• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Keterlambatan Penyelesaian Proyek Jalan Berdasarkan Aspek Manajemen Konstruksi dan Manajemen Risiko

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisa Keterlambatan Penyelesaian Proyek Jalan Berdasarkan Aspek Manajemen Konstruksi dan Manajemen Risiko"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Analisa Keterlambatan Penyelesaian Proyek Jalan Berdasarkan Aspek

Manajemen Konstruksi dan Manajemen Risiko

(Studi Kasus : Proyek Peningkatan Ruas Jalan Nasional Panti-Batas Kota-Lubuk Sikaping)

Syafrial1, Zaidir2, Nursyaifi Yulius3

1

Program Pascasarjana Teknik Sipil Universitas Bung Hatta,2Jurusan Teknik Sipil Universitas

Andalas,3Teknik Industri Universitas Bung Hatta

Abstract

This study aimed to answer two main problems associated with delay in work on road construction projects undertaken Hall Bridge Road West Sumatra Regional Department of Public Works, of which is to determine the exact cause of the delays in work predominantly from the aspects of construction management and know exactly preventive measures (preventive) and repair (corrective) which must be based on the role and function of each of the parties involved in the execution of the work in terms of risk management approaches. To get accurate results, this study begins with an assessment expert opinion to know things are suspected as the cause of delay is based on several phases of work that begins with the initiation, planning, execution and supervision of work until closing. Based on the analysis conducted with uses ranging from factor analysis, analysis of risk by regression analysis it can be concluded that there are three main things that cause delays in the selection of subcontractors including incompetent (x15), does not consider the condition of the field (x35) and not conducted a review and monitoring periodic internal (x49). Of the three factors obtained adjusted

R2 value = 0.815, R2values were obtained close to which shows that the independent

variables provide information needed to predict the variation in the dependent variable was 81.5%, while the remaining 18.5% are other factors that was suspected as the cause of the delay. The final results of this study concluded that some corrective action can be done, among others, the need for more thorough field survey and the completeness of the procedure (SOP) and the standard format in conducting field surveys and review and monitoring intensively.

Keywords: Delay in Implementation of Works, Corrective Actions

1. PENDAHULUAN

Dewasa ini perekonomian semakin berkembang yang juga diikuti oleh perkembangan sarana dan prasarana perekonomian seperti infrastruktur jalan maupun fasilitas penunjang lainnya. Kegiatan dalam pembangunan fisik baik secara keseluruhan maupun sebagian adalah merupakan pekerjaan konstruksi yang ditangani oleh para penyedia jasa sebagai pelaksana maupun pengawas

konstruksi. Dengan tingginya

permintaan terhadap infrastruktur jalan, serta fasilitas lainnya mengakibatkan

perkembangan terhadap pertumbuhan

perusahaan konstruksi. Selain itu,

umumnya pekerjaan konstruksi juga menyerap lapangan kerja yang cukup

banyak. Selain adanya permintaan

terhadap jasa konstruksi yang

meningkat, usaha jasa konstruksi juga menghadapi tantangan era perdagangan

bebas. Dimana dengan adanya

kesepakatan GATT (General Agreement

on Tariffs and Trade), APEC (

Asia-Pacific Economic Cooperation) dan

CAFTA (China ASEAN Free Trade

Area) dan Indonesia sebagai salah satu

(2)

kesepakatan tersebut, juga membuat persaingan semakin tajam dan ketat. Persaingan tidak hanya terjadi antara perusahaan di dalam negeri tetapi juga dengan perusahaan dari luar negeri. Untuk menghadapi persaingan tersebut, setiap perusahaan konstruksi harus memiliki strategi tertentu, diantaranya dengan memberikan hasil pekerjaan yang berkualitas sesuai dengan kontrak yang ditandatanganinya, salahsatunya

adalah dengan ketepatan waktu

penyelesaian pekerjaan.

Keterlambatan didalam pelaksanaan pekerjaan merupakan suatu hasil yang tidak efektif pada pelaksanaan proyek, kenyataannya penyebab keterlambatan tidak saja selalu dari penyedia jasa (konsultan dan kontraktor dalam bentuk peorangan maupun intansi atau badan usaha) tetapi juga tanggung jawab

pengguna jasa (owner). Keterlambatan

yang disebabkan oleh pengguna jasa, umumnya akibat penggunaan sumber daya yang tidak optimal tidak sesuai dengan peruntukannya. Didalam UU Jasa Konstruksi nomor 18 tahun 1999 secara implisit menyebutkan bahwa

keterlambatan waktu penyelesaian

pekerjaan merupakan salah satu

indikator keberhasilan pekerjaan dalam pencapaian mutu pekerjaan. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa tanggung

jawab penyedia jasa terhadap

keterlambatan pekerjaan yang perlu digarisbawahi untuk kemudian dijadikan dasar tindak lanjut bagi pengguna jasa adalah kemampuan penyedia jasa untuk memanfaatkan selurug sumber daya secara optimal sesuai kebutuhan dan alokasi yang diperlukan pada setiap item

pekerjaan. Dalam studi yang telah

dilakukan oleh Zulkairnain (2008)

menyatakan bahwa ada 56,4% kasus

keterlambatan berhubungan dengan

lemahnya pengelolaan sumber daya

material dan alokasinya, 4,1% kasus

berhubungan dengan sumber daya

manusia, dan 39,4% kasus berhubungan

dengan ketidakmampuan dalam

menguraikan kebutuhan terhadap jadwal dalam pelaksanaan dan pengawasan.

Keterlambatan yang terjadi akibat

kesalahan manusia sebesar 59,6% karena kesalahan pelaksana (kontraktor) 48,2% karena struktural desainer, 31,1% karena

konsultan (resident engineers). Beranjak

dari data tersebut serta dengan

mempelajari hasil laporan evaluasi terhadap pekerjaan yang dilaksanakan untuk lima tahun terakhir (2008-2012) dapat disimpulkan bahwa keterlambatan

pekerjaan yang dilaksanakan pada

umumnya disebabkan oleh beberapa faktor yang terkait dengan fungsi

manajemen kekonstruksian yang

dilaksanakan. Keterlambatan pekerjaan pada bidang manajemen konstruksi ditinjau dari tahapan proses manajemen

konstruksi (inisiasi, perencanaan,

pelaksanaan, pengendalian (controlling)

dan pemantauan (monitoring), dan

penutupan. Sementara, jika dilihat dari upaya-upaya yang dilakukan untuk mencegah dampak yang ditimbulkan oleh karena keterlambatan ini tentunya

perlu dipahami didalam perspektif

manajemen risiko khusunya untuk

memahami tingkat risiko yang terjadi berdasarkan pengaruh yang ditimbulkan

dan tingkat keseringan munculnya

penyebab risiko pada masing-masing tahap konstruksi

2. PERMASALAHAN

Keterlambatan pekerjaan disebabkan oleh karena masih belum optimalnya para pihak terkait untuk menguraikan secara jelas faktor-faktor penyebab

terjadinya keterlambatan dimaksud.

Untuk mengurai faktor penyebab

(3)

mudah jika ditelusuri berdasarkan tahapan-tahapan didalam manajemen konstruksi yang dimulai dari tahap

inisiasi, perencanaan, pelaksanaan,

pengawasan dan penutupan pekerjaan. Selanjutnya permasalahan yang kedua adalah belum maksimalnya upaya-upaya pencegahan maupun perbaikan yang dilakukan untuk mengurangi dampak

keterlambatan pekerjaan.

3. PERTANYAAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah dan

gejala-gejala penelitian yang telah

dipaparkan diatas, maka dapat ditarik beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan substansi penelitian ini, yaitu

1. Apa penyebab dominan terjadinya

keterlambatan penyelesaian

pekerjaan khususnya dari aspek

manajemen konstruksi?

2. Bagaimanakah tindakan pencegahan

(preventif) dan perbaikan (korektif)

yang harus dilakukan ?

4. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui secara pasti

penyebab dominan terjadinya

keterlambatan pekerjaan dilihat dari aspek manajemen konstruksi.

2. Untuk mengetahui secara pasti

tindakan pencegahan (preventif) dan

perbaikan (korektif) yang harus

dilakukan dimasa akan datang

5. TINJAUAN LITERATUR

Pengertian Keterlambatan

Keterlambatan menurut Ervianto

(1998) adalah sebagai waktu

pelaksanaan yang tidak dimanfaatkan

sesuai dengan rencana kegiatan

sehingga menyebabkan satu atau

beberapa kegiatan mengikuti menjadi tertunda atau tidak diselesaikan tepat sesuai jadwal yang telah direncanakan. Menurut Levis dan Atherley (1996),

jika suatu pekerjaan sudah ditargetkan harus selesai pada waktu yang telah ditetapkan namun karena suatu alasan tertentu tidak dapat dipenuhi maka dapat

dikatakan pekerjaan itu mengalami

keterlambatan. Hal ini akan berdampak pada perencanaan semula serta pada masalah keuangan. Keterlambatan yang terjadi dalam suatu proyek konstruksi akan memperpanjang durasi proyek atau meningkatkan biaya maupun keduanya.

Adapun dampak keterlambatan pada

klien atau owner adalah hilangnya

kesempatan untuk menempatkan sumber dayanya ke proyek lain, meningkatkan biaya langsung yang dikeluarkan yang berarti bahwa bertambahnya pengeluaran untuk gaji karyawan, sewa peralatan dan

lain sebagainya serta mengurangi

keuntungan. Menurut Callahan (1992),

keterlambatan (delay) adalah apabila

suatu aktifitas atau kegiatan proyek

konstruksi mengalami penambahan

waktu, atau tidak diselenggarakan

sesuai dengan rencana yang diharapkan.

Keterlambatan dapat diidentifikasi

dengan jelas melalui schedule. Dengan

melihat schedule, akibat keterlambatan

suatu kegiatan terhadap kegiatan lain

dapat terlihat dan diharapkan dapat

segera diantisipasi. Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa proyek mengalami keterlambatan apabila tidak dapat diserahkan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa pada tanggal serah terima pekerjaan pertama yang telah ditetapkan dikarenakan suatu alasan tertentu.

Penyebab dan Tipe

Keterlambatan

Dalam suatu proyek konstruksi banyak yang mungkin terjadi yang dapat

mengakibatkan meningkatnya waktu

dari suatu kegiatan ataupun mundurnya

waktu penyelesaian suatu proyek

(4)

yang paling sering terjadi antara lain: perubahan kondisi lapangan, perubahan desain atau spesifikasi, perubahan cuaca,

ketidak tersedianya tenaga kerja,

material, ataupun peralatan. Dalam

bagian ini akan diterangkan beberapa pendapat para ahli mengenai penyebab-penyebab keterlambatan. Menurut Levis

dan Atherley dalam Langford (1996)

mencoba mengelompokkan penyeba

-penyebab keterlambatan dalam suatu

proyek menjadi tiga bagian yaitu :

a) Excusable Non-Compensable Delays,

b) Excusable Compensable Delays,

c) Non-Excusable Delays,

Dampak Keterlambatan dan Cara

Mengatasi Keterlambatan

Menurut Lewis dan Atherley (1996), keterlambatan akan berdampak pada perencanaan semula serta pada masalah keuangan. Keterlambatan dalam suatu proyek konstruksi akan memperpanjang durasi proyek atau meningkatkan biaya maupun keduaduanya. Adapun dampak

keterlambatan pada owner adalah

hilangnya potensial income dari fasilitas yang dibangun tidak sesuai waktu yang ditetapkan, sedangkan pada kontraktor adalah hilangnya kesempatan untuk

menempatkan sumber dayanya ke

proyek lain, meningkatnya biaya tidak

langsung (indirect cost) karena

bertambahnya pengeluaran untuk gaji

karyawan, sewa peralatan serta

mengurangi keuntungan. Obrein JJ (1976), menyimpulkan bahwa dampak keterlambatan menimbulkan kerugian :

a. Bagi pemilik, keterlambatan

menyebabkan kinerja menjadi tidak baik.

b. Bagi kontraktor, keterlambatan

penyelesaian proyek beranti naiknya

overhead karena bertambah panjang

waktu pelaksanaan, sehingga

merugikan akibat kemungkinan

naiknya harga karena inflasi dan naiknya upah buruh, juga akan terta

hannya modal kontraktor yang

kemungkinan besar dapat dipakai untuk proyek lain.

c. Bagi konsultan, keterlambatan akan mengalami kerugian waktu, karena

dengan adanya keterlambatan

tersebut konsultan yang

bersangkutan akan terhambat dalam mengagendakan proyek lainnya. Dipohusodo (1996), selama proses konstruksi selalu saja muncul gejala

kelangkaan periodik atas

material-material yang diperlakukan, berupa material dasar atau barang jadi baik yang

lokal maupun import. Cara

penanganannya sangat bervariasi

tergantung pada kondisi proyek, sejak yang ditangani langsung oleh staf khusus

dalam organisasi sampai bentuk

pembagian porsi tanggung jawab

diantara pemberi tugas, kontraktor dan

sub-kontraktor, sehingga penawaran

material suatu proyek dapat datang dari sub-kontraktor, pemasok atau agen, importer, produsen atau industri, yang kesemuanya mengacu pada dokumen perencanaan dan spesifikasi teknis yang telah ditetapkan. Cara mengendalikan keterlambatan adalah :

1. Mengerahkan sumber daya tambahan

2. Melepas rintangan-rintangan,

ataupun upaya-upaya lain untuk menjamin agar pekerjaan meningkat dan membawa kembali ke garis rencana

3. Jika tidak mungkin tetap pada garis rencana semula mungkin diperlukan revisi jadwal, yang untuk selanjutnya dipakai sebagai dasar penilaian

kemajuan pekerjaan pada saat

berikutnya.

(5)

perlu adanya pemasok cadangan. Dalam penyusunan daftar prioritas pemasok,

tidak cukup sekali disusun dan

digunakan selanjutnaya. Daftar tersebut setiap periode tertentu harus diadakan

evaluasi mengenai pemasok biasa

dilakukan berdasarkan hubungan pada waktu yang lalu.

Untuk mengetahui kualitas pemasok bisa dilihat dari karakteristik pola kebiasaan, pola pengiriman, cara penggantian atas barang yang rusak. Sedangkan menurut

Baffie (1990), sekalipun sudah

dipergunakan prosedur yang terbaik, namun permasalahan akan timbul juga. Kadang-kadang terjadi suatu perubahan rencana kontraktor itu sendiri yang memerlukan barang kritis harus lebih dipercepat lagi penyerahannya dari

tanggal yang sudah disetujui

sebelumnya.

Tindakan Pencegahan

Keterlambatan Proyek

Mencegah terjadinya keterlambatan

pengguna jasa hendaknya belajar untuk

bergantung pada tenaga kontruksi

profesional yang berkualifikasi.

Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah:

a. Untuk meminimalisir kemungkinan

keterlambatan, penting untuk

menugaskan konsultan yang

kompeten untuk desain dan

pengawasan hendaknya

merekomendasikan hal ini pada klien dan kontraktor.

b. Untuk menjaga kompetensi para

pekerja konstruksi, harus ada

kerjasama antara asosiasi konstruksi profesional dan pemerintah, serta otoritas yang terkait lainnya.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Yates dan Lockley (2012) metoda untuk

mengurangi terjadinya keterlambatan

antara lain:

a. Desain dan pengawasan konstruksi struktur sementara oleh konsultan yang profesional.

b. Tanggungjawab yang jelas antara konsultan, pabrikan, dan kontraktor.

c. Pandangan yang konstruktif

dilakukan selama tahapan desain. d. Inspeksi konstruksi secara penuh

waktu oleh konsultan struktural.

e. Pendidikan dan pelatihan tim

konstruksi.

f. Perencanaan jaminan mutu/kontrol

mutu yang komprehensif.

g. Melebihkan dalam desain struktral untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.

h. Melakukan peer review desain

struktural dan detil oleh profesional yang independen

Variabel Penelitian

Variabel bebas dalam penelitian ini dilihat dari lima proses dalam tahapan

pelaksanaan proyek, yaitu proses

inisiasi, proses perencanaan, proses pelaksanaan, proses pemantauan dan

pengendalian (monitoring and

controlling), dan proses penutupan.

Uraian variabel bebas adalah sebagai berikut:

a. Proses inisiasi

b. Proses perencanaan

c. Proses Pelaksanaan (Executing)

d. Proses pemantauan dan

pengendalian (monitoring and

controling)

e. Proses Penutupan

Sementara variabel terikat adalah

variabel keterlambatan pekerjaan yang dijadikan sebagai ukuran keberhasilan

pencapaian performance pemilik

(6)

adalah Balai Jalan Jembatan Wilayah I Sumatera Barat

6. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan dengan mengacu pada tahap dan langkah-langkah seperti digambarkan dibawah ini.

Gambar 1

Tahap dan Langkah-langkah Penelitian

Untuk menjawab tujuan penelitian ini, maka

ditetapkan variabel penelitian sebagai

berikut:

Tabel 1

Variabel Bebas (X)

No

Urut Uraian Variabel Sumber

Proses Inisiasi

1 Ketidaktegasan dalam pemberian otoritas dan

tanggung jawab dalam mengelola proyek X1 LPJK, 2007 2 Ketidakjelasan batasan (constraint) proyek X2 LPJK, 2007 3 Ketidakmampuan dalam mengintegrasikan unit

kompetensi X3

Ayinunuola & O, 2004 4 Ketidakmampuan dalam mengelola kondisilingkungan internal dan eksternal X4 LPJK, 2007

Proses Perencanaan

1

Kesalahan di dalam mengenaliproject deliverable, baik yang utama maupun komponennya

X5 LPJK, 2007

2

Kesalahan didalam menciptakan WBS (Work Breakdown Structure), OBS (Organization Breakdown Structure) dan RBS (Risk Breakdown Structure)

X6 LPJK, 2007

3 Tidak realistisnya dalam menetapkan jadwaldan estimasi durasi waktu X7 LPJK, 2007

4 Kesalahan dalam mengestimasi biaya dansumberdaya yang diperlukan proyek X8 LPJK, 2007

5 Kesalahan dalam mengintepretasikan

persyaratan kualitas X98 LPJK, 2007 6 Kesalahan dalam merencanakan komunikasi X10 LPJK, 2007 7 Kesalahan membuat daftar dan

penanggulangan risiko X11 LPJK, 2007 8 Kesalahan dalam menetapkan pengadaan X12 LPJK, 2007 9 Kesalahan dalam memilih tim yang profesional X13 Ayinunuola &

O, 2004 10 Kesalahan dalam menginterpretasikan desain X14 ASCE, 1989 11 Pemilihan subkontraktor yang tidak kompeten X15 Porteous, 1999 12 Salah membuat gambar kerja X16 LPJK, 2007

Proses Pelaksanaan

1 Kesalahan dalam mengelola langsung

pelaksanaan proyek X17 LPJK, 2007 2 Ketidaksesuaian dalam memberikan jaminan

kualitas (quality assurance) X18 LPJK, 2007 3 Ketidaksesuaian dalam mengembangkan tim

proyek X19 LPJK, 2007 4 Kesalahan pendistribusian informasi X20 LPJK, 2007 5 Kurangnya koordinasi di dalam organisasi

proyek X21 LPJK, 2007 6 Komunikasi yang buruk denganstakeholder X22 LPJK, 2007 7 Tidak mengikuti prosedur K3L X23 LPJK, 2007 8 Kesalahan dalam memilih penyedia jasa yang

tidak mempunyai kompetensi X24 Porteous, 1999 9 Tidak meng-update cashflow X25 Porteous, 1999 10 Tidak mengikuti spesifikasi teknis dalam

kontrak X26 Porteous, 1999 11 Penggunaan mutu material dibawah standar X27 Ayinunuola &

O, 2004 12 Salah dalam menerapkan metoda kerja X28 Ayinunuola &O, 2004 13 Pengaruh tekanan ekonomi X29 ASCE, 1989 14 Mengejardeadlineproyek X30 ASCE, 1989 15 Kurangnya waktu respon dalam mengatasi

(7)

Proses Pengendalian dan Pengawasan

1 Kesalahan dalam mengintegrasikan kontrolatas perubahan X34 LPJK, 2007

2 Kesalahan dalam melakukan verifikasi dan

pengendalian atas lingkup X35 LPJK, 2007 3 Kesalahan dalam pengendalian jadwal, biaya,

dan kualitas X36 LPJK, 2007 4 Kesalahan dalam mengelola tim proyek X37 LPJK, 2007

5

Kesalahan dalam menganalisa berbagai varian (jadwal, biaya, sumberdaya, lingkungan dan keselamatan

X38 LPJK, 2007

6 Kesalahan dalam melakukan monitoring danpengendalian risiko X39 LPJK, 2007

7 Ketidaksempurnaan dalam melaksanakan

administrasi kontrak X40 LPJK, 2007 8 Kesulitan dalam mendapatkan persetujuan

perubahan X41 LPJK, 2007 9 Tidak menangantisipasi adanya perubahan X42 LPJK, 2007 10 Kurangnya pengawasan X43 LPJK, 2007

Proses Penutupan

1 Ketidaksesuaian antara persyaratan dengan

Pelaksanaan X44 LPJK, 2007 2 Pelanggaran kontrak X45 LPJK, 2007 3 Tidak diterimanya setiap penyerahan proyek X46 LPJK, 2007 4 Tidak mendokumentasikan semua proses

proyek X47 Porteous, 1999

Sementara untuk variabel terikat (Y) adalah sebagai berikut:

Tabel 2

Variabel Terikat (Y)

No

Urut Uraian Variabel Sumber 1 Keterlambatan Waktu Penyelesaian

Pekerjaan Y LPJK, 2007

Model Penelitian

Model penelitian yang digunakan untuk mengetahui bentuk hubungan variabel bebas dengan satu variabel terikat menggunakan analisa regresi berganda. Dengan model sebagai berikut:

Y = a + b1X1+b2X2+…+ bnXn Keterangan:

Y = variabel terikat yang diprediksi a = konstanta

b = angka arah atau koefisien regresi, bila positif (+) garis naik, bila (-) garis turun

X = variabel bebas

Salah satu asumsi dari analisis regresi adalah linearitas yang berarti garis regresi X dan Y membentuk garis linear atau tidak. Apabila tidak linear maka analisa regresi tidak dapat dilanjutkan.

Pengujian Model

Dari model regresi yang didapat, dilakukan pengujian keberartian pada analisis regresi dengan langkah sebagai berikut:

• Menentukan rumusan hipotesa H0

dan H1

H0 : ρ = 0 : tidak ada pengaruh

variabel X terhadap variabel Y

H1: ρ ≠ 0 : ada pengaruh variabel X

terhadap variabel Y

• Menggunakan uji statistik dengan uji

F.

• Menentukan nilai kritis (α) dengan

derajat kebebasan untuk dbreg=1, dan

dbres=n-3

• Membandingkan nilai uji F terhadap

nilai, apabila nilai uji F ≥ daripada

nilai tabel F, maka H0ditolak, maka

regresi berarti.

Validasi Pakar

Setelah model yang didapat dilakukan pengujian, hasil dari model tersebut divalidasi ke pakar. Hal ini untuk mengetahui apakah model yang dibuat sudah valid atau belum. Selain itu juga dilakukan wawancara untuk menjawab pertanyaan penelitian 2.

Hasil Wawancara

Pengumpulan data yang dilakukan

dengan metoda wawancara perlu

dianalisa dan ditafsirkan, dimana

pengertian analisis dan penafsiran adalah dua hal yang berbeda. Analisis adalah

proses bagaimana data diatur,

diorganisasikan menjadi suatu pola, kategori dan unit deskripsi dasar. Sedangkan penafsiran melibatkan usaha

dalam menyertakan makna dan

signifikansi ke analisis, menjelaskan pola deskriptif, dan mencari hubungan

serta keterkaitan diantara dimensi

(8)

digunakan adalah model Miles dan Huberman, dimana aktivitas dalam analisa data terdiri dari :

1. Data reduksi,

2. Datadisplays,dan

3. Conclusion drawing/verification.

7. PEMBAHASAN

7.1 Uji Validasi dan Realibilitas

Sebelum data hasil kuesioner

dilakukan analisa lebih lanjut, perlu dilakukan uji validasi dan reliabilitas untuk mengetahui konsistensi jawaban dalam kuesioner. Instrumen yang valid mampu mengukur apa yang diinginkan, sedangkan instrumen yang reliabel berarti bahwa instrumen tersebut mampu

mengungkap data yang dipercaya

(apabila digunakan untuk mengukur obyek yang sama akan menghasilkan

data yang sama). Analisa validasi

dilakukan dengan membandingkan

antara hitung dan tabel, apabila r-hitung < r-tabel maka variabel tidak valid dan harus dibuang atau diperbaiki. Uji validasi dapat dilakukan dengan alat bantu SPSS dengan menggunakan angka

r-hasil corelated Item-Total Correlation.

Sedangkan reliabilitas didapat dari nilai

cronbach’s alpha > 60%. Hasil uji validasi menyimpulkan tiga puluh tiga (52) variabel yang digunakan memiliki nilai r-hitung lebih besar dari r-tabel. Sedangkan uji reliabilitas untuk seluruh

variabel dapat dilihat dari nilai

cronbach’s Alpha, yaitu F1=0,891 (89.1%), F2=0,789 (78.9%), F3=0,889 (88.9%), F4=0,912 (91.2%), F5=0.798 (79.8%) dan Y=0,769 (76.9%) lebih besar daripada 60% dengan N item

untuk masing-masing tahapan/faktor

adalah F1(tahap inisiasi)=4, F2(tahap perencanaan)=13,F3 (tahap pelaksanaan) =21, F4(tahap pengawasan)=11, F5

(tahapa closing) = 3, sehingga dapat dikatakan bahwa variabel cukup reliable

Tabel 3

Hasil Uji Validitas dan Realibilitas

Var r Alpha Var r Alpha Var r Alpha

X36 0.698

X1 0.612 X18 0.608 X37 0.732

X2 0.771 X19 0.767 X38 0.675

X3 0.678 X20 0.674

X4 0.712 X21 0.708 X39 0.654

X22 0.651 X40 0.688

X5 0.632 X23 0.810 X41 0.631

X6 0.791 X24 0.717 X42 0.790

X7 0.698 X25 0.751 X43 0.697

X8 0.732 X26 0.694 X44 0.731

X98 0.675 X27 0.853 X45 0.674

X10 0.834 X28 0.760 X46 0.833

X11 0.741 X29 0.794 X47 0.740

X12 0.775 X30 0.708 X48 0.774

X13 0.718 X31 0.767 X49 0.688

X14 0.877 X32 0.674

X15 0.784 X33 0.708 X50 0.698

X16 0.818 X34 0.651 X51 0.732

X17 0.732 X35 0.732 X52 0.775

Y 0.751 0.769

Tahap Pengawasan 0.891

0.789

0.889

0.889

0.912

0.798 Tahap Inisiasi

Tahap Perencanaan

Tahap Pelaksanaan

Tahap Pengawasan

Analisa Korelasi

Sebelum melakukan analisa korelasi perlu diketahui apakah data terdistribusi normal atau tidak. Untuk mengujinya

dapat dilakukan dengan test

Kolmogorov-Sminov. Dari hasil

perhitungan terlihat bahwa variabel

terdistribusi normal karena nilai

signifikansi < 0,05 hanya X25 dengan

nilai signifikansi > 0,05, yaitu 0,055 (tabel 4.10). Data tidak terdistribusi normal karena ada data yang berada di

luar (outlier) dari kecenderungan

distribusi normal. Hal ini dapat

disebabkan akibat keberagaman persepsi responden dalam menjawab pertanyaan penelitian

Tabel 4

(9)

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 40 40 40 40 40 40 40 40 Mean 2.125 2.250 2.257 2.221 2.145 2.27 2.277 2.241 Std. Deviasi 0.853 1.080 0.984 0.764 0.873 0.964 0.744 0.784 Absolute 0.283 0.217 0.295 0.266 0.261 0.228 0.327 0.216 Positive 0.283 0.217 0.295 0.266 0.261 0.228 0.327 0.216 Negatif -0.853 -1.08 -0.984 -0.764 -0.873 -0.964 -0.744 -0.784 1.791 1.312 1.785 1.664 1.873 1.772 1.675 1.312

0.003 0.047 0.002 0.007 0.009 0.021 0.001 0.003

X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 40 40 40 40 40 40 40 40 Mean 2.105 2.23 2.237 2.201 2.125 2.25 2.257 2.221 Std. Deviasi 0.833 1.06 0.964 0.744 0.853 0.944 0.724 0.764 Absolute 0.263 0.197 0.275 0.246 0.241 0.208 0.307 0.196 Positive 0.263 0.197 0.275 0.246 0.241 0.208 0.307 0.196 Negatif -0.873 -1.100 -1.004 -0.784 -0.893 -0.984 -0.764 -0.804 1.771 1.292 1.765 1.644 1.853 1.752 1.655 1.292

0.007 0.051 0.006 0.011 0.013 0.025 0.005 0.007

X17 X18 X19 X20 X21 X22 X23 X24 40 40 40 40 40 40 40 40 Mean 2.161 2.286 2.293 2.257 2.181 2.306 2.313 2.277 Std. Deviasi 0.889 1.116 1.020 0.800 0.909 0.800 0.780 0.820 Absolute 0.319 0.253 0.331 0.302 0.297 0.264 0.363 0.252 Positive 0.319 0.253 0.331 0.302 0.297 0.264 0.363 0.252 Negatif -0.817 -1.044 -0.948 -0.728 -0.837 -0.928 -0.708 -0.748 1.791 1.312 1.785 1.664 1.873 1.772 1.675 1.312

0.008 0.046 0.007 0.012 0.014 0.026 0.006 0.008

X25 X26 X27 X28 X29 X30 X31 X32 40 40 40 40 40 40 40 40 Mean 2.141 2.266 2.273 2.237 2.161 2.286 2.293 2.257 Std. Deviasi 0.869 1.096 0.302 0.78 0.889 0.78 0.76 0.8 Absolute 0.299 0.233 0.311 0.282 0.277 0.244 0.343 0.232 Positive 0.299 0.233 0.311 0.282 0.277 0.244 0.343 0.232 Negatif -0.837 -1.064 -0.968 -0.748 -0.857 -0.948 -0.728 -0.768 1.771 1.292 1.765 1.644 1.853 1.752 1.655 1.292

0.067 0.040 0.012 0.017 0.019 0.031 0.011 0.013

Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

Normal Parameter (a,b) Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

N

Asymp. Sig. (2-tailed)

N

Asymp. Sig. (2-tailed)

N

X33 X34 X35 X36 X37 X38 X39 X40 40 40 40 40 40 40 40 40 Mean 2.125 2.250 2.257 2.221 2.145 2.27 2.277 2.241 Std. Deviasi 0.853 1.080 0.984 0.764 0.873 0.964 0.744 0.784 Absolute 0.283 0.217 0.295 0.266 0.261 0.228 0.327 0.216 Positive 0.283 0.217 0.295 0.266 0.261 0.228 0.327 0.216 Negatif -0.853 -1.08 -0.984 -0.764 -0.873 -0.964 -0.744 -0.784 1.791 1.312 1.785 1.664 1.873 1.772 1.675 1.312

0.003 0.047 0.002 0.007 0.009 0.021 0.001 0.003

X41 X42 X43 X44 X45 X46 X47 X48 40 40 40 40 40 40 40 40 Mean 2.105 2.23 2.237 2.201 2.125 2.25 2.257 2.221 Std. Deviasi 0.833 1.06 0.964 0.744 0.853 0.944 0.724 0.764 Absolute 0.263 0.197 0.275 0.246 0.241 0.208 0.307 0.196 Positive 0.263 0.197 0.275 0.246 0.241 0.208 0.307 0.196 Negatif -0.873 -1.100 -1.004 -0.784 -0.893 -0.984 -0.764 -0.804 1.771 1.292 1.765 1.644 1.853 1.752 1.655 1.292

0.007 0.051 0.006 0.011 0.013 0.025 0.005 0.007

X49 X50 X51 X52 Y 40 40 40 40 40 Mean 2.161 2.286 2.293 2.257 2.181 Std. Deviasi 0.889 1.116 1.020 0.800 0.909 Absolute 0.319 0.253 0.331 0.302 0.297 Positive 0.319 0.253 0.331 0.302 0.297 Negatif -0.817 -1.044 -0.948 -0.728 -0.837 1.791 1.312 1.785 1.664 1.873

0.008 0.046 0.007 0.012 0.014

Normal Parameter (a,b) Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

N

Asymp. Sig. (2-tailed)

N

Asymp. Sig. (2-tailed)

N

Analisa korelasi dilakukan untuk

mengetahui seberapa besar hubungan antara variabel. Jenis analisa korelasi

yang digunakan adalah korelasi

Spearman Rank, pertimbangannya

adalah pada metode analisa korelasi ini, data tidak harus membentuk distribusi normal. Nilai korelasi sempurna adalah

± 1 (tanda + atau – merupakan arah

korelasi), dan apabila nilai korelasi 0 maka disebut tidak ada korelasi.

Tabel 5

Hasil Uji Korelasi

Var r Ket Var r Ket Var r Ket

X36 0.450 Sedang

X1 0.572 Sedang X18 0.568 Sedang X37 0.430 Sedang

X2 0.731 Kuat X19 0.727 Kuat X38 0.450 Sedang

X3 0.638 Kuat X20 0.426 Sedang

X4 0.672 Kuat X21 0.406 Sedang X39 0.406 Sedang

X22 0.426 Sedang X40 0.386 Rendah

X5 0.592 Sedang X23 0.770 Kuat X41 0.406 Sedang

X6 0.751 Kuat X24 0.469 Sedang X42 0.750 Kuat

X7 0.450 Sedang X25 0.449 Sedang X43 0.449 Sedang

X8 0.430 Sedang X26 0.469 Sedang X44 0.429 Sedang

X98 0.450 Sedang X27 0.813 Kuat X45 0.449 Sedang

X10 0.794 Kuat X28 0.512 Sedang X46 0.793 Kuat

X11 0.493 Sedang X29 0.492 Sedang X47 0.492 Sedang

X12 0.473 Sedang X30 0.406 Sedang X48 0.472 Sedang

X13 0.493 Sedang X31 0.727 Kuat X49 0.386 Rendah

X14 0.837 Kuat X32 0.426 Sedang

X15 0.536 Sedang X33 0.406 Sedang X50 0.450 Sedang

X16 0.516 Sedang X34 0.426 Sedang X51 0.430 Sedang

X17 0.430 Sedang X35 0.430 Sedang X52 0.473 Sedang

Y 0.406 Sedang

Tahap Pengawasan

Analisa faktor digunakan untuk

meringkas dan menggabung variabel

yang memiliki karakteristik sama

menjadi satu faktor. Metode yang

digunakan Barlett’s test of sphericity,

dengan melihat nilai KMO dan Barlett’s

test, apabila nilai > 0,5 maka analisa faktor dapat digunakan. Berdasarkan

hasil nilai anti image terlihat bahwa

tidak ada variabel dengan nilai MSA < 0,5. Analisa faktor dapat digunakan. Hasil akhir analisis faktor ini diketahui bahwa variabel dikelompokkan menjadi 6 (enam) faktor berdasarkan nilai

eigenvalue> 1, yaitu Faktor_1 = 15,079,

Faktor_2 = 2,500, Faktor_3 = 1,850, Faktor_4 = 1,534, Faktor_5 = 1,329 dan Faktor_6 = 1,149

Analisa Regresi

Analisa regresi digunakan untuk

mengetahui hubungan linier antara variabel terikat (Y) dengan variabel

bebas (X). Analisa regresi yang

digunakan adalah regresi linear berganda dan dilakukan dengan menggunakan

program SPSS. Variabel yang

(10)

analisa faktor dengan pertimbangan

untuk menghindari terjadinya

multikolineritas. Setelah melalui

perbaikan hingga lima tahap pengolahan

data untuk mendapatkan nilai adjusted

R2 mendekati satu. Pada tahap analisis

regresi yang terakhir (tahap 5) diperoleh 31 sampel, hasil regresi dengan metode

stepwise ternyata hanya menghasilkan

satu persamaan. Sehingga untuk

pembuangan outlier dihentikan pada

tahap 4 dengan 32 sampel, dan untuk

meningkatkan nilai adjusted R2

digunakan variabel dummy dengan

persamaan sebagai berikut:

Y = -0,585+0,339X15+0,420Xdummy+0,140X49

Variabel dummy diperoleh melalui

analisa korelasi antara variabel dummy

dengan variabel yang tidak digunakan dalam analisa regresi, sehingga diperoleh variabel dummy yang memungkinkan

adalah X35, sehingga persamaan baru

regresi menjadi:

Y = -0,585+0,339X15+0,420X35+0,140X49

Validasi Pakar dan Wawancara

Validasi dilakukan dengan memberikan

kuesioner tahap ketiga dengan

pertanyaan berupa bagaimana pendapat mereka terhadap penyebab dominan (ketiga variabel dari persamaan analisa regresi) yang menyebabkan terjadinya keterlambatan. Variabel dalam kuesioner tahap ketiga ini adalah hasil analisa

regresi dengan persamaan regresi X15,

X35, dan X49. Dimana, X15 adalah

pemilihan subkontraktor yang tidak

kompeten, X35 adalah tidak

memperhatikan kondisi lapangan, dan

X49 adalah tidak melakukan review dan

monitoring internal secara periodik. Pendapat pakar terhadap ketiga variabel

tersebut adalah benar bahwa ketiga variabel sebagai penyebab dominan.

Tindakan Perbaikan Masing-Masing Variabel

Berdasarkan pengujian akhir terhadap model regresi yang diperoleh selanjutnya

dilakukan wawancara pakar untuk

mengetahui tindak perbaik dan

pencegahan masing-masing faktor

penyebab dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 6

Tindakan Pencegahan dan Perbaikan

Variabel Indikator Tindakan Pencegahan Tindakan Perbaikan X15 Pemilihan

subkontraktor yang tidak kompeten

a) Mempunyai daftar subkontraktor lengkap dengan kualifikasinya b) Secara berkala

melakukan evaluasi terhadap subkontraktor c) Prakualifikasi yang

lebih ketat, seleksi subkontraktor berdasarkan kualifikasi tidak semata berdasarkan harga d) Setiap akhir proyek

dilakukan evaluasi terhadap subkontraktor, dan jika berprestasi dijadikan bagian dari

databasesubkontraktor

e) Mengganti subkontraktor dengan yang lebih kompeten f) Pengambilalihan

pekerjaan apabila pekerjaan dapat dilakukan sendiri g) Bila kesalahan yang

diperbuat tidak berpengaruh terhadap

safetydilakukan pemotongan nilai kontrak atau denda. h) Perlu dilakukanreview

dan monitoring yang intensif, jika perlu tempatkansupervisor

yang ditugasi mengawasi pekerjaan sub ini.

Tabel 6 (lanjutan)

(11)

X35 Tidak memperhatikan kondisi lapangan

• Lakukan survey lapangan lebih teliti, susun dan gunakan prosedur (SOP) dan format standar dalam melakukan survey lapangan

• Sebelumplanning

disusun, sebaiknya

project manager

melakukan evaluasi terhadap data yang ada yang akan digunakan untuk menyusun program kerja.

• Gunakan cadangan untuk memperbaiki kekurangan

• Sebelumplanning

diimplementasikan,

project manager

melakukan evaluasi dan pemeriksaan akan kebenaran dokumen yang sudah disusun dan disesuaikan. Jika terjadi perbedaan rencana kerja direview

kembali.

1) Lakukanreviewdan monitoring secara terjadwal 2) Segera lakukanreview

dan monitoring secara intensif, jika perlu ditugaskansupervisor

khusus yang kompeten

3) Perbaiki sistemcontrol

dan monitoring 4) Pekerjaan-pekerjaan

yang belum dilaksanakan segera di-reviewdan dimonitor secara intensif program dan gambar kerjanya sebelum dilaksanakan

Analisa Risiko

Tahap akhir didalam penelitian ini adalah analisis risiko yang ditimbulkan oleh masing-masing variabel. Hasil

perhitungan disajikan seperti tabel

dibawah ini:

Tabel 7

Perhitungan Level Risiko

Var Level Risiko Ket Var Level Risiko Ket Var Level Risiko Ket X36 10.12 Medium X1 10.60 Signifikan X18 10.60 Medium X37 10.00 Medium X2 6.78 Medium X19 14.73 Medium X38 14.00 Medium X3 12.25 Signifikan X20 10.10 Medium

X4 10.15 Medium X21 9.98 Medium X39 10.08 Medium X22 13.98 Signifikan X40 9.96 Medium X5 10.62 Signifikan X23 14.77 Signifikan X41 13.96 Signifikan X6 14.75 Signifikan X24 10.14 Medium X42 14.75 Signifikan X7 10.12 Medium X25 10.02 Medium X43 10.12 Medium X8 10.00 Medium X26 14.02 Signifikan X44 10.00 Medium X98 14.00 Signifikan X27 14.81 Signifikan X45 12.00 Signifikan X10 14.79 Signifikan X28 10.18 Medium X46 14.79 Signifikan X11 10.16 Medium X29 10.06 Medium X47 10.16 Medium X12 10.04 Medium X30 10.12 Medium X48 10.04 Medium X13 14.04 Signifikan X31 14.73 Signifikan X49 19.00 High X14 14.84 Signifikan X32 10.10 Medium

X15 10.21 High X33 9.98 Medium X50 10.12 Medium X16 10.09 Medium X34 13.98 Signifikan X51 10.00 Medium X17 10.14 Medium X35 21.25 High X52 10.04 Medium

Tahap Pengawasan disimpulan bahwa 32.7% variabel risiko dengan kategori signifikan (rata-rata tingkat risiko berkisar pada rentang 10.50-15.25), kemudian variabel risiko dengan kategori medium sebanyak 32 variabel atau berkisar 61.5% (rata-rata tingkat risiko berkisar pada rentang 5.75

– 10.50) dan sisanya sebanyak tiga

variabel (X15, X35 dan X49) memilki

tingkat risiko yang tinggi dengan rata-rata level risiko pada rentang nilai 15.25

– 25.00

8. PENUTUP 8.1 Kesimpulan

Kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Penyebab dominan yang dapat

mempengaruhi terjadinya risiko

keterlambatan pekerjaan dari aspek manajemen konstruksi adalah:

• Pemilihan subkontraktor yang

tidak kompeten (X15)

• Tidak memperhatikan kondisi

lapangan (X35)

• Tidak melakukanreviewdan

monitoring internal secara periodik (X49)

2) Wawancara dan validasi pakar yang

dilakukan menyimpulan terdapat

perubahan jumlah variabel dari 47 menjadi 52 variabel. Perubahan ini disebabkan karena terdapat beberapa variabel yang sama sekali tidak memiliki pengaruh dan berkontribusi

pada terjadinya penyebab

keterlambatan

3) Tindakan pencegahan dan perbaikan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

Pemilihan subkontraktor yang tidak kompeten (X15)

Tindakan Pencegahannya, antara

lain:

• Mempunyai daftar subkontraktor

lengkap dengan kualifikasinya

• Secara berkala melakukan

evaluasi terhadap subkontraktor

• Prakualifikasi yang lebih ketat,

seleksi subkontraktor

(12)

• Setiap akhir proyek dilakukan evaluasi terhadap subkontraktor, dan jika berprestasi dijadikan bagian dari database

subkontraktor

Tindakan Perbaikannya, antara lain:

• Mengganti subkontraktor dengan

yang lebih kompeten

• Pengambilalihan pekerjaan

apabila pekerjaan dapat

dilakukan sendiri

• Bila kesalahan yang diperbuat

tidak berpengaruh terhadapsafety

dilakukan pemotongan nilai

kontrak atau denda.

• Perlu dilakukan review dan

monitoring yang intensif, jika

perlu tempatkan supervisor yang

ditugasi mengawasi pekerjaan sub ini

Tidak memperhatikan kondisi

lapangan (X35)

Tindakan Pencegahannya, antara

lain:

• Lakukan survey lapangan lebih

teliti, susun dan gunakan prosedur (SOP) dan format standar dalam melakukan survey lapangan

• Sebelumplanningdisusun,

sebaiknyaproject manager

melakukan evaluasi terhadap data yang ada yang akan digunakan untuk menyusun program kerja. Tindakan Perbaikannya, antara lain:

• Gunakan cadangan untuk

memperbaiki kekurangan

• Sebelumplanning

diimplementasikan,project

managermelakukan evaluasi dan

pemeriksaan akan kebenaran

dokumen yang sudah disusun dan disesuaikan. Jika terjadi

perbedaan rencana kerja direview

kembali.

Tidak melakukan review dan

monitoring internal secara periodik (X49)

Tindakan Pencegahannya, antara

lain:

• Lakukanreviewdan monitoring

secara terjadwal

• Segera lakukan review dan

monitoring secara intensif, jika

perlu ditugaskan supervisor

khusus yang kompeten

Tindakan Perbaikannya, antara lain:

• Perbaiki sistem control dan

monitoring

• Pekerjaan-pekerjaan yang belum

dilaksanakan segera di-review

dan dimonitor secara intensif program dan gambar kerjanya sebelum dilaksanakan

8.2 Saran

• Pada saaat perencanaan perlu

memperhatikan standarisasi yang berlaku supaya umur bangunan mencapai yang diinginkan.

• Perlu dilakukan identifikasi terhadap

hal-hal yang mempengaruhi

terjadinya keterlambatan pekerjaan

sehingga sudah dipertimbangkan

sejak awal.

• Selama pelaksanaan, setiap

pekerjaan di proyek hendaknya dilaksanakan secara tepat dan benar dengan melibatkan sumber daya

manusia yang kompeten, serta

manajemen yang baik.

• Perlu penelitian lanjutan pada proyek

yang pernah mengalami

keterlambatan. Fokus penelitian pada tahapan yang berbeda selain tahapan

(13)

9. REFERENSI

Agam (2006). Analisis multivariat sesi-5

(Factor Analysis).Universitas Gajah

Mada.http://www.psppr-ugm.net

American Society of Civil Engineers

(1998). Guidelines for failure

investigation. USA: Author

Arikunto, Suharsimi (2006). Prosedur

penelitian – suatu pendekatan praktik

(ed. VI). PT Jakarta: Rineka Cipta Asiyanto (2005). Manajemen produksi

untuk jasa konstruksi. Jakarta:

Pradnya Paramita

Ayininuola, GM & Olalusi, O.O (2004). Assessment of building failures in Nigeria: Lagos and Ibadan case

study. African Journal of Science and

Technology (AJST), Science and Engineering Series vol. 5, no.1, pp.

73-78.http://www.ansti.org

Barie & Paulson (1984). Professional

construction management.USA:

McGraw- Hill

Berita PU (2006, 24 Januari). Kegagalan bangunan perlu direspon secara cepat.

http://www.pu.go.id

Dannyati, E (n.d.). Optimalisasi

pelaksaan proyek dengan metode PERT dan CPM (Studi Kasus Twin

Tower Building Pasca Sarjana

Undip). FE-Undip

Daryatno (2001). Manajemen konstruksi. Trend teknik sipil era milenium baru. Jakarta: UI Press

Detiknews (2008, 12 Desember). Atap SMKN 1 Malingping Banten tiba-tiba

ambruk, 25 Siswa luka.

http://www.detiknews.com

Dipohusodo, I (1996). Manajemen proyek & konstruksi (Jilid 2).

Kanisius, Yogyakarta.

http://books.google.co.id

Eldukair, ZA & Ayyub, BM(1991). Analysis of recent US structural and

constructional failures. Journal of

Performance of Construction

Facilities. vol 5, no.1. hal.64

Fathoni, A. (2006). Metodologi

penelitian & teknik penyusunan skripsi. Jakarta: PT Rineka Cipta Gapensi (1996). Arus kas. Paket

pelatihan pengusaha/manajer

kontraktor kecil. Jakarta:Author Ghozali, I (2006). Aplikasi analisis

multivariate dengan Program SPSS.

Semarang: Badan Penerbit

Universitas Diponegoro

Kendrick, T (2008). Indentifying and

managing project risk. USA:

Amacom

Kerzner, H(2009). Project management,

A systems approach to planning,

scheduling, and controlling (10thed).

New York: Wiley

Lind, etal (2008). Teknik Statistika

dalam bisnis dan ekonomi

Gambar

Tabel 18Kesalahan dalam memilih penyedia jasa yangtidak mempunyai kompetensi
Tabel 2nilai tabel F, maka H0 ditolak, maka
Tabel 3Hasil Uji Validitas dan Realibilitas
Tabel 5
+3

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pelabuhan Indonesia II khususnya bagian pelayanan barang, bagian inti tersebut telah menerapkan sistem informasi pada proses operasionalnya, namun sistem yang ada pada

Dari hasil simulasi dan pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa ketiga antena mikrostrip tunggal tersebut merupakan antena directional (mempunyai arah) dan

Kajian keperluan ini dijalankan adalah bertujuan untuk mendapatkan gambaran awal tentang tahap kesukaran tajuk biologi tingkatan empat, minat, sikap, gaya pembelajaran

Dalam Permendiknas Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota, terdapat 13 indikator pemenuhan SPM yang merupakan

The theoretical research and construction of Music Iconography could have been used to solve the problems occurred in academic practice of modern art and musicology.

Distribusi Proporsi Keadaan Sewaktu Pulang Berdasarkan Tingkat Keparahan pada Penderita Cedera Kepala Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Darat Rawat Inap di RSUD Dr. Analisa

Saya mengetahui bagaimana cara menempatkan diri dalam situasi yang berbeda-beda dengan orang lain yang sedang diajak berkomunikasi8. Penerimaan