• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINAJUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINAJUAN PUSTAKA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

Serangan jantung adalah suatu penyakit di mana terjadinya gangguan aliran darah ke jantung sehingga menyebabkan sel jantung mati akibat kurangnya pasokan darah ke sel-sel jantung. Penyakit jantung koroner merupakan penyebab nomor satu kematian pada orang dewasa di Amerika. Di seluruh dunia jumlah penderita penyakit ini terus bertambah. Faktor yang paling berhubungan dengan penyakit ini adalah gaya hidup yang kurang sihat, merokok, konsumsi makanan berkolesterol tinggi, kurang gerak dan kurang istirahat.

Sindrom koroner akut(ACS) merupakan kumpulan gejala yang mengambarkan proses penyakit yang meliputi angina pektoris tidak stabil, infark miokardium tanpa elevasi segmen ST(NSTEMI) dan infark miokardium dengan elevasi segmen ST(STEMI). Ketiganya mempunyai dasar patofisiologi yang sama, cuma hanya berbeda derajat keparahannya. Adanya elevasi segmen ST pada EKG menggambarkan adanya oklusi total arteri koroner yang menyebabkan nekrosis pada seluruh atau hampir seluruh lapisan dinding jantung. Pada NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil terjadi oklusi parsial arteri koroner. Keduanya mempunyai gejala klinis dan patofisiologi serupa, tetapi berbeda derajat keparahannya. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika iskemi cukup parah sehingga menyebabkan nekrosis sel-sel miokardium; hal ini menyebabkan pelepasan biomarker dari sel-sel-sel-sel miokardium (Troponin T atau I, atau CKMB) menuju ke sirkulasi. Sebaliknya, pada pasien dengan angina pektoris tidak stabil tidak didapatkan peningkatan biomarker tersebut di sirkulasi.

(2)

BAB 2

TINAJUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Sindrom koroner akut adalah salah satu manifestasi klinis penyakit jantung koroner yang utama dan sering mengakibatkan kematian. Sindrom koroner akut terjadi karena terjadinya pengurangan oksigen akut atau subakut dari miokardium. Hal ini terjadi karena robekan plak aterosklerotik dan berkaitan dengan adanya proses inflammasi, trombosis, vasokonstriksi dan embolisasi. Manifestasi sinrdrom koroner akut adalah:

1. ST elevasi miokardium infark  oklusi total oleh trombus a. STEMI ; infark

b. Angina variant(angina prinzmetal, arteri coronary spasm), jarang terjadi 2. Non-elevasi ST sindrom koroner akut oklusi parsial oleh trombus

a. NSTEMI : infark b. Unstable angina

2.2 EPIDEMIOLOGI

Setiap tahun di Amerika Serikat 1.300.000 pasien dirawat di RS dengan APTS / Infark Miokard non Q, dibandingkan 350.000 pasien Infark miokard dengan gelombang Q ST elevasi

2.3 FAKTOR RESIKO

Faktor-faktor resiko penyakit jantung koroner dibagi dua yaitu faktor resiko yang dapat dimodifikasi dan faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi.

Faktor resiko yang dapat dimodifikasi antara lain: 1. Hipertensi

2. Diabetes

3. Hiperkolesterolemia 4. Merokok

5. Kurang latihan

6. Diit dengan kadar lemak tinggi 7. Obesitas

(3)

Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain: 1. Riwayat PJK dalam keluarga

2. Usia di atas 45 tahun

3. Jenis kelamin laki-laki > perempuan

4. Etnis tertentu lebih besar resiko terkena PJK.

2.4 PATOGENESIS DAN ETIOLOGI Patogenesis

ACS dimulai dengan adanya ruptur plak arteri koroner, aktivasi kaACSde pembekuan dan platelet, pembentukan trombus, serta aliran darah koroner yang mendadak berkurang. Hal ini terjadi pada plak koroner yang kaya lipid dengan fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque). Ini disebut fase plaque disruption ‘disrupsi plak’. Setelah plak mengalami ruptur maka tissue factor ‘faktor jaringan’ dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue factor VIIa complex mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa sebagai penyebab terjadinya produksi trombin yang banyak. Adanya adesi platelet, aktivasi, dan agregasi, menyebabkan pembentukan trombus arteri koroner. Ini disebut fase acute thrombosis ‘trombosis akut’. Proses inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage dan sel T limfosit, proteinase, dan sitokin, menyokong terjadinya ruptur plak serta trombosis tersebut. Sel inflamasi tersebut bertanggung jawab terhadap destabilisasi plak melalui perubahan dalam antiadesif dan antikoagulan menjadi prokoagulan sel endotelial, yang menghasilkan faktor jaringan dalam monosit sehingga menyebabkan ruptur plak.

Endotelium mempunyai peranan homeostasis vaskular yang memproduksi berbagai zat vasokonstriktor maupun vasodilator lokal. Jika mengalami aterosklerosis maka segera terjadi disfungsi endotel (bahkan sebelum terjadinya plak). Disfungsi endotel ini dapat disebabkan meningkatnya inaktivasi nitrit oksid (NO) oleh beberapa spesies oksigen reaktif, yakni xanthine oxidase, NADH/NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase), dan endothelial cell Nitric Oxide Synthase (eNOS). Oksigen reaktif ini dianggap dapat terjadi pada hiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis, perokok, hipertensi, dan gagal jantung.

Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri koroner akibat disfungsi endotel ringan dekat lesi atau respons terhadap lesi itu. Pada keadaan disfungsi endotel, faktor konstriktor lebih dominan (yakni endotelin-1, tromboksan A2, dan prostaglandin H2) daripada faktor relaksator (yakni nitrit oksid dan prostasiklin).

(4)

Seperti kita ketahui bahwa NO secara langsung menghambat proliferasi sel otot polos dan migrasi, adesi leukosit ke endotel, serta agregasi platelet dan sebagai proatherogenic. Melalui efek melawan, TXA2 juga menghambat agregasi platelet dan menurunkan kontraktilitas miokard, dilatasi koroner, menekan fibrilasi ventrikel, dan luasnya infark. ACS yang diteliti secara angiografi 60—70% menunjukkan obstruksi plak aterosklerosis yang ringan sampai dengan moderat, dan terjadi disrupsi plak karena beberapa hal, yakni tipis -tebalnya fibrous cap yang menutupi inti lemak, adanya inflamasi pada kapsul, dan hemodinamik stress mekanik.

Etiologi:

1. Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada

Penyebab paling sering adalah penurunan perfusi miokard oleh karena penyempitan arteri koroner sebagai akibat dari trombus yang ada pada plak aterosklerosis yang rupture dan biasanya tidak sampai menyumbat. Mikroemboli (emboli kecil) dari agregasi trombosit beserta komponennya dari plak yang ruptur, yang mengakibatkan infark kecil di distal, merupakan penyebab keluarnya petanda kerusakan miokard pada banyak pasien.

2. Obstruksi dinamik

Penyebab yang agak jarang adalah obstruksi dinamik, yang mungkin diakibatkan oleh spasme fokal yang terus menerus pada segmen arteri koroner epikardium (angina prinzmetal). Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah dan/atau akibat adanya disfungsi endotel. Obstruksi dinamik koroner dapat juga diakibatkan oleh konstriksi abnormal pada pembuluh darah yang lebih kecil.

3. Obstruksi mekanik yang progresif

Penyebab ke tiga ACS adalah penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme atau trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang setelah intervensikoroner perkutan (PCI).

4. Inflamasi dan/atau infeksi

Penyebab ke empat adalah inflamasi, disebabkan oleh/yang berhubungan dengan infeksi, yang mungkin menyebabkan penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur dan trombogenesis. Makrofag dan limfosit-T di dinding plak meningkatkan ekspresi enzim seperti metaloproteinase, yang dapat mengakibatkan penipisan dan ruptur plak, sehingga selanjutnya dapat mengakibatkan ACS.

(5)

Penyebab ke lima adalah ACS yang merupakan akibat sekunder dari kondisi pencetus diluar arteri koroner. Pada pasien ini ada penyebab dapat berupa penyempitan arteri koroner yang mengakibatkan terbatasnya perfusi miokard, dan mereka biasanya menderita angina stabil yang kronik.

ACS jenis ini antara lain karena :

a) Peningkatan kebutuhan oksigen miokard, seperti demam, takikardi dan tirotoksikosiso Berkurangnya aliran darah koroner,

b) berkurangnya pasokan oksigen miokard, seperti pada anemia dan hipoksemia.

Kelima penyebab ACS di atas tidak sepenuhnya berdiri sendiri dan banyakterjadi tumpang tindih. Dengan kata lain tiap penderita mempunyai lebihdari satu penyebab dan saling terkait.

(6)

Klasifikasi:

Berdasarkan jenisnya, Sindroma Koroner Akut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Jenis Penjelasan nyeri dada Temuan EKG Enzim Jantung

Angina

Pectoris Tidak Stabil (APTS)

Angina pada waktu istirahat/ aktivitas ringan, Crescendo angina, Hilang dengan nitrat.

· Depresi segmen T · Inversi gelombang T · Tidak ada gelombang Q

Tidak meningkat

NonST elevasi Miocard Infark

Lebih berat dan lama (> 30 menit), Tidak hilang dengan pemberian nitrat. Perlu opium untuk menghilangkan nyeri.

· Depresi segmen ST · Inversi gelombang T

Meningkat minimal 2 kali nilai batas atas normal

ST elevasi Miocard Infark

Lebih berat dan lama (> 30 menit), Tidak hilang dengan pemberian nitrat. Perlu opium untuk menghilangkan nyeri. · Hiperakut T · Elevasi segmen T · Gelombang Q · Inversi gelombang T Meningkat minimal 2 kali nilai batas atas normal

Berdasarkan beratnya menurut Braunwald:

a. Kelas I: Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat, dengan nyeri pada waktu istirahat, atau aktivitas sangat ringan, terjadi >2 kali per hari.

b.Kelas II: Sub-akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan pada waktu istirahat.

c. Kelas III: Akut, yakni kurang dari 48 jam.

(7)

Diagnosis ACS dapat ditegakkan dari 3 kriteria utama, yaitu dari anamnesis, EKG, dan pengukuran enzim-enzim jantung.

1. Anamnesis

Pasien dengan ACS biasanya datang dengan keluhan nyeri dada yang khas, yaitu: - Lokasi substernal, retrosternal, atau prekordial

- Sifat nyerisakit, seperti ditekan, ditindih benda berat, seperti diperas/dipelintir - Penjalaranke lengan kiri, leher, rahang bawah, punggung/interACSpula, perut, atau

lengan kanan.

- Nyeri membaik/hilang dengan istirahat atau nitrat.

- Gejala penyertamual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas, lemah. - Faktor pencetusaktivitas fisik, emosi

- Faktor resikolaki-laki usia >40 tahun, wanita menopause, DM, hipertensi, dislipidemia, perokok, kepribadian tipe A, obesitas.

2. Elektro Kardiografi

Pada iskemia miokardium, dapat ditemukan depresi segmen ST (≥ 1mV) atau inverse gelombang T simetris (> 2mV) pada dua lead yang bersebelahan.

Perubahan EKG yang khas menyertai infark miokardium, dan perubahan paling awal terjadi hampir seketika pada saat mulainya gangguan miokardium. Pemeriksaan EKG harus dilakukan segera pada setiap orang yang dicurigai menderita infark sekalipun kecurigaannya kecil.

Depresi ST pada iskemia miokard:

A. Depresi ST horizontal, spesifik untuk iskemia

B. Depresi ST landai ke bawah, spesifik untuk iskemia

C. Depresi ST landai ke atas, tidak spesifik

Inverse T pada iskemia miokard:

A. Inverse T yang kurang spesifik untuk iskemia

B. Inverse T berujung lancip dan simetris, spesifik untuk iskemia.

(8)

Selama infark miokard akut, EKG berkembang melalui tiga stadium: 1. Gelombang T runcing diikuti dengan inverse gelombang T

 Secara akut, gelombang T meruncing (peaking), kemudian inverse (simetris). Perubahan gelombang T menggambarkan iskemia miokardium. Jika terjadi infark sejati, gelombang T tetap inverse selama beberapa bulan sampai beberapa tahun. 2. Elevasi segmen ST

 Secara akut, segmen ST mengalami elevasi dan menyatu dengan gelombang T. elevasi segmen ST menggambarkan jejas miokardium. Jika terjadi infark, segmen ST biasanya kembali ke garis iso elektrik dalam beberapa jam.

3. Muncul gelombang Q baru

 Gelombang-gelombang Q baru bermunculan dalam beberapa jam sampai beberapa hari. Gelombang ini menandakan infark miokard, syarat: lebar ≥ 0,04 detik, dalam ≥ 4mm atau ≥ 25% tinggi R. Pada kebanyakan kasus, gelombang ini menetap seumur hidup pasien.

Lokalisasi infark berdasarkan lokasi letak perubahan EKG:

Lokasi Lead Perubahan EKG

Anterios ekstensif V1-V6 ST elevasi, gelombang Q

Anteroseptal V1-V4 ST elevasi, gelombang Q

Anterolateral V4-V6 ST elevasi, gelombang Q

Posterior V1-V2 ST depresi, Gelombang R tinggi

Lateral I, aVL, V5, V6 ST elevasi, gelombang Q

Inferior II, III, aVF ST elevasi, gelombang Q

Ventrikel kanan V4R, V5R ST elevasi, gelombang Q

Evolusi EKG pada AMI:

A. Fase hiperakut: Elevasi segmen ST yang nonspesifik, T yang tinggi dan meruncing. B. Fase evolusi lengkap: Elevasi ST yang

spesifik dan konveks ke atas, T inverse simetris, Q patologis.

C. Fase infark lama: Q patologis (QS atau Qr), ST kembali isoelektrik, T normal atau

(9)

3. Cardiac Marker

Kerusakan miokardium dikenali keberadaanya antara lain dengan menggunakan test enzim jantung, seperti: kreatin-kinase (CK), kreatin-kinase MB (CK-MB), cardiac specific troponin (cTn) I/T, laktat dehidrogenase (LDH), dan myoglobin. Peningkatan nilai enzim CKMB atau cTn T/I >2x nilai batas atas normal menunjukkan adanya nekrosis jantung (infark miokard). Pemeriksaan enzim jantung sebaiknya dilakukan secara serial.

a. Cardiac specific troponin (cTn)  Paling spesifik untuk infark miokard  Troponin C  Pada semua jenis otot  Troponin I & T  Pada otot jantung

 Troponin I memiliki ukuran yang lebih kecil, sehingga mudah dideteksi b. Myoglobin

 Marker paling cepat terdeteksi (hal ini karena ukuran molekulnya sangat kecil), 1-2 jam sejak onset nyeri

 Ditemukan pada sitoplasma semua jenis otot c. Creatine Kinase (CK)

 Ditemukan pada otot, otak, jantung  Murah, mudah, tapi tidak spesifik d. Lactat Dehidrogenase (LDH)  Ditemukan di seluruh jaringan

 LD1 & LD2 memiliki konsentrasi tinggi pada otot jantung, normalnya LD2 > LD1  Pada pasien infark jantung: LD1 > LD2

(10)

 Spesifik untuk infark miokard

Membedakan APTS, NSTEMI, STEMI:

Perbedaan APTS NSTEMI STEMI

Nyeri dada <15 menit >15 menit >15 menit

EKG Normal/iskemik iskemik evolusi

Cardiac marker normal meningkat meningkat

2.6 PENATALAKSANAAN 2.6.1 TERAPI AWAL

Penanganan dini yang harus segera diberikan pada pasien dengan keluhan nyeri dada tipikal dengan kecurigaan ACS adalah:

1. Oksigenasi

 Untuk membatasi kekurangan oksigen pada miokard yang mengalami cedera dan menurunkan beratnya ST-elevasi pada STEMI.

 Diberikan sampai pasien stabil dengan level oksigen 5-10 liter/menit secara kanul hidung/sungkup.

2. Nitrogliserin (NTG)

 Diberikan secara sublingual (SL) (0,3 – 0,6 mg), dapat diulang sampai 3x dengan interval 5-10 menit jika keluhan belum membaik setelah pemberian pertama, dilanjutkan dengan drip intravena 5-10 μg/menit (jangan lebih 200 μg/menit).

 Kontraindikasi: hipotensi

 Manfaat:

o memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard; o menurunkan kebutuhan oksigen di miokard;

o menurunkan beban awal (preload) sehingga mengubah tegangan dinding ventrikel;

o dilatasi arteri koroner besar dan memperbaiki aliran kolateral; o menghambat agregasi platelet (masih menjadi pertanyaan). 3. Morphine

Cardiac Marker Meningkat Puncak Normal

cTn T 3 jam 12-48 jam 5-14 hari

cTn I 3 jam 24 jam 5-10 hari

CKMB 3 jam 10-24 jam 2-4 hari

CK 3-8 jam 10-36 jam 3-4 hari

Mioglobin 1-2 jam 4-8 jam 24 jam

(11)

 Dosis 2 – 4 mg intravena

 Manfaat:

o mengurangi kecemasan dan kegelisahan; o mengurangi rasa sakit akibat iskemia; o meningkatkan venous capacitance; o menurunkan tahanan pembuluh sistemik; o menurunkan nadi dan tekanan darah.

 Efek samping: mual, bradikardi, dan depresi pernapasan. 4. Aspirin

 Dosis yang dianjurkan ialah 160–325 mg perhari, dan absorpsinya lebih baik "chewable" dari pada tablet, terutama pada stadium awal. Aspirin suppositoria (325 mg) dapat diberikan pada pasien yang mual atau muntah. Aspirin boleh diberikan bersama atau setelah pemberian GPIIb/IIIa-I atau UFH (unfractioned heparin).

 Harus diberikan kepada semua pasien ACS jika tidak ada kontraindikasi (ulkus gaster, asma bronkial).

 Efek: menghambat COX-1 dalam platelet dan mencegah pembentukan TXA2, sehingga mencegah agregasi platelet dan konstriksi arterial.

5. Antitrombolitik lain: Clopidogrel, Ticlopidine

 Derivat tinopiridin ini menghambat agregasi platelet, memperpanjang waktu perdarahan, dan menurunkan viskositas darah dengan cara menghambat aksi ADP (adenosine diphosphate) pada reseptor platelet, sehingga menurunkan kejadian iskemi.

 Pemasangan stent koroner dapat memicu terjadinya trombosis dan iskemia berulang, tetapi dapat dicegah dengan pemberian Aspirin dosis rendah (100 mg/hari) bersama Ticlopidine 2x 250 mg/hari. Efek samping: netropenia, trombositopenia (jarang), purpura trombotik trombositopenia  perlu evaluasi hitung sel darah lengkap pada minggu II – III.

 Clopidogrel sama efektifnya dengan Ticlopidine bila dikombinasi dengan Aspirin, namun tidak ada korelasi dengan netropenia dan lebih rendah komplikasi gastrointestinalnya bila dibanding Aspirin, meskipun tidak terlepas dari adanya risiko perdarahan. Dosis: 1 x 75 mg/hari peroral, cepat diabsorbsi dan mulai beraksi sebagai antiplatelet agregasi dalam 2 jam setelah pemberian obat dan 40–60% inhibisi dicapai dalam 3–7 hari .

(12)

 Penelitian CAPRIE (Clopidogrel vs ASA in Patients at Risk of Ischemic Events ) menyimpulkan bahwa Clopidogrel secara bermakna lebih efektif daripada ASA untuk pencegahan kejadian iskemi pembuluh darah (IMA, stroke) pada aterosklerosis.

2.6.2 TERAPI LANJUT

Reperfusi harus dilakukan untuk menghindari kerusakan yang lebih luas pada miokardium. Reperfusi dapat dilakukan dengan terapi trombolitik dan PCI(percutaneus coronary intervention).

 Terapi trombolitik

- Terapi trombolitik lebih bagus dilakukan pada waktu kurang dari 6 jam setelah serangan jantung.

- Pada pasien dengan tekanan sistolik kurang dari 90 mmHg harus diberikan zat inotropik.

- Agen yang sering digunakan adalah:

o Streptokinase 1.5 mega unit dalam 100 ml larutan salin atau dextrose 5% dalam waktu kurang dari 1 jam

o Alteplase diberikan berdasarkan berat badan pasien

 >65 kg  15 mg bolus dan dilanjutkan dengan 50 mg/30 menit dan 35 mg/60 menit berikutnya.

 <65 kg  15 mg bolus, dilanjutkan dengan 0.75mg/kg/30 menit dam 0.5 mg/kg/60 menit berikutnya.

 Heparin harus diberikan karena peluang untuk terjadi oklusi setelah terapi alteplase sangat tinggi. Heparin diberikan setelah terapi alteplase selama 48 jam

o Tenecteplase diberikan secara bolus dan dosisnya berdasarakn berat badan pasien. Keuntungan teneteplase adalah tidak menginduksi produksi antibodi.

(13)

 <60 kg  30 mg iv bolus  60-70 kg  35 mg iv bolus  70-80 kg  40 mg iv bolus  80-90 kg  45 mg iv bolus  >90 kg  50 mg iv bolus

 Heparin setelah terapi tenecteplase selama 48 jam

- Indikasi:

o Infark miokardium dengan elevasi segmen ST - Kontraindikasi

o Absolut

 Risiko perdarahan intrakranial

 Riwayat stroke iskemik kurang dari 3 bulan

 Malformasi atriovena

 Neoplasma intrakranial  Risiko perdarahan

 Perdarahan aktif

 Trauma kepala kurang dari 3 bulan

 Suspek diseksi aorta o Relatif

 Risiko perdarahan intrakranial

 Hipertensi dengan tekanan darah lebih dari 180/110mmHg

 Stroke iskemik lebih dari 3 bulan

 Riwayat hipertensi kronik yang tidak terkontrol  Risiko perdarahan

 Pengguna antikoagulan

 Riwayat bedah major kurang dari 3 minggu

 Perdarahan dalam kurang dari 4 minggu. Misalnya perdarahan traktus gastrointestinal, traktus urinarius

(14)

 Lain-lain

 Hamil

 Pernah terapi trombolitik kurang dari 12 bulan lebih dari 5 hari - indikator terapi yang berjaya

o Nyeri dada berkurang

o Segmen ST tidak lagi elevasi atau berkurang 50% o CK dan CKMB meningkat lebih awal

o Hemodinamik menjadi lebih stabil - Indikator terapi gagal

o Nyeri dada menetap

o Elevasi segmen ST yang menetap o Hemodinamik tidak stabil

o Komplikasi  gagal jantung dan aritmia - komplikasi dari terapi trombolitik adalah :

o Hipotensi o Alergi

o Perdarahan yang tidak terkontrol o Aritmia

 Percutaneus Coronary Intervention(PCI) o Indikasi PCI

 Nyeri dada yang menetap walaupun sudah diterapi dengan terapi trombolitik.

 Hemodinamik tidak stabil

 Syok kardiogenik untuk pasien dengan umur kurang dari 75 tahun, kurang dari 36 jam setelah serangan jantung STEMI

 Gagal jantung dengan nyeri dada kurang dari 12 jam Setelah diterapi reperfusi dapat juga diberikan terapi berikut:

1. Anti-agregasi trombosit

- Untuk menghindari terjadinya trombosis

(15)

- tambahan clopidogrel juga mampu menghindari trombosis dengan dosis 75 mg/hari - aspirin dan clopidogrel harus diminum selama hidup

2. Beta blocker

- Diindikasikan kepada semua pasien MCI akut

- Kontraindikasi pasien dengan gagal jantung, pernah riwayat bronkospasme, blok AV, bradikardia(nadi<50x/menit)

3. Nitrogliserin

- Menguntungkan dalam mengurangkan perluasan infark tapi tidak mempengaruhi mortalitas.

- Kontraindikasi pada pasien dengan tekanan sistolik < 100 mmHg - Dapat diberikan nitrogliserin atau isosorbid dinitrat (2-10 mg/jam) - Diberikan pada waktu serangan jantung

4. Angiotensi converting enzyme(ACE) inhibitor - Untuk mengurangkan perluasan infark

- Berikut adalah dosis bagi ACE inhibitor

ACEI Starting dose Target dose

Enalapril 2.5-5 mg x 1/hari 10 mg x 2/hari

Captopril 6.25 mg x 1/hari 25-50 mg x3/hari

Ramipril 2.5 mg x 1/hari 10 mg x 1/hari

Lisinopril 5 mg x 1/hari 10 mg x 1/hari

Quinalapril 5 mg x 1/hari 10-40 mg x 1/hari

5. Angiotensin receptor blocker(ARB)

- Penganti untuk ACE inhibitor untuk pasien yang tidak tahan dengan efek sampingnya misalnya batuk yang berterusan.

- Berikut adalah dosisnya:

ARB Starting dose Max dose

Losartan 50 mg x 1 /hari 100 mg x 1/hari

Valsartan 80 mg x 1/hari 160 mg x 1/hari

Telmisartan 40 mg x 1 /hari 80 mg x 1/hari

Irbesartan 150 mg x 1/hari 300 mg x 1/hari

Candesartan 8 mg x 1/hari 16 mg x 1/hari

6. Terapi statin

(16)

- Dapat diberikan atrovastatin 10-80 mg/hari, simvastatin 20-40 mg/hari, pravastatin 40 mg/hari atau rouvastatin 10-20 mg

7. Penghambat kanal kalsium

- Pemberian diltiazem hanya untuk infark dengan gelombang Q

2.7 KOMPLIKASI Komplikasi:

 Aritmia

 Disfungsi ventrikel kiri

 Hipotensi

 Lain-lain:

o Emboli Paru Dan Infark Paru o Emboli Arteri Sistemik o Stroke Emboli

o Disfungsi dan Ruptur m. Papilaris

2.8 PROGNOSIS

Tergantung dari beberapa hal yaitu: - Wilayah yang terkena oklusi - Sirkulasi kolateral

- Durasi atau waktu oklusi

- Kebutuhan oksigen miokardium

Berikut adalah sistem skor yang dapat membantu dalam menentukan prognosis:

Klas Definisi Mortalitas (%)

I Tak ada tanda gagal jantung kongestif 6

II + S3 dan/atau ronki basah 17

III Edema paru 30-40

IV Syok kardiogenik 60-80

Skoring resiko TIMI untuk ACS:

Usia >65 tahun 1

>3 faktor resiko PJK (riw.kel, HT, kol ↑, DM, rokok) 1

(17)

Pemakaian ASA 7 hari terakhir 1

Angina berat (<24 jam) 1

↑ petanda biokimia 1

Deviasi ST 1

Skor resiko kematian/AMI

0/1 3% 2 3% 3 5% 4 7% 5 12% 6/7 19% = BAB 3 KESIMPULAN

Sindroma koroner akut ditandai oleh adanya ketidakseimbangan antara pasokan dengan kebutuhan oksigen miokard.

(18)

 Angina pektoris tak stabil (APTS)

 Non ST elevation myocard infark (NSTEMI)  ST elevation myocard infark (STEMI)

Diagnosis ACS dapat ditegakkan dari 3 komponen utama, yaitu dari anamnesis, EKG, dan pengukuran enzim-enzim jantung (cardiac marker).

Angina pectoris tak stabil ditandai dengan keluhan nyeri dada tipikal tanpa peningkatan enzim jantung.

NSTEMI ditandai dengan nyeri dada tipikal yang disertai perubahan EKG berupa ST depress dan peningkatan enzim jantung.

STEMI ditandai dengan nyeri dada tipikal yang disertai perubahan EKG berupa ST elevasi dan peningkatan enzim jantung.

Penanganan dini yang harus segera diberikan kepada pasien nyeri dada dengan kecurigaan ACS adalah MONACO (morfin, oksigen, nitrat, aspilet, clopidogrel)

Referensi

Dokumen terkait

(Studi Kasus Pada Proyek Bangunan Air Kantor Balai Wilayah Sungai Sumatera V) Desrinur 1 , Zaidir 2 , Yusrizal Bakar 3. 1 Program Studi Teknik Sipil Pascasarjana Universitas Bung

Pengamatan keparahan penyakit blas dilakukan terhadap tanaman padi dari saat benih mulai tumbuh hingga menunjukkan gejala bercak daun berbentuk belah ketupat..

.serrren(ar-a bobot lcering biji jagirn g yang diJrasilkan periode perryiarrgarr. i6 FIST-panerr ticlal&lt; berbecla' r).yata clerrgan periode penyialtgan 0-panerr, tetapi

(Toivonen ja Asikainen 2005, 5.) Ihminen voi siis osata tehdä asioita osaamatta kuitenkaan varsinaisesti pukea sanoiksi, miten tekeminen tapahtuu. Tätä hiljaisen tiedon ilmiötä

Pemecahan yang diusulkan meliputi memperbaiki struktur organisasi melalui pemisahan tugas dan tanggung jawab secara jelas agar nantinya tidak terjadi kesalahan atau

Data kualitatif diperoleh dari wawancara dengan guru biologi mengenai motivasi berprestasi dan hasil observasi proses pembelajaran dikelas.Menurut Hasan (2006: 19)

Dalam penelitian ini dilakukan 5 pengujian yaitu, pengujian akuisisi data dari Sensor Ultrasonik untuk mengetahui lebar jarak jalan yang ada pada maket, RFID