• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Makro Ekonomi dan Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Makro Ekonomi dan Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2014"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Tujuan Perusahaan

Memahami manajemen keuangan dan implementasinya di suatu perusahaan adalah penting, karena dapat memahami sesungguhnya yang menjadi tujuan perusahaan. Banyak pihak yang berpendapat bahwa tujuan suatu perusahaan adalah untuk memaksimalkan laba, namun demikian memaksimalkan laba dinilai kurang tepat sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan di bidang keuangan. hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, yaitu:

a. Memaksimalkan laba tidak memerhatikan dimensi waktu atau berorientasi jangka pendek.

b. Terminologi laba mempunyai pengertian ganda, karena terdapat banyak pengertian laba (laba kotor, laba operasi, laba bersih, dan sebagainya). c. Memaksimalkan laba tidak memperhatikan faktor risiko.

d. Memaksimalkan laba tidak atau kurang memerhatikan tangggung jawab sosial.

(2)

Memaksimalkan nilai perusahaan dinilai lebih tepat sebagai tujuan perusahaan karena:

a. Memaksimalkan nilai perusahaan berarti memaksimalkan nilai sekarang dari semua keuntungan yang akan diterima oleh pemegang saham di masa yang akan datang atau berorientasi jangka panjang.

b. Memperhatikan faktor risiko.

c. Memaksimalkan nilai perusahaan lebih menekankan pada arus kas daripada sekadar laba menurut pengertian akuntansi.

d. Memaksimalkan nilai perusahaan tidak mengabaikan tanggung jawab sosial (Sudana, 2011:7-8).

2.2 Makro Ekonomi

(3)

2.2.1 Inflasi

2.2.1.1 Pengertian Inflasi

Inflasi terjadi ketika tingkat harga umum naik. Tingkat inflasi adalah persentase perubahan pada indeks harga dari satu periode ke periode berikutnya (Samuelson dan Nordhaus, 2004:406). Inflasi adalah kecenderungan terjadinya peningkatan harga produk-produk secara keseluruhan. Tingkat inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang terlalu panas (overheated). Artinya, kondisi ekonomi mengalami permintaan atas produk yang melebihi kapasitas penawaran produk, sehingga harga-harga cenderung mengalami kenaikan.

Inflasi yang terlalu tinggi akan menyebabkan penurunan daya beli masyarakat, karena harga-harga barang kebutuhan meningkat, sedangkan pendapatan masyarakat tetap. Penurunan ini akan menyebabkan penurunan pada penjualan perusahaan dan kemudian akan mempengaruhi dari segi laba yang akan dihasilkan oleh perusahaan sehingga peningkatan inflasi akan mengurangi tingkat pendapatan riil yang diperoleh investor dari investasinya. Oleh karena itu, pada saat inflasi meningkat, investor akan menarik dana yang diberikan kepada perusahaan sehingga mengakibatkan harga saham perusahaan di Bursa Efek menjadi turun (Tandelilin, 2010:212).

2.2.1.2 Tiga Ketegangan Inflasi

Seperti halnya penyakit, inflasi menunjukkan berbagai tingkat kepelikan. Penting untuk mengklasifikannya kedalam tiga kategori (Samuelson,2004:385):

(4)

Inflasi rendah dicirikan oleh harga yang naik perlahan-lahan dan dapat diramalkan. Tingkat inflasi ini dapat didefinisikan sebagai tingkat inflasi tahunan dengan digit tunggal.

2. Inflasi yang Melambung

Inflasi yang melambung adalah inflasi dalam cakupan ganda atau triple misalnya, 20, 100, 200 % per tahun. Pada kondisi ini, uang kehilangan nilainya dengan sangat cepat, sehingga orang-orang hanya memegang jumlah uang yang sangat minim yang dibutuhkan untuk transaksi sehari-hari. Pasar financial bertambah buruk saat modal terbang ke luar negeri. Orang-orang menimbun barang, membeli rumah, dan tidak akan meminjamkan uang dengan suku bunga nominal yang rendah.

3. Hiperinflasi

Hiperinflasi adalah jenis inflasi yang mematikan. Tidak ada hal bagus yang dapat dikatakan tentang sebuah perekonomian pasar dimana harga-harga meningkat jutaan bahkan miliar persen per tahun. Dampak hiperinflasi adalah harga-harga menjadi kacau-balau dan produksi menjadi tidak terorganisasi.

2.2.1.3 Sumber dan Sebab Awal Inflasi

Beberapa penyebab awal terjadinya inflasi adalah sebagai berikut (Samuelson dan Nordhaus, 2004:391-392):

a. Inflasi Tarikan Permintaan (demand pull inflation)

(5)

b. Inflasi Dorongan Biaya (Cost Push Inflation)

Inflasi Dorongan Biaya (Cost Push Inflation) adalah inflasi yang terjadi dikarenakan naiknya biaya selama periode pengangguran yang tinggi dan pengencangan pemanfaatan sumber daya.

2.2.1.4 Indeks Harga Konsumen (IHK)

Inflasi yakni terjadinya kenaikan harga yang meluas di seluruh sistem perekonomian sehingga sesuai apabila untuk mengukur inflasi adalah dengan mengukur kenaikan harga, yakni Indeks Harga Konsumen (IHK). Pengertian Indeks Harga Konsumen (IHK) adalah ukuran harga produk-produk tertentu yang dibeli oleh konsumen yang tinggal di wilayah perkotaan. Dengan menggunakan IHK, inflasi dapat diperoleh melalui perbandingan perubahan indeks harga dengan indeks harga awal (Grifin dan Ebert, 2007:36).

2.2.2. Suku Bunga

2.2.2.1 Pengertian Suku Bunga

Bunga adalah pembayaran yang dilakukan untuk penggunaan uang. Suku bunga adalah jumlah bunga yang dibayarkan per unit waktu yang disebut sebagai persentase dari jumlah yang dipinjamkan. Dengan kata lain, orang harus membayar kesempatan untuk meminjam uang (Samuelson dan Nordhaus, 2004:190).

(6)

ataupun deposito sehingga menyebabkan kinerja pasar modal menjadi lesuh dan berdampak pada penurunan harga saham perusahaan. Penurunan harga saham juga mengakibatkan penurunan pada nilai perusahaan.

Kenaikan tingkat bunga juga akan ditanggung oleh investor, yaitu berupa kenaikan biaya bunga bagi perusahaan. Pada umumnya, masyarakat tidak mau menanggung risiko untuk melakukan investasi dengan biaya yang tinggi, akibatnya investasi menjadi tidak berkembang. Perusahaan banyak mengalami kesulitan untuk mempertahankan hidupnya dan ini menyebabkan kinerja perusahaan menurun. Menurunnya kinerja perusahaan dapat berakibat pada penurunan harga saham, yang berarti nilai perusahaan juga akan menurun (Tandelilin, 2010:213-214).

2.2.2.2 Fungsi Suku Bunga

Adapun fungsi suku bunga adalah sebagai berikut (Sunariyah, 2004:81):

1. Suku bunga dapat digunakan sebagai alat moneter dalam rangka mengendalikan penawaran dan permintaan uang yang beredar dalam suatu perekonomian. Misalnya, pemerintah mendukung pertumbuhan suatu sektor industri tertentu apabila perusahaan-perusahaan dari industri tersebut akan meminjam dana. Maka pemerintah akan memberi tingkat bunga yang lebih rendah dibandingkan sektor lain.

(7)

3. Pemerintah dapat memanfaatkan suku bunga untuk mengontrol jumlah uang beredar. Itu artinya pemerintah dapat mengatur sirkulasi uang dalam suatu perekonomian.

2.2.2.3 Suku Bunga Bank Indonesia (BI Rate)

BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik (Bank Indonesia, 2012). Dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain dalam perekonomian, Bank Indonesia pada umumnya akan menaikkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan melampui sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI Rate apabila inflasi ke depan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan.

2.2.3 Nilai Tukar

2.2.3.1 Pengertian Nilai Tukar

(8)

perusahaan. Penurunan laba akan menjadi sinyal negatif oleh investor dan mampu membuat harga saham menjadi turun (Tandelilin, 2010:214).

2.2.3.2 Jenis-jenis Nilai Tukar

Nilai tukar dibedakan menjadi dua jenis (Keown, et al, 2000:885): 1. Kurs Jual (selling rate)

Asked rate (kurs yang diminta) adalah kurs yang “diminta” bank atau pedagang

valuta asing untuk dibayar oleh konsumen dalam mata uang domestik untuk mata uang asing saat bank menjual dan konsumen yang membeli. Kurs yang diminta dikenal juga kurs jual (selling rate).

2. Kurs Beli (buying rate)

Bid rate (kurs yang ditawarkan) adalah kurs dimana bank membeli mata uang asing dari konsumen dengan membayar dalam mata uang domestik. Kurs yang ditawarkan dikenal juga dengan kurs beli (buying rate).

2.2.3.3 Sistem Nilai Tukar

Menurut Samuelson dan Nordhaus (2004:312-319) terdapat tiga sistem nilai tukar, yaitu :

a. Sistem Nilai Tukar tetap

(9)

b. Sistem Nilai Tukar Fleksibel

Pada sistem nilai tukar fleksibel, pemerintah berada di luar sistem. Dengan demikian, pasar valuta asing dapat menentukan nilai tukar. Nilai tukar akan ditentukan oleh permintaan dan penawaran.

c. Sistem Nilai Tukar Terkendali

Nilai tukar ditetapkan oleh kekuatan pasar namun, pemerintah membeli atau menjual mata uang atau mengubah penawaran uang untuk mempengaruhi nilai tukar.

2.3 Kinerja Keuangan 2.3.1 Pengertian kinerja

Pengukuran kinerja didefinisikan sebagai “performing measurement”, yaitu kualifikasi dan efisiensi perusahaan atau segmen atau keefektifan dalam pengoperasian bisnis selama periode akuntansi. Dengan demikian kinerja adalah suatu usaha formal yang dilaksanakan perusahaaan untuk mengevaluasi efisensi dan efektivitas dari aktivitas perusahaan yang telah dilaksanakan pada periode tertentu (Hanafi, 2003:69).

(10)

2.3.2 Tujuan Pengukuran Kinerja Perusahaan

Adapun yang menjadi tujuan dari pengukuran kinerja keuangan perusahaan adalah (Munawir, 2002:31):

a. Mengetahui tingkat likuditas

Likuiditas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan yang harus segera diselesaikan pada saat ditagih.

b. Mengetahui tingkat solvabilitas

Menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi baik bagi keuangan jangka pendek maupun jangka panjang.

c. Mengetahui tingkat rentabilitas

Rentabilitas atau yang sering disebut dengan profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.

d. Mengetahui tingkat stabilitas

Menunjukkan kemampuan perusahan untuk melakukan usahanya dengan stabil, yang diukur dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutangnya serta membayar beban bunga atas hutang-hutangnya tepat pada waktunya.

2.3.3 Analisis Rasio Keuangan

(11)

Disebut rasio karena dilakukan pada dasarnya adalah membandingkan (membagi) antara satu item tertentu dalam laporan keuangan dengan item lainnya (Syahyunan, 2004:81).

Kegunaan rasio keuangan bagi ketiga kelompok utama pemakai laporan keuangan adalah sebagai berikut (Bringham dan Houston, 2006:119):

a. Manajer, yang menerapkan rasio untuk membantu menganalisis, mengendalikan, dan kemudian meningkatkan operasi perusahaan.

b. Analis kredit, termasuk petugas peminjaman bank dan analis peringkat obligasi yang menganalisis rasio-rasio untuk membantu memutuskan kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutangnya, dan

c. Analis saham yang tertarik pada efisiensi, risiko, dan prospek pertumbuhan perusahaan.

Analisis rasio keuangan memiliki beberapa keunggulan yang dapat dijadikan landasan dalam pengambilan keputusan. Beberapa keunggulan analisis rasio keuangan adalah sebagai berikut (Soyfan Syafri, 2006:298):

a. Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah dibaca dan ditafsirkan.

b. Merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit.

c. Mengetahui posisi perusahaan di tengah industri lain.

(12)

e. Lebih mudah memperbandingkan perusahaan dengan prusahaan lain atau melihat perkembangan perusahaan secara periodik atau time series.

f. Lebih mudah melihat tren perusahaan serta melakukan prediksi di masa yang akan datang.

Selain keunggulan, analisis rasio keuangan juga memiliki keterbatasan. Berikut ini beberapa keterbatasan atau kelemahan analisis rasio keuangan (Syahyunan, 2004:82-83):

a. Kesulitan dalam mengidentifikasi kategori industri dari perusahaan yang dianalisis apabila perusahaan tersebut bergerak di beberapa bidang usaha. b. Perbedaan metode akuntansi akan menghasilkan perhitungan yang

berbeda, misalnya perbedaan metode penyusutan atau metode penilaian persediaan.

c. Rasio keuangan disusun dari data akuntansi dan data tersebut dipengaruhi oleh cara penafsiran yang berbeda bahkan bisa merupakan hasil manipulasi.

d. Informasi rata-rata industri adalah data umum dan hanya merupakan hasil manipulasi.

2.3.4 Jenis-Jenis Rasio Keuangan

Rasio keuangan dibagi menjadi lima jenis yang berbeda (Horne dan Wachowicz, 2005:205-225):

1. Rasio likuiditas (liquidity ratio)

(13)

membandingkan kewajiban jangka pendek dengan sumber daya jangka pendek (atau lancar) yang tersedia untuk memenuhi kewajiban tersebut. Ada beberapa macam rasio likuiditas, antara lain: rasio lancar (Current Ratio) dan rasio cepat (Quick Ratio).

2. Leverage

Leverage keuangan (atau utang) adalah rasio yang menunjukkan sejauh mana perusahaan dibiayai oleh utang. Bagi pemegang saham, semakin tinggi rasio solvabilitas, maka semakin rendah tingkat pengembalian yang akan diterima pemegang saham karena perusahaan harus melakukan pembayaran bunga sebelum laba dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen. Ada beberapa macam rasio leverage, antara lain: rasio utang terhadap total ekuitas (Debt To Equity Ratio), rasio utang terhadap total aktiva (Debt To Total Asset).

3. Rasio cakupan adalah rasio yang menghubungkan beban keuangan perusahaan dengan kemampuannya untuk melayani atau membayarnya. Jenis rasio cakupan adalah rasio cakupan bunga (Interest Coverage Ratio).

(14)

rasio perputaran persediaan dalam hari (Inventory Turnover In Days), dan perputaran total aktiva.

5. Rasio profitabilitas adalah rasio yang menghubungkan laba dari penjualan dan investasi. Setiap perusahaan menginginkan tingkat profitabilitas yang tinggi. agar dapat melangsungkan hidupnya, sebaiknya perusahaan harus berada dalam keadaan yang menguntungkan (profitable). Apabila perusahaan berada dalam kondisi yang tidak menguntungkan, maka akan sulit bagi perusahaan untuk memperoleh pinjaman dari kreditur maupun investasi dari pihak luar. Beberapa macam rasio profitabilitas, antara lain: rasio marjin laba kotor (Gross Profit Margin), rasiomarjin laba bersih (Net Profit Margin), rasio pengembalian atas aktiva (Return On Assets), dan rasio pengembalian atas ekuitas (Return On Equity).

Berdasarkan penjelasan diatas, maka peneliti memilih 2 jenis rasio, yaitu rasio profitabilitas dan rasio leverage. Untuk rasio profitabilitas akan diwakili rasio pengembalian atas ekuitas (Return on Equity-ROE). Sedangkan rasio yang mewakili dari rasio leverage, yaitu rasio utang terhadap ekuitas (Debt To Equity Ratio-DER).

2.3.5 Return on Equity (ROE)

(15)

keuangan perusahaan karena pada dasarnya, ROE mengukur pengembalian absolut yang akan diberikan perusahaan kepada pemegang saham berdasarkan besarnya laba yang dihasilkan. Suatu angka ROE yang bagus akan membawa keberhasilan bagi perusahaan-perusahaan yang mengakibatkan tingginya harga saham dan membuat perusahaan dapat dengan mudah menarik dana baru. Hal itu juga akan memungkinkan perusahaan untuk berkembang, menciptakan kondisi pasar yang sesuai, dan pada giliran akan memberikan laba yang lebih besar lagi. Semua hal tersebut dapat menciptakan nilai yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang berkelanjutan atas kekayaan para pemiliknya. Adapun metode perhitungan Return On Equity adalah sebagai berikut (Ross, et al, 2004:59):

Return On Equity = �� � � � �

2.3.6 Debt To Equity Ratio (DER)

Rasio utang atas ekuitas (Debt to Equity Ratio-DER) merupakan perbandingan hutang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibannya Syahyunan (2004:84). Semakin besar hutang, semakin besar risiko yang ditanggung. Seluruh utang dalam neraca memberikan pihak ketiga klaim waktu yang teratur, ditambah pembayaran kembali pokok pinjaman selama waktu yang telah disetujui.

(16)

Bursa Efek yang lebih rendah. Adapun metode perhitungan Debt To Equity Ratio adalah sebagai berikut (Ross, et al, 2004:55):

Debt To Equity Ratio

=

� �

2.4

Nilai Perusahaan

Menurut Keown, et al (2005:35), nilai perusahaan adalah nilai pasar dari hutang dan ekuitas perusahaan sedangkan menurut Bringham dan Houston (2004:294), nilai perusahaan adalah nilai jual suatu perusahaan dalam pasar modal. Nilai perusahaan merupakan bentuk memaksimalkan tujuan perusahaan melalui peningkatan kemakmuran para pemegang saham. Kemakmuran pemegang saham meningkat apabila harga saham yang dimiliki juga meningkat. Nilai perusahaan selalu memegang peranan dalam pengambilan keputusan investor. pertumbuhan yang positif terhadap nilai perusahaan mengindikasikan peningkatan kinerja perusahaan, sehingga memberikan tanggapan positif dari para investor, seperti meningkatnya permintaan atas saham perusahaan dan keengganan para investor untuk menjual saham perusahaan. Hal ni dapat meningkatkan harga saham perusahaan.

2.4.1 Price Earning Ratio (PER)

(17)

membayar dengan harga yang mahal (Sudana, 2011:23). Nilai yang ada pada PER ditentukan oleh investor yang berfokus pada masa depan, para investor merupakan pihak yang paling berkepentingan dengan prospek pertumbuhan laba. (Walsh, 2004:158). Adapun metode perhitungan Price Earning Ratio adalah sebagai berikut (Ross, et al, 2004:59):

Price Earning Ratio = � � � �� ℎ � � � �� ℎ �

2.5 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang dijadikan sebagai penelitian terdahulu, yaitu:

1. Ling Du dan Jing Li (2015) yang berjudul “Study on The Factors influencing The PE Ratio of Baogang Group”. Variabel dependen yang

digunakan dalam penelitian ini adalah Price Earning Ratio (PER). Sedangkan variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Inflation Rate, GDP, Exchange Rate, Interest Rate, Inventory Turnover, Operating Profit Margin, Liquidity Rate, Asset-Liability Rate.

(18)

2. Agustina dan Ardiansari (2015) yang berjudul “Pengaruh Faktor Makro Ekonomi dan Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan”. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai perusahaan melalui Price Earning Ratio (PER). Sedangkan variabel independen adalah Faktor Makro Ekonomi melalui Inflasi, Kurs dan Kinerja Keuangan melalui Return On Equity (ROE) dan Debt to Equity Ratio (DER). Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Regresi Berganda. Hasil penelitian menyatakan inflasidan kurs berpengaruh positif tidak siginifikan terhadap PER. ROE berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap PER dan DER berpengaruh negatif signifikan terhadap PER. 3. Dwipartha (2013) yang berjudul “Pengaruh Faktor Ekonomi Makro Dan

Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek

Indonesia”. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

nilai perusahaan melalui Price Earning Ratio (PER). Sedangkan variabel independen yang digunakan adalah Faktor Makro Ekonomi melalui laju inflasi, suku bunga, tingkat nilai tukar, dan Kinerja Keuangan melalui Return On Equity (ROE). Teknik analisis yang digunakan adalah Analisis Regresi Berganda. Hasil Penelitian menyatakan laju inflasi, suku bunga, dan tingkat nilai tukar berpengaruh positif signifikan terhadap PER. ROE berpengaruh positif signifikan terhadap PER.

(19)

Beverages yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini Price Earning Ratio (PER). Variabel independennya adalah Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE), dan tingkat inflasi. Teknik analisis yang digunakan adalah Analisis Regresi Berganda. Hasil Penelitian menyatakan ROA berpengaruh positif signifikan terhadap PER, ROE berpengaruh positif signifikan terhadap PER, dan Inflasi berpengaruh positif signifikan terhadap PER.

5. Faezinia (2012) yang berjudul “The Quantitative of Effective Factors on Price Earning Ratio in Capital Market of Iran”. Variabel dependen yang

(20)

Tabel 2.1

berpengaruh negatif dan signifikan

positif tidak signifikan terhadap nilai

perusahaan (PER). 3. Return On Equity

(21)

Penelitian Terdahulu

1. Inflasi berpengaruh positif tidak signifikan terhadap nilai 3. Nilai tukar berpengaruh

positif tidak signifikan terhadap nilai

perusahaan (PER). 4. Return On Equity

(ROE) berpengaruh

1. Return On Assets (ROA) berpengaruh positif signifikan terhadap PER. 2. Return On Equity

(22)

Lanjutan Tabel 2.1

4. Systematic Risk berpengaruh positif

(23)

Price Earning Ratio (PER) merupakan rasio yang mengukur bagaimana investor menilai prospek pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang dan tercermin pada harga saham yang bersedia dibayar oleh investor untuk setiap rupiah laba yang diperoleh perusahaan. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan bahwa investor mempunyai harapan yang baik tentang perkembangan perusahaan di masa yang akan datang, sehingga untuk pendapatan per saham tertentu, investor bersedia membayar dengan harga yang mahal (Sudana, 2011:23).

Inflasi adalah kecenderungan terjadinya peningkatan harga produk-produk secara keseluruhan. Inflasi yang terlalu tinggi akan menyebabkan penurunan daya beli uang (purchasing power of money). Disamping itu, inflasi yang tinggi juga bisa mengurangi tingkat pendapatan riil yang diperoleh investor dari investasinya (Tandelilin, 2010:212). Penelitian yang dilakukan Faezinia (2012), Inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Price Earning Ratio (PER).

(24)

Nilai tukar adalah harga satuan mata uang dalam satuan mata uang lain. (Samuelson dan Nordhaus, 2004:305). Menguatnya kurs rupiah terhadap mata uang asing akan menurunkan biaya impor bahan baku untuk kegiatan produksi dan akan menurunkan tingkat suku bunga yang berlaku (Tandelilin, 2010:214). Penelitian yang dilakukan Ling Du dan Jing Li (2015), nilai tukar berpengaruh negatif dan signifikan terhdap Price Earning Ratio (PER)

Return on Equity (ROE) merupakan rasio yang membandingkan laba bersih setelah pajak (dikurangi dividen saham biasa) dengan ekuitas yang telah diinvestasikan pemegang saham di perusahaan (Horne dan Wachowicz, 2005:223-224). Suatu angka ROE yang bagus akan membawa keberhasilan bagi perusahaan yang mengakibatkan tingginya harga saham dan membuat perusahaan dapat dengan mudah menarik dana baru. Penelitian yang dilakukan Dwipartha (2013), Return On Equity (ROE) berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan yang diproksikan melalui Price Earning Ratio (PER).

(25)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 2.7 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konseptual, maka hipotesis adalah “Faktor-faktor makro ekonomi yang terdiri dari inflasi, suku bunga, nilai tukar dan Kinerja keuangan yang terdiri dari Return On Equity (ROE), Debt To Equity Ratio (DER) berpengaruh terhadap nilai perusahaan (Price Earning Ratio-PER) Sektor Industri Barang Konsumsi yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2014.

Faktor-Faktor Makro Ekonomi:

- Inflasi

- Suku Bunga

- Nilai Tukar

Nilai Perusahaan

(Price Earning

Ratio-PER)

Kinerja Keuangan:

- Return On Equity (ROE)

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1  Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Sumatera Timur Kajian Tcrhadap Perubahan Fungsi dan Bentuk Pertunjukan". Terima kasih yang tiada terhingga pe:nulis ucapkan kepada lbu Prof. Chalida Fachruddirt sebagai

Sehubungan dengan pelaksanaan pelelangan PENGA DA A N PERA LATA N PRA KTEK DA N PERA GA SISWA SD pada Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga Kota Bima Tahun

Uraian Unit : Meliputi pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan serta sikap dalam mengadakan pertemuan dengan anggota tim, meminta dan mengumpulkan laporan

Untuk itu diperlukan suatu website yang dapat memberikan informasi mengenai pentingnya mempersiapkan Dana Pendidikan Anak serta program Persiapan Dana Pendidikan Anak untuk

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001

Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan Jasa Konsultansi dan Jasa Lainnya pada Biro- Biro dan Pusat-Pusat di Sekretariat Jenderal Kecuali Pusat K3 Kementerian Tenaga Kerja dan

Untuk itu penulis membuat sebuah program aplikasi Permainan kata permenit yang dapat menguji kemampuan seseorang dalam menuliskan kata-kata untuk membentuk suatu kalimat selama 1

[r]