• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemetaan Dan Strategi Pengembangan Agroindustri Jamu Instan Di Kabupaten Karanganyar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pemetaan Dan Strategi Pengembangan Agroindustri Jamu Instan Di Kabupaten Karanganyar"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

PEMETAAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN

AGROINDUSTRI JAMU INSTAN DI KABUPATEN

KARANGANYAR

SKRIPSI

Oleh :

Ananda Putuarta

H 0808068

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

PEMETAAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN

AGROINDUSTRI JAMU INSTAN DI KABUPATEN

KARANGANYAR

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Program Studi Agribisnis

Oleh :

Ananda Putuarta

H 0808068

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2013

(3)

commit to user

iii

PEMETAAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN

AGROINDUSTRI JAMU INSTAN DI KABUPATEN

KARANGANYAR

Oleh :

Ananda Putuarta

H 0808068

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji

pada tanggal 28 Desember 2012

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Dewan Penguji

Penguji I

Prof. Dr. Ir. Suprapti Supardi, MP. NIP. 194808081976122001

Penguji II

Nuning Setyowati, SP. M.Sc. NIP. 198203252005012001

Penguji III

Wiwit Rahayu, SP. MP. NIP. 197111091997032004

Surakarta, Januari 2013

Mengetahui,

Universitas Sebelas Maret

Fakultas Pertanian

Dekan

(4)

commit to user

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan

penelitian dan menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik dan lancar. Skripsi

yang berjudul Pemetaan dan Strategi Pengembangan Agroindustri Jamu Instan di

Kabupaten Karanganyar ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna

memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Univesitas Sebelas

Maret Surakarta.

Pelaksanaan penelitian serta proses penyelesaian skripsi ini dapat

terlaksana dengan lancar berkat dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,

penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto MS selaku Dekan Fakultas

Pertanian Universitas Sebelas Maret.

2. Bapak Dr. Ir. Mohd. Harisudin, MSi. selaku Ketua Program Studi Agribisnis,

Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.

3. Ibu Nuning Setyowati SP. MSc selaku Ketua Komisi Sarjana, serta

pembimbing pendamping skripsi atas kebijaksanaan dalam memberikan

bimbingan, nasehat, dan pengertian dalam proses konsultasi dan penyusunan

skripsi.

4. Ibu Prof. Dr. Ir. Suprapti Supardi MP. selaku pembimbing utama atas

kebaikan, bimbingan, kritik dan saran serta tambahan pengetahuan yang

sangat berharga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar.

5. Ibu Wiwit Rahayu SP. MP. Selaku dosen penguji atas bimbingan, nasehat,

pengertian, kritik dan saran serta tambahan pengetahuan yang sangat berharga

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan hasil yang memuaskan.

6. Kesbanglinmas, Bappeda, Desperindagkop, Dinas Pertanian, Badan Pusat

Statistik, Semua staff kantor kecamatan yang ada di Kabupaten Karanganyar

yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

7. Almarhum Bapak tercinta Bapak Anarta dan Almarhum Kakek tercinta Bapak

(5)

commit to user

v

Kusmiyati. Ibu Suyamti nenek saya tercinta, Dik Dinda dan dik dimas serta

semua yang ada di rumah.

8. Sahabat-sahabatku tercinta Mas abid, nur, ragil, indra, ragil, ami, sidiq,

machalie, ibhe, rendi, nandika dll. Tidak lupa mba galuh, bersama geng sari,

dik tami, uli, aik, riana a, riana d, carin, mesti, puput, reni, puri, anggun, ocha,

resty, maria, bundo, mba tyas, tante riska dll. Terima kasih atas persahabatan

yang telah kalian berikan.

9. Segenap keluarga besar Agribisnis angkatan 2008, yang tidak dapat

disebutkan satu per satu. Terima kasih atas kebersamaannya selama kuliah ini.

10. Segenap keluarga besar KAMAGRISTA FP UNS (Keluarga Mahasiswa

Agribisnis Pertanian) Terima kasih atas kebersamaan dan persabatan kalian.

Satukan Tekad Meraih Asa, Jaya Kamagrista !!!

11. Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan

penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu,

terima kasih atas bantuannya selama ini.

Sebagai salah satu tahapan dalam proses pembelajaran, penulis menyadari

bahwa tulisan ini tak luput dari segala kekurangan. Untuk itu penulis memohon

maaf atas segala kekurangan dan keterbatasan penulis serta mengharapkan kritik

dan saran yang membangun. Sebagai penutup semoga skripsi ini dapat bermanfaat

bagi pembaca.

Surakarta, Januari 2013

Penulis

(6)

commit to user

v

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah ... 20

D. Asumsi ... 26

E. Pembatasan Masalah ... 26

F. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel ... 26

III. METODE PENELITIAN ... 29

A. Metode Dasar Penelitian ... 29

B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian ... 29

C. Jenis dan Sumber Data ... 32

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 52

(7)

commit to user

vi

B. Potensi (Posisi) Agroindustri Jamu Instan pada Tingkat Kecamatan di Kabupaten Karanganyar melalui Pendekatan

Metode Perbandingan Eksponensial ... 54

C. Hasil Analisis Potensi (Posisi) Agroindustri Jamu Instan pada TingkatKabupaten melalui Pendekatan Metode Borda ... 66

D. Strategi Pengembangan Agroindustri Jamu Instan di Kabupaten Karanganyar... 68

E. Rantai Nilai (Value Chain) Agroindustri Jamu Instan di Kabupaten Karanganyar... 80

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 85

A. Kesimpulan ... 85

B. Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 89

(8)

commit to user

vii

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

Tabel 1. Produksi Tanaman Biofarmaka di Kabupaten

Karanganyar, 2010. ... 3

Tabel 2. Produksi Tanaman Jahe dan Kunyit Provinsi Jawa

Tengah, 2010.. ... 30

Tabel 3. Matriks SWOT ... 38

Tabel 4. Jenis Tanah Menurut Kecamatan di Kabupaten

Karanganyar, 2010 ... 41

Tabel 5. Penggunaan Wilayah di Kabupaten Karanganyar,

2010... 42

Tabel 6. Perkembangan Penduduk Kabupaten Karanganyar,

2006 –2010... 44

Tabel 7. Komposisi Penduduk Kabupaten Karanganyar

menurut Jenis Kelamin, 2010 ... 45

Tabel 8. Komposisi Penduduk Kabupaten Karanganyar

Menurut Kelompok Umur, 2010... 46

Tabel 9. Komposisi Penduduk Kabupaten Karanganyar

Menurut Tingkat Pendidikan, 2010 ... 47

Tabel 10. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di

Kabupaten Karanganyar, 2010... 48

Tabel 11. Luas Panen dan Produksi Tanaman Pangan di

Kabupaten Karanganyar, 2010... 49

Tabel 12. Industri Menurut Skala Usaha di Kabupaten

Karanganyar, 2010 ... 49

Tabel 13. Peta (Sebaran) Agroindustri Jamu Instan di Kabupaten

(9)

commit to user

viii

Tabel 14. Posisi (Potensi) Agroindustri Jamu Instan di

Kecamatan Jatipuro Menggunakan Pendekatan Metode

Perbandingan Eksponensial, 2011 ... 55

Tabel 15. Posisi (Potensi) Agroindustri Jamu Instan di

Kecamatan Jenawi Menggunakan Pendekatan Metode

Perbandingan Eksponensial, 2011 ... 56

Tabel 16. Posisi (Potensi) Agroindustri Jamu Instan di

Kecamatan Jumantono Menggunakan Pendekatan

Metode Perbandingan Eksponensial, 2011 ... 58

Tabel 17. Posisi (Potensi) Agroindustri Jamu Instan di

Kecamatan Jumapolo Menggunakan Pendekatan

Metode Perbandingan Eksponensial, 2011 ... 59

Tabel 18. Posisi (Potensi) Agroindustri Jamu Instan di

Kecamatan Karanganyar Menggunakan Pendekatan

Metode Perbandingan Eksponensial, 2011 ... 61

Tabel 19. Posisi (Potensi) Agroindustri Jamu Instan di

Kecamatan Kerjo Menggunakan Pendekatan Metode

Perbandingan Eksponensial, 2011 ... 62

Tabel 20. Posisi (Potensi) Agroindustri Jamu Instan di

Kecamatan Ngargoyoso Menggunakan Pendekatan

Metode Perbandingan Eksponensial, 2011 ... 64

Tabel 21. Posisi (Potensi) Agroindustri Jamu Instan di

Kecamatan Tawangmangu Menggunakan Pendekatan

Metode Perbandingan Eksponensial, 2011 ... 65

Tabel 22. Potensi Agroindustri Jamu Instan pada tingkat

Kecamatan di Kabupaten Karanganyar, 2011 ... 66

Tabel 22. Potensi Agroindustri Jamu Instan Di Tingkat

Kabupaten Karanganyar Melalu Pendekatan Metode

(10)

commit to user

ix

Tabel 23. Matriks SWOT Strategi Pengembangan Agroindustri

Jamu Instan di Kabupaten Karanganyar, 2011 ... 70

Tabel 24. Rantai Nilai (Value Chain) Agroindustri Jamu instan

(11)

commit to user

x

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

Gambar 1 Peta Rantai Nilai (Chain Map) Batik dan Produk

Batik di Kota Surakarta. ... 11

Gambar 2. Kerangka Teori Pendekatan Masalah ... 25

Gambar 3. Rantai nilai (Value Chain) Agroindustri Jamu Instan

(12)

commit to user

xi

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Peta (Sebaran) Agroindustri Jamu Instan di Kabupaten

Karanganyar, 2011 ... 92

2. Identifikasi potensi agroindustri jamu instan pada

tingkat kecamatan di Kabupaten Karanganyar

(Pendekatan Metode Perbandingan Eksponensial) ... 94

3. Identifikasi Potensi agroindustri jamu instan pada

tingkat kabupaten di Kabupaten Karanganyar

(Pendekatan Metode Borda) ... 113

4. Quisioner Penelitian ... 116

(13)

commit to user

xii

RINGKASAN

Ananda Putuarta. H 0808068. 2012. “Pemetaan dan Strategi

Pengembangan Agroindustri Jamu Instan di Kabupaten Karanganyar”.

Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Suprapti Supardi MP. dan Nuning Setyowati, SP. MSc. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi peta sebaran, mengidentifikasi potensi di tingkat kecamatan, mengidentifikasi potensi di tingkat kabupaten, merumuskan strategi pengembangan, dan mengidentifikasi peta rantai nilai (value chain map) agroindustri jamu instan di Kabupaten Karanganyar.

Metode dasar penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitis. Pemilihan tempat penelitian dan responden dilakukan secara purposive (sengaja) yaitu di 17 kecamatan di Kabupaten Karanganyar dengan responden yaitu Petugas Operasional Pertanian, Koordinator Statistik Kecamatan, dan Ketua Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan yang diasumsikan memahami kondisi agroindustri pedesaan di wilayahnya. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara, dan pencatatan. Analisis data meliputi pemetaan, identifikasi potensi tingkat kecamatan dengan Metode Perbandingan Eksponensial, identifikasi potensi tingkat kabupaten dengan Metode Borda, perumusan strategi pengembangan dengan analisis SWOT serta identifikasi

Value Chain Map pada agroindustri jamu instan di Kabupaten Karanganyar.

(14)

commit to user

xiii

SUMMARY

Ananda Putuarta. H 0808068. Of 2012. "Mapping and Agroindustry Development Strategy Of Instant Herbal in Karanganyar Regency". Mentored by prof. Dr. Ir. Suprapti Supardi MP. and Nuning Setyowati, SP. MSc. Faculty of Agriculture. Sebelas Maret University Surakarta.

The purposes of this research were to identify the distribution map, the position at the subdistrict level, regency-level position, strategy development, and agroindustry value chain map of instant herbal in Regency Karanganyar.

Basic method of research used was analytic descriptive method. Place and respondents performed purposively, that were 17 subdistricts in Karanganyar Regency. The respondents were the Agricultural Operations Officer, Subdistrict Statistical Coordinator, and Chair of the Rural Community Empowerment which assumed to have a contribution associated with the development of Instant Herbal Agroindustry in every subdistrict in Karanganyar Regency. The data were used in this research is primary and secondary data. Data was collected by observation, interviews and recording. Data analysis involves mapping, identification of positions at subdistrict level by Exponential Comparison Method approach, identification of level positions Regency Karanganyar by Borda Method approach, Development Strategy and identification of Value Chain Map at Agroindustry Instant Herbal in Karanganyar Regency.

(15)

commit to user

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sektor pertanian tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan nasional

Indonesia. Peran sektor pertanian selain mensuplai makanan pokok dan bahan

baku bagi sektor lain juga berperan dalam menyediakan lapangan pekerjaan

serta devisa bagi Indonesia. Menurut data FAO (Food and Agriculture

Organization), sejak tahun 2005 – 2011, jumlah tenaga kerja sektor pertanian

mengalami penurunan rata-rata 0,6% per tahun. Namun di sisi lain, pada

rentang waktu 2003 – 2009, rata-rata pertumbuhan GDP (Gross domestic

product) pertanian Indonesia per tahun mencapai 3,6%. Dengan melihat peran

penting dari sektor pertanian maka pembangunan sektor pertanian secara

komprehensif dan holistik menjadi suatu keharusan (Nugroho, 2011:56)

Indonesia harus kompetitif untuk mempertahankan pertumbuhan

ekonominya di era perdagangan bebas, dimana persaingan global semakin

ketat. Salah satu cara untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi adalah

dengan meningkatkan pembangunan pada sektor primer, utamanya sektor

pertanian. Salah satu sub sektor pertanian adalah sub sektor perkebunan.

Sektor perkebunan mempunyai keunggulan kompetitif dibandingkan sektor

non migas lainnya disebabkan antara lain oleh adanya lahan yang belum

dimanfaatkan secara optimal dan berada di kawasan dengan iklim yang

menunjang serta adanya tenaga kerja yang cukup tersedia dan melimpah

(Hanapi, 2011:381).

Perkebunan dapat ditanami oleh tanaman keras/industri seperti kakao,

kelapa, teh, atau tanaman hortikultura. Menurut Direktorat Jenderal

Hortikultura (2012:1) sayuran dan tanaman obat merupakan salah satu

komoditas hortikultura yang berkembang pesat di Indonesia baik dari segi

jumlah produksi maupun mutunya. Sayuran dan tanaman obat merupakan

komoditas yang esensial dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia akan

kalori, vitamin, mineral, serat dan anti oksidan alami. Kontribusi agribisnis

(16)

sayuran dan tanaman obat pada tahun 2010 terhadap pembentukan PDB

(Produk Domestik Bruto) sub sektor hortikultura cukup besar, yaitu sebesar

35,10%. Pembangunan hortikultura termasuk sayuran dan tanaman obat yang

potensial di suatu wilayah merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan

perekonomian wilayah, yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saing

wilayah tersebut.

Tanaman obat-obatan juga disebut dengan tanaman biofarmaka.

Tanaman Biofarmaka adalah tanaman yang bermanfaat untuk obat-obatan,

kosmetik dan kesehatan yang dikonsumsi atau digunakan dari bagian-bagian

tanaman seperti daun, batang, bunga, buah, umbi (rimpang) ataupun akar.

Tanaman biofarmaka dibedakan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama

adalah tanaman biofarmaka rimpang yang terdiri dari; jahe, laos/lengkuas,

kencur, kunyit, lempuyang, temulawak, temuireng, temukunci dan

dlingo/dringo. Kelompok kedua adalah tanaman biofarmaka non rimpang

yang terdiri dari kapulaga, mengkudu/pace, mahkota dewa, kejibeling,

sambiloto dan lidah buaya (Anonim, 2012).

Masyarakat Indonesia sudah tidak asing dengan berbagai tanaman

biofarmaka karena secara turun temurun telah menggunakannya sebagai obat

tradisional yang dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Obat

tradisional yang terbuat dari tanaman biofarmaka disebut sebagai jamu.

Menurut Kusnandar (2009b:49), Keanekaragaman hayati yang dimiliki

Indonesia pada satu sisi dan kecenderungan masyarakat dunia untuk kembali

ke yang alami pada sisi lain merupakan peluang besar bagi pengembangan

produk jamu instan (obat tradisional). Indikasi utama tren back to nature ini

ditunjukkan dengan peningkatan produk-produk konsumsi untuk kesehatan

Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi

Jawa Tengah yang memiliki tingkat kesuburan tanah yang sangat baik. Oleh

karena itu daerah Karanganyar cocok untuk ditanami berbagai jenis tanaman,

baik komoditi pertanian, perkebunan, maupun kehutanan. Salah satu tanaman

(17)

commit to user

tanaman biofarmaka seperti jahe, kencur, kunir dll.

(BPS Kabupaten Karanganyar, 2010:153).

Berikut ini merupakan data produksi tanaman biofarmaka di

Kabupaten Karanganyar.

Tabel 1. Produksi Tanaman Biofarmaka di Kabupaten Karanganyar, 2010.

Komoditas Luas Panen (Ha) Produktivitas Produksi (Ton/Ha) (Ton)

Jahe 135,1102 16,7 2.266,036

Lengkuas 52,8175 16,9 893,981

Temulawak 24,1990 12,1 294,954

Dringo 0,0021 9 0,170

Lempuyang 15,4587 17,3 269,749

Lidah Buaya 1,0100 98,1 101,448

Sumber : Dinas Pertanian TPH Jawa Tengah, 2011.

Berdasarkan Tabel 1, Kabupaten Karanganyar memiliki berbagai

tanaman biofarmaka dengan produksi yang melimpah. Tanaman biofarmaka

di Kabupaten Karanganyar antara lain adalah jahe, lengkuas, temulawak,

dringo, lempuyang, lidah buaya, kapulaga, mengkudu, mahkota dewa,

kejibeling, sambiloto, kencur, temu ireng, kunyit dan temu kunci. Tanaman

biofarmaka dengan produksi tertinggi adalah jahe sebanyak 2.266,036 Ton.

Pemerintah Kabupaten Karanganyar pada tahun 2009 mulai berusaha

untuk mengembangkan tanaman biofarmaka dengan dibentuknya kluster

tanaman biofarmaka yang berpusat di Kecamatan Jumantono, Mojogedang,

Kerjo, Jatipuro, Jumapolo dan Ngargoyoso. Tujuan dibentuknya klaster

biofarmaka di Kabupaten Karanganyar adalah untuk meningkatkan jumlah

(18)

prasarana yang memadai dan tepat guna, dapat terbentuknya home industry

klaster biofarmaka (simplisia, tepung dan jamu instan) sehingga berperan

dalam penciptaan lapangan kerja masyarakat dan untuk meningkatkan

kesejahteraan para anggota klaster (Anonim, 2011).

Kabupaten Karanganyar berusaha untuk mendorong peningkatan

pendapatan masyarakat dengan mengoptimalkan sumberdaya lokal. Dengan

tersedianya sumber daya lokal yang cukup melimpah seperti produksi

tanaman biofarmaka akan dapat menunjang dalam perkembangan agroindustri

jamu instan di Kabupaten Karanganyar. Tanaman biofarmaka seperti jahe,

kencur, kunir, dll, merupakan bahan baku dalam agroindustri jamu instan.

Jamu instan merupakan jamu siap saji yang berbentuk serbuk seduhan.Selain

itu dengan berkembangnya agroindustri jamu instan akan mampu

meningkatkan nilai jual dari tanaman biofarmaka sehingga dapat

meningkatkan taraf hidup para petani. Agroindustri jamu instan yang

dilakukan di Kabupaten Karanganyar adalah usaha pembuatan jamu instan

dengan tanaman biofarmaka (kencur, kunir, jahe dll) sebagai bahan baku

utamanya. Jamu instan yang ada di Kabupaten Karanganyar diharapkan

nantinya mampu menjadi produk unggulan dari Kabupaten Karanganyar.

B. Perumusan Masalah

Pemerintah Kabupaten Karanganyar berusaha untuk membangun

daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memanfaat

potensi sumberdaya lokal. Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu

kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki komoditi tanaman

biofarmaka yang melimpah. Tanaman biofarmaka merupakan bahan baku

pembuatan jamu instan. Jamu instan merupakan jamu siap saji yang berbentuk

serbuk seduhan. Produksi tanaman biofarmaka di Kabupaten Karanganyar

yang melimpah tentu saja merupakan sebuah potensi yang mendukung dalam

pengembangan agroindustri jamu instan.

Berdasarkan uraian diatas maka diperlukan upaya pemetaan

agroindustri jamu instan di Kabupaten Karanganyar untuk mengetahui sebaran

(19)

commit to user

pemetaan ditindaklanjuti dengan analisis potensi agroindustri jamu instan pada

tingkat kecamatan di Kabupaten Karanganyar yang bertujuan untuk

mengetahui potensi agroindustri jamu instan pada tingkat kecamatan. Selain

itu, perlu dilakukan analisis potensi agroindustri jamu instan di Kabupaten

Karanganyar. Analisis potensi agroindustri jamu instan di Kabupaten

Karanganyar untuk mengetahui seberapa besar potensi agroindustri jamu

instan di Kabupaten Karanganyar jika dibandingkan dengan agoindustri yang

lain. Hasil dari pemetaan dan analisis potensi agroindustri jamu instan baik di

tingkat kecamatan maupun di tingkat kabupaten dapat digunakan sebagai

bahan pertimbangan dalam merencanakan pengembangan agroindustri jamu

instan di Kabupaten Karanganyar.

Agroindustri pedesaan memiliki banyak kelemahan dan dihadapkan

pada berbagai permasalahan. Agroindustri Jamu instan di Kabupaten

Karanganyar juga mengalami beberapa permasalahan selain kurangnya

promosi dan pendistribusian produk oleh pengusaha agroindustri jamu yang

menyebabkan pemasarannya menjadi terbatas, pengembangan agroindustri

jamu instan disana juga terhambat kurangnya modal usaha serta usaha yang

masih kurang berkembang. Maka dari itu diperlukan usaha pengembangan

agroindustri jamu instan dengan mencari alternatif strategi pengembangan

melalui perencanaan yang strategis. Alternatif strategi tersebut perlu bersifat

konsisten dan realistis sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi, sehingga

diharapkan dapat membantu para pengusaha agroindustri jamu instan dalam

mengembangkan usahanya dan dapat mendukung berkembangnya

agroindustri jamu instan di Kabupaten Karanganyar. Untuk menunjang upaya

pengembangan agroindustri jamu instan di Kabupaten Karanganyar maka

perlu diketahui rantai nilai yang ada pada agroindustri jamu instan. Rantai

nilai menjadi salah satu faktor yang dikaji karena panjang atau pendeknya

rantai nilai serta kontribusi dan peran dari setiap rantai nilai menentukan

(20)

Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas maka perumusan masalah

yang diambil adalah :

1. Bagaimana peta (sebaran) agroindustri jamu instan di Kabupaten

Karanganyar?

2. Bagaimana potensi agroindustri jamu instan pada tingkat kecamatan di

Kabupaten Karanganyar? (Pendekatan Metode Perbandingan

Eksponensial)

3. Bagaimana potensi agroindustri jamu instan di Kabupaten Karanganyar?

(Pendekatan Metode Borda)

4. Bagaimana strategi pengembangan agroindustri jamu instan di Kabupaten

Karanganyar?

5. Bagaimana peta rantai nilai (value chain map) agroindustri jamu instan di

Kabupaten Karanganyar?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah :

1. Untuk mengetahui peta (sebaran) agroindustri jamu instan di kabupaten

Karanganyar.

2. Untuk mengidentifikasi potensi agroindustri jamu instan pada tingkat

kecamatan di Kabupaten Karanganyar menggunakan pendekatan Metode

Perbandingan Eksponensial.

3. Untuk mengidentifikasi potensi agroindustri jamu instan di Kabupaten

Karanganyar menggunakan pendekatan Metode Borda.

4. Untuk merumuskan strategi pengembangan agroindustri jamu instan di

Kabupaten Karanganyar.

5. Untuk mengidentifikasi peta rantai nilai (value chain map) agroindustri

jamu instan di Kabupaten Karanganyar.

D. Kegunaan penelitian

1. Bagi penulis, diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan

(21)

commit to user

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas

Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

2. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar, diharapkan mampu

dijadikan sebagai bahan pertimbangan Pemerintah Daerah dalam

mengambil keputusan terkait dengan kebijakan dalam perencanaan

pengembangan ekonomi daerah khususnya terhadap agroindustri jamu

instan.

3. Bagi pengusaha agroindustri jamu instan, penelitian ini diharapkan dapat

menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan mengenai

strategi pengembangan usahanya.

4. Bagi pembaca, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian guna

menambah wawasan dan pengetahuan serta sebagai referensi untuk

(22)

commit to user

II. LANDASAN TEORI

A. Penelitian Terdahulu

Menurut Kusnandar (2009b:49-56) dalam penelitian yang berjudul

Strategi Bauran Pemasaran Untuk Industri Jamu Skala Kecil Dengan

Menggunakan Sistem Pakar di Kabupaten Sukoharjo yang bertujuan untuk

mendesain strategi bauran pemasaran bagi industri kecil jamu dengan

menggunakan sistem pakar, salah satu permasalahan pengembangan industri

jamu skala kecil adalah aspek pemasaran. Permasalahan usaha kecil di bidang

pemasaran terfokus pada tiga hal yaitu : (1) permasalahan persaingan pasar

dan produk, (2) permasalahan akses terhadap informasi pasar dan (3)

permasalahan kelembagaan pendukung. Rendahnya akses pengusaha industri

kecil jamu terhadap sumber-sumber informasi akan menghambat akses

pengusaha kecil untuk dapat memanfaatkan peluang-peluang pasar yang ada.

Informasi pasar meliputi informasi kebutuhan konsumen, harga produk,

potensi pasar, jenis produk dan spesifikasi produk yang dibutuhkan konsumen.

Berdasarkan permasalahan tersebut maka sistem penunjang keputusan

pemasaran sangat diperlukan untuk membantu usaha kecil dalam pengambilan

keputusannya. Sistem penunjang keputusan juga dapat diintegrasikan dengan

sistem pakar yang disebut sistem manajemen ahli. Strategi pemasaran pada

dasarnya adalah meramu faktor-faktor bauran pemasaran (marketing mix) agar

dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Hasil dari penelitian

tersebut adalah : (1) Strategi bauran pemasaran untuk industri jamu skala kecil

dirancang dalam sistem pakar strategi bauran pemasaran. Sistem pakar

digunakan untuk konsultasi strategi bauran pemasaran yang dapat dipakai oleh

industri jamu skala kecil. (2) Parameter bauran pemasaran merupakan

masukan yang akan digunakan pada saat konsultasi dengan sistem. Parameter

yang diperlukan untuk menentukan strategi bauran pemasaran industri jamu

skala kecil adalah sebagai berikut : penjualan, tipe pelanggan, permintaan,

persaingan, biaya dan laba perusahaan.

(23)

commit to user

Setyowati (2011:391) dalam penelitian yang berjudul Analisis Potensi

Agroindustri Unggulan Sebagai Upaya Mendukung Sektor Pertanian Di

Kecamatan Ngraho Kabupaten Bojonegoro, menjelaskan bahwa sektor

agroindustri menjadi solusi kreatif untuk meningkatkan nilai tambah komoditi

pertanian dan pendapatan masyarakat. Upaya identifikasi potensi dan strategi

pengembangan agroindustri unggulan diperlukan untuk mengoptimalkan

kinerja sektor pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi

agroindustri unggulan dan merumuskan strategi pengembangan agroindustri

unggulan di Kecamatan Ngraho, Kabupaten Bojonegoro. Alat analisis yang

digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Perbandingan Eksponensial

untuk menentukan peringkat agroindustri dan analisis SWOT untuk

merumuskan strategi pengembangan agroindustri unggulan. Hasil analisis

menunjukkan peringkat agroindustri unggulan di Kecamatan Ngraho adalah

kerajinan pelepah pisang, kasur kapok, ledre, marning, tempe, anyaman

bambu, kacang tolo, kerupuk, keripik singkong dan mebel. Strategi

pengembangan kerajianan pelepah pisang sebagai agroindustri unggulan

adalah pengembangan produk kreatif yang berorientasi pasar, penguatan

kerjasama antar pengusaha untuk memperbaiki kinerja kelompok,

meningkatkan jumlah dan kualitas promosi produk, penggunaan teknologi

baru secara bersama dalam memperbaiki mutu bahan baku dan kelangsungan

produksi, pembinaan soft skills guna meningkatkan kualitas SDM.

Menurut Wirawan (2009:iv) dalam penelitian yang berjudul

Identifikasi Atribut Produk Dan Analisis Strategi Pemasaran Produk

Fungisida Akar Gada (Studi Kasus PT Agricon, Bogor) Fungsi Borda dapat

digunakan untuk menentukan tingkat kepentingan atribut produk dan atribut

produk fungisida akar gada yang akan dikembangkan PT Agricon. Penelitian

ini bertujuan untuk mengidentifikasi atribut produk fungisida pembasmi

penyakit akar gada yang dibutuhkan konsumen, serta menganalisis strategi

pemasaran produk baru fungisida yang tepat untuk diterapkan oleh PT

Agricon. Berdasarkan hasil analisis dengan Metode Fungsi Borda

(24)

Menurut Fatmawati (2009:xi) dalam penelitian yang berjudul Strategi

Pengembangan Industri Kecil Tempe di Kecamatan Pedan Kabupaten Klaten

metode analisis SWOT digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor

internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan di dalam pengembangan

industri dan untuk mengidentifikasi faktor-faktor eksternal yang menjadi

peluang dan ancaman bagi pengembangan industri. Selain itu untuk

merumuskan alternatif strategi yang dapat diterapkan dalam mengembangkan

industri dapat menggunakan matriks SWOT. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui faktor internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi

pengembangan industri tempe di Kecamatan Pedan Kabupaten Klaten,

mengetahui alternatif strategi yang dapat diterapkan dalam mengembangkan

industri kecil tempe di Kecamatan Pedan Kabupaten Klaten, dan mengetahui

prioritas strategi yang dapat diterapkan dalam mengembangkan industri kecil

tempe di Kecamatan Pedan Kabupaten Klaten. Dari hasil penelitian diketahui

bahwa Kekuatan utama dalam mengembangkan usaha tempe yaitu kualitas

dan kuantitas tempe di Kecamatan Pedan Kabupaten Klaten yang bagus, usaha

mudah dan resiko usaha yang kecil. Sedangkan kelemahan utamanya yaitu

kecilnya modal dan sumber daya manusia yang lemah. Peluang dalam

mengembangkan usaha tempe yaitu diversifikasi dan perkembangan

teknologi pengolahan pangan. Sedangkan ancamannya yaitu kenaikan harga

sembako dan adanya tempe dari daerah lain. Alternatif strategi yang dapat

diterapkan dalam mengembangkan usaha tempe di Kecamatan Pedan

Kabupaten Klaten yaitu perbaikan sarana dan prasarana produksi, dan

sumberdaya manusia serta penanaman modal swasta dengan dukungan dari

pemerintah, Meningkatkan dan mempertahankan kualitas dan kuantitas tempe

serta efisiensi penggunaan sarana dan prasarana produksi, Meningkatkan

kualitas sumber daya pengusaha secara teknis, moral dan spiritual melalui

kegiatan pembinaan untuk memaksimalkan produksi dan daya saing tempe.

Prioritas strategi yang dapat diterapkan dalam mengembangkan usaha tempe

(25)

commit to user

produksi, dan sumberdaya manusia serta penanaman modal swasta dengan

dukungan dari pemerintah.

Menurut Soebagiyo dan Wahyudi (2008:184-197) dalam penelitian

yang berjudul Analisis Kompetensi Produk Unggulan Daerah Pada Batik

Tulis Dan Cap Solo Di Dati II Kota Surakarta salah satu metode dan alat

analisis yang dapat digunakan dalam pengkajian kompetensi unggulan IKM

(Industri Kecil dan Menengah) di sebuah daerah adalah Analisis Ekonomi

Rantai Nilai. Analisis Ekonomi Rantai Nilai, dimulai dengan melakukan

Pemetaan Rantai (Chain Map) atas produk unggulan priotitas yang tergolong

sebagai peringkat utama, dengan menggambarkan secara garis besar tahapan

mulai dari input hingga pemasaran produk sampai ke tangan konsumen.

Kemudian masing-masing mata rantai nilai diidentifikasi apa yang menjadi

kekuatan atau kompetensinya. Untuk selanjutnya dikuantifikasi dan dinilai

analisis ekonomi rantai nilainya. Berdasarkan hasil penelitian Peta Rantai

Nilai (Chain Map) produk unggulan prioritas peringkat pertama yang

terindikasi di wilayah Kota Surakarta, yaitu Batik dan Produk Batik, Dengan

spesifikasi batik tulis dan batik cap, dalam bentuk bagan skematis sederhana

dapat dideskripsikan seperti dalam Gambar 1.

Gambar 1. Peta Rantai Nilai (Chain Map) Batik dan Produk Batik di Kota

(26)

Penelitian Kusnandar (2009b:49) yang berjudul Strategi Bauran

Pemasaran Untuk Industri Jamu Skala Kecil Dengan Menggunakan Sistem

Pakar di Kabupaten Sukoharjo mempunyai komoditi yang sama dengan

penelitian ini yaitu jamu instan. Penelitian tersebut memberikan gambaran

tentang salah satu permasalahan bagi pengembangan agroindustri jamu instan

yaitu pada aspek pemasaran. Permasalahan di bidang pemasaran terfokus pada

tiga hal yaitu permasalahan persaingan pasar dan produk, permasalahan akses

terhadap informasi pasar dan permasalahan kelembagaan pendukung.

Rendahnya akses pelaku agroindustri jamu instan terhadap informasi pasar

menyebabkan peluang-peluang pasar tidak termanfaatkan dengan baik. Karena

permasalahan tersebut peneliti membuat sebuah sistem informasi penunjang

keputusan strategi bauran pemasaran dengan menggunakan sistem pakar.

Penelitian Setyowati (2011:391) yang berjudul Analisis Potensi

Agroindustri Unggulan Sebagai Upaya Mendukung Sektor Pertanian Di

Kecamatan Ngraho Kabupaten Bojonegoro menggunakan metode analisis

yang sama dengan penelitian ini yaitu Metode Perbandingan Eksponensial

yang digunakan untuk menentukan peringkat agroindustri dan analisis SWOT

yang digunakan untuk merumuskan strategi pengembangan agroindustri

unggulan.

Penelitian Wirawan (2009:iii) yang berjudul Identifikasi Atribut

Produk Dan Analisis Strategi Pemasaran Produk Fungisida Akar Gada (Studi

Kasus PT Agricon, Bogor) menggunakan metode analisis yang sama dengan

penelitian ini yaitu Fungsi Borda. Fungsi borda di dalam penelitian tersebut

digunakan untuk menentukan tingkat kepentingan atribut produk dan atribut

produk fungisida akar gada yang akan dikembangkan PT Agricon.

Penelitian Fatmawati (2009:xi) yang berjudul Strategi Pengembangan

Industri Kecil Tempe di Kecamatan Pedan Kabupaten Klaten mempunyai

tujuan yang sama dengan penelitian ini yaitu untuk merumuskan strategi

pengembangan sebuah agroindustri. Metode yang digunakan juga memiliki

kesamaan dengan penelitian ini yaitu analisis SWOT yang digunakan untuk

(27)

commit to user

perkembangan industri. Selain itu metode matriks SWOT digunakan untuk

merumuskan strategi yang dapat diterapkan dalam mengembangkan industri

kecil tempe di Kabupaten Klaten.

Soebagiyo dan Wahyudi (2008:184) dalam penelitian yang berjudul

Analisis Kompetensi Produk Unggulan Daerah Pada Batik Tulis Dan Cap

Solo Di Dati II Kota Surakarta menggunakan metode yang sama dengan

penelitian ini yaitu analisis Peta Rantai Nilai (Value Chain Map). Tujuan

analisis Peta Rantai Nilai (Value Chain Map) adalah untuk menggambarkan

secara garis besar tahapan mulai dari input hingga pemasaran produk sampai

ke tangan konsumen. Kemudian masing-masing mata rantai nilai diidentifikasi

apa yang menjadi kekuatan atau kompetensinya.

B. Tinjauan Pustaka

1. Jamu Instan

Jamu merupakan warisan budaya bangsa yang diturunkan secara

turun temurun dari generasi ke generasi, sehingga tumbuh dan

berkembang dari dan oleh masyarakat sendiri. Sesuai dengan ha1 tersebut

maka konsep yang diterapkan pada pengembangan jamu pada prinsipnya

menggunakan strategi pemberdayaan potensi yang ada dimasyarakat.

Skala industri jamu di Indonesia bervariasi dari skala kecil sampai skala

besar dari 1012 industri, 907 diantaranya adalah merupakan industri kecil.

Pengembangan industri jamu memerlukan perangkat kelembagaan yang

memadai meliputi pemerintah, pengusaha (swasta, koperasi, dan badan

usaha milik negara) dan lembaga pelayanan jasa teknologi (Perguruan

Tinggi, Lembaga Penelitian dan Pengembangan). Dengan adanya

kelembagaan tersebut maka diharapkan dapat mengakomodasi

kepentingan petani dan industri sehingga akan tercipta struktur industri

yang mantap (Kusnandar, 2009a:125-126).

Jamu adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan,

bahan hewan, atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang secara

tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman

(28)

tradisional merupakan salah satu alternatif dalam bidang pengobatan.

Tujuan pengobatan dengan obat tradisional antara lain: pencegahan

(preventif), perawatan ( promotif), dan pengobatan. Masyarakat Indonesia

lebih mengenal jamu dalam bentuk sediaan jamu godog dan jamu serbuk

dibanding jamu dalam bentuk lain. Dengan kemajuan teknologi dan

meningkatnya keinginan masyarakat untuk menggunakan obat tradisional,

maka obat tradisional tidak lagi dibuat menjadi ramuan untuk mengobati

keluarga, tetapi sudah menjadi komoditi perdagangan. Obat tradisional

seperti halnya obat sintetik mempunyai sifat khusus, oleh karena itu

penanganannya memerlukan pengamanan yang khusus.Hal ini bertujuan

untuk melindungi masyarakat dari obat tradisional yang tidak memenuhi

syarat, baik persyaratan kesehatan maupun persyaratan standar.

Pengembangan obat alami ini memang patut mendapatkan perhatian yang

lebih besar bukan saja disebabkan potensi pengembangannya yang

terbuka, tetapi juga permintaan pasar akan bahan baku obat-obat

tradisional ini terus meningkat untuk kebutuhan domestik maupun

internasional. Hal ini tentunya juga akan berdampak positif bagi

peningkatan pendapatan petani dan penyerapan tenaga kerja baik dalam

usaha tani maupun dalam usaha pengolahannya (Wahyuni, 2008:132-134).

Pengembangan Tanaman Obat Keluarga (TOGA) pada mulanya,

bukan bertujuan untuk memasok bahan baku kepada

perusahaan-perusahaan karena jumlahnya terlalu sedikit. Tujuan utama pengembangan

tanaman obat adalah untuk kebutuhan dapur dan perawatan kesehatan

keluarga. Karena obat tradisional dianggap kurang praktis, maka saat ini

sudah banyak yang memproduksi dan menyajikan secara praktis, seperti

jamu celup, jamu tablet, jamu instan, dan jamu minuman kotak. Meskipun

demikian, prospek ke depan produksi tanman obat-obatan dalam jumlah

banyak dapat dipasarkan ke perusahaan-perusahaan jamu dan obat

(29)

commit to user

2. Agroindustri

Agroindustri merupakan perusahaan yang memproses bahan nabati

(berasal dari tanaman) atau hewani (berasal atau dihasilkan dari hewan).

Proses yang diterapkan mencakup pengubahan dan pengawetan melalui

perlakuan fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengemasan dan distribusi.

Produk agroindustri dapat merupakan produk akhir yang siap untuk

dikonsumsi atau digunakan oleh manusia atau pun sebagai produk bahan

baku industri lain. Tujuan pengembangan agroindustri pedesaan adalah (a)

untuk meningkatkan nilai tambah dan hasil panen (pertanian, peternakan,

dan perikanan) di pedesaan atau pesisir, baik untuk konsumsi langsung

maupun untuk bahan baku agroindustri lanjutan (sekunder); (b)

meningkatkan jaminan mutu dan harga, sehingga tercapai efisiensi

kegiatan agrobisnis; (c) mengembangkan diversifikasi produk sebagai

upaya penanggulangan kelebihan produksi atau kelangkaan permintaan

pada periode tertentu; serta (d) sebagai wahana pengenalan, penguasaan

dan pemanfaatan teknologi sekaligus sebagai wahana peran serta

masyarakat dalam menerapkan budaya industry, melalui penciptaan

wirausaha baru dan swadaya petani/peterenak/nelayan. Namun

agroindustri pedesaan tidak terlepas munculnya berbagai kendala yang

sering menjadi tersendatnya laju agroindustri tersebut, yaitu : (1)

keterbatasan modal, (2) kualitas sumber daya manusia, (3) keterbatasan

penerapan teknologi, (4) sarana dan prasarana yang kurang atau tidak

memadai, dan (5) kelembagaan (Surahman, 2007:20-21).

Agroindustri merupakan kegiatan dengan ciri: (a) meningkatkan nilai

tambah, (b) menghasilkan produk yang dapat dipasarkan atau digunakan

atau dimakan, (c) meningkatkan daya simpan, dan (d) menambah

pendapatan dan keuntungan produsen. Sifat kegiatannya mampu

menciptakan lapangan pekerjaan, memperbaiki pemerataan pendapatan

dan mempunyai kapasitas yang cukup besar untuk menarik pembangunan

(30)

Industri yang melakukan kegiatan yang berkaitan langsung dengan

sektor pertanian disebut agroindustri. Agroindustri yang melakukan

kegiatan pengadaan dan penyaluran sarana produksi disebut agroindustri

hulu (upstream). Agroindustri yang mengolah dan memasarkan

produk-produk usaha tani di sebut agroindustri hilir (downstream)

(Hanafie, 2010:32-33)

Agroindustri sebagai elemen teknologi pengolahan dan sebagai

gambaran dunia usaha yang mengkaitkan sektor industri dan pertanian

yang berfungsi dan terlibat dalam intensitas keterkaitan (linkages) kedua

sektor ekonomi tersebut. Lambatnya pembangunan sektor produksi

merupakan kelemahan sektor industri yang menggunkan bahan baku dan

tenaga kerja dengan mengandalkan kemampuan sektor pertanian.

Agroindustri berskala kecil dan sedang sebaiknya berlokasi di pedesaan.

Akan tetapi, kondisi infrastruktur, keamanan berusaha dan tingkat

keungtungan merupakan faktor yang menentukan lokasi dan besarnya

usaha agroindustri (Soesastro et all, 2005:481)

3. Metode Perbandingan Eksponensial

Metode perbandingan Eksponensial merupakan salah satu metode

untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan

menggunakan kriteria jamak. Teknik ini digunakan untuk membantu

individu dalam pengambilan keputusan untuk menggunakan rancang

bangun model yang telah terdifinisi dengan baik pada tahapan proses.

Metode perbandingan eksponensial mempunyai keuntungan dalam

mengurangi bias yang mungkin terjadi dalam analisis. Nilai skor

menggambarkan urutan prioritas menjadi besar (fungsi eksponensial)

sehingga mengakibatkan urutan prioritas alternatif keputusan lebih nyata

(Marimin, 2004:21-22).

4. Metode Borda

Metode borda adalah metode yang dipakai untuk menetapkan urutan

peringkat. Metode borda dapat digunakan sebagai analisa lanjutan dari

(31)

commit to user

perkalian antara nilai MPE suatu keputusan dengan nilai rangking

alternatif keputusan yang nyata (Marimin, 2004:74).

5. Strategi

Strategi adalah bakal tindakan yang menuntut keputusan

manajemen puncak dan sumber daya perusahaan yang banyak untuk

merealisasikannya. Disamping itu, strategi juga mempengaruhi kehidupan

organisasi dalam jangka panjang, paling tidak selama lima tahun. Oleh

karena itu, sifat strategi adalah berorientasi ke masa depan. Strategi

mempunyai fungsi multifungsional atau multidimensional dan dalam

perumusannya perlu mempertimbangkan faktor-faktor internal maupun

eksternal yang dihadapi perusahaan (David, 2004:19).

Strategi operasional adalah komitmen terhadap semua kegiatan yang

direncanakan maupun yang ada dalam lingkup perusahaan saat ini.

Kegiatan yang akan dilaksanakan tersebut secara optimal memanfaatkan

seluruh sumber daya yang ada dan melakukan proses transformasi untuk

mencapai distinctive competence dan tujuan operasional perusahaan

(Rangkuti, 2001:57)

Strategi didefinisikan sebagai suatu proses penentuan rencana para

pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi,

disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana tujuan tersebut dapat

dicapai. Strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa

meningkat) dan terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang

tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Dengan

demikian, strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan

bukan dimulai dari apa yang terjadi. Terjadinya kecepatan inovasi pasar

yang baru dan berubah pola konsumen memerlukan kompetensi inti (core

competies). Perusahaan perlu mencari kompetensi inti di dalam bisnis

yang dilakukan (Umar, 2008:31).

Strategi adalah hal yang menetapkan arah kepada “manajemen”

dalam arti orang tentang sumber daya di dalam bisnis dan tentang

(32)

terbaik untuk membantu memenangkan persaingan di dalam pasar.

Dengan kata lain, definisi strategi mengandung dua komponen yaitu future

intensions atau tujuan jangka panjang dan competitive advantage atau

keunggulan bersaing (Dirgantoro, 2007:5-6)

Strategi pengembangan sistem agribisnis adalah suatu proses fungsi

produksi yang akan menghasilkan produktivitas secara optimal dan

efisien,maka strategi itu merupakan keterpaduan dan keberlanjutan

kerjasama dari masing-masing subsistem agribisnis (Damanik, 2008:95).

6. Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis

untuk merumuskan strategi perusahaan.Analisis ini didasarkan pada logika

yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang

(opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan

(weaknesses) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan

strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan

kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencana strategis (strategic

planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan,

kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini.Hal ini

disebut dengan Analisis Situasi.Model yang paling populer untuk analisis

situasi adalah Analisis SWOT (Iskandarini, 2002:3).

Penelitian menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dapat ditentukan

oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut harus

dipertimbangkan dalam analisis SWOT. SWOT adalah singkatan dari

lingkungan internal strengths dan weaknesses serta lingkungan eksternal

opportunities dan threats yang dihadapi dunia bisnis. Analisis SWOT

membandingkan antara faktor eksternal peluang (opportunities) dan

Ancaman (threats) dengan faktor internal kekuatan (strengths) dan

kelemahan (weaknesses) (Rangkuti, 2001:19)

Strategi SO atau strategi kekuatan-peluang menggunakan kekuatan

internal perusahaan untuk memanfaatkan peluang eksternal. Strategi WO

(33)

commit to user

dengan memanfaatkan peluang eksternal. Strategi ST atau strategi

kekuatan-ancaman menggunakan kekuatan perusahaan untuk menghindari

atau mengurangi dampak ancaman eksternal. Strategi WT atau strategi

kelemahan-ancaman merupakan taktik defensif yang diarahkan untuk

mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal

(David, 2004:327).

7. Peta Rantai Nilai (Value Chain Map)

Istilah rantai nilai (value chain) menggambarkan cara untuk

memandang suatu perusahaan sebagai rantai aktivitas yang mengubah

input menjadi output yang bernilai bagi pelanggan. Analisis rantai nilai

(value chain analysis “VCA”) berupaya memahami bagaimana suatu

bsinis menciptakan nilai bagi pelanggan dengan memeriksa kontribusi dari

aktivitas-aktivitas yang berbeda dalam bisnis terhadap nilai tersebut. VCA

mengambil sudut pandang proses, analisis ini membagi bisnis menjadi

kelompok-kelompok aktivitas yang terjadi dalam bisnis tersebut, diawali

dengan input yang diterima oleh perusahaan dan berakhir dengan produk

atau jasa perusahaan dan layanan purna jual bagi pelanggan

(Robinson, 2008:207-208)

Analisis rantai nilai adalah alat analisis yang digunakan untuk lebih

memahami keunggulan kompetitif perusahaan, mengidentifikasi di mana

nilai bagi pelanggan dapat ditingkatkan atau biaya dapat diturunkan, dan

lebih memahami hubungan perusahaan dengan pemasok, pelanggan, dan

perusahaan lainnya dalam industri yang sama. Aktivitas-aktivitasnya

mencakup semua langkah yang dibutuhkan untuk menyediakan produk

atau jasa yang kompetitif bagi pelanggan (Blocher, 2000:66)

Semua perusahaan di suatu industri memiliki rantai nilai yang

serupa, yang mencakup berbagai aktivitas seperti memperoleh bahan

mentah, merancang produk, membangun fasilitas manufaktur,

mengembangkan perjanjian kerja sama, dan menyediakan layanan

konsumen. Sebuah perusahaan akan meraih keuntungan jika total

(34)

pengiriman produk atau jasa.. Perusahaan harus berusaha memahami

bukan hanya operasi rantai nilai mereka sindiri, tetapi juga rantai nilai para

pesaing, pemasok, dan distributor mereka (David, 2004:225).

C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah

Indonesia merupakan negara agraris, dimana sebagian besar penduduk

Indonesia menggantungkan hidupnya di sektor pertanian. Oleh karena itu

upaya pembangunan sektor pertanian merupakan suatu kewajiban, untuk

mendukung upaya pembangunan nasional. Sektor industri mempunyai peran

penting dalam perekonomian baik daerah maupun nasional. Industri yang

masih terus berkembang di Indonesia adalah industri di sektor pertanian atau

agroindustri. Salah satu agroindustri yang terdapat di Indonesia adalah

agroindustri jamu instan. Sumber daya alam yang melimpah di Indonesia

terutama produksi tanaman biofarmaka membuat agroindustri jamu instan

terus berkembang.

Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi

Jawa Tengah yang memiliki produksi tanaman biofarmaka melimpah seperti

kunyit, temulawak, jahe, dll. Disamping itu masih banyak produk tanaman

biofarmaka lain, seperti sambiloto, temu kunci, lengkuas, dll baik yang

tumbuh secara alami maupun yang dibudidayakan. Tanaman biofarmaka

merupakan bahan baku dalam pembuatan jamu instan. Produksi tanaman

biofarmaka yang melimpah membuat agroindustri jamu instan di Kabupaten

Karanganyar terus berkembang. Berkembangnya agroindustri jamu instan di

Kabupaten Karanganyar dapat meningkatkan keadaan ekonomi masyarakat

selain itu agroindustri jamu instan dapat menjadi agroindustri unggulan

daerah. Untuk mengetahui perkembangan agroindustri jamu instan di

Kabupaten Karanganyar, maka perlu dilakukan pemetaan dan identifikasi

potensi agroindustri jamu instan di Kabupaten Karanganyar.

Pemetaan bertujuan untuk mengetahui sebaran dan sentra agroindustri

jamu instan di Kabupaten Karanganyar. Pemetaan agroindustri jamu instan di

Kabupaten Karanganyar dilakukan dengan melakukan survei langsung ke

(35)

commit to user

dilakukan dengan melakukan interview dengan pihak yang diasumsikan

memahami kondisi dan potensi agroindustri jamu instan disetiap wilayah yaitu

Petugas Operasional Pertanian Kecamatan, Petugas Statistika Kecamatan dan

Kepala Urusan Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan. Data agroindustri jamu

instan yang diperoleh kemudian ditabulasi dan dipetakan sehingga diperoleh

sebaran agroindustri jamu instan diseluruh Kabupaten Karanganyar.

Identifikasi potensi agroindustri jamu instan di Kabupaten Karanganyar

di lakukan pada tingkat kecamatan dan tingkat kabupaten. Identifikasi potensi

agroindustri jamu instan pada tingkat kecamatan bertujuan untuk mengetahui

potensi agroindustri jamu instan pada setiap kecamatan di Kabupaten

Karanganyar. Metode yang digunakan adalah metode perbandingan

eksponensial (MPE). Metode perbandingan Eksponensial (MPE) merupakan

salah satu metode untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan

dengan menggunakan beberapa kriteria. Kriteria yang dipakai dalam

penelitian ini diadopsi dari Bank Indonesia (2010) dalam Harisudin et all

(2010:18) antara lain adalah Jumlah unit usaha/rumah tangga pelaku

agroindustri pedesaan, jangkauan pemasaran komoditi/produk, Ketersediaan

bahan baku/sarana produksi agroindustri pedesaan, dan Kontribusi

agroindustri pedesaan terhadap perekonomian daerah. Hasil dari Metode

Perbandingan Eksponensial antara lain adalah potensi agroindustri jamu instan

di setiap kecamatan di Kabupaten Karanganyar dan sentra agroindustri jamu

instan di Kabupaten Karanganyar. Selain itu, dengan Metode Perbandingan

Eksponensial dapat diketahui 5 agroindustri unggulan di setiap kecamatan

yang akan digunakan sebagai data untuk identifikasi potensi agroindustri jamu

instan di Kabupaten Karanganyar.

Identifikasi potensi agroindustri jamu instan di Kabupaten Karanganyar

bertujuan untuk mengetahui potensi agroindustri jamu instan dibandingkan

dengan agroindustri lain di Kabupaten Karanganyar. Metode yang digunakan

untuk identifikasi potensi agroindustri jamu instan di Kabupaten Karanganyar

adalah dengan menggunakan Metode Borda. Metode Borda merupakan

(36)

digunakan dalam Metode Borda merupakan data yang dihasilkan oleh Metode

Perbandingan Eksponensial yaitu 5 agroindustri unggulan di setiap kecamatan

di Kabupaten Karanganyar. Data yang terkumpul kemudian dianalisis

menggunakan Metode Borda sehingga akan diketahui potensi agroindustri

jamu instan di Kabupaten Karanganyar. Hasil dari Pemetaan dan identifikasi

potensi agroindustri jamu instan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan

dalam proses perencanaan pengembangan agroindustri jamu instan di

Kabupaten Karanganyar.

Agroindustri pedesaan memiliki banyak kelemahan dan dihadapkan pada

berbagai permasalahan. Permasalahan tersebut antara lain adalah permodalan,

pemasaran, akses informasi, teknologi dan sumberdaya manusia. Agroindustri

Jamu instan di Kabupaten Karanganyar juga mengalami beberapa

permasalahan selain kurangnya promosi dan pendistribusian produk oleh

pengusaha agroindustri jamu yang menyebabkan pemasarannya menjadi

terbatas, pengembangan agroindustri jamu instan disana juga terhambat

kurangnya modal usaha serta usaha yang masih kurang berkembang. Melihat

berbagai permasalahan tersebut maka perlu dilakukan perumusan strategi

pengembangan agroindustri jamu instan di Kabupaten Karanganyar. Sebelum

merumuskan strategi pengembangan agroindustri jamu instan di Kabupaten

Karanganyar maka perlu dilakukan identifikasi faktor internal dan faktor

eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor kekuatan dan kelemahan yang

ada pada industri itu sendiri, antara lain meliputi Kondisi Keuangan, Sumber

Daya Manusia, Pemasaran, Produksi/Operasional, dan Manajemen. Faktor

eksternal adalah faktor-faktor peluang dan ancaman di luar industri, antara lain

Kondisi Perekonomian, Sosial dan Budaya, Politik dan Hukum, Teknologi dan

Persaingan.

Identifikasi faktor internal dan faktor eksternal menggunakan analisis

SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats). Analisis SWOT

merupakan metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi

kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam suatu proyek atau suatu

(37)

commit to user

internal serta peluang dan ancaman dari faktor eksternal dalam

mengembangkan agroindustri jamu instan di Kabupaten Karanganyar didapat

melalui wawancara dengan responden yaitu Petugas Operasional Pertanian

Kecamatan, Petugas Statistika Kecamatan dan Kepala Urusan Pemberdayaan

Masyarakat Pedesaan di setiap Kecamatan di Kabupaten Karanganyar.

Setelah diketahui faktor internal dan faktor eksternal maka dilakukan

perumusan strategi pengembangan agroindustri jamu instan di Kabupaten

Karanganyar. Untuk merumuskan strategi yang dapat diterapkan dalam

mengembangkan agroindustri jamu instan di Kabupaten Karanganyar

digunakan Matriks SWOT. Matriks SWOT adalah alat yang dapat dipakai

untuk menyusun faktor-faktor strategis suatu agroindustri. Matriks SWOT

menggambarkan bagaimana peluang dan ancaman dari faktor eksternal dapat

dipadukan dengan kekuatan dan kelemahan dari faktor internal sehingga

dihasilkan rumusan strategi pengembangan agroindustri. Rumusan strategi ini

akan menghasilkan empat alternatif strategi yaitu strategi SO (

Strength-Opportunity), strategi WO (Weakness-Opportunity), strategi ST (

Strength-Threat) dan strategi WT (Weakness-Threat).

Strategi SO adalah strategi yang memanfaatkan seluruh kekuatan untuk

merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. Strategi WO adalah

strategi yang ditetapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan

cara meminimalkan kelemahan yang ada. Strategi ST adalah strategi yang

ditetapkan berdasarkan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman.

Strategi WT adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan kegiatan yang

bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta

menghindari ancaman.

Upaya pengembangan agroindustri jamu instan di Kabupaten

Karanganyar perlu di tunjang dengan analisis Peta Rantai Nilai (Value Chain

Map). Peta Rantai Nilai (Value Chain Map) menjadi salah satu faktor yang

dikaji karena panjang atau pendeknya rantai nilai serta kontribusi dan peran

dari setiap rantai nilai menentukan kinerja dari agroindustri jamu instan.

(38)

pendekatan sekaligus alat analisis untuk penguatan (upgrading) daya saing

sebuah sub-sektor atau komoditas unggulan daerah secara komprehensif.

Aplikasi dari instrumen ini bersifat partisipatif yang melibatkan para pelaku

yang terkait dalam penciptaan nilai suatu komoditas sejak dari input hingga

tahap konsumsi. Indikator yang dikaji dalam analisis Peta Rantai Nilai (Value

Chain Map) antara lain adalah pelaku yang terkait dalam agroindustri jamu

instan, bentuk produk, kemudahan menjual produk, daya tawar harga dan

kualitas terhadap pembeli, harga produk, keuntungan, sistem pembayaran,

metode pembayaran, keinginan atau standar produk yang disukai pembeli dan

lembaga pendukung usaha. Dengan analisis Peta Rantai Nilai (Value Chain

Map) maka akan diketahui pihak-pihak yang berperan dalam agroindustri

jamu instan mulai dari penyedia bahan baku sampai kepada konsumen.

Dari uraian tersebut dapat disusun dalam bagan kerangka teori

(39)

commit to user

Gambar 2. Kerangka Teori Pendekatan Masalah

Pengembangan Agroindustri Jamu Instan di Kabupaten Karanganyar

Pemetaan Agroindustri Jamu Instan di Kabupaten Karanganyar

Potensi Agroindustri Jamu Instan pada Tingkat Kecamatan di Kabupaten Karanganyar

(Pendekatan Metode Perbandingan Eksponensial) Sebaran Agroindustri Jamu Instan di

Kabupaten Karanganyar

Potensi Agroindustri Jamu Instan di Kabupaten Karanganyar

(Pendekatan Metode Borda)

Analisis SWOT Analisis Peta Rantai

Nilai (Value Chain Map)

Peta Rantai Nilai (Value Chain Map) Agroindustri Jamu Instan

di Kabupaten Karanganyar Strategi Pengembangan

(40)

D. Asumsi

Responden adalah Petugas Operasional Pertanian Kecamatan, Petugas

Statistika Kecamatan dan Kepala Urusan Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan

di setiap Kecamatan di Kabupaten Karanganyar. Ketiga pihak tersebut

diasumsikan memahami kondisi dan potensi agroindustri pedesaan di

wilayahnya.

E. Pembatasan Masalah

1. Kriteria dan bobot yang digunakan dalam analisis agroindustri pedesaan

dengan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) di setiap kecamatan

yang digunakan untuk menentukan posisi agroindustri jamu instan di

Kabupaten Karanganyar menggunakan ketentuan dari Bank Indonesia

(2010) dalam Harisudin et all (2010:18) sebagai berikut:

a. Jumlah unit usaha/rumah tangga pelaku agroindustri pedesaan (nilai

bobot 3)

b. Pasar, dengan kriteria jangkauan pemasaran komoditi/produk (nilai

bobot 4)

c. Ketersediaan bahan baku/sarana produksi agroindustri pedesaan (nilai

bobot 3)

d. Kontribusi agroindustri pedesaan terhadap perekonomian daerah (nilai

bobot 8)

2. Agroindustri jamu instan yang merupakan obyek dari penelitian

merupakan agroindustri pedesaan.

3. Analisis SWOT dan analisis peta rantai nilai (value chain map)

menggunakan analisis kualitatif yang disajikan dari hasil wawancara

dengan responden.

F. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel

1. Agroindustri merupakan industri berbahan baku dari hasil pertanian dan

memiliki kegiatan yang saling berhubungan yaitu produksi, pengolahan,

(41)

commit to user

2. Agroindustri pedesaan adalah agroindustri yang memanfaatkan

sumberdaya lokal pedesaan dan berskala mikro atau kecil.

3. Agroindustri jamu instan adalah produksi jamu instan dari bentuk bahan

baku berupa tanaman obat-obatan (jahe, kunir, kunyit, dll) sampai siap

dipasarkan.

4. Jamu Instan merupakan produk olahan dari tanaman biofarmaka yang siap

konsumsi dapat berupa serbuk atau minuman kesehatan.

5. Pemetaan adalah analisis lokasi agroindustri jamu instan di Kabupaten

Karanganyar pada tingkat kecamatan. Pemetaan bertujuan untuk

mengetahui sebaran agroindustri jamu instan di Kabupaten Karangayar.

6. Analisis MPE merupakan metode yang digunakan untuk menentukan

urutan prioritas alternative keputusan dengan menggunakan beberapa

kriteria. Analisis MPE bertujuan untuk mengetahui potensi agroindustri

jamu instan pada tingkat kecamatan di Kabupaten Karanganyar.

7. Analisis Borda adalah metode yang dipakai untuk menetapkan urutan

peringkat. Analisis Borda bertujuan untuk mengetahui potensi agroindustri

jamu instan di Kabupaten Karanganyar jika dibanding dengan agroindustri

pedesaan yang lain.

8. Strategi pengembangan adalah merupakan respon secara terus-menerus

maupun adaptif terhadap peluang dan ancaman dari faktor eksternal serta

kekuatan dan kelemahan dari faktor internal yang dapat mempengaruhi

pengembangan produksi di masa yang akan datang.

9. Pengembangan agroindustri jamu instan adalah proses perubahan secara

positif dari segi kualitas dan kuantitas produksi jamu instan yang terjadi

pada agroindustri jamu instan.

10. Analisis SWOT adalah suatu analisis situasi yang mencakup kondisi

internal dan eksternal agroindustri jamu instan, yang meliputi kekuatan

dan kelemahan yang dimiliki agroindustri jamu instan serta peluang dan

(42)

11. Kekuatan dari faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam

agroindustri jamu instan dan merupakan keunggulan bagi pelaksanaan

pengembangan agroindustri jamu instan.

12. Kelemahan dari faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari

dalam agroindustri jamu instan dan merupakan keterbatasan atau

kekurangan bagi pelaksanaan pengembangan agroindustri jamu instan

yang masih bisa dikendalikan oleh pengusaha agroindustri jamu instan.

13. Peluang dari faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar

agroindustri jamu instan dan bersifat menguntungkan bagi pelaksanaan

pengembangan agroindustri jamu instan.

14. Ancaman dari faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar

agroindustri jamu instan dan bersifat mengganggu keberlangsungan

pelaksanaan pengembangan agroindustri jamu instan yang tidak dapat

dikendalikan pengusaha agroindustri jamu instan.

15. Matriks SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) adalah

matriks yang akan digunakan untuk menyusun berbagai alternatif strategi

pengembangan agroindustri jamu instan melalui strategi SO, WO, ST, dan

WT.

16. Analisis Peta Rantai Nilai (Value Chain Map) bertujuan untuk mengetahui

para pelaku yang terkait dalam penciptaan nilai suatu komoditas jamu

instan sejak dari input hingga tahap konsumsi. Dalam penelitian ini

karakteristik yang dikaji dalam analisis Peta Rantai Nilai (Value Chain

Map) antara lain adalah pelaku mulai dari pemasok, pengolah, dan

pemasar yang terkait dalam agroindustri jamu instan, bentuk produk,

kemudahan menjual produk, daya tawar harga dan kualitas terhadap

pembeli, harga produk, keuntungan, sistem pembayaran, metode

pembayaran, keinginan atau standar produk yang disukai pembeli dan

Gambar

Tabel 24. Rantai Nilai (Value Chain) Agroindustri Jamu instan
Gambar 1 Peta Rantai Nilai (Chain Map) Batik dan Produk
Tabel 1. Produksi Tanaman Biofarmaka di Kabupaten Karanganyar, 2010.
Gambar 1. Peta Rantai Nilai (Chain Map) Batik dan Produk Batik di Kota
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dengan analisis statistk dapat diketahui bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan kepercayaan diri dan kemandirian belajar dengan

Oleh karena itu, penggunaan media pembelajaran khususnya aplikasi VBA dapat meningkatkan minat siswa untuk belajar matematika, sehingga penggunaan media pembelajaran bisa

Pedagogi yang merupakan konsep pendidikan anak pasti membutuhkan seorang pendidik yang sangat berperan sekali dalam proses pendidikan. Karena yang paling berperan penting

Kajian psikologi, yang masuk dalam wilayah keilmuan sosial, seharusnya bisa memberikan pandangan yang lebih arif tentang persoalan yang dihadapi manusia modern, bukan

Kredit yang disalurkan bank umum berdasarkan jenis penggunaannya terdiri dari tiga macam aspek yaitu kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi (Suryadewi,

Adapun tugas perkembangan yang harus dilalui para remaja, antara lain mampu menerima keadaan fisiknya, mencapai kemandirian secara emosi, memperluas hubungan dengan tingkah

Bidang apa saja yang dianggap kritikal untuk mencapai hasil yang diinginkan dan telah ditentukan sebelumnya dari job desc. Sesuatu yang tak terukur, tidak

Melalui cara ini, kinerja auditor yang diukur dengan cara menilai sikap dan perilaku seorang auditor dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya, dengan kata