• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah Agroindustri di Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah Agroindustri di Kabupaten Bogor"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN

MENENGAH AGROINDUSTRI DI KABUPATEN BOGOR

MEIDINA TRIJADI LAMADLAUW

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ii

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Strategi Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah Agroindustri di Kabupaten Bogor adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2006

(3)

iii

MEIDINA TRIJADI LAMADLAUW. Development strategy of Agroindustry-Based Small and Medium Enterprises in Bogor Regency. Under supervision of TAJUDDIN BANTACUT, FAQIH UDIN, and WAWAN IRAWAN.

There are many expectations attached by policy makers and the society at large on the development of agroindustry-based small medium enterprise (SME). First and foremost of these expectations is the hope that SME will contribute significantly in the generation of employment and income opportunities for the population and thus help alleviate poverty and promote more equitable income distribution in the population. For agroindustry-based SME to meet these expectations and fulfill their contributions to the development process, it is absolutely important that they are of high productivity. It is essential that these industries provide productive and remunerative employment and, for their survival and growth, offer products and services at competitive quality and price.

The agroindustry-based SME is very potential to develop in Bogor Regency. It is an industrial activity which utilize agricultural products as raw material, design and provide equipments and also service for its activity. Agroindustry is the dominant manufacturing that can generate earning sources and gives role of economics which was very significant. Unfortunately, the existence of the agroindustry-based SME is not as good as most people expected, because there are many constraints faced. In the mean time, the infrastructure and access information concerning capital, technology, management and marketing are limited. Therefore, it is essential to formulated strategy to develop agroindustry-based SME based on internal and external factors.

The objectives of this research were to identify the characteristics of agroindustry-based SME in Bogor Regency to have actual conditions, and to analyze the SME’s internal-external environment and to select the alternatives strategy for development.

The development strategies of agroindustry-based SME are proposed according to external and internal factors. These factors influence and determine the development dynamic and growth of agroindustry-based SME. The combination of strength and weaknesses together with external situation will determine the development posibility of SME. The score analysis method was used to analyze the internal external environment used for generating strategy using analytical Hierarchy Process (AHP) method. Hierarcy decisions was on interpretation secondary data of concerning external and internal factors which influence the growth of SME and early discussion with experts from the SME entrepeneurs, academics, and local government. The prioritation of alternatives strategy was determined synchronization of literature and opinion of expert responder, then the result was processed with AHP.

(4)

iv SME should be aggresive strategy.

(5)

v

Menengah Agroindustri di Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan TAJUDDIN BANTACUT, FAQIH UDIN dan WAWAN IRAWAN.

Para pengambil keputusan dan masyarakat pada umumnya berpandangan bahwa usaha kecil menengah (UKM) dapat berperan maksimal dalam penyerapan tenaga kerja serta berperan dalam upaya pengentasan kemiskinan. Untuk memenuhi harapan tersebut sangatlah penting bagi UKM untuk mempunyai produktivitas yang tinggi, menghasilkan produk dan pelayanan yang bermutu sehingga nantinya dapat membuka peluang untuk maju serta memberikan kesempatan kerja baru yang pada akhirnya akan menjadi penggerak dinamika perekonomian di daerah.

UKM agroindustri merupakan jenis UKM yang potensial dikembangkan di Kabupaten Bogor. UKM agroindustri merupakan suatu kegiatan industri yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku, merancang dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut. Agroindustri merupakan usaha manufaktur yang dominan dan sumber pendapatan yang utama yang secara umum memberikan peran ekonomi yang sangat berarti. Namun demikian sampai saat ini keberadaannya masih belum sesuai harapan karena masih banyak kendala-kendala yang dihadapi seperti terbatasnya infrastruktur dan akses informasi mengenai pasar, teknologi, modal dan manajemen bagi pelaku usaha kecil. Oleh karena itu, perlu dirumuskan strategi untuk mengembangkan UKM agroindustri berdasarkan faktor internal dan eksternal.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik UKM agroindustri di Kabupaten Bogor agar dapat diketahui gambaran atau kondisi aktual yang dihadapi pelaku usaha UKM kemudian dilanjutkan dengan menganalisis kondisi lingkungan internal dan eksternal UKM agroindustri dan pemilihan beberapa alternatif strategi pengembangan. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan pelengkap bagi pemerintah daerah dalam usaha perumusan kebijakan serta program-program pengembangan usaha kecil serta peningkatan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi masyarakat pelaku usaha kecil dan menengah.

(6)

vi

sumber permodalan dari sendiri atau keluarga, teknologi dan peralatan sederhana dan kemampuan inovasi yang cukup baik.

Berdasarkan analisis internal eksternal, posisi UKM agroindusti di Kabupaten Bogor berkaitan dengan strategi pengembangan terletak pada koordinat (0,21; 0,13) dan menempati kuadran I cross impact matrix. Posisi tersebut mengindikasikan bahwa dalam pengembangan kebijakan UKM agroindustri dapat menggunakan strategi yang bersifat agresif.

(7)

vii

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN

MENENGAH AGROINDUSTRI DI KABUPATEN BOGOR

MEIDINA TRIJADI LAMADLAUW

Tesis

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

viii

NIM : F325010151

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Tajuddin Bantacut, MSc. Ketua

Ir. Faqih Udin, MSc. Anggota

Ir. Wawan Irawan, MM. Anggota

Diketahui

Ketua Departemen Teknologi Industri Pertanian

Dr. Ir. Irawadi Jamaran

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, MSc.

(9)

ix

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan bimbingan sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang diangkat dalam karya ilmiah ini adalah “Strategi Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah Agroindustri di Kabupaten Bogor”. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Juli 2005 sampai dengan Desember 2005.

Strategi yang dikembangkan dalam karya ilmiah ini didasarkan pada penelitian mendalam dan komprehensif tentang berbagai permasalahan yang dihadapi oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada umumnya, dan secara khusus pada UKM agroindustri di Kabupaten Bogor sebagai studi kasusnya. Tujuan penelitian secara makro adalah merumuskan strategi yang tepat dalam mengembangkan UKM agroindustri di Kabupaten Bogor, sehingga nantinya diharapkan mampu menjadi wadah pemberdayaan masyarakat dan penggerak perekonomian di daerah.

Karya ilmiah ini diselesaikan dengan bantuan dari berbagai pihak. Penghargaan dan terimakasih yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada komisi pembimbing yang telah memberikan pemahaman dan arahan bagi kesempurnaan tesis ini, yaitu Dr.Ir. Tajuddin Bantacut, MSc. sebagai Ketua, serta Ir. Faqih Udin, MSc. dan Ir. Wawan Irawan, MM masing-masing sebagai Anggota. Terimakasih dan penghargaan yang tulus juga penulis sampaikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor yang telah memfasilitasi kelancaran penelitian, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor serta Badan Perencana Pembangunan Daerah Kabupaten Bogor yang banyak memberikan arahan dalam penelitian, serta kepada semua pihak yang turut membantu penyelesaian tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Segala kritik dan saran akan selalu penulis harapkan demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Januari 2006

(10)

x

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 10 Mei 1976 dari ayah Keppe Lamadlauw dan ibu Tati Soekarti. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Pendidikan dasar dan menengah diselesaikan di Bogor mulai tahun 1981 hingga 1994. Sejak tahun 1994, penulis melanjutkan pendidikan pada Universitas Pancasila Jakarta, Fakultas Teknik, Jurusan Mesin dengan minat utama pada teknologi manufaktur. Gelar kesarjanaan teknik diraih penulis pada tahun 2000.

(11)

xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

II. USAHA KECIL MENENGAH DALAM PROSPEKTIF PEMBANGUNAN ... 6

Definisi UKM ... 6

Potensi dan Kedudukan UKM dalam Pembangunan ... 7

Faktor Penguat dan Penghambat UKM ... 9

Arah Pengembangan UKM ... 10

Penyusunan Strategi Pengembangan ... 11

Faktor yang berpengaruh dalam pengembangan UKM ... 13

... A ktor yang berperan dalam pengembangan UKM ... 15

III. METODOLOGI ... 18

Kerangka Pemikiran ... 18

Metode Pengumpulan Data ... 20

Metode Pengolahan Data ... 20

Proses Hirarki Analitik (PHA) ... 25

... R esponden Ahli ... 32

IV. IDENTIFIKASI STRATEGI ... 33

Faktor Lingkungan Internal ... 33

Faktor Lingkungan Eksternal ... 34

... P enentuan Strategi ... 43

V. STRATEGI PENGEMBANGAN UKM ... 41

Pemilihan faktor yang paling berpengaruh dalam pengembangan UKM ... 41

Pemilihan aktor yang paling berperan dalam Pengembangan UKM ... 42

Pemilihan Tujuan Pengembangan UKM ... 43

... P erumusan Alternatif Strategi Pengembangan UKM ... 44

VI. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN ... 48

Kebijakan di dalam pengembangan UKM ... 48

Kebijakan yang diterapkan saat ini ... 49

(12)

xii

DAFTAR PUSTAKA ... 59

LAMPIRAN ... 66

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Nilai Skala Banding Berpasangan ... 27

2. Nilai Indeks Acak (RI) Matriks Berorde 2 s/d 8 ... 30

3. Internal Factors Evaluation (IFE) ... 35

4. External Factors Evaluation (EFE) ... 36

5. Analisis SWOT ... 39

6. Prioritas tujuan pengembangan UKM di Kabupaten Bogor. ... 43

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Diagram Alir Penelitian ... 19

2. Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal ... 21

3. Matriks Dampak Pengaruh Menyilang ... 22

4. Penyusunan Strategi Pengembangan UKM Agroindustri ... 23

5. Diagram Alir Pengolahan Data AHP ... 24

6. Matriks Pendapat Individu ... 28

7. Matriks Pendapat Gabungan ... 28

(14)

1.1. Latar Belakang

Pembangunan sektor perekonomian melalui pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan hal utama yang perlu diprioritaskan agar menjadi salah satu agenda prioritas pembangunan di wilayah Kabupaten Bogor di era otonomi daerah. UKM sendiri merupakan suatu kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan maupun sebuah badan usaha dengan tujuan untuk memproduksi barang atau jasa guna diperniagakan secara komersial. UKM sebagai kegiatan ekonomi dan sekaligus bagian integral dunia usaha regional maupun nasional mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam mewujudkan pembangunan daerah pada umumnya dan pembangunan ekonomi pada khususnya. UKM merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi yang luas pada masyarakat, dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan stablitas ekonomi.

(15)

Potensi pengembangan UKM dalam rangka pemberdayaan dicirikan dengan sifat dan bentuk UKM sendiri yaitu: (1) berbasis pada sumber daya lokal sehingga dapat memanfaatkan potensi secara maksimal dan memperkuat kemandirian, (2) dimiliki dan dilaksanakan oleh masyarakat lokal sehingga mampu mengembangkan sumber daya manusia, (3) menerapkan teknologi lokal sehingga dapat dilaksanakan dan dikembangkan oleh tenaga lokal dan (4) tersebar dalam jumlah yang banyak sehingga merupakan alat pemerataan pembangunan yang efektif (Polman, 2000; Bantacut et. al, 2001).

Walaupun berpotensi yang sedemikian banyak, kenyataan menunjukan bahwa UKM masih belum dapat mewujudkan kemampuan dan peranannya secara maksimal dalam perekonomian maupun dalam fungsi sosial. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa UKM masih menghadapi berbagai hambatan dan kendala, baik yang bersifat eksternal maupun internal, dalam bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumberdaya manusia dan teknologi serta iklim usaha yang belum mendukung bagi perkembangannya (Hicks, 2000; Polman 2000; Azrin, 2004).

Berdasarkan kondisi yang kurang menguntungkan tersebut, masih ada upaya pengembangan UKM akhir-akhir ini tetap dilakukan karena (a) pengembangan UKM masih dipercaya sebagai salah satu instrumen pemerataan pendapatan, (b) usaha skala besar yang semula diandalkan sebagai pemasok dana pembangunan terbesar mulai menampakan gejala inefisiensi dan terlalu banyak kebocoran dan ekonomi biaya tinggi dan (c) UKM memiliki beberapa kekuatan yang masih dapat diandalkan untuk menyelamatkan perekonomian karena UKM menyediakan lapangan kerja, penyedia barang-barang murah untuk konsumsi masyarakat luas. Efisiensi dan fleksibiltasnya terbukti menjadi kekuatan untuk tetap bertahan hidup dan UKM sebagai sumber penghasil etrepreneur baru.

(16)

penerapannya (faktor eksternal). Ditambahkan oleh Hicks (2000), kebijakan tersebut juga harus mencakup pemecahan masalah keuangan yang dihadapi UKM. Selain faktor eksternal, ditambahkan pula oleh Tolentino (2000) faktor internal juga perlu dipertimbangakan dalam rangka pengembangan UKM, antara lain perlu adanya perumusan indikator untuk memonitor dan mengevaluasi produktivitas UKM.

Selain faktor keuangan seperti yang dikemukakn oleh Hicks (2000), Hermanto (2001) menyimpulkan bahwa pada umumnya permasalahan yang dihadapi terkonsentrasi selain pada faktor modal adalah faktor pemasaran. Sarana (2001) dalam peneltiannya menemukan hasil bahwa faktor internal perusahaan seperti pendidikan pengusaha, lama usaha, umur dan lain sebagainya relatif kurang berpengaruh terhadap pertumbuhan skala usaha kecil, tetapi faktor kewirausahaan sangat berpengaruh. Sementara faktor eksternal seperti pasar, teknologi dan kemitraan ternyata berpengaruh terhadap pertumbuhan skala usaha, sedangkan bantuan pemerintah bukan merupakan hal yang terpenting yang mempengaruhi keberhasilan usaha mereka. Sedangkan menurut Sofyar (2004) yang perlu dilakukan dalam pengembangan UKM terutama dalam hal perkuatan kelembagaan dan teknologi yang dituangkan dalam konsep SUKLIS yaitu sentra usaha kecil berbasis produksi bersih, dimana pertimbangan aspek sosial dan lingkungan sangat diutamakan.

(17)

Sebagai suatu area usaha dimana banyak orang menekuninya, UKM harus tumbuh dan berkembang atau sekurang-kurangnya bertahan. Tekad untuk bertahan dan tumbuh menuntut kemampuan UKM dan mitra pendukungnya untuk memahami situasi internal (kekuatan dan kelemahan) maupun situasi eksternalnya (peluang dan tantangan). Berdasarkan atas misi tersebut serta informasi mengenai faktor-faktor internal dan eksternal, sangat penting untuk diformulasikan isu-isu dan rencana strategis bagi perumusan pengembangan UKM. Isu-isu dan rencana strategis penting untuk melihat peluang pengembangan UKM terutama dalam proses pengambilan keputusan-keputusan yang muaranya bersifat politis-ekonomis sehingga tercapai perlakuan yang tepat bagi UKM.

1.2. Tujuan Penelitian

(a) Mengidentifikasi karakteristik UKM di Kabupaten Bogor.

(b) Menganalisis kondisi lingkungan internal dan eksternal UKM di Kabupaten Bogor.

(c) Merumuskan strategi pengembangan UKM di Kabupaten Bogor. 1.3. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan pelengkap bagi pemerintah daerah dalam usaha perumusan kebijakan serta program-program pengembangan usaha kecil serta peningkatan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat pelaku usaha kecil dan menengah (UKM).

1.4. Ruang Lingkup

(a) UKM yang diteliti adalah UKM yang mengolah hasil pertanian (UKM agroindustri) di Kabupaten Bogor.

(b) Kondisi eksisting UKM agroindustri mencakup karakteristik UKM (jenis, jumlah UKM, tenaga kerja, permodalan), program-program pengembangan yang ada selama ini, kendala dan permasalahan yang dihadapi oleh UKM agroindustri.

(18)

lingkungan eksternal mencakup peluang dan ancaman yang dihadapi UKM agroindustri.

(19)

2. USAHA KECIL DAN MENENGAH

DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN

2.1. Definisi UKM

Di beberapa negara, definisi UKM hanya memakai satu kriteria, yaitu jumlah tenaga kerja saja atau ada juga yang menambah kriteria dengan besarnya hasil penjualan (Rietveld, 1989). Usaha kecil merupakan kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta status kepemilikan. Dalam Pasal 5 Bab III Undang-undang No. 9 tahun 1995 tentang usaha kecil, secara spesifik ditetapkan kriteria usaha kecil, seperti berikut:

(a) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;

(b) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1 miliar; (c) Dimiliki oleh Warga Negara Indonesia;

(d) Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau yang berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar;

(e) Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.

(20)

2.2. Potensi dan kedudukan UKM dalam pembangunan.

Upaya pengembangan UKM sangat relevan dan sejalan dengan arus pemikiran global yang sedang berkembang saat ini yaitu tema pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan sendiri berarti memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengorbankan kebutuhan generasi yang akan datang. Pembangunan berkelanjutan menjadi isu penting dalam menanggapi proses pembangunan yang dianggap semakin menjurus kepada situasi yang unsustainable dan inequitable. Mengembangkan UKM merupakan suatu keharusan untuk pembangunan yang berkelanjutan karena memajukan UKM sama juga dengan menciptakan lapangan pekerjaan dan akan meningkatkan kesejahteraan rakyat mengingat UKM merupakan kegiatan ekonomi rakyat dan jumlahnya lebih dari 90% dari unit usaha di Indonesia.

Ditambahkan oleh Sjaifuddian et. al (1997), sektor UKM ini memiliki peran yang strategis baik secara ekonomi maupun sosial politis. Fungsi ekonomi sektor ini antara lain menyediakan barang dan jasa bagi konsumen berdaya beli rendah sampai sedang, menyumbang lebih dari separuh pertumbuhan ekonomi serta kontribusi dalam perolehan devisa negara. Secara sosial politis, fungsi sektor ini juga sangat penting terutama dalam penyerapan tenaga kerja serta upaya pengentasan kemiskinan

(21)

menjadi penyangga sekaligus penggerak dinamika perekonomian nasional. UKM juga menjadi pilihan yang tepat bagi pembangunan daerah otonom karena selain menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan daerah dan mensejahterakan masyarakat juga dapat memperkuat kemandirian ekonomi daerah (Hardjomidjojo, 2004).

Terkait dengan pembangunan daerah otonom, survai yang telah dilakukan di Kabupaten Bogor oleh Badan Pusat Statistik dan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor, usaha-usaha kecil pada tahun 2001 meliputi 93,83 % dari jumlah total usaha-usaha yang bergerak di Kabupaten Bogor, sedangkan usaha-usaha menengah meliputi 3,08 % dari jumlah total usaha-usaha. Dengan demikian maka jumlah total UKM di Kabupaten Bogor secara keseluruhan meliputi 96,91 % dari jumlah total usaha-usaha yang bergerak di wilayah ini. Dalam hal tenaga kerja, UKM mampu menyerap 65,18% (97.302 orang) dari total angkatan kerja pada tahun bersangkutan.

Posisi tersebut menunjukkan bahwa UKM berpotensi menjadi wadah pemberdayaan masyarakat dan penggerak dinamika perekonomian di daerah. Sebagai sektor usaha yang dominan di Kabupaten Bogor pada umumnya, UKM perlu dikembangkan terus karena potensi dan kontribusinya terhadap perekonomian. Hal ini diperkuat pula oleh komitmen pemerintah daerah Kabupaten Bogor untuk mengembangkan UKM di wilayahnya mengingat posisi daerah Kabupaten Bogor yang strategis dan dekat dengan pusat perdagangan dan perekonomian nasional yaitu DKI Jakarta.

(22)

2.3. Faktor penguat dan penghambat UKM.

Karakteristik yang melekat pada UKM bisa merupakan kelebihan atau kekuatan yang potensial. Di sisi lain pada kekuatan tersebut implisit terkandung kekurangan atau kelemahan yang justru menjadi penghambat perkembangannya. Kombinasi kekuatan dan kelemahan serta interaksi keduanya dengan situasi eksternal akan menentukan seberapa besar kemungkinan usaha kecil dapat berkembang.

Kemampuan bertahan hidup yang tinggi dan kemampuan menggunakan pasokan secara efisien merupakan faktor penguat UKM. Motivasi pengusaha yang sangat kuat untuk mempertahankan kelangsungan usahanya karena merupakan satu-satunya sumber penghasilan keluarganya. Sekalipun nilai tambah yang diperolehnya sangat rendah, permintaan pangsa pasar menegah ke bawah yang dimasukinya sangat tinggi. Pelaku UKM sangat pandai memanfaatkan pasokan produksi yang murah secara efisien untuk menghasilkan produk dan jasa yang murah bagi konsumen khususnya yang berpenghasilan rendah. Efisiensi usaha dapat dicapai karena memanfaatkan sumber daya lokal dan mudah didapat. Produk produk olahan seringkali dibuat dari bahan-bahan berkualitas rendah. Kemampuan UKM dalam meramu bahan-bahan tersebut dan mengolahnya akan sangat menentukan tingkat keuntungan yang akan mereka raih.

(23)

Faktor penghambat lain yang potensial merupakan ancaman besar bagi UKM yaitu adanya rekayasa tatanan sistem perekonomian bebas internasional. Dalam situasi arus masuk kapital semakin tidak terbendung, UKM semakin menjadi tidak berdaya. Banyak jenis UKM yang tutup karena tidak mampu bersaing dengan usaha swasta besar baik domestik maupun asing. Beberapa jenis komoditi yang tadinya dikuasai dan diusahakan oleh pengusaha kecil kini dilakukan oleh usaha besar. Komoditi yang selama ini diusahakan oleh UKM kini telah disaingi oleh usaha besar yang membuatnya dengan bahan baku sintetis atau dengan desain yang dimodofikasi dan kemudian diproduksi secara massal.

2.4. Arah pengembangan UKM..

UKM harus mampu merespon berbagai perubahan pada lingkungannya yang seringkali tidak dapat diprediksikan seperti perubahan harapan baru dari masyarakat terhadap keberadaannya serta produk dan jasa yang dihasilkannya, kecenderungan dalam hubungan perdagangan nasional dan internasional. Perubahan-perubahan dalam sistem dimana UKM beroperasi tidak saja sulit diprediksikan tetapi juga sering mengancam dirinya. Untuk itu perlu ditentukan arah pengembangan agar UKM mampu mengambil keuntungan dari peluang yang ada, meminimalkan kelemahan yang dimiliki serta mampu menghadapi tantangan yang ada.

(24)

Dimensi lain yang perlu ditekankan pada arah pengembangan UKM adalah kerjasama. Berbagai bentuk kerjasama kolektif seperti asosiasi UKM, ataupun pusat pelayanan sektoral dapat memainkan peranan besar dalam pengkoordinasian dan penyampaian informasi-informasi terbaru, memenuhi kebutuhan-kebutuhan bersama, membantu meningkatkan efisiensi produksi dan sekaligus mewakili kepentingan UKM dalam hubungannya dengan pihak lain seperi usaha besar, lembaga penelitian dan pemerintah.

2.5. Penyusunan Strategi Pengembangan

Identifikasi strategi merupakan proses kajian yang dilakukan untuk membantu merumuskan atau menyusun strategi pengembangan UKM di dalam lingkup yang bersifat umum. Untuk menentukan posisi dan menetapkan sasaran dari pengembangan UKM ini, sebelumnya perlu dilakukan evaluasi terhadap berbagai faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal UKM yang mempunyai pengaruh dominan terhadap kinerja UKM itu sendiri. Faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal ini perlu diperhatikan didalam merumuskan strategi pengembangan. Faktor-faktor ini sangat mempengaruhi dan menentukan dinamika pengembangan dan perkembangan UKM. Kombinasi kekuatan dan kelemahan serta interaksi keduanya dengan situasi eksternal akan menentukan seberapa besar kemungkinan UKM dapat berkembang.

(25)

pengusaha dilihat dari lama usaha, kebutuhan pengembangan keahlian dan rencana pengembangan usaha.

Cara lain untuk menjabarkan tipologi industri kecil adalah melihat dari jenis informasi yang dimilikinya, yaitu atas informasi umum (kepemilikan, tenaga kerja, jam kerja/shift, luas bangunan, investasi, biaya produksi dan lama usaha) untuk mengetahui keragaan suatu unit usaha; informasi teknis (bahan baku, kapasitas alat produksi, jenis produk, volume produksi dan harga jual) yang mendukung pengambilan keputusan dalam kegiatan produksi; dan informasi bisnis beserta pendukungnya (pemasaran, pangsa pasar, promosi, merek, mutu produk, persaingan, sasaran usaha dan perluasan usaha, perizinan dan fasilitas litbang). Kesemua informasi tersebut dapat dijadikan profil usaha, dengan indikator dari komponen yang terdapat pada masing-masing informasi yang bersangkutan.

(26)

2.6. Faktor yang Berpengaruh Dalam Pengembangan UKM

Kontribusi UKM yang nyata dalam perekonomian nasional menjadikan sedemikian pentingnya suatu penyusunan strategi maupun program-program pengembangan UKM sebagai sarana dalam rangka pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengembangan UKM perlu dilakukan. Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh dalam pengembangan UKM yaitu :

(a) Kebijakan pemerintah. Kebijakan merupakan pengaturan yang sifatnya berlaku umum, bila dikaitkan dengan pengertian publik hal itu akan mencakup upaya pengaturan bagi semua dimensi kegiatan manusia dalam suatu wilayah. Kebijakan pemerintah terhadap suatu usaha atau aktor ekonomi lain (perkreditan, perpajakan, perijinan, kemitraan, perundang-undangan, kebijakan mengenai perkembangan teknologi serta kebijakan mengenai perdagangan dapat berdampak pada kegiatan usaha UKM (Parsson, 1995, Sjaifudian et al, 1997; Mead dan Liedholm, 1998).

(b) Pemasaran. Keberhasilan program pengembangan usaha kecil sangat dipengaruhi oleh situasi pasar yang dihadapi oleh UKM. Situasi permintaan terhadap produk UKM tidak saja melalui permintaan efektif, tetapi juga pada peningkatan akses terhadap informasi pasar serta akses kepada pasar ekspor (Hubeis, 1997; Sjaifuddian et al, 1997; Thoha, 2000)

(c) Teknologi. Peran teknologi semakin penting pada saat ini. Kemakmuran suatu bangsa, kinerja ekonomi, keamanan nasional dan keserasian sosial berkaitan erat dengan perkembangan teknologi. Teknologi dapat memberikan altrnatif untuk efektifitas dan efisiensi kerja manusia. (Hubeis, 1997; Sjaifuddian et al, 1997; Berry et al, 2000).

(27)

(e) Permodalan. Pada umumnya UKM memulai usaha dari tingkat yang sangat sederhana dan menggunakan modal yang relatif kecil. Sebagian pengusaha memulai usahanya dengan memanfaatkan modal sendiri seperti tabungan atau penjualan hartanya. Keterbatasan permodalan seringkali menjadi penghambat usaha kecil untuk meningkatkan skala usahanya (Sjaifudian et al, 1997).

(f) Akses ke lembaga keuangan/permodalan. Perkembangan dan kemajuan UKM sangat dipengaruhi oleh terciptanya akumulasi modal yang seringkali tidak bisa dipenuhi hanya dengan mengandalkan sumber modal sendiri ataupun lingkungan pribadi. Lembaga keuangan sebenarnya dapat diharapkan untuk mendukung UKM melalui penyediaan dana kredit. Akses usaha kecil terhadap sumber modal dari perbankan masih relatif kecil. (Liedholm, 1993; Tambunan, 1999).

(g) Sistem informasi. Informasi adalah sumber daya pendukung yang vital bagi kegiatan suatu usaha. Tidak hanya informasi tentang pasar, pasokan, produksi dan teknologi tapi juga tentang pasar produk yang ditawarkan. Ketimpangan informasi (media dan materi) bagi UKM perlu dibenahi dengan memberikan porsi yang lebih seimbang dibandingkan dengan usaha besar. Penyediaan pusat informasi yang mudah dijangkau dengan informasi aktual merupakan sumber daya yang penting bagi pengembangan UKM (Hubeis, 1997).

(28)

(i) Gender. Pria umumnya lebih berani dalam mengambil resiko yang merupakan faktor penting dalam pengelolaan usaha. Disamping itu dari segi sosial budaya, kesempatan untuk berusaha bagi pria lebih besar. Namun demikian, mengembangkan usaha kecil menjadi sangat relevan dengan isu perempuan mengingat usaha kecil merupakan sumber pendapatan dan peluang berusaha utama bagi kebanyakan perempuan dan masayarakat kecil pada umumnya. Sebagian besar perempuan terkonsentrasi pada unit usaha kecil termasuk usaha keluarga (Syaifuddian et all, 1997).

(j) Umur pengusaha. Motivasi yang tinggi dari pengusaha kecil usia produktif (15-55 tahun) dalam mengembangkan usahanya menjadi lebih baik adalah modal dasar dan faktor penting dalam pengembangan UKM. Dari perspektif perluasan kesempatan kerja, adanya kelompok usia produktif di dalam struktur demografis pengusaha UKM menggambarkan bahwa UKM dapat menjadi sektor alternatif untuk mengurangi jumlah pengangguran.

(k) Kemampuan manajemen. Perencanaan usaha jangka pendek maupun jangka panjang merupakan salah satu kuputusan awal penting yang harus dibuat UKM agar mudah menyesuaikan dengan keadaan yang selalu berubah. Hal ini pada gilirannya akan membuat UKM mampu memasuki dan menguasai pasar baik yang terbuka maupun yang tersegmentasi di era globalisasi bisnis (Hubeis, 1997).

2.7. Aktor yang Berperan Dalam Pengembangan UKM

(29)

(a) Pemerintah daerah. Dengan dukungan staf dan anggaran yang dikuasainya, Pemerintah memiliki potensi sekaligus kapasitas yang besar untuk menjangkau kelompok sasaran yang luas hingga ke pelosok-pelosok desa yang terpencil sekalipun.

(b) Perguruan tinggi. Berfungsi sebagai penyedia informasi iptek dan dukungan pelatihan serta litbang.

(c) KADIN, sebagai lembaga perwakilan resmi pihak swasta, dapat menyuarakan kepentingan swasta dalam hubungannya dengan pemerintah. Diharapkan KADIN dapat menjadi representasi usaha kecil.

(d) Koperasi, sebagai wadah kegiatan ekonomi rakyat memiliki potensi besar dalam penentuan kebijakan yang berkaitan dengan UKM karena dianggap sebagai lembaga yang dapat merepresentasikan anggotanya. Selain menjadi kekuatan politik dalam negosiasi dengan pemerintah juga dalam hubungannya dengan usaha besar.

(e) Lembaga swadaya masyarakat, LSM dapat berperan penting dalam pengembangan UKM. Dengan kondisinya yang sangat dekat dunia usaha LSM berpotensi dalam pengembangan kelembagaan (institution bulding) melalui pembentukan organisasi atau kelompok-kelompok usaha.

(f) Asosiasi pengusaha kecil. Potensi asosiasi terletak pada penguasaan informasi tentang situasi usaha serta peluang-peluang usaha yang ada. Mempunyai pengaruh terhadap perumusan kebijakan pemerintah.

(g) Pers. Mempunyai peranan dalam menyebarluaskan informasi mengenai UKM dari berbagai sisi.

(30)

(i) Lembaga keuangan. Lembaga keuangan/bank dapat diharapkan mendukung usaha kecil melalui penyediaan dana kredit. Secara umum, baru sebagian kecil usaha kecil yang memiliki akses terhadap pelayanan bank-bank formal. Dalam struktur pengambilan kebijakan lembaga perbankan memiliki pengaruh yang kuat khususnya dalam hal kebijakan industri termasuk industri kecil dan perdagangan.

(31)

3. METODOLOGI

3.1. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini mengambil posisi bahwa untuk melakukan pengembangan UKM di Kabupaten Bogor perlu memperhatikan faktor internal dan eksternal. Kedua faktor inilah yang mempengaruhi dan menentukan dinamika pengembangan dan perkembangan UKM. Dari sisi eksternal kecenderungan dalam aspek kebijakan, pengembangan teknologi dan kecenderungan internasional merupakan beberapa aspek yang perlu diperhatikan. Sementara sisi internal lebih difokuskan pada aspek dinamika internal UKM, karakteristik usaha dan fleksibilitas usaha. Ditinjau dari karakteristiknya UKM tentu memiliki kelebihan maupun kekurangan. Kombinasi kekuatan dan kelemahan serta interaksi keduanya dengan situasi eksternal akan menentukan seberapa besar kemungkinan UKM dapat berkembang.

(32)

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian Mulai

Identifikasi karakteristik UKM agroindustri di Kabupaten Bogor

Kondisi aktual yang dihadapi

Analisis lingkungan internal eksternal

Pemilihan strategi pengembangan

Rekomendasi pengembangan

Selesai

Cross Impact Matrix, SWOT

AHP

Proses Hirarki

(33)

3.2. Metoda Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder, baik kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh dari hasil kuesioner, observasi di lapangan, dan wawancara dengan praktisi dan pakar di bidang UKM. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka dalam rangka memperoleh landasan teoritis dan data penunjang yang berkaitan dengan materi penelitian. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bogor, Dinas Pertanian Kabupaten Bogor, Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Bogor. Data penunjang lainnya diperoleh dari, laporan hasil penelitian terkait, jurnal, buletin, internet, dan sumber-sumber lainnya.

3.3. Metoda Pengolahan Data

Analisis lingkungan internal dan eksternal UKM agroindustri menggunakan teknik analisis skor (Rangkuti, 2002). Diagram alir pengolahan data untuk analisis lingkungan internal dan eksternal UKM agroindustri dapat dilihat pada Gambar 2. Hasil analisis skor tersebut kemudian dapat divisualisasikan ke dalam matriks sebagaimana terlihat pada Gambar 3.

(34)

Gambar 2. Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal Identifikasi Faktor Eksternal dan Internal

Mulai

Pengambilan Data untuk Penilaian (Skor) Diskusi dengan Pakar

Revisi Faktor

Sesuai?

Ya

Tidak

Pengolahan Data

Plotting ke dalam Matriks IE

Interpretasi Hasil

(35)

Gambar 3. Matriks Dampak Pengaruh Menyilang

Peluang

Ancaman

Kw I mendukung

strategi agresif

Kw IV mendukung

strategi turn around

Kw III mendukung

strategi defensif

Kw II mendukung

strategi diversifikasi

WT

WO

SO

ST

Peluang

Ancaman

Kw I mendukung

strategi agresif

Kw IV mendukung

strategi turn around

Kw III mendukung

strategi defensif

Kw II mendukung

strategi diversifikasi

WT

WO

SO

(36)

Gambar 4. Penyusunan Strategi Pengembangan UKM Agroindustri Mulai

Analisis dan Diagnosis

Penentuan Hirarki Awal

Diskusi dengan Pakar

Revisi

Penyusunan Hirarki Keputusan

Pengambilan Data untuk Penilaian

Pengolahan Data

Pemilihan Alternatif Strategi

Interpretasi Hasil

Selesai Sesuai Y

(37)

Gambar 5. Diagram Alir Pengolahan Data AHP

Penilaian Matriks Pendapat oleh Pakar

Rasio Konsistensi

sesuai? Mulai

Menghitung Vektor Prioritas Individu

Menyusun Matriks Gabungan

Pengolahan Horizontal

Vektor Prioritas

Selesai

Tidak

(38)

3.4. Proses Hirarki Analitik (PHA)

Proses analisis yang dikembangkan tahun 1970-an ini dimaksud untuk dapat mengorganisasikan informasi dan berbagai keputusan secara rasional (jugdement) agar dapat memilih alternatif yang paling disukai. Metode ini dimaksudkan untuk membantu memecahkan masalah kualitatif yang komplek dengan memakai perhitungan kuantitatif, melalui proses pengekspresian masalah dimaksud dalam kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga memungkinkan dilakukannya proses pengambilan keputusan secara efektif. Metode ini memiliki keunggulan tertentu karena mampu membantu menyederhanakan persoalan yang komplek menjadi persoalan yang berstruktur, sehingga mendorong dipercepatnya proses pengambilan keputusan terkait. Kerangka kerja PHA terdiri dari delapan langkah utama (Saaty, 1993) adapun penjelasan dari setiap langkah adalah sebagai berikut: (a) Mendefinisikan persoalan dan merinci pemecahan persoalan yang

diinginkan. Hal yang perlu diperhatikan dalam langkah ini adalah penguasaan masalah secara mendalam, karena yang menjadi perhatian adalah pemilihan tujuan, kriteria dan elemen-elemen yang menyusun struktur hirarki. Tidak terdapat prosedur yang pasti untuk mengidentifikasikan komponen-komponen sistem, seperti tujuan, kriteria dan aktivitas-aktivitas yang akan dilibatkan dalam suatu sistem hirarki. Komponen-komponen sistem dapat diidentifikasikan berdasarkan kemampuan pada analisa untuk menemukan unsur-unsur yang dapat dilibatkan dalam suatu sistem.

(39)

dibawahnya dapat terdiri dari beberapa elemen yang dibagi dalam kelompok homogen, agar dapat dibandingkan dengan elemen-elemen yang berada pada tingkal sebelumnya.

(c) Menyusun matriks banding berpasangan. Matriks banding berpasangan dimulai dan puncak hirarki yang merupakan dasar untuk melakukan pembandingan berpasangan antar elemen yang terkait yang ada dibawahnya. Pembandingan berpasangan pertama dilakukan pada elemen tingkat kedua terhadap fokus yang ada di puncak hirarki. Menurut perjanjian, suatu elemen yang ada di sebelah kiri diperiksa perihal dominasi atas yang ada di sebelah kiri suatu elemen di puncak matriks.

(d) Mengumpulkan semua pertimbangan yang diperlukan dari hasil melakukan perbandingan berpasangan antar elemen pada langkah 3. Setelah itu dilakukan perbandingan berpasangan antar setiap elemen pada kolom ke-i dengan setiap elemen pada baris ke-j. Pembandingan berpasangan antar elemen tersebut dilakukan dengan pertanyaan : "Seberapa kuat elemen baris ke-i didominasi atau dipengaruhi, dipenuhi, diuntungkan oleh fokus di puncak hirarki, dibandingkan dengan kolom ke-i ?". Apabila elemen-elemen yang diperbandingkan merupakan suatu peluang atau waktu, maka pertanyaannya adalah : "Seberapa lebih mungkin suatu elemen baris ke-i dibandingkan dengan elemen kolom ke-j sehubungan dengan elemen di puncak hirarki ?". Untuk mengisi matriks banding berpasangan, digunakan skala banding yang tertera pada tabel 1. Angka-angka yang tertera menggambarkan relatif pentingnya suatu elemen dibanding dengan elemen lainnya sehubungan dengan sifat atau kriteria tertentu. Pengisian matriks hanya dilakukan untuk bagian di atas garis diagonal dari kiri ke kanan bawah.

(40)

dibandingkan F maka digunakan angka kebalikannya. Matriks di bawah garis diagonal utama diisi dengan nilai-nilai kebalikannya. Contoh: bila elemen F24 memiliki nilai 7, maka nilai elemen F42 adalah 1/7.

Tabel 1. Nilai Skala Banding Berpasangan

Intensitas Pentingnya

Definisi Penjelasan

1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen menyumbang sama besar pada sifat itu

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada yang lainnya

Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas yang lainnya

5 Elemen yang satu sangat penting dari pada elemen yang iainnya

Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu elemen atas elemen yang lainnya

7 Satu elemen jelas lebih penting daripada elemen yang lainnya

Satu elemen dengan kuat disokong dan dominannya telah terlihat dalarn praktek.

9 Satu elemen mutlak lebih penting daripada elemen yang lainnya

Bukti yang menyokong elemen yang satu atas yang lainnya memiliki tingkat penegasan yang tertinggi yang mungkin menguatkan.

2,4,6,8 Nilai-nilai antara diantara dua pertimbangan yang beruekatan

Kompromi diperlukan di antara dua pertimbangan

Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktlvitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i.

(41)

matriks pada bans ke-i dan kolom ke-j. Matriks pendapat individu dapat dilihat pada gambar 6.

X A1 A2 A3 …. An

A1 A11 A12 A13 .... a1n

A2 A21 A22 A23 .... a2n

A3 A31 A32 A33 .... a3n

.... .... .... .... .... ....

An an1 an2 an3 .... ann

Gambar 6. Matriks Pendapat Individu

MPG adalah susunan matriks baru yang elemen (gij) berasal dari rata-rata

geometrik pendapat-pendapat individu yang rasio inkonsistensinya lebih kecil atau sama dengan 10 persen dan setiap elemen pada baris dan kolom yang sama dari MPI yang satu dengan MPI yang lain tidak terjadi konflik. Persyaratan MPG yang bebas dari konflik adalah:

(1) Pendapat masing-masing individu pada baris dan kolom yang sama memiliki selisih kurang dari empat satuan antara nilai pendapat individu yang tertinggi dengan nila yang terendah.

(2) Tidak terdapat angka kebalikan (resiprokal) pada baris dan kolom yang sama. MPG dapat dilihat pada gambar 7.

X G1 G2 G3 …. Gn

G1 g11 g12 g13 .... g1n

G2 g21 g22 g23 .... g2n

G3 g31 g32 g33 .... g3n

.... .... .... .... .... ....

Gn gn1 gn2 gn3 .... gnn

(42)

Rumus matematika yang digunakan untuk memperoleh rata-rata geometrik

(g) Mensintesis prioritas untuk melakukan pembobotan vektor-vektor prioritas. Menggunakan komposisi secara hirarki untuk membobotkan vektor-vektor prioritas itu dengan bobot kriteria-kriteria dan menjumlahkan semua nilai prioritas terbobot yang bersangkutan dengan nilai prioritas dari tingkat bawah berikutnya dan seterusnya.

Pengolahan matriks pendapat terdiri dari dua tahap, yaitu (1) pengolahan horisontal dan (2) pengolahan vertikal. Kedua jenis pengolahan tersebut dapat dilakukan untuk MPI dan MPG. Pengolahan vertikal dilakukan setelah MPI dan MPG diolah secara horisontal, dimana MPI dan MPG harus memenuhi persyaratan Rasio Inkonsistensi.

a. Pengolahan Horisontal, terdiri dari tiga bagian, yaitu penentuan Vektor Prioritas (Vektor Eigen), uji konsistensi dan revisi MPI dan MPG yang memiliki Rasio Inkonsistensi tinggi. Tahapan perhitungan yang dilakukan pada pengolahan horisontal ini adalah :

(1) Perkalian baris (Z) dengan rumus :

(43)

(2) Perhitungan Vektor Prioritas (VP) atau Eigenvektor adalah :

(3) Perhitungan Nilai Eigen Maks (Maks) dengan rumus :

VA = (aij)x VP dengan VA = (vai) ...(3.4)

(4) Perhitungan Indeks Inkonsistensi (CI) dengan rumus

CI =

(5) Perhitungan Rasio Inkonsistensi (CR) adalah

CR = CI/RI ...(3.8)

Nilai rasio inkonsistensi (CR) yang lebih kccil atau sama dengan 0,1 merupakan

nilai yang mempunyai tingkat konsistensi yang baik dan dapat

dipertanggung-jawabkan. Hal ini dikarenakan CR merupakan tolok ukur bagi konsistensi atau

tidaknya suatu hasil perbandingan berpasangan dalam suatu matriks pendapat

(Saaty, 1993).

Tabel 2. Nilai Indeks Acak (RI) Matriks Berorde 2 s/d 8

(44)

Pengolahan Vertikal, yaitu menyusun prioritas pengaruh setiap elemen pada

tingkat hierarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama atau fokus. Apabila

Cvij didefinisikan sebagai nilai prioritas pengaruh elemen ke-j pada tingkat ke~ i

terhadap sasaran utama, maka :

CVij =

CHij

(

t;i−1

)

×VWt

(

a−1

)

...(3.9)

Untuk ; I = 1, 2, 3...n ; J = 1, 2 ,3,...n ; T = 1, 2, 3,...n

Dimana;

CHij (t; i-1) = nilai prioritas elemen ke-i terhadap elemen ke-t pada tingkat

diatasnya (i-1), yang diperoleh dari hasil pengolahan

horisontal.

VWt (i-1) = Nilai prioritas pengaruh elemen ke-t pada tingkat ke (i-t)

terhadap sasaran utama, yang diperoleh dari hasil

perhitungan horisontal.

P = jumlah tingkat hierarki keputusan.

r = jumlah elemen yang ada pada tingkat ke-i

s = jumlah elemen yang ada pada tingkat ke-(i-t)

b. Mengevaluasi inkonsistensi untuk seluruh hirarki.

Pada pengisian judgement pada tahap MPB (Matriks Banding Berpasangan)

terdapat kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam membandingkan elemen

satu dengan elemen yang lainnya, sehingga diperlukan suatu uji konsistensi.

Dalam PHA penyimpangan diperbolehkan dengan toleransi Rasio Inkonsistensi

dibawah 10 persen. Langkah ini dilakukan dengan mengalikan setiap indeks

konsistensi dengan prioritas-prioritas kriteria yang bersangkutan dan

menjumlahkan hasil kalinya. Hasil ini dibagi dengan pernyataan sejenis yang

menggunakan indeks konsistensi acak, yang sesuai dengan dimensi

masing-masing matriks. Untuk memperoleh hasil yang baik, rasio inkonsistensi hirarki

(45)

3.5. Responden Ahli

Seseorang dapat dikatakan ahli apabila mampu melaksanakan sesuatu dengan

pengetahuan yang dibutuhkan untuk itu, yaitu berupa kemampuan mengumpulkan

data dan informasi kompleks, serta kemampuan menginterpretasikan data sebagai

suatu kegiatan terencana seperti proses pengambilan keputusan (Han & Kim,

1989). Seorang pakar dikategorikan berdasarkan kriteria : (1) Efektifitas dengan

derajat kesuksesan yang memadai. (2) Efisiensi dalam menyelesaikan persoalan

secara cepat. (3) Kesadaran akan keterbatasan dimana seorang pakar mengetahui

apa yang dia ketahui (kompetensi). (4) Pengakuan secara obyektif terhadap

kemampuan profesional yang dimiliki oleh lingkungan akademik dan masyarakat

luas. (5) Produktivitas yang tinggi di dalam bidang ilmiah yang ditekuninya.

Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam pemilihan pakar. Pakar yang

dilibatkan dapat dibagi dalam 4 kelompok yaitu : (1) Pakar yang mendapatkan

pendidikan formal S2/S3 pada bidang yang dikaji. (2) Pakar yang berpengalaman

pada bidang yang dikaji tetapi memiliki pendidikan formal di bidang lain. (3)

Pakar yang berpendidikan formal dan berpengalaman pada bidang yang dikaji. (4)

Pakar yang berasal dari praktisi di dalam kehidupan sehari-hari (kaya akan

pengalaman empiris di suatu sektor kegiatan (ekonomi, politik sosial dsb).

Klasifikasi pakar ini lebih didasarkan pada lama kerja dan kewenangannya (dapat

terdidik secara formal maupun otodidak) di suatu posisi kegiatan teknik tertentu.

Sumber-sumber pengetahuan yang tidak terdokumentasi di dapatkan dari para

pakar. Dalam pemilihan ahli diperlukan kriteria-kriteria tentang ahli. Ahli yang

akan diwawancarai untuk penyerapan pengetahuan adalah (1) Praktisi, orang yang

bekerja dan berpengalaman dalam bidang tertentu secara otodidak maupun

terdidik secara akademis (tidak melanjutkan karir di bidang akademik. (2)

Ilmuwan, orang yang mempelajari dan mendalami pengetahuan bidang misalnya

pengembangan karir, penilaian prestasi, dan penentuan kenaikan gaji lewat jalur

formal (melalui pendidikan tinggi) dan memperdalam karirnya di bidang

(46)

4. IDENTIFIKASI STRATEGI

Analisis SWOT digunakan dalam mengidentifikasi berbagai faktor-faktor internal

dan eksternal dalam rangka merumuskan strategi pengembangan. Analisis ini

didasarkan pada logika dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang

(opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan

(weaknesses) dan ancaman (threats). Analisis SWOT didahului dengan

identifikasi posisi UKM melalui evaluasi nilai faktor internal dan evaluasi nilai

faktor eksternal.

4.1. Faktor Lingkungan Internal

Faktor lingkungan internal terdiri atas faktor-faktor kekuatan dan kelemahan.

Faktor kekuatan yang teridentifikasi meliputi : (1) sumber penciptaan wirausaha

baru; (2) memiliki tingkat fleksibilitas tinggi dalam menghadapi dinamika

perubahan pasar; (3) menggunakan teknologi sederhana sampai madya; (4) tidak

memerlukan skill yang tinggi. Faktor kelemahan yang teridentifikasi meliputi (1)

SDM yang handal sesuai kebutuhan terbatas, (2) akses terhadap sumber-sumber

dana terbatas (3) masih terbatasnya institusi pemasaran bagi produk UKM,

sehingga produknya kurang dikenal. (4) mutu produk belum mencapai kualitas

ekspor.

Untuk mengevaluasi faktor-faktor internal, yaitu: faktor kekuatan dan kelemahan

tersebut digunakan metode analisis Evaluasi Faktor Internal (Internal Factors

Evaluation - IFE). Dalam metoda analisis IFE, masing-masing faktor kekuatan

tersebut diberikan bobot dan peringkat. Pembobotan masing-masing faktor

kekuatan tersebut diperoleh dengan teknik perbandingan berpasangan (Saaty,

2993). Sedangkan dalam menentukan peringkat masing-masing faktor digunakan

skala 1-5 berdasarkan tingkat pengaruh atau peran strategis faktor terhadap

kondisi UKM atau proses pencapaian sasaran. Dari keempat faktor kekuatan

tersebut, faktor fleksibilitas tinggi dan penggunaan teknologi sederhana

diasumsikan lebih berpengaruh dibandingkan faktor skill dan faktor penciptaan

(47)

untuk masing-masing faktor kelemahan. Hasil total perkalian bobot dan peringkat

untuk kedua faktor internal organisasi, yaitu: kekuatan dan kelemahan,

menghasilkan selisih nilai sebesar 0,21 seperti yang terlihat pada Tabel 21. Nilai

sebesar 0,21 merupakan angka yang bernilai positif yang berada pada sumbu X

matriks dampak pengaruh menyilang dan hampir pasti berada pada kuadran I atau

kuadran II yang selanjutnya akan diketahui strategi tipe apa yang perlu di

rumuskan dalam pengembangan UKM di Kabupaten Bogor.

4.2. Faktor Lingkungan Eksternal

Setelah melakukan identifikasi dan evaluasi terhadap faktor-faktor internal,

selanjutnya dilakukan juga identifikasi faktor-faktor eksternal yang meliputi

faktor peluang dan ancaman, terutama yang berkaitan dengan pengembangan

usaha kecil. Dari hasil identifikasi diperoleh 6 (enam) faktor yang merupakan

peluang bagi pengembangan usaha kecil yang mencakup (1) Dukungan dan

komitmen pemerintah semakin tinggi terhadap pengembangan UKM; (2) SDA

lokal cukup tersedia (3) Peluang pasar lokal/dalam negeri besar. (4) Tersedianya

SDM angkatan kerja yang cukup besar (5) Semakin banyak komoditi yang dapat

dikembangkan seiring dengan terbukanya akses pasar (6) Dukungan fasilitas

telekomunikasi yang semakin baik dapat mempermudah akses pemasaran.

Faktor-faktor ancaman yang teridentifikasi: (1) Tingkat kepercayaan konsumen

akan kualitas dan keandalan produk dalam negeri terlebih lagi UKM belum juga

membaik (2) Globalisasi memaksa produk UKM langsung harus berbenturan

dengan produk-produk perusahaan multinasional. (3) Tuntutan

masyarakat/konsumen akan mutu produk/hasil produksi yang kian tinggi dengan

benchmark pada produk-produk luar negeri. (4) Pengusaha dagang kecil

terpinggirkan sebagai akibat munculnya pedagang eceran skala besar nasional dan

(48)

Tabel 3. Internal Factors Evaluation (IFE)

Bobot Rating Nilai

KEKUATAN (S)

1 Sumber Penciptaan Wirausaha Baru 0,103 2 0,21

2 Memiliki tingkat fleksibilitas tinggi dalam menghadapi dinamika perubahan pasar

0,339 4 1,36

3 Menggunakan teknologi sederhana sampai madya (Barriers to entry rendah)

0,106 4 0,42

4 Tidak memerlukan skill yang tinggi 0,452 3 1,36

3,34 1

KELEMAHAN (W)

1 SDM yang handal sesuai kebutuhan terbatas 0,110 3 0,33

2 Penguasaan teknologi terbatas 0,138 3 0,41

3 Akses terhadap sumber-sumber dana terbatas 0,023 4 0,09

4 Mutu produk belum mencapai kualitas ekspor 0,097 3 0,29

5 Rendahnya jwa kewirausahaan 0,078 2 0,16

6 Masih terbatasnya institusi pemasaran bagi produk IKM, sehingga produk IKM kurang dikenal

0,236 4 0,94

7 Kesadaran dalam menerapkan HaKI masih rendah

0,004 3 0,01

8 Kemampuan mengakses pasar terbatas, khususnya dengan pemanfaatan teknologi informasi

0,288 3 0,86

9 Batasan/kriteria tentang UKM masih beragam 0,028 1 0,03

3,13 2

EVALUASI FAKTOR INTERNAL (1) - (2) 0,21

Untuk mengevaluasi faktor-faktor eksternal, yaitu: faktor peluang dan ancaman

tersebut digunakan metode analisis Evaluasi Faktor Eksternal (External Factors

Evaluation - EFE). Sama seperti pada metoda IFE, pembobotan masing-masing

faktor kekuatan tersebut diperoleh dengan teknik perbandingan berpasangan

dalam metoda analisis EFE, masing-masing faktor kekuatan tersebut diberikan

(49)

Tabel 4. External Factors Evaluation (EFE)

Bobot Rating Nilai

PELUANG (O)

1 Dukungan dan komitmen pemerintah semakin tinggi terhadap pengembangan UKM

0,201 4 0,80

2 SDA lokal cukup tersedia 0,167 4 0,67

3 Peluang pasar lokal/dalam negeri besar 0,213 4 0,85

4 Tersedianya SDM angkatan kerja yang cukup besar

0,198 3 0,59

5 Semakin banyak komoditi yang dapat

dikembangkan seiring dengan terbukanya akses pasar khususnya AFTA

0,098 3 0,29

6 Dukungan fasilitas telekomunikasi yang semakin baik dapat mempermudah akses pemasaran.

0,123 2 0,25

3,46 1

ANCAMAN (T)

1 Tingkat kepercayaan konsumen akan kualitas dan keandalan produk dalam negeri terlebih lagi IKM belum juga membaik

0,215 4 0,86

2 Globalisasi memaksa produk IKM langsung harus berbenturan dengan produk-produk perusahaan multinasional.

0,275 3 0,825

3 Tuntutan masyarakat/konsumen akan mutu produk/hasil produksi yang kian tinggi dengan bench-mark pada produk-produk luar negeri

0,201 2 0,402

4 Pengusaha dagang kecil terpinggirkan sebagai akibat munculnya pedagang eceran skala besar nasional dan internasional di sekitar pasar tradisional

0,309 4 1,236

3,323 2

EVALUASI FAKTOR INTERNAL (1) - (2) 0,13

Dalam penentuan peringkat masing-masing faktor eksternal, dari keenam faktor

peluang, faktor dukungan dan komitmen pemerintah, faktor sumber daya alam

dan faktor peluang pasar dalam negeri diasumsikan lebih berpengaruh

dibandingkan faktor komoditi dan faktor teknologi telekomunikasi. Sedangkan

untuk faktor-faktor ancaman meliputi faktor-faktor: (1) Tingkat kepercayaan

(50)

terpinggirkan sebagai akibat munculnya pedagang eceran skala besar nasional dan

internasional di sekitar pasar tradisional diasumsikan lebih berpengaruh

dibandingkan faktor-faktor: (1) Globalisasi memaksa produk UKM langsung

harus berbenturan dengan produk-produk perusahaan multinasional. (2) Tuntutan

masyarakat/konsumen akan mutu produk/hasil produksi yang kian tinggi dengan

bench-mark pada produk-produk luar negeri. Hasil total perkalian bobot dan

peringkat untuk kedua faktor eksternal, yaitu: peluang dan ancaman,

menghasilkan selisih nilai sebesar 0,13 seperti yang terlihat pada Tabel 22. Nilai

sebesar 0,13 merupakan angka yang bernilai positif yang berada pada sumbu Y

matriks dampak pengaruh menyilang dan hampir pasti berada pada kuadran I atau

kuadran IV yang selanjutnya akan diketahui strategi tipe apa yang perlu di

rumuskan dalam pengembangan UKM di Kabupaten Bogor.

4.3. Penentuan Strategi

Hasil penentuan bobot dan peringkat melalui metoda analisis Internal-Eksternal

Factor Evaluation selanjutnya diplot dalam Matrik Dampak Pengaruh Menyilang

(Cross Impact Matrix) untuk menentukan posisi organisasi dan strategi generik

(umum) seperti yang terlihat pada gambar 8.

Gambar 8. Matrik Dampak Pengaruh Menyilang Peluang

Ancaman

(51)

Matrik dampak pengaruh menyilang pada Gambar 5 menunjukkan bahwa secara

umum posisi UKM agroindusti berkaitan dengan strategi pengembangan terletak

pada koordinat (0,21; 0,13) dan menempati kuadran I. Posisi tersebut

mengindikasikan bahwa dalam pengembangan kebijakan UKM agroindustri dapat

menggunakan strategi yang bersifat agresif dengan mempertimbangkan kendala

maupun sumberdaya yang tersedia. Agresif dalam arti UKM perlu

memberdayakan dirinya dan diberdayakan melalui penumbuhan iklim usaha yang

mendukung bagi pengembangan UKM dan pembinaan serta pengembangan UKM

serta kemitraan usaha. Pemberdayaan UKM dilaksanakan oleh pemerintah, dunia

usaha dan masyarakat sehingga UKM menjadi tangguh dan mandiri. UKM yang

tangguh, madiri dan berkembang dengan sendirinya akan meningkatkan produk

daerah/nasional, kesempatan kerja, ekspor serta pemerataan hasil-hasil

pembangunan yang pada gilirannya akan memberikan sumbangan yang lebih

besar terhadap penerimaan negara atau daerah.

Dalam konteks internasional dan dalam era persaingan bebas, UKM harus agresif

dengan memnbangun persekutuan strategis diantara UKM sendiri. Aliansi yang

terbentuk harus dapat memberikan keuntungan kepada pihak yang terlibat di

dalamnya. Kerjasama antara UKM harus memusatkan diri pada keunggulan

(52)

Tabel 5. Analisis SWOT

KEKUATAN (S) KELEMAHAN (W) 1 Sumber Penciptaan Wirausaha Baru 1 SDM yang handal sesuai kebutuhan

terbatas INTERNAL 2 Memiliki tingkat fleksibilitas tinggi

dalam menghadapi dinamika perubahan pasar

2 Penguasaan teknologi terbatas 3 Menggunakan teknologi sederhana

sampai madya (barriers to entry rendah)

3 Akses terhadap sumber-sumber dana terbatas

4 Tidak memerlukan skill yang tinggi 4 Mutu produk belum mencapai kualitas ekspor

5 Rendahnya jwa kewirausahaan 6 Masih terbatasnya institusi pemasaran bagi

produk ukm, sehingga produk ukm kurang dikenal

7 Kesadaran dalam menerapkan HaKI masih rendah

8 Kemampuan mengakses pasar terbatas, khususnya dengan pemanfaatan teknologi informasi

EKSTERNAL 9 Batasan/kriteria tentang UKM masih beragam.

PELUANG (O) STRATEGI SO STRATEGI WO 1 Dukungan dan komitmen pemerintah semakin tinggi

terhadap pengembangan UKM

1 Mewujudkan UKM menjadi usaha yang efisien, sehat, dan memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi sehingga mampu menjadi kekuatan ekonomi rakyat dan dapat memberikan sumbangan yang besar bagi pembangunan ekonomi daerah.

1 Memberikan perhatian yang lebih besar pada proses formulasi kebijakan

2 SDA lokal cukup tersedia 2 Mendorong UKM agar dapat berperan maksimal dalam penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan.

2 Membuka pasar bagi produk dan jasa UKM

3 Peluang pasar lokal/dalam negeri besar 3 Meningkatkan akses UKM kepada sumber dana dan modal

4 Tersedianya SDM angkatan kerja yang cukup besar 4 Pengembangan unit-unit pelayanan pengembangan UPT

5 Semakin banyak komoditi yang dapat dikembangkan seiring dengan terbukanya akses pasar khususnya AFTA

6 Dukungan fasilitas telekomunikasi yang semakin baik dapat mempermudah akses pemasaran.

ANCAMAN (T) STRATEGI ST STRATEGI WT 1 Tingkat kepercayaan konsumen akan kualitas dan

keandalan produk dalam negeri terlebih lagi ukm belum juga membaik

1 Meningkatkan pertumbuhan UKM 1 Memperkuat institusi pendukung gerakan pengembangan UKM

2 Globalisasi memaksa produk ukm langsung harus berbenturan dengan produk-produk perusahaan multinasional.

2 Menciptakan iklim yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya UKM

2 - Menciptakan bentuk-bentuk kerjasama yang dapat memperkuat kedudukan UKM dalam kompetisi di tingkat daerah, nasional, dan internasional.

3 Tuntutan masyarakat/konsumen akan mutu produk/hasil produksi yang kian tinggi dengan bench-mark pada produk-produk luar negeri

3 Restrukturisasi strategi pembangunan ekonomi ke arah ekonomi kerakyatan

3 Pengembangan unit-unit pelayanan pengembangan BDS dan BDC 4 Pengusaha dagang kecil terpinggirkan sebagai akibat

munculnya pedagang eceran skala besar nasional dan internasional di sekitar pasar tradisional

4 Pengembangan sentra dilaksanakan berdasarkan skala prioritas berdasarkan komoditi dan lokasi,

4 Pengembangan lembaga pendukung lainnya (Perbankan, transportasi dan jasa lainnya)

Hasil penentuan alternatif (pilihan) strategi bagi pengembangan kebijakan UKM,

sebagaimana hasil analisis dari dampak silang antar faktor-faktor: internal

(kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman) pada Tabel 23,

(53)

(a) Mewujudkan UKM menjadi usaha yang efisien, sehat, dan memiliki tingkat

pertumbuhan yang tinggi sehingga mampu menjadi kekuatan ekonomi

rakyat dan dapat memberikan sumbangan yang besar bagi pembangunan

ekonomi daerah.

(b) Mendorong UKM agar dapat berperan maksimal dalam penyerapan tenaga

kerja dan sumber pendapatan.

(c) Memberikan perhatian yang lebih besar pada proses formulasi kebijakan.

(d) Membuka pasar bagi produk dan jasa UKM.

(e) Meningkatkan akses UKM kepada sumber dana dan modal.

(f) Pengembangan unit-unit pelayanan pengembangan UPT.

(g) Meningkatkan pertumbuhan UKM.

(h) Menciptakan iklim yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya UKM

(i) Restrukturisasi strategi pembangunan ekonomi ke arah ekonomi kerakyatan.

(j) Pengembangan sentra dilaksanakan berdasarkan skala prioritas berdasarkan

komoditi dan lokasi.

(k) Memperkuat institusi pendukung gerakan pengembangan UKM.

(l) Menciptakan bentuk-bentuk kerjasama yang dapat memperkuat kedudukan

UKM dalam kompetisi di tingkat daerah, nasional, dan internasional.

(m) Pengembangan unit-unit pelayanan pengembangan BDS (Business

Development Services) dan BDC (Business Development Center)

(n) Pengembangan lembaga pendukung lainnya (Perbankan, transportasi dan

jasa lainnya).

Alternatif strategi kebijakan pengembangan UKM yang dihasilkan berdasarkan

analisis SWOT selanjutnya dipilih 4 strategi yang penting dan kemudian

(54)

5. STRATEGI PENGEMBANGAN UKM

Kontribusi UKM yang nyata dalam perekonomian nasional menjadikan

sedemikian pentingnya suatu penyusunan strategi maupun program

pengembangan UKM sebagai sarana dalam rangka pemberdayaan masyarakat.

Oleh karena itu, identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan

pengembangan UKM perlu dilakukan. Faktor-faktor tersebut diperoleh dari data

sekunder maupun primer serta wawancara dengan responden. Selanjutnya

pemilihan prioritas strategi pengembangan UKM dilakukan dengan menggunakan

teknik AHP. Penentuan prioritas strategi merupakan pendapat gabungan dari 4

responden ahli yang mewakili pihak pemerintah (1 orang), pihak pengusaha atau

praktisi UKM (2 orang) dan perguruan tinggi (1 orang).

5.1. Pemilihan faktor yang paling berpengaruh dalam pengembangan UKM

Untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan UKM

dilakukan diskusi dengan responden ahli serta analisis situasi UKM di Kabupaten

Bogor maka didapatkan 4 (empat) faktor dominan yang dapat mempengaruhi

keberhasilan pengembangan UKM agroindustri di Kabupaten Bogor yaitu: (1)

kebijakan pemerintah, (2) kemampuan teknologi, (3) pemasaran dan (4) akses

permodalan.

Dengan menggunakan penilaian pendapat gabungan dari responden ahli, keempat

faktor dominan ini teridentifikasi bahwa secara keseluruhan kebijakan pemerintah

merupakan faktor yang paling berpengaruh (0,519) disusul oleh akses permodalan

(0,215), pemasaran (0,195) dan kemampuan teknologi (0,071). Hal ini sejalan

dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Sofyar (2004) bahwa kebijakan

pemerintah adalah faktor yang paling berpengaruh. Selain dari pada itu, hasil ini

juga menunjukan bahwa pendapat para responden ahli serta urutan prioritas

tersebut sejalan dengan keadaan serta gambaran kondisi aktual pelaku usaha

UKM di Kabupaten Bogor sebagaimanan dijelaskan pada bab IV antara lain

bahwa menurut pelaku usaha kecil, perhatian dari pemerintah daerah sangat

(55)

dihadapi. Selain itu akses untuk mendapatkan bantuan permodalan dari lembaga

keuangan juga sangat dibutuhkan mengingat selama ini sumber permodalan dan

keuangan dari kebanyakan UKM berasal dari sumber-sumber permodalan

konvensional seperti kredit dari pemasok atau pinjaman dari keluarga sehingga

berpengaruh terhadap akselerasi perkembangan skala usaha UKM.

5.2. Pemilihan aktor yang paling berperan dalam pengembangan UKM

Berdasarkan diskusi dengan responden ahli dan analisis situasi aktual UKM di

Kabupaten Bogor maka didapatkan 4 (empat) aktor dominan yang dapat

mempengaruhi keberhasilan pengembangan UKM agroindustri di Kabupaten

Bogor. Dengan menggunakan penilaian pendapat gabungan dari responden ahli,

keempat aktor dominan ini teridentifikasi bahwa pemerintah daerah merupakan

aktor yang memiliki bobot relatif atau memiliki pengaruh paling dominan (0,469)

kemudian disusul oleh lembaga keungan (0,211), asosiasi pengusaha kecil (0,184)

dan perguruan tinggi (0,136).

Hal ini menunjukan bahwa peran pemerintah daerah menempati posisi paling

tinggi mengingat perannya sebagai regulator yang berwenang untuk menyusun

kebijakan bagi pelaku usaha yang ditujukan untuk merangsang dalam usaha dan

mencegah terbentuknya struktur pasar yang dapat melakukan persaingan tidak

sehat antara pengusaha besar, menegah dan kecil di daerah. Namun demikian

akan sangat sulit bila suatu program pengembangan usaha kecil dilaksanakan oleh

satu institusi tertentu saja, termasuk pemerintah sekalipun. Institusi-institusi yang

ada harus bekerja sama satu sama lain dengan konsep koordinasi dan pembagian

kerja yang jelas. Pembagian peran yang dibarengi dengan pembagian

tanggung-jawab harus didasarkan kepada pengalaman, penguasaan sumberdaya serta

(56)

5.3. Pemilihan tujuan pengembangan UKM.

Perumusan tujuan merupakan hal yang cukup penting untuk mengarahkan strategi

pengembangan sehingga dapat mengikuti dinamika perubahan-perubahan yang

terjadi. Dengan perumusan maupun pernyataan tujuan tersebut diharapkan

seluruh aktor yang berpengaruh dapat mengenal serta mengetahui alasan

keberadaan dan perannya dengan lebih baik. Selain itu pemahaman mengenai

tujuan pengembangan dirasakan cukup penting karena dapat melihat

peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan dan meletakan prioritas untuk menfokuskan

arah strategi pengembangan. Berdasarkan kajian literatur, referensi serta diskusi

dengan responden ahli dirumuskan empat tujuan pengembangan yaitu :

(a) Menciptakan iklim yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya usaha

kecil (IKLIM).

(b) Mewujudkan usaha kecil menjadi usaha yang efisien, sehat dan memiliki

tingkat pertumbuhan yang tinggi sehingga mampu menjadi kekuatan

ekonomi rakyat dan dapat memberikan sumbangan yang besar bagi

pembangunan ekonomi nasional (EFISIEN).

(c) Mendorong usaha kecil agar dapat berperan maksimal dalam penyerapan

tenaga kerja dan surnber pendapatan (PROFIT).

(d) Menciptakan bentuk-bentuk kerjasama yang dapat memperkuat kedudukan

usaha kecil dalam kompetisi di tingkat nasional maupun internasional

(ALIANSI).

Pendapat gabungan dari empat responden ahli menghasilkan penilaian seperti

disajikan pada tabel 24. Tabel 24 menyajikan hasil prioritas tujuan strategi

pengembangan UKM di Kabupaten Bogor.

Tabel 6. Prioritas tujuan pengembangan UKM di Kabupaten Bogor.

Tujuan Pengembangan Bobot Prioritas

IKLIM 0,311 1

EFISIEN 0,162 4

PROFIT 0,301 2

(57)

Berdasarkan analisis PHA, dihasilkan tingkat kepentingan tujuan terhadap aktor

dengan prioritas pertama yaitu menciptakan iklim yang kondusif bagi tumbuh dan

berkembangnya usaha kecil (IKLIM). Agar dapat bertahan dan maju usaha kecil

di Kabupaten Bogor harus mampu berkompetisi dengan pelaku ekonomi lain di

wilayah ini maupun di wilayah lain sekitarnya. Situasi dan iklim bisnis secara

keseluruhan dapat menjadi peluang sekaligus penghalang. Yang perlu

diperhatikan adalah sebuah kenyataan bahwa situasi bisnis tidak selalu

menguntungkan, bahkan seringkali merugikan usaha kecil, walaupun dalam

situasi dimana pertumbuhan ekonomi cukup tinggi. Dari faktor internal UKM

sendiri, inovasi dan peningkatan produktivitas sebenarnya merupakan prasyarat

untuk menciptakan perlindungan yang baik bagi mereka yang terlibat dalam usaha

kecil di Kabupaten Bogor.

Selain itu dalam menghadapi situasi atau iklim persaingan saat usaha ini perlu

juga dibentuk berbagai bentuk kerjasama kolektif seperti asosiasi usaha kecil, dan

membangun pusat pelayanan pengembangan UKM yang dapat memainkan

peranan besar dalam pengkoordinasian dan penyampaian informasi-informasi

terbaru, memenuhi kebutuhan-kebutuhan bersama, membantu meningkatkan

efisiensi produksi dan sekaligus merepresentasikan kepentingan usaha kecil dalam

hubungannya dengan pihak-pihak lain termasuk usaha besar dan pemerintah

daerah Kabupaten Bogor.

5.4. Perumusan alternatif strategi pengembangan UKM.

Penetapan prioritas alternatif strategi dilakukan melalui pendapat responden ahli,

kemudian hasilnya diolah dengan mengunakan teknik analisis AHP. Teknik

analisis AHP digunakan karena dapat membantu meyederhanakan permasalahan

yang komplek dengan menata rangkaian variabel dalam suatu hirarki tertentu.

Berdasarkan struktur hirarki selanjutnya dilakukan penentuan tingkat kepentingan

(importance) antar satu variabel dengan variabel yang lain berdasarkan prinsip

perbandingan berpasangan (pairwise comparisons). Penentuan tingkat

kepentingan atau pembobotan tersebut dilakukan oleh responden ahli secara

Gambar

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
Gambar 2.  Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal
Gambar 3. Matriks Dampak Pengaruh Menyilang
Gambar 4. Penyusunan Strategi Pengembangan UKM Agroindustri
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Sehingga untuk mendapatkan LPG diperlukan proses pengolahan dan pemisahan minyak bumi (pengilangan minyak bumi) tahap pertama dengan distilasi bertingkat yang akan

Dalam pasal 80 ayat (1) suami adalah pembimbing terhadap istri dan rumah tangganya, akan tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh suami

Musharakah. •   Walaubagaimanapun, dari perspektif undang-undang berdasarkan amalan standard di Malaysia, pihak yang terbabit di dalam Musharakah akan bersetuju

[r]

Berdasarkan uraian diatas untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan di awal usaha (enam bulan pertama) bisnisnya dan hubungannya dengan kualitas pelayanan maka

Faktor internal melibatkan human sensory (lebih pada penciuman), pengujian dengan test merokok, analisis kimia, sedangkan faktor eksternal melalui( human vision )

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan peneliti tentang pemahaman perawat tentang penerapanRJPdipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu umur, pendidikan,