• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI POTENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI TUNGGAK KAYU di KABUPATEN BOJONEGORO SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "IDENTIFIKASI POTENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI TUNGGAK KAYU di KABUPATEN BOJONEGORO SKRIPSI"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI POTENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN

AGROINDUSTRI TUNGGAK KAYU di KABUPATEN

BOJONEGORO

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Program Studi Agribisnis

Oleh :

Carrine Irawan Kumalasari H 0808015

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)
(3)
(4)

commit to user KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan

hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Identifikasi Potensi

dan Strategi Pengembangan Agroindustri Tunggak Kayu di Kabupaten Bojomegoro”.

Usaha dan upaya untuk melakukan yang terbaik atas setiap kerja menjadikan

akhir dari pelaksanaan penelitian terwujud dalam bentuk penulisan skripsi ini. Skripsi

ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana

Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penyusunan skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh

karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan baik moril maupun materiil

kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Ucapan terima kasih ini penulis tujukan terutama kepada :

1. Allah SWT atas segalanya yang telah diberikan kepada penulis.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS. selaku Dekan Fakultas Pertanian

UNS Surakarta.

3. Bapak Dr. Ir. Mohd. Harisudin, M.Si selaku Ketua Program Studi Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Ibu Nuning Setyowati, SP, M.Sc selaku Ketua Komisi Sarjana Program Studi

Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Dosen

Pembimbing Pendamping Sripsi yang selalu memberikan pengarahan, nasehat,

semangat dan petunjuk.

5. Setyowati,SP, MP. selaku Dosen Pembimbing Utama Skripsi yang dengan kasih

selalu memberikan pengarahan, nasehat, semangat dan petunjuk kepada penulis.

6. Ibu Ir. Rina Uchyani F., MS. selaku selaku Dosen Pembimbing Akademik yang

selalu memberikan bimbingan, arahan serta motivasi kepada penulis.

7. Ibu Wiwit Rahayu, SP., MP Selaku Dosen Penguji Tamu yang berkenan

(5)

8. Bapak/Ibu Dosen serta seluruh staff/karyawan Fakultas Pertanian Universitas

Sebelas Maret Surakarta atas ilmu yang telah diberikan dan bantuannya selama

menempuh perkuliahan di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

9. Badan Pemerintahan Daerah Bojonegoro, Dinas Perindustrian dan Perdagangan

Kabupaten Bojonegoro, Dinas Perhutanan dan Perkebunan, Badan Pusat Statistik

Kabupaten Bojonegoro, serta seluruh Camat dan pegawai kecamatan di

Kabupaten Bojoengoro yang telah memberikan ijin penelitian serta menyediakan

data-data yang diperlukan penulis.

10.Papa dan Mamaku, Drs. H. Budi Irawanto Mpd dan dr. Endah Wahyu Utami

tercinta yang telah memberikan segenap doa, perhatian, dukungan, kasih sayang

dan semangat kepada penulis. Adekku Natasha Devianti, Kakak-kakakku Nila

Puspa, Anang, Ayah Idur yang telah memberikan doa dan semangat kepada

penulis. Alm. Bapakku HT. Samadun yang semasa hidupnya Beliau selalu

memberikan dukungan semangat dan doa terima kasih doanya, demi kesuksesan

penulis.

11.Edy Irawan yang senantiasa selalu mendampingi, memberikan semangat,

motivasi dan doa untuk segera menyelesaikan skripsi.

12.Keluarga Besar di Bojonegoro, Ngawi, Tuban serta semua Om dan Tanteku atas

Doa dan dukungan semangatnya.

13.Sahabat-sahabatku SPARROW Dilla, Nia, Bondan, Rizaldi, Mamad, Grace, Ida,

Sisca, Hapet, Cheng, Safar, Susila, Gita, Nunung, Fitri, Nursam, Gaza, Arfika,

Desy, Yeni, Weny, Deby, Santi, Anggi, Wawan, Yuangga, Iqbal Adi, Iqbal

Zamani, Radit, Wedha, Diandra, Medya, Andini, Andi, Mirza yang telah

memberikan semangat serta doa. Kalian luar biasa!! Jaga selalu kekompakan kita.

14.Sahabat-sahabatku Tami, Puput, Riri, Ifa, Riana, Anind, Aik, Mesty, Nyit-nyit,

Uli, Suryani, Mas Nanda, Mas Nur, Mas Abid, Mas Ragil, Indra, Heri dan

(6)

commit to user

15.Sahabat Sasaeng Dyah Pepe, Anil Sumum, Ayu Abond, Riri Riana, Isni, Resti,

Abid Hercules atas doa dan dukungannya yang selalu setia menemani dalam suka

maupun galau.

16.Keluarga kecilku HERDITA Intan, Lia, Ernha, Tami, Dini, Fitri, Isma atas doa,

semangat serta dukungan selama ini.

17.Teman-teman magang P4S Tulung Karyo Nanda, Tami, Anita, Puput, Mesti,

Aryo, Mayang, Maryati, Dindit yang telah memberi kenangan indah selama

magang.

18. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, terima kasih.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.

Oleh karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun di

kesempatan yang akan datang. Akhirnya Penulis berharap semoga skripsi ini berguna

bagi para pembaca.

Surakarta, 2012

(7)

DAFTAR ISI 9. Peta Rantai Nilai (Value Chain Map) ... C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah ... D. Pembatasan Masalah ... E. Asumsi-asumsi ... F. Definisi Operasional Variabel ...

III.METODE PENELITIAN ... A. Metode Dasar Penelitian ... B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian ... C. Jenis dan Sumber Data ...

(8)

commit to user

1. Identifikasi Peta (Sebaran) Agroindustri Tunggak Kayu di

Kabupaten Bojonegoro ...

2. Identifikasi Potensi Agroindustri Tunggak Kayu di Tingkat

Kecamatan dengan Analisis Metode Perbandingan

Eksponensial (MPE) ...

3. Identifikasi Potensi Agroindustri Tunggak Kayu di Tingkat

Kabupaten dengan Analisis Metode Borda ...

4. Strategi Pengembangan Agroindustri Tunggak Kayu di

Kabupaten Bojonegoro ... 5. Value Chain Map dari Agroindustri Tunggak Kayu di

Kabupaten Bojonegoro ...

IV.KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN ... A. Keadaan Alam ... 2. Keadaan Penduduk Menurut Umur ...

3. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin ...

4. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian ...

C. Keadaan Perekonomian ... 1. Struktur Perekonomian ... 2. Pendapatan Per Kapita ... D. Keadaan Pertanian ...

V. HASIL DAN PEMBAHASAN...

A. Pemetaan Agroindustri Tunggak Kayu di Kabupaten

Bojonegoro ...

B. Posisi Agroindustri Tunggak Kayu di Kabupaten

Bojonegoro...

C. Strategi Pengembangan Agroindustri Tunggak Kayu di

(9)

VI.KESIMPULAN DAN SARAN... A. Kesimpulan ... B. Saran ...

DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN

56

56 56

(10)

commit to user Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2010 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 di Kabupaten Bojonegoro (Milyar/Milliard Rupiah) ...

KPJu Unggulan di Kecamatan Taman, Kota Madiun...

Matriks SWOT ...

Luas Lahan Menurut Pemanfaatannya di Kabupaten Bojonegoro ...

Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Bojonegoro Tahun 2008-2010 ...

Penduduk Kabupaten Bojonegoro menurut Kelompok Umur Tahun 2010 ...

Keadaan Penduduk Kabupaten Bojonegoro Menurut Jenis Kelamin Tahun 2010...

Keadaan Penduduk Kabupaten Bojonegoro Menurut Mata Pencaharian Tahun 2020 ...

Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2010 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 di Kabupaten Bojonegoro (Milyar/Milliard Rupiah) ...

Luas Panen dan Produksi Tanaman Padi dan Palawija

Peringkat Agroindustri Unggulan di Kecamatan

Margomulyo ...

Agroindustri Unggulan Kabupaten Bojonegoro

(11)

Tabel 15.

Tabel 16.

Berdasarkan Analisis Borda ...

Matriks SWOT Agroindustri Tunggak Kayu di Kabupaten Bojonegoro ...

Peta Rantai Nilai Agroindustri Tunggak Kayu di Kabupaten Bojonegoro ...

49

43

51

(12)

commit to user DAFTAR GAMBAR

No

Gambar 1.

Gambar 2.

Gambar 3.

Judul

Value Chain Map Komoditas Pisang di Kabupaten Lumajang. ...

Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian………...

Value Chain Map Agroindustri Tunggak Kayu………….

Halaman

11

18

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No.

Lampiran 1.

Lampiran 2.

Lampiran 3.

Lampiran 4.

Lampiran 5.

Judul

Surat Ijin Penelitian...

Kuesioner Pemetaan dan Strategi

Pengembangan Agroindustri Tunggak

Kayu di Kabupaten Bojonegoro ...

Hasil Analisis MPE ...

Dokumentasi Kegiatan Penelitian ...

Data Usaha Industri Kabupaten Bojonegoro ...

Halaman

59

60

71

87

(14)

commit to user RINGKASAN

Carrine Irawan Kumalasari. H0808015. 2012. Identifikasi Potensi dan

Strategi Pengembangan Agroindustri Tunggak Kayu di Kabupaten Bojonegoro.

Dibimbing oleh Setyowati,SP, MP dan Nuning Setyowati, SP,M.Sc.

Pembangunan nasional merupakan suatu usaha untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara terus menerus, berlandaskan kemampuan nasional dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global. Kabupaten Bojonegoro merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang sedang berupaya untuk membangun perekonomian wilayahnya. Kawasan hutan yang dimiliki oleh Kabupaten Bojonegoro yang tergolong luas

yaitu 14,96 km2 memiliki potensi untuk dikembangkan salah satu

pengembangannya adalah agroindustri tunggak kayu.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peta (sebaran) agroindustri tunggak kayu, mengidentifikasi potensi agroindustri tunggak kayu disetiap kecamatan, mengidentifikasi potensi agroindustri tunggak kayu di tingkat kabupaten, merumuskan strategi pengembangan agroindustri tunggak kayu dan mengidentifikasi peta rantai usaha agroindustri tunggak kayu di Kabupaten Bojonegoro. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif, penentuan lokasi penelitian yaitu secara purposive dengan

mewawancarai responden sebagai teknik pengumpulan data. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Metode Perbandingan Eksponensial

(MPE), Metode Borda, Matriks SWOT, dan Analisis Value Chain Map (Peta

Rantai Nilai).

Hasil analisis dengan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) menunjukkan bahwa peta agroindustri tunggak kayu di Kabupaten Bojonegoro terdapat di 1 kecamatan dari 27 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Bojonegoro, yaitu Kecamatan Margomulyo. Berdasarkan analisis dengan Metode Borda, posisi agroindustri tunggak kayu di tingkat kabupaten yaitu berada pada peringkat kelima. Strategi yang perlu dilakukan untuk mengembangkan agroindustri tunggak kayu dengan menggunakan matriks SWOT yaitu mengembangkan produk dari segi jumlah dan bentuk produk yang akan dipasarkan, ikut bergabung dengan lembaga pinjaman modal yang sudah dibentuk KUB (Kelompok Usaha Bersama), menerapkan hasil pembinaan dan pengembangan industry dari desperindag agar agroindustri berkembang, menjaga

kestabilan produksi untuk memenuhi permintaan pasar dan melakukan promosi

(15)

tunggak kayu menjadi kerajinan, pengrajin, agen lokal dan ekspor sebagai pemasar tunggak kayu.

Saran dari penelitian ini Strategi yang telah dirumuskan bisa dijadikan suatu referensi atau pertimbangan bagi pelaku dan pemilik agroindutri tunggak kayu dalam usaha meningkatkan potensi dari Agroindustri Tunggak Kayu mengingat bahwa Kabupaten Bojonegoro memiliki subsektor kehutanan yang berpotensi bila terus dikembangkan. Sebaiknya dilakukan perluasan usaha dengan menambah jumlah unit usaha agroindustri tunggak kayu di kecamatan lain dengan dilakukannya pelatihan karena bahan baku berupa akar kayu jati tersedia mengingat luasya kawasan hutan di Kabupaten Bojonegoro. Pemilik agroindustri

tunggak kayu perlu memperkuat hubungan dengan stakeholder seperti

pemerintah, lembaga keuangan, maupun LSM agar mampu mengatasi kendala-kendala yang dialami seperti terbatasnya modal.

(16)

commit to user SUMMARY

Carrine Irawan Kumalasari. H0808015. 2012. Potential Identification and Development of Agro-Industry Strategy Tunggak Kayu in Bojonegoro. Guided by Setyowati, SP, MP and Nuning Setyowati, SP, M.Sc.

National development is an attempt to improve the quality of human life and the people of Indonesia are conducted on an ongoing basis, based on the national capacity to harness advances in science and technology and attention to the challenges of global development. Bojonegoro regency is one of regencies in East Java province which has been seeking to build the region's economy. Forest land owned by a relatively broad Bojonegoro ie 14.96 km2 has the potential to develop agro-industries development was one of the agroindustry tunggak kayu.

This study aimed to identify the map (distribution) agroindustry tunggak kayu, identify potential agroindustry tunggak kayu each district, to identify potential agroindustry tunggak kayu at the district level, formulating development strategies and identify agroindustry tunggak kayu chain maps tunggak kayu agroindustry business in Bojonegoro. The basic method used in this research is descriptive method, determining the location of the research by interviewing respondents purposively as data collection techniques. Data analysis method used in this study is comparison of Exponential method (MPE), Borda method, SWOT Matrix and Analysis Value Chain Map (Map Value Chain).

Comparison of the results of the analysis with method exponential (MPE) shows that the map agroindustry tunggak kayu in Bojonegoro contained in one district of 27 districts located in Bojonegoro, the District Margomulyo. Based on the analysis of the Borda method, the position of agroindustry tunggak kayu at the district level which ranks fifth. The strategy needs to be done to develop agroindustry tunggak kayu using SWOT matrix that is developing products in terms of number and shape of the product to be marketed, come join the institution that has been established capital loans KUB (Joint Business Group), applying the results of the training and development industry desperindag that agroindustry grow, maintain stable production to meet market demand and promoting agroindustry products featured stump and continued innovation. Map tunggak kayu agroindustry value chain is composed of three actors, the first is Perhutani as suppliers, and craftsmen as producers who cultivate tunggak into crafts, artisans, local agents and export as marketers tunggak kayu.

(17)
(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan nasional yaitu suatu usaha untuk meningkatkan kualitas

kehidupan manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara terus

menerus, berlandaskan kemampuan nasional dengan memanfaatkan kemajuan

ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan

global. Oleh karena itu, pembangunan daerah merupakan kegiatan yang

berlandaskan pada kemapuan nasional dan berdasarkan perkembangan keadaan

daerah (mencakup daerah kabupaten atau kota, daerah propinsi, masing-masing

sebagai daerah otonom) dan nasional. Setiap pembangunan dilaksanakan

berdasarkan azas pemerataan dan keadilan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi

dan kesejahteraan yang tinggi, membina dan menjaga stabilitas nasional, baik

ekonomi, sosial budaya, politik, maupun keamanan serta menjaga dan

meningkatkan ketahanan nasional pada semua segi kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara (Munji, 2012).

Pertanian merupakan basis perekonomian Indonesia. Mayoritas penduduk

Indonesia, yang sebagian besar tinggal di daerah pedesaan, hingga saat ini masih

menyandarkan mata pencahariannya pada sektor pertanian. Selain menyediakan

kebutuhan pangan bagi penduduk serta menyerap tenaga kerja, sektor pertanian

juga merupakan pemasok bahan baku bagi sektor industri dan menjadi sumber

penghasil devisa (Dumairy, 1997). Pembangunan pertanian merupakan bagian

integral dari pembangunan nasional, karenanya visi dan misi pembangunan

pertanian dirumuskan dalam kerangka dan mengacu pada pencapaian visi dan

misi pembangunan nasional. Visi pembangunan pertanian adalah terwujudnya

pertanian yang modern, tangguh dan efisien menuju masyarakat Indonesia yang

(19)

memanfaatkan sumber daya pertanian secara optimal dan menerapkan teknologi

tepat serta spesifik lokasi dalam rangka membangun pertanian yang berdaya saing

tinggi dan berkelanjutan, dan (2) memberdayakan masyarakat pertanian menuju

wiraswasta agribisnis yang mandiri, maju, dan sejahtera (Prakosa, 2002).

Kabupaten Bojonegoro adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur

yang sedang berupaya untuk membangun perekonomian wilayahnya. Kabupaten

Bojonegoro juga memiliki potensi sektor pertanian yang layak dikembangkan.

Pembangunan wilayah Kabupaten Bojonegoro ditopang oleh sembilan sektor

perekonomian, yaitu sektor pertanian; sektor pertambangan dan penggalian;

sektor industri; sektor listrik, gas dan air bersih; sektor bangunan; sektor

perdagangan; sektor angkutan; sektor bank dan lembaga keuangan lainya; dan

sektor jasa-jasa. Sektor pertanian merupakan sektor yang memberikan kontribusi

terbesar dari tahun 2007 hingga tahun 2010 (BPS Kabupaten Bojonegoro, 2011).

Untuk mengetahui bagaimana kinerja sektor perekonomian di Kabupaten

Bojonegoro dapat digunakan indikator data Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB). Adapun nilai PDRB Kabupaten Bojonegoro dapat dilihat pada tabel

(20)

Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto Menurut lapangan Usaha Tahun 2007-2010 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 di Kabupaten Bojonegoro (Milyar)

Lapangan Usaha 2007 2008 2009 2010

Rata-rata Pertanian 1.828.07 1.901.81 2.032.71 2.148.86 1.977.86

Penggalian 1.800.64 1.450.96 1.808.36 2.317.25 1.844.3

Industri

Hotel dan Restoran 1.152.40 1.156.63 1.218.19 1.311.24 1.209.61

Angkutan dan

Sumber: Bojonegoro Dalam Angka 2011

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa penopang pembangunan

ekonomi daerah di Bojonegoro berasal dari sektor pertanian. Hal ini terlihat dari

peningkatan nilai lapangan usaha sektor pertanian selama tahun 2007-2010

dimana sektor pertanian mempunyai nilai terbesar dibanding sektor perekonomian

lainnya. Tabel 1 menunjukkan produk domestic regional bruto lapangan usaha

pertanian selama kurun waktu empat tahun cenderung meningkat.

Kabupaten Bojonegoro memiliki luas daratan 2.307,06 km2 dengan kawasan

hutan yang luas yaitu 14,96 km2 (BPS Kabupaten Bojonegoro, 2011). Kawasan

(21)

subsektor pertanian yaitu kehutanan juga dimiliki oleh Kabupaten Bojonegoro

terlihat dari ukiran mebel, kerajinan bubut kayu, dan tunggak kayu.

Agroindustri merupakan titik sentral suatu agribisnis. Berbeda dengan bisnis

on farm” proses agroindustri dapat lebih terkontrol dan dapat lebih pasti dalam

proses produksinya. Sebagai penggerak yang berposisi di tengah dalam

agrobisnis, agroindustri merupakan kunci suksesnya agrobisnis. Orientasi pasar

didorong oleh komponen industri, karena komponen ini sangat memegang teguh

target mutu produk akhir yang dikehendaki pasar. Kualitas demikian akhirnya

menjadi tuntutan pasar dan komponen dalam agrobisnis harus dapat memenuhi

standar mutu yang ditentukan dan bisnis ” on farm” harus dapat memproduksi

pada tingkat mutu tinggi (Sadjad, 2001).

Agroindustri Tunggak Kayu merupakan agroindustri dengan produk akhir

adalah kerajinan Tunggak Kayu. Kerajinan Tunggak Kayu banyak diminati

karena memiliki daya tarik tersendiri dan memiliki keunikan dari segi bentuk dan

ukurannya. Tunggak kayu bisa dibentuk menjadi sofa, bola tunggak, tempat buah,

nampan, meja, kursi, almari dengan bentuk yang unik dan ukuran yang beragam.

Bagian pangkal tunggak atau sisa batang biasanya digunakan sebagai sandaran

kursi untuk yang bentuknya tegak biasa digunakan untuk penyekat ruangan.

Kabupaten Bojonegoro merupakan salah satu Kabupaten penghasil

kerajinan Tunggak Kayu selain Kabupaten Lainnya seperti Ngawi dan Blora,

namun tingkat persaingan yang ada mengharuskan Agroindustri Tunggak Kayu

mampu bersaing dengan agroindustri lainnya. Agroindustri tunggak kayu antar

Kabupaten yang juga menghasilkan kerajinan tunggak kayu memiliki keunggulan

masing-masing. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang tepat, terutama dalam

mengembangkan agroindustri Tunggak Kayu agar mampu bersaing dengan

(22)

B. Perumusan Masalah

Agroindustri merupakan sebuah solusi untuk meningkatkan nilai tambah

komoditi pertanian yaitu dengan mengembangkan produk turunan dan komoditi

pertanian yang dimiliki sehingga terwujud pertanian yang lebih modern,

komersial dan memiliki keunggulan kompetitif. Pengembangan agroindustri

diarahkan pada industry yang berbasis sumberdaya lokal dan mampu

memberdayakan ekonomi rakyat.

Agroindustri Tunggak kayu menghasilkan kerajinan yang berbahan baku

akar pohon jati. Agroindustri tunggak kayu merupakan salah satu agroindustri

yang ada di Kabupaten Bojonegoro yang memiliki peluang dan potensi sehingga

masih bisa bertahan hingga sekarang. Bahan baku agroindustri Tunggak kayu

cukup tersedia di wilayah Kabupaten Bojonegoro. Selain tersedia bahan baku,

pelaku agroindustri atau pengerajin juga ada dalam jumlah yang banyak. Banyak

konsumen menginginkan kerajinan-kerajinan dari Tunggak kayu karena memiliki

bentuk yang unik kuat dan tahan lama, konsumen juga dapat memesan sendiri

bentuk sesuai dengan keinginan. Pemasaran produk agroindustri Tunggak kayu

ini sudah tergolong luas karena konsumennya sudah berasal dari luar negeri

seperti Jepang dan Jerman.

Berdasarkan latar belakang dan potensi yang ada tersebut, diperlukan upaya

pemetaan agroindustri yang ada di Kabupaten Bojonegoro sebagai dasar untuk

menentukan perencanaan pengembangan agroindustri dan penentuan agroindustri

unggulan untuk mengetahui prioritas pengembangan agroindustri. Upaya lebih

lanjut adalah dengan merumuskan alternatif strategi pengembangan agroindustri

Tunggak Kayu. Hal ini mengingat agroindustri Tunggak Kayu memiliki

karakteristik yang berbeda yaitu berbahan baku dari akar kayu jati sehingga juga

memiliki kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang berbeda. Agroindustri

Tunggak Kayu selain memiliki banyak kelebihan dan potensi, juga dihadapkan

(23)

teknologi, pemasaran, SDM, dan manajemen. Berdasarkan latar belakang dan

potensi yang ada diatas, maka rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian

ini sebagai berikut :

1. Bagaimana peta (sebaran) agroindustri tunggak kayu di Kabupaten

Bojonegoro ?

2. Bagaimana potensi agroindustri tunggak kayu disetiap kecamatan di

Kabupaten Bojonegoro ?

3. Bagaimana potensi agroindustri tunggak kayu di Kabupaten Bojonegoro ?

4. Bagaimana strategi pengembangan agroindustri tunggak kayu di Kabupaten

Bojonegoro ?

5. Bagaimana peta rantai usaha agroindustri tunggak kayu di Kabupaten

Bojonegoro ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengidentifikasi peta (sebaran) agroindustri tunggak kayu di

Kabupaten Bojonegoro

2. Untuk mengidentifikasi potensi agroindustri tunggak kayu disetiap kecamatan

di Kabupaten Bojonegoro

3. Untuk mengidentifikasi potensi agroindustri tunggak kayu di Kabupaten

Bojonegoro

4. Untuk merumuskan strategi pengembangan agroindustri tunggak kayu di

Kabupaten Bojonegoro

5. Untuk mengidentifikasi peta rantai usaha agroindustri tunggak kayu di

Kabupaten Bojonegoro

D. Kegunaan penelitian

1. Bagi penulis, diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahun terutama

(24)

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas

Sebelas Maret Surakarta

2. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bojonegoro, diharapkan mampu

dijadikan sebagai bahan pertimbangan Pemerintah Daerah dalam mengambil

keputusan terkait dengan kebijakan dalam perencanaan pengembangan

ekonomi daerah khususnya terhadap agroindustri.

3. Bagi pelaku dan pemilik Agroindustri Tunggak Kayu, diharapkan mampu

dijadikan sebagai pertimbangan dalam meningkatkan dan mengembangkan

potensi terhadap agroindustri Tunggak Kayu.

4. Bagi pembaca, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian guna

menambah wawasan dan pengetahuan serta sebagai referensi untuk penelitian

(25)

commit to user

A. Penelitian Terdahulu

Bank Indonesia (2010) melakukan identifikasi potensi daerah di tingkat

kecamatan. Sebagai contoh, berdasarkan analisis Metode Pemeringkatan

Eksponensial (MPE) diketahui hasil identifikasi KPJu Unggulan di Kecamatan

Taman, Kota Madiun sebagai berikut :

Tabel 2. KPJu Unggulan di Kecamatan Taman, Kota Madiun

Sektor KPJu Unggulan Nilai MPE

Pertanian Jeruk 198187,6

Industri Pengolahan Kayu Olahan dan Furniture 30863,51

Perdagangan, Hotel, dan Restoran Warung Makan 31224,86

Angkutan dan Komunikasi Bus Kota 281032,7

Pertambangan dan Penggalian Pasir 46.946

Listrik, Gas, dan Air Bersih - -

Konstruksi dan Bangunan Pemborong, skala kecil 53.554

Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan

Koperasi 1890,917

Jasa-jasa Penjahit 51055,42

Sumber : Bank Indonesia (2010)

Menurut penelitian Bank Indonesia (2009), yang berjudul Baseline

Economic Survey (BLS) di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada Kajian

Ekonomi Regional Triwulan I adalah sebagai berikut :

a) Berdasarkan hasil analisis Metode Perbandingan Eksponensional KPJu

unggulan per sektor di setiap kabupaten/kota, KPJu unggulan per sektor

tingkat provinsi ranking pertama adalah sebagai berikut; usaha budidaya

padi sawah (padi dan palawija), cabe (sayuran), mangga (buah-buahan),

usaha perkebunan kelapa (perkebunan), usaha budidaya sapi (peternakan),

usaha rumput laut (perikanan), penggalian batu pecah (pertambangan),

industri tenun ikat (industri), perdagangan hasil pertanian (perdagangan),

jasa suku cadang kendaraan (jasa-jasa angkutan darat untuk penumpang

(angkutan), dan kolam renang Oeluam (pariwisata).

b) KPJu unggulan lintas sektor di tingkat provinsi merupakan hasil agregasi

(26)

commit to user

setiap kabupaten/kota adalah sebagai berikut, urutan 5 (lima) KPJu dengan

skor terbobot tertinggi Unggulan lintas sektor Provinsi Nusa Tenggara

Timur adalah kegiatan budidaya ternak sapi, budidaya rumput laut,

industri anyaman pandan dan lontar, budidaya ternak babi dan jasa

angkutan penumpang.

Berdasarkan hasil focus group discussion, analisis MPE, Borda dan AHP

diperoleh tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara satu kabupaten/kota

dengan kabupaten/kota lainnya. Perbedaan terjadi hanya pada posisi atau

ranking masing-masing KPJu Unggulan di suatu kabupaten/kota dengan

kabupaten/kota lainnya.

Menurut Rahayu (2007) dalam penelitian yang berjudul “Strategi

Pengembangan Usahatani Salak di Kabupaten Karanganyar” yang bertujuan

untuk mengetahui keragaaan usahatani salak di Kabupaten Karanganyar,

merumuskan alternatif strategi yang dapat diterapkan dalam mengembangkan

usahatani salak di Kabupaten Karanganyar, menentukan prioritas strategi yang

dapat diterapkan dalam mengembangkan Usahatani Salak di Kabupaten

Karanganyar. Dari hasil analisis SWOT diperoleh bahwa kekuatan dalam

mengembangkan usahatani salak yaitu kesuburan tanah dan kondisi

agroklimat yang mendukung usahatani, sedangkan untuk kelemahannya

adalah keterampilan petani masih rendah dalam membudidayakan Usahatani

Salak di Kabupaten Karanganyar. Adanya budaya masyarakat membawa

oleh-oleh merupakan peluang pengembangan usahatani salak tersebut. Sedangkan

tuntutan pembeli terhadap kualitas salak merupakan ancaman bagi

pengembangan Usahatani Salak di Kabupaten Karanganyar. Alternatif strategi

yang dapat diterapkan dalam mengembangkan Usahatani Salak di Kabupaten

Karanganyar yaitu mengembangkan budidaya salak sesuai pendekatan

wilayah dan sentra produksi, meningkatkan hubungan kerjasama antar petani

dalam kelompok tani pada kegiatan budidaya dan pemasaran hasil serta

(27)

commit to user

produksi dan pemasaran.

Berdasarkan penelitian yang berjudul Strategi Pengembangan Agribisnis

Kedelai (Glicyne max L. Merril) di Kabupaten Sukoharjo oleh Handayani

tahun 2007 diperoleh kesimpulan bahwa alternatif strategi yang dapat

diterapkan adalah untuk strategi S-O yaitu mengoptimalkan pemanfaatan

SDA, Saprotan, dan infrastruktur yang didukung pengalaman berusahatani dan

SL untuk meningkatkan produksi dan kualitas kedelai sesuai permintaan

pasar; untuk strategi W-O yaitu memanfaatkan bantuan dana dari pemerintah

untuk modal usaha; untuk strategi S-T yaitu memperbaiki perumusan

implementasi kebijakan terkait bidang pertanian melalui perbaikan

manajemen, pembangunan pertanian; untuk strategi W-T yaitu meningkatkan

kualitas SDM dan kapasitas sumber daya pertanian untuk memperkuat

kelembagaan petani untuk meningkatkan kualitas produksi kedelai.

Penelitian yang dilakukan oleh Wardhani (2011) dengan judul Strategi

Pengembangan Komoditi Pertanian di Kecamatan Baureno Kabupaten

Bojonegoro (Pendekatan Tipologi Klassen, SWOT, QSPM(Quantitative

Strategic Planning Matrix)) menyampaikan strategi pengembangan komoditi

pisang sebagai komoditi prima berdasarkan analisis SWOT terdiri dari 7

alternatif strategi pengembangan, yaitu :

1. Peningkatan diversifikasi produk olahan pisang

2. Pengoptimalan peran PPL untuk meningkatkan kualitas SDM petani

pisang

3. Peningkatan kinerja infrastruktur untuk mendukung pemasaran pisang dan

produk olahan pisang

4. Peningkatan efisiensi usahatani pisang

5. Pembinaan usahatani komoditi pisang

6. Peningkatan manajemen usahatani dan agroindustri pisang

7. Perluasan pangsa pasar pisang dan produk olahan pisang

Berdasarkan penelitian Permana (2011) yang berjudul “Simulasi

(28)

commit to user

yang telah dilakukan. Adapun gambar rantai nilai pisang di Kabupaten

Lumajang bisa dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Value Chain Map Komoditas Pisang di Kabupaten Lumajang.

Berdasarkan hasil studi diketahui bahwa Pisang telah diperlakukan

sesuai dengan Standar Prosedur Operasional (SPO) di sepanjang value chain.

Salah satu hal penting yang menjadikan pisang mas di Lumajang berkualitas

tinggi adalah karena petani pisang di Lumajang sudah lebih maju dari petani

hortikultura lainnya dan telah terkoordinasi ke dalam kelompok-kelompok

petani yang merupakan hasil pembinaan Dinas Pertanian setempat, dengan

adanya Kelompok Tani tersebut maka pisang yang baru dipanen oleh petani

individu akan dibawa ke tempat processing Kelompok Tani sebelum pisang

tersebut didistribusikan.

Disamping petani dan Kelompok Tani, terdapat pedagang pengumpul

yang berperan sebagai penghubung antara Kelompok Tani dengan distributor

besar. Distributor besar selalu menyampaikan pesanannya ke pedagang

pengumpul tersebut, namun dalam proses pengiriman Kelompok Tani

melakukan pengiriman langsung ke distributor besar tanpa melalui pedagang

pengumpul terlebih dahulu. Sedangkan untuk distributor besar, hampir

seluruh pisang mas dari Lumajang didistribusikan melalui sebuah distributor

besar bernama PT Sewu Segar Nusantara (PT SSN). Oleh karena itu sebagian

(29)

commit to user

kota besar di Indonesia melalui ritel modern dan pasar tradisional yang

termasuk dalam jaringan pemasaran PT SSN tersebut.

Berbagai hasil penelitian terdahulu menunjukkan pentingnya setiap

wilayah untuk menggali dan mengidentifikasi potensi perekonomian yang ada

dari sektor pertanian. Dalam penelitian ini, potensi yang dimaksudkan adalah

potensi agroindustri Tunggak Kayu. Hasil penelitian Bank Indonesia (2009)

dan penelitian Bank Indonesia (2010) dijadikan referensi karena memiliki

persamaan dalam penggunaan metode yaitu dengan analisis MPE (Metode

Perbandingan Eksponensial) dan Metode Borda. Analisis menggunakan

Metode Perbandingan Exponensial dan Metode Borda bisa digunakan untuk

memperoleh agroindustri unggulan di tingkat Kecamatan dan di tingkat

Kabupaten sebagai bahan untuk pemetaan dan identifikasi potensi agroindustri

Tunggak Kayu di Kabupaten Bojonegoro.

Hasil penelitian dari Handayani (2007), Rahayu (2007), dan Wardhani

(2011) juga dijadikan sebagai referensi dalam penelitian ini dengan

pertimbangan persamaan metode yang digunakan yaitu analisis SWOT.

Metode analisis SWOT dapat digunakan sebagai perumusan strategi

agroindustri Tunggak Kayu di Kabupaten Bojonegoro. Berdasarkan hasil

penelitian Permana (2011) dijadikan sebagai referensi dalam penelitian ini

karena menggunakan metode analisis yang sama yaitu analisis Value Chain

Map. Dengan analisis Value Chain Map bisa diterapkan untuk mengetahui

rantai nilai agroindustri Tunggak Kayu di Kabupaten Bojonegoro.

B. Tinjuan Pustaka

1. Pembangunan Pertanian

Pembangunan pertanian dihadapkan pada kondisi lingkungan

strategis yang terus berkembang secara dinamis yang menjurus pada

liberalisasi perdagangan internasional dan investasi. Menghadapi

perubahan lingkungan strategis tersebut serta untuk memanfaatkan peluang

(30)

commit to user

internasional (Daniel, 2002).

Menurut Syafaat et al., (2004) tujuan akhir pembangunan pertanian

ada enam, sebagai berikut:

1. Meningkatkan kapasitas produksi pertanian

2. Mengentaskan kemiskinan di sektor pertanian dan wilayah pedesaan

3. Meningkatkan pendapatan rumah tangga petani

4. Memantapkan ketahanan pangan baik di tingkat rumah tangga maupun

nasional

5. Meningkatkan kapasitas penyerapan tenaga kerja sektor pertanian

6. Meningkatkan kontribusi sektor pertanian terhadap devisa Negara.

2. Otonomi Daerah

Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk

mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut

prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan

perundang-undangan. pengertian lebih luas lagi adalah

wewenang/kekuasaan pada suatu wilayah/daerah yang mengatur dan

mengelola untuk kepentingan wilayah/daerah masyarakat itu sendiri mulai

dari ekonomi, politik, dan pengaturan perimbangan keuangan termasuk

pengaturan sosial, budaya, dan ideologi yang sesuai dengan tradisi adat

istiadat daerah lingkungannya. Pelaksanaan otonomi daerah dipengaruhi

oleh faktor-faktor yang meliputi kemampuan si pelaksana, kemampuan

dalam keuangan, ketersediaan alat dan bahan, serta kemampuan dalam

berorganisasi. Otonomi daerah tidak mencakup bidang-bidang tertentu,

seperti politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter,

fiskal, dan agama. Bidang-bidang tersebut tetap menjadi urusan

pemerintah pusat. Pelaksanaan otonomi daerah berdasar pada prinsip

demokrasi, keadilan, pemerataan, dan keanekaragaman (Anonim, 2011).

3. Agroindustri

Agroindustri merupakan kegiatan dengan cirri meningkatkan nilai

(31)

commit to user

keuntungan produsen. Sifat kegiatannya mampu menciptakan lapangan

pekerjaan, memperbaiki pemerataan pendapatan dan mempunyai kapasitas

yang cukup besar untuk menarik pembangunan sector pertanian

(Tarigan, 2007).

Agroindustri memiliki keunggulan karena (i) berbasis pada potensi

sumberdaya alam dalam negeri, sehingga dapat memulihkan dan memacu

pertumbuhan ekonomi, (ii) industrialisasi sector pertanian dalam rangka

meningkatkan nilai tambah dan daya saing, (iii) sebagai strategi

pemberdayaan ekonomi masyarakat, (iv) sifat sector pertanian bertumpu

pada proses biologis dengan memanfaatkan SDA di pedesaan, (v)

karakteristik sector pertanian sebagai bahan baku industry yakni mudah

rusak dan tergantung pada alam, dan (vi) karakteristik sector industry

memiliki fleksibilitas tinggi (Sadjad,2001).

4. Tunggak Kayu

Tunggak kayu merupakan salah satu limbah dari hasil tebangan

pohon jati. Sebagai bahan limbah, tunggak kayu sebenarnya masih

bermanfaat dan mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi, yaitu sebagi

bahan baku untuk mebel, kerajinan tangan seperti jam dinding, vas bunga,

patung dan perabotan rumah tangga. Bahkan saat ini mebel dan kerajinan

gembol jati sudah diekspor, sehingga nilainya menjadi lebih tinggi.

Tunggak kayu yang diambil untuk mebel mempunyai ciri-ciri

khusus, antara lain: batangnya berukuran minimal tinggi 30 cm diatas

pernukaan tanah dan diameter lebih dari 40 cm, agak kering serta

bentuknya agak unik. Bagian batang yang mempunyai gembol, harganya

lebih tinggi. Akar, dipilih yang kuat, keras dan tak ada pelapukan, serta

bentuknya agak bulat bila untuk meja (Meidiana, 2000).

5. Strategi Pengembangan Agroindustri

Ada beberapa strategi yang digunakan dalam mengembangkan

agroindustri. Berikut ini adalah beberapa strategi yang digunakan dalam

(32)

commit to user

2. Sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki kompetensi yang

tinggi.

3. Peningkatan ilmu dan penguasaan teknologi yang bisa mendukung

inovasi.

4. Peningkatan system manajemen informasi dan perluasan pangsa pasar.

5. Kecukupan modal guna pengembangan usaha dan kelanjutan usaha.

6. Terbentuknya organisasi yang mampu menghadapi perubahan

lingkungan dengan cepat dan manajemen yang professional.

7. Adanya budaya cinta produk nasional.

8. Adanya keberpihakan pemerintah terhadap petani

(Anonima,2011).

6. Metode Perbandingan Eksponensial

Metode Perbandingan Eksponensial merupakan salah satu metode

untuk menentukan urutan priortas alternatif keputusan dengan

menggunakan kriteria jamak. Teknik ini digunakan untuk membantu

individu dalam pengambilan keputusan untuk menggunakan rancang

bangun model yang telah terdefinisi dengan baik pada tahapan proses.

Metode Perbandingan Eksponensial mempunyai keuntungan dalam

mengurangi bias yang mungkin terjadi dalam analisis. Nilai skor yang

menggambarkan urutan prioritas menjadi besar (fungsi eksponensial)

sehingga mengakibatkan urutan prioritas keputusan lebih nyata

(Marimin,2004).

7. Metode Borda

Metode Borda adalah metode yang dipakai untuk menetapkan urutan

peringkat (Marimin, 2004). Metode Borda dapat digunakan sebagai analisa

lanjutan dari Metode Perbandingan Eksponensial. Nilai Borda merupakan

akumulasi hasil perkalian antara nilai MPE suatu keputusan dengan nilai

rangking alternatif keputusan yang ada. Nilai Borda menunjukkan

(33)

commit to user

Analisis yang dipakai untuk menyusun factor-faktor strategis

perusahaan adalah matrik SWOT. Matrik ini dapat menggambarkan secara

jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan

dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan. Matrik ini data

menghasilkan empat set kemungkinan alternative strategis.

(Rangkuti,2001).

9. Peta Rantai Nilai (Value Chain Map)

Pendekatan Rantai Nilai (Value Chain Approach) merupakan sebuah

pendekatan sekaligius juga alat analisis untuk penguatan (upgrading) daya

saing sebuah sub-sektor atau komoditas unggulan daerah secara

komprehensif. Aplikasi dar instrument ini bersifat partisipasif yang

melibatkan para pelaku yang terkait dalam penciptaan nilai suatu

komoditas sejak dari input hingga tahap konsumsi. Melalui pendekatan

rantai nilai dapat diperoleh strategi dan rencana aksi yang lebih aplikatif

bagi penguat sebuah sub-sektor atau komoditas unggulan, melalui fasilitasi

pembuatan peta rantai nilai (Value Chain Map), analisis rantai nilai (Value

Chain Analysis), formulasi strategi dan rencana aksi upgrading rantai nilai,

serta ketrampilan fasilitas untuk aspek terkait dengan implementasi

penguatan rantai nilai (Fakultas Teknik Industri,2009).

C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah

Otonomi daerah merupakan suatu kewenangan yang dimiliki oleh

masing-masing daerah untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

daerahnya dalam rangka peningkatan pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya

otonomi daerah ini maka diharapakan pemerintah setempat menggunakan

kewenangannya untuk memaksimalkan potensi alam maupun sumber daya

yang dimiliki Kabupaten Bojonegoro terutama di sektor pertanian sebagai

sektor penopang perekonomian daerah. Apabila kewenangan itu sudah

dilaksanakan dengan baik, maka diharapkan daerah dapat tumbuh dengan

mandiri dan tidak tergantung kepada pemerintah pusat. Agroindustri Tunggak

(34)

commit to user

Bojonegoro merupakan salah satu kabupaten yang banyak terdapat

agroindustri Tunggak Kayu.

Analisis MPE (Metode Perbandingan Eksponensial) untuk mengetahui

potensi agroindustri Tunggak Kayu setiap kecamatan di Kabupaten

Bojonegoro. Kemudian dilakukan analisis Borda untuk menentukan posisi

agroindustri Tunggak Kayu di tingkat Kabupaten. Analisis SWOT merupakan

analisis selanjutnya yang dilakukan untuk mengetahui apa saja yang menjadi

kekuatan, kelemahan, ancaman, dan peluang yang dimiliki oleh agroindustri

Tunggak Kayu. Kemudian dilakukan analisis value chain map secara

derskriptif dengan mengolah data mengenai rantai nilai agroindustri tunggak

kayu kemudian dipaparkan dalam bentuk tabel informatif yang berisi peran

pemasok agroindustri, peran pengolah agroindutri, peran pemasar agroindutri,

pelaku agroindustri, bentuk produk agroindustri, daya tawar pelaku

agroindustri terhadap harga dan kualitas, harga produk agroindustri,

keuntungan agroindustri, sistem pembayaran agroindustri, metode

pembayaran agroindustri, keinginan atau standar yang disukai pembeli

produk agroindustri dan lembaga pendukung agroindustri.

Bagan kerangka teori pendekatan masalah penelitian ini sebagai

(35)

commit to user

Gambar 2. Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian Pembangunan Daerah

Kabupaten Bojonegoro

Pembangunan Sektor Pertanian

Agroindustri

Potensi

AgroindustriTunggak Kayu

Posisi/potensi Agroindustri Tunggak Kayu di Kabupaten

Bojonegoro

Analisis SWOT Analisis Value

Chain Map

Strategi pengembangan Agroindustri Tunggak Kayu

di Kabupaten Bojonegoro

Value Chain Map

Agroindustri Tunggak Kayu

Pemetaan (Sebaran) Agroindustri

ditingkat Kecamatan

Sebaran Agroindustri Tunggak Kayu

Analisis MPE

Posisi (potensi) Tunggak Kayu ditingkat Kecamatan

(36)

commit to user

1. Responden dalam penelitian ini terdiri dari mantri tani, mantri statistika

dan mantri ekonomi di setiap Kecamatan di Kabupaten Bojonegoro. Untuk

memperoleh data Agroindustri dengan berbagai karakteristik

menggunakan criteria yang diadopsi dari Bank Indonesia (2010) yaitu

jumlah unit usaha pelaku agroindustri; jangkauan pemasaran produk

agroindustri; ketersediaan bahan baku/sarana produksi agroindustri; dan

kontribusi agroindustri terhadap perekonomian daerah.

2. Analisis yang dilakukan yaitu identifikasi peta (sebaran) agroindustri

tunggak kayu, analisis MPE, analisis Borda, analisis SWOT, dan analisis

Value Chain Map

E. Asumsi-asumsi

Responden yang terdiri dari mantri tani, mantri statistik dan mantri

ekonomi di setiap Kecamatan di Kabupaten Bojonegoro dianggap mengenali,

dan memiliki perhatian terhadap perkembangan Agroindustri yang ada di

wilayah kecamatannya.

F. Definisi Operasional Variabel

1. Agroindustri merupakan industri berbahan baku dari hasil pertanian dan

memiliki kegiatan yang saling berhubungan antara produksi, pengolahan,

pengangkutan, penyimpanan, pendanaan, pemasaran dan distribusi

produk pertanian.

2. Agroindustri tunggak kayu merupakan usaha pengolahan tunggak kayu

yang merupakan akar dari pohon kayu Jati menjadi berbagai macam

barang seperti meja, kursi, nampan dan barang-barang yang lainnya.

3. Strategi pengembangan merupakan upaya yang dapat dilakukan untuk

mengembangkan agroindustri Tunggak Kayu yang sudah ada agar lebih

berkembang

4. Potensi agroindustri merupakan kemampuan yang dimiliki oleh

agroindustri untuk berkembang ke arah yang lebih baik dengan kekuatan

(37)

commit to user

digunakan untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan

agroindustri ditingkat kecamatan dengan menggunakan beberapa kriteria.

6. Metode Borda adalah metode yang dipakai untuk menetapkan urutan

peringkat atau posisi agroindustri tunggak kayu ditingkat Kabupaten

Bojonegoro.

7. Kekuatan adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam usaha agroindustri

tunggak kayu di Kabupaten Bojonegoro dan merupakan keunggulan bagi

usaha pengembangan agroindustri.

8. Kelemahan adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam usaha

agroindustri tunggak kayu di Kabupaten Bojonegoro dan merupakan

keterbatasan bagi upaya pengembangan agroindustri.

9. Peluang adalah faktor-faktor yang berasal dari luar usaha agroindustri

tunggak kayu di Kabupaten Bojonegoro yang dapat membantu

pelaksanaan pengembangan usaha.

10. Ancaman adalah faktor-faktor yang berasal dari luar usaha agroindustri

tunggak kayu di Kabupaten Bojonegoro yang dapat menganggu

pelaksanaan pengembangan usaha.

11. Analisis SWOT adalah suatu alat analisis situasi yang menguji kondisi

internal dan eksternal suatu agroindustri untuk mengidentifikasi kekuatan

(Stength), kelemahan (Weakness), peluang (Opportunities), dan ancaman

(Threath).

12. Analisis rantai nilai (value chain map) dilakukan secara derskriptif

dengan mengolah data mengenai rantai nilai agroindustri tunggak kayu

kemudian dipaparkan dalam bentuk tabel informatif yang berisi peran

pemasok agroindustri, peran pengolah agroindutri, peran pemasar

agroindutri, pelaku agroindustri, bentuk produk agroindustri, daya tawar

pelaku agroindustri terhadap harga dan kualitas, harga produk

agroindustri, keuntungan agroindustri, sistem pembayaran agroindustri,

metode pembayaran agroindustri, keinginan atau standar yang disukai

(38)

commit to user

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian

Metode dasar adalah metode yang di gunakan sebagai acuan untuk

melaksanakan penelitian. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yaitu

metode yang memusatkan perhatian dan permasalahan yang ada pada masa

sekarang dan bertitik tolak dari data yang dikumpulkan, dianalisis dan

disimpulkan dalam konteks teori-teori yang ada dari penelitian terdahulu.

Penelitian deskriptif yang baik merupakan bahan yang sangat diperlukan untuk

penelitian analitis (Surakhmad, 1994).

B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian

Metode pengambilan daerah dilakukan secara purposive, yaitu

pengambilan daerah penelitian dengan mempertimbangkan alasan yang diketahui

dari daerah penelitian tersebut (Singarimbun, 1995). Daerah penelitian yang

diambil adalah Kabupaten Bojonegoro dengan pertimbangan Provinsi Jawa Timur

memiliki kawasan hutan seluas 1.363.719 ha (Anonimb, 2012). Kabupaten

Bojonegoro memiliki luas wilayah hutan yang luas yaitu 14,96 km2 sehingga

mampu menyediakan bahan baku Agroindustri Tunggak kayu (Anonimc,2012).

C. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Data Primer

Data primer diperoleh dengan cara melakukan deep interview dengan

mantri tani, mantri statistik, dan mantri ekonomi di masing-masing kecamatan

di seluruh Kabupaten Bojonegoro. Data yang di dapatkan tentang agroindustri

dari masing-masing kecamatan berupa jumlah unit usaha, jangkauan atau

kondisi pemasaran, ketersedian bahan baku atau sarana produksi dan

(39)

ini juga dilakukan wawancara dengan pemilik dan pelaku agroindustri

tunggak kayu serta melibatkan Staf Dinas Perkebunan dan Kehutanan

Kabupaten Bojonegoro, Dinas Perindustrian Perdagangan, Kepala BAPPEDA

Kabupaten Bojonegoro. Data yang diperoleh adalah tentang strength

(kekuatan), weakness (kelemahan), opportunities (peluang) dan (ancaman)

threats dari agroindustri.

2. Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang dihimpun dalam bentuk yang sudah ada

atau sudah jadi serta dapat dipublikasikan data tersebut sudah dikumpulkan

dan diolah lembaga atau perusahaan. Data sekunder diperoleh dari instansi

atau lembaga yang terkait dengan penelitian ini. Data sekunder dari penelitian

ini berupa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bojonegoro

ADHK 2000 tahun 2007-2010, dan Bojonegoro Dalam Angka 2011. Data

sekunder ini didapat dari BPS Kabupaten Bojonegoro dan Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah Kabupaten Bojonegoro.

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan

metode sebagai berikut :

1. Wawancara yaitu mengumpulkan data dengan menggunakan panduan

berupa daftar pertanyaan yang telah disiapkan oleh peneliti. Data yang

didapat dari wawancara antara lain jenis agroindustri di Kabupaten

Bojonegoro , SWOT dari agroindustri dan peta rantai usaha agroindustri.

2. Observasi yaitu cara pengumpulan data dengan melakukan pengamatan

langsung terhadap sasaran penelitian untuk mendapatkan data-data yang

berhubungan dengan penelitian. Data yang diperoleh adalah proses produksi

tunggak kayu.

(40)

dengan penelitian. Data yang diperoleh adalah hasil wawancara dan data dari

BPS.

E. Metode Analisis Data

1. Identifikasi Peta (Sebaran) Agroindustri Tunggak Kayu di Kabupaten

Bojonegoro

Untuk melakukan identifikasi potensi agroindustri tunggak kayu di

Kabupaten Bojonegoro dilakukan dengan melakukan survei langsung ke

semua kecamatan yang ada di Bojonegoro (27 kecamatan). Teknik survei

dilakukan dengan melakukan depth interview dengan 3 pihak (stake holder)

yang diasumsikan memahami kondisi dan potensi agroindustri disetiap

wilayah kecamatan yaitu mantri statistik, mantri tani dan mantri ekonomi.

Data agroindustri yang diperoleh kemudian ditabulasi dan diolah sehingga

akan diperoleh peta (sebaran) agroindustri tunggak kayu diseluruh wilayah

Kabupaten Bojonegoro.

2. Identifikasi Potensi Agroindustri Tunggak Kayu di Tingkat Kecamatan

Dengan Analisis Metode Perbandingan Eksponensial (MPE)

Metode Perbandingan Eksponensial merupakan salah satu metode

untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan menggunakan

criteria jamak. Teknik ini digunakan untuk membantu individu dalam

pengambilan keputusan untuk menggunakan rancang bangun model yang

telah terdefinisi dengan baik pada tahapan proses. Metode perbandingan

eksponensial mempunyai keuntungan dalam mengurangi bias yang mungkin

terjadi dalam analisis. Nilai skor yang menggambarkan urutan prioritas

menjadi besar (fungsi eksponensial) sehingga mengakibatkan urutan prioritas

keputusan lebih nyata (Marimin, 2004).

Pemilihan setiap alternatif agroindustri ditetapkan berdasarkan

penelitian/pendapat narasumber yang diperoleh melalui pertemuan atau

(41)

ekonomi dan mantri statistika. Kriteria dan bobot yang digunakan dalam

analisis agroindustri di setiap kecamatan yang digunakan untuk menentukan

posisi agroindustri Tunggak Kayu di Kabupaten Bojonegoro menggunakan

ketentuan dari Bank Indonesia (2010) sebagai berikut:

a. Jumlah unit usaha/rumah tangga pelaku agroindustri (nilai bobot 3)

b. Pasar, dengan kriteria jangkauan pemasaran komoditi/produk (nilai bobot

4)

c. Ketersediaan bahan baku/sarana produksi agroindustri (nilai bobot 3)

d. Kontribusi agroindustri terhadap perekonomian daerah (nilai bobot 8)

Berdasarkan analisis MPE ditetapkan maksimal 5 (lima) agroindustri

unggulan untuk setiap kecamatan. Adapun formulasi analisis Metode

Perbandingan Eksponensial diadopsi dari Marimin (2004) yaitu sebagai

berikut :

Keterangan:

TNi = Total nilai alternatif ke (i)

RKij = Derajat kepentingan relatif criteria ke-j pada pilihan keputusan i

TKKij = Derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j, TKK > 0 ; bulat

i = 1,2,3…n ; n= Jumlah pilihan keputusan

m = Jumlah Kriteria keputusan

Berdasarkan hasil formulasi Metode Perbandingan Eksponensial di

seluruh kecamatan di Kabupaten Bojonegoro, maka akan diketahui potensi

agroindustri Tunggak Kayu di setiap kecamatan.

3. Identifikasi potensi Agroindustri Tunggak Kayu di Tingkat Kabupaten dengan

Analisis Metode Borda.

(42)

lanjutan dari Metode Perbandingan Eksponensial. Nilai Borda menunjukkan

peringkat keputusan yang nyata. Dengan Metode Borda maka akan diketahui

potensi agroindustri Tunggak Kayu tingkat Kabupaten di Kabupaten

Bojonegoro.

Adapun formulasi untuk perhitungan menggunakan metode Borda

adalah sebagai berikut:

Keterangan :

X = Agroindustri X

Nilai MPE = Metode Perbandingan Eksponensial

Nilai rangking = Nilai rangking agroindustri X

Berdasarkan formulasi analisis Metode Borda dapat diketahui potensi

agroindustri Tunggak Kayu ditingkat Kabupaten Bojonegoro.

4. Strategi Pengembangan Agroindustri Tunggak Kayu di Kabupaten

Bojonegoro

Strategi pengembangan awal menggunakan analisis SWOT yang

berguna untuk merumuskan alternatif strategi pengembangan agroindustri

Tunggak Kayu di Kabupaten Bojonegoro. Matriks SWOT dapat

menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman dari faktor

eksternal yang dihadapi oleh pelaku agroindustri yang dapat disesuaikan

dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki.

(43)

Tabel 3. Matriks SWOT

Untuk merumuskan alternatif strategi pengembangan agroindustri

Tunggak Kayu di Kabupaten Bojonegoro digunakan analisis Matriks SWOT.

Matriks SWOT dengan 4 kemungkinan alternatif strategi, yaitu stategi

kekuatan-peluang (S-O strategies), strategi kelemahan-peluang (W-O

strategies), strategi kekuatan-ancaman (S-T strategies), dan strategi

kelemahan-ancaman (W-T strategies).

5. Value Chain Map dari Agroindustri Tunggak Kayu di Kabupaten Bojonegoro

Untuk analisis rantai nilai (value chain map) dilakukan secara

(44)

analisis value chain map Agroindustri Tunggak Kayu meliputi peran

pemasok, peran pengolah, peran pemasar, pelaku, bentuk produk, daya tawar

pelaku terhadap harga dan kualitas, harga produk, keuntungan, sistem

pembayaran, metode pembayaran, keinginan atau standar yang disukai

(45)

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

A.Keadaan Alam

1. Letak Geografis

Kabupaten Bojonegoro memiliki luas wilayah lebih dari 2000 km2.

Kabupaten Bojonegoro terletak pada 6o59’ sampai 7o37’ Lintang Selatan dan

112o25’ sampai 112o09’ Bujur Timur. Adapun batas wilayah Kabupaten

Bojonegoro yaitu sebagai berikut :

Sebelah Utara : berbatasan dengan Kabupaten Tuban

Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Madiun, Nganjuk dan Jombang

Sebelah Selatan: berbatasan dengan Kabupaten Lamongan

Sebelah Barat : berbatasan dengan Kabupaten Ngawi dan Blora.

Kabupaten Bojonegoro memiliki iklim tropis yang hanya mengenal dua

musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Untuk memonitor

rata-rata curah hujan yang jatuh, di Kabupaten Bojonegoro tersedia sebanyak 22

buah stasion penangkar hujan yang tersebar di 22 Kecamatan. Dari pantauan

tersebut, tercatat curah hujan rata-rata pada tahun 2008 sebanyak 142

mm/tahun, pada tahun 2009 sebanyak 150 mm/tahun dan pada tahun 2010

sebanyak 221 mm/tahun. Dengan jumlah hari hujan rata-rata pada tahun 2008

tercatat 89 hari per tahun, pada tahun 2009 tercatat 92 hari per tahun dan pada

tahun 2010 tercatat 134 hari per tahun.

2. Topografi

Topografi Kabupaten Bojonegoro menunjukkan bahwa di sepanjang

daerah aliran sungai Bengawan Solo merupakan daerah dataran rendah,

sedangkan di bagian selatan merupakan dataran tinggi disepanjang kawasan

Gunung Pandan, Kramat dan Gajah. Berdasarkan total keseluruhan wilayah

Kabupaten Bojonegoro, seluas 43.155 ha (18,71%) berada pada ketinggian

(46)

Bojongoro berada pada ketinggian 25 sampai dengan 99,99 m, luas lahan

17.312 ha (7,50%) dengan kemiringan 15 sampai dengan 39,99% serta sisanya

2.856 ha (1,24%) kemiringan diatas 40%. Dari wilayah seluas diatas, sebanyak

40,15% merupakan hutan negara, sedangkan yang digunakan untuk sawah

tercatat sekitar 32,58%.

3. Pemanfaatan Lahan

Jenis tanah mempunyai pengaruh terhadap kesuburan tanah sehingga akan

berpengaruh juga pada keputusan dalam penggunaan wilayah. Penggunaan

wilayah di Kabupaten Bojonegoro bermacam-macam sesuai dengan kebutuhan

dan kesesuaian dari kemampuan wilayah tersebut. Untuk lebih jelasnya

mengenai penggunaan lahan di Kabupaten Bojonegoro dapat dilihat pada tabel

berikut.

Tabel 4. Luas Lahan Menurut Pemanfaatannya di Kabupaten Bojonegoro Tahun 2008-2010

Sumber : Bojonegoro Dalam Angka 2011

Lahan di Kabupaten Bojonegoro sebagian besar merupakan hutan Negara.

Presentase luas lahan hutan Negara yang luas memiliki sumber daya kehutanan

(47)

urutan kedua yaitu sebesar 32,58% pada tahun 2008-2010. Pemanfaatan lahan

kering yaitu sebesar 22,42%. Penggunaan lahan tersempit adalah perkebunan

yaitu hanya 0,26%. Sedangkan untuk lain-lain sebanyak 4,59% dari total

penggunaan lahan. Hutan Negara merupakan tempat bahan baku dari

Agroindustri Tunggak Kayu. Penyediaan bahan baku Agroindustri Tunggak

Kayu dinaungi oleh Perum Perhutani meliputi KPH (Kesatuan Pemangkuan

Hutan) Padangan, KPH Jatirogo, KPH Cepu dan KPH Nganjuk. Luas hutan

Negara di Kabupaten Bojonegoro sebesar 40,15% dari luas wilayah Kabupaten

Bojonegoro dikelola oleh tujuh KPH yaitu KPH Bojonegoro, KPH Padangan,

KPH Parengan, KPH Jatirogo, KPH Ngawi, KPH Saradan dan KPH Cepu

(Selayang Pandang Dinas Perhutanan dan Perkebunan, 2011).

B. Keadaan Penduduk

1. Pertumbuhan Penduduk

Jumlah penduduk di wilayah Kabupaten Bojonegoro dari tahun ke tahun

selalu mengalami perubahan disebabkan adanya kelahiran, kematian, dan

migrasi penduduk. Berikut ini tabel yang menunjukkan perkembangan jumlah

penduduk dari tahun 2008-2010 :

Tabel 5. Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Bojonegoro Tahun 2008-2010

No. Tahun Jumlah Penduduk (jiwa) %

1. 2008 1.241.541 2,39

2. 2009 1.204.664 -2,97

3. 2010 1.209.973 0,44

Rata-rata 1.218.726 -0,14

Sumber : Bojonegoro Dalam Angka 2009, 2010, dan 2011

Tabel 5 mengenai perkembangan penduduk Kabupaten Bojonegoro

menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk di Kabupaten Bojonegoro dari

tahun 2008 sampai tahun 2010 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2008 penduduk

di Kabupaten Bojonegoro sejumlah 1.241.541 jiwa, namun pada tahun 2009

(48)

dapat diberdayakan secara optimal. Pertumbuhan penduduk yang terus

meningkat memiliki dampak kebutuhan akan pekerjaan meningkat pula. Salah

satu peran dari agroindustri adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat

melalui perannya dalam menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan

nilai jual suatu komoditas tertentu. Agroindustri Tunggak kayu merupakan

salah satu agroindustri yang menyerap penduduk untuk menjadi tenaga kerja.

2. Keadaan Penduduk Menurut Umur

Jumlah penduduk menurut umur dalam suatu masyarakat diperlukan

untuk mengetahui jumlah penduduk yang sudah masuk dalam usia kerja atau

dengan kata lain untuk mengetahui jumlah penduduk dengan usia produktif dan

jumlah penduduk dengan usia non produktif. Keadaan penduduk berdasarkan

produktivitasnya dapat dilihat dari umur atau usia yang dimiliki seseorang pada

saat itu, sehingga besar Angka Beban Tanggungan di Kabupaten Bojonegoro

dapat diketahui sebagai berikut :

Tabel 6. Penduduk Kabupaten Bojonegoro menurut Kelompok Umur Tahun 2010

No. Umur (thn) Jumlah (jiwa) Persentase (%) ABT

1. 0-14 281.789 23,29

46

2. 15-64 828.965 68,51

3. ≥65 99.219 8,20

Jumlah 1.209.973 100,00

Sumber : Bojonegoro Dalam Angka 2011

Tabel 6 dapat digunakan untuk menghitung Angka Beban Tanggungan

(ABT) di Kabupaten Bojonegoro. Jumlah penduduk usia non produktif adalah

381.008 jiwa dan penduduk usia produktif adalah 828.965 jiwa. Angka Beban

Tanggungan penduduk Kabupaten Bojonegoro dapat diketahui melalui rumus

(49)

ABT = X100

Berdasarkan perhitungan Angka Beban Tanggungan (ABT) pada Tabel 6,

dapat diketahui besarnya Angka Beban Tanggungan yaitu sebesar 46. Artinya

dalam setiap 100 penduduk usia produktif menanggung 46 penduduk usia non

produktif. Semakin besar rasio antara jumlah kelompok non produktif dan

jumlah kelompok produktif berarti semakin besar beban tanggungan bagi

kelompok yang produktif. Agroindustri Tunggak Kayu memerlukan tenaga

kerja dalam usia yang produktif. Sehingga jumlah penduduk produktif yang

tinggi memiliki peluang yang besar dalam pengembangan agroindutri Tunggak

Kayu. Jumlah usia produktifitas yang tinggi dianggap memiliki kemampuan

dan kreatifitas dalam usaha Agroindustri Tunggak Kayu. Agroindustri Tunggak

Kayu membutuhkan tenaga kerja dalam usia produktif yaitu 15-64 tahun

dengan meninjau dari segi tenaga, memiliki skill dan berpengalaman, kreatifitas

yang terus berkembang sehingga produk yang dihasilkan bisa lebih inovatif.

3. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Keadaan penduduk menurut jenis kelamin dapat digunakan untuk

mengetahui besarnya sex ratio atau perbandingan antara jumlah penduduk

laki-kaki dan perempuan. Berikut ini data yang menunjukkan keadaan

(50)

Tabel 7. Keadaan Penduduk Kabupaten Bojonegoro Menurut Jenis Kelamin

Jumlah 1.209.973 100,00

Sumber: Bojonegoro Dalam Angka 2011

Berdasarkan Tabel 7, penduduk Kabupaten Bojonegoro berjumlah

1.209.973 jiwa, yang terdiri dari 598.365 penduduk laki-laki dan 611.608

penduduk perempuan. Berdasarkan angka tersebut, maka dapat dihitung sex

ratio. Sex ratio adalah perbandingan jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah

penduduk perempuan. Jika sex ratio kurang dari 100 maka jumlah penduduk

laki-laki lebih sedikit dari jumlah penduduk perempuan. Jika sex ratio sama

dengan 100 maka jumlah penduduk laki-laki sama dengan jumlah penduduk

perempuan dan jika sex ratio lebih dari 100 maka jumlah penduduk laki-laki

lebih banyak dari penduduk perempuan. Adapun perhitungan sex ratio adalah

sebagai berikut :

Berdasarkan perhitungan di atas diketahui besarnya sex ratio sebesar 98,

artinya dalam setiap 100 orang penduduk perempuan terdapat 98 orang

penduduk laki-laki. Pelaku agroindustri tidak membedakan antara perempuan

maupun laki-laki karena semuanya memiliki potensi dalam mengembangkan

agroindustri. Semuanya tergantung terhadap masing-masing kualitas sumber

daya manusia yang dimiliki dari perempuan maupun laki-laki. Agroindustri

tunggak kayu membutuhkan tenaga kerja yang lebih utama berjenis kelamin

laki-laki ditinjau dari segi tenaga tetapi tidak menutup kemungkinan bagi

Gambar

Tabel 16.  Peta Rantai Nilai Agroindustri Tunggak Kayu di
Gambar 1. Value Chain Map Komoditas Pisang di Kabupaten Lumajang. ...............................................................................11
Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto Menurut lapangan Usaha Tahun 2007-2010 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 di Kabupaten Bojonegoro (Milyar)
Tabel 2. KPJu Unggulan di Kecamatan Taman, Kota Madiun
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tiga belas kemahiran pedagogi yang mesti dimiliki oleh GPI PK ialah dengan melengkapkan diri dengan nilai-nilai murni, memupuk minat dan kecintaan terhadap profesion,

Dari hasil perbaikan pembelajaran terhadap materi hidup rukun dalam perbedaan di kelas I A SD Negeri 009 Balikpapan Barat menghasilkan kesimpulan yaitu cara

Penelitian ini menunjukkan bahwa menyangkut peran tugas Humas Sekretariat Daerah Kabupaten Meranti sebagai Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) pada

Selain itu Soppeng juga dikenal memiliki budaya yang masih dipertahankan sampai sekarang ini, salah satu contoh bukti kebudayaannya yaitu makam Raja-Raja Soppeng, yang

PMPATD Pakis Rescue Team memfasilitasi pengembangan minat dan bakat mahasiswa kedokteran dalam bidang kegawatdaruran medis, kepecintaalaman, dan lingkungan hidup

Dalam penelitian ini, terdapat tiga rumusan masalah penelitian: (1) Apakah tipe dari ekspresi-ekspresi idiomatik yang ditemukan dalam novel berjudul “Lock and

Untuk kasus diatas, berdasarkan keterangan yang didapatkan di dalam penetapan Pengadilan Agama Sidoarjo, tentang isbat nikah Nomor 191/Pdt.P/2012/PA.Sda

pinan untuk memahami orang lain, yang dalam hal ini adalah para bawahan. Tidak sedikit pemimpin organisasi yang memandang emphaty sebagai hal. BINA EKONOMI / Februart