• Tidak ada hasil yang ditemukan

LEGAL OPINION KASUS PENCEMARAN LIMBAH PT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LEGAL OPINION KASUS PENCEMARAN LIMBAH PT"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

KASUS PENCEMARAN LIMBAH PT INDUSTRI GULA GLENMORE DI BANYUWANGI JAWA TIMUR

LEGAL OPINION

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Lingkungan Yang diampu oleh: Ridwan Arifin, S.H., Ll.M

Oleh:

Winarti 8111416169

ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2017

(2)

A. Kasus Posisi

Limbah dari PT Industri Gula Glenmore mencemari sungai Glenmore yang mengalir ke pesisir selatan Banyuwangi, Jawa Timur. Limbah tersebut menyebabkan ribuan ikan mati dan gatal-gatal pada warga. Selain itu warga sekitar juga menjadi kesulitan memperoleh air besrih untuk kegiatan sehari-hari seperti mencuci. Kondisi di sepanjang sungai Glenmore dari Dam Karangdoro hingga Jajag terlihat kecoklatan dan ditemukan buih atau busa air yang menandakan bahwa air sungai tersebut telah tercemar. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Banyuwangi, Husni Chotimah sudah mengambil sempel di 4 (empat) lokasi di sepanjang sungai Glenmore. Dan hasilnya ditemukan sejumlah komponen yang konsentrasinya melebihi baku mutu yang telah ditetapkan.

Berdasarkan data dari Kepala Dinas Lingkungan Hidup Banyuwangi kandungan BOD (Biological Oxygen Demand) mencapai 10,78 miligram (mg) per liter melebihi baku mutu yang telah ditetapkan yaitu 6 mg per liter. Sedangkan kandungan kloridan bebas mencapai 0,31 mg per liter atau melebihi batas baku mutu yaitu 0,03 mg per liter.

Direktur dari PT IGG tersebut, Ade Prasetyo telah mengakui bahwa ada limpahan air olahan limbah dan air limbah. Hal ini dikarenakan telah terjadi kerusakan di IPAL (Instalasi Pengolah Air Limbah), sehingga sebagian limbah ada yang masuk ke sungai dan membuat sungai tersebut menjadi tercemar. Atas peristiwa tersebut Pemerintah Banyuwangi memerintahkan PT Iindustri Gula Glenmore untuk tidak beroperasi beberapa hari.

B. Isu Hukum

Berdasarkan uraian kasus diatas dapat dikatakan bahwa PT Industri Gula Glenmore telah melakukan tindak pidana lingkungan hidup dengan melanggar baku mutu air yang menyebabkan terjadinya pencemaran di sepanjang sungai Glenmore dan menyebabkan kerugian bagi masyarakat atau warga sekitar diantaranya menjadi susah memperoleh air bersih dan mengganggu kesehatan karena banyak warga yang gatal-gatal serta banyak juga ikan yang mati.

Sehingga PT Industri Gula Glenmore dapat dituntut atas kasus pencemaran lingkungan hidup karena melanggar baku mutu air limbah dan karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu air sehingga menyebabkan orang lain luka dan/atau bahaya kesehatan serta wajib membayar ganti rugi atas perbuatan yang melanggar hukum berupa pencemaran lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain.

C. Fakta Hukum

(3)

2. Data Kepala Dinas Lingkungan Hidup Banyuwangi menyatakan bahwa kandungan BOD (Biological Oxygen Demand) mencapai 10,78 mg per liter melebihi baku mutu air yang ditetapkan dan klorida bebas mencapai 0,3 atau melebihi batas baku mutu 0,03 mg per liter.

3. Direktur PT Industri Gula Glenmore mengakui ada limpahan olahan limbah dan air limbah karena terjadi kerusakan di IPAL (Instalasi Pengolah Air Limbah).

4. Karena kasus tersebut PT Induatri Gula Glenmore untuk sementara waktu ditutup atau dilarang beroperasi oleh pemerintah kota Banyuwangi guna menindaklanjuti kasus pencemaran limbah tersebut.

D. Konsep Hukum

Kasus diatas melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengolahan Lingkungan Hidup terutama yang mengatur mengenai masalah pencemaran limbah dan baku mutu lingkungan hidup.

Pasal-pasal yang terkait mengenai kasus tersebut adalah pasal 60 mengenai dumping limbah, pasal 69 mengenai larangan bagi setiap orang untuk melakukan perbuatan yang mengakibattkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, pasal 87 mengenai kewajiban membayar ganti kerugian atas perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran lingkungan, pasal 88 mengenai tanggung jawab mutla atas kerugian yang terjadi akibat menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup, pasal 99 mengenai sanksi terhadap kelalaian yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu air dan menggakibatkan orang lain luka atau bahaya kesehatan, pasal 100 mengenai sanksi melanggar baku mutu air limbah, pasal 104 mengenai sanksi terhadap orang yang melakukan dumping limbah ke media lingkungan hidup tanpa izin, dan pasal 116 mengenai siapa yang bertanggung jawab apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, dan atas nama badan usaha, serta pasal 76 mengenai sanksi administrasi dari pelanggaran izin lingkungan hidup.

E. Analisis Hukum

Berdasarkan uraian diatas dapt dikatakan bahwa PT Industri Gula Glenmore telah melakukan tindak pidana lingkungan hidup dengan melanggar baku mutu air limbah sehingga terjadi pencemaran limbah di sungai Glenmore. Sebagaimana ditetapkan dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 69 ayat (1) sub a :

Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusaan lingkungan hidup.

Sementara itu pengertian dari pencemaran lingkungan hidup menurut Pasal 1 angka 14 UU-PPLH adalah:

(4)

manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

Dalam pasal ini terdapat 3 syarat yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan melakukan pencemaran lingkungan. Syarat pertama, harus masuk atau dimasukkannya makluh hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain kedalan lingkungan hidup. Syarat kedua, kegiatan tersebut dilakukan oleh manusia. Dan syarat ketiga, kegiatan tersebut melampaui baku mutu lingkungan hidup yang ditetapkan.

Dalam kasus ini syarat pertama telah dipenuhi bahwa Direktur PT Industri Gula Glenmore mengatakan memang telah terjadi limpahan air olahan limbah dan air limbah dikarenakan kerusakan di IPAL sehingga limbah yang seharusnya diolah terlebih dahulu melalui IPAL malah masuk ke sungai. Syarat kedua juga terpenuhi karena kegiatan tersebut dilakukan oleh sebuah perusahaan, yaitu PT Industri Gula Glenmore dan syarat ketiga juga terpenuhi karena setelah dilakukan uji data oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup Banyuwangi ditemukan sejumlah komponen yang konsentrasinya melampaui baku mutu yang telah ditetapkan. Dimana kandungan BOD (Biological Oxygen Deman) mencapai 10,78 mg per liter melebihi baku mutu yang telah ditetapkan yaitu 6 mg per liter. Sedangkan kandungan klorida bebas mencapai 0,3 mg per liter atau melebihi batas baku mutu yaitu 0,03 mg per liter.

Ketentuan pidana terhadap pencemaran lingkungan diatur dala Pasal 100 ayat (1) UU-PPLH :

setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atu baku mutu gangguan dipidana, dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahum dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Berdasarkan Pasal 100 terdapat satu syarat bahwa seseorang dapat dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak 3 miliar apabila melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu gangguan yang telah ditetapkan.

Berdasarkan data yang disampaikan oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup bahwa sejumlah komponen konsenttrasinya melebihi baku mutu yang telah ditetapkan telah ditemuka disepanjang sungai Glenmore yang diakibatkan oleh limbah dari PT Industri Gula Glenmore. Sehingga PT Industri Gula Glenmore dapat dipenjara karena telah melangar baku mutu air limbah yang telah ditetapkan. Dimana kandungan BOD (Biological Oxygen Demand) mencapai 10,78 mg per liter melebihi baku mutu yang telah ditetapkan yaitu 6 mg per liter. Sedangkan kandungan klorida bebas mencapai 0,3 mg per liter atau melebihi batas baku mutu yaitu 0,03 mg per liter.

Pengertian mengenai baku mutu lingkungan hidup diatur dalam pasal 1 angka 13 UU-PPLH yaitu :

(5)

Artinya baku mutu lingkungan hidup merupakan batasan pada komponen yang ada pada unsur pencemar yang keberadaannya dibatasi atau ditenggang dalam sumber daya tertentu sebagai unsur lingkkungan hidup. Sehingga baku mutu lingkungan hidup tidak boleh terlalu tinggi arena dapat menyebabkan kerusakan lingkungan.

Menurut pasal 116 ayat (1) UU-PPLH menyatakan bahwa:

Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada:

a. badan usaha; dan/atau

b. orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai pimpinan kegiatan dalam tindak pidana tersebut.

Syarat dalam pasal 116 adalah tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha. Sehingga tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan pada badan usaha dan/atau orang yang memberi perintah atau orang yang bertindak sebagai pimpinan kegiatan dalam tindak pidana tersebut. Dalam kasus PT Industri Gula Glenmore ini syaratnya telah terpenuhi yaitu tindak pidana dilakukan oleh, untuk dan atas nama badan usaha yaitu PT Industri Gula Glenmore dimana Ade Prasetyo selaku Direktur dari PT Industri Gula Glenmore tersebut. Maka apabila PT Indiustri Gula Glenmore dituntut maka yang dapat dijatuhi sanksi pidaa adalah Ade Prasetyo selaku Direktur.

Kemudian menurut pasal 99 UU-PPLH menyatakan:

(1) setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

(2) apabila perbuatan sebagaimana dimakaud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).

(6)

pencemaran air tersebut dan ribuan ikan mati serta air sungai menjadi kecoklatan dan terdapat buih atau busa air yang menjadi tanda bahwa sungai tersebut telah tercemar. Hal ini dapat membahayakan kesehatan masyarakat atupun warga yang tinggal disekita lokasi

Menurut pasal 87 ayat (1) UU-PPLLH menyatakan:

Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu. Berdasarkan pasal tersebut syarat yang dapat bertanggung jawab untuk membayar ganti rugi adalah kegiatan yang melanggar hukum berupa pencemaran lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain. Dalam kasus PT Industri Gula Glenmore, masyarakat atau warga yang tinggal dekat dengan sungai Glenmore mengalami banyak kerugian diantaranya tidak ada air bersih untuk kegiatan sehari-hari seperti mencuci, mandi dan lain sebagainya yang diakibat oleh pencemaran limbah tersebut dimana air sungai menjadi kecoklatan dan terdapat buih atau busa air. Akibat lainnya dari pencemaran limbah tersebut yaitu banyaknya warga yang mengalami gatal-gatal dan matinya ribuan ikan di sungai tersebut. Oleh karena itu wajib bagi pihak PT Industri Gula Glenmore untuk memerikan gantu rugi dan/atau melakukan tindan tertentu untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya kepada masyarakat setempat yang telah banyak mengalami kerugian akibat kasus pencemaran limbah tersebut.

Selanjutnya berdasarkan pasal 88 UU-PPLH menyatakan bahwa:

Setiap orang yang tindaannya, usahannya, dan/atau kegiatan menggunakan B3 (bahan berbahaya dan beracun), menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.

Akibat hukum dari pasal 88 ini yaitu tanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan. Sedangkan syarat-syaratnya yaitu, pertama tindakan, usaha dan/atau kegiatan menggunakan B3. Kedua, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3 dan yang ketingga menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup.

(7)

sangat berbahaya bagi lingkungan hidup. Oleh sebab itu tanggung jawab terhadap kegiatan yang menggunakan dan mengelola limbah B3 dan yang menimbulkan ancaman bagi lingkungan hidup tidak perlu pembuktian unsur kesalahan atau dengan kata lain merupakan tanggung jawab mutlak.

Berikutnya menurut pasal 60 UU-PPLH menyatakan bahwa:

Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin.

Dalam pasal I ni memberitahuakan bahwa siapapun dilarang untul melakukan dumping limbah ke media lingkungan karena dapat menyebabkan kerusakan lingkungan lecuali dengan izin. Pengertian dumping itu sendiri juga terdapat dalam UU-PPLH yaitu pada pasal 1 angka 24 menyatakan:

Dumping (pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu. Dari pengertian dumping menurut pasal 1 angka 24 tersebut dapat dikatakan bahwa pembuangan dalam arti dumping tidak dilakukan melalui saluran pembuangan air limbah, tetapi melalui kemasan kemudian diangkut dan dibuang ke dalam media lingkungan, misalnya tanah atau laut. Sedangkan dalam PP No. 82 Tahun 2001 memberikan pengertian yqng berbeda mengenai dumping ini. Menurut PP ini pembuangan air limbah dilakukan melalui saluran pembuangan yang kemudian masuk ke sungai, danau, atau ke atas tanah.

Dalam dijelaskan dalam pasal 60 UU-PPLH bahwa dumping hanya dapat dilakukan apabila telah memperoleh izin. Yang dapat mengeluarkan izin mengenai dumping ini lebih lanjut diatur dalam pasal 61 ayat (1) UU-PPLH yaitu:

Dumping sebagaimana dimaksud dalam pasal 60 hany dapat dilakukan dengan izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

Artinya tidak sembaranggan dalam memperoleh izin dumping ini karena izin hanya diberikan oleh pejabat yang berwenang. Selain itu dumping juga hanya dapat dilakukan di lokasi tertentu yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Jadi tidak boleh sembarangam dam melakukan dumping (pembuangan) agar tidak merusak lingkungan hidup.

Sanksi pidana apabila melakukan dumping tanpa izin diatur lebih lanjut dalam pasal 104 UU-PPLH sebagai berikut:

setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 60, dipidana dengan penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

(8)

tiga miliar rupiah adalah orang yang melakukan dumping limbah ke media lingkungan hidup tanpa izin dari pihak yang berwenang. PT Industri Gula Glenmore seperti dalam kasus diatas dapat dikatakan tidak memiliki izin dalam melakukan dumping (pembuangan) karena telah diakui sendiri oleh Ade Prasetyo selaku Direktur dari PT Industri Gula Glenmore tersebut. Beliau mengatakan bahwa memang benar ada limpahan dari air olahan limbah dan air limbah dikarenakan kerusaan IPAL sehingga sebagian limbah masuk ke sungai. Apabila ingin membuang limbah hasil olahan ke sungai itu memerlukan izin dari pemerintah setempat atau pihak yang mempunyai wewenang untuk itu. Tapi karena kelalaian dari pihak pengelola PT Industri Gula Glenmore limbah yang seharuanya diolah dahulu melalui IPAL malah masuk sungai yang menyebabkan sungai disekitar lokasi menjadi tercemar dan merusak lingkungan hidup.

F. Kesimpulan

Berdasarkan analisis hukum terhadap kasus pencemaran limbah yang dilakukan oleh PT Industri Gula Glenmore diatas dapat disimpulkan bahwa PT Industri Gula Glenmore tela melakukan tindak pidana pencemaran lingkungan hidup. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan analisis hukum diatas bahwa PT Industri Gula Glenmore telah melanggar pasal 69 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengwlolaan Lingkungan Hidup. Dimana dalam pasal tersebit dikatakan bahwa ssetiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, membuang limbah ke media lingkungan hidup, membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup. Selain itu juga melanggar pasal 60 dimana setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup.

PT Industri Gula Glenmore diketahui telah membuang air olahahan limbah dan air limbah ke sungai Glenmore dikarenakan terjadi kerusakan di IPAL sehingga air limbah yang seharisnya sebelum dibuang ke media lingkungan diolah terlebih dahulu melalui IPAL suapaa ramah lingkungan justru langsung dibuang ke sungai karena terjadi kerusakan pada IPAL. Sehingga akibat di pencemaran limbah tersebut air sungai di sekitar lokasi mengalai pencemaran dengan ditandai warna airnya yang berubah menjadi kecoklatan dan ditemukan buih atau busa air. Selain itu ada ribuan ikan yang mati dan terjadi gatal-gatal pada wara sekitar akibat menggunakan air sungai tersebut.

(9)

DAFTAR RUJUKAN

Rahmadi, Takdir, Hukum Lingkungan di Indonesia, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2014

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), LN No. 140 Tahun 2009, TLN No. 5059.

Referensi

Dokumen terkait

Para partisipan menyatakan bahwa pengelolaan isu pencemaran limbah dilakukan oleh komite lingkungan yang dipimpin langsung oleh Mill Head.. Anggotanya terdiri dari

PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN AKIBAT LIMBAH INDUSTRI BATIK DI KOTA SURAKARTA.. (STUDI KASUS KAMPUNG BATIK LAWEYAN DAN KAMPUNG

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah Pasal 16 Setiap usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) wajib melakukan pemantauan

Pasal 116 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang berbunyi, “Setiap orang yang melakukan dumping limbah

a. Setiap orang mempunyai hak yang sama atas kualitas air yang baik. Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan informasi mengenai status mutu air

Faktor penghambat yang dihadapi dalam penyelesaian terhadap kasus pencemaran limbah pabrik tekstil ini dikarenakan pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup terkait

Mereka telah melanggar ketentuan-ketentuan tentang larangan insider trading yang terdapat pada pasal 95 UUPM dan fakta-fakta material yang relevan dari kronologis kasus PT

NUNUNG SAFITRI, Estimasi marginal Abatement Cost (MAC) Limbah Cair Industri Farmasi (Studi Kasus: PT. Prafa, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor).. Dibawah bimbingan