• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS PBL KEJANG DENGAN DEMAM PADA ANAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TUGAS PBL KEJANG DENGAN DEMAM PADA ANAK"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS PBL

KEJANG DENGAN DEMAM PADA ANAK

Disusun oleh : KELOMPOK 17

NO NAMA NPM

1 Ni Nyoman Amik Indrayani 12700389

2 Ade Dwirisha Putra 12700393

3 Lydia Setia Dinata 12700395

4 Karina Rahmawati 12700397

5 Ruly Permata Istiqfarin 12700399

6 Gabrilla Nida Dusturiya 12700401

7 Ridhah Hasmi Widoretno 12700403

8 Fauzia Fahmi 12700405

9 Firdaus Ega Pratama 12700407

10 Devi Naravita Fitrian 12700409

11 Bella Mega Sutjipto Putri 12700411

PEMBIMBING TUTOR : dr. Ayu Cahyani, M.KKK FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA 2015

DAFTAR ISI

(2)

KATA PENGANTAR...ii

BAB I SKENARIO...1

BAB II KATA KUNCI...2

BAB III PROBLEM...3

BAB IV PEMBAHASAN...4

BAB V HIPOTESIS AWAL (DIFFERENTIAL DIAGNOSIS)...11

BAB VI ANALISIS DARI DIFFERENTIAL DIAGNOSIS...12

BAB VII HIPOTESIS AKHIR (DIAGNOSIS)...25

BAB VIII MEKANISME DIAGNOSIS...26

BAB IX STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH...27

BAB X PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI...30

DAFTAR PUSTAKA...iii

KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas keagunganNya kepada kami sebagai penulis sehingga kami dapat menyelesaikan sebuah laporan SGD skenario 1.

Kami sebagai penulis menyadari bahwa apa yang kami torehkan dan tersusun dalam laporan ini memiliki nilai yang sangat sederhana. Tentu pernyataan ini dilatarbelakangi oleh kemampuan kami yang sangat terbatas baik dari segi wawasan, pendapat, atau pun pengetahuan umum yang ada dalam diri kami. Tetapi sebagai penulis yang mempunyai kemampuan dan tekad dalam berkarya, kami berharap karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kami sebagai penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing SGD kami yaitu dr. Ayu Cahyani, M.KKK

(3)

karya tulis ilmiah ini sehingga karya ini dapat memiliki mutu dan bobot yang lebih baik dikemudian hari. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Surabaya, 18 Juni 2015

Penulis

BAB I SKENARIO IV

KEJANG DENGAN DEMAM PADA ANAK

Seorang anak usia 1 tahun dibawa ibunya pada anda di IRD dengan keluhan kejang . kejang mulai semalam dan sudah berulang 3 kali. Bentuk kejang kelojotan tangan dan kaki kanan-kiri. Lama kejang sekitar 1 menit dan setelahnya berhenti sendiri. Keluhan lain adalah demam sejak 3 hari sebelumnya dengan suhu yang tinggi yang disertai batuk dan pilek.riwayat kejang sebelumnya tidak ada . riwayat kehamilan, kelahiran, trauma kepala tidak ada. Pemeriksaaaan fisik ditemukan suhu 390C dengan UUB membonjol, bayi tampak

(4)

BAB II KATA KUNCI

Kata kunci yang didapatkan dari skenario di atas adalah: 1. Meningitis bakteri

(5)

BAB III PROBLEM

Masalah yang akan dibahas pada laporan ini adalah sebagai berikut: 1. Dapat mengidentifikasi masalah tersebut?

2. Buat hipotesis dari masing masing problem tersebut. 3. Apa ada keterkaitan masing masing problem?

4. Patogenesis apa yang mendasari timbulnya problem ?

5. Informasi apa yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis?

6. Dapatkah anda membuat rencana penunjang untuk menegakkan diagnosis tersebut? 7. Komplikasi apa yang timbul pada kasus diatas?

8. Keadaan darurat apa yang dapat timbul pada kasus diatas? 9. Bagaimana penatalaksanaan dasar kasus di atas?

(6)

BAB IV PEMBAHASAN - BATASAN

- ANATOMI

Otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:

(7)

3. Brainstem (Batang Otak)

4. Limbic System (Sistem Limbik)

1. Cerebrum (Otak Besar)

Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan binatang.Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual. Kecerdasan intelektual atau IQ juga ditentukan oleh kualitas bagian ini.

Cerebrum terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut Lobus.Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulcus. Keempat Lobus tersebut masing-masing adalah: Lobus Frontal, Lobus Parietal, Lobus Occipital dan Lobus Temporal.

Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada di paling depan dari Otak Besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum.

Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.

Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.

(8)

Selain dibagi menjadi 4 lobus, cerebrum (otak besar) juga bisa dibagi menjadi dua belahan, yaitu belahan otak kanan dan belahan otak kiri.Kedua belahan itu terhubung oleh kabel-kabel saraf di bagian bawahnya.Secara umum, belahan otak kanan mengontrol sisi kiri tubuh, dan belahan otak kiri mengontrol sisi kanan tubuh.Otak kanan terlibat dalam kreativitas dan kemampuan artistik.Sedangkan otak kiri untuk logika dan berpikir rasional.

2. Cerebellum (Otak Kecil)

Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengkontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak Kecil juga menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya. Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya orang tersebut tidak mampu memasukkan makanan ke dalam mulutnya atau tidak mampu mengancingkan baju.

(9)

Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat datangnya bahaya.

Batang otak dijumpai juga pada hewan seperti kadal dan buaya.Oleh karena itu, batang otak sering juga disebut dengan otak reptil.Otak reptil mengatur “perasaan teritorial” sebagai insting primitif. Contohnya akan merasa tidak nyaman atau terancam ketika orang yang tidak kenal terlalu dekat dengan .

Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:

Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain) adalah bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan Otak Besar dan Otak Kecil. Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.

Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla mengontrol funsi otomatis otak, seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.

Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak bersama dengan formasi reticular. Pons yang menentukan apakah kita terjaga atau tertidur.

4. Limbic System (Sistem Limbik)

Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak ibarat kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah. Bagian otak ini sama dimiliki juga oleh hewan mamalia sehingga sering disebut dengan otak mamalia. Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala, hipocampus dan korteks limbik.

(10)

yang tidak kenal. Hal ini karena punya hubungan emosional yang kuat dengan anak . Begitu juga, ketika membenci seseorang, malah sering memperhatikan atau mengingatkan. Hal ini terjadi karena punya hubungan emosional dengan orang yang benci.

Sistem limbik menyimpan banyak informasi yang tak tersentuh oleh indera.Dialah yang lazim disebut sebagai otak emosi atau tempat bersemayamnya rasa cinta dan kejujuran. Carl Gustav Jung menyebutnya sebagai “Alam Bawah Sadar” atau ketidaksadaran kolektif, yang diwujudkan dalam perilaku baik seperti menolong orang dan perilaku tulus lainnya. LeDoux mengistilahkan sistem limbik ini sebagai tempat duduk bagi semua nafsu manusia, tempat bermuaranya cinta, penghargaan dan kejujuran

- HISTOLOGI

Jaringan saraf tersusun atas sel-sel saraf (neuron).Berdasarkan fungsi konduksinya, neuron dapat dibedakan menjadi neuron sensoris, neuron motoris, dan interneuron. 1. Neuron sensoris (aferen) berperan menjalarkan impuls (aksi potensial yang dijalarkan) dari reseptor menuju ke saraf pusat. Kebanyakan neuron sensoris memiliki soma di luar SSP.

2. Neuron motoris (eferen) berperan menjalarkan impuls dari saraf pusat menuju ke efektor. Neuron motoris memiliki soma di medulla spinalis.

3. Interneuron berperan menghubungkan neuron satu dengan neuron lainnya. Sistem saraf berdasarkan letak dan kedudukannya dapat dibedakan menjadi: CNS (central nervous system) atau SSP (Sistem Saraf Pusat) dan PNS (peripheral nervous system) atau SST (Sistem Saraf Tepi).Sistem saraf pusat merupakan bagian dari endri saraf yang mengatur fungsi organ dan anggota tubuh serta tenpat budi pekerti manusia terletak.

(11)

Otak

Secara makroskopis, otak terdiri dari substantia grisea dan sustansia alba. Sedangkan secara makroskopis, substansia grissea terdiri atas badan sel neuron, serabut myelin dan tidak beermielin, astrosit protoplasmic, oligodendrosit, dan microglia. Substansia alba terdiri dari seraaabut saraf bermielin, astrosit fibrosa, oligodendrosit, dan microglia.

Permukaan cerebellum melipat-lipat ke dalam secara sejajar yang melibatkan kortex cerebelli (sustansia grissea) dan medulla cerebelli (substansia alba).

Secara miroskopis, kortex cerebelli terdiri atas

1. stratum molecular, yaitu sel keranjang yang merupakn cabang azon yang menyelubungi sel purkinje.

2. Stratum ganglionare, yaitu sel purkinje dengan percanagan dendrite di stratum molecular.

(12)

Medulla spinalis

Medulla spinalis berbentuk silindris panjang dan mengisi canalis vertebralis.Pada setiap segmennya keluas sepasan nervus spinalis.Secara mikroskopis, bagian sustansia grissea tersusun atas sel-sel neuron yang membentuk nucleus, pada bagian tengah terdapat kanalis sentralis. Potongan sustansia grissea menyerupai bentuk kupu-kupu, terdiri dari cornu dorsalis dan cornu ventralis. Pada bagian sustansia alba terdapat sulcus medianus dorsalis. Sebagian serabut saraf yang memanjang membentuk fasciculus yang menuju atau ke otak.

Selubung otak

1. Duramater : terdapat jaringan pengikat padat

2. Arachnoid : merupakan bagian yang kontak dengan duramater, membentuk trabecula, tanpa pembuluh darah. Terdapat spatium subarachnoidea, yaitu ruangan diantara trabecula yang terisi Liquot Crebrospinalis

3. Piamater : menutupi langsung permukaan susunan saraf pusat. Di beberapa tempat tertentu menonjol kedalam rongga ventrikulus yang dindingnya tidak berkembang yang selanjutnya membentuk pleksus choroideus.

Pleksus choroideus tersusun atas jaringan pengikat longgar dan banyak terdapat sel makrofag, permukannay dilapisi oleh epitel kuboid selapis yang berasal dari sel ependim yang memiliki banyak mikrovili.

Selubung medulla spinalis

1. Duramater : dipisahkan dengan permukaan kanalis vetebralis oleh spatium epidurale, dilapisi epitel gepeng selapis.

2. Arachnoid : dipisahkan dengan duramater oeh celah sempit.

3. Piamater: lebih tebal daripada di daerah otak.

(13)

- PATOFISIOLOGI - PATOMEKANISME

- JENIS-JENIS PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN - GEJALA KLINIS

- MB akut memiliki trias klinik, yaitu demam, nyeri kepala hebat, dan kaku kuduk; tidak jarang disertai kejang umum dan gangguan kesadaran. Tanda Brudzinski dan Kernig juga dapat ditemukan serta memiliki signifi kansi klinik yang sama dengan kaku kuduk, namun sulit ditemukan secara konsisten. Diagnosis meningitis dapat menjadi sulit jika manifestasi awal hanya nyeri kepala dan demam. Selain itu, kaku kuduk tidak selalu ditemukan pada pasien sopor, koma, atau pada lansia.

-- Meningitis meningokokal harus dicurigai jika terjadi perburukan kondisi yang sangat cepat (kondisi delirium atau sopor dalam hitungan jam), terdapat ruam petechiae atau purpura, syok sirkulasi, atau ketika ada wabah lokal meningitis. Ruam petechiae

muncul pada sekitar 50% infeksi meningokokal, manifestasi tersebut mengindikasikan pemberian antibiotik secepatnya.

- Meningitis pneumokokal sering didahului oleh infeksi paru, telinga, sinus, atau katup jantung. Etiologi pneumokokal juga patut dicurigai pada pasien alkoholik, pascasplenektomi, lansia, anemia bulan sabit, dan fraktur basis kranium. Sedangkan etiologi H. infl uenzae biasanya terjadi setelah infeksi telinga dan saluran napas atas pada anakanak. Etiologi lain sangat tergantung pada kondisi medik tertentu. Meningitis setelah prosedur bedah saraf biasanya disebabkan oleh infeksi stafi lokokus. Infeksi HIV, gangguan myeloproliferatif, defek tulang kranium (tumor, osteomyelitis), penyakit kolagen, kanker metastasis, dan terapi imunosupresan adalah kondisi yang memudahkan terjadinya meningitis yang disebabkan

(14)

pada infark jaringan otak. Abnormalitas saraf kranial sering terjadi pada meningitis pneumokokal, karena invasi eksudat purulen yang merusak saraf yang melalui ruang subaraknoid.

1. Sejak 1 hari sebelum ke IRD kejang berulang 3x masing masing 1 menit 2. Kejangnya kelonjotan tangan dan kaki kanan dan kiri (kejang umum). 3. Panas 3 hari naik turun

4. batuk pilek ringan

5. masih mau makan dan minum sebelum ke IRD

6. 1 hari sebelum ke IRD anak tampak banyak tidur tapi masih bisa dibangunkan tapi tidur lagi.

(15)

Riwayat kehamilan: normal, lahir cukup bulan, ditolong bidan langsung menangis, saudara 2 tanpa riwayat kejang

Riwayat Keluarga: tidak ada keluarga yang seperti itu

PEMERIKSAAN FISIK PENYAKIT

o Lain lain dalam batas normal 5. Thorax

o reflek patologis meningkat di 4 ekstremitas

o babinski +/+

o chaddock +/+ 6. pemeriksaan Lab

Hb : 11,6gr/dl

Leukosit: 16.900/cmm (leukositosis meningkat)

Diff. Count: shift to the left (ada infeksi karena banyak sel motorik) Analisis CSS : jumlah sel > 15000 gengan dominan PMN (infeksi akut) Glukosa menurun, protein meningkat.

None/pandi +/+

Radiologi :

(16)
(17)

BAB V

HIPOTESIS AWAL (DIFFERENTIAL DIAGNOSIS) 1. meningitis bakteri

BAB VI

(18)

1. Meningitis bakteri

Meningitis bakterial (MB) adalah inflamasi meningen, terutama araknoid dan piamater, yang terjadi karena invasi bakteri ke dalam ruang subaraknoid. Pada MB, terjadi rekrutmen leukosit ke dalam cairan serebrospinal (CSS). Biasanya proses inflamasi tidak terbatas hanya di meningen, tapi juga mengenai parenkim otak (meningoensefalitis), ventrikel (ventrikulitis), bahkan bisa menyebar ke medula spinalis. Kerusakan neuron, terutama pada struktur hipokampus, diduga sebagai penyebab potensial defi sit neuropsikologik persisten pada pasien yang sembuh dari meningitis bakterial.

Kasus MB terdistribusi di seluruh belahan bumi. Di negara dengan empat musim, MB lebih banyak terjadi di musim dingin dan awal musim semi. MB lebih banyak terjadi pada pria. Insiden MB adalah 2-6/100.000 per tahun dengan puncak kejadian pada kelompok bayi, remaja, dan lansia. Tingkat insiden tahunan (per 100.000) MB sesuai patogennya adalah sebagai berikut: Streptococcus pneumonia, Neisseria meningitidis, Streptococcus, Listeria monocytogenes, dan Haemophilus infl uenza,

FAKTOR RISIKO

Faktor-faktor yang berkaitan dengan peningkatan risiko MB di antaranya adalah status

immunocompromised (infeksi human immunodefi ciency virus, kanker, dalam terapi obat imunosupresan, dan splenektomi), trauma tembus kranial, fraktur basis kranium, infeksi telinga, infeksi sinus nasalis, infeksi paru, infeksi gigi, adanya benda asing di dalam sistem saraf pusat (contoh: ventriculoperitoneal shunt), dan penyakit kronik (gagal jantung kongestif, diabetes, penyalahgunaan alkohol, dan sirosis hepatik).

ETIOLOGI

Pada individu dewasa imunokompeten, S. pneumonia dan N. meningitidis adalah patogen utama penyebab MB, karena kedua bakteri tersebut memiliki kemampuan kolonisasi nasofaring dan menembus sawar darah otak (SDO). Basil gram negatif seperti Escherichia coli, Klebsiella spp, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, dan Pseudomonas spp biasanya merupakan penyebab MB nosokomial, yang lebih mudah terjadi pada pasien kraniotomi, kateterisasi ventrikel internal ataupun eksternal, dan trauma kepala. Penyebab MB berdasarkan usia dan faktor risiko

(19)

Infeksi bakteri mencapai sistem saraf pusat melalui invasi langsung, penyebaran hematogen, atau embolisasi trombus yang terinfeksi. Infeksi juga dapat terjadi melalui perluasan langsung dari struktur yangterinfeksi melalui vv. diploica, erosi fokus osteomyelitis, atau secara iatrogenik (pascaventriculoperitoneal shunt atau prosedur bedah otak lainnya).

Transmisi bakteri patogen umumnya melalui droplet respirasi atau kontak langsung dengan karier. Proses masuknya bakteri ke dalam sistem saraf pusat merupakan mekanisme yang kompleks. Awalnya, bakteri melakukan kolonisasi nasofaring dengan berikatan pada sel epitel menggunakan villi adhesive dan membran protein. Risiko kolonisasi epitel nasofaring meningkat pada individu yang mengalami infeksi virus pada sistem pernapasan atau pada perokok.

(20)

akan terakumulasi di bagian basal otak serta meluas ke selubung saraf-saraf kranial dan spinal. Selain itu, eksudat akan menginfi ltrasi dinding arteri dan menyebabkan penebalan tunika intima serta vasokonstriksi, yang dapat mengakibatkan iskemia serebral. Tunika adventisia arteriola dan venula subaraknoid sejatinya terbentuk sebagai bagian dari membran araknoid. Dinding vasa bagian luar sebenarnya sejak awal sudah mengalami proses infl amasi bersamaan dengan proses meningitis (vaskulitis infeksius). Selanjutnya, dapat terjadi syok yang mereduksi tekanan darah sistemik, sehingga dapat mengeksaserbasi iskemia serebral.

Selain itu, MB dapat menyebabkan trombosis sekunder pada sinus venosus mayor dan tromboflebitis pada vena-vena kortikal. Eksudat purulen yang terbentuk dapat menyumbat resorpsi CSS oleh villi araknoid atau menyumbat aliran pada sistem ventrikel yang menyebabkan hidrosefalus obstruktif atau komunikans yang disertai edema serebral interstisial. Eksudat tersebut juga dapat mengelilingi saraf-saraf kranial dan menyebabkan neuropati kranial fokal.

TANDA DAN GEJALA KLINIK

MB akut memiliki trias klinik, yaitu demam, nyeri kepala hebat, dan kaku kuduk; tidak jarang disertai kejang umum dan gangguan kesadaran. Tanda Brudzinski dan Kernig juga dapat ditemukan serta memiliki signifi kansi klinik yang sama dengan kaku kuduk, namun sulit ditemukan secara konsisten. Diagnosis meningitis dapat menjadi sulit jika manifestasi awal hanya nyeri kepala dan demam. Selain itu, kaku kuduk tidak selalu ditemukan pada pasien sopor, koma, atau pada lansia.

Meningitis meningokokal harus dicurigai jika terjadi perburukan kondisi yang sangat cepat (kondisi delirium atau sopor dalam hitungan jam), terdapat ruam petechiae atau purpura, syok sirkulasi, atau ketika ada wabah lokal meningitis. Ruam petechiae muncul pada sekitar 50% infeksi meningokokal, manifestasi tersebut mengindikasikan pemberian antibiotik secepatnya.

(21)

sangat tergantung pada kondisi medik tertentu. Meningitis setelah prosedur bedah saraf biasanya disebabkan oleh infeksi stafi lokokus. Infeksi HIV, gangguan myeloproliferatif, defek tulang kranium (tumor, osteomyelitis), penyakit kolagen, kanker metastasis, dan terapi imunosupresan adalah kondisi yang memudahkan terjadinya meningitis yang disebabkan

Enterobacteriaceae, Listeria, A. calcoaceticus, dan Pseudomonas. Tanda-tanda serebral fokal pada stadium awal meningitis paling sering disebabkan oleh pneumokokus dan H. infl uenza. Meningitis dengan etiologi H. infl uenza paling sering menyebabkan kejang. Lesi serebal fokal persisten atau kejang yang sulit dikontrol biasanya terjadi pada minggu kedua infeksi meningen dan disebabkan oleh vaskulitis infeksius, saat terjadi sumbatan vena serebral superfi sial yang berujung pada infark jaringan otak. Abnormalitas saraf kranial sering terjadi pada meningitis pneumokokal, karena invasi eksudat purulen yang merusak saraf yang melalui ruang subaraknoid.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosis MB ditegakkan melalui analisis CSS, kultur darah, pewarnaan CSS, dan biakan CSS. Pada prinsipnya, pungsi lumbal harus dikerjakan pada setiap kecurigaan meningitis dan/atau ensefalitis. Pada pemeriksaan darah, MB disertai dengan peningkatan leukosit dan penanda infl amasi, dan kadang disertai hipokalsemia, hiponatremia, serta gangguan fungsi ginjal dengan asidosis metabolik. Pencitraan otak harus dilakukan secepatnya untuk mengeksklusi lesi massa, hidrosefalus, atau edema serebri yang merupakan kontraindikasi relatif pungsi lumbal. Jika pencitraan tidak dapat dilakukan, pungsi lumbal harus dihindari pada pasien dengan gangguan kesadaran, keadaan immunocompromised (AIDS, terapi imunosupresan, pasca-transplantasi), riwayat penyakit sistem saraf pusat (lesi massa, stroke, infeksi fokal), defi sit neurologik fokal, bangkitan awitan baru, atau papil edema yang memperlihatkan tanda-tanda ancaman herniasi.

Tekanan pembukaan saat pungsi lumbal berkisar antara 20-50 cmH2O. CSS biasanya keruh, tergantung dari kadar leukosit, bakteri, dan protein. Pewarnaan Gram CSS memberi hasil meningokokus positif pada sekitar 50% pasien dengan meningitis meningokokal akut. Kultur darah dapat membantu, namun tak selalu bisa diandalkan. Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) bersifat sensitif terhadap Streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitidis.

(22)

MB adalah kegawatdaruratan medik. Pemilihan antibiotik yang tepat adalah langkah yang krusial, karena harus bersifat bakterisidal pada organisme yang dicurigai dan dapat masuk ke CSS dengan jumlah yang efektif. Pemberian antibiotik harus segera dimulai sambil menunggu hasil tes diagnostik dan nantinya dapat diubah setelah ada temuan laboratorik. Pada suatu studi, didapatkan hasil jika pemberian antibiotik ditunda lebih dari 3 jam sejak pasien masuk RS, maka mortalitas akan meningkat secara bermakna.

Pilihan antibiotik empirik pada pasien MB harus berdasarkan epidemiologi lokal, usia pasien, dan adanya penyakit yang mendasari atau faktor risiko penyerta .Antibiotik harus segera diberikan bila ada syok sepsis. Jika terjadi syok sepsis, pasien harus diterapi dengan cairan dan mungkin memerlukan dukungan obat inotropik. Jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial, pertimbangkan pemberian manitol. Antibiotik empirik bisa diganti dengan antibiotik yang lebih spesifi k jika hasil kultur sudah ada. Durasi terapi antibiotik bergantung pada bakteri penyebab, keparahan penyakit, dan jenis antibiotik yang digunakan. Meningitis meningokokal epidemik dapat diterapi secara efektif dengan satu dosis ceftriaxone

intramuskuler sesuai dengan rekomendasi WHO. Namun WHO merekomendasikan terapi antibiotik paling sedikit selama 5 hari pada situasi nonepidemik atau jika terjadi koma atau kejang yang bertahan selama lebih dari 24 jam. Autoritas kesehatan di banyak negara maju menyarankan terapi antibiotik minimal 7 hari untuk meningitis meningokokal danhaemofi lus; 10-14 hari untuk terapi antibiotik pada meningitis pneumokokal. Terapi dexamethasone

yang diberikan sebelum atau bersamaan dengan dosis pertama antibiotik dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas secara bermakna, terutama pada meningitis pneumokokal.

(23)

Pasien MB harus dipantau ketat. Kejadian kejang sering muncul dan terapi antikonvulsan sering kali diperlukan. Jika kesadaran pasien menurun setelah kejang, maka pasien terindikasi untuk pemeriksaan elektroensefalografi . Kondisi pasien harus dipertahankan dalam status normoglikemia dan normovolemia. Proton pump inhibitor perlu diberikan untuk mencegah

stressinduced gastritis. Jika kondisi klinis pasien belum membaik dalam 48 jam setelah terapi antibiotik dimulai, maka analisis CSS ulang harus dilakukan.

Pada pasien MB dengan hidrosefalus akut, prosedur ventrikulostomi dapat dipertimbangkan. Pada pasien dengan pembesaran sistem ventrikel ringan tanpa perburukan klinis, resolusi spontan dapat terjadi, sehingga prosedur invasif dapat

Profi laksis

Individu yang mengalami kontak dengan pasien meningitis meningokokal harus diberi antibiotik profi laksis. Pilihan antibiotik yang biasa diberikan adalah ciprofl oxacin 500 mg dosis tunggal atau rifampicin 2 x 600 mg selama 2 hari. Profi laksis tidak dibutuhkan jika durasi sejak penemuan kasus meningitis meningokokal sudah lebih dari 2 minggu. Imunisasi

S. pneumoniae, H. infl uenza dan N. meningitidis diketahui menurunkan insiden meningitis secara bermakna.

PROGNOSIS

MB yang tidak diobati biasanya berakhir fatal. Meningitis pneumokokal memiliki tingkat fatalitas tertinggi, yaitu 19-37%. Pada sekitar 30% pasien yang bertahan hidup, terdapat sekuel defi sit neurologik seperti gangguan pendengaran dan defi sit neurologik fokal lain. Individu yang memiliki faktor risiko prognosis buruk adalah pasien immunocompromised, usia di atas 65 tahun, gangguan kesadaran, jumlah leukosit CSS yang rendah, dan infeksi pneumokokus.Gangguan fungsi kognitif terjadi pada sekitar 27% pasien yang mampu bertahan dari MB.

Terapi kortikosteroid jangka panjang

(24)

kondisi pasien secara seksama dan menggunakan jenis kortikosteroid dengan potensi dan dosis serendah mungkin. Kortikosteroid menekan fungsi imun normal dengan menurunkan ekspresi limfosit T, monosit, makrofag, eosinofi , mastosit, dan sel endotelial. Supresi sitokin bukan satusatunya efek kortikosteroid pada respons imun dan antiinfl amasi normal. Kortikosteroid juga dipercaya mengeksitasi produksi sitokin antiinflamasi TGF-s (Transforming Growth Factor-β). Kortikosteroid juga mengganggu ekspresi molekul pengikat pada antigenprecenting cell serta menginduksi apoptosis pada limfosit T matur dan monosit. Pengguna kortikosteroid jangka panjang rentan terhadap infeksi karena kortikosteroid dapat menghambat kerja sistem imun normal dan menekan proses infl amasi. Gejala infeksi pada pengguna kortikosteroid jangka panjang dapat menunjukkan gejala yang tidak khas karena adanya inhibisi pelepasan sitokin dan reduksi respons infl amasi. Untuk mencegah infeksi oportunistik pada pengguna kortikosteroid jangka panjang, beberapa pakar menganjurkan memulai terapi kortikosteroid dengan dosis dan potensi serendah mungkin tanpa mengabaikan efi kasi. Sebelum memulai terapi kortikosteroid jangka panjang, pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sebagai data dasar. Selanjutnya, pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan setiap 3 bulan (selama pasien masih dalam terapi kortikosteroid) untuk melihat adanya kemungkinan infeksi yang belum bermanifestasi spesifi k. Setiap pasien juga harus memiliki termometer pribadi di rumah dan harus segera ke dokter bila suhu meningkat di atas 38°C. American College of Rheumatology merekomendasikan vaksinasi pneumokokus dan infl uenza pada pasien tersebut.

SIMPULAN

(25)

BAB VII

(26)
(27)

1. Anamnesa

1. Sejak 1 hari sebelum ke IRD kejang berulang 3x masing masing 1 menit 2. Kejangnya kelonjotan tangan dan kaki kanan dan kiri (kejang umum).

(28)

3. Panas 3 hari naik turun 4. batuk pilek ringan

5. masih mau makan dan minum sebelum ke IRD

6. 1 hari sebelum ke IRD anak tampak banyak tidur tapi masih bisa dibangunkan tapi tidur lagi.

Riwayat Penyakit Dahulu: 1.tidak pernah kejang sebelumnya 2. tidak ada riwayat trauma kepala 3.otitits media purulen negatif 4.Batuk pilek sudah diobati 5.Tidak ada kejang sebelumnya

Riwayat kehamilan: normal, lahir cukup bulan, ditolong bidan langsung menangis, saudara 2 tanpa riwayat kejang

Riwayat Keluarga: tidak ada keluarga yang seperti itu

PEMERIKSAAN FISIK PENYAKIT

(29)

o Murmur :

-Abdomen : dalam batas normal Extremitas : akral hangat Edema:

-/-Status neurologi:

o reflek patologis meningkat di 4 ekstremitas

o babinski +/+

o chaddock +/+ 9. pemeriksaan Lab

Hb : 11,6gr/dl

Leukosit: 16.900/cmm (leukositosis meningkat)

Diff. Count: shift to the left (ada infeksi karena banyak sel motorik) Analisis CSS : jumlah sel > 15000 gengan dominan PMN (infeksi akut) Glukosa menurun, protein menurun

None/pandi +/+

Radiologi :

o USG kepala : dalam batas normal Diagnosis Akhir : meningitis bakterial

BAB IX

STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH

(30)

B. Prinsip Tindakan Medis

BAB X

PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI

10.1 Komplikasi

10.2 Tanda untuk Merujuk Pasien

10.3 Prognosis

(31)

DAFTAR PUSTAKA

1. Ropper AH, Brown RH. Adam and Victor’s principles of neurology. 8th ed. New York: McGraw-Hill; 2005.

2. Clarke C, Howard R, Rossor M, Shorvon S. Neurology: A queen square textbook. London: Blackwell Publishing; 2009.

3. Shay K. Infectious complications of dental and periodontal diseases in elderly populations. Clinical Infectious Diseases 2002;34:1215-23.

4. Van De Beek D, De Gans J, Tunkel AR, Wijdicks EFM. Community-acquired bacterial meningitis in adults. N Eng J Med. 2006;354:44-53.

5. Brouwer M, Van De Beek D, Thwaites G. Dilemmas in the diagnosis of bacterial meningitis. Lancet 2012;380:1684-92.

(32)

7. Van De Beek D, Brouwer M, Thwaites G. Advances in treatment of bacterial meningitis. Lancet 2012;380:1693-702.

8. Bhimraj A. Acute community-acquired bacterial meningitis in adults: An evidence-based review. Clev Clin J of Med. 2012;79:393-400.

9. Pokdi Neuroinfeksi Perdossi. Neuroinfeksi. Surabaya: Airlangga University Press; 2012.

10. 10. Van De Beek D, Farrar J, Gans J, Mai NTH, Tuan PQ, Zwinderman AH. Adjunctive dexamethasone in bacterial meningitis: A meta-analysis of individual patient data. Lancet Neurol.2010;9:254-63.

11. 11. Fernandes D, Pereira J, Silvestre J, Bento L. Acute bacterial meningitis in the intensive care unit and risk factors for clinical outcomes: Retrospective study. J Crit Care 2014;29:347-50.

12. 12. Singh N, Rieder MJ, Tucker MJ. Mechanisms of glucocorticoid-mediated antiinfl ammatory and immunosuppresive action. Paed Perinatal Drug Ther. 2004;6:107-15.

13. 13. Brunton LL, Lazo JS, Parker KL. Goodman & Gilman’s the pharmacological basis of therapeutics. 11th ed. New York: McGraw-Hill; 2006.

14. 14. Liu D, Ahmet A, Ward L, Krishnamoorthy P, Mandelcorn ED, Leigh R, et al. A practical guide to the monitoring and management of the complications of systemic corticosteroid therapy.Allergy, Asthma & Clinical Immunology 2013;9:1-25.

15. 15. Hsu D, Katelaris C. Long-term management of patients taking immunosuppresive drugs. Aust Prescr. 2009;32:68-71.

Referensi

Dokumen terkait

Di sisi lain, mereka juga menggunakan produk perawatan wajah agar tetap terlihat segar dan demi menambah rasa percaya diri sehingga jelas bahwa lelaki masa kini

Phylogeny and biogeography of 91 species of heroine cichlids (Teleostei: Cichlidae) based on sequences of the cytochrome b gene.. Principles and Techniques of

Kegiatan pertunjukan ini akan sering diadakan untuk mendukung proses pembelajaran musik itu sendiri karena pada dasarnya musik adalah seni pertunjukan dan banyak hal yang tidak

beracun) yang ada di instalasi farmasi. Semua petugas security harus bisa dan mampu mengoprasikan alat appar. Semua peralatan baik yang elektonik maupun yang yang bukan elektronik

Lo merasa salah tingkah ketika cowo/cowo lo ngapain? Terus, merasa kecewa sama cowok/cowok lo kalo ngapain?.. Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak sekali orang yang tertarik

NAMA INSTANSI NAMA BARANG JUMLAH KETERANGAN... Dinas

Berdasarkan hasil penelitian, penggunaan sistem jaring pada budidaya pendederan juvenil lobster pasir Panulirus homarus tidak berpengaruh terhadap respons

Dari hasil analisis regresi yang dilakukan diperoleh nilai Adjusted R Square sebesar 0,554 atau 55,4% yang artinya bahwa pengaruh variabel independen yaitu Effective Tax