• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Citizen Journalism di Indon

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perkembangan Citizen Journalism di Indon"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

1

Perkembangan

Citizen Journalism

di Indonesia: Peluang

dan Tantangan

Rani Diah Anggraini

Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta E-mail: r4ni_anggraini@yahoo.co.id

Abstrak

Tren jurnalisme warga atau citizen journalism terus berkembang di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Terlepas dari perbedaannya dengan citizen journalism yang tidak melibatkan jurnalis profesional dalam proses peliputan, jurnalisme publik atau civic journalism telah membuka pintu bagi tumbuhnya praktek jurnalistik oleh warga. Praktek jurnalistik oleh warga tersebut semakin berkembang di era digital berbasis internet seperti sekarang ini. Kemunculan citizen journalism di Indonesia sendiri dipelopori oleh Radio Elshinta pada awal tahun 2000-an. Sedangkan sebagai pioner jurnalisme warga online atau online citizen online journalism di Indonesia, ada Kompasiana yang dirilis pada tahun 2008. Sebagai sebuah peluang, citizen journalism berkontribusi bagi percepatan arus informasi dan memperkuat pondasi demokrasi. Sementara itu, untuk menjawab tantangan atas isu kredibilitas citizen journalism, tidak sedikit media mainstream

yang melakukan proses gatekeeping pada jurnalisme warganya. Sejumlah media juga menerapkan agenda setting, antara lain dengan membatasi variasi konten dalam situs citizen journalism mereka.

Kata kunci:

media baru, online, citizen journalism, media mainstream, peluang, tantangan

Pendahuluan

Jurnalisme warga atau citizen journalism muncul sebagai tren baru dunia jurnalistik yang dilakukan oleh warga sebagai jurnalis non-profesional. Berbeda dengan jurnalisme publik atau civic journalism yang muncul sebagai kritik atas praktek jurnalistik yang kurang memberi ruang pada proses demokrasi dan sering mengabaikan kepentingan khalayak, citizen journalism tidak melibatkan jurnalis profesional dalam proses peliputan oleh warga (Nip, 2006).

Sebagai media alternatif bagi warga, eksistensi citizen journalism di beberapa negara bahkan mampu bersaing dengan jurnalisme profesional media

mainstream, seperti televisi, radio, dan surat kabar. Keberhasilan citizen journalism

(2)

2 aspirasi warganya, stomp.sg dari Singapura, dan malaysiakini.com dari Malaysia yang disebut-sebut sebagai media oposisi pemerintah (Wijayana dan Luqman, 2009).

Pada awal perkembangannya, citizen journalism memang sempat mendapatkan penolakan dari media-media mainstream. Tidak hanya karena sebagian dari media-media tersebut menganggap citizen journalism sebagai ancaman pada eksistensi mereka, tetapi juga karena jurnalis warga dianggap bukan seorang profesional yang bisa melakukan peliputan seperti jurnalis profesional. Pengetahuan akan kaidah-kaidah jurnalistik, seperti kelengkapan informasi, etika penulisan, dan akurasi berita, menjadi pertanyaan-pertanyaan skeptis yang bermunculan pada awal perkembangan citizen journalism. Namun, seiring berjalannya waktu, praktek jurnalisme oleh warga ini tetap mendapat tempat di ranah jurnalistik sebagai media alternatif bagi warga untuk mendapatkan informasi. Bahkan, dalam beberapa kasus, citizen journalism mampu memberikan kontribusi yang signifikan karena kecepatannya, terlebih dikukung oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sedemikian pesat. Misalnya, saat terjadi bencana alam, insiden bom bunuh diri, dan sebagainya.

Selain ketersediaan alat-alat untuk melakukan peliputan seperti handrecord

dan handycam yang relatif murah di pasaran, kehadiran media baru berbasis internet tak pelak telah mendorong perkembangan citizen journalism, termasuk di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, jutaan log web atau blog dengan beragam konten telah muncul dan bahkan mendefinisikan ulang praktek jurnalistik (Thurman, 2008). Keberadaan citizen journalism melalui media online yang bisa diakses oleh siapa saja, dimana saja, dan kapan saja, tetap menjadikan praktek jurnalistik oleh warga ini sebagai model ekspresi yang sangat kuat dan alat baru untuk mengimbangi pemerintah, industri, atau pihak-pihak besar lainnya yang berperan dalam mempengaruhi media (Leslie dalam Tamburaka, 2013).

(3)

3 informasi seputar lokasi cegatan atau operasi tertib lalu lintas. Hal ini bertujuan tak lain agar para anggota tidak terkena tilang bila tidak memiliki surat-surat yang lengkap. Namun, seiring berjalannya waktu, grup yang didirikan pada 13 September 2013 ini mulai mengunggah konten yang semakin beragam, seperti hal-hal unik dan menarik yang dijumpai di Kota Yogyakarta, kejadian yang mengundang protes warga, dan lain sebagainya.

Situs jejaring sosial, seperti Facebook, tak dipungkiri memang telah berkontribusi pada perkembangan citizen journalism di Indonesia. Hal ini, antara lain dikarenakan popularitas media sosial tersebut yang tinggi, bahkan tertinggi di Indonesia. Berdasarkan data yang diolah Wijayana dan Luqman (2009) dari

alexa.com, pengguna atau user Facebookdi Indonesia sebanyak 3,6% dari seluruh pengguna media sosial tersebut. Jumlah ini menduduki posisi pertama di Asia Tenggara dan nomor 6 di dunia. Posisi pertama di dunia diduduki Amerika Serikat, disusul Inggris, Prancis, dan India. Berikut ini adalah tabel tentang situs jejaring sosial yang masuk jajaran 100 website terpopuler di Indonesia.

Tabel 1

Peringkat Situs Jejaring Sosial di Indonesia

Sumber: alexa.com (dikutip dari Wijayana dan Luqman, 2009)

Selain Facebook yang mulai naik daun pada tahun 2008, media share site, seperti YouTube juga mempunyai andil pada perkembangan citizen journalism

karena tingkat popularitasnya yang tinggi. Berikut ini adalah tabel tentang media

(4)

4 Tabel 2

Peringkat Media Share Sites di Indonesia

Sumber: alexa.com (dikutip dari Wijayana dan Luqman, 2009)

Di Indonesia, jumlah pengguna YouTubeyang dirilis pada 15 Februari 2005 tersebut mencapai 1% dari jumlah seluruh user sharing site itu di dunia. Jumlah tersebut menduduki posisi ke-19 di dunia dan posisi ke-3 di Asia. Peringkat pertama ditempati AS dengan jumlah pengguna 23,6% (Wijayana dan Luqman, 2009).

Sama halnya dengan Facebook, meski tidak semua pengguna YouTube melakukan praktek citizen journalism, keberadaan Youtube menjadi salah satu wadah bagi jurnalis warga untuk menyebarkan informasi dengan cepat.

Sementara itu, untuk jumlah pengguna internet sendiri di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun. Berdasarkan data yang dirilis World Internet Statistic, pengguna internet di Indonesia meningkat dari 2 juta pada tahun 2000 menjadi 22 juta pada tahun 2010 dan melonjak dua kali lipat menjadi 55 juta pengguna pada tahun 2011. Sedangkan hasil analisis tahunan Yahoo dan TNS menunjukkan bahwa akses online di Indonesia meningkat dari 28% pada pada tahun 2009 menjadi 37% pada tahun 2010 (Alamiyah, 2015). Peningkatan jumlah pengguna dan akses internet ini menunjukkan bahwa teknologi media baru tersebut semakin terjangkau oleh khalayak dan sangat potensial ikut mendorong perkembangan citizen journalism, terutama versi online.

Tidak hanya berkembang di ranah online, tren citizen journalism di Indonesia juga merambah dunia televisi, radio, dan surat kabar. Citizen journalism

(5)

5 hingga kini Elshinta telah memiliki 100.000 jurnalis warga (Kurniawan, 2007). Apalagi di era konvergensi media seperti saat ini, bukan tidak mungkin bagi media-media konvensional tersebut untuk melebarkan sayap dengan mempublikasikan berita-berita jurnalis warganya melalui berbagai platform.

Tren citizen journalism kini memang telah hadir dan meramaikan khasanah pemberitaan dan berkontribusi dalam segmen berita realtime, termasuk di Indonesia. Namun, yang menjadi pertanyaan kemudian adalah bagaimana awal kemunculannya di Indonesia dengan Radio Elshinta sebagai pelopor? Bagaimana perkembangan jurnalisme warga online atau online citizen journalism di Indonesia dengan Kompasiana sebagai pioner? Bagaimana media mainstream

mengkompromikan isu kredibilitas jurnalis warga yang tak surut diperdebatkan? Dan, bagaimana proses gatekeeping serta agenda setting diterapkan pada segmen

citizen journalism? Jawaban atas pertayaan-pertanyaan tersebut akan dibahas pada kajian kali ini dalam beberapa bagian, mulai dari cikal bakal lahirnya citizen journalism, pendorong lahirnya online journalism, awal mula perkembangan

citizen journalism di Indonesia, pioner online citizen journalism di Indonesia, sampai dengan isu kredibilitas citizen journalism, proses gatekeeping, dan agenda setting.

Civic Journalism sebagai Cikal Bakal Lahirnya Citizen Journalism

Ledger-Inquirer meluncurkan prakarsa civic journalism untuk kali pertama pada 1988. Sejak saat itu, sudah lebih dari 300 kampanye civic journalism

(6)

6 sebagai peserta aktif dalam masyarakat, serta menginginkan praktek jurnalisme yang mencerminkan keragaman kultural di masyarakat Amerika.

Terlepas dari bubarnya gerakan pelopor civic journalism, The Pew Center of Civic karena kekurangan dana pada tahun 2003, civic journalism dalam hal ini telah membuka pintu bagi tumbuhnya citizen journalism, dimana warga yang mempunyai berita dan foto dapat menyampaikannya langsung melalui blog atau ke beberapa media mainstream, seperti situs www.bbc.co.uk; www.cnn.com atau

iReport.com; situs koran The Jakarta Post dalam edisi Pemilu Jakarta 2007,

www.thejakartapost.com/election; Wide Shot dan I-Witness Metro TV; NET. CJ; serta kompasiana.com.

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang telah merambah hampir ke seluruh penjuru dunia, melahirkan bentuk-bentuk media baru dan menciptakan ruang yang lebih luas untuk interaksi khalayak penggunanya. Dengan kata lain, menurut McQuail (2000), media baru membuka kesempatan komunikasi yang lebih besar untuk demokrasi. Hal inilah yang menjadi kunci konsep citizen journalism yang pada dasarnya digunakan untuk komunikasi langsung antara warga dengan negara yang selama ini dijembatani oleh media mainstream.

Menurut Bowman dan Willis (2003), citizen journalism adalah “... the act

of citizens playing an active role in the process of collecting, reporting, analyzing,

and disseminating news and information. Dalam hal ini, citizen journalism

dikatakan sebagai suatu kegiatan aktif dari warga dalam proses mengumpulkan, menyampaikan, menganalisis, dan menyajikan informasi. Sedangkan Nugraha (2012), mendefinisikan citizen journalism sebagai kegiatan warga biasa yang bukan wartawan profesional dalam mengumpulkan fakta di lapangan, serta menyusun, menulis, dan melaporkan hasil liputannya di media sosial.

Selain citizen journalism, istilah lain yang menunjukkan kegiatan melaporkan suatu peristiwa atau informasi oleh warga adalah participatory journalism, public journalism, democratic journalism, independent journalism, wiki journalism, open source journalism, dan street journalism (Nugraha, 2012: 20). Sementara itu, menurut Wood dan Smith (2005), jurnalis warga atau netizen

(7)

7 Lasica (2003) mengklasifikasi media bagi citizen journalism dalam lima tipe, yakni: (1) audience participation seperti komentar pengguna yang melampirkan berita, (2) blog pribadi, foto, atau video; (3) situs web berita atau informasi independen, situs berita partisipatoris murni, situs media kolaboratif; (4)

thin media seperti mailing list, newsletter, dan e-mail; serta (5) situs penyiaran pribadi.

Sementara itu, Outing (2005) mengklasifikasi citizen journalism dalam sebelas kategori, yakni: (1) komentar publik terhadap tulisan jurnalis profesional; (2) kontribusi masyarakat dalam artikel yang ditulis jurnalis profesional; (3) kolaborasi antara jurnalis profesional dengan non jurnalis yang memiliki kemampuan dalam bidang yang akan dibahas dalam artikel; (4) bloghouse yang mengundang pembaca untuk ikut berkomentar; (5) newsroom citizen transparency blogs yang disediakan sebagai upaya transparansi sebuah organisasi media; (6)

stand-alone citizen journalism site yang melalui proses editing sebelum berita dipublikasikan; (7) stand-alone citizen journalism site yang meniadakan proses

editing pada publikasi beritanya; (8) stand-alone citizen-journalism website yang juga menyediakan versi cetak untuk informasi warganya; (9) hybrid: pro + citizen journalism yang melibatkan jurnalis profesional dalam proses gate keeping

informasi dari jurnalis warganya; (10) penggabungan antara jurnalis profesional dan jurnalis warga dalam satu organisasi media; serta (11) citizen journalism model wiki yang memberi kesempatan kepada pembaca untuk menjadi editor bagi berita atau informasi yang dipublikasikan.

Media Baru dan Online Journalism

(8)

8 batas kewilayahan; menyediakan kontak global secara instan; serta melibatkan subyek modern dalam mesin berjaringan (Poster, 1999: 15).

McQuail merangkum enam perubahan mendasar yang muncul dengan kehadiran media baru, yakni adanya digitalisasi dan konvergensi atas segala aspek media, adanya pemisahan dan pengaburan dari ‘lembaga media’, munculnya beragam pintu atau gateway media, adanya adaptasi terhadap peranan publikasi dan khalayak, adanya mobilitas dan delokasi untuk mengirim dan menerima, serta semakin meningkatnya interaktivitas dan konektivitas jaringan. Terkait dengan tren

citizen journalism yang kini terus berkembang di berbagai belahan dunia, hal itupun tak terlepas dari lahirnya web 2.0 yang memungkinkan netizen untuk menayangkan konten dalam bentuk teks, foto, dan video. Dengan kata lain, peningkatan jumlah pengguna dan akses internet sangat potensial ikut mendorong perkembangan citizen journalism, terutama versi online.

Selanjutnya, membahas mengenai online citizen journalism tidak dapat dipisahkan dari konsep online journalism yang memayunginya. Mark Deuze (dalam Berkam dan Shumway, 2003: 83-84) mengklasifikasi empat tipe online journalism, sebagai berikut: (1) Mainstream News Sites, yakni website yang dimiliki media konvensional sebagai versi online dari media konvesional tersebut; (2) Index and Category Sites, yakni media online yang menghubungkan pembaca dengan news site yang ada di internet; (3) Meta and Comment Sites, yakni situs informasi, data, dan hasil penelitian yang berkaitan dengan jurnalisme dan media; serta (4) Share and Disscusion Sites, yakni situs yang fokus pada kepentingan publik yang hampir tidak melalui proses editing moderator. Dari keempat tipe tersebut, citizen jornalism masuk dalam kategori share and disscussion sites.

Setelah menelisik database citizen journalism di Indonesia menggunakan

google.co.id, serta mengamati data pendukung dari alexa.com,

(9)

9 dijalankan jurnalis profesional; (3) Mainstreams’s Citizen Journalism, yakni portal

yang memiliki unsur citizen journalism dan dimiliki oleh media mainstream; (4)

Portal Comment, yakni portal yang dikelola wartawan online profesional yang memberi kesempatan kepada pengguna untuk berkomentar terhadap berita yang dipublikasikan; (5) Portal Forum, yakni forum saling berbagi informasi oleh para pengguna. Berbeda dengan Portal Comment, pemosting berita dalam Portal Forum

adalah pengguna, bukan administrator web; (6) Mainstream’s Portal Comment, yakni website milik media mainstream yang memberikan kesempatan kepada pengguna untuk berkomentar pada berita yang dipublikasikan.

Awal Mula Perkembangan Citizen Journalism di Indonesia

Sebagai gambaran awal mula perkembangan citizen journalism di Indonesia, Radio Elshinta dapat dijadikan sebagai contoh pelopor kemunculan praktek jurnalistik oleh warga di Tanah Air. Elshinta sendiri didirikan pada tahun 1966 sebagai radio yang menyiarkan budaya Indonesia. Setelah sebelumnya beroperasi sebagai radio yang multi program, pada tahun 1998 Elshinta mulai bertranformasi menjadi radio berita dengan jaringan di 60 kota dan jam siar 24 jam sehari.

Sejak menayangkan program citizen journalism pada tahun 2000 hingga setengah dasawarsa kemudian, Radio Elshinta sudah memiliki 100.000 jurnalis warga. Keberhasilan ini tidak jauh berbeda dengan keberhasilan situs OhMyNews dari Korea Selatan yang sukses mempraktekkan citizen journalism di negara tersebut. OhMyNews yang berdiri tahun 2000, pada periode yang sama telah memiliki 40.000 jurnalis warga dan 70 jurnalis profesional (Kurniawan, 2007).

Citizen journalism OhMyNews berkembang pesat sebagai media alternatif di tengah kuatnya kontrol tidak langsung dari pemerintah terhadap media meski kebebasan pers sudah ada. Di samping itu, menurut The National Internet Development Agency of Korea (dalam Kurniawan, 2007) pada tahun 2004, masyarakat Korea Selatan juga sudah akrab dengan internet, yaitu sekitar 30 juta atau 2/3 penduduknya terhubung dengan internet berkecepatan tinggi.

(10)

10 menjadi salah satu media massa andalan untuk mencari informasi, berita, dan hiburan. Hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2003 menyebutkan bahwa masyarakat berusia 10 tahun ke atas sebanyak 53,7% mendengarkan radio; 86,4% menonton televisi; 26,7% membaca majalah dan surat kabar; serta 1,8% membaca berita lewat internet.

Faktor lain yang berperan dalam perkembangan citizen journalism Radio Elshinta adalah kebebasan pers yang mulai bergulir sejak tahun 1998 setelah jatuhnya rezim Orde Baru. Selain itu, budaya masyarakat Indonesia untuk mendengar dan bicara atau berbincang-bincang dan berbagi informasi yang sudah turun-temurun juga menyumbang keberhasilan Radio Elshinta dalam mengembangkan citizen journalism. Ditambah lagi dengan telepon seluler yang semakin mudah didapat di pasaran dengan harga relatif terjangkau, semakin mempermudah Radio Elshinta untuk mengembangkan interaktivitas dengan pendengar dan menghidupkan segmen berita realtime tersebut. Data Asosiasi Telepon Seluler Indonesia pada Maret 2006 menunjukkan bahwa pengguna telepon seluler di Indonesia mencapai 50,6 juta jiwa atau 23 % dari total jumlah penduduk sebanyak 220 juta jiwa (Kurniawan, 2007).

Sementara itu, media massa lain seperti televisi atau media cetak, pada awal tahun 2000-an memiliki pandangan berbeda dalam merespon kehadiran jurnalisme warga. Mereka pada umumnya masih enggan untuk mengadopsi citizen journalism

dalam praktek jurnalistik mereka karena takut kehilangan kredibilitas, reputasi, dan problem etika jurnalistik (Kurniawan, 2007). Meski demikian, setelah Elshinta sukses menangkap peluang dengan mengembangkan citizen journalism sebagai media alternatif penyaji informasi, stasiun TV swasta seperti SCTV, RCTI, ANTV,

Metro TV, Net TV, dan beberapa stasiun radio mulai mengadopsi konsep jurnalisme warga tersebut dalam program acaranya.

(11)

11 mempublikasikan berita-berita jurnalis warganya melalui berbagai platform, seperti Metro TV yang tidak hanya menyediakan ruang bagi jurnalisme warga melalui media televisi, namun juga menyediakan ruang melalui media online, yakni di

metrotvnews.com/ jurnalisme-warga. Kemudian Net TV, tidak hanya menyediakan ruang di NET CJ yang notabene media online, namun juga membuka kesempatan bagi para jurnalis warga untuk tampil di televisi dalam program acara “Apa Kabar Indonesia”. Ini tidak jauh berbeda dengan Grup Kompas, yang tak hanya mewadahi aspirasi warga dalam kompasiana.com, tetapi juga dalam program acara “Sahabat Kompas TV”. Sementara Tribun News, menyediakan versi online dan cetak untuk jurnalisme wargannya, masing-masing melalui jogja.tribunnews.com/citizen-journalism dan Tribun News cetak.

Kompasiana Hadir sebagai Pioner Online Citizen Journalism di Indonesia

Sebelum mengulas mengenai situs jurnalisme warga kompasiana.com

sebagai pioner online citizen journalism di Indonesia, kajian kali ini akan sedikit mengulik mengenai awal mula kemunculan praktek jurnalistik oleh warga dalam ranah online di Indonesia.

Pada awal kemunculannya di Indonesia, wajah jurnalisme warga online

(12)

12 Tabel 3

Citizen Journalism Murni di Indonesia

Sumber: alexa.com (dikutip dari Wijayana dan Luqman, 2009)

Seperti sebuah euforia yang menjamur setelah kebebasan informasi bergulir pasca reformasi 1998 tetapi kemudian tenggelam, beberapa dari citizen journalism

murni tersebut pada akhirnya gulung tikar, entah karena kurangnya sumberdaya dan sumber dana, maupun karena konten informasi dan beritanya yang menimbulkan banyak kontroversi. Rumahkiri.net misalnya, situs yang mempunyai tagline Media Alternatif Kaum Progresif ini, kontennya tidak selalu mengikuti tren yang tengah hangat di kalangan media-media mainstream. Tulisan yang menghiasi

rumahkiri.net didominasi oleh tulisan-tulisan kritis dengan tujuan utama berjuang untuk melakukan perubahan di Indonesia dan mengimbangi dominasi informasi media mainstream. Tidak hanya pedas mengkritik pemerintah, situs yang dirilis pada 2005 silam ini juga sempat menimbulkan kontroversi ketika dianggap menyebarkan ajaran komunisme dan mendapat protes dari Forum Umat Islam Jabar Bersatu (FUI-JB) pada akhir September 2007.

Meski mendapat perhatian masyarakat, popularitas rumahkiri.net masih kalah jika dibandingkan dengan citizen journalism yang diadopsi oleh media-media

mainstream. Berdasarkan pelacakan melalui alexa.com dan websiteoutlook.com

(13)

13

journalism tetap disematkan pada situs kompasiana.com yang dirilis pada akhir 2008 lalu dan mendorong banyak media mainstream untuk mulai mengadopsi konsep citizen journalism. Tidak hanya di Indonesia, sejumlah media besar dari mancanegara juga mengikuti tren kolaborasi antara citizen journalism dengan media mainstream tersebut, seperti BBC Inggris dan CNN Amerika dengan

iReport.com-nya (Kperogi, 2011).

Kompas.com sendiri sebagai induk dari situs kompasiana.com, awalnya memiliki dua situs citizen journalism, yakni Kompasiana itu sendiri dan Koki atau “Komuninas Kompas” dengan alamat situs http://community.kompas.com. Namun, pada perkembangannya, Kompas hanya berfokus untuk mengembangkan Kompasiana sebagai ajang berbagi para jurnalis warganya yang disebut “Kompasianer”. Sedangkan nama “Kompasiana”, meski pernah digunakan pendiri Harian Kompas, P.K. Ojong, untuk kumpulan rubriknya, namun penyematan nama tersebut pada blog berbagi informasi dan pendapat muncul dari gagasan seorang jurnalis senior Kompas, Budiarto Shambazy, yang melihat tidak semua jurnalis saat itu akrab dengan blog apalagi memilikinya. Dengan demikian, awalnya blog yang mulai beroperasi pada 1 September 2008 ini dibuat sebagai wadah unjuk pendapat para jurnalis Kompas dan Kompas Gramedia. Namun, kehadiran beberapa wartawan senior sebagai penulis tamu, dan beberapa penulis dari kalangan artis, serta netizen dan blogger dari masyarakat umum yang begitu antusias mengisi kolom-kolom Kompasiana, menjadikan blog tersebut semakin besar. Pada 22 Oktober 2008, Kompasiana pun diluncurkan secara resmi sebagai social blog. Bahkan saat ini, sejumlah tokoh penting negeri ini juga ikut ambil bagian dalam kolom-kolom penulis Kompasiana. Sebut saja Wakil Presiden Jusuf Kalla; mantan Rektor ITB dan mantan Menristek RI, Prof. Kusmayanto Kadiman; mantan KSAU, Marsekal Punawirawan TNI AU Chappy Hakim; serta Penasihat Menteri Pertahanan Bidang Intelijen, Prayitno Ramelan.

(14)

14 “Ekonomi”, “Fiksiana”, “Gaya Hidup”, “Hiburan”, “Hijau”, “Humaniora. “Jakarta”, “Kesehatan”, “Kotak Suara”, “Media, “Muda”, “Olahraga”, “Otomotif”, “Politik”, “Regional”, “Tekno”, “Wisata”, dan “Wanita”.

Tidak berselang lama setelah dirilis sebagai social blog, yakni dalam waktu 3 bulan, Kompasiana sudah mengalami kenaikan rating yang signifikan. Berdasarkan situs alexa.com pada saat itu, Kompasiana menempati ranking 90.711 dunia. Dalam literatur media online, sebuah situs baru bisa dianggap sebagai situs atau website dan layak dipasangi iklan, jika sudah mencapai ranking di bawah 100.000 dunia. Sebagai situs yang terbilang baru pada waktu itu, pencapaian ini dianggap sebagai suatu keberhasilan. Apalagi berdasarkan data Google Analitycs pada 28 Desember 2008 hingga 27 Januari 2009, jumlah pengunjung Kompasianan mencapai 125.542, dengan jumlah halaman dibaca sebanyak 228.980 atau rata-rata pengunjung per halaman mencapai 1,82. Dari jumlah tersebut, sebanyak 92.160 di antaranya merupakan unique visitors atau pengunjung tetap Kompasiana. Pengunjung Kompasiana terbesar masih berasal dari dalam negeri sebanyak 95.006, sedangkan sisanya sebanyak 30.536 berasal dari negara-negara lain (Nugraha, 2015).

Keberhasilan inipun memantik munculnya ide pemberian penghargaan kepada para Kompasianer dalam Kompasiana Award yang kali pertama digelar pada tahun 2009 dengan kategori penghargaan, antara lain sebagai “Blog Terbaik”, “Blog Terfavorit”, “Tulisan Terbaik”, “Tulisan Terfavorit”, “Tulisan Inspiratif”, “Tulisan Terheboh”, “Blogger of The Year”, “Komentator of The Year”, “Komentar Terbaik”, dan “Penghargaan Khusus”.

Tidak hanya ajang Kompasiana Award, sejumlah acara off air lainnya juga digelar Kompasiana, seperti Kompasianival dan lomba blog #Kompasiana17an yang ditujukan untuk memotivasi penulis agar lebih produktif. Selain mendapatkan poin untuk kenaikan level, bagi Kompasianer yang aktif menulis, tulisan mereka bisa masuk jajaran headline atau highlight.

Jika dikaji lebih jauh, pemberian berbagai penghargaan ini, tidak hanya sebagai reward atas ‘kerja keras’ para Kompasianer, tetapi juga sebagai upaya

(15)

15 Perjalanan Kompasiana meraih popuparitas tidak semulus jalan tol. ‘Perang urat syaraf’ antar Kompasianer seperti saat suhu politik memanas akibat Pilkada DKI 2012 dan 2017 serta Pilpres 2014, memaksa para admin bekerja keras memberi stempel merah pada akun tertentu yang kebanyakan palsu, serta menghapus dan mengkonfirmasi tulisan yang terlalu tendensius dan berpotensi berdampak negatif. Bahkan, kanal atau rubrik “Agama” kembali dihapus pada tahun 2012 karena tidak lagi menjadi ajang diskusi yang sehat soal agama, tetapi justru menjadi ajang saling serang antar keyakinan. Sebelumnya, kanal tersebut pernah ditutup pada 2009 dan kembali dibuka pada 2011, namun akhirnya kembali ditutup pada 8 Februari 2012 untuk menghindari tulisan negatif berbau SARA.

Sebagai terobosan menyikapi era konvergensi media, pada awal tahun 2015 Kompasiana mulai berkolaborasi dengan Kompas TV dalam program Prime Time. Sejumlah Kompasianer diundang dalam acara televisi tersebut untuk memperbincangkan topik yang mereka angkat dalam tulisan di Kompasiana. Tidak hanya itu, tak sedikit Kompasianer yang kemudian menerbitkan buku-buku inspiratif, dan beberapa tulisan mereka sering dijadikan rujukan oleh media lain.

Saat ini di usianya yang telah menapaki sembilan tahun pada Februari 2017, Kompasiana telah menjadi blog terbesar di Indonesia dan bahkan Asia Tenggara (kompas.com, 23 Februari 2017). Bersamaan dengan peringatan ke-9 tahun tersebut, Kompasiana meluncurkan logo dan slogan baru yang menegaskan situs

citizen journalism tersebut sebagai platform yang mengakomodir opini atau laporan warga. Slogan baru tersebut adalah Beyond Blogging. Sedangkan logo baru Kompasiana, menggambarkan peran serta mereka dalam menyatukan

blogger dengan latar belakang pendidikan, letak geografis, usia, dan minat yang berbeda namun tetap bersinergi dalam berbagi konten positif.

(16)

16 topik-topik bahasan yang relatif berat; “Pasang Mata” yang dibuat detik.com dan mengusung konsep kontribusi foto; “Rubik” (Ruang Publik) yang dibuat

okezone.com; serta “Plimbi” yang merupakan transformasi dari portal.paseban.com

dan didominasi konten teknologi selain menghadirkan fiksi. Untuk menarik jurnalis warga yang mereka sebut “author”, Plimbi memberikan penghargaan berupa poin untuk rating yang disematkan pembaca, serta hadiah berupa uang bagi penulis yang mendapat gelar “Best Author of The Month”.

Dinamika citizen journalism yang tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di dunia tersebut, tak ayal mendorong banyak pewarta warga untuk senantiasa melaporkan peristiwa di sekitarnya. Apalagi dengan perkembangan platform media bagi citizen journalism di era digital sekarang ini, aliran informasi yang semakin cepat dan terbuka bisa menciptakan suatu era kebebasan berpendapat, dimana tentu saja kebebasan berpendapat yang dimaksud di sini adalah kebebasan bertanggung jawab yang tidak berpotensi memecah belah bangsa, tetapi membangun dan melibatkan publik dalam berbagai lini kehidupan. Dengan demikian, citizen journalism menjadi peluang yang menjanjikan, sekaligus berkontribusi bagi percepatan arus informasi dan memperkuat pondasi demokrasi.

Isu Kredibilitas Citizen Journalism

Kode Etik Jurnalistik merupakan hal terpenting bagi pewarta agar tidak terjebak dalam pelanggaran atas norma-norma aturan yang lebih tinggi. Sebagai pengganti dari Kode Etik Wartawan Indonesia, Kode Etik Jurnalistik menjadi landasan hukum bagi setiap wartawan. Dalam hal ini, etika jurnalistik merupakan standar norma-norma yang harus menjadi acuan bagi wartawan dalam menjalankan profesinya. Selanjutnya, untuk menghasilkan berita yang sesuai standar profesi, wartawan harus memahami pengertian berita, nilai berita, unsur berita 5W+1H, struktur naskah berita, dan bahasa jurnalistik atau bahasa media.

Sebagai pencari dan pengolah berita, pewarta atau jurnalis warga juga harus memegang kode etik agar karya yang dihasilkan tidak menyimpang atau bahkan menyesatkan konsumen beritanya. Tokoh pendukung citizen journalism, Dan Gillmor dan J.D. Lasica mengemukakan five basic principles of citizen journalism

(17)

17

thoroughness atau ketelitian, transparency atau keterbukaan, fairness atau kejujuran, dan independence atau ketidakberpihakan. Dengan kata lain, jurnalis warga juga harus berdedikasi sebagai jurnalis top-notch (Gillmor dan Lasica, 2009). Dalam melakukan praktek jurnalistik, jurnalis warga pada umumnya memiliki perbedaan yang signifikan dengan jurnalis profesional terkait pengetahuan dan pemahaman pada prinsip-prinsip dasar jurnalistik tersebut. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi media mainstream yang mengakomodasi kegiatan citizen journalism. Proses gatekeeping pun mau tidak mau harus dilakukan media-media mainstream untuk menjaga kredibilitas mereka, di samping menetapkan aturan-aturan tertentu kepada jurnalis warganya sebelum bergabung dalam segmen berita realtime mereka. Sebagai contoh, untuk menghindari berita palsu atau berita yang tidak akurat, identitas jurnalis warga Elshinta harus jelas. Berita yang dikirimkan juga harus bersifat kejadian dan bukan investigasi. Berita dari jurnalis warga yang baru kali pertama melaporkan juga tidak akan disiarkan secara langsung dan harus dicek ulang keakuratannya oleh jurnalis profesional Elshinta.

Jika Elshinta memiliki prosedur operasi standar untuk jurnalis warganya, maka OhMyNews memiliki Kode Etik Reporter Warga yang menyatakan bahwa jurnalis warga harus menjelaskan kedudukannya saat meliput berita, tidak menyebarkan berita palsu, tidak menggunakan bahasa yang vulgar dan menyerang secara pribadi, tidak menghancurkan reputasi orang dengan melanggar privasi, serta menggunakan metode yang sah dalam melakukan peliputan. Proses gatekeeping

dilakukan oleh editor di kantor OhMyNews dan sebagai pintu terakhir pengecekan kebenaran suatu berita dapat dilakukan oleh pembaca melalui komentar-komentar mereka. Selain hal-hal tersebut, Kurniawan (2007) menyebutkan, kredibilitas OhMyNews juga dibangun dengan mengharuskan jurnalis warganya memiliki identitas yang jelas. Dengan kata lain, OhMyNews menerapkan prinsip

(18)

18 Saat ini, strategi semacam itu banyak dipraktekkan oleh media-media

mainstream untuk menjaga kredibilitas mereka sekaligus mengkompromikan dan menjawab tantangan citizen journalism berupa kurangnya pemahaman pada etika jurnalistik pada beberapa kasus. Bahkan, tidak hanya proses gatekeeping saja yang dilakukan, sejumlah media seperti Metro TV, Net TV, dan bahkan CNN melalui iReport-nya, juga menerapkan agenda setting bagi informasi dari jurnalis warganya. Dimana, informasi yang sesuai dengan agenda setting media bersangkutan yang nantinya akan ditayangkan (Kperogi, 2011).

Asumsi dasar teori agenda setting, menurut Bernard C. Cohen (dalam Ardianto, Komala, dan Karlinah, 2009) adalah, “The press is significanly more than a surveyor of information and opinion. It may not be successful much of the time in

telling the people what to think, but it is stunningly successful in telling readers

what to think about. To tell what to think about.” Dalam hal ini, teori agenda setting

berbicara tentang pembentukan persepsi khalayak, yakni mengenai apa yang dianggap penting untuk dipublikasikan. Terkait segmen citizen journalism, media

mainstream dianggap memegang peranan dalam menentukan isu-isu atau topik apa saja yang layak dipublikasikan oleh jurnalis warga.

Pembatasan mengenai konten yang boleh tayang atau tidak, memang jamak dilakukan oleh banyak media mainstream. iReport.com CNN misalnya, melalui kanal “Assignment Desk”, situs tersebut menyediakan daftar topik yang bisa dipilih

“iReporters” untuk peliputan. Sementara itu, Kompasiana kembali menghapus kanal “Agama” pada tahun 2012, sebagai upaya untuk menghindari konten-konten bernuansa agama yang tidak sedikit di antaranya justru berujung pada ujaran kebencian. Dalam hal ini, Kompasiana terlihat tidak mau dipersalahkan atau dianggap mendukung ‘perang dalil’ yang bernuansa SARA tersebut. Contoh-contoh tersebut menunjukkan bahwa media-media mainstream menetapkan agenda bagi jurnalis warga mereka.

Penutup

(19)

19 praktek jurnalistik di Amerika Serikat pada akhir tahun 90-an, citizen journalism

tidak melibatkan jurnalis profesional dalam proses peliputan oleh warga. Meski demikian, civic journalism telah membuka pintu bagi tumbuhnya citizen journalism.

Selanjutnya, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi serta lahirnya era digital berbasis internet, semakin menumbuhsuburkan citizen journalism, terutama di ranah online. Hal ini tidak terlepas dari lahirnya web 2.0 yang memungkinkan netizen untuk menayangkan konten dalam bentuk teks, foto, dan video. Peningkatan jumlah pengguna dan akses internet sangat potensial ikut mendorong perkembangan citizen journalism, terutama versi online.

Kemunculan citizen journalism di Indonesia sendiri dipelopori oleh Radio Elshinta yang mulai mengusung konsep tersebut pada awal tahun 2000-an. Sedangkan sebagai pioner online citizen journalism di Indonesia, ada Kompasiana yang dirilis pada tahun 2008 dan kini telah berkembang pesat dengan berbagai inovasi serta diikuti oleh beberapa media mainstream lainnya di Tanah Air.

Perkembangan platform media bagi citizen journalism di era digital sekarang ini tak pelak mempercepat aliran informasi dan berpotensi menciptakan suatu era kebebasan berpendapat dalam arti yang positif. Dengan demikian, citizen journalism menjadi peluang yang menjanjikan, sekaligus berkontribusi bagi percepatan arus informasi dan memperkuat pondasi demokrasi.

Kemudian, dalam rangka menjawab tantangan atas isu kredibilitas citizen journalism yang tak surut diperdebatkan, tidak sedikit media mainstream yang melakukan proses gatekeeping pada informasi dan berita jurnalis warganya. Bahkan, selain proses gatekeeping, sejumlah media mainstream menerapkan

agenda setting pada segmen citizen journalism-nya, antara lain dengan membatasi variasi konten dalam situs mereka.

Referensi

Alamiyah, Syifa Syarifah (2015). “Peluang dan Tantangan Citizen Journalism di Indonesia.” Jurnal Imu Komunikasi Vol. 7(2): 27-38.

(20)

20 Badan Pusat Statistik (2003). “Statistik Sosial Budaya, Hasil Susenas.” National

Survey Result, halaman 19-26. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Bhaskoro, Avi Tejo (2014). Saingi Kompasiana, Tempo Luncurkan Media Jurnalisme Warga Indonesiana. Diakses pada 5 Desember 2017 dari https://dailysocial.id/post/saingi-kompasiana-tempo-luncurkan-media-jurnalisme-warga-indonesiana

Berkman, I. Robert and Christopher A. Shumway (2003). Digital Dilema: Ethical Issues for Online Media Proffesionals. US: Iowa State Press.

Bowman, Shayne and Willis, Chris (2003). We Media: How Audiences are Shaping the Future of News and Information. US: The Media Center at American Press Institute.

Gillmor, Dan and Lasica, J.D. (2009). The Online Journalism Handbook: Citizen Journalism Basics. Diakses pada 4 Oktober 2017 dari

Kompas.com (23 Februari 2017). Yang Baru dari Kompasiana, Lebih dari Sekadar Ngeblog. Diakses pada 5 Desember 2017 dari http://tekno.kompas.com/read/2017/02/23/18392767/yang.baru.dari.kompa siana.lebih.dari.sekadar.ngeblog

Kurniawan, Moch. Nunung (2007). “Jurnalisme Warga di Indonesia, Prospek, dan Tantangannya.” Makara, Sosial Humaniora Vol. 11(2): 71-78. Diakses

pada 4 Oktober 2017 dari

hubsasia.ui.ac.id/index.php/hubsasia/article/download/115/88

Lasica, J. D. (2003). What is Participatory Journalism? Diakses pada 4 Oktober 2017 dari http://www.jdlasica.com/journalism/what-is-participatory-journalism/

McQuail, Denis (2011). Teori Komunikasi Massa McQuail. Edisi 6 (Buku1). Diterjemahkan oleh Putri Iva Izzati. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika. Nip, Joyce Y.M. (2006). “Exploring the Second Phase of Public Journalism.”

Journalism Studies Vol. 7(2): 212–236.

Nugraha, Pepih (2012). Citizen Journalism: Pandangan, Pemahaman, dan Pengalaman. Jakarta: Kompas.

Nugraha, Pepih (2015). Kompasiana Menurut Google Analitycs. Diakses pada 5

(21)

21 https://www.kompasiana.com/pepihnugraha/kompasiana-menurut-google-analitycs_54fd2749a333112e3550f93d

Outing, Steve (2005). The 11 Layers of Citizen Journalism. Diakses pada 4 Oktober 2017 dari https://www.poynter.org/news/11-layers-citizen-journalism Poster, Mark (1999). “Underdetermination.” New Media and Society Vol. 1(1):

12-17. London: SAGE Publications.

Tamburaka, Apriadi (2013). Literasi Media: Cerdas Bermedia Khalayak Media Massa (Cetakan Ke-1). Jakarta: Rajawali Press.

Thurman, N. (2008). “Forums for Citizen Journalists? Adoption of User Henerated Content Initiatives by Online News Media.” New Media amd Society Vol. 10(1): 139–57.

Wijayana, N. H. dan Luqman, Y. (2009). Studi Kasus tentang Perkembangan Citizen Journalism di Indonesia. Diakses pada 15 September 2017 dari http://eprints.undip.ac.id/33925/1/

Gambar

Tabel 1 Peringkat Situs Jejaring Sosial di Indonesia
Tabel 2
Citizen Journalism Tabel 3 Murni di Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Ada hubungan yang signifikan antara tehnik Assessment berbasis portofolio terhadap hasil belajar matematika siswa pada materi segitiga kelas VII SMPN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian berbagai aras pucuk tebu dalarn mensubstitusi rumput raja pada pakan kornplit isonutrisi (NDF, protein dan TDN)

Mata kuliah ini memberikan pemahaman dan menganalisa tentang manajemen zakat, infak, sadaqah dan wakaf dan perkembangannya dari masa ke masa termasuk praktiknya

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel akibat adalah hasil belajar matematika siswa dan disimbolkan (Y).. Populasi, Sampel

Walaupun demikian, desain penilaian kinerja masih memerlukanperbaikan dan pengembangan untuk menghasilkan desain penilaian kinerja yang dapat menciptakan

Selesai mengikuti perkuliahan ini mahasiswa diharapkan dapat memahami pentingnya manajemen Islam dan implikasinya di Bank Islam dalam manajemen SDM, manajemen dana,

Gambar atau laporan hasil pengamatan siswa berkaitan dengan pelajaran matematika, siswa diberikan tugas berupa jurnal belajar diman siswa ditugaskan untuk mencatat

keberhasilan siswa, sehingga siswa akan termotivasi dalam belajar matematika. Begitu juga, kekurangan dalam penilaian portofolio yang dilakukan juga masih. bisa diatasi,