• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (1)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat ALLAH SWT, karena dengan pertolonganNya kami dapat menyelesaiakan tugas Pendidikam Agama Islam ini. Meskipun banyak rintangan dan hambatan yang kami alami dalam proses pengerjaannya, tapi kami berhasil menyelesaikannya dengan baik.

Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu yang telah membantu kami dalam mengerjakan tugas ini. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman yang juga sudah memberi kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan tugas Pendidikam Agama Islam ini.

Tentunya ada hal-hal yang ingin kami berikan kepada teman-teman dari hasil tugas ini. Karena itu kami berharap semoga tugas ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi kita bersama.

Jember, 1 September 2014

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……….…... 1 KATA PENGANTAR………... 2 DAFTAR ISI ………...………... 3

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG …...………... 4 B. RUMUSAN MASALAH ....….………...………….…...

4

C. TUJUAN ………...………...….... 5

BAB II PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN IJMA’ DAN QIYAS………... 6 B. MACAM-MACAM IJMA’ DAN QIYAS………...……..

7

C. KEDUDUKAN IJMA’ DAN QIYAS DALAM AGAMA ISLAM... 13

D. PENTINGNYA IJMA’ DAN QIYAS DALAM AGAMA ISLAM…... 14

BAB III PENUTUP

(4)

DAFTAR PUSTAKA …....………... 16

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ijma’ dan qiyas adalah salah satu sumber hukum islam yang memiliki tingkat kekuatan argumentasi dibawah dalil-dalil Nash (Al-Qur’an dan Hadits) ia merupakan dalil pertama setelah Al-Qur’an dan Hadits yang dapat dijadikan pedoman dalam menggali hukum-hukum islam.

Namun ada komunitas umat islam tidak mengakui dengan adanya ijma’ dan qiyas itu sendiri yang mana mereka hanya berpedoman pada Al-Qur’an dan Al Hadits, mereka berijtihat dengan sendirinya itupun tidak lepas dari dua teks itu sendiri (Al-Qur’an dan Hadits).

Ijma’ dan qiyas muncul setelah Rasulullah wafat, para sahabat melakukan ijtihad untuk menetapkan hukum terhadap masalah-masalah yang mereka hadapi.

“Khalifah Umar Ibnu Khattab ra. misalnya selalu mengumpulkan para sahabat untuk berdiskusi dan bertukar fikiran dalam menetapkan hukum, jika mereka telah sepakat pada satu hukum, maka ia menjalankan pemerintahan berdasarkan hukum yang telah disepakati.

B. Rumusan Masalah

a. Pengertian ijma’ dan qiyas b. Macam-macam ijma’ dan qiyas

(5)

C. Tujuan

(6)

BAB II PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN IJMA’ DAN QIYAS

1) Pengertian Ijma’

Ijma’ menurut bahasa artinya sepakat, setuju atau sependapat. Sedangkan menurut istilah “Kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi.. Pada masa Rasulullah masih hidup, tidak pernah dikatakan ijma’ dalam menetapkan suatu hukum, kerena segala persoalan dikembalikan kepada beliau, apabila ada hal-hal yang belum jelas atau belum diketahui hukumnya.

2) Pengertian qiyas

 Secara Etimologi (bahasa)

Qiyas menurut arti bahasa arab ialah penyamaan ,membandingkan atau pengukuran, menyamakan sesuatu dengan yang lain.

 Secara Terminologi (istilah)

(7)

 Imam Syafi’I mendefinisikan qiyas sebagai upaya pencarian

(ketetapanhukum) dengan berdasarkan dalil-dalil terhadap sesuatu yang pernah diinformasikan dalam al-Qur’an dan hadis.

 Dalam kitab Ar-Risalah Imam Syafi’i juga berkata, “Qiyas adalah suatu

yang dipecahkan berdasarkan dalil-dalil yang disesuaikan dengan informasi yang tersirat dalam al-Qur’an atau hadis, karena keduanya adalah kebenaran hakiki yang wajib dijadikan sumber

B. MACAM-MACAM IJMA’ DAN QIYAS

1) Macam-macam Ijma’

Ijma’ ditinjau dari cara penetapannya ada dua: a. Ijma’ Sharih

Yaitu semua para mujtahid (pejuang islam) mengemukakan pendapat mereka masing-masing secara jelas dengan sistem fatwa atau qadha (memberi keputusan). Artinya setiap mujtahid menyampaikan ucapan atau perbuatan yang mengungkapkan secara jelas tentang pendapatnya,dan kemudian menyepakati salah satunya.

b. Ijma’ Sukuti (diam)

Yaitu pendapat sebagian ulama tentang suatu masalah yang diketahui oleh para mujtahid lainnya, tapi mereka diam, tidak menyepakati atau pun menolak pendapat tersebut secara jelas. Ijma’ sukuti dikatakan sah apabila telah memenuhi beberapa kriteria berikut :

(8)

ijma’ sharih. Begitu pula bila terdapat tanda-tanda penolakan yang dikemukakan oleh sebagian mujtahid, itupun bukan ijma’sukuti.

Keadaan diamnya para mujtahid itu cukup lama, yang bisa dipakai untuk memikirkan permasalahannya, dan biasanya dipandang cukup untuk mengemukaka hasil pendapatnya.

Permasalahan yag difatwakan oleh mujtahid tersebut adalah permasalahan ijtihadi, yang bersumberkan dalil-dalil dzani (dugaan). Sedangkan permasalahan yang tidak boleh di-ijtihadi atau yang bersumber dari dalil-dalil tidak qath’I (pasti), jika seorang mujtahid mengeluarkan pendapat tanpa didasari dalil yang kuat, sedangkan yang lainnya diam. Hal itu tidak bisa disebut ijma’.

Contoh ijma’ sukuti

Diadakannya adzan dua kali dan iqomah untuk sholat jum’at, yang diprakarsai oleh sahabat Utsman bin Affan r.a. pada masa kekhalifahan beliau. Para sahabat lainnya tidak ada yang memprotes atau menolak ijma’ Beliau tersebut dan diamnya para sahabat lainnya adalah tanda menerimanya mereka atas prakarsa tersebut.

Selain macam-macam ijma’ diatas, terdapat pula beberapa macam ijma’ yang dihubungkan dengan masa terjadinya, tempat terjadinya atau orang-orang yang melaksanakannya. Ijma’-ijma’ itu adalah :

a. Ijma’ sahabat,

yaitu ijma’ yang dilakukan oleh para sahabat Rasulullah SAW. Contoh ijma’ sahabat

Ijma’ sahabat tentang pemerintahan. Wajib hukumnya mengangkat seorang imam atau khalifah untuk menggantikan Rasulullah dalam menyangkut urusan agama dan dunia yang disepakati oleh para Sahabat Rasulullah.

(9)

yaitu ijma’ yang dilakukan oleh khalifah Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali bun Abi Thalib. Tentu saja hal ini hanya dapat dilakukan pada masa keempat orang itu hidup.

Contoh ijma’ fi’ly dari Khulafa’ Rosyidin

Shalat tarawih adalah shalat dilakukan sesudah sholat isya’ sampai waktu fajar. Bilangan rakaatnya yang pernah dilakukan oleh Rasulullah adalah 8 rakaat. Umar bin Khattab mengerjakannya sampai 20 rakaat. Amalan Umar bi Khattab ini disepakati oleh ijma’. Ijma’ ini tergolong ijma’ fi’ly dari Khulafa’ Rosyidin.

c. Ijma’ syaikhan,

yaitu ijma’ yang dilakukan oleh Abu Bakar dab Umar bin Kattab.

d. Ijma’ ahli madinah,

yaitu ijma’ yang dilakukan oleh ulama-ulama madinah. Madzhab Maliki menjadikan ijma’ ahli madinah ini sebagai salah satu sumber hukum islam. Menurut pendapat Imam Malik yang menyatakan bahwa ijma’ mujthahid Madinah saja sudah merupakan kesimpulan ijma’.

e. Ijma’ ulama kuffah,

yaitu ijma’ yang dilakukan oleh ulama-ulama kuffah. Madzhab Hanafi menjadikan ijma’ ulama kuffah sebagai salah satu sumber hukum islam.

(10)

Ditinjau dari segi yakin atau tidaknya terjadi suatu ijma', dapat dibagi kepada:

a) ljma`qath`i,

yaitu hukum yang dihasilkan ijma' itu adalah qath'i (pasti) diyakini benar terjadinya, tidak ada kemungkinan lain bahwa hukum dari peristiwa atau kejadian yang telah ditetapkan berbeda dengan hasil ijma' yang dilakukan pada waktu yang lain.

b) ljma`Zhanni,

yaitu hukum yang dihasilkan ijma' itu Zhanni (dugaan), masih ada kemungkinan lain bahwa hukum dari peristiwa atau kejadian yang telah ditetapkan berbeda dengan hasil ijtihad orang lain atau dengan hasil ijma' yang dilakukan pada waktu yang lain.

2) Macam-macam Qiyas

Qiyas mempunyai tingkatan yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut didasarkan pada tingkat kekuatan hukum karena adanya illat yang ada pada asal dan furu’, adapun tingkatan tersebut pada umumnya dibagi menjadi tiga yaitu :

1. Qiyas Awlawi

(

يولوا

سايق

)

yaitu bahwa ‘illat yang terdapat pada far’u (cabang) lebih utama daripada ‘illat yang terdapat pada ashl (pokok). Misalnya mengqiyaskan hukum haram memukul kedua orang tua kepada hukum haram mengatakan “ah” yang terdapat dalam surat al-Isra’ ayat 23.

(11)

Artinya : “ Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. “( Q.S. Al Isra’ : 23 )

Karena alasan (‘illat) sama-sama menyakiti orang tua. Namun, tindakan memukul dalam hal ini cabang (far’u) lebih menyakiti orang tua sehingga hukumnya lebih berat dibandingkan dengan haram mengatakan “ah” pada ashl.

2. Qiyas Musawi ( يواسمسايق )

yaitu qiyas di mana illat yang terdapat pada cabang (far’u) sama bobotnya dengan bobot ‘illat yang terdapat pada ashl (pokok). Contohnya keharaman memakan harta anak yatim berdasarkan firman Allah surah An-nisa’ : 10.

ىَماَََتَيْلا َلاَوََْمَأ َنوُلُكْأَََي َنيِذَلا َنِإ

Yang artinya : Sebenarnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).

(12)

3. Qiyas al-Adna ( ىنأدلاسايق ),

yaitu qiyas di mana ‘illat yang terdapat pada furu’ (cabang) lebih rendah bobotnya dibandingkan dengan ‘illat yang terdapat pada ashl (pokok).

Sebagai contoh, mengqiyaskan hukum apel kepada gandum dalam hal riba fadhal (riba yang terjadi karena adanya kelebihan dalam tukar menukar antara dua bahan kebutuhan pokok atau makanan). Dalam masalah kasus ini, illah hukumnya adalah baik apel maupun gandum merupakan jenis makanan yang bisa dimakan dan ditakar. Namun ada segi yang lain dari illah gandum yang tidak terdapat pada apel, apa itu? Apel tidak makanan pokok. Oleh karenanya, illah yang ada pada apel lebih lemah dibandingkan dengan illah yang ada pada gandum yang menjadi makanan pokok.

Apabila dilihat dari segi jelas atau tidak jelasnya ‘illat yang menjadi landasan hukum, maka qiyas dapat dibagi menjadi dua macam :

1. Qiyas Jali,

yaitu qiyas yang dinyatakan ‘illatnya secara tegas dalam Al Quran dan Sunnah atau tidak dinyatakan secara tegas dalam kedua sumber tersebut, tetapi berdasarkan penelitian kuat dugaan bahwa tidak ada perbedaan antara ashl dan cabang dari segi kesamaan ‘illatnya. Misalnya, mengqiyaskan memukul kedua orang tua dengan larangan mengucapkan “ah” sebagaimana dalam contoh qiyas awla di atas. Menurut Wahbah al-Zuhaili, qiyas jali ini meliputi apa yang disebut dengan qiyas awla dan qiyas musawi.

2. Qiyas Khafi,

(13)

dengan benda tumpul sebagaimana terdapat pada pembunuhan dengan sumber hukum islam. Kekuatan ijma’ sebagai sumber hukum islam ditunjukkan dalam nash Al-Qur’an dan Al-Hadist, diantaranya ialah:

QS. An-Nisa: 59.

ِرْمما ْمُكْنِم

ىِل ْوُأأو

اَي اَهّيَأ َنيِذَلا اوُنَمآ اوُعيِطَأ َ َا اوُعيِطَأَو َلوُسَرلا

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Taatilah Rasul (Nya), dan Ulil Amri di antara kamu”

Dengan demikian, pada dasarnya ijma’ dapat dijadikan alternative dalam menetapkan hukum suatu peristiwa yang di dalam Al-Qur’an atau Al-Hadist tidak ada atau kurang jelas hukumnya.

2) Kedudukan Qiyas

(14)

a. Firman Allah SWT:

ِراَصَََْب َلْا ِىل ْوُا آََي ا ْوُرََْيََِبَََتََْعاََف

"Hendaklah kamu mengambil I’tibar (contoh / ibarat / pelajaran). Hai orang-orang yang berfikiran". (Q.S. Al-Hasyr : 2)

Karena i’itibar artinya adalah "Qiyash-Syai’i-bisy-Syai’ (Membanding sesuatu dengan sesuatu yang lain).

D. Pentingnya Ijma’ dan Qiyas dalam Agama Islam

Apabila kita tidak mendapatkan hukum dalam al-Qur’an maupun dalam as-Sunnah, maka kita tinjau apakah para ulama’ kaum muslimin telah ijma’. Apabila ternyata demikian, maka ijma’ mereka kita ambil dan kita laksanakan.

Para ulama bersepakat bahwa yang dijadikan landasan oleh ijma’ hanyalah Al-Qur’an dan Sunnah. Sementara itu untuk qiyas masih terdapat perbedaan pendapat. Dalam hal ini para fuqaha terbagi menjadi tiga pendapat:

1. Qiyas tidak dapat dijadikan landasan bagi ijma’, karena qiyas mempunyai beberapa segi yang bermacam-macam. Di segi lain kehujjahan qiyas bukanlah sesuatu yang disepakati, sehingga tidak mungkin qiyas dapat dijadikan landasan bagi ijma’.

2. Qiyas dengan segala bentuknya dapat dijadikan sandaran ijma’, karena qiyas adalah hujjah syar’iyyah yang didasarkan pada dalil-dalil nash.

(15)

persepsi, maka qiyas dapat dijadikan landasan oleh ijma’. Sebaliknya jika illat suatu qiyas tidak jelas atau tidak disebutkan dalam nash, maka qiyas tersebut tidak dapat dijadikan landasan ijma .

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa ijma’ dan qiyas adalah suatu dalil syara’ yang memiliki tingkat kekuatan argumentatif di bawah dalil-dalil nas (Al Quran dan hadits). Ia merupakan dalil-dalil setelah Al Quran dan hadits. Yang dapat dijadikan pedoman dalam menggali hukum-hukum syara’.

Pada masa Rasulullah masih hidup, tidak pernah dikatakan ijma’ dan qiyas dalam menetapkan suatu hukum, karena segala permasalahan dikembalikan mengenai ijma’ dan qiyas itu sendiri.

B. Saran dan Kritikan

(16)

terdapat banyak kekurangan. Maka dari itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan dan konstruktif demi kesempurnaan penulisan makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

M. Ali Hasan. Perbandingan Mazhab. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2007. Drs. Moh. Rifa’i. Usul Fiqih. Bandung: PT. Alma’arif 1973.

Prof. Dr. Abdul Wahab Khallaf. Ilmu Usul Fiqih. Pustaka Amani, Jakarta 2003. Prof. Abdul Wahab Khallaf. Ilmu Ushul Fiqih. Dina Utama, Semarang 1994 Prof. Dr. Rachmat Syafi’i. MA. Ilmu Usul Fiqih. Bandung: Pustaka Setia 2007. Prof. Muhamad Abu Zahrah. Usul Fiqih. Jakarta: Pustaka Firdaus, Cetakan Pertama 1994., Cetakan Kesembilan 2005.

Drs. H. A. Syafi’i Karim. Fiqih Ushul Fiqih, Bandung: Pustaka Setia, Cetakan Pertama 1997., Cetakan Kedua 2001

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pengungkapan sukarela manajemen risiko terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar pada

Hasil analisis dari pearson correlation di atas menunjukkan nilai signifikansi pada kedua variabel yaitu 0,000 yang dimana nilai p kurang dari 0,05 (p<0,05) yang dapat

Berdasarkan besaran masalah mola hidatidosa yang dapat menjadi salah satu penyebab angka kematian ibu semakin meningkat maka perlu dilakukan penelitian lebih

Selain itu, hasil EDS pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa per- sentase unsur C yang berasal dari CTAB meningkat secara signifikan lebih dari dua kali persentase unsur Si yang

A legtöbb természetes antioxidánsnak azonban több olyan hátránya is van, ami megnehezíti alkalmazásukat: magas ol- vadáspontja a feldolgozás során a polimerbe keverésnél

Sedangkan pada penelitian penulis teliti tentang Persepsi Mad’u Terhadap Gaya Komunikasi Khatib Da’i Perkotaan Dinas Syariat Islam Kota Banda Aceh, dimana da’i memiliki

Secara umum, media center yang adalah Pusat Informasi dan Komunikasi Publik yang menjadi tempat untuk mengakses informasi, berkomunikasi dan mendapatkan layanan sosial

H.Sahal Suhana mendirikan Yayasan Pendidikan Husnul Khotimah seperti pihak. keluarga, masyarakat Kecamatan Garawangi, Tokoh Pendidikan