BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Lemak dan Minyak
Lemak (fat) mempunyai arti yaitu suatu zat yang tidak larut dalam air
dapat dipisahkan dari tanaman dan binatang. Sedangkan minyak (oil) dapat
mempunyai dua pengertian bila digunakan bersama-sama dengan kata lemak
dalam ekspresi ‘fat dan oil’ artinya bahwa zat tersebut sebagai lemak, kecuali
dalam bentuk cairan yang sempurna pada suhu biasa, maka disebut dengan
minyak. Minyak sering juga disebut sebagai asam lemak (fatty acid).
Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasilgliserol, kedua istilah ini
berarti “triester dan gliserol”. Perbedaan antara suatu lemak dan minyak itu
bersifat berbeda, pada temperatur kamar lemak berwujud padat dan minyak
berwujud cair. Minyak mengandung lebih banyak ketidakjenuhan dari pada
lemak. Kebanyakan lemak dan minyak yang terdapat di alam merupakan
trigliserida campuran yang artinya ketiga bagian asam lemak dari gliserida itu
tidak sama. (Fessenden dan Fessenden, 1989)
2.2. Sumber Lemak dan Minyak
Lemak dan minyak yang dapat dimakan, dihasilkan oleh alam yang dapat
bersumber dari bahan nabati dan hewani. Dalam tanaman atau hewan, minyak
tersebut berfungsi sebagai cadangan energi. Minyak dan lemak dapat di
klarifikasikan berdasarkan sumbernya yaitu bersumber dari tanaman dan
Komposisi atau jenis asam lemak, sifat fisika kimia setiap jenis minyak
berbeda-beda yang disebabkan oleh perbedaan sumber, iklim, keadaan tempat
tumbuh dan pengolahan. Adapun perbedaan umum antara lemak nabati dan
hewani yaitu lemak hewani mengandung kolesterol sedangkan lemak nabati
mengandung fitosterol dan kadar asam lemak tidak jenuh dalam lemak hewani
lebih kecil dari lemak nabati.(Ketaren, 1986)
2.3. Sifat Fisika dan Kimia Pada Lemak Dan Minyak
Sifat fisika dan kimia pada lemak dan minyak dapat di lihat sebagai
berikut :
2.3.1. Sifat Fisika Lemak dan Minyak
Lemak dan minyak meskipun serupa dalam struktur kimianya,
menunjukkan keragaman yang besar dalam sifat-sifat fisikanya sebagai berikut :
1. Kelarutan
Suatu zat dapat larut dalam pelarut jika mempunyai nilai polaritas yang
sama yaitu zat polar larut dalam pelarut bersifat polar dan tidak larut dalam
pelarut non polar. Minyak dan lemak tidak larut dalam air, kecuali minyak jarak.
Minyak dan lemak sedikit larut dalam alkohol, tetapi akan melarut sempurna
dalam etil eter, karbon disulfide dan pelarut halogen. Ketiga jenis pelarut ini
memiliki sifat non polar sebagaimana halnya minyak dan lemak netral. Kelarutan
dari minyak dan lemak ini dipergunakan sebagai dasar untuk mengekstraksi
minyak atau lemak dari bahan yang mengandung minyak.
2. Odor dan Flavor
Odor dan flavor pada minyak dan lemak selain terdapat secara alami,
pendek sebagai hasil penguraian pada kerusakan minyak atau lemak. Akan tetapi
pada umumnya, odor dan flavor ini disebabkan oleh komponen bukan minyak.
Sebagai contohnya, bau khas dari minyak kelapa sawit dikarenakan terdapatnya
beta karoten sedangkan bau yang khas dari minyak kelapa ditimbulkan oleh nonyl
methylketon.
3. Titik Didih
Titik didih dari asam-asam lemak akan semakin meningkat dengan
bertambah panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut.
4. Titik Cair
Pengukuran titik cair minyak atau lemak, suatu cara yang digunakan
dalam penentuan atau pengenalan komponen-komponen organik yang murni. Hal
ini dikarenakan minyak atau lemak tidak mencair dengan tepat pada suatu nilai
temperatur tertentu. Sebagai contoh, apabila lemak dipanaskan dengan lambat
maka akhirnya akan mencair.
5. Bobot Jenis
Bobot jenis dari minyak dan lemak biasanya ditentukan pada
temperatur 250C, akan tetapi dalam hal ini dianggap penting dalam mengukur
pada temperatur 400C atau 600C untuk lemak yang titik cairnya tinggi.
6. Indeks Bias
Indeks bias adalah derajat penyimpanan dari cahaya yang dilewatkan
pada suatu medium yang cerah. Indeks bias pada minyak dan lemak dipakai pada
pengenalan unsur kimia dan untuk pengujian kemurnian minyak. Indeks bias akan
meningkat pada minyak dan lemak dengan rantai karbon yang panjang dan
bertambah dengan meningkatnya bobot molekul, selain dengan naiknya derajat
ketidakjenuhan dari asam lemak tersebut. (Ketaren, 1986)
2.3.2. Sifat Kimia Lemak dan Minyak
1. Reaksi Oksidasi
Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah
oksigen dengan minyak atau lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan
mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak. Oksidasi biasanya dimulai
dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya ialah
terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi
aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas. (Ketaren, 1986)
R1 C
Hidrogen yang labil + O2
R2
Gambar 2.1. Struktur Oksidasi Pembentukan Peroksida dan Hidroperoksida
2. Reaksi Hidrolisis
Dalam reaksi ini, minyak atau lemak akan diubah menjadi asam-asam
lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan
minyak atau terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam lemak atau minyak
tersebut. Reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang menghasilkan
flavor dan bau tengik pada minyak tersebut.
CH2 O
CH
C R1
O C R2
CH2 O C R3
O
O O
+ 3 H2O CH OH
CH2 OH
CH2 OH
+ 3 RCOOH
Lemak atau minyak gliserol asam karboksilat
Gambar 2.2. Struktur Hidrolisis Terhadap Asam Lemak dan Gliserol
3. Proses Hidrogenasi
Proses hidrogenasi sebagai suatu proses industri bertujuan untuk
menjenuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak atau
lemak. Reaksi ini, dilakukan dengan menggunakan hidrogen murni dan
ditambahkan serbuk nikel sebagai katalisator. Reaksi pada proses hidrogenasi
terjadi pada permukaan katalis yang mengakibatkan reaksi antara
molekul-molekul minyak dengan gas hidrogen. Hidrogen akan diikat oleh asam
lemak yang tidak jenuh yaitu pada ikatan rangkap, membentuk radikal kompleks
antara hidrogen, nikel, dan asam lemak tidak jenuh. Setelah terjadi penguraian
tinggi. Radikal asam lemak dapat terus bereaksi dengan hidrogen membentuk
asam lemak yang jenuh.
2.4. Pengolahan Kelapa Sawit Menjadi CPO
Pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) di pabrik bertujuan untuk
memperoleh minyak kelapa sawit yang berkualitas baik. Proses tersebut
berlangsung panjang dan memerlukan kontrol yang cermat, dimulai dari
pengangkutan TBS kepabrik sampai dihasilkan minyak sawit dan hasil
sampingnya. Tahap-tahap pengolahan tandan buah segar (TBS) sampai
dihasilkannya Crude Palm Oil (CPO) adalah :
1. Pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS)
Tandan Buah Segar (TBS) hasil permanen harus segera di angkut ke
pabrik untuk diolah lebih lanjut. Pada buah yang tidak segera diolah, maka
kandungan asam lemak bebasnya semakin meningkat. Untuk menghindari hal
tersebut, maksimal 8 jam setelah panen, TBS harus segera diolah. Sesampainya
TBS di pabrik, segera dilakukan penimbangan. Penimbangan penting dilakukan
sebab akan diperoleh angka-angka yang terutama berkaitan dengan produksi,
pembayaran upah para pekerja, perhitungan rendemen minyak sawit (Yan Fauzi,
2008).
2. Sortasi Buah
Untuk perhitungan rendemen dan penilaian mutu perlu diketahui keadaan
TBS yang masuk kedalam pabrik. Karena itu, perlu dilakukan sortasi. Sortasi
dilakukan pada setiap kebun dengan menentukan satu truk yang dianggap
mewakili seluruh kebun asal, baik dari kebun sendiri maupun dari kebun pihak
Sortasi dilakukan sesuai dengan kriteria panen yang dibagi dalam fraksi :
a) Fraksi 0 = sangat mentah
b) Fraksi 1 = mentah
c) Fraksi 2 = matang normal
d) Fraksi 3 = matang normal
e) Fraksi 4 = matang normal
f) Fraksi 5 = terlalu matang
g) Fraksi 6 = terlalu matang
h) Fraksi 7 = tandan kosong
Selain itu, dalam sortasi juga harus dicatat persentase tangkai panjang, banyaknya
buah jatuh (brondolan) dan kotoran (Sunarko, 2007).
3. Penimbunan Buah (Loading Ramp)
Tandan buah segar yang sudah ditimbang langsung dimasukkan kedalam
loading and storage ramp. Setiap bays dari loading ramp dapat menampung TBS
sebanyak 8 ton. Di dalam bays, TBS dibersihkan dari pasir dan kotoran lainnya
dengan cara menyiram air dari atas. Cara ini dilakukan untuk menjaga mutu dan
mengurangi keausan alat - alat pengolahan. Setelah bersih, TBS dimasukkan
kedalam lori-lori perebusan yang berkapasitas 25 ton (Sunarko, 2007).
4. Perebusan Tandan Buah Segar (TBS)
TBS yang telah dimasukkan ke dalam lori selanjutnya direbus di dalam
ketel rebus (sterilizer). Perebusan dilakukan dengan mengalirkan uap panas
selama 90 menit atau tergantung besarnya tekanan uap. Pada umumnya, besarnya
tekanan uap yang digunakan adalah 2,5 atm dengan suhu uap 1250C. Perebusan
Sebaliknya, perebusan dalam waktu yang terlalu pendek menyebabkan semakin
banyak buah yang tidak rontok dari tandannya.
5. Stasiun Pemipilan Buah (Stripper)
Proses pemipilan terjadi akibat tromol berputar pada saat sumbu mendatar
yang membawa TBS ikut berputar sehingga membanting TBS tersebut dan
brondolan lepas dari tandan. Brondolan yang keluar dari bagian bawah pemipil,
ditampung oleh sebuah screw conveyor untuk dikirim ke bagian digesting dan
pressing. Sementara, tandan (janjang) kosong yang keluar dari bagian belakang
pemipil ditampung oleh elevator, kemudian dikirim ke hopper.
Kecepatan putaran dari tromol pemipil harus ditentukan secara tepat untuk
mencapai efek pemipilan yang optimal. Kecepatan putaran harus sedemikian rupa
sehingga semua tandan berulang kali terangkat setinggi mungkin pada dinding
silinder untuk kemudian jatuh. Dengan demikian, akan diperoleh efek pemipilan
yang dikehendaki.
Tingkat kematangan buah dan metode perebusan buah sangat menentukan
dalam keberhasilan proses pengolahan buah kelapa sawit. Semakin tinggi tingkat
kematangannya dan semakin lama waktu perebusan, semakin besar pula
kemungkinan bahwa minyak akan meleleh keluar dari daging buah selama
perebusan karena daging buah selama perebusan menjadi lunak.
6. Stasiun Pengadukan (Digester)
Brondolan yang terpipil dari stasiun pemipilan diangkut ke bagian
pencacahan (digester). Tujuan utama dari proses digesting yaitu mempersiapkan
daging buah untuk pengempaan (pressing) sehingga minyak dengan mudah dapat
7. Stasiun Pengempaan (Pressing)
Pengempaan dilakukan untuk mengambil minyak dari massa adukan buah
di dalam mesin pengempaan secara bertahap dengan bantuan pisau pelempar dari
ketel adukan. Pada pabrik kelapa sawit, umumnya digunakan screw press sebagai
alat pengempa untuk memisahkan minyak dari daging buah (Iyung Pahan, 2006).
8. Pemurnian Minyak (Clarification)
Minyak sawit yang keluar dari tempat pemerasan atau pengepresan masih
berupa minyak sawit kasar karena masih mengandung kotoran berupa
partikel-partikel dari tempurung dan serabut (NOS atau Non Oil Solid). Agar
diperoleh minyak sawit yang bermutu baik, minyak sawit kasar tersebut
mengalami pengolahan lebih lanjut lagi. Minyak sawit yang masih kasar
kemudian dialirkan kedalam tangki minyak kasar (crude oil tank) dan setelah
melalui beberapa tahap pemurnian atau klarifikasi, minyak tersebut perlu segera
dimurnikan dengan maksud agar tidak terjadi penurunan mutu akibat adanya
reaksi hidrolisis dan oksidasi.
Proses penjernihan ini dilakukan untuk menurunkan kandungan air dan
NOS di dalam minyak. Minyak sawit ini dapat di tampung di dalam tangki-tangki
penampungan dan dipasarkan atau mengalami pengolahan lebih lanjut sampai
dihasilkan minyak sawit murni, dan hasil olahan lainnya. Sedangkan sisa
olahannya yang berupa lumpur masih dapat di manfaatkan dengan proses daur
ulang untuk diambil minyak sawitnya.
2.5. Minyak Kelapa Sawit
Salah satu dari beberapa tanaman golongan palm yang dapat menghasilkan
empat macam tipe atau varietas kelapa sawit yaitu dura, pisifera, tenera, dan
macrocarya (Yan Fauzi, 2008).
Seperti minyak yang lain, minyak sawit tersusun dari unsur-unsur Carbon
(C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O). Minyak sawit ini terdiri dari fraksi padat dan
fraksi cair dengan perbandingan yang seimbang. Penyusun fraksi padat terdiri dari
asam lemak jenuh, antara lain asam miristat (1%), asam palmitat (45%), asam
stearate (4,5%). Sedangkan fraksi cair tersusun atas asam lemak tak jenuh yang
terdiri dari asam oleat (39%) dan asam linoleat (11%). Perbedaan jenis asam
lemak penyusunnya dan jumlah rantai asam lemak yang membentuk trigliserida
dalam minyak sawit dan minyak inti sawit menyebabkan kedua jenis minyak
tersebut mempunyai sifat yang berbeda dalam kepadatan. Minyak sawit dalam
suhu kamar bersifat setengah padat sedangkan pada suhu yang sama minyak inti
berbentuk cair (Tim Penulis, 1997).
2.6. Komposisi Kimia Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti Kelapa Sawit
Kelapa sawit mengandung lebih kurang 80% perikarp dan 20% buah yang
dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam perikap sekitar 34-40 persen.
Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang
tetap. Perbandingan antara minyak sawit dengan minyak inti sawit dapat dilihat
Tabel 2.1. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti Kelapa Sawit
Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit (%) Minyak Inti Sawit (%)
Asam Kaprilat - 3 - 4
Asam Kaproat - 3 - 7
Asam Laurat - 46 - 52
Asam Miristat 1,1 – 2,5 14 - 17
Asam Palmitat 40 – 46 6,5 - 9
Asam Stearat 3,6 – 4,7 1 - 2,5
Asam Oleat 39 – 45 13 - 19
Asam Linoleat 7 – 11 0,5 - 2
( Ketaren,1986 )
Pembentukan lemak dalam buah sawit mulai berlangsung beberapa
minggu sebelum matang. Oleh karena itu, penentuan saat panen sangat
menentukan kandungan minyak yang terbentuk. Kandungan minyak yang
tertinggi dalam buah adalah pada saat buah akan membrondol (lepas dari
tandannya). Karena itu, kematangan tandan biasanya ditandai dengan jumlah buah
yang membrondol. Seminggu sebelum matang, yaitu 19 minggu setelah
penyerbukan, minyak terbentuk baru 6-7%. Pada hari-hari menjelang
kematangannya, pembentukan minyak berlangsung dengan cepat sehingga
mencapai maksimal yaitu 50% berat terhadap daging buah segar pada minggu
Kebalikan dari pembentukan lemak adalah penguraian atau hidrolisis
lemak menjadi gliserol dan asam lemak bebas. Proses hidrolisis dikatalis oleh
enzim lipase yang juga terdapat pada buah, tetapi berada diluar sel yang
mengandung minyak. Jika dinding sel pecah atau rusak karena proses
pembusukan maupun karena perlakuan mekanik, tergores atau memar karena
benturan, enzim akan bersinggungan dengan minyak dan reaksi hidrolisis akan
segera berlangsung dengan cepat.
Pembentukan asam lemak bebas oleh mikroorganisme (jamur atau bacteria
tertentu) juga dapat terjadi apabila suasananya sesuai, yaitu pada suhu rendah
dibawah 500C dalam keadaan lembab dan kotor. Oleh karena itu minyak sawit
harus segera dimurnikan setelah pengutipannya. Pemanasan sampai dengan suhu
diatas 900C seperti pada pemisahan dan pemurniannya akan menghancurkan
semua mikroorganisme dan mengaktifkan enzimnya. Pada kadar air kurang dari
0,8% mikroorganisme juga tidak dapat berkembang. Jika lebih tinggi, sebaiknya
minyak ditimbun dalam keadaan panas sekitar 50-60% (Mangoensoekarjo, 2003).
2.7. Standar Mutu Minyak Kelapa Sawit
Standar mutu merupakan hal yang penting untuk menentukan mutu
minyak yang baik. Ada beberapa faktor yang yang menentukan standar mutu yaitu
kandungan air dan kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak bebas, warna
dan bilangan peroksida. Faktor lain yang mempengaruhi standar mutu adalah titik
cair dan kandungan gliserida, refining loss, plastisitas dan spreadability,
Tabel 2.2 Mutu Minyak Kelapa Sawit
Kandungan Persentase
Kadar Air < 0,1 %
Kadar Kotoran < 0,01 %
Kandungan Asam Lemak Bebas < 2 %
Bilangan Peroksida < 2
(Ketaren, 1986)
Bertitik tolak dari perbedaan penggunaanya, terdapat pula perbedaan
dalam hal kebutuhan mutu minyak sawit yang akan digunakan sebagai bahan
baku untuk industri pangan dan non pangan. Untuk kebutuhan bahan pangan,
tentunya tuntutan syarat mutu minyak sawit harus lebih ketat bila dibandingkan
dengan bahan baku non pangan. Oleh karena itu, keaslian, kemurnian, kesegaran,
maupun aspek higienisnya harus lebih diperhatikan sebab dampaknya langsung
berpengaruh pada kesehatan manusia.
Industri pangan maupun non pangan selalu menghendaki minyak sawit
dalam mutu yang terbaik, yaitu minyak sawit yang dalam keadaan segar, asli,
murni dan tidak bercampur bahan tambahan lainnya seperti kotoran, air,
logam-logam (dari alat - alat selama pemprosessan), dan lain - lain. Adanya
bahan - bahan yang tidak semestinya terikut dalam minyak sawit ini akan
menurunkan mutu minyak dan harga jualnya. (Tim Penulis, 1997)
2.8. Pemanfaatan Hasil Kelapa Sawit
Manfaat minyak sawit diantaranya sebagai bahan baku untuk industri
1. Minyak sawit untuk industri pangan
Minyak sawit yang digunakan sebagai produk pangan dihasilkan dari
minyak sawit maupun minyak inti sawit melalui proses fraksinasi, rafinasi dan
hidrogenesis. Produksi CPO Indonesia sebagian besar difraksinasi sehingga
dihasilkan fraksi olein cair dan fraksi stearin padat. Sebagai bahan baku untuk
minyak makan, minyak sawit antara lain digunakan dalam bentuk minyak goreng,
margarine, butter, vanaspati, shortening dan bahan untuk membuat kue - kue.
Sebagai bahan pangan, minyak sawit mempunyai beberapa keunggulan
dibandingkan minyak goreng lain, antara lain mengandung karoten yang diketahui
berfungsi sebagai anti kanker dan tokoferol sebagai sumber vitamin E.
Kandungan asam linoleat dan asam linolenatnya rendah sehingga minyak goreng
yang terbuat dari buah sawit memiliki kemantapan kalor (beat stability) yang
tinggi dan tidak mudah teroksidasi.
2. Minyak sawit untuk industri nonpangan
Produk nonpangan yang dihasilkan dari minyak sawit dan minyak inti
sawit diproses melalui proses hidrolisis (splitting) untuk menghasilkan asam
lemak dan gliserin. Kandungan minor dalam minyak sawit berjumlah kurang lebih
1 %, antara lain terdiri dari karoten, tokoferol, sterol, alcohol, triterpen,
fosfolipida. Kandungan minor tersebut menjadikan minyak sawit dapat digunakan
sebagai bahan baku dalam industri farmasi. Oleokimia adalah bahan baku industri
yang diperoleh dari minyak nabati, termasuk diantaranya adalah minyak sawit dan
minyak inti sawit. Produksi utama minyak yang digolongkan dalam oleokemikal
adalah asam lemak, lemak alkohol, asam amino, metal ester dan gliserin (Yan
2.9. Metode Pemurnian Minyak Kelapa Sawit dari Hasil CPO
Ada tiga metode yang dilakukan dalam pemurnian minyak sawit (minyak
kasar) di PKS, yaitu sebagai berikut :
a. Metode Pemisahan Penyaringan (Filtrasi)
Merupakan suatu metode yang bertujuan untuk pemisahan crude oil
dari fibre - fibre, cangkang-cangkang halus dan partikel-partikel lainnya dengan
menggunakan penyaring. Metode ini berfungsi untuk menurunkan viskositas
(kekentalan) dari minyak agar proses pemurnian selanjutnya dapat efisien. Dalam
hal ini, minyak yang masih mengandung banyak NOS harus dapat dipisahkan agar
dalam proses pemurnian selanjutnya dapat efisien dalam pemisahannya. Alat
penyaring ini bekerja untuk menyaring dengan penangkap pasir ataupun ayakan
getar. Aplikasi metode ini diterapkan pada alat sand trap tank dan vibrating
screen yang berfungsi sebagai penangkap dan penyaring NOS (Non Oil Solid).
b. Metode pengendapan (Settling)
Merupakan pemisahan minyak dan air yang terjadi pengendapan yang
lebih berat. Minyak berada pada lapisan atas karena berat jenisnya lebih kecil.
Jika minyak kasar yang didalam tangki dibiarkan, isi tangki akan mengendap dan
akan terbentuk beberapa lapisan sesuai dengan berat jenis dari fase yang
terkandung didalamnya. Lapisan pertama merupakan lapisan minyak yang masih
mengandung butir-butir air dan zat pengotor lainnya dengan kadar 99,0% minyak,
0,75% air, dan 0,25% zat padat. Minyak dengan kandungan tersebut belum
memenuhi standart kualitas jual sehingga harus diproses lebih lanjut untuk
menurunkan kadar air dan zat padatnya. Lapisan kedua merupakan lapisan air
ketiga merupakan fase yang mengandung zat organik padat serta emulsi
minyak - air yang tidak terpecahkan.
c. Metode pemusingan (Centrifuge)
Merupakan pemisahan dengan cara memusingkan minyak kasar,
sehingga bagian yang lebih berat akan terlempar jauh akibat adanya gaya
sentrifugal. Dengan demikian, pemusingan dapat digunakan dalam berbagai
proses untuk pemisahan cairan - cairan atau antara cairan dengan bahan padat
yang terkandung didalamnya.
d. Metode pemisahan biologis
Merupakan pemecahan molekul - molekul minyak dengan proses
fermentasi. Pemisahan yang dimaksud disini yaitu pengutipan minyak yang
dilakukan di Fat Fit. Minyak yang diperoleh dari fat fit selanjutnya dikembalikan
ke Crode Oil Tank, sedangkan sisa lumpur dan air dialirkan ke kolam limbah.
Walaupun telah dilakukan pengutipan minyak semaksimal mungkin, tetapi pada
sisa lumpur dan air yang dialirkan ke kolam limbah tersebut, masih saja ada
minyak yang terikut. Minyak yang ikut ke kolam limbah ini dihitung sebagai
kerugian (losses) (Iyung Pahan, 2006).
2.9.1. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Pemurnian Minyak Sawit
Pada proses pengolahan dan pemurnian minyak kelapa sawit pada sebuah
pabrik, terdapat factor - faktor pendukung yang berperan penting pada proses
pemurnian minyak kelapa sawit antara lain :
1. Temperatur Minyak
Temperatur minyak untuk proses pemurnian harus dapat disesuaikan,
yang akan diproses. Oleh karena itu, temperatur minyak sawit untuk proses
pemurnian harus dipanaskan terlebih dahulu di oil tank dengan suhu 900 - 950C.
2. Berat Jenis Fluida
Pada proses pemurnian, berat jenis fluida yang masuk sangat erat
hubungannya dengan temperatur yang masuk. Hal ini disebabkan karena semakin
tinggi temperatur zat, maka akan semakin cepat pula berat jenis zat tersebut dapat
terpisah. Dalam hal ini terdapat perbedaan berat jenis antara fluida, sehingga
menyebabkan perbedaan gravitasi antara fluida yang cukup berpengaruh terhadap
pemisahannya.
3. Kapasitas Olah
Yang dimaksud dengan kapasitas olah pada proses pemurnian minyak
sawit ini adalah pengaturan minyak yang masuk atau debit untuk proses
pemurnian minyak sawit, agar dapat diperoleh hasil proses pemurnian dengan
baik. Pengaturan kapasitas minyak harus selalu dilakukan pada saat peralatan
beroperasi, pada saat operasi telah berlangsung, dan pada saat operasi peralatan
akan selesai. Dengan penyesuaian kapasitas minyak masuk akan dapat diperoleh
minyak yang baik dan sesuai dengan jumlah mutu yang diinginkan.
4. Gravity Disc
Diameter gravity disc hendaknya disesuaikan dengan berat jenis dan
viskositas minyak yang akan diproses di oil purifier. Efektivitas pemisahan
didalam oil purifier dikendalikan oleh seal water dan gravity disc. Pembukaan
seal water dilakukan pada awal proses dan normal operasi kran seal water harus
dihasilkan tidak terlalu bersih. Gravity disc juga harus disesuaikan dengan mutu
minyak yang akan dihasilkan. Memilih gravity disc yang terlalu kecil dapat
mengakibatkan minyak sawit yang dihasilkan tidak terlalu bersih, sedangkan bila
diameter gravity disc terlalu besar maka mengakibatkan minyak banyak terikut ke
drain.
5. Viskositas
Viskositas ialah kekentalan suatu cairan dengan kata lain apabila cairan
tersebut dipanaskan dengan suhu yang cukup, maka kekentalan atau viskositas
tersebut dapat berkurang. Sehingga akan membantu pada saat proses sentrifugal
pada oil purifier.
6. Waktu Sentrifugal
Waktu sentrifugal ialah lamanya waktu sentrifugasi, dalam hal ini terfokus
pada proses pada pemurnian alat Oil Purifier, dimana di dalam prosesnya tersebut
menggunakan prinsip kerja dari gaya sentrifugal. Lamanya waktu sentrifugal
dapat menyebabkan suhu pada minyak akan turun, dan semakin susah dipisahkan.
Dan apabila waktu sentrifugasi terlalu cepat, pemisahan tidak akan efektif yaitu
banyaknya minyak yang akan terikut oleh sludge.
2.9.2. Proses Pengolahan Sludge
1. Sludge Tank
Sludge yang berada di dalam Sludge Tank mendapat pemanasan dengan
menggunakan pipa uap tertutup agar minyak tidak goncang karena pemanasan
yang terlalu tinggi akan dapat memisahkan minyak yang masih terikat dengan
Pipa masuk sludge dari Settling Tank berada disamping tangki bagian
tengah dengan maksud agar dalam tangki tidak terjadi goncangan-goncangan
yang berakibat pada pembentukan emulsi. Lumpur yang terdapat dibawah tangki
harus dibuang setiap selang waktu tertentu, dengan tujuan agar pasir tidak terikut
kedalam sludge separator.
2. Sludge Separator
Dalam sludge masih banyak terdapat zat - zat lain selain dari minyak yaitu
sisa-sisa daging buah, air dan macam - macam mineral. Minyak dalam sludge
masih berkisar 3,5 - 5%. Untuk memisahkan atau mengutip minyak yang masih
terkandung dalam sludge, lemak cairan sludge dimasukkan ke dalam alat pemisah
sludge (Sludge Separator) untuk dikutip kembali minyaknya (Abdul Karim,
2001). Komposisi sludge yang keluar dari Sludge Tank dipengaruhi oleh :
a. Jumlah air pengencer
b. Perlakuan sebelumnya yaitu apakah menggunakan alat seperti san cyclone
atau strainer.
c. Pemakaian ayakan getar yang berfungsi untuk memisahkan lumpur dan cairan
yang terdapat dalam cairan sehingga sludge separator yang semakin tinggi.
Keberhasilan pemakaian sludge separator sangat menentukan terhadap
persentase kehilangan minyak. Kemampuan alat ini tergantung dari :
1. Kapasitas olah sludge separator. Debit cairan yang tinggi akan
mempengaruhi pemisahan fraksi - fraksi yaitu volume terlalu besar dapat
minyak dalam air drap tinggi. Kapasitas oleh separator dipengaruhi oleh
jenis alat sludge separator dan ukuran nozzle yang dipakai.
2. Nozzle. Ukuran lobang nozzle mempengaruhi pemisahan fraksi ringan dan
berat. Semakin kecil ukuran nozzle, maka daya pisah semakin baik yaitu
kadar minyak dalam air buangan relatif kecil, akan tetapi nozzle sangat
cepat rusak, yang diakibatkan oleh gesekan pasir.
3. Keseimbangan pemisahan lumpur dan cairan yang masuk kedalam sludge
separator perlu dipertahankan dengan :
a) Mempertahankan tekanan pada outlet sludge separator dengan
membuat bak berisi air sehingga tekanan lawan konstan.
b) Mengisi air panas kedalam sludge separator untuk mempertahankan
tekanan dalam sludge separator sehingga kecepatan air dan
pemisahan lumpur dengan air konstan.
Tabel 2.3. Perbandingan Sifat Antara Minyak Kelapa Sawit Sebelum dan Sesudah Pemurnian
Sifat Minyak Sawit Kasar Minyak Sawit Murni
Titik Cair (oC) : Awal
2.10. Prinsip Kerja Alat Ekstraksi Sokletasi
Sokletasi adalah suatu metode atau proses pemisahan suatu komponen
yang terdapat dalam zat padat dengan cara penyaringan berulang ulang dengan
menggunakan pelarut tertentu, sehingga semua komponen yang diinginkan akan
terisolasi. Pengambilan suatu senyawa organik dari suatu bahan alam padat
disebut ekstraksi. Jika senyawa organik yang terdapat dalam bahan padat tersebut
dalam jumlah kecil, maka teknik isolasi yang digunakan tidak dapat secara
maserasi, melainkan dengan teknik lain dimana pelarut yang digunakan harus
selalu dalam keadaan panas sehingga diharapkan dapat mengisolasi senyawa
organik itu lebih efesien. Isolasi semacam itu disebut sokletasi. (Ketaren, 1986)
Adapun prinsip dari sokletasi yaitu pemisahan yang berulang ulang
sehingga hasil yang didapat sempurna dan pelarut yang digunakan relatif sedikit.
Bila penyaringan ini telah selesai, maka pelarutnya diuapkan kembali dan sisanya
adalah zat yang tersaring. Metode sokletasi menggunakan suatu pelarut yang
mudah menguap dan dapat melarutkan senyawa organik yang terdapat pada bahan
tersebut, tapi tidak melarutkan zat padat yang tidak diinginkan.
Metode sokletasi seakan merupakan penggabungan antara metode maserasi dan
perkolasi. Jika pada metode pemisahan minyak mentah ( distilasi uap ), tidak
dapat digunakan dengan baik karena persentase senyawa yang akan digunakan
atau yang akan diisolasi cukup kecil atau tidak didapatkan pelarut yang diinginkan
untuk maserasi ataupun perkolasi ini, maka cara yang terbaik yang didapatkan
untuk pemisahan ini adalah sokletasi. Sokletasi digunakan pada pelarut organik
tertentu. Dengan cara pemanasan, sehingga uap yang timbul setelah dingin secara
kembali kedalam labu dengan membawa senyawa kimia yang akan diisolasi
tersebut. Pelarut yang telah membawa senyawa kimia pada labu distilasi yang
diuapkan dengan rotari evaporator sehingga pelarut tersebut dapat diangkat lagi
bila suatu campuran organik berbentuk cair atau padat ditemui pada suatu zat
padat, maka dapat diekstrak dengan menggunakan pelarut yang diinginkan.
Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan secara berurutan pelarut-pelarut
organik dengan kepolaran yang semakin menigkat. Dimulai dengan pelarut
heksana, eter, petroleum eter, atau kloroform untuk memisahkan
senyawa-senyawa trepenoid dan lipid - lipid, kemudian dilanjutkan dengan
alkohol dan etil asetat untuk memisahkan senyawa - senyawa yang lebih polar.
Walaupun demikian, cara ini seringkali tidak menghasilkan pemisahan yang
sempurna dari senyawa - senyawa yang diekstraksi. (Ketaren, 1986)
Cara menghentikan sokletasi adalah dengan menghentikan pemanasan
yang sedang berlangsung. Sebagai catatan, sampel yang digunakan dalam
sokletasi harus dihindarkan dari sinar matahari langsung. Jika sampai terkena
sinar matahari, senyawa dalam sampel akan berfotosintesis hingga terjadi
penguraian atau dekomposisi. Hal ini akan menimbulkan senyawa baru yang
disebut senyawa artefak, hingga dikatakan sampel tidak alami lagi. Alat sokletasi
tidak boleh lebih rendah dari pipa kapiler, karena ada kemungkinan saluran pipa
dasar akan tersumbat. Juga tidak boleh terlalu tinggi dari pipa kapiler karena