• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Risiko Produksi dan Pengaruh Faktor-Faktor Produksi Terhadap Risiko Produksi Komoditas Pertanian

KABUPATEN BOGOR

USAHATANI MENTIMUN 65 6.1 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produks

2.2 Analisis Risiko Produksi dan Pengaruh Faktor-Faktor Produksi Terhadap Risiko Produksi Komoditas Pertanian

Risiko produksi merupakan peluang penurunan hasil produksi dari hasil yang diharapkan. Dalam melakukan produksi adanya kegagalan dalam melakukan produksi merupakan suatu risiko produksi, berbagai sumber risiko seperti kondisi iklim dan cuaca yang tidak dapat diprediksi, serangan hama dan penyakit yang sulit untuk dikendalikan, dan kesalahan dari manusia (human error). Hal tersebut mengidikasikan terjadinya risiko produksi yaitu adanya senjang produktivitas

13 antara produktivitas yang seharusnya dan produktivitas yang dihasilkan oleh petani tersebut.

Terdapat beberapa penelitian yang menganalisis mengenai risiko produksi, diantaranya Ginting (2009), Sembiring (2010), dan Safitri (2009). Komoditas sayuran merupakan objek dari ketiga penelitian tersebut. Dimana menurut ketiga penelitian tersebut adanya risiko produksi berindikasi pada terjadinya fluktuasi produksi atau produktivitas sehingga berpengaruh terhadap penurunan pendapatan. Dari ketiga penelitian tersebut sumber risiko yang banyak menyebabkan terjadinya risiko produksi antara lain iklim dan cuaca yang sulit untuk diprediksi, dan serangan hama dan penyakit yang sulit untuk dikendalikan. Selain sumber risiko tersebut ada risiko produksi lainnya, dimana menurut Ginting (2009) adanya kegagalan dalam penggunaan teknologi pengukusan dan kualitas atau keterampilan tenaga kerja yang kurang baik, Sembiring (2010) adanya kegagalan penggunaan teknologi dalam penanaman lahan terbuka dan greenhouse, sedangkan Safitri (2009) tingkat kesuburan lahan merupakan salah satu risiko produksi yang dihadapi.

Berdasarkan ketiga penelitian tersebut, dalam menganalisis risiko produksi

menggunakan perhitungan variance, standard deviation, dan coefficient varian.

Ginting (2009) dalam usaha spesialisasi jamur tiram putih pada Cempaka Baru menghadapi risiko produksi sebesar 0,32. Artinya untuk setiap satu satuan hasil produksi yang diperoleh Cempaka Baru maka risiko (kerugian) yang dihadapi adalah sebesar 0,32 satuan. Selain itu peneliti memperhitungkan nilai expected return dimana diperoleh hasil sebesar 0,25. Artinya, usaha Cempaka Baru dapat mengharapkan perolehan hasil sebanyak 0,25 kilogram per baglog untuk setiap baglog jamur tiram putih.

Menurut Sembiring (2010) dimana risiko produksi tertinggi berdasarkan

produktivitasnya pada The Pinewood Organic Farm adalah komoditas brokoli

yaitu 0,54, untuk risiko produksi yang terendah yaitu caisin yaitu 0,24. Hal ini disebabkan karena brokoli sangat rentan terhadap penyakit terutama kondisi cuaca yang tidak pasti, sehingga mengakibatkan produktivitas tanaman brokoli mengalami risiko yang tinggi. Sedangkan untuk pendapatan bersih diperoleh risiko yang tinggi adalah komoditas brokoli yaitu sebesar 0,8 dan untuk yang

14 paling rendah yaitu tomat sebesar 0,48. Sedangkan penelitian Safitri (2009) pada usaha daun potong di PT Pesona Daun Mas Asri, berdasarkan produktivitasnya philodendron marble mempunyai nilai variance yang lebih tinggi dibandingkan

dengan asparagus bintang yaitu sebesar 0,48. Standar deviation pada

philodendron marble mempunyai nilai lebih tinggi dibandingkan dengan asparagus bintang yaitu 0,69. Berdasarkan pendapatan bersih bahwa asparagus bintang memiliki risiko produksi paling tinggi dibandingkan philodendron marble.

Pada ketiga penelitian analisis risiko produksi yang telah dipaparkan, analisis jamur tiram putih tidak dapat dibandingkan dengan komoditas lain apakah hasil risiko tersebut termasuk berisiko tinggi atau rendah karena hanya memperhitungkan risiko dengan satu komoditas, berbeda dengan Sembiring (2010) dan Safitri (2009) dimana besarnya risiko produksi dapat dibandingkan antara risiko yang lebih tinggi dan risiko yang lebih rendah.

Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Persamaan yang paling menonjol adalah penelitian ini sama-sama

menganalisis risiko produksi dengan menggunakan variance. Dalam penilaian

variance ini memiliki perbedaan, dimana penilaian variance pada penelitian ini berdasarkan variance dari fungsi produksi, dimana fungsi produksi dibangun dari beberapa faktor-faktor produksi yang digunakan. Sehingga, risiko produksi dilihat

berdasarkan pengaruh penggunaan faktor-faktor produksi yang akan

mempengaruhi jumlah produksi dengan menggunakan model fungsi risiko Just dan Pope. Selain itu, perbedaan lain penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada komoditas yang menjadi objek penelitian, dimana penelitian ini hanya meneliti hortikultura yaitu mentimun, sedangkan Ginting (2009) meneliti tentang jamur tiram putih dan Sembiring (2010) meneliti tentang beberapa jenis sayuran organik, serta Safitri (2009) meneliti tentang daun potong.

Faktor produksi sangat menentukan besar-kecilnya produksi yang diperoleh, dimana faktor produksi dikenal dengan istilah input, production factor, dan korbanan produksi. Faktor produksi terpenting diantara faktor yang lainnya adalah faktor produksi lahan, modal, obat-obatan, tenaga kerja, dan aspek manajemen. Hubungan antara faktor produksi (input) dan hasil produksi (output)

15

biasanya disebut dengan fungsi produksi atau juga disebut dengan factor

relationship (Soekartawi, 1993). Dalam prakteknya, penggunaan faktor produksi juga masih dipengaruhi oleh faktor lain diluar kontrol manusia, seperti serangan hama-penyakit, serta cuaca dan iklim. Faktor-faktor produksi tersebut dikenal dengan istilah risiko. Adapun fungsi produksi yang pada umumnya digunakan adalah fungsi Cobb-Douglass.

Terdapat dua penelitian yang menganalisis mengenai faktor-faktor produksi, yaitu Losinger (2006), Koundouri and Nauges (2005), dan Fariyanti et.al. (2007). Ketiga penelitian tersebut menggunakan analisis model fungsi

produksi Cobb-Douglass untuk menduga faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi produksi pada masing-masing komoditas. Losinger (2006) menggunakan model fungsi risiko produksi Just and Pope serta untuk fungsi

varian menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas. Variabel pemilihan

didasarkan pada seleksi forward-stepwise (Losinger et al. 2000).

Pada usaha produksi ikan patin, luasan lahan menunjukkan nilai koefisien negatif, artinya kenaikan luas lahan perikanan menyebabkan berkurangnya

variabilitas produksi per hektar. Selain itu, nilai mean menunjukkan bahwa hasil

harapan per hektar juga meningkat jika ukuran lahan perikanannya meningkat. Ukuran kolam tidak berpengaruh signifikan terhadap hasil yang diharapkan per hektar, terutama dibandingkan dengan luas lahan, padat tebar dan pakan. Namun, hasil deskriptif dasar dari data survei yang membentuk dasar penelitian ini menunjukkan bahwa hasil maksimum per hektar terjadi pada perikanan patin dengan tambak rata-rata ukuran 5,3-6,1 hektar, dimana varian produksi menunjukkan tanda-tanda peningkatan ukuran kolam rata-rata di kisaran 5,3-6,1 hektar. Perikanan dengan lebih banyak kolam yang lebih kecil mungkin lebih cenderung memiliki kolam yang bebas penyakit, tetapi mengalami penurunan produksi dalam varian. Dengan demikian, petani patin yang peduli dengan kedua hasil harapan dan varian, mungkin ingin berkonsentrasi pada kolam bangunan yang kira-kira 5,3 ha.

Sama halnya dengan Losinger (2006), Koundouri and Nauges (2005)

menggunakan model fungsi risiko produksi Just and Pope dengan fungsi Cobb-

16 didapat yaitu dalam budidaya sayuran atau sereal dipengaruhi oleh karakteristik kualitatif dari input dan input produksi. Dalam budidaya sayuran atau sereal kemungkinan nilai positif atau negatif dipengaruhi oleh proposi bidang tanah yang irigasi, karena budidaya sayuran membutuhkan air lebih banyak dari sereal. Variabel-variabel sebagai penentu yang dimasukan kedalam setiap fungsi produksi yaitu input variabel pestisida, tenaga kerja, air, pupuk, investasi dalam mesin, curah hujan, luas total irigasi, jarak dan tahun pengalaman dalam pertanian. Estimasi model fungsi produksi dalam setiap kasus menunjukan data cross section 0,8 untuk kelompok produsen sayur dan 0,83 untuk kelompok sereal. Masing-masing laporan parameter dari fungsi risiko diperkirakan dengan dan tanpa koreksi selekktivitas untuk semua input variabel bagi petani sayuran dan petani sereal. Kontribusi setiap masukan untuk varians ditemukan berbeda tergantung pada selektivitas. Lebih tepatnya, meskipun tenaga kerja yang ditemukan memiliki risiko meningkat sedangkan pupuk tidak mempengaruhi risiko produksi secara signifikan ketika selektivitas, tetapi ditemukan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap risiko ketika selektivitas bias. Dalam kasus pestisida, masukan ini ditemukan peningkatan risiko hanya ketika selektivitas diperhitungkan. Tenaga kerja dan air ditemukan menjadi masukan risiko penurunan dalam kedua model (pada tingkat tinggi signifikansi), tetapi besarnya efek bervariasi dari satu model ke model lain.

Sedangkan menurut Fariyanti et.al. (2007) faktor-faktor produksi

komoditas sayuran kentang dan kubis yang mempengaruhi rata-rata hasil produksi dan variasi hasil produksi yaitu luas lahan garapan, benih, pupuk urea, pupuk TSP, pupuk KCL, pestisida, dan tenaga kerja. Pada fungsi produksi komoditas kentang, pupuk TSP dan pupuk KCL memiliki tanda negatif. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan kedua pupuk tersebut dalam jumlah yang besar yang dilakukan petani responden yang dikarenakan tingkat kesuburan lahan yang semakin menurun. Sedangkan, pada komoditas kubis, benih kubis mempunyai tanda negatif hal tersebut berarti penggunaan benih telah melebihi standar normal sehingga dapat menurunkan rata-rata hasil produksi. Berdasarkan persamaan Variance error produksi pada komoditas kentang, faktor yang mengurangi risiko produksi yaitu penggunaan benih, luas garapan, dan pestisida. Sedangkan faktor

17 yang menimbulkan risiko produksi pada komoditas kentang yaitu pupuk urea, pupuk TSP, dan pupuk KCL. Pada komoditas kubis yang menjadi pengurang risiko produksi yaitu penggunaan benih, pupuk urea, pupuk NPK, dan tenaga kerja. Dan faktor yang menimbulkan risiko produksi pada komoditas kubis yaitu penggunaan lahan dan pestisida. Berdasarkan hasil analisis dengan model GARCH (1,1) kedua komoditas tersebut, parameter error kuadrat produksi musim sebelumnya dan variance error produksi musim sebelumnya bertanda positif. Hal tersebut berarti semakin tinggi risiko produksi pada musim sebelumnya, maka semakin tinggi risiko produksi pada musim selanjutnya.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada objek penelitian yang digunakan, lokasi penelitian, dan beberapa faktor produksi yang digunakan. Selain itu, penelitian ini tidak hanya menganalisis faktor-faktor produksi terhadap jumlah produksi mentimun dengan menggunakan fungsi

produksi Cobb-Douglass, dimana faktor-faktor produksi yang di duga

mempengaruhi adalah benih, pupuk kandang, kapur, pupuk kimia, Pupuk daun dan buah, pestisida padat dan cair,serta tenaga kerja. Penentuan faktor-faktor produksi ini di dasarkan pada input-input yang memang digunakan petani. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini yaitu perhitungan analisis ini dengan berdasarkan fungsi model risiko Just dan Pope dengan alat analisis model GARCH (1,1). Model fungsi risiko produksi Just and Pope merupakan

suatu gabungan antara mean dan variance yang dihasilkan. Oleh karena itu untuk

mengetahui pengaruh input atau faktor-faktor produksi apa saja yang dapat mengakibatkan terjadinya risiko, yaitu menggunakan model fungsi risiko produksi Just and Pope.

18

III.

KERANGKA PEMIKIRAN