• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) - Determinan Pemanfaatan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) pada Ibu Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Balige Kabupaten Toba Samosir Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) - Determinan Pemanfaatan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) pada Ibu Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Balige Kabupaten Toba Samosir Tahun 2013"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

Buku KIA merupakan alat untuk mendeteksi secara dini adanya gangguan atau masalah kesehatan ibu dan anak, alat komunikasi dan penyuluhan dengan informasi yang penting bagi ibu, keluarga dan masyarakat mengenai pelayanan, kesehatan ibu dan anak termasuk rujukannya dan paket (standar) pelayanan KIA, gizi, imunisasi, dan tumbuh kembang balita (Kepmenkes RI, 2004)

Salah satu tujuan Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) adalah meningkatkan kemandirian keluarga dalam memelihara kesehatan ibu dan anak. Dalam keluarga, ibu dan anak merupakan kelompok yang paling rentan terhadap berbagai masalah kesehatan seperti kesakitan dan gangguan gizi yang seringkali berakhir dengan kecacatan atau kematian. Untuk mewujudkan kemandirian keluarga dalam memelihara kesehatan ibu dan anak maka salah satu upaya program adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keluarga melalui penggunaan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (Buku KIA) (Depkes RI dan JICA, 2003)

(2)

paket (standar) pelayanan KIA (3) alat untuk mendeteksi secara dini adanya gangguan atau masalah kesehatan ibu dan anak (4) catatan pelayanan gizi dan kesehatan ibu dan anak termasuk rujukannnya (Depkes RI dan JICA, 2003).

2.1.1. Pemanfaatan Buku KIA

Kebijakan dan berbagai upaya pemerintah untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi, antara lain dengan kegiatan Gerakan Sayang Ibu ( GSI), strategi making pregnancy safer dan pengadaan buku KIA. Buku KIA telah diperkenalkan sejak 1994

dengan bantuan Badan Kerjasama Internasional Jepang (JICA). Buku KIA diarahkan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang kesehatan ibu dan anak. Buku KIA selain sebagai catatan kesehatan ibu dan anak, alat monitor kesehatan dan alat komunikasi antara tenaga kesehatan dengan pasien (Hasanbasri dan Ernoviana, 2006).

(3)

Buku KIA sebagai sarana informasi pelayanan KIA. Bagi kader sebagai alat penyuluhan kesehatan serta untuk menggerakkan masyarakat agar datang dan menggunakan fasilitas kesehatan. Bagi petugas puskesmas, buku KIA dapat dipakai sebagai standar pelayanan, penyuluhan dan konseling kesehatan, sehingga pelayanan kepada ibu dan anak dapat diberikan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Pemanfaatan buku KIA oleh petugas dalam melaksanakan pemeriksaan ibu dan anak dapat mencegah terjadinya ibu hamil anemia, BBLR, angka kematian ibu dan bayi, serta mencegah terjadinya balita kurang gizi. (Hasanbasri dan Ernoviana, 2006).

Buku KIA sebagai materi penyuluhan dalam pelayanan antenatal berisikan 13 materi yaitu (1) apa saja yang perlu dilakukan ibu hamil (2) bagaimana menjaga kesehatan ibu hamil (3) bagaimana makan yang baik selama hamil (4) apa saja tandatanda bahaya pada ibu hamil (5) apa saja persiapan keluarga menghadapi persalinan (6) apa saja tanda-tanda persalinan (7) apa saja yang dilakukan ibu bersalin (8) apa saja tanda-tanda bahaya pada ibu hamil (9) apa saja yang dilakukan ibu nifas (10) bagaimana menjaga kesehatan ibu nifas (11) apa saja tanda-tanda bahaya dan penyakit pada ibu nifas (12) mengapa setelah bersalin ibu perlu ikut program Keluarga Berencana (KB) (13) apa saja alat kontrasepsi/cara ber-KB. (Depkes, 2005). 2.1.2. Buku KIA sebagai Materi Penyuluhan

(4)

perlu mendapatkan dukungan dan bimbingan dari petugas kesehatan. Adapun materi penyuluhan sebagai berikut :

1. Apa saja yang perlu dilakukan ibu hamil

a. Periksa hamil secepatnya dan sesering mungkin sesuai anjuran petugas b. Timbang berat badan setiap kali periksa hamil

c. Minum 1 tablet tambah darah setiap hari selama hamil d. Minta imunisasi Tetanus Toksoid kepada petugas kesehatan

e. Minta nasihat kepada petugas kesehatan tentang makanan bergizi selama hamil

f. Sering mengajak bicara bayi sambil mengelus-elus perut setelah kandungan berumur 4 bulan

2. Bagaimana menjaga kesehatan ibu hamil

a. Mandi pakai sabun setiap hari, pagi dan sore. Gosok gigi dua kali sehari b. setelah makan pagi dan sebelum tidur

c. Istirahat berbaring sedikitnya 1 jam pada siang hari dan kurangi kerja berat d. Tanyakan kepada bidan atau dokter tentang hubungan suami-istri yang aman

selama hamil

e. Jangan merokok, memakai narkoba, minum jamu atau minum minuman keras. f. Di daerah malaria, sebaiknya ibu tidur pakai kelambu

3. Bagaimana makan yang baik selama hamil

(5)

c. Untuk menembah tenaga, makan makanan selingan, pagi dan sore hari seperti kolak, bubur kacang hijau, kue-kue dan lain-lain

d. Tidak ada pantangan makanan bagi ibu selama hamil 4. Apa saja tanda-tanda bahaya pada ibu hamil

a. Pendarahan

b. Bengkak di kaki, tangan dan wajah, atau sakit kepala kadangkala disertai kejang

c. Demam tinggi

d. Keluar air ketuban sebelum waktunya

e. Bayi dalam kandungan gerakannya berkurang atau tidak bergerak f. Ibu muntah terus dan tidak mau makan

5. Apa saja persiapan keluarga menghadapi persalinan

a. Sejak awal, ibu hamil dan suami menentukan persalinan ini ditolong oleh bidan atau dokter

b. Suami/keluarga perlu menabung untuk biaya persalinan c. Siapkan donor darah, jika sewaktu-waktu diperlukan ibu

d. Ibu dan suami menanyakan kebidan/dokter kapan perkiraan tanggal persalinan e. Suami dan masyarakat menyiapkan kendaraan jika sewaktu-waktu ibu dan

bayi perlu segera ke Rumah Sakit

(6)

3) Kain, handuk dan pakaian bayi yang bersih dan kering

4) Kain dan pakaian ganti yang bersih dan kering bagi ibu setelah melahirkan 6. Apa saja tanda-tanda persalinan

a. Mulas-mulas yang teratur timbul semakin sering dan semakin lama b. Keluar lendir bercampur darah dari jalan lahir

c. Keluar cairan ketuban dari jalan lahir akibat pecahnya selaput ketuban 7. Apa saja yang dilakukan ibu bersalin

a. Proses persalinan berlangsung 12 jam sejak terasa mulas. Jadi ibu masih bisa makan, minum, buang air kecil dan jalan-jalan

b. Jika mulas-mulas bertambah, tarik napas panjang melalui hidung dan keluarkan melalui mulut

c. Jika ibu merasa ingin buang air besar berarti bayi akan lahir. Segara beritahu bidan/dokter

d. Ikuti anjuran bidan atau dokter kapan ibu harus mengejan waktu bayi akan lahir

8. Apa saja tanda-tanda bahaya pada ibu bersalin a. Bayi tidak lahir dalam 12 jam sejak terasa mulas b. Pendarahan lewat jalan lahir

c. Tali pusat atau tangan bayi keluar dari jalan lahir d. Ibu tidak kuat mengejan atau mengalami kejang e. Air ketuban keruh dan berbau

(7)

g. Ibu gelisah atau mengalami kesakitan yang berat 9. Apa saja yang dilakukan ibu nifas

a. Segera meneteki/menyusui bayi dalam 30 menit setelah bersalin untuk mencegah pendarahan dan merangsang ASI cepat keluar

b. Teteki/susui bayi sesering mungkin dan setiap kali bayi menginginkan secara bergantian payudara kiri dan kanan

c. Rawat bayi baru lahir dengan baik

d. Tanyakan ke bidan/dokter cara meneteki secara eksklusif dan merawat bayi baru lahir

10.Bagaimana menjaga kesehatan ibu nifas

a. Makan makanan bergizi 1 piring lebih banyak dari sebelum hamil b. Istirahat cukup supaya ibu sehat dan ASI keluar banyak

c. Minum 1 kapsul vitamin A dosis tinggi

d. Minum 1 tablet tambah darah setiap hari selama nifas

e. Jaga kebersihan alat kelamin, ganti pembalut setiap kali basah 11.Apa saja tanda-tanda bahaya dan penyakit pada ibu hamil

a. Pendarahan lewat jalan lahir

b. Keluar cairan berbau dari jalan lahir c. Demam lebih dari 2 hari

d. Bengkak di muka, tangan atau kaki, sakit kepala dan kejang-kejang e. Payudara bengkak kemerahan disertai rasa sakit

(8)

12.Mengapa setelah bersalin ibu perlu ikut program Keluarga berencana (KB)

a. Agar ibu punya waktu untuk menyusui dan merawat bayi, menjaga kesehatan ibu serta mengurus keluarga

b. Untuk mengatur agar jarak kehamilan tidak terlalu dekat, lebih dari 2 tahun 13.Apa saja alat kontrasepsi/cara ber-KB

a. Alat Kontrasepsi/cara ber-KB bagi suami 1) Kondom

2) Vasektomi

b. Alat Kontrasepsi/cara ber-KB bagi istri 1) Pil

2) Suntik 3) Implan 4) Spiral 5) Tubektomi

2.1.3. Indikator Kesehatan Ibu dan Anak

Ditetapkan 6 indikator dalam PWS-KIA, yaitu : 1. Akses pelayanan antenatal (cakupan K1)

Indikator akses ini digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan antenatal serta kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat.

2. Cakupan ibu hamil (cakupan K4)

(9)

menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil di suatu wilayah, di samping menggambarkan kemampuan manajemen ataupun kelangsungan program KIA. (jumlah kunjungan ibu hamil K4 dibagi jumlah sasaran ibu hamil dalam satu tahun) dikalikan 100%.

3. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan

Dengan indikator ini dapat diperkirakan proporsi persalinan yang ditangani oleh tenaga kesehatan, dan ini menggambarkan kemampuan manajemen program KIA dalam pertolongan persalinan secara profesional.

4. Penjaringan (deteksi) ibu hamil berisiko oleh masyarakat

Dengan indikator ini dapat diukur tingkat kemampuan dan peran serta masyarakat dalam melakukan deteksi ibu hamil berisiko di suatu wilayah.

5. Penjaringan (deteksi) ibu hamil berisiko oleh tenaga kesehatan

Dengan indikator ini dapat diperkirakan besarnya masalah yang dihadapi oleh program KIA dan harus ditindak-lanjuti dengan intervensi secara intensif.

6. Cakupan pelayanan neonatal (KN) oleh tenaga kesehatan

(10)

2.2. Perilaku Ibu

Menurut Green (1980) yang dikutip Soekidjo perilaku manusia dalam hal kesehatan dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor di luar perilaku (non behaviour cause). Selanjutnya menurut Soekidjo, Green menjabarkan faktor perilaku menjadi tiga faktor yaitu: a) faktor predisposisi, yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya; b) faktor pendukung, yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia tidaknya fasilitas atau sarana kesehatan; c) faktor pendorong, yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lainnya yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Dari uraian diatas Soekidjo menyimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, dan tradisi dari masyarakat itu sendiri. Di samping itu ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Implisit dari proses perubahan perilaku adalah adanya sesuatu ide atau gagasan baru yang diperkenalkan kepada individu dan diharapkan untuk diterima/dipakai oleh individu tersebut (Liliweri, 2007).

(11)

yang baik terhadap inovasi; 3) tahap decision, yaitu tahap dimana individu mengambil keputusan untuk menerima konsep baru yang ditawarkan petugas kesehatan; 4) tahap implementation, yaitu tahap penggunaan, yaitu individu menempatkan inovasi tersebut untuk dimanfaatkan atau diadopsi; 5) tahap confirmation, yaitu tahap penguatan, dimana individu meminta dukungan dari

lingkungannya atas keputusan yang diambilnya. 2.2.1. Perubahan Perilaku

Hosland et.al. (1953) dalam kutipan Soekidjo mengatakan bahwa proses perubahan perilaku pada hakekatnya adalah sama dengan proses belajar. Proses Perubahan Perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari:

1. Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus itu tidak efektif mempengaruhi perhatian individu, dan berhenti di sini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif.

2. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya.

(12)

4. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungannya, maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari pada individu tersebut (perubahan perilaku).

Gambar 2.1. Skema Teori Stimulus-Organisme-Respons

Agar upaya pembentukan atau perubahan perilaku terjadi sebagaimana yang diharapkan diperlukan suatu strategi perubahan perilaku. WHO seperti yang dikutip oleh Soekidjo (2007) mengelompokkan strategi perubahan perilaku menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. Menggunakan kekuatan/kekuasaan atau dorongan, cara ini ditempuh misalnya dengan adanya peraturan-peraturan/perundang-undangan yang harus dipatuhi oleh anggota masyarakat. Cara ini menghasilkan perubahan perilaku yang cepat, akan tetapi perubahan tersebut tidak atau belum didasari oleh kesadaran sendiri.

2. Pemberian Informasi, dengan memberikan informasi tentang cara-cara mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara menghindari penyakit, dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut.

Stimulus Organism :

− Perhatian − Pengertian − Penerimaan

Reaksi (Perubahan Skrip)

(13)

Cara ini akan memakan waktu lama tetapi perubahan yang dicapai akan bersifat langgeng karena didasari pada kesadaran sendiri bukan karena paksaan.

3. Diskusi dan partisipasi, cara ini adalah sebagai peningkatan cara yang kedua tersebut di atas dimana di dalam memberikan informasi tentang kesehatan tidak bersifat satu arah saja, tetapi juga keaktifan berpartisipasi melalui diskusi-diskusi tentang informasi yang diterimanya.

2.2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Buku KIA 2.2.2.1. Faktor Predisposing (Predisposing Factor)

Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut oleh masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya.

1. Pendidikan

Pendidikan seseorang mempengaruhi cara berfikir dalam menghadapi pekerjaan. De Partie Santis (1996) dikutip oleh Laurenta (2001) dimana dalam penelitiannya membuktikan bahwa pendidikan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan dan cara kerja seseorang.

(14)

informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki . Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk siap berperan serta dalam pembangunan kesehatan.

Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangannya sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti di dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau berubah ke arah yang lebih dewasa, lebih baik dan matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat.

2. Pengetahuan

(15)

Pengetahuan yang di cakup dalam ranah pengetahuan mempunyai enam tingkatan, yaitu:

a. Tahu (Know); tahu diartikan pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsang yang telah diterima. Oleh karena itu ”tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

b. Memahami (Comprehension); memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebut contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Application); penerapan diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada suatu kondisi nyata (sebenanya). Aplikasi disini dapat diartikan penggunaan metode, rumus, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain

d. Analisis (Analysis); analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain

(16)

f. Evaluasi (Evaluation); evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden ke dalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur. Pengetahuan dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan jenis kuesioner yang bersifat self administered questioner yaitu jawaban diisi sendiri oleh responden. Dan bentuk

pertanyaannya berupa pilihan berganda, dimana hanya ada satu jawaban yang benar. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari penilaian yang bersifat subyektif.

3. Sikap

Sikap individu tidak terlepas dari perilaku, sebab proses terjadinya perilaku seseorang berlangsung karena adanya sikap orang terhadap obyek. Menurut Berkowitz (1972) dalam kutipan Azwar sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung atau memihak (favourable), maupun perasaan tidak mendukung atau memihak (unfavourable) pada obyek tersebut. Secara lebih spesifik Thurstone memformulasikan sikap sebagai derajat efek positif atau negatif terhadap suatu obyek psikologis (Azwar, 1995).

(17)

tersebut. Sebaliknya kalau orang bersikap negatif terhadap suatu obyek, orang tersebut akan menjauhi, menolak, menggagalkan atau menghindari obyek tersebut.

Sedangkan Edgley (1980) yang di kutip Azwar mendefenisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial atau secara sederhana, sikap adalah respons terhadap stimulus sosial yang telah terkondisikan. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Soekidjo (1997) bahwa sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan “predisposisi” bagi suatu tindakan atau perilaku tertentu.

Dari bahan-bahan di atas dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu.

Soekidjo (2007) menggambarkan terjadinya sikap dan reaksi tingkah laku manusia melalui suatu rangkaian proses tertentu, seperti terlihat pada skema berikut:

Gambar 2.2. Skema Proses Terjadinya Sikap dan Reaksi Tingkah Laku Dari skema diatas dapat dijelaskan bahwa dalam diri individu sebenarnya terdapat suatu dorongan yang didasarkan pada kebutuhan, perasaan, perhatian dan kemampuan untuk mengambil suatu keputusan pada suatu saat terhadap suatu

Rangsangan Stimulus

Proses Stimulus

Reaksi

Tingkah Laku (Terbuka)

(18)

perubahan atau stimulus. Proses dalam tahapan ini sesungguhnya masih bersifat tertutup, tetapi sudah merupakan keadaan yang disebut sikap. Bila terus menerus diarahkan, maka pada suatu saat akan meningkatkan menjadi lebih terbuka dan berwujud pada suatu reaksi yang berupa perilaku.

2.2.2.2. Faktor Pemungkin (Enabling Factor)

Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Sarana dalam hal ini adalah tersedianya buku KIA di Puskesmas. Nurdin, (1998) berpendapat dibutuhkan pedoman tertentu tentang penempatan fasilitas dan penanganannya, disamping untuk memenuhi kebutuhan jabatan seseorang, azas keserasian juga tetap untuk meningkatkan efisiensi kerja pegawai. Keserasian perbandingan antara manusia dengan alat kerja sehingga turut menjamin adanya suasana kerja yang mengairahkan. Peralatan dan perlengakapan harus tepat guna yang diadakan sesuai dengan tingkat kebutuhan (Laurenta, 2001). 2.2.2.3. Faktor Penguat (Reinforcing Factor)

(19)

dan prioritas pilihan dan nilai-nilai yang tersedia, dan kecukupan (adequency) yang berhubungan dengan masalah dapat terselesaikan melalui kegiatan yang telah di programkan. Rosidin dalam Putra (2008), menyimpulkan bahwa supervisi yang baik dilakukan sebanyak enam kali dalam satu tahun. Sulasmi dalam Putra juga mengemukakan hal yang sama bahwa ada hubungan yang bermakna antara supervisi dengan kinerja bidan dimana bidan yang kurang mendapat supervisi mempunyai resiko sebanyak 9,2 kali untuk berkinerja kurang.

2.3.Landasan Teori

Pemanfaatan buku KIA merupakan perwujudan dari perilaku individu, faktor manusia memegang peranan penting dalam mempengaruhi pemanfaatan buku KIA, di samping itu ketersediaan fasilitas terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.

Menurut Green 1980 yang dikutip oleh Notoatmodjo (1990), yang mendasari timbulnya perilaku dapat dikelompokkan menjadi faktor prediposing, enabling, dan reinforcing. Faktor –faktor yang tergolong sebagai faktor predisposing antara lain pengetahuan, sikap, dan pendidikan. Faktor enabling (faktor pemungkin), mencakup ketersediaan sarana dan prasarana dalam hal ini buku KIA. Sedangkan faktor reinforcing (faktor penguat) mencakup tidak langsung yang mempengaruhi perilaku

(20)

2.4. Kerangka Konsep

Berdasarkan teori yang telah dijelaskan, maka kerangka konseptual penelitian ini digambarkan pada Gambar 2.3 berikut ini

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian

Pemanfaatan Buku KIA Faktor Enabling:

Sarana Buku KIA Faktor Predisposing:

1. Pendidikan

2. Pengetahuan

3. Sikap

Faktor Reinforcing:

Gambar

Gambar 2.1. Skema Teori Stimulus-Organisme-Respons
Gambar 2.2. Skema Proses Terjadinya Sikap dan Reaksi Tingkah Laku
Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Apabila pengguna kendaraan bermotor bertanggung jawab dan memiliki kesadaran yang cukup, maka kecelakaan mampu diminimalisir Menanggapi hal tersebut, pemerintah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan permainan konstruktif yang dilakukan di TK Aisyiyah Bustanul Athfal Sambiroto, dan aspek perkembangan apa

Jumlah cacing yang ditemukan berjumlah 13 dan terdapat 6 jenis cacing berbeda dengan perincian sebagai berikut: 1 cacing termasuk dalam filum Nemathelminthes,

Kemudian untuk proses dalam menjadi karyawan dan anggota baru dalam koperasi ini, kita juga ada ruang khusus bagi mereka untuk memberi informasi serta memberi

Hasil penelitian ada hubungan antara jenis kelamin dengan pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi, tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dan sumber informasi

27 Ongkos pembuatan perkakas bantu termasuk Rp. 950.000 untuk bahan-bahannya, dan memerlukan seorang pembuat perkakas bantu yang akhli. Pembuatan memerlukan waktu 50 jam dan

5. Faktor atau keadaan pencetus.. Penyebab ke lima adalah ACS yang merupakan akibat sekunder dari kondisi pencetus diluar arteri koroner. Pada pasien ini ada penyebab dapat

terlepas dari rendahnya mutu guru sebagi pelaksana kurikulum dan penentu mutu pendidikan. Karena itu penelitin tentang guru diperlukan untuk pengembangan professional