas ke rongga hidung kontralateral, tulang, sinus maksila, palatum, kulit dan

jaringan lunak hidung, bibir, atau pipi, juga rongga kranium. Karsinoma sinus

maksila dapat menyebar ke rongga hidung, palatum, sinus paranasal lain, kulit

atau jaringan lunak hidung atau pipi, orbita, kranium, atau pterygopalatine dan ruang infratemporal. Metastasis kelenjar getah bening jarang terjadi dibandingkan

(19)

SCC merupakan karsinoma yang paling sering pada saluran sinonasal. Tumor berdiferensiasi baik yang menunjukkan gambaran keratinisasi umumnya

dapat didiagnosa dengan pemeriksaan biopsi aspirasi jarum halus.

Pada pemeriksaan hapusan ini menunjukkan sel-sel tumor pleomorfik atipik,

diantaranya sel-sel bentuk spindel, poligonal, dan sel-sel keratin. Spindle cell SCC

harus dibedakan dari tumor-tumor sel spindel lainnya, seperti spindle cell melanomas, sarkoma dan tumor neurogenik.2,3,17,18

Gambar 2.6 Pemeriksaan biopsi aspirasi jarum halus pada SCC dengan Diff-Quik stain. A. Poorly differentiated tumor cells. B. Spindled tumor cells. C. Fragmen debris keratin dan sel-sel keratin dengan inti tidak jelas.17

Keratinizing SCC pada sinonasal memiliki gambaran histopatologi identik dengan SCC dari tempat lain di kepala dan leher. Dimana tampak diferensiasi sel skuamosa, disertai keratin ekstraselular atau keratin intraselular (sitoplasma

merah muda, sel diskeratotik) dan tampak jembatan antar sel (intercellular bridges). Tumor ini dapat dibagi menjadi karsinoma diferensiasi baik, sedang, dan buruk. Meskipun pada karsinoma yang diferensiasi buruk hanya tampak

berupa fokus-fokus. Invasi ke stroma membentuk sarang-sarang atau untaian,

atau mungkin hanya sel-sel ganas yang terisolasi. Sering disertai reaksi stroma

(20)

Gambar 2.7 Keratinizing SCC. A. Pembesaran kecil, tampak massa keratin pada beberapa tempat. B. Pembesaran besar, tampak sel malignan, inti sel membesar, pleomorfik, hiperkromatin, dispolarisasi, dan aktivitas mitosis meningkat. 3,7

Tipe nonkeratin juga memiliki pola pertumbuhan papillary atau exophytic

tetapi sering tumbuh ke bawah (inverted atau endophytic), membentuk pita-pita yang saling berhubungan, pleksiformis, atau sarang-sarang epitel. Sarang tumor

berbentuk bulat, atau sejajar membran basal, seperti pola karsinoma kandung

kemih. Tumor terdiri atas sel-sel kolumnar atau transisional yang tersusun

memanjang, berorientasi tegak lurus ke permukaan, tidak dijumpai keratin.2,3,14,15

Secara umum SCC sinonasal adalah tumor yang hiperselular, inti sel pleomorfik, hiperkromatin, rasio inti/sitoplasma meningkat, dispolarisasi, dan

aktivitas mitosis meningkat, termasuk mitosis atipik. Pada kasus invasi sel tumor

halus pada membran basal, mungkin tidak didiagnosa sebagai karsinoma invasif,

bahkan mungkin didiagnosa sebagai papilloma dengan displasia berat atau

karsinoma in situ. Seharusnya tumor ini didiagnosa sebagai karsinoma invasif.

Pada kedua jenis tumor ini dapat terjadi epitel displasia ringan, sedang sampai

berat (karsinoma in situ).2,3,7

(21)

Gambar 2.8 Nonkeratinizing SCC. A dan B. Pembesaran kecil tampak struktur sarang-sarang dan papilar. C. Pembesaran besar, tampak sel malignan, inti sel membesar, pleomorfik, hiperkromatin, dispolarisasi, dan aktivitas mitosis meningkat. D. Tipe sel transisional.2,3,7

Varian dari SCC sangat jarang terjadi di saluran sinonasal. Secara histopatologi varian-varian ini identik dengan SCC dari tempat lain di kepala dan leher yang frekuensinya juga lebih sering dibandingkan dengan SCC

sinonasal. Verrucous carcinoma (ICD-O 8051/3) merupakan varian SCC derajat rendah, dengan gambaran khas berupa massa papillary atau warty exophytic

dengan diferensiasi sel yang sangat baik, dan epitel berkeratin. Papillary SCC

(ICD-O 8052/3) adalah suatu exophytic SCC dengan konfigurasi papilar yang berbentuk seperti jari tipis, disertai fibrovascular core. Basaloid SCC (ICD-O 8083/3) merupakan varian SCC yang agresif, dengan gambaran khas berupa sarang-sarang, berisi sel-sel epitel basaloid atipik, dengan aktivitas mitosis

meningkat, inti sel hiperkromatin, rasio inti/sitoplasma juga meningkat.

Kadang-kadang dapat dijumpai nekrosis tipe komedo. Kadang-kadang juga

dijumpai arsitektur mirip suatu adenoid cystic carcinoma berupa susunan

pseudoglandular. Diferensiasi skuamosa juga dapat dijumpai, baik dalam sarang

A

D C

(22)

basaloid, sebagai fokus terpisah dari tumor, atau sebagai karsinoma epitel

permukaan atau karsinoma in-situ. Spindle cell carcinoma (ICD-O 8074/3) memiliki gambaran khas berupa pola bifasik, yaitu SCC dan komponen sel spindel malignan yang umumnya jauh lebih banyak, sehingga mirip dengan sarkoma.

Adenosquamous carcinoma (ICD-O 8560/3) lebih jelas diterangkan pada bab tumor oral dan laringeal. Secara singkat, umumnya dianggap sebagai varian

dari SCC, dimana pada mukosa permukaan dijumpai komponen SCC, juga komponen karsinoma dengan diferensiasi kelenjar yang jelas berbentuk

ductus atau tubulus dan sering bercampur dengan SCC. Acantholytic SCC (ICD-O 8075/3) merupakan varian terakhir dari SCC yang insidennya juga sangat jarang terjadi.2,3,7

Gambar 2.9 SCC. A. Papillary SCC. B. Verrucous Carcinoma. C. Basaloid SCC.2

Diagnosa banding yang menantang pada SCC yaitu membedakan antara

poorly differentiated SCC (nonkeratinizing) dari saluran sinonasal dengan tumor derajat tinggi lainnya seperti undifferentiated nasopharyngeal carcinoma. Membedakan antara nonkeratinizing SCC dengan SNUC juga sulit, tetapi biasanya pada SCC banyak dijumpai sel-sel berukuran besar. Problem diagnosa lainnya yaitu basaloid SCC yang memiliki sifat agresif. Pada pemeriksaan sitologi tumor ini mirip dengan adenoid cystic carcinoma, SNUC, dan olfactory

(23)

neuroblastoma. Maka harus dievaluasi secara cermat adanya sel keratin yang mendukung suatu SCC.2,3,17

2.7.2.2 Adenocarcinoma

Adenocarcinoma berasal dari epitel saluran pernafasan atau kelenjar

mukoserous (60%). Tumor ini dibagi menjadi tipe intestinal dan tipe

non-intestinal.2

Intestinal Type Adenocarcinomas (ITACs) (ICD-O 8144/3) merupakan tumor ganas primer yang berasal dari epitel kelenjar pada traktus sinonasal,

yang secara histopatologi mirip dengan adenokarsinoma dan adenoma pada

intestinal. Lokasi paling sering yaitu sinus etmoid (40%), diikuti oleh kavum nasi

(27%) dan sinus maksilaris (20%). Gejala awal cenderung tidak spesifik dan

bervariasi, mulai dari obstruksi hidung unilateral, diikuti dengan rhinorrhea

jernih atau purulent, dan epistaksis. Pada keadaan lanjut, tumor tumbuh besar

sampai ke pipi, dapat menginvasi ke orbita, pterygopalatine, fossa infratemporal, kavitas pada kranial, dan biasanya dapat menimbulkan rasa nyeri, gangguan

neurologi, gangguan visual dan exopthalmus.2,3,7,20

Pemeriksaan fisik pada ITACs dijumpai massa tumor dengan bentuk yang bervariasi, dapat berupa massa flat sampai yang menonjol keluar (polipoid,

papilar atau nodular), menggembung, irregular, berwarna merah tua, putih

keabuan, atau merah muda yang tumbuh di rongga hidung atau sinus paranasal.

Umumnya konsistensi tumor rapuh, sebagian disertai ulserasi, perdarahan

(24)

Pemeriksaan hapusan adenokarsinoma menunjukkan kelompokan

sel tumor yang kohesif dan sel-sel individu (tersebar), inti sel vesikular, anak inti

menonjol, dan sitoplasma sedang. Adanya diferensiasi kelenjar dan sekresi musin

mempertegas diagnosa tumor ini. Adenokarsinoma primer menunjukkan

gambaran diferensiasi tipe intestinal dan sel goblet. Sediaan hapusan

adenokarsinoma musinus akan menunjukkan sekresi musin yang banyak,

dan dapat disertai kelompokan kecil sel seperti terapung didalamnya. Tumor

musinus cenderung hiposelular disebabkan efek dilusi genangan musin. Sel-sel

memanjang dengan inti sel–sitoplasma polaritas merupakan karakteristik dari

ITACs. Adenokarsinoma tipe sel goblet (tipe kolon) menunjukkan sel-sel tumor dengan sitoplasma banyak bervakuola bulat hingga inti sel terdorong ke tepi. 17

Gambar 2.10 A. Primary ITACs, sel tumor dengan sitoplasma sedang, dan sel kolumnar (Inset). B dan C. Tipe kolon, sel goblet dengan sitoplasma banyak (berlimpah).17

Barnes membagi tumor ini menjadi lima kategori : papillary, colonic, solid, mucinous dan mixed. Kleinsasser dan Schroeder membagi ITACs menjadi

empat kategori : papillary tubular cylinder cell (PTCC) types I-III (I=well-differentiated, II=moderately-differentiated, III=poorly-differentiated),

alveolar goblet type, signet-ring type dan transitional type. Tipe papillary, colonic

dan solid pada klasifikasi Barnes menunjukkan gambaran yang sesuai dengan tipe PTCC I,II dan III.2,3,7, 22

(25)

Papillary type (papillary tubular cylinder cell I atau well-differentiated adenocarcinoma), ditemukan sekitar 18% kasus, menunjukkan gambaran mikroskopis yang didominasi oleh struktur papilar dengan fibrovascular stalk, dan kadang-kadang disertai kelenjar bentuk tubular, dilapisi oleh sel-sel kolumnar

tinggi tanpa silia, dengan susunan terpolarisasi baik dan tegak lurus terhadap

membran basal, bertingkat, tumpang tindih, atau disorganisasi. Sel-sel dengan

sitoplasma eosinofilik, inti sel bulat-oval, hiperkromatin sampai vesikular, dengan

atau tanpa anak inti menonjol, dan aktivitas mitosis rendah. Pada beberapa kasus

ditemukan sel goblet diantara sel kolumnar sama seperti yang terlihat pada usus.

Latar belakang tumor sering kotor, tampak daerah hemoragik, nekrotik,

dan inflamasi.2,3,7

Colonic type (papillary tubular cylinder II or moderately - differentiated adenocarcinoma), ditemukan sekitar 40% kasus, menunjukkan gambaran yang didominasi oleh struktur kelenjar tubular yang berdiferensiasi baik sampai sedang,

mirip dengan adenokarsinoma pada usus besar. Kadang-kadang dijumpai struktur

papilar. Pleomorfisme inti sel dan aktivitas mitosis meningkat.2,3,7,23

Solid type (papillary tubular cylinder III atau poorly-differentiated adenocarcinoma), ditemukan sekitar 20% kasus, menunjukkan gambaran diferensiasi sel yang buruk, berupa pertumbuhan yang solid dan trabekular

dengan formasi tubulus minimal dan terisolasi. Terjadi proliferasi difus sel kuboid

kecil, inti sel pleomorfik, vesikular, anak inti menonjol, dan aktivitas mitosis

meningkat.2,3,7

(26)

Mucinous type (alveolar goblet cell dan signet ring) meliputi tiga pola pertumbuhan. Pola pertama ditandai oleh kelompokan kecil sel yang solid,

kelenjar individual, signet ring cells, atau struktur sepertim papilar yang pendek dengan atau tanpa fibrovascular core; musin umumnya intraselular dan dapat ditemukan matriks mukomiksoid. Pola kedua ditandai oleh kelenjar dengan lumen

dilatasi berisi mucus, beberapa di antaranya dapat pecah dan menimbulkan

respon inflamasi yang agresif. Dan pola ketiga ditandai oleh kelompokan

sel tumor yang tergenang dalam matriks musinous dikelilingi oleh septa fibrosa

yang tipis, yang membentuk pola tipe alveolar. Sel tumor terutama bentuk kuboid

atau sel goblet tampak dalam lapisan tunggal di pinggiran kolam musin,

hingga pola ini disebut juga dengan varian alveolar-goblet cell. Ekstravasasi mukus dapat menimbulkan reaksi inflamasi, hingga dapat dijumpai

multinucleated giant cells.2,3,7

Tipe mixed (transitional) terdiri dari campuran dua atau lebih dari pola yang telah dijelaskan sebelumnya. Terlepas dari tipe histologisnya, secara

histologi gambaran ITACs menyerupai mukosa usus normal dan dijumpai vili, sel

Paneth, sel enterochromaffin dan muskularis mukosa. Sel enterochromaffin dapat mengekspresikan beberapa jenis peptida, diantaranya yaitu gastrin, glucagon, serotonin, cholecystokinin, dan leu-enkephalin. Pada beberapa kasus dapat ditemukan tumor yang berdiferensiasi sangat baik yang terdiri dari vili yang

bentuknya baik, dilapisi oleh sel kolumnar, berkas sel otot polos yang menyerupai

muskularis mukosa yang dijumpai di bawah vili.2,3,7

(27)

BRST-1, Leu-M1, dan human milk fat globule (HMFG-2). Positif dengan CK20

(735-86%) dan reaksi bervariasi dengan CK7 (43%-93% kasus). CDX-2, suatu faktor transkripsi inti sel, yang terlibat dalam diferensiasi sel-sel epitel usus dan

diekspresikan difus pada adenokarsinoma usus, umumnya diekspresikan pada

ITACs. Pewarnaan claudins dan villin juga dapat diekspresikan pada ITACs. Sedangkan pewarnaan CEA masih dalam pertentangan pada beberapa literatur. Sebaran atau kelompokan sel-sel yang positif terhadap chromogranin juga sering dijumpai; sel-sel neuroendokrin dapat mengekspresikan berbagai hormon peptida,

termasuk serotonin, cholecystokinin, gastrin, somatostatin dan leu-enkephalin.2,3,7 Adenokarsinoma tipe nonintestinal (Non-ITACs) adalah tumor traktus sinonasal yang tidak menunjukkan gambaran histopatologi adenokarsinoma

tipe saliva dan ITACs (sel-sel goblet, absorptive, endocrine, Paneth). Adenokarsinoma ini dibagi menjadi tipe low grade dan high grade. Lokasi tersering yaitu pada sinus ethmoid. Gejala klinis diantaranya obstruksi hidung dan

epistaksis, jarang dijumpai rasa nyeri.2,3,24

Tumor ini memiliki gambaran makroskopis yang bervariasi, diantaranya

berbatas tegas sampai kondisi buruk dan invasif, pertumbuhannya flat sampai

berupa tonjolan keluar atau papillar, berwarna putih sampai merah muda,

dan konsistensi dari keras sampai rapuh.2,3

Baik low grade atau high grade, tumor ini dijumpai pada submukosa, tanpa keterlibatan permukaan, atau dapat juga melibatkan epitel bersilia

yang melapisi saluran pernapasan. Low grade adenocarcinoma menunjukkan struktur kelenjar atau papilar, tumor berbatas tegas, tetapi tidak berkapsul,

(28)

seragam atau asinus, yang tersusun dalam pola back to back, dengan sedikit atau tanpa intervensi stroma. Kadang-kadang dijumpai gambaran rongga kistik

irregular yang besar. Kelenjar dilapisi oleh satu lapis sel kolumnar sampai kuboid,

tidak bersilia, dengan inti sel bentuk bulat, seragam, terletak di basal atau

kadang-kadang tersusun pseudostratifikasi, karena hilangnya polaritas inti sel;

dan sitoplasma eosinofilik. Pleomorfisme sel ringan sampai sedang, dan aktivitas

mitosis sesekali terlihat; tidak dijumpai mitosis atipik dan nekrosis. Varian

adenokarsinoma ini terdiri dari papillary, clear cell, dan oncocytic. Namun beberapa kombinasi pola morfologi sel dapat terlihat dalam satu tumor.

Meskipun secara histologi seperti jinak, namun proliferasi kelenjar yang

kompleks, tidak adanya dua lapisan sel atau tidak adanya komponen sel basal atau

myoepitel, tidak adanya kapsul, dan ditemukan invasi ke dalam submukosa,

maka gambaran-gambaran ini mendukung untuk diagnosa suatu malignansi.2,3,7,24

High-grade adenocarcinomas merupakan tumor invasif dengan pola pertumbuhan dominan solid (sheet like pattern), walaupun pola pertumbuhan kelenjar dan papilar juga dapat terlihat. Tumor ini ditandai dengan pleomorfisme

sel sedang sampai berat; aktivitas mitosis tinggi, termasuk mitosis atipik; nekrosis

dan invasi perineural.2,3

Pemeriksaan imunohistokimia untuk tumor ini secara konsisten dan intens

CK7 reaktif, tetapi berbeda dengan ITACs, yang reaktif terhadap CK20, CDX-2,

(29)

Gambar 2.11 ITACs. A. Tipe papilar. B. Tipe kolon. C. Tipe solid. D. Tipe musin. E. Non-ITACs.2.3.7

2.7.2.3 Limfoma Maligna

Kebanyakan limfoma yang timbul di dalam kavum nasi berasal dari

sel natural killer (NK). Meskipun demikian, beberapa laporan kasus mengindikasikan bahwa limfoma primer dapat juga berasal dari sel B dan T.

Limfoma pada nasal jarang ditemukan di western countries, umumnya dijumpai di negara-negara Asia.5

Dikarakteristikkan dengan infiltrat limfomatosa difus yang meluas

ke mukosa nasal dan sinus paranasal, dengan pemisahan yang luas dan destruksi

mukosa kelenjar sehingga memperlihatkan clear cell change. Nekrosis koagulatif luas dan apoptotic bodies selalu ditemukan. Dinding pembuluh darah sering ditemukan angiosentrik, angiodestruksi dan deposit fibrinoid. Ukuran sel-sel

limfoma bervariasi mulai dari kecil, sedang hingga berukuran besar. Sel-sel

memiliki sitoplasma pucat dan granul azurofilik pada sitoplasmanya yang dapat

dilihat dengan pewarnaan Giemsa. Beberapa kasus berhubungan dengan infiltrat

A B C

(30)

inflamatori yang mengandung limfosit kecil, histiosit, sel-sel plasma

dan eosinofil.5

Gambar 2.12 Nasal NK/T cell lymphoma. A. Mukosa intak dan terlihat sebaran infiltrat sel-sel limfoma. B. Infiltrat limfoid mukosa merusak kelenjar mukosa hingga tidak tampak lagi struktur kelenjar.5

2.7.2.4 Sinonasal undifferentiated carcinoma (SNUC)

Sinonasal undifferentiated carcinoma (ICD-O 8020/3) merupakan suatu karsinoma yang sangat agresif dan secara klinikopatologi menunjukkan gambaran

khas berupa karsinoma dengan penyakit lokal yang luas. Tumor ini memiliki

sel-sel yang pleomorfik, nekrosis sering dijumpai dan harus dibedakan dari

lymphoepithelial carcinoma dan olfactory neuroblastoma. Nama lain tumor ini yaitu anaplastic carcinoma.2,3,19

Tumor ini negatif terhadap EBV. Beberapa kasus muncul setelah

radioterapi pada nasopharyngeal carcinoma. Rongga hidung, antrum maksila, dan sinus etmoid merupakan lokasi yang sering terlibat, tunggal atau kombinasi.

Tumor ini juga sering meluas ke daerah sekitarnya. Gejala klinis berupa obstruksi

hidung, epistaksis, proptosis, bengkak periorbita, diplopia, nyeri wajah, dan gejala yang melibatkan saraf kranial. Makroskopis tumor berupa massa berukuran lebih

dari 4 cm, fungating, batas tidak jelas, destruksi tulang, dan menginvasi ke struktur sekitarnya. Selain menginvasi beberapa sinus, tumor ini juga

(31)

tengkorak juga sering terjadi. Sedangkan ekstensi ke dalam nasofaring

atau rongga mulut jarang dijumpai. Tumor dapat bermetastasis ke kelenjar

getah bening leher dan metastasis jauh (seperti hati, tulang, dan paru-paru).2,7,16

SNUC merupakan tumor malignan yang tumbuh dari membran

schneiderian dan memiliki karakteristik tumbuh agresif dan prognosis buruk. Karena prognosis sangat buruk, maka sangat penting untuk dapat membuat

diagnosis yang benar dari awal sehingga pengobatan dapat diberikan. Dalam

hal ini, biopsi aspirasi jarum halus memainkan peranan penting dalam diagnosis

tumor sinonasal. Pemeriksaan hapusan SNUC umumnya cenderung sangat selular, terdiri dari kelompok-kelompok kecil sel-sel tumor berukuran kecil sampai

sedang, sebagian dapat dijumpai sel-sel tumor diskohesif, tidak dijumpai

sel stroma pada kelompokan sel tersebut. Hal ini merupakan gambaran penting

untuk membedakan SNUC dari sarkoma, dan tumor jenis lainnya. Sel-sel tumor pleomorfik, rasio inti banding sitoplasma sangat tinggi, sesekali tampak inti sel

molding, membran inti irregular, kromatin homogen sampai kromatin kasar,

anak inti menonjol , dan vakuola intrasitoplasmik dapat dilihat pada beberapa

sel tumor. Latar belakang hapusan biasanya massa nekrotik.2,3,17

Pada pemeriksaan histopatologi SNUC menunjukkan bentuk sarang-sarang, lobulus, trabekula, dan lembaran-lembaran, tanpa diferensiasi

skuamosa dan kelenjar. Beberapa kasus dijumpai adanya displasia berat pada

epitel permukaan. Inti sel berukuran sedang sampai besar, sitoplasma sedikit

dan eosinofilik. Anak inti juga dengan ukuran yang bervariasi, biasanya tunggal

dan menonjol. Aktivitas mitosis sangat tinggi, sering dijumpai nekrosis

(32)

Diagnosa banding SNUC sangat luas, yaitu tumor-tumor small round blue cells, terutama metastasis small cell carcinoma (neuroendocrine) dari paru, limfoma, olfactory neuroblastomas, sarkoma, dan lain-lain. Pola diskohesif mirip dengan limfoma. Namun pada latarbelakang SNUC primer tidak akan dijumpai lymphoglandular bodies. Sementara itu membedakan antara SNUC dengan

small cell carcinoma lebih sulit lagi, karena sama-sama dijumpai nuclear molding, dan SNUC juga imunoreaktif positif terhadap neuroendocrine markers. Namun jika diamati lebih detail pada inti sel pada SNUC akan menunjukkan satu atau lebih anak inti dan tidak dijumpai “salt and pepper chromatin” yang khas pada small cell carcinoma. Membedakan SNUC dari olfactory neuroblastoma

juga penting, karena prognosisnya lebih baik pada olfactory neuroblastoma. Gambaran rosettes dan neurofibrillary (neuropil) tidak akan dijumpai pada

SNUC.2,3,17,25

Gambar 2.13 Sinonasal undifferentiated carcinoma. A, B dan C. Pemeriksaan hapusan, tampak kelompokan kecil sel tumor berukuran kecil-sedang, tanpa sel stroma, inti sel pleomorfik, vakuola

intrasitoplasmik, dan sel-sel tumor diskohesif. Latar belakang hapusan massa nekrotik D. Pembesaran kecil, tampak sel-sel tumor membentuk trabekular atau lembaran-lembaran. E. Pembesaran besar, tampak kelompokan sel berdampingan dengan daerah nekrosis yang luas, dan aktivitas mitosis meningkat.3,17

(33)

Karsinoma ini imunoreaktif terhadap pan-cytokeratins dan simple keratins (CK7, CK8 dan CK19), tetapi tidak terhadap CK4, CK5/CK6 dan CK14. Kurang dari setengah kasus telah dilaporkan positif terhadap EMA,

neuron specific enolase, atau p53. Tumor ini negatif terhadap CEA, sedangkan hasil positif terhadap synaptophysin, chromogranin, atau protein S100 masih jarang diamati.2,7,19

2.7.2.5 Salivary Gland-Type Adenocarcinomas

Tumor tipe kelenjar saliva pada saluran sinonasal sangat jarang terjadi,

dan mayoritas adalah ganas. Secara histopatologi identik dengan tumor kelenjar

saliva mayor.2

Adenoid cystic carcinoma (ICD-O 8200/3) merupakan tumor tipe kelenjar saliva ganas yang paling sering pada saluran sinonasal. Paling sering dijumpai

pada sinus maksila (60%) dan rongga hidung (25%). Tumor ini sering

membahayakan, gejala yang muncul termasuk obstruksi hidung, epistaksis, nyeri,

parestesia atau anestesia. Pembengkakan palatum dan wajah, dan goyang

pada gigi-geligi dapat menjadi tanda penting. Kebanyakan tumor telah berukuran

besar dan infiltrasi luas pada saat didiagnosis. Tumor ini sulit untuk dideteksi

dengan radiografi foto polos dan sering meluas melalui tulang sebelum ada bukti

destruksi tulang secara radiografi. Selain itu, penyebaran tumor sering

tidak terdeteksi oleh teknik radiografi. Prognosis jangka panjang adalah buruk

dengan tingkat kelangsungan hidup 10 tahun hanya 7%. Kebanyakan pasien

(34)

Acinic cell carcinoma (ICD-O 8550/3), pada beberapa kasus dilaporkan muncul pada rongga hidung dan sinus maksila. Tanda dan gejala tidak spesifik,

terutama obstruksi hidung and epifora. Mucoepidermoid carcinomas (ICD-O 8430/3) harus dapat dibedakan dari varian yang lebih agresif dari SCC,

terutama adenosquamous carcinoma. Epithelial-myoepithelial carcinoma (ICD-O 8562/3), beberapa kasus dilaporkan melibatkan septum hidung,

rongga hidung, dan sinus maksila. Tanda dan gejala tidak spesifik, diantaranya

obstruksi hidung dan massa berbentuk polipoid. Clear cell carcinoma, N.O.S.,

(ICD-O 8310/3), sangat penting untuk menyingkirkan kemungkinan suatu

metastasis renal clear cell carcinoma. Secara mikroskopis tumor ini terdiri atas sel-sel jernih, bentuk poligonal, yang tersusun membentuk lembaran. Tumor ini

mengandung glikogen, tetapi tidak dijumpai musin. Beberapa varian lain dari

karsinoma tipe kelenjar saliva yang sangat jarang ditemukan pada saluran

(35)

Gambar 2.14 Salivary gland-type carcinomas. A dan B. Adenoid cystic carcinoma. C dan D. Mucoepidermoid carcinoma. E. Clear cell carcinoma.2

2.8 Klasifikasi TNM dan Sistem Staging

Klasifikasi TNM dan penentuan stadium karsinoma traktus sinonasal

menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC) 2006.

Tabel 2.2. Klasifikasi TNM menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC) 2006.

Tumor Primer (T)

TX Tumor primer tidak dapat ditentukan

T0 Tidak tampak tumor primer

Tis Karsinoma in situ

Sinus Maksilaris

T1 Tumor terbatas pada mukosa sinus

maksilaris tanpa erosi dan destruksi

tulang.

Kavum Nasi dan Sinus Etmoidalis

T4a Tumor menginvasi salah satu dari bagian

anterior orbita, kulit hidung atau pipi, meluas

minimal ke fossa kranialis anterior, fossa

pterigoid, sinus sfenoidalis atau frontal.

T4b Tumor menginvasi salah satu dari apeks

orbita, dura, otak, fossa kranial medial, nervus

kranialis selain dari V2, nasofaring atau klivus

A B

(36)

Sinus Maksilaris

T2 Tumor berada di dua bagian dalam satu

regio atau tumor meluas dan melibatkan

N2a Metastasis satu kelenjar ipsilateral 3-6 cm

N2b Metastasis multipel kelanjar ipsilateral, tidak

lebih dari 6 cm

N2c Metastasis kelenjar bilateral atau

kontralateral, tidak lebih dari 6 cm

N3 Metastasis kelenjar limfe lebih dari 6 cm.

(37)

2.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan tumor sinonasal adalah eksisi bedah lengkap, umumnya

melalui rhinotomy lateralis, tergantung pada derajat keganasan dan histologi tumor, pembedahan merupakan eksisi lokal sampai prosedur yang lebih radikal

(maxillectomy, ethmoidectomy, dan additional exenterations). 5

Radioterapi digunakan pada tumor yang luas (besar) atau pada tumor

derajat tinggi, sebagai metode tunggal untuk membantu pembedahan atau sebagai

terapi paliatif. Radiasi post operasi dapat mengontrol secara lokal tetapi tidak

menyebabkan kelangsungan hidup spesifik atau absolut. Sel-sel tumor yang

sedikit dapat dibunuh dengan radiasi.5

Kemoterapi biasanya sebagai terapi paliatif, penggunaan efek

cytoreductive untuk mengurangi rasa nyeri dan penyumbatan, atau untuk mengecilkan lesi eksternal masif. Kemoterapi digunakan pada pasien yang

menunjukkan resiko pembedahan yang buruk dan menolak untuk dilakukan

operasi. Pada kondisi ini biasanya dipertimbangkan untuk mendapatkan

kombinasi radiasi dan kemoterapi 5

2.10 Prognosis

Prognosis tumor sinonasal jinak umumnya baik. Tentunya jika

penanganan eksisi tumor dilakukan segera dan belum menyebabkan penekanan

pada organ sekitar. Sedangkan prognosis tumor sinonasal yang mengalami

keganasan umumnya buruk. Dimana banyak sekali faktor yang mempengaruhi

prognosis tumor sinonasal, cara yang tepat dan akurat. Faktor-faktor tersebut

(38)

diberikan, status imunologis, lamanya follow up dan banyak lagi faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap agresifitas penyakit dan hasil pengobatan yang

tentunya berpengaruh juga terhadap prognosis penyakit ini. Walaupun demikian,

pengobatan yang agresif secara multimodalitas akan memberikan hasil yang

terbaik dalam mengontrol keganasan primer dan akan meningkatkan angka

ketahanan hidup 5 tahun sebesar 75% untuk seluruh stadium tumor.2,5

2.11 Kerangka Teori

Faktor Lingkungan (Karsinogen)

Infeksi Virus (HPV, EBV)

Jaringan Sinonasal

Peradangan

Neoplasma

Tumor Ganas Proliferasi

Displasia

Mutasi p53, K-ras

Akut Kronik

Sembuh

Gambar

Gambar 2.1 Rongga hidung dan sinus paranasal pada  potongan sagital, dan  sinus paranasal diproyeksikan pada wajah.1
Gambar 2.2 Histologi normal saluran sinonasal.
Tabel 2.1 Klasifikasi histologi tumor jinak dan ganas di daerah hidung dan
Gambar 2.3 Inverted Papilloma. A. Gambaran makroskopis, tampak seperti pita yang tumbuh   ke dalam stroma
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya aplikasi ini bagi pemula yang menggemari bulu tangkis dapat mempelajari dengan baik dan benar, selain itu aplikasi ini juga memberikan informasi yang lengkap

JABATAN NAMA LENGKAP ALAMAT KANTOR TELEPON EMAIL... Ramlan Nurmatias SH Dt.Nan

 Dengan kegiatan membaca teks, siswa mampu menceritakan kembali informasi dalam bentuk tulisan mengenai Gajah Mada menggunakan kosakata baku dengan tepat dan percaya diri.. 

Pengembangan karir menjadi tidak terbatas sebab pengembangan karir beralih pada inisiatif individu dalam melaksanakan pekerjaan dan aktivitas- aktivitas pengembangan

kami mengundang Bapak/Sdr untuk melakukan pembuktiaan kualifikasi dengan membawa seluruh dokumen kualifikasi dan salinannya 1 (satu) rangkap untuk panitia, yang

5 Darul Hikmah 6 Babussalam 7 Ar Raudah 8 Al Huda 9 Miftahul Ulum 10 Baitul Yaqin 11 Nurul Qomariah 12 Raudah Salafiyah 13 Ar Rasyid.. 14 Attaqwa 15 Nailul Authar

Introduction: This study aims to determine the level of physical fitness related to gateball players' health of Bantul Regency which includes: heart lung endurance, muscular

Jiwa, adalah salah satu topik yang dibahas oleh Ibnu Sina, dimana jiwa manusia merupakan rahasia Tuhan yang terdapat pada hamba-Nya dan menjadi kebesaran Tuhan pada