Legal Opinion Kasus Pencemaran Sungai Gede di
Jepara Oleh Limbah Industri Sekitar
Mohammad Arinal Huda 8111416103
Pendahuluan
Jepara merupakan salah satu kabupaten di jawa tengah, kabupaten yang bisa dibilang mempunyai banyak destinasi wisatanya ini baik secara alami maupun buatan memang sudah dikenali oleh warga atau masyarakat dijawa tengah bahkan di Indonesia. Tidak ketinggalan yaitu Sungai Gede, sungai yang terletak di Desa Karangandu, Pecangaan jepara ini adalah salah satu sungai yang menjadi kegiatan keseharian dari masyarakat jepara itu sendiri (Mandi, Mencuci, Dll). Namun sungai yang menjadi tempat aktivitas keseharian masyarakat itu kini telah tercemar, Sungai Kaligede dan sumur warga di Desa Karangrandu, Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah (Jateng), berwarna hitam pekat dan mengeluarkan bau tak sedap. Penyebabnya diduga kuat karena imbas dari pembuangan limbah industri besar maupun usaha rumahan yang ada di kawasan sekitar. Perubahan air sungai dan sumur warga itu terjadi secara bertahap. Namun kondisinya benar-benar parah dalam dua bulan terakhir ini sehingga membuat warga Karangrandu resah. Pasalnya, warga setempat mengandalkan air sumur untuk kebutuhan minum, mandi, mencuci dan lain sebagainya. Sementara air sungai digunakan untuk irigasi pertanian. Apalagi kawasan Desa Karangrandu termasuk lumbung pangan di Kabupaten Jepara. Berbagai kalangan pun menaruh simpati atas kondisi memprihatinkan tersebut. Mulai dari anggota DPR RI Abdul Wachid, anggota DPRD Jateng Wasiman, anggota DPRD Jepara Harmoko, Bupati dan Wakil Bupati Jepara Ahmad Marzuqi – Dian Kristiandi, serta Sekda Jepara Sholih. Mereka memantau langsung kondisi Kaligede yang berwarna hitam pekat dan berbau menyengat, Sabtu (19/8/2017) siang. Abdul Wachid mengaku prihatin dengan kondisi sungai tersebut. Karena selama ini Kaligede sudah menjadi sumber kehidupan warga setempat, sekaligus irigasi pertanian. “Kalau melihat fisik air sungai kemungkinan besar memang tercemar limbah. Tapi untuk memastikan penyebabnya, kami ambil sampelnya. Nanti kami uji di Sucofindo Semarang,”
kata Abdul Wachid.
ini, ungkap dia, warga terpaksa masih menggunakan air yang tercemar untuk mandi dan mencuci. Sedangkan untuk konsumsi harus membeli air bersih seharga Rp7.000 per jeriken. Dalam sehari, warga membutuhkan setidaknya dua jeriken. “Jelas itu memberatkan. Kami berharap pemerintah setempat dapat segera menangani persoalan ini karena warga mulai gatal-gatal mandi pakai air tercemar,” pungkasnya. Wakil Ketua DPRD Jepara, Purwanto menyatakan pihaknya akan memanggil berbagai elemen terkait persoalan ini. Baik dari kalangan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jepara, warga, hingga PT Jialee yang diduga kuat membuang limbahnya hingga menyebabkan perubahan warna air sungai dan sumur warga. “Rencananya pekan depan. Hasil uji laboratorium sampel air sungai dari berbagai pihak juga akan kami
jadikan patokan,” ujarnya.
Sementara itu, Bupati Jepara Ahmad Marzuqi menegaskan pihaknya sudah menginstruksikan jajaran untuk segera mengambil tindakan mengatasi persoalan ini. Selain itu, alat berat juga diterjunkan ke lokasi untuk mempercepat pengaliran air sungai ke laut. Dinas Lingkungan Hidup Jepara juga sudah mengambil sampel air yang diduga tercemar. “Jika tak ada aral melintang, awal pekan depan sudah ada hasil dari uji laboratorium tersebut. Yang pasti pemerintah sudah bertindak. Kalau memang ada yang tak benar, pasti kami luruskan sesuai aturan,” katanya.1
Kepala Seksi Perencanaan dan Kajian Dampak Lingkungan DLH Jepara, M Ikhsan, mengatakan petugas mengambil sampel air dari tiga lokasi di Sungai Gede. Pencemaran terindikasi berkaitan dengan limbah pabrik di kawasan sungai.
"Jadi hasil uji laboratorium air sungai Gede memang terbukti tercemar namun kategorinya ringan," kata Ikhsan dalam keterangan persnya di Jepara, Senin 21
Agustus 2017.
Petugas, lanjut Ikhsan, mengambil sampel di area hulu yang berdekatan dengan pabrik tekstil Jiale, kawasan di sekitar pembuangan limbah pabrik tahu, dan bendungan Karangrandu. Petugas mengecek beberapa senyawa dalam sungai. "Seperti fenol, Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD),” ungkap Ikhsan. Hasil pemeriksaan berbeda-beda. Sampel di kawasan hulu mengandung senyawa fenol sebanyak 300 mg/liter. Sedangkan standarnya yaitu hanya 1 mg/liter. "Fenol adalah limbah yang berasal dari industri tekstil. Sedangkan kadar COD pada sampel yaitu 61 mg/liter. Idealnya ambang batasnya yaitu 50 mg/liter," lanjut Ikhsan. Sampel yang diambil dari lokasi pembuangan limbah pabrik tahu menunjukkan kadar fenol sebesar 290 mg/liter dan COD sebesar 1.120 mg/liter. Menurut Ikhsan, kandungan itu bukan hanya berasal dari limbah pabrik tahu, tapi juga sampah dan limbah rumah tangga. Lalu, kadar fenol di bendungan Karangrandu yaitu 290 mg/liter dan COD 58 mg/liter. “COD bisa terurai (hilang) dengan sendirinya apabila cukup oksigen, aliran air lancar, dan luas sungai. Sementara saat musim kemarau seperti saat ini aliran air sungai kecil,” beber Ikhsan. Bupati Jepara Ahmad Marzuqi mengatakan akan menindak hasil uji laboratorium itu. Ia meminta pejabat terkait mengevaluasi instalasi pengolahan air limbah (IPAL) di industri
sekitar aliran Sungai Gede. “Kalau memang Ipalnya sudah tidak mencukupi ya, ditambah,” tandas Marzuqi. Pekan lalu, warga Desa Karangrandu mengeluhkan air sungai keruh dan hitam. Warga biasanya menggunakan air Sungai Gede
untuk mandi dan mencuci.
Namun sebulan belakangan, air sungai hitam. Warga yang bergantung pada aliran sungai terserang penyakit gatal-gatal.2 Begitulah dampak dari
pencemaran sungai gede yang menyebabkan penyakit gatal-gatal pada masyarakat sekitar, bagi saya seberapa berat atau ringannya pencemaran itu, yang namanya pencemaran ya tetap dianggap pencemaran. Dan apapun resiko atau akibat hukum dari pencemaran itu sendiri harus siap diterima bagi para pelaku pencemaran sungai gede oleh limbah industri sebagai konsekuensi dari apa yang telah diperbuat. Dalam hukum lingkungan sendiri juga berkaitan dengan hukum pidana, maka hukum lingkungan atas kasus pencemaran sungai gede tersebut juga akan berkaitan dengan hukum pidana mengenai kasus pencemaran yang menyebabkan resah masyarakat hingga menyebabkan penyakit gatal-gatal.
Analisis Peraturan Hukum
Adapun dasar hukum yang dipakai dalam kasus tersebut tidaklah jauh dari Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup serta mengenai hukum pidana yang berlaku.
Pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup dapat kita lihat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yaitu sebagai berikut :
a. Pasal 1 ayat 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang berbunyi : “Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukannya makhluk hidup, zat , energy dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan”.
b. Pasal 67 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang berbunyi : “Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup”.
c. Pasal 68 huruf (b) dan huruf (c) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang berbunyi :
“Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban :
2 http://jateng.metrotvnews.com/peristiwa/4KZELLpk-dinas-lingkungan-hidup-jepara-nyatakan-sungai-gede-tercemar
b . menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup;
c . menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau criteria baku kerusakan lingkungan hidup.
d. Pasal 69 ayat 1 huruf (a), huruf (e), dan huruf (f) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dinyatakan :
“Setiap orang dilarang :
a. melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran adan/atau perusakan lingkungan hidup;
e. membuang limbah ke media lingkungan hidup;
f. membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup;
Pencemaran ini telah menghilangkan hak masyarakat Sungai Gede Jepara atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Karena mereka adalah korban yang merasakan dampak langsung pencemaran ini. Ketentuan hak mereka ini dapat kita lihat dalam Pasal 65 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang berbunyi :
“Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia”
e. Pasal 60 jo. Pasal 104 UU PPLH:
Pasal 60 berbunyi : “Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin.”
Pasal 104 berbunyi : “Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).3
Hak masyarakat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat ini dapat pula kita lihat dalam Pasal 9 ayat 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang berbunyi : “Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.”4
Selain itu, hak masyarakat atas suatu kondisi kesehatan yang baik dapat pula kita lihat dalam Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya Pasal 12 :
3 Undang-undang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup nomor 32 tahun 2009
1. Negara Pihak dalam Kovenan ini mengakui hak setiap orang untuk menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai atas kesehatan fisik dan mental.
2. Langkah-langkah yang akan diambil oleh Negara Pihak pada Kovenan ini guna mencapai perwujudan hak ini sepenuhnya, harus meliputi hal-hal yang diperlukan untuk mengupayakan:
a) Ketentuan-ketentuan untuk pengurangan tingkat kelahiran-mati dan kematian anak serta perkembangan anak yang sehat;
b) Perbaikan semua aspek kesehatan lingkungan dan industri;
c) Pencegahan, pengobatan dan pengendalian segala penyakit menular, dalam pasal 98 ayat 1 dan 2 UUPLH yang berbunyi :
Pasal 98 ayat 1
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 98 ayat 2
Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
Dari pasal diatas diperlukan akibat hukum dan syarat hukum sebagai berikut
Akibat hukum (AH) : Pelaku pencemaran sungai gede di jepara telah melakukan pencemaran sungai gede yang menyebabkan dilampauinya baku mutu air dan menyebabkan penyakit gatal pada masyarakat sekitar.
Syarat 1 (S1) : Pelaku pencemaran sungai gede secara sengaja melakukan pencemaran dengan membuang limbah industri ke sungai, maka Terpenuhi syarat 1 dengan ancaman pidana pada pasal 98 ayat 1 dengan pidana penjara maksimum 10 tahun dan denda maksimum 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah)
Syarat 2 (S2) : Pelaku pencemaran sungai gede telah melakukan tindakan pencemaran sungai yang menyebabkan masyarakat sekitar terjangkit penyakit
gatal, dengan demikian Terpenuhi syarat 2 dengan ancaman pidana pada pasal 98 ayat 2 dengan pidana maksimum 12 tahun dan denda maksimum
12.000.000.000 (Dua belas miliar rupiah).
Ancaman piodana pada apsal 98 juga konsekuensi pada pelanggaran pada pasal 67, 68, dan 69 yang telah disebutkan diatas.
Pasal 60 mempunyai ancaman pidana pada pasal 104 UUPLH
Pasal 104
Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Dari pasal 104 maka diperlukan akibat hukum dan syarat hukum sebagai berikut
Akibat hukum (AH) : Pelaku pencemaran sungai gede melakukan pencemaran dengan membuang limbah tanpa izin terkait.
Syarat 1 (S1) : Pelaku pencemaran sungai gede secara sengaja dan tanpa izin melakukan pencemaran hingga menyebabkan resah masyarakat. Syarat 1 terpenuhi karena dalam hal ini sudah jelas bahwa pencemaran dengan pembuangan limbah industri ini tidak mempunyai izin. Maka dalam hal ini dapat dipidana menurut pasal 104 dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak 3.000.000.000 (tiga miliar rupiah).
Pasal 9 ayat 3 Undang-Undang nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia juga mengatur tentang ligkungan hidup, bagaimana hak manusia tentang lingkungan hidup itu diatur, namun dalam pasal ini tidak disebutkan mengenai ancaman pidana itu sendiri.
Akibat hukum dan syarat hukum pasal 9 ayat 3
Akibat hukum : pelaku telah melanggar hak asasi manusia mengenai lingkungan hidup.
Syarat 1 (S1) : pelaku telah melakukan pencemaran sungai gede yang menyebabkan resah warga dan menjadikan warga terjangkit penyakit gatal, maka ini dikategorikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia.
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
https://daerah.sindonews.com/read/1231896/22/sungai-kaligede-dan-sumur-hitam-pekat-warga-karangandu-resah-1503133085
http://jateng.metrotvnews.com/peristiwa/4KZELLpk-dinas-lingkungan-hidup-jepara-nyatakan-sungai-gede-tercemar
Undang-undang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup nomor 32 tahun 2009
Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia.