• Tidak ada hasil yang ditemukan

Advertising Values dan Perilaku Konsumen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Advertising Values dan Perilaku Konsumen"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Advertising Values dan Perilaku Konsumen:

Pengaruh Advertising Values dalam Tagged Promotion terhadap Perilaku

Konsumen (Consumer Attitudes) Online Fashion Shop Facebook di

Yogyakarta

Syaifa Tania

1 New Media Studies Department of Communication Faculty of Social and Political Sciences

Gadjah Mada University

Abstract

The rapid proliferation of Facebook adoption among Indonesian new media user has created a new channel for marketing. The use of photo tagging feature emerges new marketing communication tool known as tagged promotion which is commonly used by online fashion shop. The use of tagged promotion to access customers through their Facebook accounts are gaining popularity, making Facebook the ultimate medium for doing marketing communication activities. The present research investigates the effect of advertising values on tagged promotion toward consumer attitudes. The result of this research indicates that advertising values toward tagged promotion is not affecting consumer attitudes.

Keywords: consumer attitudes, online advertising, Facebook

Pendahuluan

Peningkatan tingkat penetrasi internet dan perangkat komunikasi mobil (mobile communication devices) dalam satu dekade terakhir memberikan dampak dan perubahan yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan sosial masyarakat. Tingkat penetrasi internet yang awalnya hanya sebesar 8% di tahun 2005 kini meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi 17% di tahun 2009 (The Nielsen Company Indonesia, 2010). Internet kemudian menjadi salah satu media yang paling sering diakses di Indonesia terlebih dengan adanya tarif layanan mobile internet yang terjangkau dan meningginya tingkat adopsi perangkat telepon pintar (smartphone) di masyarakat. Popularitas internet dan perangkat mobile kemudian melahirkan kanal baru bagi dunia periklanan yakni online advertising.

Meningkatnya tingkat penetrasi internet di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari kehadiran social media yang memediasi interaksi antarpengguna tanpa harus terbentur masalah jarak dan waktu. Karakteristik budaya komunal masyarakat yang menunjukkan kecenderungan untuk berkawan dan membentuk komunitas menjadi salah satu alasan social media begitu cepat populer dan diadopsi oleh masyarakat, khususnya kaum muda. Dalam konteks

1

Corresponding Author:

Syaifa Tania, M.A., peneliti New Media Studies (Newmesis) Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, Indonesia.

(2)

ekonomi, tren penggunaan social media ini menarik perhatian para pelaku industri baik dalam skala makro maupun mikro untuk mulai mengembangan unit usaha mereka dengan memanfaatkan social media sebagai media komunikasi pemasarannya. Salah satu bidang industri yang turut berkembang dari popularitas social media ini adalah online fashion shop yang memanfaatkan fitur photo tagging di Facebook sebagai kanal komunikasi pemasaran. Adapun dalam konteks online fashion shop, penggunaan fitur photo tagging sebagai media komunikasi pemasaran dikenal dengan istilah tagged promotion.

Kajian mengenai perilaku audiens terhadap iklan telah lama menjadi fokus perhatian dalam sejumlah kajian di bidang komunikasi pemasaran. Kajian-kajian awal terkait isu tersebut menunjukkan bahwa audiens pada awalnya cenderung menyikapi iklan di media massa (print ad dan TVC) secara positif, namun dalam perkembangannya mulai terjadi perubahan. Saat ini, iklan cenderung disikapi secara negatif oleh audiens (Zanot dalam Keith, 1981). Meskipun demikian, pada saat yang sama, pertumbuhan internet dan iklan online yang ditawarkan sebagai konten media baru justru disikapi secara positif (Schlosser, Shavitt, dan Kanfer, 1999:34-35). Penyikapan positif terhadap iklan online ini disebabkan karena iklan online mampu menyampaikan informasi dalam format audio visual dan interaktif sehingga pesan komersial yang disampaikan tidak hanya dianggap informatif melainkan juga menghibur (Tsang, Ho, dan Liang, 2004). Mengacu pada kondisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa audiens memiliki advertising values yang berbeda antara iklan yang ditampilkan dalam media massa dan online. Lebih lanjut, advertising values terhadap iklan diduga dapat mempengaruhi consumer attitudes mereka terkait produk yang ditawarkan dalam iklan.

Pertumbuhan online advertising secara umum telah membuka ruang-ruang baru bagi kajian komunikasi pemasaran dalam kaitannya dengan media baru. Meskipun demikian, hingga kini masih belum banyak dilakukan penelitian yang secara khusus mengkaji iklan online yang memanfaatkan social media sebagai media beriklannya, padahal pertumbuhan social media saat ini terus membuka ruang-ruang komunikasi pemasaran baru bagi para pelaku industri mikro berbasis online. Hal inilah yang kemudian coba digali oleh peneliti hingga dapat memperkaya basis kajian komunikasi pemasaran di social media sehingga dapat bermanfaat bagi para pelaku bisnis online dalam merancang strategi komunikasi pemasaran yang efektif.

Secara khusus, penelitian ini berupaya untuk mengungkap pengaruh advertising values dalam tagged promotion terhadap perilaku konsumen (consumer attitudes) online fashion shop di Facebook. Selama ini, tagged promotion kerap disikapi secara ganda (Tania, 2011). Sebagian pengguna Facebook merasa terganggu dengan praktik tagging yang terkesan dilakukan sembarangan sehingga mengganggu estetika tampilan laman profil Facebook mereka, sementara sebagian yang lain merasa nyaman dengan praktik tagging tersebut. Selain itu, sebagian pengguna Facebook juga merasa bahwa tagged promotion memiliki nilai informasi yang aktual terkait tren fashion, sementara sebagian pengguna lain berpendapat sebaliknya. Perbedaan advertising values dalam tagged promotion tersebut diduga mampu mempengaruhi attitudes mereka terkait praktik pembelian.

Penelitian Sebelumnya

(3)

terhadap mobile advertising dalam risetnya yang berjudul Consumer Attitudes toward Mobile Advertising . Dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa konsumen cenderung menyikapi mobile advertising secara negatif kecuali bagi konsumen yang memang secara sadar dan suka rela menyetujui pengiriman pesan teks (SMS) yang berisi promosi dari berbagai pusat perbelanjaan ke nomor ponsel mereka.

Kajian lain dilakukan oleh Gallup (1959) dalam A “tudy of Pu li Attitudes To ards

Ad ertisi g yang mengungkapkan bahwa mayoritas responden yang terlibat dalam

surveinya menyukai iklan dan menganggap pesan yang disampaikan sangat informatif. Gagasan tersebut diperkuat pula oleh Bauer dan Greyser (1968) melalui bukunya

Ad ertisi g i A eri a: The Co su er Vie yang melihat bahwa pada saat itu mayoritas

konsumen menyikapi iklan secara positif.

Memasuki tahun 1970-an terjadi perubahan yang cukup signifikan. Kajian yang dilakukan oleh Zanot (1981) berjudul Public Attitudes toward Advertising yang menemukan bahwa meskipun pada tahun-tahun sebelumnya iklan disikapi secara positif oleh publik, namun paska tahun 1970-an iklan justru disikapi secara negatif. Lebih lanjut, pesan yang disampaikan dalam iklan televisi bahkan dianggap sangat menyesatkan (Mittal, 1994; serta Alwitt dan Prabhaker, 1994). Meskipun demikian, Elliot dan Speck (1998) dalam kajiannya Co su er Per eptio of Ad ertisi g Clutter a d Its I pa t A ross Various Media mengkaji enam jenis media dan menemukan adanya perbedaan tingkat persepsi audiens terhadap iklan yang disampaikan dalam keenam media tersebut. Iklan televisi dianggap lebih mengganggu dibandingkan dengan dengan iklan radio. Selain itu, perbedaan nilai iklan (advertising values) terhadap jenis-jenis media tersebut dianggap mempengaruhi perilaku mereka.

Tinjauan teori

Kehadiran media baru telah mendorong adanya perubahan besar dalam paradigma komunikasi pemasaran saat ini, sekaligus berakibat pada perilaku pengguna media baru sebagai publik yang menerima terpaan pesan komersial secara online. Dalam konteks pemasaran, perilaku konsumen (consumer attitudes) merupakan konsep penting yang didefinsikan sebagai kecenderungan seseorang dalam merespon suatu objek (Fishbein, 1967). Konsep perilaku ini lebih lanjut dimaknai oleh Kotler (2000) sebagai evaluasi, perasaan emosional, dan kecenderungan perilaku seseorang terhadap objek atau ide tertentu. Dalam konteks komunikasi pemasaran, kajian mengenai perilaku konsumen (consumer attitudes) terhadap iklan dimaknai sebagai kecenderungan respon yang diberikan terhadap terpaan pesan komersial yang disampaikan dalam iklan. Adapun perbedaan nilai yang dikandung dalam konten iklan (advertising values) diduga berpengaruh terhadap perilaku konsumen (consumer attitudes).

Pengguna Media Baru dan Responnya terhadap Online Advertising

(4)

dapat menyebar luas kepada para pengguna lain yang berada dalam jaring pertemanannya. Selain itu, feedback yang dalam media massa cenderung disampaikan secara tertunda, maka dalam media baru dapat disampaikan pada saat itu juga dalam konteks real time. Kondisi ini tentunya menempatkan pengguna media baru sebagai audiens iklan online yang memiliki kuasa besar terhadap iklan dan direfleksikan melalui respon yang mereka berikan.

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, interaktivitas yang dimiliki oleh media baru memungkinkan iklan online ditampilkan secara menghibur dan disikapi positif oleh responden (Schlosser, Shavitt, dan Kanfer, 1999). Selain itu, iklan online dianggap lebih informatif dan terpercaya dibandingkan iklan-iklan yang disampaikan melalui media massa. Mengacu pada kondisi tersebut, nilai yang dikandung dalam iklan (advertising values) dianggap dapat mempengaruhi perilaku/respon mereka terhadap iklan tersebut. Model advertising values tersebut lebih lanjut digambarkan sebagai berikut.

Gambar 1.1

Model Pengaruh Advertising Values terhadap Consumer Attitudes

Konten (informativeness) dan bentuk/wujud (entertainment) iklan merupakan dimensi advertising values yang mempengaruhi efektivitas iklan online (Aaker, Batra dan Mayers, 1992; serta Ducoffe, 1996). Iklan yang menarik dan menghibur dinilai mampu berdampak positif bagi perilaku konsumen (Shimp, 1981). Sebaliknya, iklan yang tidak disampaikan secara menarik justru dianggap mengganggu (irritation). Iritasi ini kemudian turut mempengaruhi penilaian konsumen terhadap iklan (Ducoffe, 1996). Lebih lanjut, Bracket dan Carr (2001) juga menyebutkan bahwa kredibilitas pengiklan sebagai pengirim pesan (sender credibility) turut mempengaruhi penilaian konsumen. Secara ringkas, dapat disimpulkan bahwa nilai hiburan, informasi, iritasi, dan kredibilitas pengirim pesan merupakan dimensi-dimensi yang menyusun advertising values. Advertising values nantinya akan berpengaruh pula pada perilaku konsumen (consumer attitude). Adapun Fishbein dan Ajzen (1975) membedakan consumer attitudes ke dalam dua dimensi yaitu intensi (intention) dan perilaku yang sesungguhnya (actual behavior). Intensi merupakan dimensi yang mengungkapkan keinginan seseorang dalam menerima pesan komersial, sedangkan actual behavior mengungkapkan perilaku yang sesungguhnya dilakukan oleh konsumen setelah memiliki intensi terhadap iklan.

Iklan Online dan Tagged Promotion

Perkembangan teknologi komunikasi telah mengubah lanskap media secara signifikan. Tingginya penetrasi perangkat telekomunikasi mobil (mobile telecommunications) di

entertainment

informativeness

irritation

credibility

(5)

masyarakat seolah membuka peluang baru bagi berbagai aplikasi internet nirkabel, termasuk dalam bidang periklanan dan komunikasi pemasaran (wireless marketing and advertising). Komunikasi pemasaran nirkabel sendiri didefinisikan sebagai proses pengiriman pesan komersial kepada perangkat telekomunikasi mobile audiens melalui jaringan nirkabel (Zoller, Housen, dan Matthews, 2001). Iklan online kemudian merupakan bagian dari komunikasi pemasaran nirkabel tersebut.

Interaktivitas dan kemampuan iklan online untuk memediasi respon dari audiens secara cepat menjadikannya kanal komunikasi pemasaran favorit berbagai brand (Barwis dan Strong, 2002). Selain itu, iklan online juga memungkinkan pesan komersial disampaikan secara lebih menarik karena dikemas dalam format audio visual serta memiliki kapasitas untuk memediasi respon sesegara mungkin (immediate), interaktif, personal, dan responsif (Yoon dan Kim, 2001). Dalam perkembangannya, kehadiran social media memberikan warna baru dalam konteks komunikasi pemasaran online melalui fitur-fitur yang secara khusus dimiliki oleh social media tersebut. Tagged promotion kemudian merupakan bentuk iklan online yang secara khusus dimiliki oleh Facebook melalui fitur photo tagging-nya.

Berbagai fitur yang ditawarkan oleh Facebook menjadikan social media ini memiliki daya tarik tersendiri tidak hanya bagi pengguna media baru secara personal, melainkan juga para pelaku industri baik di tingkat mikro maupun makro. Kemudahan dalam proses komunikasi yang terjadi di antara para penggunanya mendorong Facebook menjadi salah satu situs social media yang paling sering diakses oleh pengguna internet di seluruh dunia, tidak terkecuali Indonesia (Belch dan Belch, 2009:485). Kondisi ini tentu tidak disia-siakan oleh para pemilik brand. Berkaca dari fenomena tersebut, para pemilik brand pun mulai berlomba-lomba menggunakan Facebook sebagai salah satu kanal komunikasi pemasarannya.

Berbagai fitur yang ditawarkan oleh Facebook untuk mempermudah interaksi di antara para penggunanya dimanfaatkan pula oleh para pemilik brand untuk berinteraksi dengan konsumen. Aktivitas komunikasi pemasaran melalui iklan yang pada awalnya hanya berpusat pada pola monolog dari brand ke audiens, kini mulai berubah menjadi pola dialog yang terbangun melalui prinsip interaktivitas di media baru.

Fitur photo tagging merupakan fitur khas yang menjadi keunggulan Facebook dibandingkan dengan media jejaring sosial lainnya. Melalui fitur photo tag, setiap pengguna Facebook dapat membagi (share) foto yang diunggahnya dengan para pengguna Facebook lain. Fitur ini pula yang kemudian digunakan oleh para pemilik brand dalam skala makro seperti IKEA, maupun mikro seperti online fashion shop untuk berkomunikasi dengan para pengguna Facebook yang dinilai sebagai target konsumen potensial mereka. Lebih lanjut, efektivitas fitur photo tagging sebagai kanal komunikasi pemasaran didasarkan pada beberapa alasan (Perez, 2008) antara lain:

a. Foto merupakan media yang cenderung lebih disukai dan sering diakses oleh pengguna Facebook.

(6)

c. Pesan yang disampaikan dalam foto umumnya memiliki relevansi tertentu dengan pengguna Facebook yang ditandai dalam foto tersebut. Selain itu, bagi para pengguna Facebook lainnya yang tidak ditandai dalam foto tersebut umumnya memiliki rasa ingin tahu yang besar terkait alasan penandaan akun Facebook teman mereka dalam foto tersebut.

Fitur photo tagging yang digunakan dalam berbagai tagged promotion mulai berkembang di Indonesia seiring dengan munculnya berbagai online fashion shop yang memasarkan produknya melalui Facebook. Melalui fitur tagging tersebut pesan komersial yang disampaikan melalui Facebook dapat ditransmisikan secara cepat kepada pengguna Facebook lain dalam jumlah besar sepanjang para pengguna Facebook tersebut terhubung dalam jaring pertemanan (friend list). Akibatnya, terpaan terhadap tagged promotion di Facebook dapat dikategorikan menjadi dua jenis yaitu terpaan langsung (direct exposure) di mana tagged promotion yang diterima oleh pengguna Facebook disebabkan karena online fashion shop menandai (tagging) akun pengguna tersebut dalam laman tagged promotion mereka, serta terpaan tidak langsung (indirect tagged promotion) di mana pengguna Facebook tidak ditandai secara langsung oleh online fashion shop namun menerima terpaan pesan komersial tagged promotion melalui fitur news feed di laman home akun Facebook-nya.

Rumusan Masalah

Menyadari bahwa consumer attitude merupakan salah satu elemen penting sebagai tujuan akhir dalam mata rantai praktik komunikasi pemasaran, maka penelitian ini berupaya mengkaji pengaruh advertising values dalam tagged promotion terhadap perilaku konsumen (consumer attitude) online fashion shop di Facebook. Adapun beberapa hal yang dirumuskan melalui penelitian ini antara lain:

H0 : Tidak terdapat pengaruh antara advertising values dalam tagged promotion dan consumer attitudes.

H1 : Terdapat pengaruh antara advertising values dalam tagged promotion dan consumer attitudes.

Metodologi

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian survei. Pemilihan survei sebagai metode penelitian dalam riset ini didasarkan pada pertimbangan bahwa survei memiliki kapabilitas untuk mengumpulkan dan menganalisis data secara detail, terstruktur, dan memperoleh informasi dari responden dalam jumlah yang besar (Berger, 2000; De Vaus, 1991). Selain itu, penelitian survei dapat digunakan pula untuk mengetahui sikap, perasaan, prasangka, keyakinan, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh responden (Prajarto, 2010).

(7)

Facebook di Yogyakarta bahkan mencapai 166% total populasi masyarakatnya2. Kondisi ini sangat mungkin terjadi mengingat banyak ditemukan pengguna Facebook yang memiliki akun ganda (multiple accounts). Selain itu, posisi Yogyakarta sebagai destinasi kota pendidikan memungkinkan Yogyakarta banyak dihuni oleh kaum muda di mana kaum muda tersebut merupakan segmen primer baik dalam posisinya sebagai konsumen maupun pelaku bisnis online fashion shop.

Meskipun sulit untuk secara pasti menentukan jumlah pengguna Facebook di Yogyakarta, namun pada sumber yang sama, data temuan terkini terkait statistik jumlah pengguna Facebook di Yogyakarta tahun 2012 berkisar antara 500.000 – 1.000.000 orang. Mengingat bahwa jeda waktu satu tahun antara waktu rilis data tersebut dan waktu pelaksanaan penelitian ini, maka besar kemungkinan bahwa telah terjadi peningkatan jumlah pengguna Facebook. Keterbatasan data statistik jumlah pengguna tersebut menjadi limitasi dalam penelitian ini. Adanya data yang akurat mengenai jumlah pengguna Facebook terkini di Yogyakarta memungkinkan hasil temuan penelitian dapat lebih akurat dan merepresentasikan kondisi terkini terkait advertising values dan consumer attitudes.

Mengacu pada data terakhir statistik jumlah pengguna Facebook sebesar 500.000 – 1.000.000 orang pengguna, ketidakpastian jumlah populasi secara rigid kemudian mempengaruhi teknik sampling yang digunakan oleh peneliti. Pengambilan sampel dalam penelitian dilakukan dengan menggunakan probability sampling yaitu dengan menggunakan purposive sampling sesuai tabel Krejcie di mana untuk jumlah populasi sebesar 1.000.000 orang, maka sampel yang dapat diambil sebesar 384 orang dengan asumsi confidence level sebesar 95% dan margin of error sebesar 5% (Krejcie dan Morgan, 1970). Adapun data temuan penelitian diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang kemudian diolah dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 22.

Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah advertising values terhadap iklan online yang meliputi nilai entertainment, information, irritation, dan sender credibility, serta consumer attitudes yang meliputi behavioral intention dan actual behavior. Data responden diperoleh melalui kuesioner yang disebarkan kepada para pengguna Facebook di Yogyakarta yang sudah pernah menerima terpaan tagged promotion dari online fashion shop. Mengacu pada data isian dalam kuesioner, apabila responden menyebutkan bahwa dirinya memiliki akun Facebook namun belum pernah menerima terpaan tagged promotion, maka data isian pengguna Facebook tersebut diabaikan dan tidak digunakan sebagai data penelitian. Kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari tiga bagian utama yaitu data diri responden, advertising values terhadap tagged promotion, serta consumer attitudes. Adapun pada praktik pelaksanaannya, kuesioner ini diujicobakan (pretested) pada sepuluh orang responden yang pernah menerima terpaan tagged promotion dari online fashion shop.

Hasil Penelitian

Data responden yang telah diperoleh melalui kuesioner kemudian diolah oleh peneliti dengan menggunakan SPSS 22. Dalam proses pengolahan data ini, peneliti melakukan beberapa ujian. Uji yang pertama kali dilakukan adalah uji realibilitas yang digunakan untuk

2

(8)

menguji dan menentukan tingkat kualitas instrumen yang dipakai (Punch, 2005). Melalui uji realibilitas ini dapat dilihat konsistensi alat ukur yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data penelitian. Selanjutnya, dilakukan uji regresi guna melihat pengaruh advertising values terhadap attitudes tersebut. Dari hasil uji realibilitas, diperoleh nilai Cronbach Alpha sebesar 0,712 (df 18, valid > 0.5). Nilai tersebut diterima dan dianggap cukup baik. Konsistensi pertanyaan-pertanyaan penelitian dianggap cukup stabil untuk diadopsi dalam model penelitian yang serupa.

Selain menggunakan kedua uji tersebut, dilakukan pula uji deskriptif untuk memetakan pola-pola tertentu seperti risalah pengalaman transaksi online responden, advertising values responden dalam tagged promotion yang diterima, serta consumer attitudes mereka terhadap tagged promotion tersebut. Dari hasil uji deskriptif diperoleh temuan bahwa dari seluruh responden yang pernah menerima terpaan tagged promotion, 70% responden yang pernah bertransaksi di online fashion shop, serta hanya 60% responden yang memiliki risalah bergabung di grup online fashion shop baik melalui jaringan BBM grup, Facebook page, WhatsApp, maupun Line.

Mengacu pada dimensi advertising values dalam tagged promotion yang dijelaskan dalam empat dimensinya yang telah disebutkan di atas, nilai entertainment dalam tagged promotion terutama dipengaruhi oleh tampilan visual produk yang ditawarkan dan kualitas fotografi tagged promotion (50%). Nilai informasi (information) dalam tagged promtion juga dianggap cukup tinggi karena umumnya tagged promotion menampilkan informasi mengenai harga (90%), detail spesifikasi produk (100%), serta cara membeli produk (90%). Meskipun demikian nilai informasi tagged promotion terkait aktualitas informasi tren fashion terkini hanya disepakati oleh 50% responden saja. Data uji deskriptif ini juga menunjukkan bahwa tagged promotion memiliki nilai iritasi (irritation) bagi mereka (70%). Tagged promotion yang disebarkan oleh online fashion shop dianggap mengganggu karena memenuhi laman timeline profil Facebook responden (57,1%), kualitas fotografi yang ditampilkan dalam tagged promotion tidak menarik (28,6%), serta responden merasa online fashion shop terlalu sering men-tag akun Facebook mereka (14,3%). Sementara itu kredibilitas online fashion shop (sender credibility) dimaknai secara positif terlihat dari adanya praktik repurchasing di online fashion shop yang sama (60%) serta tersedianya informasi mengenai pengalaman transaksi online fashion shop dan konsumen mereka di akun Facebook online fashion shop tersebut (80%).

Secara ringkas, advertising values dalam tagged promotion dapat disebutkan bahwa nilai entertainment sangat dipengaruhi oleh tampilan visual produk yang ditawarkan dan kualitas fotografinya. Tagged promotion memiliki nilai informasi yang tinggi khususnya berkaitan dengan informasi mengenai spesifikasi produk, serta nilai kredibilitas online shop pun terbilang baik. Meskipun demikian, nilai iritasi tagged promotion juga sangat tinggi sehingga dapat dikatakan bahwa tagged promotion dinilai mengganggu oleh responden.

(9)

dlihat dari actual behavior responden terkait intensi tersebut menunjukkan bahwa hampir seluruh responden membiarkan saja tagged promotion tersebut dalam laman profil Facebooknya (70%), kemudian menghapus tagged promotion (20%), serta menghubungi online fashion shop untuk menindaklanjuti proses transaksi (10%).

Selanjutnya, berdasarkan hasil uji regresi yang dilakukan, nilai koefisien regresi hanya sebesar 0,131 (R Square = 0,131) atau dapat dikatakan bahwa dari seluruh responden hanya 13,1% yang consumer attitudes-nya dipengaruhi oleh advertising values dalam tagged promotion. Adapun hasil uji regresi tidak diterima karena F sebesar 1,204 (F = 3,516; Sig = 0,305). Mengacu pada hasil tersebut maka advertising values dalam tagged promotion tidak mempengaruhi consumer attitudes. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa H0 dapat diterima karena adanya dukungan data yang signifikan secara statistik dan H1 ditolak karena tidak didukung oleh data yang signifikan secara statistik.

Diskusi

Mengacu pada hasil olah data yang telah dilakukan, hanya 13,1% pengaruh yang diberikan oleh advertising values dalam tagged promotion terhadap consumer attitudes. Artinya, terdapat 86,9% faktor lain yang mempengaruhi perilaku konsumen (consumer attitudes) dalam bertransaksi di online fashion shop. Haubl dan Trifts (2000) mengungkapkan bahwa interaktivitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam melakukan pembelian. Interaktivitas ini memungkinkan pengguna media baru memiliki kuasa yang besar dalam mengakses informasi termasuk media komunikasi pemasaran yang digunakan oleh online fashion shop. Pada saat yang bersamaan, satu orang pengguna Facebook mungkin dapat menerima lebih dari satu tagged promotion sekaligus. Tidak jarang beberapa tagged promotion yang diterima bahkan menawarkan produk yang serupa meskipun dikirimkan oleh online fashion shop yang berbeda. Dengan adanya interaktivitas, pengguna Facebook dapat menelusuri setiap tagged promotion yang diterima dari beragam online fashion shop tersebut kemudian memperbandingkan spesifikasi produk seperti harga, ketersediaan produk, biaya pengiriman, dan informasi lain. Meskipun interaktivitas bukan merupakan bagian dari dimensi advertising values, namun interaktivitas memiliki pengaruh terhadap kualitas advertising values di mata konsumen. Faktor interaktivitas inilah yang semestinya juga perlu diuji dalam penelitian guna memahami pengaruh advertising values terhadap consumer attitudes.

Tidak signifikannya hasil uji regresi dalam penelitian ini dipengaruhi karena keterbatasan jumlah sampel penelitian yang relatif kecil. Diihat dari hasil uji reliabilitas dalam penelitian ini, diperoleh hasil yang cukup baik di mana pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam penelitian dapat digunakan bagi penelitian lanjutan. Selain itu, hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa elemen-elemen yang membentuk advertising values apabila bernilai positif maka dapat turut berperan penting dalam mempengaruhi consumer attitudes, namun hal tersebut tidak dapat dikaji lebih jauh melalui uji regresi karena jumlah sampel yang terlalu kecil. Pengambilan sampel penelitian dalam jumlah yang lebih besar diharapkan dapat menghasilkan data penelitian yang lebih valid.

(10)

faktor desain dan kualitas fotografi merupakan salah satu elemen dalam tagged promotion yang dianggap paling menarik dan menghibur. Elemen visual ini pula yang kemudian dapat mempengaruhi cara responden membaca tagged promotion. Dari hasil temuan penelitian ditemukan bahwa responden yang menganggap faktor desain dan kualitas fotografi sebagai elemen yang menarik cenderung membaca seluruh informasi yang disampaikan dalam tagged promotion. Dalam konteks komunikasi pemasaran online fashion shop, praktik penjualan kembali (reseller) dari satu main seller yang sama merupakan hal yang lumrah. Umumnya, main seller tersebut selain menjual produk-produk fashion yang dapat dijual kembali juga menyediakan foto-foto produk yang nantinya dapat digunakan sebagai tagged promotion para reseller produknya. Meskipun demikian, kerap kali kualitas fotografi dalam foto-foto tersebut terbilang buruk dan seragam sehingga tidak menarik minat konsumen untuk mengakses lebih jauh tagged promotion tersebut. Tidak jarang satu akun pengguna Facebook dapat menerima terpaan tagged promotion yang menawarkan produk yang sama dan menggunakan foto yang sama pula sebagai medium tagged promotion-nya. Kondisi ini kemudian cenderung membuat pengguna Facebook yang menerima terpaan pesan komersial tersebut bosan dan tidak tertarik. Lebih lanjut, kesamaan tagged promotion yang diterima oleh pengguna Facebook namun dikirimkan dari online fashion shop yang berbeda justru menggambarkan citra produk yang ditawarkan sebagai produk massa yang tidak eksklusif, sementara keunikan dan eksklusivitas merupakan dua syarat penting dalam industri fashion.

Arti penting elemen visual dalam menentukan nilai hiburan (entertainment) tagged promotion disadari betul oleh pelaku industri fashion yang tidak menerapkan prinsip reseller dalam aktivitas bisnisnya. Bagi beberapa pelaku industri online fashion shop yang menempatkan positioning produknya sebagai produk yang eksklusif dan tidak diproduksi secara massal, penggunaan tagged promotion yang sama dengan online fashion shop lain justru sangat dihindari. Tidak jarang online fashion shop tersebut mengeksekusi sendiri foto yang digunakan sebagai media tagged promotion dengan menekankan pada kualitas fotografi yang lebih baik. Beberapa online fashion shop bahkan secara serius menggunakan model-model asing sebagai peraga dalam tagged promotion mereka. Lebih lanjut, elemen visual yang menarik turut berpengaruh pada brand image online fashion shop tersebut dan pada titik terjauh berpengaruh pula pada citra diri pengguna Facebook yang menerima terpaan tagged promotion tersebut. Elemen visual yang menarik dapat membentuk brand image yang positif bagi online fashion shop, kemudian ketika akun pengguna Facebook tersebut ditandai (tagged) oleh online fashion shop tersebut maka tagged promotion tersebut seolah dapat turut merepresentasikan citra diri pengguna Facebook yang diindikasikan dari selera fashion-nya yang menarik.

(11)

demikian, mengacu pada hasil temuan penelitian, responden mengungkapkan bahwa informasi mengenai warna, ukuran, dan bahan produk merupakan informasi yang paling dibutuhkan oleh responden sehingga ketiga informasi tersebut harus disediakan oleh online fashion shop dalam tagged promotion mereka. Lebih lanjut, nilai informasi tagged promotion juga ditunjukkan melalui sebagian responden yang menganggap bahwa tagged promotion mampu memberikan informasi mengenai tren fashion terkini. Menyadari bahwa praktik reseller merupakan hal yang lumrah dalam bisnis online fashion shop, maka besar kemungkinan bahwa produk yang ditawarkan oleh tagged promotion dari berbagai online fashion shop mampu menciptakan tren fashion tersendiri. Pada titik ini, tagged promotion memiliki fungsi yang serupa dengan artikel tren terkini dalam majalah-majalah fashion. Tagged promotion mewujud menjadi katalog fashion yang mampu menunjukkan produk fashion apa yang tengah digemari oleh para pengguna Facebook.

Cybercrime merupakan salah satu isu yang tidak kunjung dapat diurai bahkan sejak tahun 1990-an. Kejahatan cyber khususnya yang berkaitan dengan praktik e-commerce seolah tidak kunjung dapat diusut dan menjadi kelemahan dalam bertransaksi online. Masih rendahnya kesadaran masyarakat akan privasinya di media baru menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya cybercrime. Dalam konteks industri online fashion shop, banyaknya pelaku bidang usaha ini menuntut mereka untuk dapat menjaga kredibilitasnya. Kredibilitas online fashion shop kemudian ditunjukkan antara lain melalui pencantuman risalah transaksi dengan para konsumennya. Banyak online fashion shop yang meminta konsumen mereka untuk menyampaikan testimonial dan menampilkan testimonial tersebut dalam laman profilnya. Tidak jarang, beberapa online fashion shop bahkan meminta konsumen mereka untuk menyertakan pula foto diri mereka saat mengenakan produk yang dibeli dari online fashion shop tersebut guna meyakinkan calon-calon konsumen mereka nantinya terhadap kredibilitas online fashion shop. Mengacu pada kondisi tersebut, kepercayaan (trust) kemudian menjadi konsep yang penting dalam praktik transaksi online. Oleh karena itu, tidak mengherankan ketika dalam penelitian ini 60% dari seluruh responden yang pernah bertransaksi secara online menyatakan bahwa mereka pernah melakukan praktik repurchasing di online fashion shop yang sama. Terlepas dari kualitas produk yang ditawarkan oleh online fashion shop, pola keberulangan dalam praktik pembelian ini mengindikasin bahwa online fashion shop sebagai pengirim pesan komersial dalam tagged promotion memiliki nilai kredibilitas yang tinggi.

Nilai iritasi dalam tagged promotion menunjukkan bahwa mayoritas responden dalam penelitian ini merasa terganggu dengan keberadaan tagged promotion dalam laman akun Facebook mereka karena dianggap memenuhi timeline profil. Lebih lanjut, sering kali praktik penandaan akun (tagging) dalam tagged promotion dilakukan secara sembarangan sehingga responden merasa tidak nyaman dengan kehadiran tagged promotion di laman akun Facebooknya. Akibatnya, praktik unauthorized spamming ini justru menghasilkan negative value bagi tagged promotion.

(12)

cara mereka membaca pesan dalam tagged promotion. Ketika responden memperoleh terpaan tagged promotion, mereka cenderung mengabaikan tagged promotion tersebut dan apabila pengguna tersebut membaca konten tagged promotion, maka hanya sebagian besar substansi konten saja yang dibaca. Dengan demikian, nilai iritasi yang dimiliki oleh tagged promotion justru dapat mempengaruhi efektivitas pesan komersial yang disampaikan. Oleh karena itu, sangat penting bagi para pelaku industri online fashion shop untuk benar-benar memperhatikan frekuensi praktik tagging yang dilakukan serta kesesuaian antara konten tagged promotion dan karakter pengguna Facebook yang ditandai (tagged).

Membaca pengaruh advertising values terhadap consumer attitudes dapat dilihat dalam dua tataran dimensi yaitu behavioral intention dan actual behavior. Advertising values yang dimiliki oleh tagged promotion rupanya tidak membuat pengguna Facebook ingin membagi (share) laman tagged promotion tersebut secara sengaja ke dalam jaring pertemanannya. Pun demikian dengan intensi pengguna Facebook untuk me-like laman tagged promotion. Sebagian besar pengguna Facebook pun tidak ingin memberikan like kepada laman tagged promotion yang mereka terima. Sementara itu, kondisi yang unik justru ditemukan pada keinginan pengguna Facebook untuk menghubungi online fashion shop di mana sebagian besar menjawab ragu. Keraguan ini dimaknai sebagai relativitas di mana praktik menghubungi atau tidak menghubungi online fashion shop sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain ketertarikan pengguna Facebook terhadap produk yang ditawarkan. Apabila pengguna merasa tertarik, mereka akan menghubungi online fashion shop melalui jalur pribadi dan tidak melalui jalur publik seperti comment, like, atau share laman tagged promotion tersebut.

Kesesuaian antara behavioral intention dan actual behavior sebagai dimensi-dimensi dalam consumer attitudes menunjukkan adanya konsistensi antara keinginan dan aktualisasi perilaku yang dilakukan oleh konsumen. Meskipun demikian, dalam penelitian ini diperoleh temuan menarik di mana terdapat sebaran data yang seimbang ketika responden ditanya mengenai keinginana mereka menghapus tagged promotion. Iritasi yang disebabkan oleh tagged promotion pada titik ekstrim diaktualisasikan dengan praktik menghapus (removing tag) dari akun Facebook pengguna. Menariknya, sebaran data dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pada tataran intensi sebaran data sangat merata mulai dari responden yang menyepakati hingga tidak menyepakati gagasan removing tag. Akan tetapi, pada tataran actual behavior ditemukan adanya inkonsistensi di mana sebagian besar pengguna Facebook justru membiarkan saja tagged promotion tersebut. Mengacu pada advertising values yang dimiliki oleh tagged promotion, praktik pembiaran tagged promotion di laman akun Facebook pengguna meskipun dianggap mengganggu, namun nilai-nilai positif lain seperti entertainment dan information dalam tagged promotion tersebut terbilang tinggi sehingga menyebabkan pengguna Facebook cenderung acuh dan membiarkan saja keberadaan tagged promotion tersebut dalam laman Facebook-nya.

Penutup

(13)

pengaruh antara advertising values dan consumer attitudes. Nilai-nilai yang dimiliki tagged promotion (advertising values) tidak serta merta mempengaruhi perilaku konsumen online fashion shop di Facebook baik dalam proses transaksi maupun penggunaan tagged promotion itu sendiri.

Di antara seluruh elemen dimensi advertising values; entertainment, information, dan sender credibility menunjukkan nilai positif di mana semakin tinggi nilai ketiga elemen tersebut dalam tagged promotion maka akan semakin tinggi pula advertising values-nya. Sebaliknya, dimensi iritasi menunjukkan adanya nilai negatif, di mana tagged promotion dianggap mengganggu dan dapat mengurangi advertsing values. Lebih lanjut, melalui hasil uji deskriptif ditemukan adanya temuan yang berbanding lurus antara dimensi advertising values dan consumer attitudes, misalnya nilai iritasi tagged promotion akan mempengaruhi frekuensi terpaan tagged promotion yang ingin mereka terima dalam satu bulan.

Meskipun data yang diperoleh dalam penelitian ini didasarkan pada sumber empiris, namun penelitian ini memiliki sejumlah limitasi. Pertama, prinsip interaktivitas meskipun bukan bagian dari dimensi advertising values namun merupakan konsep yang penting dalam praktik komunikasi pemasaran di media baru. Bagi penelitian-penelitian selanjutnya, konsep interaktivitas mungkin dapat turut coba digunakan untuk memahami pengaruh antara advertising values dan consumer attitudes. Kedua, terbatasnya jumlah sampel yang dilibatkan dalam pretested penelitian ini menyebabkan hasil uji regresi tidak dapat membaca pengaruh antara advertising values dan consumer attitudes secara signifikan. Ketiga, belum tersedianya data pasti mengenai statistik jumlah pengguna Facebook di Yogyakarta hingga tahun 2013 menjadi hambatan tersendiri bagi penentuan jumlah populasi dan sampel yang digunakan.

Secara umum, dapat dilihat bahwa praktik komunikasi pemasaran di media baru, khususnya melalui social media merupakan tren yang hendaknya dapat disikapi secara positif. Bagi para akademisi, tren tersebut justru mampu membuka ruang-ruang baru bagi pengembangan kajian komunikasi. Seluruh limitasi dalam penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi riset lanjutan guna memperoleh hasil data temuan penelitian yang lebih komprehensif. Lebih lanjut, kajian mengenai praktik komunikasi pemasaran di social media selain Facebook juga masih menyisakan ruang kajian baru yang menarik untuk dieksplorasi.

Daftar Pustaka

Aaker, D.S., Batra, R., dan Mayers, J.G. 1992. Advertising Management. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall.

Alwitt, L.F., dan Prabhaker, P.R. 1994. Identifying who dislikes television advertising: Not by demographics alone. Journal of Advertising Research. Vol.34, No.6. Hal. 17-29.

Barwise, P., dan Strong, C. 2002. Permission-based mobile advertising. Journal of Interactive Marketing. Vol.16 No.1. Hal. 14-24.

(14)

Belch, George dan Michael Belch. 2009. Advertising and Promotion: An Integrated Marketing Communication Perspective. New York: McGraw-Hill.

Berger, Arthur Asa. 2000. Media and Communication Research Methods: An Introduction to Qualitative and Quantitative Approaches. London: Sage Publications.

Brackett, L.K., dan Carr, B.N. 2001. Cyberspace advertising vs. Other media: Consumer vs. Mature student attitudes. Journal of Advertising Research. Vol.41 Bo.5. Hal. 23-32.

De Vaus, D.A. (1991). Survei in Social Research (3rd ed.). London: Allen & Unwin.

Ducoffe, R.H. 1996. Advertising value and advertising on the web. Journal of Advertising Research. Vol. 36(5). Hal. 21-35.

Elliot, M.T., dan Speck, P.S. 1998. Consumer perception of advertising clutter and its impact across various media. Journal of Advertising Research. Vol. 38 No.1. Hal. 29-41.

Fishbein, M. (Ed.). 1967. Readings in Attitude Theory and Measurement. New York: Wiley.

Fishebein, M., dan Ajzen, I. 1975. Belief, Attitude, Intention and Behavior: An Introduction to Theory and Research. Reading, MA: Addison-Wesley.

Gallup Organization. 1959. A Study of Public Attitudes Towards Advertising. Princeton: Princeton University Press.

Haubl, Gerald dan Valerie Trifts. 2000. Consumer decision making in online shopping environments: The effects of interactive decision aids. Marketing Science. Vol. 19, No.1. Hal. 4-21.

Kotler, Phillip. 2000. Marketing Management. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.

Krej ie, Ro ert V. a d Morga , Daryle W. Deter i i g “a ple “ize for Resear h A ti ities. Educational and Psychological Measurement 30 (1970): 607-610.

MacKenzie, B.S., dan Lutz, R.J. An empirical examination of the structural antecedents of attitude toward the ad in an advertising pretesting context. Journal of Marketing. Vol. 53/April 1989. Hal. 48-65.

Mittal, B. 1994. Public assessment of TV advertising: Faint praise and harsh criticism. Journal of Advertising Research. Vol. 34(1). Hal. 35-53.

Ozuem, Wilson F. 2005. Conceptualising Marketing Communication in the New Marketing Paradign: A Postmodern Perspective. Terarsip dalam <

http://openlibrary.org/books/OL8781905M/Conceptualising_Marketing_Communicati on_In_The_New_Marketing_Paradigm >

Perez, Sarah. 2008. Are Tagged Photos on Facebook A New Source of Marketing Spam? Terarsip dalam

(15)

Prajarto, Nunung. 2010. Metode Survei Untuk Penelitian Komunikasi. Yogyakarta: Fisipol UGM.

Punch, Keith F. 2005. Introduction to Social Research: Quantitative and Qualitative Approaches. London: Sage Publications.

Rahayu. 2008. Metode Survei: Karakteristik dan Prosedur Aplikasinya. dalam Pitra Narendra (Ed.). Metodologi Riset Komunikasi: Panduan untuk Melaksanakan Penelitian

Komunikasi. Yogyakarta: PKMBP.

Schlosser, A.E; Shavitt, S.; dan Kanfer, A. 1999. Survey of I ter et users’ attitudes to ard internet advertising. Journal of Interactive Marketing. 13, 3,Hal. 34-54.

Shimp, T.A. 1981. Attitudes toward the ads as a mediator of consumer brand choice. Journal of Advertising. Vol.10 No.2. Hal. 9-15.

Tsang, Melody M., Shu-Chun Ho, dan Ting-Peng Liang. 2004. Consumer attitudes toward mobile advertising: An empirical study. International Journal of Electronic Commerce. Vol.8, No.3. Hal. 65-78.

The Nielsen Company Indonesia. 2010. Terarsip dalam

<http://tekno.kompas.com/read/2009/12/08/13553071/pengguna.internet.melonjak. 17.persen>

Yoon, S.J., dan Kim J.H. 2001. Is the internet more effective than traditional media? Factors affecting the choice of media. Journal of Advertising Research. Vol. 41(6). Pp. 9-15.

Zanot, E.J. 1981. Public attitudes toward advertising. Dalam H.H. Keith (Ed.), Advertising in a New Age: American Academy of Advertising Proceedings. Provo, UT: American

Academy of Advertising.

Referensi

Dokumen terkait

Laporan harian ini dilakukan setiap hari. Kegiatan pelaporan harian ini dilakukan oleh kepala Instalasi ipsrs ataupun petugas IPSRS baik secara lisan

merupakan strategi yang melatihkan siswa tentang berpikir cara berpikir dan pada proses kognitifnya, siswa dilatih untuk berpikir tingkat tinggi (Rustiningsih,

Dalam penelitian ini, peneliti membatasi sasaran kajiannya hanya menganalisis bahasa kasar yang dituturkan oleh para calo, pedagang asongan, sopir, dan kondektur

Hasil penelitian (Maharwati, 2010) menyatakan bahwa pendapatan rata-rata yang diperoleh petani jagung di Desa Kalimporo Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto dalam satu

Hubungan Pengalaman Kerja dengan Produktivitas Kerja Karyawan di Perusahaan Fortuna Industri Plastic Pasuruan, Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri

Penerapan pendekatan motivasi, dengan metode bermain peran dan sosio drama dapat meningkatkan kerjasama dan saling menghargai antar siswa dalam pembelajaran mata

a) Pada inti pembelajaran guru kembali menjelaskan gerak ± gerak dasar dalam tolak peluru seperti awalan, tolakan dan gerak lanjut yang diaplikasikan dalam bentuk

Kepemimpinan transformasional sebagai sebuah proses gaya pemimpin untuk memotivasi karyawannya dengan cara membawa pada cita-cita dan nilai- nilai yang lebih tinggi