1
I.
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki kontribusi
bagi perekonomian di Indonesia selain sektor peternakan, perikanan, kehutanan
dan perkebunan. Kontribusi yang dapat diberikan bagi perekonomian di Indonesia
dapat secara langsung maupun tidak langsung seperti dalam penyerapan tenaga
kerja, sumber pendapatan bagi masyarakat, ketersedian bahan baku, hingga dapat
menghasilkan devisa negara.
Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki
peranan penting dalam memberikan kontribusi bagi perekonomian di Indonesia.
Hortikultura di Indonesia memiliki beragam komoditas diantaranya yaitu tanaman
buah-buahan, tanaman sayuran, tanaman biofarmaka, dan tanaman hias.
Berdasarkan nilai Produk Domestik Bruto (PDB), komoditas hortikultura
memberikan kontribusi bagi perekonomian di Indonesia, hal tersebut dapat dilihat
pada Tabel 1
Tabel 1. Nilai Produk Domestik Bruto Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku
pada Tahun 2006-2009 di Indonesia
Komoditas Nilai PDB (dalam milyar rupiah)
2006 % 2007 % 2008 % 2009 %
Buah-buahan 35.448 51,65 42.362 55,16 42.660 53,13 30.595 34,60
Sayuran 24.694 35,98 25.587 33,32 27.423 34,15 48.437 54,78
Tanaman hias 4.734 6,89 4.741 6,17 6.091 7,59 5.496 6,21
Biofarmaka 3.762 5,48 4.105 5,35 4.118 5,13 3.897 4,41
Total 68.638 100 76.795 100 80.292 100 88.425 100
Sumber : Direktorat Jendral Hortikultura, 2010
Berdasarkan Tabel 1 perkembangan PDB komoditas hortikultura dari
tahun 2006 hingga 2009 menunjukkan pertumbuhan yang positif. Pada komoditas
sayuran menunjukkan setiap tahunnya mengalami peningkatan dimana pada tahun
2007 mengalami peningkatan sebesar 35,98 persen dari tahun 2006, pada tahun
2 pada tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 34,15 persen dari tahun 2008.
Komoditas buah-buahan, tanaman hias, dan biofarmaka pada tahun 2006 hingga
2008 mengalami peningkatan, tetapi pada tahun 2009 mengalami penurunan
sebesar 53,13 persen, 7,59 persen, dan 5,13 persen dari tahun 2008. Oleh karena
itu dari empat komoditas hortikultura, komoditas sayuran mengalami peningkatan
setiap tahunnya dibanding komoditas hortikultura lainnya. Hal ini menandakan
komoditas sayuran memiliki peluang usaha yang cukup baik untuk
dikembangkan.
Ekspor komoditas sayuran selama tahun 2007 diperkirakan sebanyak
261.649,9 ton dengan nilai US$ 141,57 juta, sedangkan impor untuk komoditas
sayuran diperkirakan mencapai 594.995,7 ton dengan nilai US$ 285,07 juta1. Selama tahun 2007 tersebut impor sayur lebih tinggi dibanding ekspor sayuran.
Hal tersebut menandakan bahwa produksi dalam negeri belum mampu memenuhi
kebutuhan nasional. Oleh karena itu Indonesia memiliki peluang usaha bagi para
petani dan perusahaan yang bergerak dibidang pertanian untuk meningkatkan
produksi sayuran nasional, dimana kekurangan produksi sayuran dalam negeri
tidak diimbangi dengan peningkatan kebutuhan produksi sayuran nasional.
Sayur-sayuran merupakan sumber utama vitamin dan mineral dalam
pangan kita. Masyarakat saat ini sadar akan pola hidup yang baik dapat membuat
tubuh menjadi lebih sehat. Oleh karena itu, minat masyarakat terhadap sayuran
terus meningkat. Trend masyarakat saat ini yaitu pola hidup sehat berpengaruh
terhadap perkembangan produksi sayuran, dimana masyarakat mulai banyak
mengkonsumsi sayuran. Adapun perkembangan produksi sayuran di Indonesia
dapat dilihat pada Tabel 2.
Berdasarkan Tabel 2 perkembangan produksi sayuran mengalami
penurunan dan pertumbuhan produksi selama periode 2006-2009. Terdapat dua
komoditas yang mengalami penurunan produksi pada tahun 2008-2009 yaitu
wortel dan petsai, tetapi komoditas sayuran lainnya mengalami perkembangan
yang positif. Mentimun merupakan salah satu komoditas sayuran yang mengalami
perkembangan.
1
3 Tabel 2. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Pada Tahun 2006-2009
(Ton)
No. Jenis Sayuran Tahun Perkembangan Rata-Rata (%)
2006 2007 2008 2009
1. Bawang Merah 794.931 802.810 853.615 965.164 6,79
2. Bawang Putih 21.051 17.313 12.339 15.419 -7.18
3. Bawang Daun 571.268 497.927 547.743 549.365 -2.54
4. Kentang 1.011.911 1.003.733 1.071.543 1.176.304 5,24
5. Kubis 1.267.745 1.288.740 1.323.702 1.358.113 2,32
6. Petsai 590.401 564.912 565.636 562.838 -1,56
7. Wortel 391.371 350.171 367.111 358.014 -2,72
8. Kacang Panjang 461.239 488.500 455.524 483.793 1,79
9. Cabai 1.185.057 1.128.792 1.153.060 1.378.727 5,66
10. Tomat 629.744 635.474 725.973 853.061 10,89
11. Ketimun* 598.890 581.206 540.122 583.139 -0.69
12. Terung 358.095 390.846 427.166 451.564 8,05
13. Buncis 269.532 266.790 266.551 290.993 2,69
14. Kangkung 292.950 335.087 323.757 360.992 7,5
15. Bayam 149.435 155.862 163.817 173.750 5,15
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010 Keterangan : *nama lain mentimun
Mentimun mengalami perkembangan pada tahun 2009 sebesar 7,96
persen dari tahun 2008. Selain itu luas panen mentimun (Lampiran 1) pada tahun
2006 hingga 2009 termasuk 10 terbesar luas panen sayuran di Indonesia. Akan
tetapi pada Tabel 2 menunjukan rata-rata perkembangan produksi mentimun
mengalami penurunan sebesar 0,69 persen. Walaupun rata-rata perkembangan
produksi mentimun di Indonesia masih sangat rendah, mentimun memiliki potensi
yang dapat terus ditingkatkan. Hal tersebut dapat dilihat dari kegunaan atau
manfaat yang dimiliki mentimun.
Mentimun adalah tanaman semusim yang bersifat menjalar. Selain itu,
mentimun merupakan tumbuhan yang menghasilkan buah yang dapat dimakan
baik dalam kondisi segar ataupun diolah lebih lanjut, selain untuk bahan makanan,
4
kecantikan2. Manfaat mentimun yang beragam merupakan salah satu faktor yang
mendorong tingginya peluang budidaya mentimun. Hal tersebut seiring dengan
berkembangnya industri kosmetik, ilmu kesehatan dan makanan dengan berbahan
mentimun3.
Produksi mentimun terpusat di Asia, tempat dihasilkannya hampir 73
persen produksi dunia. Cina menyumbang hampir 42 persen, selanjutnya adalah
Eropa sekitar 17 persen, dan negara seperti Jepang, Spanyol serta Korea yang
memproduksi mentimun dalam jumlah besar didalam rumah kaca dan bangunan
pelindung lain (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Di Indonesia, tanaman
mentimun umumnya diusahakan di dataran rendah dengan berbagai nama, seperti
timun (Jawa), bonteng (Jawa Barat), temon atau antemon (Madura), ktimun atau
antimun (Bali), hantimun (Lampung), dan timon (Aceh) (Direktorat Jendral
Hortikultura, 2006). Menurut Direktorat Jendral Hortikultura (2006) budidaya
mentimun di Indonesia pada tahun 2005 memiliki luas panen mentimun secara
nasional mencapai 50.352 ha dengan produksi 447.716 ton.
Mentimun merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mengalami
peningkatan beberapa tahun terakhir di Indonesia, hal tersebut dapat dilihat pada
Gambar 1. Pada Gambar 1 terdapat fluktuasi produktivitas pada tahun 2006
hingga 2009. Pada tahun 2007 mengalami peningkatan produktivitas sebesar
10,26 ton/ha dari tahun 2006 yaitu sebesar 10,21 ton/ha. Pada tahun 2008
mengalami penurunan produktivitas sebesar 9,68 ton/ha. Sedangkan, pada tahun
2009 mengalami peningkatan sebesar 10,39 ton/ha. Fluktuasi produktivitas yang
terjadi pada tanaman mentimun di Indonesia dapat mengindikasikan adanya suatu
risiko produksi yang terjadi pada usahatani mentimun. Salah satu risiko yang
sering muncul dalam kegiatan usahatani mentimun yaitu risiko produksi.
Terjadinya fluktuasi produktivitas dikarenakan adanya beberapa faktor,
yaitu kondisi cuaca dan iklim yang sulit untuk diprediksi, serangan hama dan
penyakit, serta kesalahan manusia atau yang biasa disebut human error. Faktor
alam merupakan suatu ketidakpastian yang menjadi salah satu penyebab terjadiya
suatu risiko. Faktor alam merupakan salah satu penyebab terjadinya risiko
2
Peluang Usaha Budidaya Mentimun. www.binaukm.com [10 April 2011]
3
5 produksi, karena faktor alam tidak dapat diprediksi, dan tidak mudah untuk
dikendalikan. Selain faktor alam, faktor-faktor yang mempengaruhi suatu risiko
kegiatan produksi dapat berasal dari input produksi. Input dalam kegiatan
produksi berkaitan erat dengan output yang dihasilkan dalam produksi
Gambar 1. Produktivitas Tanaman Mentimun di Indonesia Tahun 2006-2009 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010 (diolah)
Faktor-faktor produksi perlu diperhatikan seberapa besar pengaruh faktor
produksi terhadap produk yang dihasilkan agar efisiensi dalam penggunaan input
produksi. Selain itu adanya fluktuasi produktivitas dapat mempengaruhi
pendapatan yang diterima petani.
Berdasarkan uraian di atas, maka penting untuk dikaji tentang semua
faktor-faktor produksi yang ada pada budidaya mentimun, guna untuk mengetahui
pengaruh yang terjadi dalam usahatani mentimun. Selain itu risiko produksi yang
terjadi juga dapat mempengaruhi pendapatan usahatani yang diterima oleh petani.
Oleh karena itu, petani mentimun dapat meminimalkan risiko produksi yang
terjadi dalam melakukan usahatani mentimun.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang
baik untuk melakukan kegiatan usahatani sayuran. Berdasarkan data Dinas
Pertanian dan Kabupaten Bogor, terdapat 18 komoditas sayuran yang dihasilkan
oleh petani di Kabupaten Bogor, salah satunya adalah mentimun. Produksi
9,2 9,4 9,6 9,8 10 10,2 10,4 10,6
2006 2007 2008 2009
To
n
/H
a
6 mentimun di kabupaten bogor mengalami perkembangan naik dan turun pada
tahun 2007 hingga tahun 2008. Selain itu dapat dilihat dari luas panen tanaman
mentimun juga mengalami peningkatan dan penurunan. Hal tersebut dapat dilihat
pada Lampiran 3. (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2010).
Kecamatan Ciawi merupakan salah satu kecamatan yang berada di
kabupaten Bogor yang baik untuk ditanami mentimun. Kecamatan Ciawi terdiri
dari 13 desa. Desa Citapen merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan
Ciawi. Desa Citapen memiliki potensi untuk terus dikembangkan di bidang
pertanian khususnya sayuran. Desa Citapen memiliki petani hortikultura dan
tanaman pangan sebanyak 535 petani.
1.2 Perumusan Masalah
Desa Citapen terletak di daerah Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor
merupakan salah satu daerah pedesaan yang memiliki potensi untuk
pengembangan berbagai usaha agribisnis. Sebagian besar penduduk desa Citapen
berprofesi sebagai petani dan buruh tani.
Kelompok Tani Pondok Menteng merupakan salah satu kelompok tani
yang ada di Desa Citapen yang memiliki beragam komoditas sayuran.
Berdasarkan berbagai jenis sayuran yang ditanam, mentimun menjadi salah satu
komoditas yang ada di Kelompok Tani Pondok Menteng. Pada tahun 2009 hingga
awal tahun 2011 para petani di Kelompok Tani Pondok Menteng secara
bersama-sama melakukan usahatani mentimun. Petani di Kelompok Tani Pondok Menteng
menggunakan total luas lahan tanaman mentimun yaitu lima hektar selama
periode tersebut. Produksi yang dihasilkan berbeda-beda setiap periodenya,
sehingga terjadi fluktuasi produktivitas mentimun. Selain itu, produktivitas yang
terjadi di Desa Citapen belum dapat memenuhi rata-rata produktivitas yang ada di
Kabupaten Bogor yaitu sebesar 13,87 ton/ha (Lampiran 3). Fluktuasi
produktivitas mentimun di Kelompok Tani Pondok Menteng dapat dilihat pada
Gambar 2.
Pada Gambar 2 adanya fluktuasi produktivitas yang ada diduga berkaitan
dalam penggunaan input produksi. Input produksi yang digunakan seperti
7 penanaman yang tidak tepat. Hal tersebut dapat menjadi risiko produksi sehingga
berpengaruh buruk dalam menghasilkan output. Selain itu, sumber-sumber risiko
lainnya yang terjadi di dalam output yang dihasilkan yaitu serangan hama dan
penyakit pada tumbuhan mentimun, kondisi iklim dan cuaca yang sulit untuk
diprediksi, serta human error. Hal tersebut membuat hasil atau jumlah produksi
yang diharapkan mengalami penurunan.
Gambar 2. Produktivitas Tanaman Mentimun di Desa Citapen Tahun 2011 Sumber : Gapoktan Rukun Tani, 2011 (diolah)
Faktor-faktor produksi atau input yang biasanya digunakan dalam
budidaya mentimun antara lain lahan, benih, pupuk kandang, pupuk ZA, pupuk
NPK, pupuk KCL, pupuk urea, pupuk TSP, pupuk daun & buah, tenaga kerja, dan
pestisida. Dari faktor-faktor produksi tersebut, terdapat faktor produksi yang
dapat menimbulkan risiko produksi tetapi ada pula faktor produksi yang dapat
mengurangi risiko produksi.
Oleh karena itu penting untuk menganalisis faktor-faktor produksi yang
ada pada budidaya mentimun. Hal tersebut untuk mengetahui pengaruh yang
terjadi pada masing-masing input atau faktor produksi yang akan berpengaruh
pada produktivitas mentimun. Dalam melakukan usahatani atau produksi
mentimun, penggunaan input seperti benih, pupuk kandang, kapur, pupuk kimia,
pupuk daun dan buah, pestisida, dan tenaga kerja sangat diperlukan. Besar
kecilnya penggunaan input produksi berpengaruh terhadap output yang
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sept 09-Nov 09 Jan 10-Mar 10 Okt 10-Des 10 Feb 11-Apr 11
Ton
/H
a
8 dihasilkan. Selain itu harga input dan harga output juga dapat mempengaruhi
biaya produksi dan penerimaan petani. Oleh karena itu, besar kecilnya biaya
produksi serta penerimaan mempengaruhi pendapatan yang diterima oleh petani.
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dijelaskan di atas dapat
dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini,
antara lain :
1. Bagaimana pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi
mentimun di Desa Citapen ?
2. Apakah dengan adanya risiko produksi usahatani mentimun masih
menguntungkan?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan
dari penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi
mentimun di Desa Citapen.
2. Menganalisis pengaruh risiko terhadap pendapatan usahatani mentimun di
Desa Citapen
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dilaksanakan penelitian ini antara lain:
1. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi petani sebagai
informasi tentang tingkat risiko produksi yang terjadi dan pengaruh
faktor-faktor produksi yang digunakan terhadap risiko produksi sehingga dapat
menjadi bahan rujukan dan pertimbangan dalam mengambil keputusan agar
dapat mengurangi kerugian yang diperoleh.
2. Memberikan ilmu, pengetahuan, dan informasi bagi pembaca untuk
mengetahui lebih banyak tentang risiko produksi.
3. Bagi penulis, diharapkan dapat menjadi sarana untuk peningkatan potensi diri
dan sebagai bahan tambahan pengalaman, informasi serta wawasan baru
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi khususnya pada
9 1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Para petani sayuran di Desa Citapen banyak menanam berbagai macam
sayuran seperti caisin, mentimun, buncis, cabai, jagung manis, kacang panjang,
dan berbagai macam jenis sayuran lainnya. Komoditas dalam penelitian ini yaitu
tanaman sayuran khususnya mentimun. Pemilihan komoditas mentimun
didasarkan pada bahwa luas tanam mentimun di Desa Citapen merupakan luas
10
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Mentimun
Mentimun atau ketimun mempunyai nama latin Cucumis Sativus L.
Mentimun termasuk dalam keluarga labu-labuan (cucubitaceae). Sejarah
mentimun berasal dari Himalaya di benua Asia Utara, dan telah meluas ke seluruh
daratan baik tropis atau subtropis, kemudian terus meluas hingga ke Indonesia.
Di Indonesia tanaman mentimun umumnya diusahakan di dataran rendah dengan
berbagai nama, seperti timun (Jawa), bonteng (Jawa Barat), temon atau antemon
(Madura), ktimun atau antimun (Bali), hantimun (Lampung), dan timon (Aceh)
(Direktorat Jendral Hortikultura 2006).
Mentimun merupakan salah satu sayuran yang dapat dikonsumsi baik
dalam bentuk segar maupun olahan, seperti acar, asinan, dan lain-lain. Selain
sebagai sayuran konsumsi mentimun mempunyai berbagai manfaat lainnya seiring
dengan berkembangnya industri kosmetik, ilmu kesehatan dan makanan dengan
berbahan mentimun. Mentimun memiliki kandungan gizi yang cukup baik, karena
mentimun merupakan sumber mineral dan vitamin. Kandungan nutrisi per 100
gram mentimun terdiri dari 15 kalori, 0,8 gram protein, 0,1 gram pati, 3 gram
karbohidrat, 30 mg fosfor, 0,5 mg besi, 0,02 mg thianine, 0,01 mg nriboflavin, 14
mg asam, 0,45 mg vitamin A, 0,3 mg vitamin B1, dan 0,2 mg vitamin B2
(Sumpena, 2007).
Faktor lingkungan menjadi salah satu syarat tumbuh yang perlu
diperhatikan dalam melakukan budidaya seperti media, suhu, air, cahaya, dan
kelembaban. Menurut Sumpena (2007) kemasamaan tanah yang optimal untuk
mentimun adalah antara 5,5-6,5. Tanah yang banyak mengandung air, terutama
pada waktu berbunga, merupakan jenis tanah yang baik untuk penanaman
mentimun. Jenis tanah yang cocok untuk penanaman mentimun diantaranya
aluvial, latosol, dan andosol. Tanaman mentimun dapat tumbuh baik dengan
ketinggian 0-1000 meter di atas permukaan laut. Selain itu suhu untuk tanaman
mentimun a - C, dengan
11 Cahaya merupakan faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan tanaman
mentimun. Dimana penyerapan unsur hara akan berlangsung dengan optimal jika
pencahayaan berlangsung antara 8-12 jam per hari.
Variasi bentuk dan warna buah mentimun disebabkan oleh varietas
mentimun yang berbeda. Varietas buah mentimun terus bertambah seiring dengan
kemajuan teknologi dan kebutuhan akan benih mentimun yang disesuaikan
dengan kondisi geografis suatu tempat.
Menurut Wahyudi (2010) Mentimun memiliki beberapa varietas, ada tiga
contoh varietas yaitu mayapada F-1, panda, dan venus. Mayapada F-1 memiliki
bentuk buah meruncing dan warna buah hijau muda sampai sedang, mayapada F-1
memiliki ukuran panjang 16,0 – 16,5 cm dan diameter 3,0 – 3,5 cm serta bobot
per buah 120-130 gram. Varietas ini dapat dipanen ketika tanaman berumur 32
HST dengan potensi produksi sebesar 50-60 ton per hektar. Panda memiliki
bentuk buah lonjong dan berwarna hijau muda, berukuran panjang 17-18 cm dan
diameter sebesar 3,5-4 cm, serta bobot per buah berkisar 120-150 gram. Varietas
ini dapat dipanen ketika tanaman berumur 33 HST dengan potensi produksi
sebesar 40-50 ton per hektar. Lain halnya dengan varietas venus dimana bentuk
buah langsing dengan bagian pangkal bulat dimana daging buahnya memiliki rasa
yang manis sehingga mentimun dengan varietas ini cocok untuk lalap. Varietas ini
memiliki ukuran 15-16 cm dengan diameter 3,5-4,0 cm serta bobot perbuah
berkisar 120-130 gram. Varietas venus memiliki masa panen lebih cepat dengan
dua varietas mayapada F-1 dan panda yaitu pada saat tanaman berumur 32 HST
dengan potensi produksi sebesar 50-60 ton per hektar.
Mentimun dapat dibudidayakan di sawah, ladang, kebun, polibag dengan
menggunakan lanjaran atau para-para atau dibiarkan merambat ditanah, karena
mentimun adalah tanaman semusim yang bersifat menjalar atau merambat
dengan perantara alat pemegang seperti ajir. Cara budidaya mentimun pada
dasarnya sama dengan budidaya sayuran konvesional lainnya, yaitu Pertama
melakukan persiapan persemaian yang mencakup menyediakan kebutuhan benih,
menyiapkan media semai dan persemaian. Kedua melakukan persiapan
penanaman dimana menyiapkan lahan dan penanaman. Ketiga melakukan
12 pemangkasan cabang, pemasangan ajir penompang, pengikatan tanaman, sanitasi
lahan, dan pengairan. Kelima melakukan pencegahan atau pembrantasan hama
dan penyakit yang ada pada tumbuhan mentimun. Keenam yaitu melakukan panen
dan pascapanen (Wahyudi, 2010).
Terdapat beberapa penelitian yang menganalisis mengenai mentimun,
diantaranya yaitu Prabowo (2009) dan Rahmawaty (2009). Berdasarkan penelitian
yang dilakukan Prabowo (2009), mentimun merupakan salah satu sayuran yang
rentan terhadap serangan hama serta infeksi patogen tanaman, serangan hama dan
penyakit yang terjadi pada tanaman mentimun menimbulkan kerusakan berat dan
kehilangan hasil panen pada pertanaman mentimun di lokasi penelitian. Adapun
hama yang banyak menyerang tanaman mentimun yaitu lalat pengorok daun dan
kutu daun, sedangkan penyakit utama pada pertanaman mentimun adalah layu
yang disebabkan oleh nematoda M. Arenaria, dan embun bulu yang disebabkan
oleh cendawan P. Cubensis. Dengan adanya hal tersebut membuat pertumbuhan
mentimun terhambat sehingga produksi mentimun dapat menurun.
Lain halnya dengan penelitian Rahmawaty (2009) tentang varietas dan
konsentrasi pada pertumbuhan dan hasil panen mentimun dimana hasil yang
didapat bahwa pemberian ethepon pada tanaman varietas Soarer berpengaruh
lebih baik terhadap tinggi tanaman, jumlah ruas, jumlah buah dan bobot buah
dibandingkan dengan varietas Purbaya. Sedangkan pemberian ethepon pada
varietas Purbaya berpengaruh nyata terhadap jumlah ruas tanaman, jumlah bunga
betina, dan jumlah bunga betina gugur.
2.2 Analisis Risiko Produksi dan Pengaruh Faktor-Faktor Produksi Terhadap Risiko Produksi Komoditas Pertanian
Risiko produksi merupakan peluang penurunan hasil produksi dari hasil
yang diharapkan. Dalam melakukan produksi adanya kegagalan dalam melakukan
produksi merupakan suatu risiko produksi, berbagai sumber risiko seperti kondisi
iklim dan cuaca yang tidak dapat diprediksi, serangan hama dan penyakit yang
sulit untuk dikendalikan, dan kesalahan dari manusia (human error). Hal tersebut
13 antara produktivitas yang seharusnya dan produktivitas yang dihasilkan oleh
petani tersebut.
Terdapat beberapa penelitian yang menganalisis mengenai risiko produksi,
diantaranya Ginting (2009), Sembiring (2010), dan Safitri (2009). Komoditas
sayuran merupakan objek dari ketiga penelitian tersebut. Dimana menurut ketiga
penelitian tersebut adanya risiko produksi berindikasi pada terjadinya fluktuasi
produksi atau produktivitas sehingga berpengaruh terhadap penurunan
pendapatan. Dari ketiga penelitian tersebut sumber risiko yang banyak
menyebabkan terjadinya risiko produksi antara lain iklim dan cuaca yang sulit
untuk diprediksi, dan serangan hama dan penyakit yang sulit untuk dikendalikan.
Selain sumber risiko tersebut ada risiko produksi lainnya, dimana menurut
Ginting (2009) adanya kegagalan dalam penggunaan teknologi pengukusan dan
kualitas atau keterampilan tenaga kerja yang kurang baik, Sembiring (2010)
adanya kegagalan penggunaan teknologi dalam penanaman lahan terbuka dan
greenhouse, sedangkan Safitri (2009) tingkat kesuburan lahan merupakan salah
satu risiko produksi yang dihadapi.
Berdasarkan ketiga penelitian tersebut, dalam menganalisis risiko produksi
menggunakan perhitungan variance, standard deviation, dan coefficient varian.
Ginting (2009) dalam usaha spesialisasi jamur tiram putih pada Cempaka Baru
menghadapi risiko produksi sebesar 0,32. Artinya untuk setiap satu satuan hasil
produksi yang diperoleh Cempaka Baru maka risiko (kerugian) yang dihadapi
adalah sebesar 0,32 satuan. Selain itu peneliti memperhitungkan nilai expected
return dimana diperoleh hasil sebesar 0,25. Artinya, usaha Cempaka Baru dapat
mengharapkan perolehan hasil sebanyak 0,25 kilogram per baglog untuk setiap
baglog jamur tiram putih.
Menurut Sembiring (2010) dimana risiko produksi tertinggi berdasarkan
produktivitasnya pada The Pinewood Organic Farm adalah komoditas brokoli
yaitu 0,54, untuk risiko produksi yang terendah yaitu caisin yaitu 0,24. Hal ini
disebabkan karena brokoli sangat rentan terhadap penyakit terutama kondisi cuaca
yang tidak pasti, sehingga mengakibatkan produktivitas tanaman brokoli
mengalami risiko yang tinggi. Sedangkan untuk pendapatan bersih diperoleh
14 paling rendah yaitu tomat sebesar 0,48. Sedangkan penelitian Safitri (2009) pada
usaha daun potong di PT Pesona Daun Mas Asri, berdasarkan produktivitasnya
philodendron marble mempunyai nilai variance yang lebih tinggi dibandingkan
dengan asparagus bintang yaitu sebesar 0,48. Standar deviation pada
philodendron marble mempunyai nilai lebih tinggi dibandingkan dengan
asparagus bintang yaitu 0,69. Berdasarkan pendapatan bersih bahwa asparagus
bintang memiliki risiko produksi paling tinggi dibandingkan philodendron
marble.
Pada ketiga penelitian analisis risiko produksi yang telah dipaparkan,
analisis jamur tiram putih tidak dapat dibandingkan dengan komoditas lain apakah
hasil risiko tersebut termasuk berisiko tinggi atau rendah karena hanya
memperhitungkan risiko dengan satu komoditas, berbeda dengan Sembiring
(2010) dan Safitri (2009) dimana besarnya risiko produksi dapat dibandingkan
antara risiko yang lebih tinggi dan risiko yang lebih rendah.
Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian
sebelumnya. Persamaan yang paling menonjol adalah penelitian ini sama-sama
menganalisis risiko produksi dengan menggunakan variance. Dalam penilaian
variance ini memiliki perbedaan, dimana penilaian variance pada penelitian ini
berdasarkan variance dari fungsi produksi, dimana fungsi produksi dibangun dari
beberapa faktor-faktor produksi yang digunakan. Sehingga, risiko produksi dilihat
berdasarkan pengaruh penggunaan faktor-faktor produksi yang akan
mempengaruhi jumlah produksi dengan menggunakan model fungsi risiko Just
dan Pope. Selain itu, perbedaan lain penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
terletak pada komoditas yang menjadi objek penelitian, dimana penelitian ini
hanya meneliti hortikultura yaitu mentimun, sedangkan Ginting (2009) meneliti
tentang jamur tiram putih dan Sembiring (2010) meneliti tentang beberapa jenis
sayuran organik, serta Safitri (2009) meneliti tentang daun potong.
Faktor produksi sangat menentukan besar-kecilnya produksi yang
diperoleh, dimana faktor produksi dikenal dengan istilah input, production factor,
dan korbanan produksi. Faktor produksi terpenting diantara faktor yang lainnya
adalah faktor produksi lahan, modal, obat-obatan, tenaga kerja, dan aspek
15
biasanya disebut dengan fungsi produksi atau juga disebut dengan factor
relationship (Soekartawi, 1993). Dalam prakteknya, penggunaan faktor produksi
juga masih dipengaruhi oleh faktor lain diluar kontrol manusia, seperti serangan
hama-penyakit, serta cuaca dan iklim. Faktor-faktor produksi tersebut dikenal
dengan istilah risiko. Adapun fungsi produksi yang pada umumnya digunakan
adalah fungsi Cobb-Douglass.
Terdapat dua penelitian yang menganalisis mengenai faktor-faktor
produksi, yaitu Losinger (2006), Koundouri and Nauges (2005), dan Fariyanti
et.al. (2007). Ketiga penelitian tersebut menggunakan analisis model fungsi
produksi Cobb-Douglass untuk menduga faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi produksi pada masing-masing komoditas. Losinger (2006)
menggunakan model fungsi risiko produksi Just and Pope serta untuk fungsi
varian menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas. Variabel pemilihan
didasarkan pada seleksi forward-stepwise (Losinger et al. 2000).
Pada usaha produksi ikan patin, luasan lahan menunjukkan nilai koefisien
negatif, artinya kenaikan luas lahan perikanan menyebabkan berkurangnya
variabilitas produksi per hektar. Selain itu, nilai mean menunjukkan bahwa hasil
harapan per hektar juga meningkat jika ukuran lahan perikanannya meningkat.
Ukuran kolam tidak berpengaruh signifikan terhadap hasil yang diharapkan per
hektar, terutama dibandingkan dengan luas lahan, padat tebar dan pakan. Namun,
hasil deskriptif dasar dari data survei yang membentuk dasar penelitian ini
menunjukkan bahwa hasil maksimum per hektar terjadi pada perikanan patin
dengan tambak rata-rata ukuran 5,3-6,1 hektar, dimana varian produksi
menunjukkan tanda-tanda peningkatan ukuran kolam rata-rata di kisaran 5,3-6,1
hektar. Perikanan dengan lebih banyak kolam yang lebih kecil mungkin lebih
cenderung memiliki kolam yang bebas penyakit, tetapi mengalami penurunan
produksi dalam varian. Dengan demikian, petani patin yang peduli dengan kedua
hasil harapan dan varian, mungkin ingin berkonsentrasi pada kolam bangunan
yang kira-kira 5,3 ha.
Sama halnya dengan Losinger (2006), Koundouri and Nauges (2005)
menggunakan model fungsi risiko produksi Just and Pope dengan fungsi
16 didapat yaitu dalam budidaya sayuran atau sereal dipengaruhi oleh karakteristik
kualitatif dari input dan input produksi. Dalam budidaya sayuran atau sereal
kemungkinan nilai positif atau negatif dipengaruhi oleh proposi bidang tanah yang
irigasi, karena budidaya sayuran membutuhkan air lebih banyak dari sereal.
Variabel-variabel sebagai penentu yang dimasukan kedalam setiap fungsi
produksi yaitu input variabel pestisida, tenaga kerja, air, pupuk, investasi dalam
mesin, curah hujan, luas total irigasi, jarak dan tahun pengalaman dalam
pertanian. Estimasi model fungsi produksi dalam setiap kasus menunjukan data
cross section 0,8 untuk kelompok produsen sayur dan 0,83 untuk kelompok
sereal. Masing-masing laporan parameter dari fungsi risiko diperkirakan dengan
dan tanpa koreksi selekktivitas untuk semua input variabel bagi petani sayuran
dan petani sereal. Kontribusi setiap masukan untuk varians ditemukan berbeda
tergantung pada selektivitas. Lebih tepatnya, meskipun tenaga kerja yang
ditemukan memiliki risiko meningkat sedangkan pupuk tidak mempengaruhi
risiko produksi secara signifikan ketika selektivitas, tetapi ditemukan memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap risiko ketika selektivitas bias. Dalam
kasus pestisida, masukan ini ditemukan peningkatan risiko hanya ketika
selektivitas diperhitungkan. Tenaga kerja dan air ditemukan menjadi masukan
risiko penurunan dalam kedua model (pada tingkat tinggi signifikansi), tetapi
besarnya efek bervariasi dari satu model ke model lain.
Sedangkan menurut Fariyanti et.al. (2007) faktor-faktor produksi
komoditas sayuran kentang dan kubis yang mempengaruhi rata-rata hasil produksi
dan variasi hasil produksi yaitu luas lahan garapan, benih, pupuk urea, pupuk
TSP, pupuk KCL, pestisida, dan tenaga kerja. Pada fungsi produksi komoditas
kentang, pupuk TSP dan pupuk KCL memiliki tanda negatif. Hal ini menunjukan
bahwa penggunaan kedua pupuk tersebut dalam jumlah yang besar yang
dilakukan petani responden yang dikarenakan tingkat kesuburan lahan yang
semakin menurun. Sedangkan, pada komoditas kubis, benih kubis mempunyai
tanda negatif hal tersebut berarti penggunaan benih telah melebihi standar normal
sehingga dapat menurunkan rata-rata hasil produksi. Berdasarkan persamaan
Variance error produksi pada komoditas kentang, faktor yang mengurangi risiko
17 yang menimbulkan risiko produksi pada komoditas kentang yaitu pupuk urea,
pupuk TSP, dan pupuk KCL. Pada komoditas kubis yang menjadi pengurang
risiko produksi yaitu penggunaan benih, pupuk urea, pupuk NPK, dan tenaga
kerja. Dan faktor yang menimbulkan risiko produksi pada komoditas kubis yaitu
penggunaan lahan dan pestisida. Berdasarkan hasil analisis dengan model
GARCH (1,1) kedua komoditas tersebut, parameter error kuadrat produksi musim
sebelumnya dan variance error produksi musim sebelumnya bertanda positif. Hal
tersebut berarti semakin tinggi risiko produksi pada musim sebelumnya, maka
semakin tinggi risiko produksi pada musim selanjutnya.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada objek
penelitian yang digunakan, lokasi penelitian, dan beberapa faktor produksi yang
digunakan. Selain itu, penelitian ini tidak hanya menganalisis faktor-faktor
produksi terhadap jumlah produksi mentimun dengan menggunakan fungsi
produksi Cobb-Douglass, dimana faktor-faktor produksi yang di duga
mempengaruhi adalah benih, pupuk kandang, kapur, pupuk kimia, Pupuk daun
dan buah, pestisida padat dan cair,serta tenaga kerja. Penentuan faktor-faktor
produksi ini di dasarkan pada input-input yang memang digunakan petani.
Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini yaitu perhitungan analisis
ini dengan berdasarkan fungsi model risiko Just dan Pope dengan alat analisis
model GARCH (1,1). Model fungsi risiko produksi Just and Pope merupakan
suatu gabungan antara mean dan variance yang dihasilkan. Oleh karena itu untuk
mengetahui pengaruh input atau faktor-faktor produksi apa saja yang dapat
mengakibatkan terjadinya risiko, yaitu menggunakan model fungsi risiko produksi
18
III.
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis merupakan alur berfikir dalam melakukan
penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian yang akan
dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan petani dan faktor-faktor
yang mempengaruhi risiko produksi. Oleh karena itu analisis mengenai usahatani
dan faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi haruslah sesuai dengan
teori-teorinya. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini mencakup teori
pendapatan, teori produksi, dan teori risiko produksi.
3.1.1 Teori Produksi
Produksi memiliki keterkaitan antara penggunaan berbagai input dengan
jumlah dan kualitas output yang dihasilkan. Serangkaian proses dalam
penggunaan input yang ada untuk menghasilkan suatu output (barang atau jasa)
merupakan suatu kegiatan produksi. Hubungan antara input yang digunakan
dalam proses produksi dengan kuantitas output yang dihasilkan dinamakan fungsi
produksi (Lipsey et al.,1995)
Menurut Lipsey et al. (1995) ada tiga cara untuk melihat bagaimana output
berubah-ubah menurut jumlah faktor variabel yaitu produk total, produk rata-rata,
dan produk marjinal. Produk total adalah jumlah total yang diproduksi selama
periode waktu tertentu. Jika semua input kecuali satu faktor dijaga konstan,
produk total akan berubah menurut banyak sedikitnya faktor variabel yang
digunakan. Produk rata-rata adalah produk total dibagi jumlah unit faktor variabel
yang digunakan untuk memproduksinya. Tingkat output dimana produk rata-rata
mencapai maksimum disebut titik berkurangnya produktivitas rata-rata.
Sedangkan untuk Produk marjinal adalah perubahan dalam produk total sebagai
akibat satu unit tambahan penggunaan variabel. Tingkat output dimana produk
manajerial mencapai maksimum dinamakan titik berkurangnya produktivitas
19 Dalam kaitannya antara produk marjinal dan proses produksi, seorang
produsen dapat menambah hasil produksi dengan menambah semua input
produksi atau menambah satu atau beberapa input produksi. Penambahan input
produksi mengikuti hukum The law of diminishing marginal returns yang
merupakan dasar dalam ekonomi produksi. The law of diminishing marginal
returns terjadi jika jumlah input variabel ditambah penggunaannya, maka output
yang dihasilkan meningkat, tapi setelah mencapai satu titik tertentu penambahan
output semakin lama semakin berkurang (Debertin 1986).
Menurut Lipsey et al.(1995), hukum hasil lebih yang makin berkurang
adalah bahwa jika output naik dalam jangka pendek, makin banyak faktor variabel
harus digabungkan dengan sejumlah tertentu faktor tetap. Akibatnya adalah setiap
unit faktor variabel memiliki faktor tetap yang makin lama makin berkurang. Bila
faktor tetap adalah modal dan faktor variabel adalah tenaga kerja, makin besarnya
output membutuhkan tiap unit tenaga kerja yang memperoleh jumlah modal yang
makin lama makin turun.
Menurut Soekartawi (2002) fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan
suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel. Dengan
fungsi produksi Cobb-Douglas dapat menjelaskan dua variabel yaitu variabel
dependen dan variabel independen. Variabel yang dijelaskan disebut variabel
dependen (Y) dan variabel yang menjelaskan disebut variabel independen (X).
Dimana variabel dependen berupa output dan variabel independen berupa input.
Adapun persamaan mematis dari fungsi Cobb-Douglas secara umum dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Dimana
Y = Variabel Dependen
X = Variabel Independen
= Besaran yang akan diduga
u = Unsur sisa
20 Perhitungan Cobb-Douglass merupakan metode yang banyak dipakai oleh peneliti
dalam menilai risiko produksi. Alasan mengapa menggunakan Cobb-Douglass
dikarenakan metode tersebut memiliki kelebihan sebagai berikut :
1. Bentuk fungsi produksi Cobb-Douglas bersifat sederhana dan mudah
penerapannya.
2. Fungsi produksi Cobb-Douglas mampu menggambarkan keadaan skala hasil
(return to scale), apakah sedang meningkat, tetap atau menurun.
3. Koefisien-koefisien fungsi produksi Cobb-Douglas secara langsung
menggambarkan elastisitas produksi dari setiap input yang digunakan dan
dipertimbangkan untuk dikaji dalam fungsi produksi Cobb-Douglas itu.
4. Koefisien intersep dari fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan indeks
efisiensi produksi yang secara langsung menggambarkan efisiensi
penggunaan input dalam menghasilkan output dari sistem produksi yang
dikaji
Dari kelebihan tersebut maka alasan peneliti menggunakan metode
tersebut adalah penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih mudah
dibandingkan dengan fungsi produksi, hasil pendugaan garis melalui fungsi
Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi.
3.1.2 Teori Risiko Produksi
Dalam melakukan suatu usaha atau kegiatan usahatani pasti memiliki
risiko. Menurut Kountur (2008) ada tiga unsur penting dari sesuatu yang dianggap
sebagai risiko : (1) merupakan suatu kejadian, (2) kejadian tersebut masih
merupakan kemungkinan (bisa terjadi atau tidak terjadi), (3) jika sampai terjadi,
akan menimbulkan kerugian.
Kata risiko banyak dipergunakan dalam berbagai pengertian, dimana ada
banyak pendapat mengenai pengertian risiko tersebut. beberapa definisi risiko
antara lain yaitu merupakan suatu kerugian atau dapat juga diartikan sebagai
ketidakpastian (Harwood et al, 1999).
Menurut Kountur (2008) risiko berhubungan dengan ketidakpastian.
Ketidakpastian ini terjadi akibat kurangnya atau tidak tersedianya informasi yang
21 dimana kejadian tersebut memiliki kemungkinan untuk terjadi atau tidak terjadi
dan jika terjadi ada akibat berupa kerugian yang ditimbulkan.
Menurut Robison dan Barry (1987) risiko adalah peluang terhadap suatu
kejadian yang dapat diketahui oleh pelaku bisnis sebagi pembuat keputusan dalam
bisnis berdasarkan data historis atau pengalaman selama mengelola kegiatan
usaha.
Menurut Robison dan Barry (1987), Setiap pelaku usaha memiliki perilaku
yang berbeda dalam menghadapi risiko, perilaku tersebut dapat diklasifikasikan
menjadi tiga kategori yaitu sebagai berikut:
a. Pembuat keputusan yang takut terhadap risiko (risk aversion). Sikap ini
menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan ,
maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menaikkan keuntungan
yang diharapkan dan merupakan ukuran tingkat kepuasaan.
b. Pembuat keputusan yang berani terhadap risiko (risk taker). Sikap ini
menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan,
maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menurunkan keuntungan
yang diharapkan.
c. Pembuat keputusan yang netral terhadap risiko (risk neutral). Sikap ini
menunjukkan jika terjadi kenaikan ragam dari keuntungan, maka pembuat
keputusan tidak akan mengimbangi dengan menaikkan atau menurunkan
keuntungan yang diharapkan.
Menurut Ellis (1993), risiko dibatasi oleh kemungkinan-kemungkinan
yang dihubungkan dengan kejadian dari suatu peristiwa yang mempengaruhi
suatu proses pengambilan keputusan. Sedangkan ketidakpastian mengacu pada
situasi dimana tidak memungkinkan untuk mengetahui probabilitas kejadian dari
suatu peristiwa. Setiap pelaku usaha melakukan pengambilan keputusan dalam
mengalokasikan sumberdaya yang dimilikinya untuk menghasilkan output yang
diharapkan. Namun, seringkali keputusan tersebut dihadapkan pada risiko dan
ketidakpastian. Implikasi risiko terhadap variasi pendapatan dapat dilihat pada
Gambar 3 yang menunjukkan tiga respon yang berbeda dalam output dari
22 Keterangan :
TVP1 = Total value product in ’good’ years TVP2 = Total value product in ’bad’ years
E(TVP) = Expected total value product
Gambar 3. Hubungan Keputusan Penggunaan Input dan Variasi Pendapatan Sumber : Ellis, 1993
Terdapat tiga alternatif penggunaan input yang ditunjukkan oleh X1, X2, XE yang terkait risiko :
1. Input yang digunakan sebanyak X1. Hal ini menunjukkan jika kondisi TVP1 terjadi dimana pada saat tersebut dalam kondisi yang baik bagi petani, maka
keuntungan terbesar yaitu sebesar ab akan diperoleh. Di sisi lain, jika TVP2 terjadi maka kerugian sebesar bj akan dialami petani.
2. Input yang digunakan sebanyak X2. Hal ini menunjukkan jika kondisi TVP1 terjadi maka keuntungan sebesar ce akan diperoleh dan jika TVP2 terjadi
maka petani tidak akan mengalami kerugian dan tetap mendapatkan
keuntungan yang kecil sebesar de. Hal ini disebabkan pada kondisi tersebut
petani masih mampu membayar biaya pembelian input tersebut (TVP > TC).
3. Input yang digunakan sebanyak XE. Nilai E(TVP) yang diperoleh merupakan
hasil rata-rata pendapatan pada kondisi baik dan buruk. Hal ini menunjukkan h
Total Value Product Y (Rp)
0
c
f
a
g
d b
e i
j
TVP1
E(TVP)
TC
TVP2
X2 XE X1 Input X
23 jika kondisi TVP1 terjadi maka keuntungan sebesar fh akan diperoleh, tetapi
bukan merupakan kemungkinan keuntungan terbesar. Di sisi lain, jika TVP2
terjadi maka kerugian sebesar hi akan dialami petani dan bukan merupakan
kemungkinan kerugian terbesar.
3.1.3 Model Just and Pope
Model fungsi risiko produksi Just and Pope merupakan suatu gabungan
antara mean dan variance. Oleh karena itu untuk mengetahui input atau
faktor-faktor produksi apa saja yang dapat mengakibatkan terjadinya risiko, yaitu
menggunakan model fungsi risiko produksi Just and Pope.
Model fungsi risiko produksi Just dan Pope (Robison dan Barry, 1987) :
Y = f( x, β) + h( x, θ) ε
Dimana :
Y = Produktivitas
f = Fungsi produksi rata-rata.
h = Fungsi produksi variance.
x = Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi
(input)
β,θ = Besaran yang akan diduga
ε = error
Pengukuran risiko produksi dalam penelitian ini menggunakan nilai
variance error produksi. Salah satu model yang dapat mengakomodasi hal
tersebut yaitu model GARCH (Generalized Autoregressive Conditional
Heteroskedasticity) (Verbeek, 2000). Salah satu kelebihan dengan menggunakan
model GARCH yaitu pendugaan parameter fungsi produksi dan persamaan
variance error produksi. Dalam prakteknya, model standar GARCH (1,1) sering
digunakan dan dituliskan sebagai berikut :
...(1)
... (2)
Persamaan pertama menunjukan variance error produksi pada periode t
( ditentukan oleh error kuadrat periode sebelumnya ( ) dan variance error
24 3.1.4 Sumber Risiko
Menurut Harwood et al. (1999) dan Moschini dan Hennessy (1999),
beberapa sumber risiko yang dapat dihadapi oleh petani diantaranya adalah Risiko
Produksi, Risiko Pasar atau Harga, Risiko Kelembagaan, Risiko Kebijakan,
Risiko Finansial.
1. Risiko Produksi
Risiko produksi seperti gagal panen, produksi rendah, kualitas kurang baik.
Hal ini bisa disebabkan oleh hama dan penyakit, curah hujan, maupun
teknologi.
2. Risiko Pasar (harga)
Risiko pasar bisa terjadi karena produk tidak dapat terjual. Disebabkan oleh
perubahan harga output, permintaan rendah, ataupun banyak produk
substitusi.
3. Risiko Kelembagaan
Risiko kelembagaan terjadi karena perubahan kebijakan dan peraturan
pemerintah, baik dari segi penggunaan pestisida dan obat-obatan, pajak,
kredit.
4. Risiko Finansial
Risiko finansial terjadi karena tidak mampu membayar hutang jangka pendek,
kenaikan tingkat suku bunga pinjaman, piutang tak tertagih sehingga
menyebabkan penerimaan produksi menjadi rendah.
5. Risiko Kebijakan
Risiko kebijakan merupakan memilih diantara alternatif untuk mengurangi
efek risiko.
Sumber-sumber penyebab adanya risiko pada budidaya pertanian sebagian
besar disebabkan karena faktor-faktor seperti perubahan iklim, suhu, cuaca, hama
dan penyakit, penggunaan input serta adanya kesalahan teknis (human error) dari
tenaga kerja (SDM). Risiko tidak dapat dihilangkan, tetapi dapat diminimalkan
sekecil mungkin, biasanya dengan melakukan berbagai cara seperti penggunaan
teknologi terbaru, usaha penanganan secara intensif, serta pengadaan input yang
25 3.1.5 Teori Pendapatan
a. Teori Biaya
Biaya total dan biaya tetap diperlukan dalam memproduksi suatu produk
tertentu. Biaya total merupakan hasil penjumlahan dari biaya tetap dengan biaya
variabel. Menurut Lipsey et.al (1995) biaya total (TC atau total cost) adalah biaya
total untuk menghasilkan tingkat output tertentu. Biaya total terdiri dari biaya
tetap total (TFC atau total fixed cost) dan biaya variabel total (TVC atau total
variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah meskipun output
berubah. Sedangkan biaya yang berkaitan langsung dengan output, yang
bertambah besar dengan meningkatnya produksi dan berkurang dengan
menurunnya produksi disebut biaya variabel. Secara matematis biaya total (TC)
dapat dirumuskan sebagai berikut (Lipsey et.al, 1995) :
TC = TFC + TVC
dimana :
TC = Total Biaya (Rp/periode tanam)
TFC = Total Biaya Tetap (Rp/periode tanam) TVC = Total Biaya Variabel (Rp/periode tanam)
Fungsi biaya merupakan suatu hubungan antara besarnya biaya produksi dengan
tingkat produksi. Grafik fungsi biaya dapat dilihat pada Gambar 4.
Keterangan :
Y : Produksi
TC : Total Biaya
TVC : Total Biaya Tetap TFC : Total Biaya Variabel
Gambar 4. Kurva Biaya Total Sumber : Lipsey et.al (1995)
TC, TVC, TFC
Y 0
TVC TC
26 Fungsi biaya merupakan suatu hubungan antara besarnya biaya produksi
dengan tingkat produksi. Grafik fungsi biaya dapat dilihat pada Gambar 4.
Berdasarkan Gambar 4, garis TFC adalah horizontal karena nilai TFC tidak
berubah dengan berapapun banyaknya barang yang diproduksi. Sedangkan garis
TVC bermula dari titik nol dan semakin lama semakin bertambah tinggi. Hal ini
menggambarkan bahwa ketika tidak ada produksi atau TVC = 0, semakin besar
produksi maka semakin besar nilai biaya variabel total (TVC). Kurva TC adalah
hasil dari penjumlahan kurva TFC dan TVC.
b. Teori Penerimaan dan Pendapatan
Penerimaan terbagi menjadi penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai
(diperhitungkan). Penerimaan tunai didefinisikan sebagai uang yang diterima dari
penjualan produk usahatani, sedangkan penerimaan tidak tunai merupakan
pendapatan yang bukan dalam bentuk uang. Total penerimaan usahatani adalah
jumlah total produksi yang dikalikan dengan harga jual produk (Rahim dan
Hastuti, 2008)
Menurut Debertin (1986) total penerimaan merupakan nilai produk total
yang diterima petani atau pengusaha, dimana penerimaan diperoleh dari jumlah
total produk yang dikalikan dengan harga jual atau harga pasar yang konstan.
Secara matematis, total penerimaan atau total pendapatan (total revenue) dapat
dirumuskan sebagai berikut:
TR = p. y
dimana :
TR = Total pendapatan/penerimaan (Rp)
p = Harga pasar (Rp)
y = Hasil produksi (satuan)
Total penerimaan atau total pendapatan yang dikurangi dengan total biaya yang
dikeluarkan disebut pendapatan bersih atau keuntungan (profit) yang diterima
petani. Pendapatan bersih atau keuntungan dapat dirumuskan sebagai berikut
27
π = TR – TC
dimana :
π = Pendapatan bersih/keuntungan (Rp)
TR = Total pendapatan/penerimaan (Rp)
TC = Total Biaya (Rp)
Untuk lebih menjelaskan mengenai pendapatan, berikut grafik yang
menggambarkan biaya total dan hasil penjualan total yang dapat dilihat pada
Gambar 5.
Pada Gambar 5 suatu usaha mengalami keuntungan jika kurva TR diatas
kurva TC. Antara titik TR dan titik TC mengalammi perpotongan pada tingkat
produksi statu komoditas. Perpotongan tersebut merupakan titik impas atau Break
Event Point (BEP).
Keterangan :
CR : Pendapatan dan Biaya
Y : Volume Penjualan
TR : Total Pendapatan
TC : Total Biaya
BEP : Break Event Point atau titik impas
a : Daerah Rugi
b : Daerah Laba
Gambar 5. Hubungan Biaya Total dan Hasil Penjualan Total Sumber : Lipsey et.al (1995)
TC TR
BEP CR
Y a
28 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Desa Citapen merupakan salah satu Desa dari 13 Desa yang ada di
Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Desa Citapen memiliki potensi
pengembangaan usahatani mentimun, dilihat dari topografi Desa Citapen yang
cocok untuk pengembangan sayuran.
Produktivitas mentimun di Desa Citapen mengalami fluktuasi
produktivitas, dimana pada tahun 2009 hingga 2010 para petani di kelompok tani
pondok menteng Desa Citapen melakukan usahatani selama empat periode
dengan luas lahan lima hektar, tetapi hasil atau produksi mentimun yang didapat
selama periode tersebut mengalami peningkatan dan penurunan produksi. Hal ini
menyebabkan adanya fluktuasi produktivitas (Gambar 2). Adanya fluktuasi
produktivitas mentimun di Desa Citapen disebabkan oleh beberapa kendala yang
dihadapi petani dalam melakukan usahatani mentimun. adanya fluktuasi
produktivitas diduga karena penggunaan input yang tidak sesuai sehingga output
yang dihasilkan mengalami penurunan. Oleh karena itu, melalui penggunaan
input yang sesuai dapat meningkatkan produktivitas.
Penelitian ini melakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi mentimun. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi
mentimun dengan fungsi risiko produksi Just and Pope, selain itu perlu
mengidentifikasi karakteristik petani responden yang diambil.
Petani menggunakan beberapa faktor produksi dalam membudidayakan
tanaman mentimun, dimana faktor produksi yang diduga berpengaruh dalam
produksi mentimun yaitu luas lahan, benih, pupuk kandang, pupuk ZA, pupuk
NPK, pupuk Urea, pupuk KCL, pupuk TSP, Tenaga kerja, dan pestisida. adanya
faktor produksi tersebut dapat mempengaruhi hasil produksi, hal tersbut dapat
menjadi penyebab risiko produksi tetapi ada pula faktor produksi yang dapat
mengurangi risiko produksi. Selain itu, hal tersebut dapat mempengaruhi tentang
pendapatan yang diterima petani dalam melakukan usahatani mentimun.
Oleh karena itu, penting untuk menganalisis tentang semua nilai
faktor-faktor produksi yang ada pada budidaya mentimun, guna untuk mengetahui
pengaruh yang terjadi pada masing-masing input atau faktor produksi yang akan
29 mentimun, penggunaan input seperti benih, pupuk kandang, kapur, pupuk kimia,
pupuk daun dan buah, pestisida, dan tenaga kerja sangat diperlukan. Besar
kecilnya penggunaan input produksi berpengaruh terhadap output yang
dihasilkan. Selain itu harga input dan harga output juga dapat mempengaruhi
biaya produksi dan penerimaan petani. Sehingga, besar kecilnya biaya produksi
serta penerimaan mempengaruhi pendapatan yang diterima oleh petani.
Pengumpulan data dilakukan dengan kuisioner yang diberikan kepada
petani mentimun pada Kelompok Tani Pondok Menteng di Desa Citapen. Secara
30 Gambar 6. Langkah-Langkah Pemikiran Operasional Analisis Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Risiko Produksi Mentimun (Cucumis sativus L.) di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor
Kegiatan Produksi Mentimun yang dilakukan para petani di Kelompok Tani Pondok Menteng, Desa Cipaten
Adanya Fluktuasi Produktivitas Mentimun Di Kelompok Tani Pondok Menteng
Desa Cipaten
Penggunaan Faktor-Faktor Produksi
1. Benih
2. Pupuk Kandang 3. Kapur
4. Pupuk Kimia 5. Pupuk D & B 6. Pestisida Padat 7. Pestisida Cair 8. Tenaga Kerja
Risiko Produksi Mentimun Sumber
Risiko Produksi 1. Cuaca dan
Iklim 2. Hama dan
Penyakit 3. Human Error
Pendapatan Petani di Kelompok Tani Pondok Menteng
31
IV.
METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan kepada para petani mentimun di Desa Citapen
Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor, khususnya kepada petani mentimun anggota
Kelompok Tani Pondok Menteng. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei hingga
Juni 2011. Pemilihan lokasi dilakukan dengan sengaja (purposive), dengan
pertimbangan bahwa Kecamatan Ciawi merupakan salah satu kecamatan yang ada
di kabupaten Bogor yang mengalami perkembangan produktivitas mentimun. Hal
tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Luas Tanam, Produksi dan Produktivitas Mentimun di Beberapa Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 2007-2008
No Kecamatan
2007 2008
Luas Tanam (Ha) Produksi (Ku) Produk tivitas (Ku/Ha) Luas Tanam (Ha) Produksi (Ku) Produk tivitas (Ku/Ha) 1. Cijeruk 53 4747 89,57 50 3667 73,34
2 Cigombong 18 1703 94,61 9 420 46,67
3 Caringin 13 2000 153,85 25 1990 79,6
4 Ciawi 44 2315 52,61 32 1734 54,18
5 Megamendung 27 3007 111,37 18 2433 135,17
6 Cisarua 7 1169 167,00 8 1267 158,37
7 Sukaraja 27 1196 44,29 17 1232 72,47
8 Citeureup 11 2170 197,27 10 2019 201,9
9 Babakan Madang 11 1538 139,82 8 612 76,5
10 Cibinong 24 2535 105,63 22 3182 144,64
Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2008 (diolah)
Dari sepuluh kecamatan di Kebaputan Bogor, Kecamatan Ciawi memiliki
luas tanam mentimun terbesar dibanding kecamatan lainnya. Selain itu
berdasarkan Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2008) Kecamatan
Ciawi memiliki kelompok pelaku usahatani sayuran yang sedang berkembang
32 Selain itu Desa Citapen memiliki topografi yang baik untuk tanaman
sayuran, penelitian dilakukan di Gapoktan Rukun Tani pada Kelompok Tani
Pondok Menteng di Desa Citapen berdasarkan jumlah anggota petani yang
dimiliki kelompok Tani Pondok Menteng lebih banyak dibanding Kelompok Tani
lainnya, serta mentimun merupakan salah satu komoditas unggulan di Desa
Citapen.
4.2 Data dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh melalui pengamatan langsung dilapangan dan wawancara
dengan pihak petani yang dipilih sebagai responden meliputi tentang gambaran
umum petani di Desa Citapen, dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah
dipersiapkan sebelumnya.
Untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi produksi budidaya
mentimun, maka diajukan pertanyaan-pertanyaan seperti luas lahan yang
digunakan, jumlah tanaman yang dimiliki, input yang digunakan, jumlah
penggunaan input dalam proses produksi, penggunaan tenaga kerja dalam
budidaya mentimun. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
instansi-instansi terkait baik pada tingkat Desa, Kecamatan, Kabupaten,
penyuluhan pertanian serta tingkat pusat seperti Dinas Pertanian, Kantor
Pemerintahan Daerah, serta Dinas yang terkait, data sekunder lainnya yang
digunakan diperoleh dari buku, artikel, dan literatur-literatur yang terkait dengan
penelitian ini.
4.3 Metode Pengambilan Sampel
Kecamatan Ciawi merupakan salah satu daerah dimana sebagian
masyarakatnya berprofesi sebagai petani, khususnya di bidang hortikultura. Para
petani bernaung dibawah Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN). Gapoktan
Rukun Tani memiliki enam kelompok tani yang bergerak dibidang budidaya
sayuran dan satu Kelompok Wanita Tani bergerak di bidang hasil olahan
usahatani. Enam kelompk tani tersebut yaitu Kelompok Tani Pondok Menteng,
33 Mandiri, Kelompok Tani Jaya, dan Kelompok Tani Sawah Lega, dan satu
Kelompok Wanita Tani Citapen Berkarya.
Pemilihan kelompok tani dilakukan secara sengaja (purposive) yaitu
Kelompok Tani Pondok Menteng sebagai sampel. Kelompok Tani Pondok
Menteng dipilih karena memiliki jumlah anggota terbanyak dari poktan lain yang
tergabung pada Gapoktan Rukun Tani. Jumlah petani yang ada di Kelompok Tani
Pondok Menteng sebanyak 104 dari 232 anggota yang tergabung dalam Gapoktan
Rukun Tani. Pengambilan responden juga dilakukan secara sengaja (purposive)
dimana mendapatkan kemudahan memperoleh informasi. Responden yang
diambil adalah para petani mentimun yang tergabung dalam Kelompok Tani
Pondok Menteng dimana informasi tersebut didapat dari wakil Gapoktan Rukun
Tani. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 35 orang untuk memenuhi aturan
umum secara statistik yaitu ≥ 30 orang karena sudah terdistribusi normal dan
dapat digunakan untuk memprediksi populasi yang diteliti. Adapun cara yang
diambil dalam mengambil sampel yaitu dipilih langsung.
4.4 Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara
dan diskusi dengan petani responden yang ada di daerah penelitian. Teknik
observasi dilakukan untuk melakukan pengamatan langsung tentang gambaran
umum petani di Desa Citapen. Sedangkan teknik wawancara dan diskusi dengan
para petani responden menggunakan daftar pertanyaan yang telah disusun terlebih
dahulu yang dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor produksi yang
mempengaruhi dalam budidaya mentimun
4.5 Metode Pengolahan Data
Dalam penelitian ini menggunakan metode analisis kualitif dan kuantitatif,
analisis kualitatif bertujuan untuk melihat keragaan atau mendeskriptifkan
kegiatan usahatani mentimun di daerah penelitian. Sedangkan untuk analisis
kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis faktor-faktor
34 secara kuantitatif menggunakan alat bantu model fungsi risiko produksi Just and
Pope, Microsoft Excel 2007, dan Eviews versi 6.
4.5.1 Model Just and Pope
Fungsi produksi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu fungsi produksi
Cobb-Douglas dalam bentuk logaritma natural. Adapun persamaan fungsi
produktivitas mentimun dan fungsi variance produktivitas adalah:
LnYit = β0+ β1LnX1it+ β2LnX2it+ β3LnX3it+ β4LnX4it+ β5LnX5it + β6LnX6it+ β 7LnX7it+ β8LnX8it+ ε
Lnσ2Y
it = θ0+ θ1ε2it-1+ θ2Ln σ2Yit-1+ θ3LnX1it-1+ θ4LnX2it-1+ θ5LnX3it-1 + θ6LnX4it-1+θ7LnX5it-1+ θ8LnX 6it-1 + θ9 LnX 7it-1 + θ10LnX 8it-1 + ε
dimana :
Y = Produktivitas Mentimun (kg/ha)
X1, X2,.., X8 = Faktor-faktor produksi
= Jumlah benih per musim tanam (gram/ha)
= Jumlah pupuk kandang per musim tanam (kg/ha) = Jumlah kapur per musim tanam (kg/ha)
= Jumlah pupuk kimia per musim tanam (kg/ha)
= Jumlah pupuk daun dan buah per musim tanam (kg/ha) = Jumlah pestisida padat per musim tanam (kg/ha) = Jumlah pestisida cair per musim tanam (liter/ha) = Jumlah tenaga kerja (HOK/Ha)
σ2
Y = Variance error produktivitas
ε = error
t = Musim
i = Petani Responden
β, θ = Konstanta
β1,β2,…,β8 = Koefisin parameter dugaan X1, X2,...,X8 θ3,θ4,…,θ10 = Koefisin parameter dugaan X1, X2,...,X8
Hipotesis :
β1,β2,…,β8 > 0,
35 4.5.3 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan untuk hasil dari model fungsi produksi yang
dihasilkan dari pengolahan data. Salah satu pengujian hipotesa yaitu Koefisien
determinasi dan uji-F.
1) Koefisien determinasi
Koefisien determinasi dapat digunakan untuk mengukur tingkat
kesesuaian (goodness of fit) model dugaan, yang merupakan ukuran deskriptif
tingkat kesesuaian antara data aktual dengan ramalannya. Koefisien determinasi
mengukur besarnya keragaman total data yang dapat dijelaskan oleh model,
sisanya (1- ) dijelaskan oleh komponen error. Semakin tinggi nilai berarti
model dugaan yang diperoleh semakin akurat untuk meramalkan variabel
dependent, atau dengan kata lain tingkat kesesuaian antara data aktual dengan
ramalannya semakin tinggi. Koefisien determinasi melihat sampai sejauh mana
besar keragaman yang diterangkan oleh parameter bebas (X) terhadap parameter
tidak bebas (Y). Menurut Gujarati (1993) Koefisien determinasi dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Dimana :
Σet² = Jumlah kuadrat unsur sisa (galat)
Σyt² = Jumlah kuadrat total
2) Pengujian Parameter Model (Uji F)
Tujuan pengujian ini adalah untuk melihat apakan variabel bebas yang
digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata pada variabel tak bebas
(independent). Menurut Gujarati (1993) Uji statistic yang digunakan adalah uji F
- Uji – F untuk fungsi produksi rata-rata
Hipotesis :
36 H1 : salah satu dari β ada
- Uji – F untuk fungsi produksi variance
Hipotesis :
H0 : θ 0 = 0 ; i = 1,2,3,...,8
H1 : salah satu dari θ ada
Untuk pengujian kedua fungsi produksi tersebut maka uji statistic yang
digunakan adalah uji F, sebagai berikut :
Dimana :
R2 = Koefisien determinasi
K = Jumlah variabel bebas
n = Jumlah sampel
Kriteria uji
F-hitung > F-tabel (k-1, n-k), maka tolak H0 F-hitung < F-tabel (k-1, n-k), maka terima H0
Jika tidak menggunakan tabel maka dapat dilihat nilai P dengan criteria uji
sebagai berikut :
P-value < α , maka tolak H0
P-value > α, maka terima H0
Apabila F-hitung > F-tabel atau P-value < α maka secara bersama-sama
variabel bebas dalam proses produksi mempunyai pengaruh yang nyata terhadap
produksi. Sedangkan apabila F-hitung < F-tabel atau P-value > α maka secara
bersama-sama variabel bebas dalam proses produksi tidak berpengaruh secara
37 4.5.4 Hipotesis
1. Hipotesis untuk fungsi produksi rata-rata
Hipotesis yang digunakan sebagai dasar pertimbangan adalah bahwa semua
faktor produksi berpengaruh positif terhadap rata-rata hasil produksi mentimun.
Adapun penjelasan hipotesis tersebut adalah :
a. Benih ( )
> 0, artinya semakin banyak benih yang digunakan dalam proses
produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun semakin meningkat
b. Pupuk Kandang ( )
> 0, artinya semakin banyak pupuk kandang yang digunakan dalam
proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun semakin
meningkat
c. Kapur ( )
> 0, artinya semakin banyak kapur yang digunakan dalam proses
produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun semakin meningkat
d. Pupuk Kimia ( )
> 0, artinya semakin banyak pupuk kimia yang digunakan dalam
proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun semakin
meningkat
e. Pupuk Daun dan Buah ( )
> 0, artinya semakin banyak pupuk daun dan buah yang digunakan
dalam proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun
semakin meningkat
f. Pestisida Padat ( )
> 0, artinya semakin banyak pestisida padat yang digunakan dalam
proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun semakin
meningkat
g. Pestisida Cair ( )
> 0, artinya semakin banyak pestisida cair yang digunakan dalam
proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun semakin
38
h. Tenaga Kerja ( )
> 0, artinya semakin banyak tenaga kerja yang digunakan dalam proses
produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun semakin meningkat
2. Hipotesis fungsi produksi variance
Hipotesis yang digunakan sebagai dasar pertimbangan adalah bahwa semua
faktor produksi berpengaruh positif terhadap variance hasil produksi mentimun.
Adapun penjelasan hipotesis tersebut adalah :
a. Benih ( )
> 0, artinya semakin banyak benih yang digunakan dalam proses
produksi maka variance hasil produksi mentimun semakin meningkat. Hal
ini berarti benih merupakan faktor yang menimbulkan risiko
b. Pupuk Kandang ( )
> 0, artinya semakin banyak pupuk kand