ANALISIS RISIKO PADA
RENCANA PEMANFAATAN MATA AIR METAUM
DI DESA MARGA KABUPATEN TABANAN
KETUT ASMARA PUTRA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
1
1.1 Latar Belakang
Bali adalah salah satu propinsi di Indonesia dengan luas wilayah keseluruhan 5.686
km2 atau 0,288% dari luas kepulauan Indonesia dan orientasi pertumbuhan wilayah yang
bertumpu kepada pengembangan sektor pertanian dan pariwisata budaya. Perkembangan
yang begitu pesat terutama pada sektor pariwisata terdapat di Kabupaten Badung dan
Kota Denpasar. Sektor tersebut mengakibatkan peningkatan laju pertumbuhan penduduk
yang berdampak pada perubahan fungsi lahan dan ketidakseimbangan sumber daya alam
yang tersedia. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (2010) laju pertumbuhan
penduduk di Bali sebesar 2,15%, bertingkatnya laju pertumbuhan penduduk ini diikuti
dengan meningkatnya kebutuhan air bersih pula.
Kabupaten Tabanan juga merupakan salah satu daerah yang berkembang pesat
dalam sektor pariwisata. Sesuai dengan laporan Badan Pusat Statistik (2010) laju
penduduknya mencapai 1,12%. Data pemakaian air minum Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM) menunjukkan bahwa pemakaian air minum rata – rata untuk pelayanan
Sistem Pengembangan Air Minum (SPAM) Kota Tabanan sebesar 170,17 liter/detik
(lt/dt) sedangkan untuk unit PDAM sebesar 149,17 liter/detik (lt/dt). Hal tersebut
memberikan konsekuensi tersendiri bagi perkembangan sektor-sektor lain di daerah
tersebut, dan juga penyediaan sarana dan prasarana penunjangnya. Salah satunya adalah
kebutuhan akan ketersediaan sumber air baku untuk melayani kebutuhan air bersih
masyarakat terutama masyarakat pedesaan dan juga untuk kegiatan pertanian,
Menurut Rancangan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai
Bali-Penida (2014), potensi ketersediaan air di Wilayah Sungai Bali-Bali-Penida terdiri dari
potensi air permukaan sebesar 207.570 lt/dt, air tanah sebesar 9.040 lt/dt dan mata air
sebesar 23.070 lt/dt. Menurut Studi Pengembangan Pemanfaatan Mata Air Metaum di
Kabupaten Tabanan (2012), Tabanan merupakan salah satu daerah yang memiliki
potensi ketersediaan air, dengan potensi air permukaan sebesar 38.930 lt/dt dan potensi
mata air sebanyak 177 titik yang totalnya sebesar 4.148,6 lt/dt. Pada daerah ini salah satu
mata air yang berpotensi adalah Mata Air Metaum yang berlokasi di Banjar Cau, Desa
Tua, Kecamatan Marga Kabupaten Tabanan dengan debit 1.056,12 lt/dt, Berdasarkan
hasil neraca air Tukad Penet secara menyeluruh, debit Tukad Penet adalah sebesar
4.070 lt/dt dengan kebutuhan irigasi rata-rata sebesar 191 lt/dt dan yang terbuang di
muara rata-rata sebesar 963 lt/dt. Dari beberapa simulasi didapatkan hasil bahwa
pengambilan Mata Air Metaum direncanakan hanya sebesar 250 lt/dt. Mata Air Metaum
rencananya dimanfaatkan untuk melayani daerah Kota Tabanan (Reservoir Distribusi
Wanasari, Reservoir Distribusi Tunjuk) dengan pemanfaatan air baku 67,31 lt/dt,
Kecamatan Kediri (Reservoir Distribusi Panji) dengan pemanfaatan air baku 117,54 lt/dt
serta Kecamatan Marga (Reservoir Distribusi Kuwum) dengan pemanfaatan air baku
sebesar 81,46 lt/dt. Pemanfaatan Mata Air Metaum dilakukan karena untuk menambah
pelayanan kebutuhan air bersih di Kabupaten Tabanan. Hal itu didukung dengan hasil
proyeksi kebutuhan air minum sampai tahun 2023 untuk unit SPAM Kota Tabanan yang
membutuhkan air baku sebesar 386,81 lt/dt. Sedangkan penyediaan air baku yang
mampu diproduksi saat ini hanya sebesar 232,80 lt/dt yang bersumber dari sistem
penyediaan air baku Instalasi Pengolahan Air (IPA) Nyanyi, Mata Air Riang Gede, Mata
Air Gembrong, Mata Air Gangsang, Mata Air Dedari dan Mata Air Mumbul. Menurut
Metaum di Kabupaten Tabanan (2015) didapatkan kondisi eksisting di lapangan adalah
debit air di Tukad Sungi sangat kecil, kondisi saluran masih banyak digenangi sampah,
serta pengambilan bebas pada saluran sekunder dan tersier dengan pompa yang
digunakan untuk kepentngan komersial yang cukup besar menyebabkan debit air yang
mengaliri irigasi berkurang. Selain itu pelaksanaan pola tata tanam yang tidak seragam,
dan masih adanya pola tata tanam 3 kali dalam setahun yaitu Padi-Padi-Padi pada areal
irigasi di hulu mengakibatkan pemanfaat air irigasi menjadi tidak merta dan tidak efisien.
Sesuai yang tercantum dalam Amdal Sistem Pengembangan Air Baku Mata Air
Metaum di Kabupaten Tabanan (2012), potensi kegagalan dapat terjadi dalam
Pemanfaatan Mata Air Metaum baik pra konstruksi, konstruksi maupun pasca
konstruksi. Contoh pada pra konstruksi yaitu kepengurusan perijinan sumber mata air,
penentuan trase jaringan pipa, ijin lokasi jaringan pipa dan fasilitas penunjangnya dengan
instansi yang terkait, masalah sosial yang ditimbulkan disini adalah dampak pada
persepsi masyarakat yang negatif yaitu dengan adanya kegiatan proyek tersebut makan
akan menurunkan debit mata air, menurunkan pasokan air untuk irigasi, meningkatkan
kerusakan lingkungan yang telah ada, tercecernya material galian, serta rusaknya jalan.
Berikut ini merupakan contoh kegagalan pada pemanfaatan air baku yang dikutip
dari jurnal dan media cetak :
Kegagalan di Kecamatan Abang, Kecamatan Karangasem, Kecamatan Manggis dan
Kecamatan Kubu. Kegagalan tersebut terjadi karena pipa yang digunakan dalam
proyek lebih ringan dan tidak sesuai SNI, maka jika hal tersebut terjadi
mengakibatkan pipa yang ditanam dalam tanah yang mengalami kebocoran dan akan
menyulitkan pendeteksian sehingga pasokan air ke masyarakat akan menjadi
Kegagalan di Kecamatan Gianyar terjadi dikarenakan pada tahun 2007 setahun
operasional perjanjian kerjasama PDAM Kabupaten Gianyar mengalami penurunan
pendapatan dan tahun 2011 PDAM Kabupaten Gianyar menunggak biaya pembelian
air serta tidak mampu menutupi biaya operasional perusahaan (Agung, 2012).
Kegagalan juga terdapat di Kawasan Pariwisata, yang berada di wilayah Kabupaten
Badung, khususnya Badung Selatan dan sebagian Kecamatan Kuta, keseimbangan
supply and demand pada wilayah usaha PAM PT. Tirtaartha Buana mulia (PT. TB),
dimana kebutuhan air bersih melampaui dari ketersediaan air bersih, maka
permasalahan air bersih dikaitkan dengan pola pemakaian yang berhubungan dengan
tingkat kesejahteraan penduduknya, dan pertumbuhan penduduk yang terus
bertambah menuntut pemenuhan air bersih yang lebih besar (Suryatmaja, 2014).
Menurut Warta Bali tanggal 04 Mei 2010, kegagalan juga dipengaruhi dalam
permasalahan kinerja PDAM dan juga citra dalam mencapai Good Corporate
Governance, dengan peningkatan kepercayaan pelanggan dalam hal kepuasan yang
dapat dilihat pada PDAM Kabupaten Gianyar mengabaikan konsumen dalam hal
pelayanan terkait aliran air dan permohonan Sambungan Rumah Baru.
Selain itu kegagalan juga terjadi pada pelayanan PDAM Kabupaten Gianyar yang
merosot karena pembayaran Online yang amburadul, keluhan air yang tidak mengalir
dan banyak pipa yang bocor (Puspasari, 2012)
Berdasarkan uraian diatas, maka sangatlah perlu dilakukan kegiatan analisis
risiko terlebih dahulu sebelum kegiatan rencana pemanfaatan Mata Air Metaum di Desa
Marga untuk menghindari kegagalan dan memberikan gambaran tentang apa yang terjadi
bila pemanfaatan mata air dijalankan ternyata tidak sesuai dengan rencana serta
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka masalah pada
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Risiko-risiko apa saja yang teridentifikasi pada rencana pemanfaatan Mata Air
Metaum di Desa Marga Kabupaten Tabanan?
2. Risiko-risiko apa saja yang termasuk kategori dominan (major risk) dan bagaimana
derajat risiko pada rencana pemanfaatan Mata Air Metaum di Desa Marga Kabupaten
Tabanan?
3. Bagaimana tindakan mitigasi (risk mitigation) untuk meminimalkan berbagai
dampak negatif yang mungkin terjadi pada rencana pemanfaatan Mata Air Metaum
di Desa Marga Kabupaten Tabanan?
4. Bagaimana pengalokasian kepemilikan risiko (ownership of risk) terhadap risiko–
risiko dominan (major risk) pada rencana pemanfaatan Mata Air Metaum di Desa
Marga Kabupaten Tabanan?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Melakukan identifikasi dan penilaian (assessment) terhadap berbagai jenis risiko
pada rencana pemanfaatan Mata Air Metaum di Desa Marga Kabupaten Tabanan?
2. Menentukan tingkat penerimaan risiko (risk acceptability) dan risiko-risiko dominan
(major risk) pada rencana pemanfaatan Mata Air Metaum di Desa Marga Kabupaten
Tabanan?
3. Melakukan tindakan mitigasi (risk mitigation) terhadap risiko – risiko dominan
(major risk) pada rencana pemanfaatan Mata Air Metaum di Desa Marga Kabupaten
4. Melakukan pengalokasian kepemilikan risiko (ownership of risk) terhadap risiko –
risiko dominan (major risk) pada rencana pemanfaatan Mata Air Metaum di Desa
Marga Kabupaten Tabanan.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Dapat memberikan informasi mengenai identifikasi risiko pada rencana pemanfaatan
Mata Air Metaum di Desa Marga Kabupaten Tabanan, serta dapat memberikan suatu
penilaian (assessment) terhadap risiko yang telah teridentifikasi.
2. Dapat memberikan informasi mengenai risiko-risiko dominan (major risk) dan
tingkat/derajat risiko pada rencana pemanfaatan Mata Air Metaum di Desa Marga
Kabupaten Tabanan.
3. Dapat memberikan informasi mengenai tindakan mitigasi (risk mitigasi) dan
mengalokasian kepemilikan risiko (ownership of risk) pada rencana pemanfaatan
Mata Air Metaum di Desa Marga Kabupaten Tabanan.
1.5 Lingkup dan Batasan Penelitian
Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas sehingga nantinya
dapat memberi arah yang lebih baik dan memudahkan dalam penyelesaian suatu masalah
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, perlu dilakukan pembatasan yaitu :
1. Penelitian dilakukan pada Mata Air Metaum di Desa Marga Kabupaten Tabanan.
2. Analisis yang digunakan dalam penelitian risiko adalah analisis kualitatif (qualitative
risk analysis).
7 2.1Pengertian Risiko
Pengertian risiko menurut Soemarno (2009) adalah suatu kondisi yang timbul
karena ketidakpastian dengan seluruh konsekuensi tidak menguntungkan yang mungkin
terjadi. Secara umum, risiko dapat mengacu pada hal – hal yang sangat tidak pasti atau
berbahaya. Risiko yang berhubungan dengan ketidakpastian ini terjadi oleh karena
kurang atau tidak tersedianya cukup informasi tentang apa yang akan terjadi. Risiko
dapat berarti peluang timbulnya kerugian (probability of loss), kesempatan timbulnya
kerugian (chance of loss) atau sesuatu yang tidak pasti (uncertainty), dan
penyimpangan dari hasil yang diharapkan (dispersion of actual from expected result).
Sesuatu yang tidak pasti (uncertain) dapat berakibat menguntungkan atau merugikan.
Menurut Vaughan dan Elliott (1996), istilah risiko didefinisikan sebagai
berikut:
1. Risk is the chance of loss (Risiko adalah peluang kerugian)
Chance of loss biasanya dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana
terdapat suatu peluang terhadap kerugian atau suatu kemungkinan kerugian. Dan
chance of loss 100% yang berarti kerugian adalah pasti sehingga tidak akan terjadi
risiko.
2. Risk is the possibility of loss (Risiko adalah kemungkinan kerugian)
Istilah “possibility” berarti bahwa probabilitas suatu peristiwa berada diantara nol
dan satu. Definisi ini barangkali sangat mendekati dengan pengertian risiko yang
3. Risk is Uncertainty (Risiko adalah ketidakpastian)
Dalam hal ini ada pemahaman bahwa risiko berhubungan dengan ketidakpastian,
munculnya risiko disebabkan karena adanya ketidakpastian. Keidakpastian tidak
dapat sepenunya dihilangkan namun dapat dikurangi dengan melakukan analisis
risiko dan manajemen risiko.
4. Risk is the dispersion of actual from expected result (Risiko adalah penyimpangan
kenyataan dari hasil yang diharapkan).
5. Risk is the probability of any autcome different from the one expected (Risiko
adalah probabilitas bahwa suatu hasil berbeda dari yang diharapkan)
Menurut Darmawi (2000) definisi risiko jika dihubungkan dengan kemungkinan
terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tak diinginkan atau tidak terduga, dengan kata
lain kemungkinan itu akibat adanya ketidakpastian dimana ketidakpastian itu
menupakan kondisi yang menyebabkan tumbuhnya risiko yang bersumber dari
berbagai aktivitas. jika dikaji lebih lanjut, kondisi yang tidak pasti ini timbul karena
berbagai sebab, antara lain :
1. Jarak waktu dimulai perencanaan atas kegiatan sampai kegiatan itu berakhir.
Makin panjang jarak waktu makin besar ketidakpastiannya.
2. Keterbatasan tersedianya informasi yang diperlukan
3. Keterbatasan pengetahuan/keterampilan/teknik mengambil keputusan.
2.2. Kategori Risiko
Risiko dapat dikategorikan ke dalam dua bentuk yaitu risiko spekulatif dan
risiko murni, berikut uraiannya :
Risiko spekulatif adalah suatu keadaan yang dihadapi agar dapat memberikan
keuntungan dan juga dapat memberikan kerugian. Risiko spekulatif kadang-kadang
dikenal pula dengan istilah risiko bisnis (business risk). Seseorang yang
menginvestasikan dananya disuatu tempat menghadapi dua kemungkinan.
Kemungkinan pertama mendapatkan keuntungan atau malah mendapatkan kerugian.
Risiko yang dihadapi seperti ini adalah risiko spekulatif.
2. Risiko murni
Risiko murni (pure risk) adalah sesuatu yang hanya dapat berakibat merugikan
atau tidak terjadi apa-apa dan tidak mungkin menguntungkan. Salah satu contoh adalah
kebakaran, apabila menderita kebakaran, maka perusahaan tersebut akan menderita
kerugian. Kemungkinan yang lain adalah tidak terjadi kebakaran. Dengan demikian,
kebakaran hanya menimbulkan kerugian, bukan menimbulkan keuntungan, kecuali ada
kesengajaan untuk membakar dengan maksud-maksud tertentu. Salah satu cara
menghindarkan risiko murni adalah dengan asuransi. Dengan demikian besarnya
kerugian dapat diminimalkan. itu sebabnya risiko murni kadang dikenal dengan istilah
risiko yang dapat diasuransikan (insurable risk ).
Perbedaan utama antara risiko spekulatif dengan risiko murni adalah
kemungkinan untung ada atau tidak, untuk risiko spekulatif masih terdapat
kemungkinan untung sedangkan untuk risiko murni tidak dapat kemungkinan untung.
2.3. Derajat Risiko
Menurut Vaughan dan Elliott (1996) derajat risiko (degree of risk) adalah
ukuran risiko lebih besar atau risiko lebih kecil. Jika suatu risiko diartikan sebagai
yang masing-masing mempunyai kemungkinan yang sama untuk terjadi. Menurut
Deere D. dkk dalam Water Safety Plan (WSP) tahun 2009, derajat risiko merupakan
hasil dari penilaian perkiraan seringnya/frekuensi dan keparahan/konsekuensi yang
dituangkan dalam penilaian rendah, menengah, tinggi dan sangat tinggi. Hal tersebut
tergantung dari dampak dari risiko yang dialami.
2.4. Manajemen Risiko
Manajemen risiko merupakan aplikasi manajemen umum yang berhubungan
dengan berbagai aktivitas yang dapat menimbulkan risiko. Definisi tentang manajemen
risiko bersangkutan dengan cara yang digunakan oleh sebuah perusahaan untuk
mencegah ataupun menanggulangi suatu risiko yang dihadapi. Menurut Smith (1990),
manajemen risiko didefinisikan sebagai proses identifikasi, pengukuran, dan kontrol
keuangan dari sebuah risiko yang mengancam aset dan penghasilan dari sebuah
perusahaan atau proyek yang dapat menimbulkan kerusakan atau kerugian pada
perusahaan tersebut.
Menurut Deere D. dkk dalam Water Safety Plan (WSP) atau Tuntunan
Manajemen Risiko untuk Pemasok Air Minum (2009), risiko yang terkait dengan tiap
bahaya dapat digambarkan dengan mencari kemungkinan terjadinya (seperti pasti,
mungkin dan jarang) dan mengevaluasi parahnya konsekuensi jika bahaya tersebut
muncul (seperti tidak berarti, berdampak besar, dan bencana). Selain itu dampak
potensial pada kesehatan masyarakat adalah pertimbangan yang paling penting, namun
faktor lain seperti efek estetika, kelangsungan dan kecukupan pasokan, dan reputasi
pengelola juga harus dipertimbangkandengan cara membedakan antara risiko yang
hal tersebut adalah dengan membuat tabel sederhana sehingga secara sistematis
mencatat semua peristiwa yang berpotensi bahaya dan bahaya terkait, sekaligus dengan
perkiraan besarnya risiko.
Manajemen risiko yang juga merupakan proses sistematis untuk
mengidentifikasi, menganalisis dan menanggapi risiko proyek dapat juga sebagai
prosedur untuk mengendalikan tingkat risiko dan untuk mengurangi dampaknya.
Dalam bentuk suatu rencana atau prosedur yang reaktif, manajemen risiko sebagai
rangkaian kegiatan yang berhubungan dengan risiko, dimana didalamnya termasuk
perencanaan (planning), identifikasi (identification), penilaian (assesment), analisa
(analysis), penanganan (handling) dan pemantauan (monitoring) terhadap risiko.
Dengan demikian melalui manajemen risiko akan dilakukan metode yang tepat untuk
menghindari atau mengurangi besarnya kerugian yang diderita akibat risiko. Secara
tidak langsung, manajemen risiko dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Memberikan pemahaman tentang risiko, efek dan keterkaitannya secara lebih baik
dan pasti sehingga menambah keyakinan dalam pengambilan keputusan.
b. Meminimumkan jumlah kejadian diluar dugaan dan memberikan gambaran tentang
akibat negatifnya sehingga mengurangi ketegangan dan kesalahpahaman.
c. Menangkal timbulnya hal–hal dari luar yang dapat mengganggu kelancaran
operasional.
d. Membantu menyediakan sumber daya dengan baik.
e. Menimbulkan kedamaian pikiran dan ketenangan tenaga kerja dalam bekerja.
f. Meningkatkan public-image sebagai wujud tanggung jawab sosial terhadap
Untuk melakukan pengambilan keputusan terhadap risiko–risiko, Flanagan dan
Norman (1993) mengemukakan kerangka dasar langkah–langkah sebagai berikut :
Identifikasi Risiko
Tidak perlu dipertimbangkan
lebih lanjut
Analisis Risiko
Ya
Menyingkapi Risiko
Risiko dianggap penting
Tanggapan Terhadap Risiko
Penilaian kembali Setelah beberapa waktu
Klasifikasi
Risiko Tidak
Pengaruh yang dapat diabaikan
Gambar 2.1 Kerangka Umum Manajemen Risiko Sumber : Flanagan dan Norman, 1993
Pada gambar 2.1. dijelaskan tentang faktor–faktor yang harus dipertimbangkan
pada tahapan identifikasi risiko, dimana berbagai aspek dibahas secara runtut. Tahapan
yang terdapat pada gambar 2.1. dapat dijelaskan sebagai berikut:
Identifikasi risiko merupakan identifikasi terhadap sumber – sumber dan jenis
risiko.
Klasifikasi risiko yaitu mempertimbangkan jenis risiko dan efeknya terhadap
perseorangan maupun organisasi, jika telah menemukan efek terhadap risiko
tersebut maka dapat dilakukan analisis lebih lanjut, jika tidak maka risiko tersebut
Analisis risiko merupakan evaluasi konsekuensi keterkaitan dengan jenis risiko
atau kombinasi risiko dengan menggunakan teknik analisis. Jika risiko tersebut
dianggap penting maka akan dilakukan lebih lanjut untuk menyingkapi risiko
tersebut, jika tidak maka risiko tersebut tidak perlu dipertimbangkan lebih lanjut.
Menyikapi risiko merupakan pengambilan berbagai keputusan mengenai risiko
akan keterkaitan dengan sikap perseorangan atau organisasi yang membuat
kebijakan.
Tanggapan terhadap risiko yaitu mempertimbangkan bagaimana risiko harus
dikelola dengan diteruskan kepada kelompok lain atau membiarkannya.
Proses pengelolaan risiko yang mencakup identifikasi, evaluasi dan
pengendalian risiko yang dapat mengancam kelangsungan usaha atau aktivitas
perusahaan. Suatu pendekatan terstruktur/metodologi dalam mengelola ketidakpastian
yang berkaitan dengan ancaman, suatu rangkaian aktivitas manusia termasuk penilaian
risiko, pengembangan strategi untuk mengelolanya dan mitigasi risiko dengan
menggunakan pemberdayaan/pengelolaan sumberdaya.
Strategi yang dapat diambil antara lain adalah memindahkan risiko kepada
pihak lain, menghindari risiko, mengurangi efek negatif risiko, dan menampung
sebagian atau semua konsekuensi risiko tertentu. Tindakan manajemen risiko diambil
oleh para praktisi untuk merespon bermacam-macam risiko. Responden melakukan dua
macam tindakan manajemen risiko yaitu mencegah dan memperbaiki. Tindakan
mencegah digunakan untuk mengurangi, menghindari, atau mentransfer risiko pada
tahap awal proyek konstruksi. Sedangkan tindakan memperbaiki adalah untuk
Sasarandari manajemen risiko menurut Fahmi (2010) adalah mengurangi risiko
yang berbeda-beda yang berkaitan dengan bidang yang telah dipilih pada tingkat yang
dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini dapat berupa berbagai jenis ancaman yang
disebabkan oleh lingkungan, teknologi, manusia, organisasi dan politik. Di sisi lain
pelaksanaan manajemen risiko melibatkan segala cara yang tersedia bagi manusia,
khususnya, bagi identitas manajemen risiko (manusia, staff, dan organisasi).
2.4.1. Manfaat Manajemen Risiko
Manfaat yang diperoleh dengan menerapkan manajemen risiko menurut
Godfrey (1996) antara lain:
Pengendalian ketidakpastian yang lebih baik akibat dari tingginya tingkat
ketidakpastian, sehingga dapat memahami kegiatan mana yang paling berisiko dan
asumsi apa yang paling berpengaruh.
Meningkatkan kepercayaan, kepercayaan akan meningkat dengan memahami
ketidakpastian menjadi lebih baik dan luasnya pengaruh ketidakpastian serta
potensi konsekuensi.
Menjelaskan dengan lebih baik, manajemen risiko akan dapat menjelaskan tujuan
dengan lebih baik dan menjaring berbagai kendala dan akibatnya.
Peningkatan dan terinformasinya pengambilan keputusan dimana keputusan dapat
diambil berdasarkan tujuan, kondisi yang realistis sesuai dengan situasi yang
mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang terjadi, memonitor risiko yang
terjadi dan efektivitas dari pengendalian risiko.
Mengkonsentrasikan sumber daya pada hal–hal tertentu, bila mempunyai sumber
daya terbatas dapat terkonsentrasikan pada hal–hal yang mempunyai risiko tinggi
Motivasi dan komunikasi tim, dengan mempertimbangkan risiko, memberikan
evaluasi dari berbagai prespektif serta meningkatkan motivasi dari berbagai
stakeholders.
Perencanaan risiko pada tingkat biaya minimum, dengan manajemen risiko dapat
membantu mengurangi cost of risk.
Estimasi yang realistis, biaya akan lebih realistis karena mempertimbangkan
berbagai ketidakpastian.
Pertanggungjawaban yang lebih baik, bila terjadi hal–hal yang tidak diinginkan
atau kerugian lain maka dengan manajemen risiko akan dapat
dipertanggungjawabkan.
2.4.2. Identifikasi Risiko
Identifikasi risiko itu merupakan proses penganalisisan untuk menentukan
secara sistematis dan secara berkesinambungan risiko (kerugian yang potensial) yang
menantang. Risiko dapat dikendalikan dari sumber (source), kejadian (even), dan
akibat (effect). Identifikasi risiko merupakan tahapan awal dalam manajemen risiko
yang bertujuan untuk dapat menguraikan dan merinci jenis risiko yang mungkin
terjadi dari aktivitas atau kegiatan yang akan kita lakukan. Setiap kegiatan yang akan
diidentifikasi ketidakpastian (potensi kerugian, kesalahan ketidaksesuaian) yang
mungkin akan terjadi dengan berpedoman pada “ What can go wrong “ dari apa yang
dilakukan.
Menurut Godfrey (1996) identifikasi risiko dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode, yaitu :
Pelaksanaan proses identifikasi risiko yang dilakukan dengan membuat daftar atau
uraian tentang apa yang bisa tidak sesuai dari apa yang akan dilakukan.
2. Free and structure brainstorming
Pelaksanaan proses identifkasi risiko dengan melakukan diskusi bebas atau
terstruktur (bisa dilakukan berkelompok tidak lebih dari 5 orang) dengan
membahas dan mencatat apa yang mungkin bisa salah dari setiap jenis pekerjaan
yang telah diprogramkan.
3. Promp lists
Proses identifikasi risiko yang dilakukan dengan menyusun daftar yang bisa
membanu mengidentifikasi risiko – risiko yang spesifik.
4. Use of record
Pelakasanaan proses identifikasi risiko dilakukan dengan menggunakan catatan –
catatan yang sudah pernah dibuat tentang kesalahan kemudian dibuat daftarnya.
5. Wawanncara terstruktur (structured interviews)
Proses identifikasi risiko yang dilakukan dengan cara melakukan teknik
wawancara secara terstruktur dan direncanakan dengan baik terhadap mereka yang
memiliki kompetensi sesuai dengan bidang yang dibutuhkan.
6. Hindsight review
Proses identifikasi risiko yang dilakukan dengan melihat kebelakang dari apa yang
telah dilakukang dan mendiskusikan apa yang kurang dan apa yang lebih baik yang
telah dilaksanakan, kemudian memperbaharui dan menambah daftar “What can go
wrong” dari kegiatan yang dilakukan.
Untuk dapat melakukan identifikasi risiko dengan lebih mudah, terlebih
merupakan tahap tersulit yang paling menentukan dalam manajemen risiko. Kesulitan
ini disebabkan oleh ketidakmampuan untuk mengidentikasi seluruh risiko yang akan
timbul mengingat adanya ketidakpastian dari apa yang akan dihadapi. Oleh karena itu
dalam mengidentikasi risiko ini terlebih dahulu diupayakan untuk menentukan sumber
risiko dan efek risiko itu sendiri secara komprehensif. (Godfrey, 1996)
Menurut Godfrey (1996) sumber – sumber risiko dapat dikelompokkan seperti
pada tabel 2.1. identifikasi risiko pada Rencana Pemanfaatan Mata Air Metaum di
Desa Marga Kabupaten Tabanan berdasarkan sumber risikonya dapat dilihat pada
Lampiran 2.1.
Table 2.1 Sumber Risiko dan Penyebabnya.
Sumber Risiko Perubahan dan Ketidakpastian karena
Politis (political)
Kebijaksanaan pemerintah, pendapatan publik, perubahan ideologi, peraturan, kekacauan (perang, terorisme, kerusuhan) Lingkungan
(environmental)
Kontaminasi tanah atau polusi, kebisingan, perijinan, pendapatan publik, kebijakan internal, peraturan lingkungan atau persyaratan dampak lingkungan.
Perencanaan (planning)
Persyaratan perijinan, kebijaksanaan dan praktek, tata guna lahan, dampak sosial ekonomi, pendapatan publik.
Pemasaran (market)
Permintaan (perkiraan), persaingan, kepuasan konsumen.
Ekonomi (ekonomic)
Kebijaksanaan keuangan, pajak, biaya inflasi, suku bunga, nilai tukar uang.
Keuangan (financial)
Kebrangkrutan, tingkat keuntungan, asuransi, pembagian risiko.
Alami (natural)
Kondisi tak terduga, cuaca, gempa bumi, kebakaran, penemuan purbakala.
Proyek (project)
Definisi, strategi pengadaan, persyaratan untuk kerja, standar, kepemimpinan, organisasi, (kedewasaan, komitmen, kompetensi dan pengalaman), perencanaan dan kontrol kualitas, rencana kerja, tenaga kerja dan sumber daya, komunikasi dan budaya.
Teknis (technical)
Kelengkapan desain, efisiensi operasional, ketahanan uji.
Manusia (human)
Kesalahan, tidak kompeten, ketidaktahuan, kelelahan, kemampuan komunikasi, budaya, bekerja dalam gelap atau malam hari.
Kriminal (criminal)
Sumber Risiko Perubahan dan Ketidakpastian karena
Keselamatan (safety)
Kesehatan dan keselamatan kerja, tabrakan/ benturan, keruntuhan, ledakan.
Sumber : Godfrey, 1996
Sumber risiko yang terkontrol adalah risiko yang dapat dikontrol oleh
manajemen dan berada di bawah pengaruhnya, sedangkan pada risiko tak terkontrol
terjadi hal yang sebaliknya. Dua sumber risiko dikatakan bergantung jika salah satu
sumber risiko akan memberi pengaruh terhadap sumber risiko yang lain, sehingga ada
kemungkinan satu kelompok sumber risiko tak terkontrol akan bergantung pada satu
kelompok risiko terkontrol.
2.4.3. Klasifikasi Risiko
Langkah selanjutnya setelah melakukan identifikasi risiko adalah klasifikasi
risiko. Klasifikasi risiko dilakukan dengan maksud untuk memudahkan dalam hal
membedakan dan pemahaman terhadap risiko tersebut, sehingga memudahkan
melakukan analisis risiko. Menurut Flanagan dan Norman (1993), ada 3 (tiga) cara
untuk mengklasifikasikan risiko yaitu dengan mengidentifikasi konsekuensi risiko,
Klasifikasi Risiko
Konsekuensi Risiko Jenis Risiko Pengaruh Risiko
Risiko Murni (tanpa peluang untung)
Risiko Spekulatif (peluang untung atau rugi)
Risiko Bisnis (berkaitan dengan aset)
Risiko Finansial (berkaitan dengan modal)
Frekuensi Konsekuensi / Dampak KemungkinanPrediksi/
Perusahaan Lingkungan Industri / Pasar Proyek / Individu
Gambar 2.2 Klasifikasi Risiko Sumber : Flanagan dan Norman, 1993
Dari gambar 2.2 jelaskan bahwa dalam mengklasifikasikan risiko dapat
didasarkan pada konsekuensi risiko, jenis risiko dan pengaruh risiko. Berdasarkan
konsekuensinya, risiko dapat diklasifikasikan berdasarkan frekuensi kejadian,
konsekuensi/dampak dan kemungkinannya. Menurut jenisnya, risiko diklasifikasikan
menjadi risiko murni dan risiko spekulatif, yang pada risiko spekulatif dapat
diklarifikasikan berdasarkan risiko bisnis dan risiko finansial. Sedangkan pada
pengaruh risiko, yang terkena dampak pengaruhnya meliputi semua aspek baik
perusahaan, lingkungan, industri/pasar bahkan proyek/individu.
2.4.4. Penilaian Risiko
Menurut Godfrey (1996), nilai risiko ditentukan sebagai perkalian antara
frekuensi (likelihood) dengan konsekuensi (consequences) risiko. Frekuensi
kegagalan dalam Rencana Pemanfaatan Mata Air Metaum di Kabupaten Tabanan
berdasarkan kategori yang ditetapkan, skala frekuensi (likelihood) ditampilkan pada
tabel 2.2
Tabel 2.2 Tingkat dan Skala Frekuensi (Likelihood)
Tingkat Frekuensi Skala
Sangat sering 5
Sering 4
Kadang-kadang 3
Jarang 2
Sangat jarang 1
Sumber : Godfrey (1996), Saputra (2005)
Sedangkan konsekuensi (consequencess) merupakan suatu nilai yang
menyatakan besar peluang timbulnya peristiwa tersebut sebagai risiko, ketentuan
besarnya skala konsekuensi seperti pada tabel 2.3
Tabel 2.3 Tingkat dan Skala Konsekuensi (Consequences)
Tingkat Konsekuensi Skala
Sangat besar 5
Besar 4
Sedang 3
Kecil 2
Sangat kecil 1
Sumber : Godfrey (1996), Saputra (2005)
Penilaian risiko menurut Water Safety Plan (WSP), yang dilakukan pertama
adalah harus menentukan definisi rinci mengenai apa yang dimaksud dengan ‘mungkin’, ‘jarang’, ‘tidak signifikan’, berdampak besar’, dan lain-lain. Dalam
menentukan definisi tersebut tidak boleh dilakukan dengan terlalu subjektif. Yang
angka matriks risiko yang menentukan risiko yang ‘signifikan’. Informasi yang
menjelaskan penilaian risiko tersebut didapat dari pengalaman, pengetahuan, dan
pertimbangan dari pengelola, dan pustaka teknis. Jika data tidak cukup untuk memilah
apakan sebah risiko besar atau kecil, risiko harus dinilai signifikan sampai pemeriksaan
selanjutnya menjelaskan hasil penilaian tersebut. Proses penilaian risiko dapat
melibatkan pendekatan kuantitatif atau semi-kuantitatif dan juga dengan pendekatan
kualitatif yang disederhanakan berdasarkan penilaian ahli.
Pendekatan kualitatif merupakan sebuah alternatif untuk menilai risiko
berdasarkan model kemungkinan dan derajat keparahan konsekuensi, adalah dengan
melakukan proses penilaian risiko yang disederhanakan, berdasarkan penilaian. Risiko
dapat dikatakan ‘signifikan’, ‘tidak menentu’, atau ‘tidak signifikan’, berdasarkan
penilaian bahaya/kejadian berbahaya pada tiap langkah di dalam proses. Kemudian
penting ditentukan apakah risiko dapat dikendalikan, dengan cara kendali yang mana,
dan jika perlu mengenali dan memanfaatkan program pengembangan, yang mungkin
akan memerlukan cara–cara pengurangan jangka pendek, jangka menengah, maupun
jangka panjang. Serta penting untuk mendokumentasikan peristiwa mana yang
memerlukan perhatian segera. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.4.
Tabel 2.4. Definisi istilah penjelasan untuk digunakan dalam prioritasi sederhana risiko
Istilah Penjelasan Arti Keterangan
Signifikan Jelas merupakan prioritas
Risiko tersebut harus dipertimbangkan lebih lanjut untuk menentukan perlu atau tidaknya tambahan cara
pengendalian dan apakah langkah proses tertentu harus ditingkatkan menjadi titik pengendalian utama di dalam sistem. Perlu untuk
perlunya cara pengendalian tambahan.
Tidak Tentu Tidak dijelaskan apakan peristiwa tersebut merupakan risiko yang signifikan atau tidak
Risiko tersebut mungkin memerlukan pengkajian lebih lanjut untuk
mengetahui apakah betul merupakan risiko yang signifikan atau tidak.
Tidak signifikan Jelas bukan prioritas Perlu diketahui bahwa risiko ini akan dijabarka dan didokumentasikan serta akan ditemui pada masa yang akan datang sebagai bagian peninjauan ulang.
Sumber : Deere dkk (2001) dalam Water Safety Plan (WSP)
Dalam hal ini dijelaskan semua risiko harus didokumentasikan dalam Water Safety
Plan (WSP) dan harus dibahas secara reguler meskipun kemunculannya mungkin
jarang dan derajat risikonya rendah. Ini akan mencegah terlupakannya risiko–risiko
atau terabaikannya dan melengkapi pengelola dengan catatan untuk berhati–hati
manakala insiden tersebut terjadi.
Dalam pernyataan diatas yang dimaksud dengan memprioritaskan dan
mendokumentasikan risiko yang memerlukan tindakan segera dan peninjauan rutin
adalah bahaya apapun yang dinilai risiko sebagai ‘tinggi’ atau ‘sangat tinggi’ atau
‘signifikan’, harus segera mempunyai, atau memerlukan kendali yang tervalidasi. Jika
cara kendali tidak tersedia, program perbaikan harus langsung dibuat. Segala bahaya
yang tergolong ‘menengah’ atau ‘risiko rendah’ harus didokumentasikan dan terus
menerus ditinjau segala reguler.
Kelamahan penilaian risiko yang dijelaskan menurut Water Safety Plan (WSP)
yaitu :
sehinggan penilaian risiko harus ditinjau ulang secara teratur agar tidak
terlewatkan bahaya baru dan kejadian berbahaya.
Ketidakpastian dalam penilaian risiko karena tidak adanya data, kurangnya
pengetahuan mengenai aktifitas seputar rantau penyediaan air dan kontribusi
relatif kekurangan kepada terbentuknya risiko akibat bahaya atau kejadian –
kejadian berbahaya.
Mendefinisikan secara jelas kemunculan dan konsekuensinya secara cukup rinci
untuk menghinarkan penilaian subyektif dan memungkinkan konsistensi.
2.4.5. Analisis Risiko
Menurut Thompson and Perry (1991) analisis risiko merupakan satu proses
dari identifikasi risiko dan penilaian (assessment). Sedangkan menurut Godfrey (1996)
analisis risiko yang dilakukan secara sistematis dapat membantu untuk:
1. Mengidentifikasi, menilai dan meranking risiko secara jelas
2. Memusatkan perhatian pada risiko yang utama (major risk)
3. Memperjelas keputusan tentang batasan kerugian
4. Meminimalkan potensi kerusakan apabila timbul keadaan yang paling jelek
5. Mengontrol aspek ketidakpastian
6. Memperjelas dan menegaskan peran setiap orang/badan yang terlibat dalam
manajemen risiko.
Analisis risiko dapat dilakukan baik secara kualitatif yang terfokus pada
identifikasi dan penilaian risiko, maupun kuantitatif yang terfokus pada evaluasi
probabilitas terhadap terjadinya risiko. Menurut Soeharto (1997) menyatakan bahwa
analisis risiko secara kualitatif adalah proses dalam menilai pengaruh yang kuat dan
risiko menrut akibat potensial yang ditimbulkan pada tujuan proyek yang ingin dicapai.
Hal-hal yang menjadi masukan (input) dalam melakukan analisis risiko kualitatif yaitu
rencana manajemen risiko, mengidetifikasi risiko, status proyek, tipe proyek, data yang
diteliti, skala pada probabilitas, dan pengaruhnya serta membuat asumsi.
Selanjutnya teknik yang dapat dilakukan dalam melakukan analisis risiko kualitatif
adalah:
1. Menentukan probabilitas dan pengaruh risiko
2. Probabilitas/pengaruh risiko berdasarkan matrik
3. Melakukan tes asumsi
4. Melakukan ranking terhadap data yang sudah lengkap
Sedangkan hasil yang didapat melalui analisis risiko kualitatif adalah:
1. Ranking risiko secara keseluruhan pada suatu proyek
2. Daftar (list) pada risiko yang diprioritaskan
3. Daftar (list) risiko untuk tambahan analisis dan manajemen
4. Kecenderungan dalam hasil analisis risiko kualitatif
Keseluruhan proses analisis risiko dan manajemen dapat dibagi menjadi 2
yaitu analisis risiko dan manajemen risiko. Tujuan dari analisis dan manajemen risiko
adalah membantu menghindari kegagalan dan memberikan gambaran tentang apa yang
terjadi bila proyek yang dijalankan ternyata tidak sesuai dengan rencana.
Langkah-langkah analisis risiko menurut Flangan dan Norman (1993) dapat dilihat pada gambar
Analisis Risiko
Gambar 2.3 Langkah – Langkah Analisis Risiko Sumber : Flanagan dan Norman, 1993
Menurut Flanagan dan Norman (1993) pada gambar 2.3 dapat dilihat bahwa
langkah–langkah analisis yang harus dilakukan adalah dengan mengidentifikasi
alternatif–alternatif risiko yang mungkin akan terjadi, kemudian memberikan penilaian
risiko terhadap pengaruhnya kepada biaya, setelah itu dilanjutkan dengan melakukan
pengukuran terhadap risiko tersebut. Pengukuran terhadap risiko tersebut bisa
dilakukan dengan kualitatif yang nantinya dilanjutkan dengan analisis kuantitatif.
Pengukuran dengan cara kualitatif hasil dari penilaian risiko dan identifikasi risiko
perbandingan ataupun dengan analisis deskriptif, sedangkan analis secara kuantitatif
dilakukan dengan melakukan analisis probabilitas, analisis sensitivitas, analis skenario,
analis simulasi dan analis korelasi.
2.4.6. Penerima Risiko (Risk Acceptability)
Analisis terhadap penerimaan risiko (risk acceptability) ditentukan
berdasarkan nilai risiko yang diperoleh dari hasil perkalian antara kemungkinan
(likelihood) dengan konsekuensi (concequense) risiko. Menurut Godfrey (1996)
penilaian tingkat penerimaan risiko (assessment of risk acceptability) adalah sebagai
berikut:
Tabel 2.5 Penilaian Tingkat Penerimaan Risiko (assessment of risk acceptability)
ASSESSMENT OF RISK ACCEPTABILITY
Key Description Guidance
Unacceptable Tidak dapat diterima, harus dihilangkan atau ditransfer Undesirable Tidak diharapkan, harus dihindari
Acceptable Dapat diterima Negligible Dapat diabaikan Sumber : Godfrey (1996), Saputra (2005)
Dengan tingkat penerimaan risiko dan dengan mempertimbangkan nilai risiko
yang diperoleh dari skala consequences dan skala likelihood seperti yang di atas, maka
dapat disusun skala penerimaan risiko (risk acceptability) sebagai berikut:
Concequense
Tabel 2.6 Skala Penerimaan Risiko
Penerimaan risiko Skala penerimaan
Unacceptable (tidak dapat diterima) > 12
Undesirable (tidak diharapkan) 5< - ≤ 12
Acceptable (dapat diterima) 2 < - ≤ 5
Negligible (dapat diabaikan) ≤ 2 Sumber : Godfrey (1996), Saputra (2005)
Berdasarkan penerimaan risiko (risk acceptability) ini kemudian diadakan
evaluasi terhadap risiko yang teridentifikasi pada kuisioner yang memerlukan tindakan
mitigasi. Adapun kriteria risiko yang memerlukan tidakan mitigasi adalah semua risiko
yang unacceptable dan undesireable.
2.4.7. Mitigasi dan Kepemilikan Risiko.
Mitigasi risiko adalah tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi akibat
dari risiko apabila risiko telah teridentifikasi, tindakan ini juga merupakan penanganan
risiko sampai pada batas yang dapat diterima. Flanagan dan Norman (1993) ada 4 cara
untuk melakukan mitigasi risiko antara lai :
1. Menahan Risiko (Risk Retention) yaitu tindakan menahan atau menerima risiko
karena dampak dari risiko tersebut masih dalam batas yang dapat diterima, dalam
arti kata bahwa konsekuensi dari risiko masih batas–batas yang dapat dipikul.
2. Mengurangi Risiko (Risk Reduction) yaitu dengan melakukan usaha–usaha atau
tindakan untuk mengurangi konsekuensi dari risiko yang diperkirakan terjadi,
walaupun masih ada kemungkinan risiko tidak sepenuhnya bisa dikurangi, tetapi
masih pada tingkat konsekuensi yang dapat diterima.
3. Memindahkan Risiko (Risk Transfer) yaitu tindakan memindahkan sebagian atau
seluruhnya kepada pihak lain yang mempunyai kemampuan untuk memikul atau
4. Menghindari Risiko (Risk Avoidance) yaitu tindakan menghindari konsekuensi risiko
dengan menghindari aktivitas yang diperkirakan mempunyai tingkat kerugian atau
konsekuensi yang sangat tinggi.
Sedangkan kepemilikan risiko dilakukan setelah risiko teridentifikasi dan
diklasifikasikan. Alokasi ini didasarkan penilaian terhadap hubungan antara pihak –
pihak yang terlibat dengan risiko tersebut. Untuk beberapa kasus lebih cocok untuk
mengalokasikan risiko berdasarkan sifat risiko tersebut atau berdasarkan kemampuan
atau ketidakmampuan suatu pihak untuk melakukan pekerjaan proyek yang spesifik.
Prinsip – prinsip pengalokasian menurut Flanagan dan Nourman (1993) yaitu :
1. Pihak mana yang mempunyai kontrol terbaik terhadap kejadian yang menimbulkan
risiko.
2. Pihak mana yang mampu menandatangani jika risiko tersebut muncul.
3. Pihak mana yang mampu mengambil tanggung jawab jika risiko tersebut tidak
terkontrol.
4. Jika risiko tidak terkontrol oleh semua pihak, maka diasumsikan sebagai risiko
bersama.
Jika risiko telah dialokasikan, maka semakin kecil kemungkinan timbulnya
perselisihan antara pihak, sebanding dengan semakin sedikitnya risiko yang belum
dialokasikan.
2.5. Manajemen Risiko Dalam Rencana Pemanfaatan Mata Air
Menurut Manual Rencana Keamanan Air-Tuntunan Manajemen Risiko untuk
Pemasok Air Minum tahun 2009, upaya paling efektif untuk memastikan keamanan
pendekatan manajemen risiko yang meliputi semua langkah dalam penyediaan air
mulai dari pengambilan air sampai kepada konsumen, hal tersebut harus ada dalam
Rencana Pemanfaatan Mata Air Metaum. Penilaian risiko juga dilakukan mulai
rencana, kostruksi hingga operasional dan pemeliharaan. Langkah tersebut harus
menghasilkan informasi yang cukup untuk mengetahui dimana letak kerentanan sistem
terhadap situasi–situasi berbahaya, tipe bahaya tertentu, dan cara pengendaliannya. Hal
sebagai berikut harus dijelaskan dalam sistem penyediaan air yang terdapat pada
Rencana Pemanfaatan Mata Air Metaum yaitu :
Standart kualitas air yang relevan.
Sumber air termasuk aliran air hujan/proses isi ulang, dan jika memungkinkan,
sumber alternatif dalam kejadian insiden.
Perubahan yang diketahui dan yang dicurigai tetang kualitas sumber air
sehubungan dengan cuaca dan kondisi lainnya.
Setiap keterkaitan sumber–sumber dan kondisi–kondisi.
Rincian tempat pemakaian lahan ditempat pengambilan.
Titik pengambilan air.
Informasi yang berhubungan dengan penyimpanan air.
Informasi yang berhubungan dengan pengolahan air, termasuk proses dan bahan
kimia atau bahan lain yang dimasukkan dalam air.
Rincian mengenai bagaimana air didistribusikan termasuk jaringan dan
penyimpanan.
Penjelasan terhadap bahan yang kontak dengan air.
Selain itu untuk mengidentifikasi bahaya dan kejadian berbahaya memerlukan
penilaian informasi serta informasi prediktif berdasarkan data pengelolaan dan
pengetahuan mengenai aspek tertentu pengolahan dan sistem penyediaan. Selain itu
harus memperhitungkan faktor yang dapat membawa risiko yang tidak serta merta
terlihat nyata seperti keletakan tempat pengolahan air di dataran tempat banjir (dimana
tidak ada catatan mengenai banjir) atau umur pipa pada sistem distribusi (pipa yang tua
lebih rentan terhadap fluktuasi tekanan air dibandingkan dengan yang baru). Bahaya–
bahaya yang terjadi pada Rencana Pemanfaatan Mata Air Metaum dapat digolongkan
mulai bahaya yang seringkali mempengaruhi tempat pengambilan air, bahaya yang
terkait dengan pengolahan, bahaya serupa yang berhubungan dengan jaringan distribusi
hingga bahaya serupa yang berhubungan dengan kebijakan konsumen, hal tersebut
dapat dijelaskan pada tabel 2.7 – 2.10 sebagai berikut :
Tabel 2.7. Bahaya yang seringkali mempengaruhi tempat pengambilan air
No. Kejadian Berbahaya
(Sumber Bahaya)
Bahaya Terkait
(dan masalah yang perlu dipertimbangkan)
1.
Banjir, perubahan yang cepat pada kualitas sumber air.
Perubahan pada kualitas sumber air.
Lubang–lubang resapan (jalan masuk air permukaan).
Penyebaran lumpur dan kotoran. Kontaminasi mikroba
Tumbuhnya alga dan racun
Sumber : Deere dkk (2001)
Tabel 2.8. Bahaya yang terkait dengan pengolahan
No. Kejadian Berbahaya
(Sumber Bahaya)
Bahaya Terkait
(dan masalah yang perlu dipertimbangkan)
1.
Seperti yang teridentifikasi di tempat pengambilan air
No. Kejadian Berbahaya (Sumber Bahaya)
Bahaya Terkait
(dan masalah yang perlu dipertimbangkan)
3.
Sumber : Deere dkk (2001)
Tabel 2.9. Bahaya serupa yang berhubungan dengan jaringan distribusi
No. Kejadian Berbahaya
(Sumber Bahaya)
Bahaya Terkait
(dan masalah yang perlu dipertimbangkan)
1.
Seperti yang teridentifikasi di tempat pengambilan air
Jalan masuk kontaminasi Jalan masuk kontaminasi Jalan masuk kontaminasi
Deposit-deposit pengganggu berubah/berbalik arah masuknya air lama
Kontaminasi pasokan air
Kontaminasi oleh aliran balik
Deposit-deposit pengganggu bertambah banyak
Kontaminasi oleh aliran balik
Kontaminasi oleh alam liar
Jalan masuk kontaminasi Kontaminasi
Kontaminasi
Kontaminasi pasokan air melalui tipe pipa yang salah
Tabel 2.10. Bahaya serupa yang berhubungan dengan kebijakan konsumen
No. Kejadian Berbahaya
(Sumber Bahaya)
Bahaya Terkait
(dan masalah yang perlu dipertimbangkan)
1.
Seperti yang teridentifikasi di tempat pengambilan air
Kontaminasi oleh aliran balik
Kontaminasi timah hitam
Kontaminasi tumpahan minyak atau pelarut
Sumber : Deere dkk (2001)
Setelah diidentifikasi bahaya yang terjadi maka dilakukan pencatatan dalam
cara-cara pengendalian atau disebut juga cara mitigasi yang berlaku saat ini dan yang
akan digunakan. Risiko-risiko yang ada kemudian harus diperhitungkan ulang
berdasarkan kemungkinan dan konsekuensinya, dengan memperhatikan cara-cara
pengendalinya yang berlaku saat itu. Kemudian dilakukan proses validasi yang
merupakan proses pengumpulan bukti kinerja cara-cara pengendalian. Untuk beberapa
pengendalian, validasi memerlukan program pemantauan yang intensif untuk
memperlihatkan kinerja sebuah pengendalian dalam kondisi normal dan dalam kondisi
luar biasa. Selama pengoperasian, penting untuk memantau efektifitas cara-cara yang
sudah divalidasikan sesuai dengan target-target yang sudah ditentukan atau yang
disebut juga dengan nilai-nilai batas kritis.
Selanjutnya risiko-risiko harus ditimbang ulang dalam hal derajat kemunculan
dan konsekuensi-konsekuensinya dengan memperhitungkan efektifitas tiap
pengendalian. Cara-cara pengendalian harus dipertimbangkan bukan hanya untuk
kinerja rata-rata jangka waktu yang lebih lama, namun juga dengan penekanan pada
Penting bahwa risiko-risiko signifikan yang tidak dikendalikan, diperhatikan sebagai
risiko-risiko signifikan yang tersisa dalam sistem penyediaan air tesebut. Risiko - risiko
juga harus diprioritaskan berdasakan kemungkinannya berdampak pada kapasitas
sistem untuk menyalurkan air bersih. Risiko dengan prioritas tinggi akan memerlukan
modifikasi sistem atau peningkatan untuk mencapai target-target. Berikut adalah cara
pengendalian yang dilakukan terkait dengan bahaya–bahaya.
a. Cara-cara pengendalian yang biasa dilakukan terkait dengan bahaya pada tempat
pengambilan air :
Melarang akses ke sumber-sumber air
Kepemilikan pengelola air dan pengawasan lahan sumber air
Perencanaan kendali
Persetujuan dan komunikasi dengan organisasi-organisasi transpor
Penyimpanan air baku
Menutupi dan melindungi mata air
Kemampuan untuk menggunakan sumber air alternatif jika bahaya-bahaya
menimpa satu sumber
Terus menerus memantau pengambilan air dan sungai Inspeksi-inspeksi lapangan
b. Cara-cara pengendalian yang biasa dilakukan terkait dengan bahaya pada
pengolahan :
Proses-proses pengolahan tervalidasi
Pembatasan-pembatasan pengoperasian memakai alat alarm
Pemantauan terus menerus dengan dilengkapi alarm
c. Cara- cara pengendalian yang biasa dilakukan terkait dengan bahaya pada jaringan
distribusi :
Inspeksi-inspeksi reservoir secara reguler (eksternal dan internal)
Menutupi layanan terbuka reservoir-reservoir Peta-peta jaringan yang sudah diperbarui
Kebijakan dan prosedur pembelian
Prosedur-prosedur reparasi pipa besar
Karyawan yang terlatih (kompetensi operator)
Keamanan hidran
Pemantauan dan pencatatan tekanan air Pipa-pipa yang terlindungi
Pemasangan pagar, ujung-ujung pipa berkunci, alarm-alarm untuk penerobos ke
reservoir-reservoir dan menara-menara
d. Cara-cara pengendalian yang biasa dilakukan terkait dengan bahaya pada
bangunan konsumen :
inspeksi bangunan
Kendali-kendali sumbatan pada pipa-pipa
Saran untuk memasak/tidak menggunakan air
Hal tersebut diatas dilakukan pada waktu pra konstruksi maupun pada saat konstruksi.
Pasca konstruksi yang dilakukan adalah melakukan pemantauan operasional.
Pada pemantauan operasional dilakukan juga validasi serta pemantauan rutin. Yang
dilakukan agar upaya pemantauan efektif dan jika ditemukan pelencengan, dapat
dilakukan tindakan pada waktu yang tepat agar tidak mengganggu target yang sudah
jika pengendalian yang ada tidak efektif. Suatu rencana peningkatan atau perbaikan
harus dikembangkan untuk menangani semua risiko yang belum terkendali dan belum
dijadikan prioritas. Rencana peningkatan itu harus menentukan siapa yang bertanggung
jawab untuk perbaikan-perbaikan dimaksud, sekaligus dilengkapi dengan kerangka
waktu yang tepat untuk pengimplementasikan pengendalian-pengendalian ini.
2.6. Berbagai Potensi Risiko Pada Pemanfaatan Penyediaan Air Baku.
Perkembangan pembangunan di Bali telah memberikan konsekuensi tersendiri
bagi perkembangan sektor-sektor lain di daerah tersebut, dan juga penyediaan sarana
dan prasarana penunjangnya. Salah satunya adalah kebutuhan akan ketersediaan
sumber air baku untuk melayani kebutuhan air bersih masyarakat terutama masyarakat
pedesaan dan juga untuk kegiatan pertanian, peternakan, perikanan, industri, rekreasi,
dan aktivitas sosial budaya.
Dengan dibutuhkannya air baku bagi masyarakat maka dilakukan rencana
pemanfaatan mata air. Tidak sedikit dalam rencana pemanfaatan terdapat potensi
kegagalan, seperti yang terjadi di Kabupaten Gianyar. Dengan masih banyaknya
penduduk yang belum mendapatkan air bersih maka Pemerintah Kabupaten Gianyar
memprogramkan pelayanan air bersih termasuk pengolahan air siap minum untuk
konsumsi perhotelan. Agar terealisasi maka PDAM Kabupaten Gianyar telah
menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) Proyek Perencanaan dan
Pembangunan Sarana dan Prasarana Air Minum Kabupaten Gianyar dengan investor PT.
Bali Bangun Tirta (PT.BBT) yang telah disetujui oleh Bupati Gianyar pada tanggal 02 Mei
bernomor kontrak PDAM.01/SPJK/V/2006 dilakukan dengan sistem BOT (Build,
Operate, Transfer) selama 20 tahun.
Sesuai dengan Laporan Hasil Audit BPKP (2006-2007), sebelum Perjanjian
antara PDAM Kabupaten Gianyar dengan PT.BBT tahun 2006 operasional PDAM
mendapatkan laba sebesar Rp 3.357.548.665,16. Di tahun 2007 setelah operasional
perjanjian PDAM mengalami penurunan pendapatan sebesar Rp. 994.100.704,27 atau
29,61% menjadi Rp. 2.363.447.960,89. Sesuai dengan laporan teknik PDAM
Kabupaten Gianyar tahun 2010, penurunan terus menerus dialami, seperti pada tahun
2009 dengan 59,64% dan tahun 2010 dengan 52,80%. Hal ini disebabkan oleh jaringan
pipa distribusi PDAM Cabang Ubud tidak mampu menerima penambahan pasokan
debit air karena diameter pipa kecil dan sudah tuanya jaringan pipa-pipa eksisting di
wilayah Ubud, sehingga sering terjadinya retakan pada pipa.
Dengan diwajibkannya PDAM Kabupaten Gianyar untuk membeli air tersebut
kepada PT. BBT, serta semakin naiknya tarif harga tiap tahunnya mengakibatkan
PDAM memiliki utang pemberian air kepada PT. BBT sebesar Rp. 4,2 miliar pada
tahun 2011. Banyak terjadi ketidakpastian dan kemungkinan timbulnya kerugian
selama operasional perjanjian sebagai akibat dari kekurangcermatan, ketidaktepatan
atau hal-hal yang tidak dapat diprediksi pada saat perencanaan perjanjian (Agung,
2012)
Selain di Kabupaten Gianyar, potensi kegagalan dalam rencana pemanfaatan air
baku juga terjadi di Kecamatan Karangasem. Menurut berita yang dimuat dalam Media
Cetak Antara Bali tanggal 29 Januari 2015, hal tersebut berawal dari penandatanganan
kontrak penyediaan barang dan jasa antara Kepala Dinas PU dengan PT. Adhi Karya
jaringan air minum Kecamatan Abang, Kecamatan Karangasem, Kecamatan Manggis
dan Kecamatan Kubu yang telah dianggarkan sebesar Rp. 39,4 miliar. Pada tahun 2009
pada waktu mantan Kepala Dinas PU Kabupaten Karangasem ditunjuk sebagai
pengguna anggaran Pemkab. Karangasem dalam distribusi air bersih tersebut tidak
mengangkat pejabat Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Dengan tidak diangkatnya
PPK, pelaksanaan kontrak yang dilakukan oleh PT. Adhi Karya menjadi tidak
terlaksana sebagaimana mestinya.
Selaku pengguna anggaran mantan Kepala Dinas PU Kabupaten Karangasem
tidak mengambil langkah–langkah sesuai dengan tugas dan tanggung jawab untuk
melakukan pengujian materiil terhadap surat–surat berupa berita acara pemeriksaan
fisik yang pada termin pertama hingga ketiga merupakan tugas dan kewenangan selaku
pengguna anggaran dan selanjutnya oleh mantan Kepala Dinas PU Kabupaten
Karangasem telah diterbitkan surat persetujuan pembayaran. Dalam kasus ini pipa yang
digunakan dalam proyek lebih ringan dan tidak sesuai SNI. Mengingat pipa galvanis
yang digunakan akan ditanam dalam tanah. Jika terdapat kebocoran maka akan sulit
dideteksi, yang menyebabkan kurangnya pasokan air ke masyarakat (Media Cetak
Antara Bali, 2015)
Potensi kegagalan juga terjadi di kawasan pariwisata yang ada di wilayah
Kabupaten Badung, khususnya Badung Selatan dan sebagian Kecamatan Kuta, tingkat
kebutuhan air bersih cukup besar seiring dengan perkembangan di wilayah usaha PAM
PT. TB (PT Tirtaartha Buanamulia) dengan bertambahnya akomodasi wisata dan
diikuti pula oleh meningkatnya jumlah penduduk dengan keterbatasan sumber air.
Kapasitas yang dapat dimanfaatkan sampai saat ini oleh PAM PT. TB sangatlah
sedangkan kebutuhan akan air bersih sampai dengan tahun 2011 sudah mencapai
822,90 liter/detik. Hal tersebut menunjukkan adanya defisit air bersih sebesar 19,16
liter/detik. Dengan rata–rata tingkat kenaikan jumlah sambungan rumah yang
diproyeksikan sebesar 7% dan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan seiring
dengan tingkat pekembangan penduduk sampai tahun 2015 yang mencapai 1.067,46
liter/detik dengan jumlah sambungan rumah 31.524 unit. Sehingga adanya
ketidakseimbangan supply and demand pada wilayah usaha PAM PT. TB (PT.
Tirtaartha Buanamulia), dimana kebutuhan air bersih melampaui dari ketersediaan air
bersih. Dan permasalahan air bersih ini dikaitkan dengan pola pemakaian yang
berhubungan dengan tingkat kesejahteraan penduduknya, serta pertumbuhan penduduk
yang terus bertambah sehingga menuntut pemenuhan air bersih yang lebih besar
(Suryatmaja, 2014)
Selain dilihat dari pola pemakaian air, kegagalan juga ditinjau dari tingkat
kepuasan pelanggan. Dengan ekspetasi pelanggan terhadap PDAM yang sangat tinggi
menyebabkan PDAM harus memberikan pelayanan yang terbaik terhadap pelanggan.
Tetapi saat ini seperti yang diberitakan pada harian Bali Post tanggal 12 Juni 2006
bahwa sistem penyediaan air bersih yang dilakukan PDAM Denpasar sampai saat ini
belum mampu memberikan kepuasan secara maksimal terhadap pelanggan. Warta Bali
tanggal 4 Mei 2010 juga memberitakan bahwa PDAM Kabupaten Gianyar
mengabaikan konsumennya dalam hal pelayanan terkait aliran air dan permohonan
Sambungan Rumah Baru. Serta Bali Post tanggal 26 Mei 2011 memberitakan bahwa
pelayanan PDAM Kabupaten Gianyar merosot karena pembayaran Online yang
berpengaruh pada citra PDAM dalam mencapai Good Corporate Governance
(Puspasari, 2012)
Dengan adanya potensi kegagalan seperti diatas maka sangatlah perlu dilakukan
analisis risiko sebelum kegiatan Rencana Pemanfaatan Mata Air Metaum di Desa
Marga Kabupaten Tabanan, untuk menghindari kegagalan dan memberikan gambaran
tentang apa yang terjadi bila kegiatan yang dijalankan ternyata tidak sesuai dengan
rencana serta kemungkinan buruk yang bisa terjadi dalam Rencana Pemanfaatan Mata