HUKUM MENDEL 1 DAN 2
Tujuan : Untuk membuktikan hukum mendel (ratio fenotif, genotif yang dihasilkan).
LANDASAN TEORI :
Salah satu aspek yang penting pada organisme hidup adalahkemampuannya untuk melakukan reproduksi dan dengan demikian dapatmelestarikan jenisnya. Pada organisme yang berbiak secara seksual,individu baru adalah hasil kombinasi informasi genetis yangdisumbangkan oleh 2 gamet yang berbeda yang berasal dari kedua parentalnya.
Mendel adalah seorang yang genius dan telah berhasil dalam percobaan-gamet. Dan hukum Independerae Assortment segregasi dari sepasang alel tersebut bebas dalam hal penggabungannya kemudian kembali. Syarat-syarat hukum mendel yaitu Survival gamet sama, Survival zygote sama & Survival embrio sama.
I. Persilangan monohybrid
Dalam hukum mendel I yang dikenal dengan The Law of Segretation of Allelic Genes
kadang-kadang individu hasil perkawinan tidak didominasi oleh salah satu induknya. Dengan kata lain, sifat dominasi tidak muncul secara penuh. Peristiwa ini menunjukkan adanya sifat intermedier.
Dalam membicarakan satu sifat tertentu, kita hanya menggambarkan pasangan kromosom dengan yang bersangkutan saja, tetapi bukan berarti bahwa kromosom-kromosom dan gen-gen yang lain tidak ada dalam sel itu. Ada sifat yang disebut dominan, yaitu apabila kehadiran gen yang mengawasi sifat ini menutupi ekspresi gen yang lainnya yaitu resesif, sehingga sifat yang terakhir ini tidak tampak.
Dalam percobaannya Mendel menggunakan tanaman ercis untuk melihat adanya perbedaan dalam ukuran pohon, misalnya adanya variasi tinggi yang 0,45 meter sampai 1 meter. Sifat-sifat tersebut memperlihatkan perbedaan yang kontras sehingga memudahkan untuk mengamati.
Pada waktu mendel mengadakan persilangan antara kedua varietas tersebut dimana yang satu tinggi dan yang lain pendek, maka Mendel mendapat hasil berikut:
Persilangan antara jantan dan betina pada ercis bersegresi sehingga ratio fenotifnya adalah tinggi, sedangkan keturunan F2 akan memisah dengan perbandingan fenotif yaitu tinggi : pendek = 3 : 1. Sedangakn ratio genotifnya adalah TT : Tt : t = 1 : 2 : 1., yaitu satu tumbuhan ercis homozigot, dan dua tumbuhan ercis heterozigot dan satu tumbuhan ercis pendek.
II. Persilangan dihibrid
Semua keterangan di atas hanya membicarakan persilangan satu sifat. Sekarang akan dipelajari dua individu dengan dua sifat beda dimana hasil persilangan ini dinamakan dihibrid.
Sebelum melakukan percobaan, harus diketahui cara pewarisan sifat. Dua pasang yang diawasi oleh pasangan gen yang terletak pada kromosom yang berlainan. Sebagai contoh Mendel melakukan percobaan dengan menanam kacang ercis yang memiliki dua sifat beda. Mula-mula tanaman galur murni yang memiliki biji bulat berwarna kuning disilangkan dengan tanaman galur murni yang memiliki biji keriput berwarna hijau, maka F1 seluruhnya berupa tanaman yang berbiji bulat berwarna kuning. Biji-biji dari tanaman F1 ini kemudian ditanam lagi dan tanaman yang tumbuh dibiarkan mengadakan penyerbukan sesamanya untuk memperoleh keturunan F2 dengan 16 kombinasi yang memperlihatkan perbandingan 9/16 tanaman berbiji bulat warna kuning : 3/16 berbiji bulat warna hijau : 3/16 berbiji keriput berwarna kuning : 1/16 berbiji keriput berwarna hijau atau dikatakan perbandingannya adalah ( 9 : 3 : 3 : 1 ).
2. Menyiapkan 25 buah kancing merah dan 25 buah kancing putih ke dalam beacker glass
yang berlubang.
3. Menyiapkan 25 buah kancing merah dan 25 buah kancing putih ke dalam beacker galss
yang bertombol.
4. Mengocok atau mencampurkan kedua macam gamet tadi (merah dan putih) jantan
maupun betina pada masing-masing beacker glass.
5. Mengaduk sampai seluruh kancing benar-benar tercampur pada masing-masing beacker
glass.
6. Mengambil kancing pada masing-masing beacker glass tersebut tanpa melihat dengan
mata (secara acak) Kemudian memasangkannya satu persatu. 7. Mencatat hasil persilangan ke dalam tabel.
8. Menghitung perbandingan fenotif dan genotifnya.
II. Persilangan dihibrid
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Memasangkan kancing sesuai dengan ketentuan: menyiapkan 25 buah kancing merah dan
25 buah kancing putih ke dalam beacker glass yang berlubang, menyiapkan 25 buah kancing merah dan 25 buah kancing putih ke dalam beacker glass yang bertombol, menyiapkan 25 buah kancing kuning dan 25 buah kancing hijau ke dalam beacker glass yang berlubang, menyiapkan 25 buah kancing kuning dan 25 buah kancing hijau ke dalam beacker glass yang bertombol.
3. Mengaduk ke empat beacker glass tersebut secara merata.
4. Mengambil secara acak sepasang-sepasang dari beacker glass I dengan beacker glass III
dipasangkan bersamaan dengan beacker glass II dan beacker glass IV.
5. Meletakkan 2 pasang kancing yang masing-masing sudah diberi nama sesuai ketentuan.
6. Kancing yang sudah diambil langsung di catat ke dalam tabel pengamatan.
7. Menghitung perbandingan fenotif dan genotifnya.
HASIL PENGAMATAN
A. Persilangan monohibrid
(MM) (mm)
G: M, M x m, m
F: MM, Mm, Mm, mm
Fenotif (genotif) MERAH (M) PUTIH (m)
MERAH (M) MM Mm
PUTIH (m) Mm mm
Data kelompok:
No. Fenotif Genotif Tabulasi Jumlah
1 Merah MM IIIII IIIII IIIII IIIII IIIII 25
2 Merah muda Mm IIIII IIIII IIIII IIIII IIIII IIIII IIIII
IIIII IIIII IIIII
50
3 Putih mm IIIII IIIII IIIII IIIII IIIII 25
Rasio fenotif data kelompok:
Merah : Putih = (25 + 50) : 25 =
75 : 25 = 3 : 1
Rasio genotif data kelompok:
MM : Mm : mm = 1 : 2 : 1
B. Persilangan dihibrid
P: Bulat kuning x Keriput hijau (BBKK) (bbkk)
F1: BbKk x BbKk
Bulat Kuning : Bulat Hijau : Keriput Kuning : Keriput Hijau 27 : 13 : 9 : 1
9 : 4 : 3 : 0
ANALISIS DATA
Pada persilangan ini berlaku hukum mendel I yang menyatakan bahwa ketika berlangsung pembentukan gamet pada individu heterozigot terjadi perpisahan alel secara bebas sehingga setiap gamet hanya menerima sebuah gen saja. Oleh karena itu, setiap gamet mengandung salah satu alel yang dikandung sel induknya.Peristiwa ini dikenal dengan Persilangan Monohibrid yang dikenal pula dengan hukum segregasi. Persilangan ini menggunakan satu sifat beda.Dengan menggunakan kancing genetik warna merah dilambangkan dengan (M) dan warna putih dilambangkan dengan (m), pada keturunan satu (F1) perkawinan dari keduanya merupakan gabungan dari kedua gen (Mm) yang dalam fenotifnya bentuk tetap bulat (percampuran kancing merah dan kancing putih). Sedangkan pada keturunan F2 mulai tampak berlakunya hukum segregasi yaitu pemisahan secara bebas gen sealel. Pada percobaan ini, persilangan antara keturunan F1 didapatkan perbandingan genotifnya dari MM : Mm : mm adalah 25 : 50 : 25 sehingga perbandingan fenotifnya adalah 75 : 25.
Perbandingan ini sesuai dengan hukum Mendel I atau hukum segregasi dimana pada persilangan antar keturunan F1 tampak bahwa perbandingan hasil perkawinan antar faktor dominan dan resesif pada genotifnya adalah 1 : 2 : 1 dan perbandingan fenotifnya adalah 3 : 1.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan mengenai hukum Mendel I atau persilangan monohibrid yang diambil secara acak berdasarkan data di atas jelas sesuai dengan hukum Mendel. Dan jika kita menuliskan persilangannya juga akan sesuai dengan hukum Mendel tersebut, yaitu:
P: ♀MM >< ♂ mm (Merah) ↓ (Putih) F1: Mm (Merah)
F1>< F1: ♀ Mm >< ♂ Mm (Merah) ↓ (Merah)
F2:
Fenotif (genotif) MERAH (M) PUTIH (m)
MERAH (M) MM Mm
PUTIH (m) Mm mm
Jadi berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, didapatkan hasil persilangan dengan perbandingan yaitu sebagai berikut:
- Rasio Genotifnya = MM : Mm : mm
25 : 50 : 25 → 1 : 2 : 1 - Rasio Fenotifnya = Merah : Putih
75 : 25 → 3 : 1
II. Persilangan dihibrid
Hukum Mendel II dikenal pula dengan hukum asortasi atau hukum berpasangan secara bebas. Menurut hukum ini, setiap gen/sifat dapat berpasangan secara bebas dengan gen atau sifat lain. Meskipun demikian, gen untuk satu sifat tidak berpengaruh pada gen untuk sifat lain yang bukan termasuk alelnya. Hukum Mendel II ini dapat dijelaskan melalui persilangan dihibrid, yaitu persilangan dengan dua sifat beda, dengan dua alel berbeda dan memiliki perbandingan 9 : 3: 3 : 1.
Pada percobaan yang dilakukan dengan persilangan dihibrid dengan menggunakan 2 sifat beda yaitu kancing genetik warna merah dengan gamet (BB) bersifat dominan bulat terhadap kancing genetik warna putih, dan yang bersifat resesif keriput dengan gamet (bb). Serta dengan kancing genetik warna kuning dengan gamet (KK) yang bersifat dominan warna kuning terhadap warna hijau resesif dengan gamet (kk). Pada parentalnya memiliki sifat fenotif bentuk bulat berwarna kuning (BBKK) yang dominan terhadap parental lainnya yang memiliki fenotif bentuk keriput berwarna hijau (bbkk). Diagram persilangannya sebagai berikut :
(Bulat Kuning) ↓ (Keriput Hijau)
F1: BbKk (Bulat Kuning)
F1>< F1: ♀ BbKk >< ♂ BbKk (Bulat Kuning) ↓ (Bulat Kuning)
Gamet: BK, Bk, bK, bk
F2:
Fenotif (genotif) Bulat Kuning
(BK)
Bulat Hijau (Bk)
Keriput Kuning (bK)
Keriput Hijau (bk)
Bulat Kuning (BK) BBKK BBKk BbKK BbKk
Bulat Hijau (Bk) BBKk BBkk BbKk Bbkk
Keriput Kuning (bK) BbKK BbKk BbKK BbKk
Keriput Hijau (bk) BbKk Bbkk bbKk bbkk
semuanya mempengaruhi bagian sama dari suatu organisme. Dan dalam hal ini adalah bentuk Bulat Kuning dan Keriput Hijau.
VI. KESIMPULAN
1. Hasil yang diperoleh dari persilangan monohibrid sesuai dengan bunyi Hukum Mendel I.
2. Hasil yng diperoleh dari persilangan dihibrid sesuai dengan bunyi hokum Mendel II.
Namun, hasil persilangan tidaklah selalu sesuai dengan apa yang ditetapkan oleh hukum Mendel, karena dalam persilangan dilakukan pembulatan dalam penjumlahan.
3. Hukum Mendel memang nyata dan penyimpangan yang terjadi bukanlah penyimpangan
yang nyata melainkan penyimpangan yang semu karena masih mengikuti hukum Mendel.
VII. DAFTAR PUSTAKA
- Tjien, Kiaw. 1991. Genetika Dasar Jurusan Biologi. Bandung: ITB.
- Halang, Bund dan Muhammad Zaini. 2012. Penuntun Praktikum Genetika. Jurusan