IDENTIFIKASI POTENSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
AGROINDUSTRI TUNGGAK KAYU di KABUPATEN
BOJONEGORO
SKRIPSI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian
di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Program Studi Agribisnis
Oleh :
Carrine Irawan Kumalasari H 0808015
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Identifikasi Potensi
dan Strategi Pengembangan Agroindustri Tunggak Kayu di Kabupaten Bojomegoro”.
Usaha dan upaya untuk melakukan yang terbaik atas setiap kerja menjadikan
akhir dari pelaksanaan penelitian terwujud dalam bentuk penulisan skripsi ini. Skripsi
ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana
Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penyusunan skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan baik moril maupun materiil
kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Ucapan terima kasih ini penulis tujukan terutama kepada :
1. Allah SWT atas segalanya yang telah diberikan kepada penulis.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS. selaku Dekan Fakultas Pertanian
UNS Surakarta.
3. Bapak Dr. Ir. Mohd. Harisudin, M.Si selaku Ketua Program Studi Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Ibu Nuning Setyowati, SP, M.Sc selaku Ketua Komisi Sarjana Program Studi
Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Dosen
Pembimbing Pendamping Sripsi yang selalu memberikan pengarahan, nasehat,
semangat dan petunjuk.
5. Setyowati,SP, MP. selaku Dosen Pembimbing Utama Skripsi yang dengan kasih
selalu memberikan pengarahan, nasehat, semangat dan petunjuk kepada penulis.
6. Ibu Ir. Rina Uchyani F., MS. selaku selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
selalu memberikan bimbingan, arahan serta motivasi kepada penulis.
7. Ibu Wiwit Rahayu, SP., MP Selaku Dosen Penguji Tamu yang berkenan
8. Bapak/Ibu Dosen serta seluruh staff/karyawan Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta atas ilmu yang telah diberikan dan bantuannya selama
menempuh perkuliahan di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
9. Badan Pemerintahan Daerah Bojonegoro, Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Kabupaten Bojonegoro, Dinas Perhutanan dan Perkebunan, Badan Pusat Statistik
Kabupaten Bojonegoro, serta seluruh Camat dan pegawai kecamatan di
Kabupaten Bojoengoro yang telah memberikan ijin penelitian serta menyediakan
data-data yang diperlukan penulis.
10.Papa dan Mamaku, Drs. H. Budi Irawanto Mpd dan dr. Endah Wahyu Utami
tercinta yang telah memberikan segenap doa, perhatian, dukungan, kasih sayang
dan semangat kepada penulis. Adekku Natasha Devianti, Kakak-kakakku Nila
Puspa, Anang, Ayah Idur yang telah memberikan doa dan semangat kepada
penulis. Alm. Bapakku HT. Samadun yang semasa hidupnya Beliau selalu
memberikan dukungan semangat dan doa terima kasih doanya, demi kesuksesan
penulis.
11.Edy Irawan yang senantiasa selalu mendampingi, memberikan semangat,
motivasi dan doa untuk segera menyelesaikan skripsi.
12.Keluarga Besar di Bojonegoro, Ngawi, Tuban serta semua Om dan Tanteku atas
Doa dan dukungan semangatnya.
13.Sahabat-sahabatku SPARROW Dilla, Nia, Bondan, Rizaldi, Mamad, Grace, Ida,
Sisca, Hapet, Cheng, Safar, Susila, Gita, Nunung, Fitri, Nursam, Gaza, Arfika,
Desy, Yeni, Weny, Deby, Santi, Anggi, Wawan, Yuangga, Iqbal Adi, Iqbal
Zamani, Radit, Wedha, Diandra, Medya, Andini, Andi, Mirza yang telah
memberikan semangat serta doa. Kalian luar biasa!! Jaga selalu kekompakan kita.
14.Sahabat-sahabatku Tami, Puput, Riri, Ifa, Riana, Anind, Aik, Mesty, Nyit-nyit,
Uli, Suryani, Mas Nanda, Mas Nur, Mas Abid, Mas Ragil, Indra, Heri dan
commit to user
15.Sahabat Sasaeng Dyah Pepe, Anil Sumum, Ayu Abond, Riri Riana, Isni, Resti,
Abid Hercules atas doa dan dukungannya yang selalu setia menemani dalam suka
maupun galau.
16.Keluarga kecilku HERDITA Intan, Lia, Ernha, Tami, Dini, Fitri, Isma atas doa,
semangat serta dukungan selama ini.
17.Teman-teman magang P4S Tulung Karyo Nanda, Tami, Anita, Puput, Mesti,
Aryo, Mayang, Maryati, Dindit yang telah memberi kenangan indah selama
magang.
18. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, terima kasih.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun di
kesempatan yang akan datang. Akhirnya Penulis berharap semoga skripsi ini berguna
bagi para pembaca.
Surakarta, 2012
DAFTAR ISI 9. Peta Rantai Nilai (Value Chain Map) ... C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah ... D. Pembatasan Masalah ... E. Asumsi-asumsi ... F. Definisi Operasional Variabel ...
III.METODE PENELITIAN ... A. Metode Dasar Penelitian ... B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian ... C. Jenis dan Sumber Data ...
commit to user
1. Identifikasi Peta (Sebaran) Agroindustri Tunggak Kayu di
Kabupaten Bojonegoro ...
2. Identifikasi Potensi Agroindustri Tunggak Kayu di Tingkat
Kecamatan dengan Analisis Metode Perbandingan
Eksponensial (MPE) ...
3. Identifikasi Potensi Agroindustri Tunggak Kayu di Tingkat
Kabupaten dengan Analisis Metode Borda ...
4. Strategi Pengembangan Agroindustri Tunggak Kayu di
Kabupaten Bojonegoro ... 5. Value Chain Map dari Agroindustri Tunggak Kayu di
Kabupaten Bojonegoro ...
IV.KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN ... A. Keadaan Alam ... 2. Keadaan Penduduk Menurut Umur ...
3. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin ...
4. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian ...
C. Keadaan Perekonomian ... 1. Struktur Perekonomian ... 2. Pendapatan Per Kapita ... D. Keadaan Pertanian ...
V. HASIL DAN PEMBAHASAN...
A. Pemetaan Agroindustri Tunggak Kayu di Kabupaten
Bojonegoro ...
B. Posisi Agroindustri Tunggak Kayu di Kabupaten
Bojonegoro...
C. Strategi Pengembangan Agroindustri Tunggak Kayu di
VI.KESIMPULAN DAN SARAN... A. Kesimpulan ... B. Saran ...
DAFTAR PUSTAKA ...
LAMPIRAN
56
56 56
commit to user Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2010 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 di Kabupaten Bojonegoro (Milyar/Milliard Rupiah) ...
KPJu Unggulan di Kecamatan Taman, Kota Madiun...
Matriks SWOT ...
Luas Lahan Menurut Pemanfaatannya di Kabupaten Bojonegoro ...
Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Bojonegoro Tahun 2008-2010 ...
Penduduk Kabupaten Bojonegoro menurut Kelompok Umur Tahun 2010 ...
Keadaan Penduduk Kabupaten Bojonegoro Menurut Jenis Kelamin Tahun 2010...
Keadaan Penduduk Kabupaten Bojonegoro Menurut Mata Pencaharian Tahun 2020 ...
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2010 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 di Kabupaten Bojonegoro (Milyar/Milliard Rupiah) ...
Luas Panen dan Produksi Tanaman Padi dan Palawija
Peringkat Agroindustri Unggulan di Kecamatan
Margomulyo ...
Agroindustri Unggulan Kabupaten Bojonegoro
Tabel 15.
Tabel 16.
Berdasarkan Analisis Borda ...
Matriks SWOT Agroindustri Tunggak Kayu di Kabupaten Bojonegoro ...
Peta Rantai Nilai Agroindustri Tunggak Kayu di Kabupaten Bojonegoro ...
49
43
51
commit to user DAFTAR GAMBAR
No
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Judul
Value Chain Map Komoditas Pisang di Kabupaten Lumajang. ...
Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian………...
Value Chain Map Agroindustri Tunggak Kayu………….
Halaman
11
18
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Judul
Surat Ijin Penelitian...
Kuesioner Pemetaan dan Strategi
Pengembangan Agroindustri Tunggak
Kayu di Kabupaten Bojonegoro ...
Hasil Analisis MPE ...
Dokumentasi Kegiatan Penelitian ...
Data Usaha Industri Kabupaten Bojonegoro ...
Halaman
59
60
71
87
commit to user RINGKASAN
Carrine Irawan Kumalasari. H0808015. 2012. Identifikasi Potensi dan
Strategi Pengembangan Agroindustri Tunggak Kayu di Kabupaten Bojonegoro.
Dibimbing oleh Setyowati,SP, MP dan Nuning Setyowati, SP,M.Sc.
Pembangunan nasional merupakan suatu usaha untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara terus menerus, berlandaskan kemampuan nasional dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global. Kabupaten Bojonegoro merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang sedang berupaya untuk membangun perekonomian wilayahnya. Kawasan hutan yang dimiliki oleh Kabupaten Bojonegoro yang tergolong luas
yaitu 14,96 km2 memiliki potensi untuk dikembangkan salah satu
pengembangannya adalah agroindustri tunggak kayu.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peta (sebaran) agroindustri tunggak kayu, mengidentifikasi potensi agroindustri tunggak kayu disetiap kecamatan, mengidentifikasi potensi agroindustri tunggak kayu di tingkat kabupaten, merumuskan strategi pengembangan agroindustri tunggak kayu dan mengidentifikasi peta rantai usaha agroindustri tunggak kayu di Kabupaten Bojonegoro. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif, penentuan lokasi penelitian yaitu secara purposive dengan
mewawancarai responden sebagai teknik pengumpulan data. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Metode Perbandingan Eksponensial
(MPE), Metode Borda, Matriks SWOT, dan Analisis Value Chain Map (Peta
Rantai Nilai).
Hasil analisis dengan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) menunjukkan bahwa peta agroindustri tunggak kayu di Kabupaten Bojonegoro terdapat di 1 kecamatan dari 27 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Bojonegoro, yaitu Kecamatan Margomulyo. Berdasarkan analisis dengan Metode Borda, posisi agroindustri tunggak kayu di tingkat kabupaten yaitu berada pada peringkat kelima. Strategi yang perlu dilakukan untuk mengembangkan agroindustri tunggak kayu dengan menggunakan matriks SWOT yaitu mengembangkan produk dari segi jumlah dan bentuk produk yang akan dipasarkan, ikut bergabung dengan lembaga pinjaman modal yang sudah dibentuk KUB (Kelompok Usaha Bersama), menerapkan hasil pembinaan dan pengembangan industry dari desperindag agar agroindustri berkembang, menjaga
kestabilan produksi untuk memenuhi permintaan pasar dan melakukan promosi
tunggak kayu menjadi kerajinan, pengrajin, agen lokal dan ekspor sebagai pemasar tunggak kayu.
Saran dari penelitian ini Strategi yang telah dirumuskan bisa dijadikan suatu referensi atau pertimbangan bagi pelaku dan pemilik agroindutri tunggak kayu dalam usaha meningkatkan potensi dari Agroindustri Tunggak Kayu mengingat bahwa Kabupaten Bojonegoro memiliki subsektor kehutanan yang berpotensi bila terus dikembangkan. Sebaiknya dilakukan perluasan usaha dengan menambah jumlah unit usaha agroindustri tunggak kayu di kecamatan lain dengan dilakukannya pelatihan karena bahan baku berupa akar kayu jati tersedia mengingat luasya kawasan hutan di Kabupaten Bojonegoro. Pemilik agroindustri
tunggak kayu perlu memperkuat hubungan dengan stakeholder seperti
pemerintah, lembaga keuangan, maupun LSM agar mampu mengatasi kendala-kendala yang dialami seperti terbatasnya modal.
commit to user SUMMARY
Carrine Irawan Kumalasari. H0808015. 2012. Potential Identification and Development of Agro-Industry Strategy Tunggak Kayu in Bojonegoro. Guided by Setyowati, SP, MP and Nuning Setyowati, SP, M.Sc.
National development is an attempt to improve the quality of human life and the people of Indonesia are conducted on an ongoing basis, based on the national capacity to harness advances in science and technology and attention to the challenges of global development. Bojonegoro regency is one of regencies in East Java province which has been seeking to build the region's economy. Forest land owned by a relatively broad Bojonegoro ie 14.96 km2 has the potential to develop agro-industries development was one of the agroindustry tunggak kayu.
This study aimed to identify the map (distribution) agroindustry tunggak kayu, identify potential agroindustry tunggak kayu each district, to identify potential agroindustry tunggak kayu at the district level, formulating development strategies and identify agroindustry tunggak kayu chain maps tunggak kayu agroindustry business in Bojonegoro. The basic method used in this research is descriptive method, determining the location of the research by interviewing respondents purposively as data collection techniques. Data analysis method used in this study is comparison of Exponential method (MPE), Borda method, SWOT Matrix and Analysis Value Chain Map (Map Value Chain).
Comparison of the results of the analysis with method exponential (MPE) shows that the map agroindustry tunggak kayu in Bojonegoro contained in one district of 27 districts located in Bojonegoro, the District Margomulyo. Based on the analysis of the Borda method, the position of agroindustry tunggak kayu at the district level which ranks fifth. The strategy needs to be done to develop agroindustry tunggak kayu using SWOT matrix that is developing products in terms of number and shape of the product to be marketed, come join the institution that has been established capital loans KUB (Joint Business Group), applying the results of the training and development industry desperindag that agroindustry grow, maintain stable production to meet market demand and promoting agroindustry products featured stump and continued innovation. Map tunggak kayu agroindustry value chain is composed of three actors, the first is Perhutani as suppliers, and craftsmen as producers who cultivate tunggak into crafts, artisans, local agents and export as marketers tunggak kayu.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan nasional yaitu suatu usaha untuk meningkatkan kualitas
kehidupan manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara terus
menerus, berlandaskan kemampuan nasional dengan memanfaatkan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan
global. Oleh karena itu, pembangunan daerah merupakan kegiatan yang
berlandaskan pada kemapuan nasional dan berdasarkan perkembangan keadaan
daerah (mencakup daerah kabupaten atau kota, daerah propinsi, masing-masing
sebagai daerah otonom) dan nasional. Setiap pembangunan dilaksanakan
berdasarkan azas pemerataan dan keadilan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi
dan kesejahteraan yang tinggi, membina dan menjaga stabilitas nasional, baik
ekonomi, sosial budaya, politik, maupun keamanan serta menjaga dan
meningkatkan ketahanan nasional pada semua segi kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara (Munji, 2012).
Pertanian merupakan basis perekonomian Indonesia. Mayoritas penduduk
Indonesia, yang sebagian besar tinggal di daerah pedesaan, hingga saat ini masih
menyandarkan mata pencahariannya pada sektor pertanian. Selain menyediakan
kebutuhan pangan bagi penduduk serta menyerap tenaga kerja, sektor pertanian
juga merupakan pemasok bahan baku bagi sektor industri dan menjadi sumber
penghasil devisa (Dumairy, 1997). Pembangunan pertanian merupakan bagian
integral dari pembangunan nasional, karenanya visi dan misi pembangunan
pertanian dirumuskan dalam kerangka dan mengacu pada pencapaian visi dan
misi pembangunan nasional. Visi pembangunan pertanian adalah terwujudnya
pertanian yang modern, tangguh dan efisien menuju masyarakat Indonesia yang
memanfaatkan sumber daya pertanian secara optimal dan menerapkan teknologi
tepat serta spesifik lokasi dalam rangka membangun pertanian yang berdaya saing
tinggi dan berkelanjutan, dan (2) memberdayakan masyarakat pertanian menuju
wiraswasta agribisnis yang mandiri, maju, dan sejahtera (Prakosa, 2002).
Kabupaten Bojonegoro adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur
yang sedang berupaya untuk membangun perekonomian wilayahnya. Kabupaten
Bojonegoro juga memiliki potensi sektor pertanian yang layak dikembangkan.
Pembangunan wilayah Kabupaten Bojonegoro ditopang oleh sembilan sektor
perekonomian, yaitu sektor pertanian; sektor pertambangan dan penggalian;
sektor industri; sektor listrik, gas dan air bersih; sektor bangunan; sektor
perdagangan; sektor angkutan; sektor bank dan lembaga keuangan lainya; dan
sektor jasa-jasa. Sektor pertanian merupakan sektor yang memberikan kontribusi
terbesar dari tahun 2007 hingga tahun 2010 (BPS Kabupaten Bojonegoro, 2011).
Untuk mengetahui bagaimana kinerja sektor perekonomian di Kabupaten
Bojonegoro dapat digunakan indikator data Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB). Adapun nilai PDRB Kabupaten Bojonegoro dapat dilihat pada tabel
Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto Menurut lapangan Usaha Tahun 2007-2010 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 di Kabupaten Bojonegoro (Milyar)
Lapangan Usaha 2007 2008 2009 2010
Rata-rata Pertanian 1.828.07 1.901.81 2.032.71 2.148.86 1.977.86
Penggalian 1.800.64 1.450.96 1.808.36 2.317.25 1.844.3
Industri
Hotel dan Restoran 1.152.40 1.156.63 1.218.19 1.311.24 1.209.61
Angkutan dan
Sumber: Bojonegoro Dalam Angka 2011
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa penopang pembangunan
ekonomi daerah di Bojonegoro berasal dari sektor pertanian. Hal ini terlihat dari
peningkatan nilai lapangan usaha sektor pertanian selama tahun 2007-2010
dimana sektor pertanian mempunyai nilai terbesar dibanding sektor perekonomian
lainnya. Tabel 1 menunjukkan produk domestic regional bruto lapangan usaha
pertanian selama kurun waktu empat tahun cenderung meningkat.
Kabupaten Bojonegoro memiliki luas daratan 2.307,06 km2 dengan kawasan
hutan yang luas yaitu 14,96 km2 (BPS Kabupaten Bojonegoro, 2011). Kawasan
subsektor pertanian yaitu kehutanan juga dimiliki oleh Kabupaten Bojonegoro
terlihat dari ukiran mebel, kerajinan bubut kayu, dan tunggak kayu.
Agroindustri merupakan titik sentral suatu agribisnis. Berbeda dengan bisnis
”on farm” proses agroindustri dapat lebih terkontrol dan dapat lebih pasti dalam
proses produksinya. Sebagai penggerak yang berposisi di tengah dalam
agrobisnis, agroindustri merupakan kunci suksesnya agrobisnis. Orientasi pasar
didorong oleh komponen industri, karena komponen ini sangat memegang teguh
target mutu produk akhir yang dikehendaki pasar. Kualitas demikian akhirnya
menjadi tuntutan pasar dan komponen dalam agrobisnis harus dapat memenuhi
standar mutu yang ditentukan dan bisnis ” on farm” harus dapat memproduksi
pada tingkat mutu tinggi (Sadjad, 2001).
Agroindustri Tunggak Kayu merupakan agroindustri dengan produk akhir
adalah kerajinan Tunggak Kayu. Kerajinan Tunggak Kayu banyak diminati
karena memiliki daya tarik tersendiri dan memiliki keunikan dari segi bentuk dan
ukurannya. Tunggak kayu bisa dibentuk menjadi sofa, bola tunggak, tempat buah,
nampan, meja, kursi, almari dengan bentuk yang unik dan ukuran yang beragam.
Bagian pangkal tunggak atau sisa batang biasanya digunakan sebagai sandaran
kursi untuk yang bentuknya tegak biasa digunakan untuk penyekat ruangan.
Kabupaten Bojonegoro merupakan salah satu Kabupaten penghasil
kerajinan Tunggak Kayu selain Kabupaten Lainnya seperti Ngawi dan Blora,
namun tingkat persaingan yang ada mengharuskan Agroindustri Tunggak Kayu
mampu bersaing dengan agroindustri lainnya. Agroindustri tunggak kayu antar
Kabupaten yang juga menghasilkan kerajinan tunggak kayu memiliki keunggulan
masing-masing. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang tepat, terutama dalam
mengembangkan agroindustri Tunggak Kayu agar mampu bersaing dengan
B. Perumusan Masalah
Agroindustri merupakan sebuah solusi untuk meningkatkan nilai tambah
komoditi pertanian yaitu dengan mengembangkan produk turunan dan komoditi
pertanian yang dimiliki sehingga terwujud pertanian yang lebih modern,
komersial dan memiliki keunggulan kompetitif. Pengembangan agroindustri
diarahkan pada industry yang berbasis sumberdaya lokal dan mampu
memberdayakan ekonomi rakyat.
Agroindustri Tunggak kayu menghasilkan kerajinan yang berbahan baku
akar pohon jati. Agroindustri tunggak kayu merupakan salah satu agroindustri
yang ada di Kabupaten Bojonegoro yang memiliki peluang dan potensi sehingga
masih bisa bertahan hingga sekarang. Bahan baku agroindustri Tunggak kayu
cukup tersedia di wilayah Kabupaten Bojonegoro. Selain tersedia bahan baku,
pelaku agroindustri atau pengerajin juga ada dalam jumlah yang banyak. Banyak
konsumen menginginkan kerajinan-kerajinan dari Tunggak kayu karena memiliki
bentuk yang unik kuat dan tahan lama, konsumen juga dapat memesan sendiri
bentuk sesuai dengan keinginan. Pemasaran produk agroindustri Tunggak kayu
ini sudah tergolong luas karena konsumennya sudah berasal dari luar negeri
seperti Jepang dan Jerman.
Berdasarkan latar belakang dan potensi yang ada tersebut, diperlukan upaya
pemetaan agroindustri yang ada di Kabupaten Bojonegoro sebagai dasar untuk
menentukan perencanaan pengembangan agroindustri dan penentuan agroindustri
unggulan untuk mengetahui prioritas pengembangan agroindustri. Upaya lebih
lanjut adalah dengan merumuskan alternatif strategi pengembangan agroindustri
Tunggak Kayu. Hal ini mengingat agroindustri Tunggak Kayu memiliki
karakteristik yang berbeda yaitu berbahan baku dari akar kayu jati sehingga juga
memiliki kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang berbeda. Agroindustri
Tunggak Kayu selain memiliki banyak kelebihan dan potensi, juga dihadapkan
teknologi, pemasaran, SDM, dan manajemen. Berdasarkan latar belakang dan
potensi yang ada diatas, maka rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian
ini sebagai berikut :
1. Bagaimana peta (sebaran) agroindustri tunggak kayu di Kabupaten
Bojonegoro ?
2. Bagaimana potensi agroindustri tunggak kayu disetiap kecamatan di
Kabupaten Bojonegoro ?
3. Bagaimana potensi agroindustri tunggak kayu di Kabupaten Bojonegoro ?
4. Bagaimana strategi pengembangan agroindustri tunggak kayu di Kabupaten
Bojonegoro ?
5. Bagaimana peta rantai usaha agroindustri tunggak kayu di Kabupaten
Bojonegoro ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengidentifikasi peta (sebaran) agroindustri tunggak kayu di
Kabupaten Bojonegoro
2. Untuk mengidentifikasi potensi agroindustri tunggak kayu disetiap kecamatan
di Kabupaten Bojonegoro
3. Untuk mengidentifikasi potensi agroindustri tunggak kayu di Kabupaten
Bojonegoro
4. Untuk merumuskan strategi pengembangan agroindustri tunggak kayu di
Kabupaten Bojonegoro
5. Untuk mengidentifikasi peta rantai usaha agroindustri tunggak kayu di
Kabupaten Bojonegoro
D. Kegunaan penelitian
1. Bagi penulis, diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahun terutama
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta
2. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bojonegoro, diharapkan mampu
dijadikan sebagai bahan pertimbangan Pemerintah Daerah dalam mengambil
keputusan terkait dengan kebijakan dalam perencanaan pengembangan
ekonomi daerah khususnya terhadap agroindustri.
3. Bagi pelaku dan pemilik Agroindustri Tunggak Kayu, diharapkan mampu
dijadikan sebagai pertimbangan dalam meningkatkan dan mengembangkan
potensi terhadap agroindustri Tunggak Kayu.
4. Bagi pembaca, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian guna
menambah wawasan dan pengetahuan serta sebagai referensi untuk penelitian
commit to user
A. Penelitian Terdahulu
Bank Indonesia (2010) melakukan identifikasi potensi daerah di tingkat
kecamatan. Sebagai contoh, berdasarkan analisis Metode Pemeringkatan
Eksponensial (MPE) diketahui hasil identifikasi KPJu Unggulan di Kecamatan
Taman, Kota Madiun sebagai berikut :
Tabel 2. KPJu Unggulan di Kecamatan Taman, Kota Madiun
Sektor KPJu Unggulan Nilai MPE
Pertanian Jeruk 198187,6
Industri Pengolahan Kayu Olahan dan Furniture 30863,51
Perdagangan, Hotel, dan Restoran Warung Makan 31224,86
Angkutan dan Komunikasi Bus Kota 281032,7
Pertambangan dan Penggalian Pasir 46.946
Listrik, Gas, dan Air Bersih - -
Konstruksi dan Bangunan Pemborong, skala kecil 53.554
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
Koperasi 1890,917
Jasa-jasa Penjahit 51055,42
Sumber : Bank Indonesia (2010)
Menurut penelitian Bank Indonesia (2009), yang berjudul Baseline
Economic Survey (BLS) di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada Kajian
Ekonomi Regional Triwulan I adalah sebagai berikut :
a) Berdasarkan hasil analisis Metode Perbandingan Eksponensional KPJu
unggulan per sektor di setiap kabupaten/kota, KPJu unggulan per sektor
tingkat provinsi ranking pertama adalah sebagai berikut; usaha budidaya
padi sawah (padi dan palawija), cabe (sayuran), mangga (buah-buahan),
usaha perkebunan kelapa (perkebunan), usaha budidaya sapi (peternakan),
usaha rumput laut (perikanan), penggalian batu pecah (pertambangan),
industri tenun ikat (industri), perdagangan hasil pertanian (perdagangan),
jasa suku cadang kendaraan (jasa-jasa angkutan darat untuk penumpang
(angkutan), dan kolam renang Oeluam (pariwisata).
b) KPJu unggulan lintas sektor di tingkat provinsi merupakan hasil agregasi
commit to user
setiap kabupaten/kota adalah sebagai berikut, urutan 5 (lima) KPJu dengan
skor terbobot tertinggi Unggulan lintas sektor Provinsi Nusa Tenggara
Timur adalah kegiatan budidaya ternak sapi, budidaya rumput laut,
industri anyaman pandan dan lontar, budidaya ternak babi dan jasa
angkutan penumpang.
Berdasarkan hasil focus group discussion, analisis MPE, Borda dan AHP
diperoleh tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara satu kabupaten/kota
dengan kabupaten/kota lainnya. Perbedaan terjadi hanya pada posisi atau
ranking masing-masing KPJu Unggulan di suatu kabupaten/kota dengan
kabupaten/kota lainnya.
Menurut Rahayu (2007) dalam penelitian yang berjudul “Strategi
Pengembangan Usahatani Salak di Kabupaten Karanganyar” yang bertujuan
untuk mengetahui keragaaan usahatani salak di Kabupaten Karanganyar,
merumuskan alternatif strategi yang dapat diterapkan dalam mengembangkan
usahatani salak di Kabupaten Karanganyar, menentukan prioritas strategi yang
dapat diterapkan dalam mengembangkan Usahatani Salak di Kabupaten
Karanganyar. Dari hasil analisis SWOT diperoleh bahwa kekuatan dalam
mengembangkan usahatani salak yaitu kesuburan tanah dan kondisi
agroklimat yang mendukung usahatani, sedangkan untuk kelemahannya
adalah keterampilan petani masih rendah dalam membudidayakan Usahatani
Salak di Kabupaten Karanganyar. Adanya budaya masyarakat membawa
oleh-oleh merupakan peluang pengembangan usahatani salak tersebut. Sedangkan
tuntutan pembeli terhadap kualitas salak merupakan ancaman bagi
pengembangan Usahatani Salak di Kabupaten Karanganyar. Alternatif strategi
yang dapat diterapkan dalam mengembangkan Usahatani Salak di Kabupaten
Karanganyar yaitu mengembangkan budidaya salak sesuai pendekatan
wilayah dan sentra produksi, meningkatkan hubungan kerjasama antar petani
dalam kelompok tani pada kegiatan budidaya dan pemasaran hasil serta
commit to user
produksi dan pemasaran.
Berdasarkan penelitian yang berjudul Strategi Pengembangan Agribisnis
Kedelai (Glicyne max L. Merril) di Kabupaten Sukoharjo oleh Handayani
tahun 2007 diperoleh kesimpulan bahwa alternatif strategi yang dapat
diterapkan adalah untuk strategi S-O yaitu mengoptimalkan pemanfaatan
SDA, Saprotan, dan infrastruktur yang didukung pengalaman berusahatani dan
SL untuk meningkatkan produksi dan kualitas kedelai sesuai permintaan
pasar; untuk strategi W-O yaitu memanfaatkan bantuan dana dari pemerintah
untuk modal usaha; untuk strategi S-T yaitu memperbaiki perumusan
implementasi kebijakan terkait bidang pertanian melalui perbaikan
manajemen, pembangunan pertanian; untuk strategi W-T yaitu meningkatkan
kualitas SDM dan kapasitas sumber daya pertanian untuk memperkuat
kelembagaan petani untuk meningkatkan kualitas produksi kedelai.
Penelitian yang dilakukan oleh Wardhani (2011) dengan judul Strategi
Pengembangan Komoditi Pertanian di Kecamatan Baureno Kabupaten
Bojonegoro (Pendekatan Tipologi Klassen, SWOT, QSPM(Quantitative
Strategic Planning Matrix)) menyampaikan strategi pengembangan komoditi
pisang sebagai komoditi prima berdasarkan analisis SWOT terdiri dari 7
alternatif strategi pengembangan, yaitu :
1. Peningkatan diversifikasi produk olahan pisang
2. Pengoptimalan peran PPL untuk meningkatkan kualitas SDM petani
pisang
3. Peningkatan kinerja infrastruktur untuk mendukung pemasaran pisang dan
produk olahan pisang
4. Peningkatan efisiensi usahatani pisang
5. Pembinaan usahatani komoditi pisang
6. Peningkatan manajemen usahatani dan agroindustri pisang
7. Perluasan pangsa pasar pisang dan produk olahan pisang
Berdasarkan penelitian Permana (2011) yang berjudul “Simulasi
commit to user
yang telah dilakukan. Adapun gambar rantai nilai pisang di Kabupaten
Lumajang bisa dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Value Chain Map Komoditas Pisang di Kabupaten Lumajang.
Berdasarkan hasil studi diketahui bahwa Pisang telah diperlakukan
sesuai dengan Standar Prosedur Operasional (SPO) di sepanjang value chain.
Salah satu hal penting yang menjadikan pisang mas di Lumajang berkualitas
tinggi adalah karena petani pisang di Lumajang sudah lebih maju dari petani
hortikultura lainnya dan telah terkoordinasi ke dalam kelompok-kelompok
petani yang merupakan hasil pembinaan Dinas Pertanian setempat, dengan
adanya Kelompok Tani tersebut maka pisang yang baru dipanen oleh petani
individu akan dibawa ke tempat processing Kelompok Tani sebelum pisang
tersebut didistribusikan.
Disamping petani dan Kelompok Tani, terdapat pedagang pengumpul
yang berperan sebagai penghubung antara Kelompok Tani dengan distributor
besar. Distributor besar selalu menyampaikan pesanannya ke pedagang
pengumpul tersebut, namun dalam proses pengiriman Kelompok Tani
melakukan pengiriman langsung ke distributor besar tanpa melalui pedagang
pengumpul terlebih dahulu. Sedangkan untuk distributor besar, hampir
seluruh pisang mas dari Lumajang didistribusikan melalui sebuah distributor
besar bernama PT Sewu Segar Nusantara (PT SSN). Oleh karena itu sebagian
commit to user
kota besar di Indonesia melalui ritel modern dan pasar tradisional yang
termasuk dalam jaringan pemasaran PT SSN tersebut.
Berbagai hasil penelitian terdahulu menunjukkan pentingnya setiap
wilayah untuk menggali dan mengidentifikasi potensi perekonomian yang ada
dari sektor pertanian. Dalam penelitian ini, potensi yang dimaksudkan adalah
potensi agroindustri Tunggak Kayu. Hasil penelitian Bank Indonesia (2009)
dan penelitian Bank Indonesia (2010) dijadikan referensi karena memiliki
persamaan dalam penggunaan metode yaitu dengan analisis MPE (Metode
Perbandingan Eksponensial) dan Metode Borda. Analisis menggunakan
Metode Perbandingan Exponensial dan Metode Borda bisa digunakan untuk
memperoleh agroindustri unggulan di tingkat Kecamatan dan di tingkat
Kabupaten sebagai bahan untuk pemetaan dan identifikasi potensi agroindustri
Tunggak Kayu di Kabupaten Bojonegoro.
Hasil penelitian dari Handayani (2007), Rahayu (2007), dan Wardhani
(2011) juga dijadikan sebagai referensi dalam penelitian ini dengan
pertimbangan persamaan metode yang digunakan yaitu analisis SWOT.
Metode analisis SWOT dapat digunakan sebagai perumusan strategi
agroindustri Tunggak Kayu di Kabupaten Bojonegoro. Berdasarkan hasil
penelitian Permana (2011) dijadikan sebagai referensi dalam penelitian ini
karena menggunakan metode analisis yang sama yaitu analisis Value Chain
Map. Dengan analisis Value Chain Map bisa diterapkan untuk mengetahui
rantai nilai agroindustri Tunggak Kayu di Kabupaten Bojonegoro.
B. Tinjuan Pustaka
1. Pembangunan Pertanian
Pembangunan pertanian dihadapkan pada kondisi lingkungan
strategis yang terus berkembang secara dinamis yang menjurus pada
liberalisasi perdagangan internasional dan investasi. Menghadapi
perubahan lingkungan strategis tersebut serta untuk memanfaatkan peluang
commit to user
internasional (Daniel, 2002).
Menurut Syafaat et al., (2004) tujuan akhir pembangunan pertanian
ada enam, sebagai berikut:
1. Meningkatkan kapasitas produksi pertanian
2. Mengentaskan kemiskinan di sektor pertanian dan wilayah pedesaan
3. Meningkatkan pendapatan rumah tangga petani
4. Memantapkan ketahanan pangan baik di tingkat rumah tangga maupun
nasional
5. Meningkatkan kapasitas penyerapan tenaga kerja sektor pertanian
6. Meningkatkan kontribusi sektor pertanian terhadap devisa Negara.
2. Otonomi Daerah
Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. pengertian lebih luas lagi adalah
wewenang/kekuasaan pada suatu wilayah/daerah yang mengatur dan
mengelola untuk kepentingan wilayah/daerah masyarakat itu sendiri mulai
dari ekonomi, politik, dan pengaturan perimbangan keuangan termasuk
pengaturan sosial, budaya, dan ideologi yang sesuai dengan tradisi adat
istiadat daerah lingkungannya. Pelaksanaan otonomi daerah dipengaruhi
oleh faktor-faktor yang meliputi kemampuan si pelaksana, kemampuan
dalam keuangan, ketersediaan alat dan bahan, serta kemampuan dalam
berorganisasi. Otonomi daerah tidak mencakup bidang-bidang tertentu,
seperti politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter,
fiskal, dan agama. Bidang-bidang tersebut tetap menjadi urusan
pemerintah pusat. Pelaksanaan otonomi daerah berdasar pada prinsip
demokrasi, keadilan, pemerataan, dan keanekaragaman (Anonim, 2011).
3. Agroindustri
Agroindustri merupakan kegiatan dengan cirri meningkatkan nilai
commit to user
keuntungan produsen. Sifat kegiatannya mampu menciptakan lapangan
pekerjaan, memperbaiki pemerataan pendapatan dan mempunyai kapasitas
yang cukup besar untuk menarik pembangunan sector pertanian
(Tarigan, 2007).
Agroindustri memiliki keunggulan karena (i) berbasis pada potensi
sumberdaya alam dalam negeri, sehingga dapat memulihkan dan memacu
pertumbuhan ekonomi, (ii) industrialisasi sector pertanian dalam rangka
meningkatkan nilai tambah dan daya saing, (iii) sebagai strategi
pemberdayaan ekonomi masyarakat, (iv) sifat sector pertanian bertumpu
pada proses biologis dengan memanfaatkan SDA di pedesaan, (v)
karakteristik sector pertanian sebagai bahan baku industry yakni mudah
rusak dan tergantung pada alam, dan (vi) karakteristik sector industry
memiliki fleksibilitas tinggi (Sadjad,2001).
4. Tunggak Kayu
Tunggak kayu merupakan salah satu limbah dari hasil tebangan
pohon jati. Sebagai bahan limbah, tunggak kayu sebenarnya masih
bermanfaat dan mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi, yaitu sebagi
bahan baku untuk mebel, kerajinan tangan seperti jam dinding, vas bunga,
patung dan perabotan rumah tangga. Bahkan saat ini mebel dan kerajinan
gembol jati sudah diekspor, sehingga nilainya menjadi lebih tinggi.
Tunggak kayu yang diambil untuk mebel mempunyai ciri-ciri
khusus, antara lain: batangnya berukuran minimal tinggi 30 cm diatas
pernukaan tanah dan diameter lebih dari 40 cm, agak kering serta
bentuknya agak unik. Bagian batang yang mempunyai gembol, harganya
lebih tinggi. Akar, dipilih yang kuat, keras dan tak ada pelapukan, serta
bentuknya agak bulat bila untuk meja (Meidiana, 2000).
5. Strategi Pengembangan Agroindustri
Ada beberapa strategi yang digunakan dalam mengembangkan
agroindustri. Berikut ini adalah beberapa strategi yang digunakan dalam
commit to user
2. Sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki kompetensi yang
tinggi.
3. Peningkatan ilmu dan penguasaan teknologi yang bisa mendukung
inovasi.
4. Peningkatan system manajemen informasi dan perluasan pangsa pasar.
5. Kecukupan modal guna pengembangan usaha dan kelanjutan usaha.
6. Terbentuknya organisasi yang mampu menghadapi perubahan
lingkungan dengan cepat dan manajemen yang professional.
7. Adanya budaya cinta produk nasional.
8. Adanya keberpihakan pemerintah terhadap petani
(Anonima,2011).
6. Metode Perbandingan Eksponensial
Metode Perbandingan Eksponensial merupakan salah satu metode
untuk menentukan urutan priortas alternatif keputusan dengan
menggunakan kriteria jamak. Teknik ini digunakan untuk membantu
individu dalam pengambilan keputusan untuk menggunakan rancang
bangun model yang telah terdefinisi dengan baik pada tahapan proses.
Metode Perbandingan Eksponensial mempunyai keuntungan dalam
mengurangi bias yang mungkin terjadi dalam analisis. Nilai skor yang
menggambarkan urutan prioritas menjadi besar (fungsi eksponensial)
sehingga mengakibatkan urutan prioritas keputusan lebih nyata
(Marimin,2004).
7. Metode Borda
Metode Borda adalah metode yang dipakai untuk menetapkan urutan
peringkat (Marimin, 2004). Metode Borda dapat digunakan sebagai analisa
lanjutan dari Metode Perbandingan Eksponensial. Nilai Borda merupakan
akumulasi hasil perkalian antara nilai MPE suatu keputusan dengan nilai
rangking alternatif keputusan yang ada. Nilai Borda menunjukkan
commit to user
Analisis yang dipakai untuk menyusun factor-faktor strategis
perusahaan adalah matrik SWOT. Matrik ini dapat menggambarkan secara
jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan
dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan. Matrik ini data
menghasilkan empat set kemungkinan alternative strategis.
(Rangkuti,2001).
9. Peta Rantai Nilai (Value Chain Map)
Pendekatan Rantai Nilai (Value Chain Approach) merupakan sebuah
pendekatan sekaligius juga alat analisis untuk penguatan (upgrading) daya
saing sebuah sub-sektor atau komoditas unggulan daerah secara
komprehensif. Aplikasi dar instrument ini bersifat partisipasif yang
melibatkan para pelaku yang terkait dalam penciptaan nilai suatu
komoditas sejak dari input hingga tahap konsumsi. Melalui pendekatan
rantai nilai dapat diperoleh strategi dan rencana aksi yang lebih aplikatif
bagi penguat sebuah sub-sektor atau komoditas unggulan, melalui fasilitasi
pembuatan peta rantai nilai (Value Chain Map), analisis rantai nilai (Value
Chain Analysis), formulasi strategi dan rencana aksi upgrading rantai nilai,
serta ketrampilan fasilitas untuk aspek terkait dengan implementasi
penguatan rantai nilai (Fakultas Teknik Industri,2009).
C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah
Otonomi daerah merupakan suatu kewenangan yang dimiliki oleh
masing-masing daerah untuk mengembangkan potensi yang dimiliki
daerahnya dalam rangka peningkatan pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya
otonomi daerah ini maka diharapakan pemerintah setempat menggunakan
kewenangannya untuk memaksimalkan potensi alam maupun sumber daya
yang dimiliki Kabupaten Bojonegoro terutama di sektor pertanian sebagai
sektor penopang perekonomian daerah. Apabila kewenangan itu sudah
dilaksanakan dengan baik, maka diharapkan daerah dapat tumbuh dengan
mandiri dan tidak tergantung kepada pemerintah pusat. Agroindustri Tunggak
commit to user
Bojonegoro merupakan salah satu kabupaten yang banyak terdapat
agroindustri Tunggak Kayu.
Analisis MPE (Metode Perbandingan Eksponensial) untuk mengetahui
potensi agroindustri Tunggak Kayu setiap kecamatan di Kabupaten
Bojonegoro. Kemudian dilakukan analisis Borda untuk menentukan posisi
agroindustri Tunggak Kayu di tingkat Kabupaten. Analisis SWOT merupakan
analisis selanjutnya yang dilakukan untuk mengetahui apa saja yang menjadi
kekuatan, kelemahan, ancaman, dan peluang yang dimiliki oleh agroindustri
Tunggak Kayu. Kemudian dilakukan analisis value chain map secara
derskriptif dengan mengolah data mengenai rantai nilai agroindustri tunggak
kayu kemudian dipaparkan dalam bentuk tabel informatif yang berisi peran
pemasok agroindustri, peran pengolah agroindutri, peran pemasar agroindutri,
pelaku agroindustri, bentuk produk agroindustri, daya tawar pelaku
agroindustri terhadap harga dan kualitas, harga produk agroindustri,
keuntungan agroindustri, sistem pembayaran agroindustri, metode
pembayaran agroindustri, keinginan atau standar yang disukai pembeli
produk agroindustri dan lembaga pendukung agroindustri.
Bagan kerangka teori pendekatan masalah penelitian ini sebagai
commit to user
Gambar 2. Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian Pembangunan Daerah
Kabupaten Bojonegoro
Pembangunan Sektor Pertanian
Agroindustri
Potensi
AgroindustriTunggak Kayu
Posisi/potensi Agroindustri Tunggak Kayu di Kabupaten
Bojonegoro
Analisis SWOT Analisis Value
Chain Map
Strategi pengembangan Agroindustri Tunggak Kayu
di Kabupaten Bojonegoro
Value Chain Map
Agroindustri Tunggak Kayu
Pemetaan (Sebaran) Agroindustri
ditingkat Kecamatan
Sebaran Agroindustri Tunggak Kayu
Analisis MPE
Posisi (potensi) Tunggak Kayu ditingkat Kecamatan
commit to user
1. Responden dalam penelitian ini terdiri dari mantri tani, mantri statistika
dan mantri ekonomi di setiap Kecamatan di Kabupaten Bojonegoro. Untuk
memperoleh data Agroindustri dengan berbagai karakteristik
menggunakan criteria yang diadopsi dari Bank Indonesia (2010) yaitu
jumlah unit usaha pelaku agroindustri; jangkauan pemasaran produk
agroindustri; ketersediaan bahan baku/sarana produksi agroindustri; dan
kontribusi agroindustri terhadap perekonomian daerah.
2. Analisis yang dilakukan yaitu identifikasi peta (sebaran) agroindustri
tunggak kayu, analisis MPE, analisis Borda, analisis SWOT, dan analisis
Value Chain Map
E. Asumsi-asumsi
Responden yang terdiri dari mantri tani, mantri statistik dan mantri
ekonomi di setiap Kecamatan di Kabupaten Bojonegoro dianggap mengenali,
dan memiliki perhatian terhadap perkembangan Agroindustri yang ada di
wilayah kecamatannya.
F. Definisi Operasional Variabel
1. Agroindustri merupakan industri berbahan baku dari hasil pertanian dan
memiliki kegiatan yang saling berhubungan antara produksi, pengolahan,
pengangkutan, penyimpanan, pendanaan, pemasaran dan distribusi
produk pertanian.
2. Agroindustri tunggak kayu merupakan usaha pengolahan tunggak kayu
yang merupakan akar dari pohon kayu Jati menjadi berbagai macam
barang seperti meja, kursi, nampan dan barang-barang yang lainnya.
3. Strategi pengembangan merupakan upaya yang dapat dilakukan untuk
mengembangkan agroindustri Tunggak Kayu yang sudah ada agar lebih
berkembang
4. Potensi agroindustri merupakan kemampuan yang dimiliki oleh
agroindustri untuk berkembang ke arah yang lebih baik dengan kekuatan
commit to user
digunakan untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan
agroindustri ditingkat kecamatan dengan menggunakan beberapa kriteria.
6. Metode Borda adalah metode yang dipakai untuk menetapkan urutan
peringkat atau posisi agroindustri tunggak kayu ditingkat Kabupaten
Bojonegoro.
7. Kekuatan adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam usaha agroindustri
tunggak kayu di Kabupaten Bojonegoro dan merupakan keunggulan bagi
usaha pengembangan agroindustri.
8. Kelemahan adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam usaha
agroindustri tunggak kayu di Kabupaten Bojonegoro dan merupakan
keterbatasan bagi upaya pengembangan agroindustri.
9. Peluang adalah faktor-faktor yang berasal dari luar usaha agroindustri
tunggak kayu di Kabupaten Bojonegoro yang dapat membantu
pelaksanaan pengembangan usaha.
10. Ancaman adalah faktor-faktor yang berasal dari luar usaha agroindustri
tunggak kayu di Kabupaten Bojonegoro yang dapat menganggu
pelaksanaan pengembangan usaha.
11. Analisis SWOT adalah suatu alat analisis situasi yang menguji kondisi
internal dan eksternal suatu agroindustri untuk mengidentifikasi kekuatan
(Stength), kelemahan (Weakness), peluang (Opportunities), dan ancaman
(Threath).
12. Analisis rantai nilai (value chain map) dilakukan secara derskriptif
dengan mengolah data mengenai rantai nilai agroindustri tunggak kayu
kemudian dipaparkan dalam bentuk tabel informatif yang berisi peran
pemasok agroindustri, peran pengolah agroindutri, peran pemasar
agroindutri, pelaku agroindustri, bentuk produk agroindustri, daya tawar
pelaku agroindustri terhadap harga dan kualitas, harga produk
agroindustri, keuntungan agroindustri, sistem pembayaran agroindustri,
metode pembayaran agroindustri, keinginan atau standar yang disukai
commit to user
III. METODE PENELITIAN
A. Metode Dasar Penelitian
Metode dasar adalah metode yang di gunakan sebagai acuan untuk
melaksanakan penelitian. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yaitu
metode yang memusatkan perhatian dan permasalahan yang ada pada masa
sekarang dan bertitik tolak dari data yang dikumpulkan, dianalisis dan
disimpulkan dalam konteks teori-teori yang ada dari penelitian terdahulu.
Penelitian deskriptif yang baik merupakan bahan yang sangat diperlukan untuk
penelitian analitis (Surakhmad, 1994).
B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian
Metode pengambilan daerah dilakukan secara purposive, yaitu
pengambilan daerah penelitian dengan mempertimbangkan alasan yang diketahui
dari daerah penelitian tersebut (Singarimbun, 1995). Daerah penelitian yang
diambil adalah Kabupaten Bojonegoro dengan pertimbangan Provinsi Jawa Timur
memiliki kawasan hutan seluas 1.363.719 ha (Anonimb, 2012). Kabupaten
Bojonegoro memiliki luas wilayah hutan yang luas yaitu 14,96 km2 sehingga
mampu menyediakan bahan baku Agroindustri Tunggak kayu (Anonimc,2012).
C. Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Data Primer
Data primer diperoleh dengan cara melakukan deep interview dengan
mantri tani, mantri statistik, dan mantri ekonomi di masing-masing kecamatan
di seluruh Kabupaten Bojonegoro. Data yang di dapatkan tentang agroindustri
dari masing-masing kecamatan berupa jumlah unit usaha, jangkauan atau
kondisi pemasaran, ketersedian bahan baku atau sarana produksi dan
ini juga dilakukan wawancara dengan pemilik dan pelaku agroindustri
tunggak kayu serta melibatkan Staf Dinas Perkebunan dan Kehutanan
Kabupaten Bojonegoro, Dinas Perindustrian Perdagangan, Kepala BAPPEDA
Kabupaten Bojonegoro. Data yang diperoleh adalah tentang strength
(kekuatan), weakness (kelemahan), opportunities (peluang) dan (ancaman)
threats dari agroindustri.
2. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang dihimpun dalam bentuk yang sudah ada
atau sudah jadi serta dapat dipublikasikan data tersebut sudah dikumpulkan
dan diolah lembaga atau perusahaan. Data sekunder diperoleh dari instansi
atau lembaga yang terkait dengan penelitian ini. Data sekunder dari penelitian
ini berupa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bojonegoro
ADHK 2000 tahun 2007-2010, dan Bojonegoro Dalam Angka 2011. Data
sekunder ini didapat dari BPS Kabupaten Bojonegoro dan Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Kabupaten Bojonegoro.
D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
metode sebagai berikut :
1. Wawancara yaitu mengumpulkan data dengan menggunakan panduan
berupa daftar pertanyaan yang telah disiapkan oleh peneliti. Data yang
didapat dari wawancara antara lain jenis agroindustri di Kabupaten
Bojonegoro , SWOT dari agroindustri dan peta rantai usaha agroindustri.
2. Observasi yaitu cara pengumpulan data dengan melakukan pengamatan
langsung terhadap sasaran penelitian untuk mendapatkan data-data yang
berhubungan dengan penelitian. Data yang diperoleh adalah proses produksi
tunggak kayu.
dengan penelitian. Data yang diperoleh adalah hasil wawancara dan data dari
BPS.
E. Metode Analisis Data
1. Identifikasi Peta (Sebaran) Agroindustri Tunggak Kayu di Kabupaten
Bojonegoro
Untuk melakukan identifikasi potensi agroindustri tunggak kayu di
Kabupaten Bojonegoro dilakukan dengan melakukan survei langsung ke
semua kecamatan yang ada di Bojonegoro (27 kecamatan). Teknik survei
dilakukan dengan melakukan depth interview dengan 3 pihak (stake holder)
yang diasumsikan memahami kondisi dan potensi agroindustri disetiap
wilayah kecamatan yaitu mantri statistik, mantri tani dan mantri ekonomi.
Data agroindustri yang diperoleh kemudian ditabulasi dan diolah sehingga
akan diperoleh peta (sebaran) agroindustri tunggak kayu diseluruh wilayah
Kabupaten Bojonegoro.
2. Identifikasi Potensi Agroindustri Tunggak Kayu di Tingkat Kecamatan
Dengan Analisis Metode Perbandingan Eksponensial (MPE)
Metode Perbandingan Eksponensial merupakan salah satu metode
untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan menggunakan
criteria jamak. Teknik ini digunakan untuk membantu individu dalam
pengambilan keputusan untuk menggunakan rancang bangun model yang
telah terdefinisi dengan baik pada tahapan proses. Metode perbandingan
eksponensial mempunyai keuntungan dalam mengurangi bias yang mungkin
terjadi dalam analisis. Nilai skor yang menggambarkan urutan prioritas
menjadi besar (fungsi eksponensial) sehingga mengakibatkan urutan prioritas
keputusan lebih nyata (Marimin, 2004).
Pemilihan setiap alternatif agroindustri ditetapkan berdasarkan
penelitian/pendapat narasumber yang diperoleh melalui pertemuan atau
ekonomi dan mantri statistika. Kriteria dan bobot yang digunakan dalam
analisis agroindustri di setiap kecamatan yang digunakan untuk menentukan
posisi agroindustri Tunggak Kayu di Kabupaten Bojonegoro menggunakan
ketentuan dari Bank Indonesia (2010) sebagai berikut:
a. Jumlah unit usaha/rumah tangga pelaku agroindustri (nilai bobot 3)
b. Pasar, dengan kriteria jangkauan pemasaran komoditi/produk (nilai bobot
4)
c. Ketersediaan bahan baku/sarana produksi agroindustri (nilai bobot 3)
d. Kontribusi agroindustri terhadap perekonomian daerah (nilai bobot 8)
Berdasarkan analisis MPE ditetapkan maksimal 5 (lima) agroindustri
unggulan untuk setiap kecamatan. Adapun formulasi analisis Metode
Perbandingan Eksponensial diadopsi dari Marimin (2004) yaitu sebagai
berikut :
Keterangan:
TNi = Total nilai alternatif ke (i)
RKij = Derajat kepentingan relatif criteria ke-j pada pilihan keputusan i
TKKij = Derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j, TKK > 0 ; bulat
i = 1,2,3…n ; n= Jumlah pilihan keputusan
m = Jumlah Kriteria keputusan
Berdasarkan hasil formulasi Metode Perbandingan Eksponensial di
seluruh kecamatan di Kabupaten Bojonegoro, maka akan diketahui potensi
agroindustri Tunggak Kayu di setiap kecamatan.
3. Identifikasi potensi Agroindustri Tunggak Kayu di Tingkat Kabupaten dengan
Analisis Metode Borda.
lanjutan dari Metode Perbandingan Eksponensial. Nilai Borda menunjukkan
peringkat keputusan yang nyata. Dengan Metode Borda maka akan diketahui
potensi agroindustri Tunggak Kayu tingkat Kabupaten di Kabupaten
Bojonegoro.
Adapun formulasi untuk perhitungan menggunakan metode Borda
adalah sebagai berikut:
Keterangan :
X = Agroindustri X
Nilai MPE = Metode Perbandingan Eksponensial
Nilai rangking = Nilai rangking agroindustri X
Berdasarkan formulasi analisis Metode Borda dapat diketahui potensi
agroindustri Tunggak Kayu ditingkat Kabupaten Bojonegoro.
4. Strategi Pengembangan Agroindustri Tunggak Kayu di Kabupaten
Bojonegoro
Strategi pengembangan awal menggunakan analisis SWOT yang
berguna untuk merumuskan alternatif strategi pengembangan agroindustri
Tunggak Kayu di Kabupaten Bojonegoro. Matriks SWOT dapat
menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman dari faktor
eksternal yang dihadapi oleh pelaku agroindustri yang dapat disesuaikan
dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki.
Tabel 3. Matriks SWOT
Untuk merumuskan alternatif strategi pengembangan agroindustri
Tunggak Kayu di Kabupaten Bojonegoro digunakan analisis Matriks SWOT.
Matriks SWOT dengan 4 kemungkinan alternatif strategi, yaitu stategi
kekuatan-peluang (S-O strategies), strategi kelemahan-peluang (W-O
strategies), strategi kekuatan-ancaman (S-T strategies), dan strategi
kelemahan-ancaman (W-T strategies).
5. Value Chain Map dari Agroindustri Tunggak Kayu di Kabupaten Bojonegoro
Untuk analisis rantai nilai (value chain map) dilakukan secara
analisis value chain map Agroindustri Tunggak Kayu meliputi peran
pemasok, peran pengolah, peran pemasar, pelaku, bentuk produk, daya tawar
pelaku terhadap harga dan kualitas, harga produk, keuntungan, sistem
pembayaran, metode pembayaran, keinginan atau standar yang disukai
IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
A.Keadaan Alam
1. Letak Geografis
Kabupaten Bojonegoro memiliki luas wilayah lebih dari 2000 km2.
Kabupaten Bojonegoro terletak pada 6o59’ sampai 7o37’ Lintang Selatan dan
112o25’ sampai 112o09’ Bujur Timur. Adapun batas wilayah Kabupaten
Bojonegoro yaitu sebagai berikut :
Sebelah Utara : berbatasan dengan Kabupaten Tuban
Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Madiun, Nganjuk dan Jombang
Sebelah Selatan: berbatasan dengan Kabupaten Lamongan
Sebelah Barat : berbatasan dengan Kabupaten Ngawi dan Blora.
Kabupaten Bojonegoro memiliki iklim tropis yang hanya mengenal dua
musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Untuk memonitor
rata-rata curah hujan yang jatuh, di Kabupaten Bojonegoro tersedia sebanyak 22
buah stasion penangkar hujan yang tersebar di 22 Kecamatan. Dari pantauan
tersebut, tercatat curah hujan rata-rata pada tahun 2008 sebanyak 142
mm/tahun, pada tahun 2009 sebanyak 150 mm/tahun dan pada tahun 2010
sebanyak 221 mm/tahun. Dengan jumlah hari hujan rata-rata pada tahun 2008
tercatat 89 hari per tahun, pada tahun 2009 tercatat 92 hari per tahun dan pada
tahun 2010 tercatat 134 hari per tahun.
2. Topografi
Topografi Kabupaten Bojonegoro menunjukkan bahwa di sepanjang
daerah aliran sungai Bengawan Solo merupakan daerah dataran rendah,
sedangkan di bagian selatan merupakan dataran tinggi disepanjang kawasan
Gunung Pandan, Kramat dan Gajah. Berdasarkan total keseluruhan wilayah
Kabupaten Bojonegoro, seluas 43.155 ha (18,71%) berada pada ketinggian
Bojongoro berada pada ketinggian 25 sampai dengan 99,99 m, luas lahan
17.312 ha (7,50%) dengan kemiringan 15 sampai dengan 39,99% serta sisanya
2.856 ha (1,24%) kemiringan diatas 40%. Dari wilayah seluas diatas, sebanyak
40,15% merupakan hutan negara, sedangkan yang digunakan untuk sawah
tercatat sekitar 32,58%.
3. Pemanfaatan Lahan
Jenis tanah mempunyai pengaruh terhadap kesuburan tanah sehingga akan
berpengaruh juga pada keputusan dalam penggunaan wilayah. Penggunaan
wilayah di Kabupaten Bojonegoro bermacam-macam sesuai dengan kebutuhan
dan kesesuaian dari kemampuan wilayah tersebut. Untuk lebih jelasnya
mengenai penggunaan lahan di Kabupaten Bojonegoro dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 4. Luas Lahan Menurut Pemanfaatannya di Kabupaten Bojonegoro Tahun 2008-2010
Sumber : Bojonegoro Dalam Angka 2011
Lahan di Kabupaten Bojonegoro sebagian besar merupakan hutan Negara.
Presentase luas lahan hutan Negara yang luas memiliki sumber daya kehutanan
urutan kedua yaitu sebesar 32,58% pada tahun 2008-2010. Pemanfaatan lahan
kering yaitu sebesar 22,42%. Penggunaan lahan tersempit adalah perkebunan
yaitu hanya 0,26%. Sedangkan untuk lain-lain sebanyak 4,59% dari total
penggunaan lahan. Hutan Negara merupakan tempat bahan baku dari
Agroindustri Tunggak Kayu. Penyediaan bahan baku Agroindustri Tunggak
Kayu dinaungi oleh Perum Perhutani meliputi KPH (Kesatuan Pemangkuan
Hutan) Padangan, KPH Jatirogo, KPH Cepu dan KPH Nganjuk. Luas hutan
Negara di Kabupaten Bojonegoro sebesar 40,15% dari luas wilayah Kabupaten
Bojonegoro dikelola oleh tujuh KPH yaitu KPH Bojonegoro, KPH Padangan,
KPH Parengan, KPH Jatirogo, KPH Ngawi, KPH Saradan dan KPH Cepu
(Selayang Pandang Dinas Perhutanan dan Perkebunan, 2011).
B. Keadaan Penduduk
1. Pertumbuhan Penduduk
Jumlah penduduk di wilayah Kabupaten Bojonegoro dari tahun ke tahun
selalu mengalami perubahan disebabkan adanya kelahiran, kematian, dan
migrasi penduduk. Berikut ini tabel yang menunjukkan perkembangan jumlah
penduduk dari tahun 2008-2010 :
Tabel 5. Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Bojonegoro Tahun 2008-2010
No. Tahun Jumlah Penduduk (jiwa) %
1. 2008 1.241.541 2,39
2. 2009 1.204.664 -2,97
3. 2010 1.209.973 0,44
Rata-rata 1.218.726 -0,14
Sumber : Bojonegoro Dalam Angka 2009, 2010, dan 2011
Tabel 5 mengenai perkembangan penduduk Kabupaten Bojonegoro
menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk di Kabupaten Bojonegoro dari
tahun 2008 sampai tahun 2010 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2008 penduduk
di Kabupaten Bojonegoro sejumlah 1.241.541 jiwa, namun pada tahun 2009
dapat diberdayakan secara optimal. Pertumbuhan penduduk yang terus
meningkat memiliki dampak kebutuhan akan pekerjaan meningkat pula. Salah
satu peran dari agroindustri adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat
melalui perannya dalam menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan
nilai jual suatu komoditas tertentu. Agroindustri Tunggak kayu merupakan
salah satu agroindustri yang menyerap penduduk untuk menjadi tenaga kerja.
2. Keadaan Penduduk Menurut Umur
Jumlah penduduk menurut umur dalam suatu masyarakat diperlukan
untuk mengetahui jumlah penduduk yang sudah masuk dalam usia kerja atau
dengan kata lain untuk mengetahui jumlah penduduk dengan usia produktif dan
jumlah penduduk dengan usia non produktif. Keadaan penduduk berdasarkan
produktivitasnya dapat dilihat dari umur atau usia yang dimiliki seseorang pada
saat itu, sehingga besar Angka Beban Tanggungan di Kabupaten Bojonegoro
dapat diketahui sebagai berikut :
Tabel 6. Penduduk Kabupaten Bojonegoro menurut Kelompok Umur Tahun 2010
No. Umur (thn) Jumlah (jiwa) Persentase (%) ABT
1. 0-14 281.789 23,29
46
2. 15-64 828.965 68,51
3. ≥65 99.219 8,20
Jumlah 1.209.973 100,00
Sumber : Bojonegoro Dalam Angka 2011
Tabel 6 dapat digunakan untuk menghitung Angka Beban Tanggungan
(ABT) di Kabupaten Bojonegoro. Jumlah penduduk usia non produktif adalah
381.008 jiwa dan penduduk usia produktif adalah 828.965 jiwa. Angka Beban
Tanggungan penduduk Kabupaten Bojonegoro dapat diketahui melalui rumus
ABT = X100
Berdasarkan perhitungan Angka Beban Tanggungan (ABT) pada Tabel 6,
dapat diketahui besarnya Angka Beban Tanggungan yaitu sebesar 46. Artinya
dalam setiap 100 penduduk usia produktif menanggung 46 penduduk usia non
produktif. Semakin besar rasio antara jumlah kelompok non produktif dan
jumlah kelompok produktif berarti semakin besar beban tanggungan bagi
kelompok yang produktif. Agroindustri Tunggak Kayu memerlukan tenaga
kerja dalam usia yang produktif. Sehingga jumlah penduduk produktif yang
tinggi memiliki peluang yang besar dalam pengembangan agroindutri Tunggak
Kayu. Jumlah usia produktifitas yang tinggi dianggap memiliki kemampuan
dan kreatifitas dalam usaha Agroindustri Tunggak Kayu. Agroindustri Tunggak
Kayu membutuhkan tenaga kerja dalam usia produktif yaitu 15-64 tahun
dengan meninjau dari segi tenaga, memiliki skill dan berpengalaman, kreatifitas
yang terus berkembang sehingga produk yang dihasilkan bisa lebih inovatif.
3. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Keadaan penduduk menurut jenis kelamin dapat digunakan untuk
mengetahui besarnya sex ratio atau perbandingan antara jumlah penduduk
laki-kaki dan perempuan. Berikut ini data yang menunjukkan keadaan
Tabel 7. Keadaan Penduduk Kabupaten Bojonegoro Menurut Jenis Kelamin
Jumlah 1.209.973 100,00
Sumber: Bojonegoro Dalam Angka 2011
Berdasarkan Tabel 7, penduduk Kabupaten Bojonegoro berjumlah
1.209.973 jiwa, yang terdiri dari 598.365 penduduk laki-laki dan 611.608
penduduk perempuan. Berdasarkan angka tersebut, maka dapat dihitung sex
ratio. Sex ratio adalah perbandingan jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah
penduduk perempuan. Jika sex ratio kurang dari 100 maka jumlah penduduk
laki-laki lebih sedikit dari jumlah penduduk perempuan. Jika sex ratio sama
dengan 100 maka jumlah penduduk laki-laki sama dengan jumlah penduduk
perempuan dan jika sex ratio lebih dari 100 maka jumlah penduduk laki-laki
lebih banyak dari penduduk perempuan. Adapun perhitungan sex ratio adalah
sebagai berikut :
Berdasarkan perhitungan di atas diketahui besarnya sex ratio sebesar 98,
artinya dalam setiap 100 orang penduduk perempuan terdapat 98 orang
penduduk laki-laki. Pelaku agroindustri tidak membedakan antara perempuan
maupun laki-laki karena semuanya memiliki potensi dalam mengembangkan
agroindustri. Semuanya tergantung terhadap masing-masing kualitas sumber
daya manusia yang dimiliki dari perempuan maupun laki-laki. Agroindustri
tunggak kayu membutuhkan tenaga kerja yang lebih utama berjenis kelamin
laki-laki ditinjau dari segi tenaga tetapi tidak menutup kemungkinan bagi