PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NO. 16 TAHUN 2001
A. Kedudukan Badan Hukum Yayasan Setelah Berlakunya Undang-Undang Yayasan.
1. Badan Hukum Yayasan
Indonesia baru mempunyai peraturan tentang Yayasan, yaitu Undang-Undang
No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, yaitu Undang-Undang No.16 Tahun 2001
tentang Yayasan, yang diundangkan pada tanggal 6 Agustus 2001 dalam Lembaran
Negara RI. Tahun 2001 No.112 dan Tambahan Lembaran Negara RI.No 4132, dan
mulai berlaku sejak tanggal 6 Agustus 2002. Pemberlakuan Undang-Undang Yayasan
satu tahun setelah tanggal pengundangan, dimaksudkan agar masyarakat mengetahui
dan memahami peraturannya dan dapat mempersiapkan segala sesuatunya yang
berhubungan dengan yayasan.
Dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat mengenai Rancangan
Undang-Undang Yayasan tanggal 26 Juni 2000 dijelaskan bahwa, penyusunan
Undang-Undang Yayasan dilandasi oleh beberapa pokok pikiran, yaitu untuk
memenuhi kebutuhan perkembangan hukum dalam masyarakat mengenai pengaturan
tentang yayasan, untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum serta berfungsinya
yayasan sesuai maksud dan tujuannya berdasarkan prinsip keterbukaan dan
arahan-arahan yang terdapat dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004,
bahwa pembangunan hukum harus mewujudkan system hukum nasional yang
menjamin tegaknya supremasi hukum dan hak asasi manusia berdasarkan keadilan
dan kebenaran.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka setelah berlakunya Undang-Undang
Yayasan No.16 Tahun 2001, didalamnya telah dicantumkan dengan jelas untuk
mendirikan yayasan. Adapun syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut :
1. Didirikan oleh 1 (satu) orang atau lebih
2. Ada kekayaan yang dipisahkan dari kekayaan pendirinya
3. Harus dilakukan dengan akta Notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia
4. Harus memperoleh pengesahan menteri.
5. Diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia
6. Tidak boleh memakai nama yang telah dipakai secara sah oleh yayasan lain,
atau bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan
7. Nama yayasan harus didahului dengan kata yayasan.57
Dalam Pasal 9 ayat (1) Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang
Yayasan disebutkan, yayasan dapat didirikan oleh satu orang atau lebih dengan
memisahkan harta kekayaan pendirinya, sebagai kekayaan awal. Yang dmaksud
dengan ”orang” pada Pasal ini adalah orang perseorangan dan badan hukum. Berarti
57
yayasan hanya bisa didirikan oleh orang perseorangan saja atau boleh badan hukum
saja.
Pembentukan yayasan terjadi dengan surat pengakuan (akta) diantara para
pendirinya, atau dengan surat hibah/wasiat yang dibuat dihadapan notaris. Dalam
surat-surat itu ditentukan maksud dan tujuan, nama, susunan dan badan pengurus,
juga adanya kekayaan yang mewujudkan yayasan tersebut. Singkatnya, bagi yayasan
sebagai badan hukum itu diisyaratkan adanya :
1. Penunjukan suatu tujuan tertentu,
2. Penunjukan suatu organisasi, dan
3. Harus terdapat pemisahan harta kekayaan.58
Perubahan Undang Yayasan sesuai dengan konsideran
Undang-Undang No.28 Tahun 2004 disebabkan karena Undang-Undang-Undang-Undang No.16 Tahun 2001
dalam perkembangannya belum menampung seluruh kebutuhan dan perkembangan
hukum dalam masyarakat, serta terdapat beberapa substansi yang dapat menimbulkan
berbagai penafsiran.
Kehadiran Undang-Undang Yayasan merupakan dasar hukum yang kuat bagi
Yayasan untuk mencapai tujuan didirikannya serta untuk menjamin kepastian dan
ketertiban hukum, serta memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat
mengenai yayasan, sehingga dapat mengembalikan fungsi yayasan sebagai pranata
hukum dalam rangka mencapai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan dan
kemanusiaan. Lahirnya Undang-Undang ini juga menjadi pedoman bagi Yayasan
dalam menjalankan aktifitas usahanya sehingga tidak menyimpang dari maksud dan
tujuan pendiriannya59.
Perubahan pada Undang-Undang ini bukan diubah secara keseluruhan, tetapi
hanya sebagian pasal-pasal saja yang dirasa perlu. Dari 73 pasal yang ada dalam
Undang-Undang No.16 Tahun 2001, sebanyak 21 pasal yang diubah dan tiga alinea
dalam penjelasan umum yang diubah dengan Undang-UndangNo.28 Tahun 2004.
Kedua Undang-Undang ini saling berkaitan dan merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan. Tujuannya tidak lain untuk memperbaiki peraturan yang
ada di dalam Undang-Undang sesuai dengan keadaan perkembangan zaman, namun
dilain pihak perubahan itu membawa pengaruh kepada masyarakat akan mengalami
kesulitan untuk memahami atau mempelajari undang-undang yang mengalami
perubahan karena masyarakat harus membaca dua undang-undang yang saling
berkaitan.
Dengan terbitnya Undang-Undang Yayasan menghendaki yayasan bersifat
terbuka dan pengelolaannya bersifat professional, sehingga bagi masyarakat sangat
menyambut baik keluarnya Undang-Undang ini karena sudah ada kaidah hukum yang
menjadi pegangan bagi mereka yang berkecimpung dalam yayasan dan masyarakat
dapat melihat bagaimana kehidupan yayasan di Indonesia setelah berlakunya
Undang-Undang Yayasan.
59
Berdasarkan ketentuan Pasal 71 Perubahan UU Yayasan, ada dua jenis status
hukum untuk yayasan yang telah didirikan sebelum berlakunya UU Yayasan, yaitu:
1. Yayasan Lama (yayasan yang telah berdiri sebelum terbitnya UU Yayasan) yang
telah berstatus badan hukum;
2. Yayasan Lama (yayasan yang telah berdiri sebelum terbitnya UU Yayasan)
yang belum berstatus badan hukum.
Yayasan yang sebelumnya ada dinyatakan tetap diakui sebagai badan hukum,
apabila dalam waktu paling lambat 3 (tiga) tahun sejak mulai berlakunya
Undang-Undang Yayasan.Yayasan dengan kategori tersebut wajib menyesuaikan Anggaran
Dasarnya dengan Undang-Undang Yayasan.60
Yayasan lama yang berstatus badan hukum diatur dalam ketentuan Pasal 71
ayat (1) dan ayat (3) Perubahan Undang-Undang Yayasan. Pasal 71 ayat (1)
menyebutkan pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Yayasan yang telah
didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara
Republik Indonesia atau didaftarkan di Pengadilan Negeri dan mempunyai izin
melakukan kegiatan dari instansi terkait tetap diakui sebagai badan hukum.
Berdasarkan Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Yayasan tersebut diatas pada
dasarnya tetap mengakui suatu yayasan yang telah di dirikan sebelum
Undang-Undang Yayasan ini terbit asalkan yayasan tersebut telah didaftarkan di Pengadilan
Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia atau
telah didaftarkan di Pengadilan Negeri dan memiliki izin untuk melakukan kegiatan
60
dari instansi terkait, dengan jangka waktu penyesuaian anggaran dasar paling lambat
3 (tiga) tahun sejak tanggal UU Yayasan tersebut berlaku. Perubahan
Undang-Undang Yayasan berlaku sejak tanggal 6 Oktober 2005,Oleh karena itu berdasarkan
perubahan Undang-Undang Yayasan, yayasan lama yang belum menyesuaikan
anggaran dasar sampai tanggal 6 Oktober 2008 tidak dapat diakui sebagai badan
hukum.
Pasal 71 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 mengatur tentang
kedudukan yayasan yang telah didirikan sebelum Undang-Undang itu berlaku tetapi
Yayasan itu belum diakui sebagai badan hukum. Yayasan yang belum diakui sebagai
badan hukum ini dapat memperoleh status badan hukum dengan cara menyesuaikan
anggaran dasarnya dengan ketentuan Undang-Undang dan mengajukan permohonan
status badan hukum kepada Menteri paling lambat 1 (satu) tahun sejak tanggal
Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 ini mulai berlaku yaitu tanggal 6 Oktober
200661.
Ketentuan pasal 71 ayat (4) Undang-Undang Yayasan, menyatakan bahwa
Yayasan yang tidak menyesuaikan Anggaran Dasarnya dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), tidak dapat menggunakan kata yayasan di depan namanya dan dapat dibubarkan
berdasarkan keputusan Pengadilan atas permohonan Kejaksaan atau pihak yang
berkepentingan.
61
Ketentuan pasal 71 Undang-Undang Yayasan tersebut dipertegas kembali
dalam Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2008 yang merupakan peraturan pelaksana
dari Undang-Undang Yayasan tersebut.
Pasal 39 Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2008 telah dirubah berdasarkan
Peraturan Pemerintah No.2 Tahun 2013 menyebutkan bahwa, Yayasan yang belum
memberitahukan kepada Menteri sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 71 ayat (3) Undang-undang tidak dapat menggunakan kata yayasan di
depan namanya sebagaimana dimaksud dalam pasal 71 ayat (4) Undang-undang dan
tidak lagi melakukan kegiatannya 3 (tiga) tahun berturut-turut harus melikuidasi
kekayaannya serta menyerahkan sisa hasil likuidasi sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 68 Undang-Undang62. Pasal 36 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2008 menyebutkan bahwa: “Yayasan yang telah
didirikan sebelum berlakunya Undang-undang dan tidak diakui sebagai badan hukum
dan tidak melakukan ketentuan pasal 71 ayat (2) Undang-Undang, harus mengajukan
permohonan pengesahan akta pendirian untuk memperoleh status badan hukum
sebagaimana dimaksud dalam pasal 15”63. Pasal 15 ayat (3) Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2008 menyatakan bahwa Pengajuan permohonan pengesahan akta pendirian
yayasan untuk memperoleh status badan hukum Yayasan sebagaimana dimaksud ayat
(1) harus disampaikan kepada Menteri adalah paling lambat 10 (sepuluh) hari
terhitung sejak tanggal akta pendirian yayasan ditandatangani64.
Yayasan yang telah berdiri sebelum Undang-Undang Yayasan Nomor 16
Tahun 2001, telah terdaftar di Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan
62Pasal 39 Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 63
Pasal 36 Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2008 64
Berita Negara Republik Indonesia, atau Yayasan yang terdaftar di Pengadilan Negeri
dan mempunyai izin melakukan kegiatan dari instansi terkait, diakui sebagai bahan
hukum, dengan ketentuan dalam waktu paling lambat 5 (lima) tahun sejak berlakunya
Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 wajib menyesuaikan Anggaran
Dasarnya dengan ketentuan Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001.
Yayasan yang tidak menyesuaikan diri, dapat dibubarkan berdasarkan putusan
Pengadilan atas permohonan Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan65. Untuk mendirikan suatu yayasan, dana merupakan hal yang paling penting apalagi jika suatu
yayasan itu tidak mempunyai penghasilan tetap.
Dalam hal yayasan bubar karena alasan yang disebut Pasal 62 huruf a dan
huruf b Undang-Undang 16 Tahun 2001, maka Pembina yayasan yang bubar tersebut
kemudian menunjuk likuidator untuk membereskan sisa harta kekayaan yayasan66. Bila tidak ditunjuk likuidator, maka pengurus yayasan yang akan menjadi
likuidator67. Likuidator berwenang melakukan pemberesan hak dan kewajiban terhadap harta kekayaan yayasan yang bubar. Dengan demikian, jika pengurus selaku
likuidator hendak menjual rumah dan tanah aset yayasan dalam rangka likuidasi,
maka hal tersebut diperbolehkan sepanjang memenuhi peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Setelah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana diubah
dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 maka pembuatan akta pendirian
65
Chatamarrasjid ais,Badan Hukum Yayasan (Suatu Analisis Mengenai Yayasan Sebagai Suatu Badan Hukum Sosial),Citra Aditya Bakti,Jakarta, 2002, hal.35
66Pasal 63 ayat (1) UU No.16 Tahun 2001 67
yayasan dihadapan notaris harus mendapat pengesahan yang dilakukan oleh Menteri
Hukum Dan Hak Azasi Manusia guna memperoleh status badan hukum Pengesahan
akta pendirian ini merupakan kewajiban hukum bagi pendiri yayasan. Tanpa ada
pengesahan, bukan sebuah lembaga yayasan namanya. Karena yang disebut yayasan,
sesuai dengan pengertian Undang-Undang Yayasan adalah mutlak badan hukum.
Oleh karena itu, tidak ada alasan sama sekalibagi pendiri untuk tidak mengajukan
permohonan pengesahan aktapendirian kepada menteri karena segala perbuatan
hukum yang dilakukan oleh pengurus atas nama yayasan sebelum yayasan
memperoleh status badan hukum menjadi tanggung jawab pengurus secara tanggung
renteng.
Adapun prosedur pengesahan akta pendirian yayasan ini telah diatur didalam
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum
dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar serta Penyampaian Pemberitahuan
Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Yayasan.
Penelitian yang dibahas dalam tesis ini adalah Yayasan yang di dirikan
sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, dan
telah memenuhi ketentuan pasal 15 A Peraturan Pemerintah nomor 2 tahun 2013,
sekarang yayasan tersebut akan diurus/diselesaikan pengesahan sebagai badan
hukumnya.
b. Jika yang mendirikan sudah tidak ada lagi dapat dilakukan oleh organ yang diberi kewenangan dalam anggaran dasar yayasan yang bersangkutan.
c. Jika yang (B) juga sudah tidak ada, maka pihak yang berkepentingan dengan yayasan tersebut untuk mengajukan penetapan ke Pengadilan Negeri, agar diperkenankan untuk menindak lanjutinya demi dan untuk kepentingan yayasan.
2. Wajib dilakukan pemesanan nama kembali, agar nama yayasan masuk ke data base yayasan di Kementerian Hukum dan hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
3. Jika nama tersebut sudah dipakai yayasan lain, maka penolakan nama tersebut (dari layar monitor) dicetak (diprint) sebagai bukti nama yayasan sudah dipakai yayasan yang akan diberikan kepada para penghadap, dan penghadap wajib menandatangani/ bermaterai hasil cetakan, serta minta untuk membuat pernyataan untuk membuat/memohon nama yayasan yang baru.
4. Bahwa surat yang tersebut dalam angka (3) wajib diuraikan dalam Premisse akta yang bersangkutan
5. Dalam SABH On line melalui menu pendirian baru yayasan (klik pasall 15A)
6. Persyaratan yang harus dilengkapi sesuai pasal 13 ayat (1)-(7) peraturan menteri tersebut diatas, yaitu :
a. Pengisian format pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) juga dilengkapi dengan dokumen pendukung yang disampaikan secara elektronik.
b. Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa surat pernyataan secara elektronik dari pemohon tentang dokumen untuk pendirian yayasan yang telah lengkap.
c. Selain menyampaikan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemohon juga harus mengunggah akta pendirian yayasan.
d. Dokumen untuk pendirian Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disimpan Notaris, yang meliputi :
1. Salinan akta pendirian Yayasan
2. Surat pernyataan tempat kedudukan disertai alamat lengkap Yayasan yang ditandatangani oleh Pengurus Yayasan dan diketahui oleh Lurah/Kepala Desa setempat atau dengan nama lainnya.
3. Bukti penyetoran atau keterangan bank atas nama Yayasan atau pernyataan tertulis dari pendiri yang memuat keterangan nilai kekayaan yang dipisahkan sebagai kekayaan awal untuk mendirikan yayasan.
5. Bukti penyetoran biaya persetujuan pemakaian nama, pengesahan, dan pengumuman yayasan
6. Surat pernyataan tidak sedang dalam sengketa kepengurusan atau dalam perkara di Pengadilan, dan
7. Surat kesanggupan dari pendiri untuk memperoleh kartu nomor pokok wajib pajak dan laporan penerimaan surat pemberitahuan tahunan pajak.
7. Dalam hal permohonan pengesahan akta pendirian Yayasan yang kekayaan awalnya berasal dari Yayasan yang sudah tidak dapat
menggunakan kata “Yayasan” di depan namanya, permohonan
pengesahan selain melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga harus melampirkan :
a. Salinan akta pendirian Yayasan yang dalam Premise aktanya menyebutkan asal-usul pendirian Yayasan termasuk kekayaan Yayasan yang bersangkutan
b. Laporan kegiatan Yayasan paling sedikit selama 5 (lima) tahun terakhir secara berturut-turut yang ditandatangani oleh Pengurus Yayasan dan diketahui oleh instansi terkait.
c. Surat pernyataan Pengurus Yayasan bahwa Yayasan tidak pernah dibubarkan secara sukarela atau berdasarkan putusan pengadilan d. Fotokopi Nomor Pajak wajib Pajak Yayasan yang telah dilegalisir
oleh Notaris.
e. Surat pernyataan tempat kedudukan disertai alamat lengkap Yayasan yang ditandatangani oleh Pengurus Yayasan dan diketahui oleh Lurah atau Kepala Desa setempat.
f. Pernyataan tertulis dari Pengurus Yayasan yang memuat keterangan nilai kekayaan pada saat penyesuaian Anggaran Dasar
g. Surat pernyataan Pengurus mengenai keabsahan kekayaan Yayasan, dan
h. Bukti penyetoran biaya pengesahan dan pengumuman yayasan.68 Sehingga, peneliti berpendapat bahwa prosedur pengesahan akta pendirian
yayasan harus dilakukan oleh Notaris yang diberikan kuasa untuk mengajukan
permohona pengesahan badan hukum yayasan melalui Sistem Administrasi Badan
Hukum (SABH).
2. Maksud dan Tujuan Yayasan Dalam Undang-Undang Yayasan
Yayasan didirikan harus sesuai dengan maksud dan tujuan dalam Anggaran
Dasar Yayasan. Dalam rangka mencapai tujuannya Yayasan dimungkinkan untuk
menjalankan atau melaksanakan kegiatan usaha, termasuk untuk mendirikan badan
usaha dan/atau ikut serta dalam badan usaha. Pasal 7 Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2001 membatasi bentuk penyertaan Yayasan dengan menyatakan bahwa:
a) Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan
maksud dan tujuan Yayasan;
b) Yayasan dapat melakukan penyertaan dalam berbagai bentuk usaha yang
bersifat prospektif dengan ketentuan seluruh penyertaan tersebut palingbanyak
25% dari seluruh nilai kekayaan Yayasan;
c) Anggota pembina, pengurus dan pengawas Yayasan dilarang merangkap
sebagai anggota direksi ataupengurus dan anggota dewan komisaris atau
pengawas dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2).69
Dalam Pasal 8 menyebutkan bahwa kegiatan usaha daru badan usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus sesuai dengan maksud dan
tujuan Yayasan serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan,
dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
69
3. Tata Cara Pendirian Yayasan Dan Penyesuaian Anggaran Dasar
Setelah terbitnya Undang-Undang Yayasan, pendirian suatu Yayasan harus
dengan akta Notaris, baik yayasan yang didirikan oleh swasta ataupun pemerintah.
Yayasan yang didirikan oleh badan-badan pemerintah dilakukan dengan suatu surat
keputusan dari pejabat yang berwenang untuk itu atau dengan Notaris sebagai syarat
terbentuknya suatu yayasan.
Setelah berlakunya Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 tentang perubahan
atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, maka suatu yayasan
dapat di dirikan dengan tata cara yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang.
Ada tiga proses yang perlu diperhatikan dalam pendirian yayasan yaitu:
a. Proses Pendirian Yayasan
b. Proses Pengesahan Akta Yayasan
c. Proses Pengumuman Yayasan Sebagai Badan Hukum.70
a. Proses Pendirian Yayasan
Di dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang – Undang
Nomor 28 Tahun 2004 telah dicantumkan dengan jelas syarat untuk didirikan yayasan
yaitu :
1. Yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta
kekayaan pendirinya, sebagai kekayaan awal.
2. Pendiri Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan .akta
notaris dan dibuat dalam Bahasa Indonesia
70
3. Yayasan dapat didirikan berdasarkan surat wasiat
4. Biaya pembuatan akta notaries sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
5. Dalam hal Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didirikan oleh orang
asing atau bersama-sama orang asing, mengenai syarat dan tata cara pendirian
Yayasan tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah.71
Dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang
Yayasan disebutkan, yayasan dapat didirikan oleh satu orang atau lebih dengan
memisahkan harta kekayaan pendirinya, sebagai kekayaan awal. Yang dimaksud
dengan ”orang” pada pasal ini adalah orang perseorangan dan badan hukum. Berarti
yayasan hanya bisa didirikan oleh orang perseorangan saja atau boleh badan hukum
saja. Makna dari memisahkan harta kekayaan pendirinya menunjukkan bahwa pendiri
bukanlah pemilik yayasan karena telah sejak awal semula memisahkan sebagian dari
kekayan pendirinya menjadi milik yayasan. Yayasan sebagai badan hukum harus
memiliki kekayaan sendiri, karena kekayaan yayasan digunakan untuk kepentingan
tujuan yayasan dibadang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Hal ini yang harus
menjadi perhatian dari pendiri yayasan. Pendiri yayasan ketika mendirikan yayasan
sudah memisahkan harta kekayaannya, untuk dijadikan kekayaan awal yayasan. Oleh
karena itu orang yang akan mendirikan yayasan harus memiliki kekayaan yang
cukup, dan kekayaan itu harus dipisahkan. Dengan memisahkan kekayaannya
tersebut dan kemudian mendirikan yayasan, maka harta tersebut sudah beralih
71
menjadi milik yayasan. Hal ini merupakan alasan untuk berpendapat bahwa yayasan
adalah milik masyarakat. Yang dapat mendirikan yayasan bukan hanya semata-mata
orang melainkan juga badan hukum. Pasal 9 ayat (5) Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2001 dimungkinkan orang asing untuk mendirikan yayasan di Indonesia.
Orang asing tersebut dapat mendirikan sendiri atau secara bersama sama dalam arti
sesama orang asing atau bersama-sama dengan orang Indonesia. Dengan demikian
dapat diartikan bahwa suatu yayasan dapat didirikan oleh :
a. Satu orang yaitu orang Indonesia (Warga Negara Indonesia), orang Asing
(Warga Negara Asing)
b. Lebih dari satu orang yaitu orang Indonesia (Warga Negara Indonesia), orang
asing (Warga Negara Asing), orang Indonesia beserta orang asing (Warga
Negara Indonesia bersama-sama Warga Negara Asing)
c. Satu badan hukum yaitu Badan Hukum Indonesia, Badan Hukum Asing
d. Lebih dari satu badan hukum yaitu badan-badan hukum Indonesia, badan-badan
hukum asing, badan hukum Indonesia bersama-sama badan hukum asing72. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka yayasan tersebut dapat didrikan oleh
satu orang/badan hukum dan atau lebih dari satu orang/badan hukum, maka dapat
dikatakan bahwa yayasan dapat didirikan oleh satu orang dan atau beberapa orang
atau satu badan hukum atau beberapa badan hukum.
Selain pendirian yayasan dilakukan dengan kehendak seseorang, dalam Pasal
9 ayat (3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 mengatur juga tentang pendirian
72
yayasan yang dilakukan berdasarkan surat wasiat. Hal ini dapat terjadi jika seseorang
menerima surat wasiat yang isinya adalah mengenai pendirian suatu yayasan. Dimana
isi dari surat wasiat tersebut tentang pendirian yayasan, dan dicantumkan mengenai
harta peninggalan yang dapat dijadikan kekayaan awal yayasan. Hal ini menjadi
kewajiban bagi si penerima wasiat untuk melaksanakan wasiat mendirikan Yayasan.
Dimana si penerima wasiat mewakili pemberi wasiat. Dalam hubungan ini, bila
penerima wasiat atau ahli waris tidak melaksanakan maksud pemberi wasiat untuk
mendirikan Yayasan, atas permintaan pihak yang berkepentingan, pengadilan dapat
memerintahkan ahli waris atau penerima wasiat untuk melaksanakan wasiat
tersebut.Ini dapat kita lihat pada Pasal 10 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001
tentang Yayasan. Selanjutnya dalam mendirikan Yayasan adalah akta pendirinya
dituangkan dalam akta notaris seperti tertera pada Pasal 9 ayat (2) Undang – Undang
Nomor 16 Tahun 2001 menyebutkan Pendirian Yayasan sebagimana dimaksud dalam
ayat (1) dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia73. Pendirian yayasan yang dilakukan berdasarkan wasiat ini harus wasiat yang telah
didaftarkan di Seksi Daftar Wasiat Pusat, Departemen Hukum dan Asasi Manusia.
Walaupun yang mendirikan yayasan itu orang asing, akta pendiriannya tetap
menggunakan bahasa Indonesia. Tidak boleh dengan bahasa Inggris atau bahasa asing
lainnya. Hal ini berarti tanpa adanya akta notaris, maka pendirian yayasan tidak
pernah ada.Namun pada Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001
tentang Yayasan mengatakan bahwa dalam pembuatan Akta Pendirian Yayasan,
73
pendiri dapat diwakili oleh orang lain berdasarkan surat kuasa. Pemberian kuasa ini
dimaksudkan bahwa pendiri boleh tidak hadir dengan diwakilkan kepada orang lain
dengan membuat dan memberika surat kuasa yang sah dan dalam surat kuasa harus
disebutkan dengan tegas bahwa orang yang mewakili pendiri diberi kuasa untuk
menghadap notaris dengan kepentingan membuat akta pendirian Yayasan. Hal ini
dibenarkan oleh hukum, sebab perbuatan hukum dalam hal ini pendirian yayasan
merupakan perbuatan hukum di bidang perdata, sehingga pemberian kuasa dalam
melakukan pendirian diperbolehkan, meskipun sebenarnya Undang-Undang tidak
mengisyaratkan bentuk pemberian kuasa, namun sebaliknya pemberian kuasa tersebut
dibuat secara tertulis. Isi dari akta pendirian itu adalah Anggaran Dasar Yayasan
seperti ternyata dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang
Yayasan. Jumlah minimum harta kekayaan awal yayasan yang dipisahkan dari
kekayaan pribadi pendiri paling sedikit senilai Rp. 10.000.000. (sepuluh juta
rupiah)74. Setelah akta dibuat dan ditandatangani dihadapan Notaris tahap berikutnya adalah mengajukan permohonan pengesahan kepada Menteri Hukum Dan Hak Azasi
Manusia. Pengesahan tersebut bertujuan agar yayasan memperoleh status badan
hukum.
b. Proses Pengesahan Akta Pendirian Yayasan
Pengesahan akta Pendirian sebelum Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001
jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, tidak ada aturan yang mewajibkan
yayasan melakukan pengesahan akta pendiriannya kepada Menteri Kehakiman pada
74
saat itu untuk memperoleh status badan hukum yayasan. Akibatnya banyak yayasan
tidak mengesahkan akta pendirian yayasannya tersebut sehingga yayasan tersebut
belum menjadi badan hukum75.
Syarat mutlak untuk diakui sebagai badan hukum, yayasan harus mendapat
pengesahan dari pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Menteri Hukum dan Hak
Azasi Manusia. Namun setelah Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 maka pembuatan akta pendirian yayasan dihadapan
notaris harus mendapat pengesahan yang dilakukan oleh Menteri Hukum Dan Hak
Azasi Manusia guna memperoleh status badan hukum. Pengesahan akta pendirian ini
merupakan kewajiban hukum bagi pendiri yayasan. Tanpa ada pengesahan, bukan
sebuah lembaga yayasan namanya. Karena yang disebut yayasan, sesuai dengan
pengertian Undang-Undang Yayasan, adalah mutlak badan hukum. Oleh karena itu,
tidak ada alasan sama sekali bagi pendiri untuk tidak mengajukan permohonan
pengesahan akta pendirian kepada menteri karena segala perbuatan hukum yang
dilakukan oleh pengurus atas nama yayasan sebelum yayasan memperoleh status
badan hukum menjadi tanggung jawab pengurus secara tanggung renteng.
Adapun prosedur pengesahan akta pendirian yayasan ini telah diatur pada
Pasal 11 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 yang isi pasal tersebut telah
mengalami perubahan pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2008. Jika pada
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 permohonan dapat dilakukan oleh pendiri
atau kuasanya langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan
75
Hak Azasi Manusia atas nama menteri di wilayah kerjanya tempat kedudukan
yayasan, maka pada Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun
2004 pendiri atau kuasanya mengajukan permohonan kepada Menteri Hukum Dan
Azasi Manusia melalui notaris yang membuat akta pendirian yayasan76. Perubahan Pasal 11 (sebelas) diatas telah mempertegas bahwa wewenang untuk mengesahkan
suatu yayasan sebagai badan hukum berada di tangan Menteri Hukum Dan Hak Azasi
Manusia, dan menyatakan bahwa notaris harus mengajukan permohonan untuk
menjadi yayasan sebagai badan hukum tersebut. Hal ini disebabkan pada masa lalu
banyak yayasan yang dengan sengaja tidak mengajukan permohonan untuk menjadi
badan hukum. Dengan ditetapkannya notaris yang mengajukan permohonan kepada
menteri maka ini merupakan cara negara memaksa pendiri yayasan agar yayasan
yang didirikan berstatus badan hukum. Dengan ditetapkan oleh undang – undang
seorang notaris menjadi terikat untuk menjalankan tugas mengurusi permohonan
pengesahan akta pendirian yayasan yang dibuatnya kepada Menteri Hukum Dan Hak
Azasi Manusia. Dalam ketentuan Pasal 11 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2004 menyebutkan, bahwa notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib
menyampaikan permohonan pengesahan kepada menteri dalam waktu paling lambat
10 hari terhitung sejak tanggal akta pendirian yayasan ditandatangani77. Disini notaris diberi batasan waktu maksimal 10 (sepuluh) hari setelah penandatanganan akta
pendirian Waktu 10 (sepuluh) hari tergolong singkat, karena berpengaruh kepada
76
Ibid.,halaman 63 77
pihak pendiri yayasan, yang harus sudah siap membuat surat pemohonan pengesahan
ketika menandatangani akta tersebut. Maka dalam praktek diantara para notaris yang
berpraktek ketika pendiri yayasan menghadap untuk membuat akta pendiri yayasan,
menawarkan sekaligus satu paket dengan surat permohonan pengesahan akta tersebut
sehinggan pendiri yayasan tidak merasa repot, dan tinggal membubuhkan tanda
tangan78. Permohonan yang diajukan oleh notaris kepada menteri dilakukan secara tertulis ini juga diatur pada Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004.
Setelah permohonan pengesahan diterima oleh Menteri Hukum Dan Hak Azasi
Manusia, Pasal 11 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 mengatur bahwa dalam
memproses permohonan itu Menteri dapat meminta pertimbangan dari instansi terkait
dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak surat permohonan diterima secara lengkap.
Pengertian dari instansi terkait disini dapat dilihat dari kegiatan yayasan
dalam mencapai maksud dan tujuanya. Jika kegiatannya menyangkut bidang
kesehatan, Menteri Hukum Dan Hak Azasi Manusia dapat meminta pertimbangan
Menteri Kesehatan, jika di bidang keagamaan, dapat meminta pertimbangan kepada
Menteri Agama dan sebagainya. Instansi terkait diwajibkan memberikan petimbangan
dimaksud dalam tempo 14 (empat belas) hari sejak tanggal permintaan pertimbangan
diterima oleh instansi tersebut. Namun meminta pertimbangan kepada instansi terkait
bukan merupakan keharusan jika menurut pertimbangan Menteri permohonan itu
telah dapat diberikan pengesahan, maka tidak perlu meminta pertimbangan dari
instansi itu.
78
Permohonan pengesahan akta pendirian yayasan setelah dipertimbangkan oleh
Menteri Hukum Dan Hak Azasi Manusia, terdapat dua kemungkinan, yaitu diterima
atau ditolak. Jika permohonan tersebut diterima, maka Menteri memberikan
pengesahan terhadap akta pendirian yayasan. Apabila permohonan pengesahan
ditolak maka alasan penolakan harus sesuai dengan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan yang mengatakan bahwa permohonan yang
diajukan tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang berlaku dan peraturan
pelaksanaannya Pengesahan terhadap permohonan, diberikan atau ditolak, dilakukan
dalam jangka waktu maksimal 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penerimaan
permohonan secara lengkap.79
Jika menteri dalam memproses permohonan itu meminta pertimbangan dari
instansi terkait maka pemberian atau penolakan dilakukan dalam tempo 14 (empat
belas) hari sejak tanggal jawaban atas permintaan pertimbangan tersebut diterima.
Apabila permohonan pengesahan di tolak oleh Menteri, menteri wajib
memberitahukan secara tertulis disertai dengan alasannya, kepada pemohon mengenai
penolakan pengesahan akta pendirian yayasan tersebut.80
Alasan penolakan permohonan pengesahan adalah bahwa permohonan yang
diajukan tidak sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang dan atau Peraturan
Pelaksananya. Meski telah diatur demikian, namun belum ada kepastian hukum jika
dalam waktu yang telah ditentukan yaitu 30 (tiga puluh) hari belum diterima
79Pasal 12 ayat (2) Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004 80
permohonan itu secara lengkap Menteri belum memberikan jawaban. Sehingga ini
menimbulkan tidak adanya kepastian hukum, seharusnya ada pengaturan, bahwa jika
seandainya dalam jangka waktu tersebut Menteri tidak memberikan jawaban tentang
diterima atau tidaknya permohonan pengesahan itu, maka permohonan pengesahan
itu dianggap telah diterima oleh Menteri.81
Dalam Undang-Undang ini terlihat bahwa pada saat pemberitahuan
penolakan tanpa diketahui oleh notaris yang membuat akta pendirian. Suatu
permohonan pengesahan akta pendirian diajukan melalui notaris, setelah
mendapatkan keputusan dari Menteri Hukum Dan Hak Azasi Manusia tidak lagi
melalui notaris. Apakah sudah mendapat surat pemberitahuan dari menteri atau
belum, notaris yang pernah mengirim surat permohonan itu tidak tahu82. Demikian juga jika permohonan yayasan tersebut untuk menjadi badan hukum diterima,
Menteri juga langsung memberitahukan secara tertulis kepada pemohon, tidak lagi
melalui notaris yang membuat akta penderiannya.
c. Proses Pengumuman Yayasan Sebagai Badan Hukum
Proses pengumuman yayasan sebagai badan hukum pada saat sebelum adanya
Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 16
Tahun 2001, dilakukan oleh pengurus yayasan, namun belum ada aturan-aturan yang
memaksa untuk mengumumkan yayasan tersebut sebagai badan hukum. Sehingga
81
Anwar Borahima,Op.Cit, halaman 47 82
masyarakat tidak dapat mengetahui kegiatan apa yang dilakukan oleh yayasan
tersebut. Yayasan tidak bersifat transparan pada saat itu83.
Dalam ketentuan Undang-Undang No.28 Tahun 2004 tentang perubahan atas
Undang-Undang No. 16 Tahun 2001, pengumuman dilakukan oleh Menteri Hukum
dan Hak Azasi Manusia, bukan lagi dilakukan oleh pengurus yayasan. Hal ini
dikarenakan pada masa lalu banyak yayasan yang dengan sengaja tidak mengajukan
permohonan untuk menjadi badan hukum juga tidak melakukan pengumuman pada
Lembaran Berita Negara Republik Indonesia.
Setelah yayasan memperoleh status badan hukum, selanjutnya akta pendirian
yang telah disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia wajib diumumkan
dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Maksud dan tujuan
pengumuman tersebut, agar pendirian sebuah yayasan diketahui oleh masyarakat.
Menurut Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001
menyatakan bahwa permohonan untuk diumumkan dalam Tambahan Berita Negara
Republik Indonesia diajukan oleh Pengurus Yayasan atau kuasanya kepada Kantor
Percetakan Negara Republik Indonesia dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh)
hari terhitung sejak tanggal akta pendirian Yayasan yang disahkan atau perubahan
Anggaran Dasar yang disetujui. Namun pasal ini mengalami perubahan bunyi pada
Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa
pengumuman dalam tambahan berita negara tersebut dilakukan oleh menteri dalam
83
jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal akta
pendirian yayasan disahkan oleh menteri84.
Disini dapat kita lihat bahwa waktu yang diberikan oleh undang-undang
hanya 14 (empat belas) hari karena pengumuman tersebut merupakan kewajiban
menteri maka pelaksanaan pengumuman dilakukan tanpa melalui prosedur
mengajukan permohonan pengumuman kerena pengumuman itu dilakukan secara
tomatis oleh Menteri. Sehingga tidak ada lagi kelalaian dari pengurus yayasan untuk
tidak mendaftarkan yayasannya di Tambahan Berita Negara. Sesuai dengan ketentuan
Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
menyebutkan Anggaran Dasar yayasan harus dimuat sekurang-kurangnya sebagai
berikut :
a. Nama dan tempat kedudukan
b. Maksud dan tujuan serta kegiatan untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut.
c. Jangka waktu pendirian
d. Jumlah kekayaan awal yang dipisahkan dan kekayaan pribadi pendiri dalam
bentuk uang atau benda.
e. Cara memperoleh dan penggunaan kekayaan.
f. Tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian anggota pembina,
pengurus dan pengawas
g. Hak dan Kewajiban anggota pembina, pengurus, dan pengawas,
h. Tata cara penyelenggaraan rapat organ yayasan,
84
i. Ketentuan mengenai perubahan anggaran dasar,
j. Penggabungan dan pembubaran yayasan,
k. Penggunaan kekayaan sisa likuidasi atau penyaluran kekayaan yayasan akibat
pembubaran.85
Dalam Anggaran Dasar Yayasan tersebut diatas terdapat beberapa kriteria
yang menjadi pokok pendirian yayasan, antara lain :
a. Nama dan tempat kedudukan yayasan
b. Maksud dan tujuan pendirian yayasan
c. Jangka waktu pendirian sebuah yayasan
d. Jumlah kekayaan awal yayasan.
Ketentuan yang tertuang dalam anggaran dasar yayasan pada prinsipnya dapat
diubah dengan kriteria terpenuhinya atau hadirnya/terwakili semua anggota organ
yayasan, dalam suatu rapat untuk mengambil suatu keputusan rapat mengenai
perubahan isi anggaran dasar terkecuali mengenai maksud dan tujuan pendirian
yayasan. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan secara tegas
mengatur bahwa anggaran dasar yayasan dapat diubah, kecuali mengenai maksud dan
tujuan yayasan86.
Perubahan anggaran dasarnya ini bisa dilakukan dengan kesepakatan yang
dilakukan oleh para Pembina, pengurus dan pengawas dalam musyawarah, tetapi
tidak diperbolehkan mengubah maksud dan tujuan yayasan karena nyawa dari satu
yayasan adalah maksud dan tujuan yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang.
85
Ibid,halaman 69 86
Perubahan anggaran dasar yayasan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan
keputusan rapat pembina, kuorum yang diperlukan untuk mengambil keputusan
perubahan anggaran dasar yayasan dalam rapat pembina adalah apabila dihadiri oleh
paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota pembina87.
Dalam hal mana kuorum tidak tercapai, rapat pembina kedua dapat
diselenggarakan paling cepat 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal rapat pembina yang
pertama, dengan ketentuan bahwa rapat kedua ini dapat dianggap memenuhi kourum
apabila dihadiri ½ (setengah) dari jumlah seluruh anggota pembina, dan rapat ini
dianggap sah apabila keputusan tersebut disetujui dengan suara terbanyak dari jumlah
anggota pembina yang hadir.
Undang-Undang menetapkan ada dua keriteria bagi perubahan anggaran dasar
yaitu pertama dikatakan bahwa perubahan anggaran dasar meliputi ”nama” dan
“kegiatan” yayasan harus mendapat persetujuan Menteri Hukum Dan Hak Azasi
Manusia. Kedua bagi perubahan anggaran dasar mengenai hal lain cukup
diberitahukan kepada Menteri88.
Berdasarkan kedua kriteria yang disebutkan diatas maka dapat dikatakan
bahwa perubahan anggaran dasar yayasan harus mendapat pengesahan dan atau
persetujuan Menteri sesuai dengan materi perubahan yang dilakukan.Akan tetapi
apabila hanya perubahan-perubahan lainnya, cukup hanya diberitahukan saja kepada
Menteri Hukum Dan Hak Azasi Manusia tanpa harus dengan pengesahan. Pada
87
Pasal 18 Undang – Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001. 88
yayasan yang akta pendiriannya belum disahkan sebagai badan hukum berarti
anggaran dasarnya juga belum mendapat pengesahan, berarti pengangkatan anggota
Pembina, Pengurus dan Pengawas yayasan belum sah, karena belum disahkan pada
rapat Pembina.
B. Kedudukan aset Yayasan Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
1. Kekayaan (Aset) Yayasan
Setiap badan usaha seperti Perseroan Terbatas atau Koperasi pasti
memerlukan yang namanya “modal”, sedangkan untuk yayasan, Undang-Undang
yayasan tidak menggunakan istilah modal melainkan “Kekayaan”. Hal ini disebabkan
oleh karena kedua badan hukum tersebut, mempunyai kedudukan badan usaha atau
perusahaan yang tujuannya memperoleh keuntungan, dimana Perseroan dan Koperasi
merupakan pelaku-pelaku ekonomi.
Untuk yayasan kedudukannya bukan sebagai perusahaan, dan tujuannya
bukan untuk mencapai keuntungan yang sebanyak-banyaknya.Yayasan dalam
kegiatannya lebih cenderung sebagai pelaku sosial89. Pada yayasan awalnya memang memiliki harta benda yang pada umumnya disebut sebagi modal, tetapi karena
kedudukan dan perannya yang berbeda, sehingga tidak tepat jika diberi istilah modal,
tetapi lebih tepat jika digunakan dengan istilah kekayaan walaupun maksudnya yang
sama.
89
Kekayaan awal ini untuk membiayai kegiatan seperti pembelian tanah,
pembangunan gedung, pembelian kendaraan, mebel, atau alat tulis kantor,
pemasangan listrik, air dan sebagainya.
Dalam itu didukung oleh Pasal 26 ayat (1) yang menyebutkan, kekayaan Pasal
9 ayat (1) disebutkan bahwa sebagai kekayaan awal yayasan, maka pendiri yayasan
diwajibkan untuk memisahkan harta kekayaannya dan kemudian diserahkan kepada
yayasan. Ketentuan yayasan berasal dari sejumlah kekayaan yang di pisahkan dalam
bentuk uang dan barang.
Undang-Undang Yayasan ternyata membedakan uang dan barang. Padahal
sebenarnya uang itu sendiri termasuk kedalam jenis barang, karena dalam
KUHPerdata secara garis besarnya membedakan barang ada dua macam, yaitu barang
bergerak dan barang tidak bergerak.Uang statusnya sebagai barang bergerak.
2. Sumber Perolehan Kekayaan Yang lain
Selain kekayaan yayasan yang berasal dari pemisahan kekayaan pendiri,
yayasan juga dapat memperoleh kekayaan dari sumber-sumber yang lainnya.
Berdasarkan Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang yayasan sumber-sumber
perolehannya berasal dari : sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat, wakaf,
hibah wasiat, dan perolehan lain yang tidak bertentangan dengan anggaran dasar
maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku.90
a. Sumbangan yang tidak mengikat
Sumbangan yang tidak mengikat ini adalah sumbangan atau bantuan sukarela
yang diterima yayasan, baik dari Negara, masyarakat, maupun dari pihak yang
lainnya asalkan bantuan itu tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Berhubung dengan adanya ketentuan yang tidak boleh
mengikat yayasan, maka pihak manapun yang mau member bantuan kepada
yayasan, tidak boleh mengikatkan diri kepada yayasn, demikian sebaliknya
yayasan juga tidak boleh mengikatkan diri kepada pemberi bantuan.91
b. Wakaf
Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan atau menyerahkan
sebagian harta miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau jangka waktu
tertentu sesuai dengan kepentingannya guna kepentingan ibadah atau
kesejahteraan umum menurut syariah. Harta yang diwakafkan dapat berasal dari
seseorang atau badan hukum, dengan cara seperti yang diatur dalam
Undang-Undang No.41 tentang Wakaf, yaitu dengan membuat ikrar wakaf didepan
Pejabat pembuat Ikrar Wakaf. Setelah berikrar wakif melaksanakan penyerahan
barang yang dapat berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak kepada
nadzir. Jika yayasan sebagai penerima harta wakaf, maka yayasan berkedudukan
sebagai nadzir. Yayasan akan menerima harta yang diwakafkan sebagai harta
91
kekayaan yayasan, untuk dikelola dan digunakan dalam mencapai maksud dan
tujuan yayasan.92 c. Hibah
Hibah menurut Pasal 1666 Ayat (1) KUHPerdata adalah suatu perjanjian dengan
mana si penghibah, diwaktu hidupnya, dengan cuma – cuma diwaktu hidupnya
dan tidak dapat ditarik kembali. Hibah yang dimaksud bukan merupakan
perjanjian obligatoire atau bertimbal balik seperti perjanjian jual beli,
sewa-menyewa, tukar-menukar melainkan perjanjian yang hanya sepihak. Hibah
merupakan perjanjian penyerahan barang yang dibuat penghibah kepada
penerima hibah, dan yang mempunyai janji hanyalah penghibah saja. Syarat yang
harus dipenuhi agar hibah itu sah adalah perjanjiannya dibuat dengan akta
notaris, karena akta notaris memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna, isinya
dipercaya sebagai suatu kebenaran.
d. Hibah Wasiat
Ketentuan Pasal 957 KUHPerdata menyebutkan hibah wasiat adalah suatu
penetapan wasiat yang khusus dengan mana yang mewariskan kepada seorang
atau lebih memberikan beberapa barangnya dari suatu jenis tertentu, seperti
misalnya segala barang-barang bergerak atau tidak bergerak atau memberikan
hak pakai hasil atas seluruh atau sebagian harta peninggalannya. Pemberian
hibah wasiat selain dapat ditunjukan kepada perorangan (Pasal 957
92
KUHPerdata), juga dapat pula ditujukan kepada suatu lembaga (Pasal 878
KUHPerdata)93 e. Perolehan Lainnya
Dalam Penjelasan Pasal 26 ayat (2) huruf e Undang-Undang Yayasan
menyebutkan perolehan lain dimaksud, misalnya deviden, bunga tabungan bank,
sewa gedung, atau perolehan dari hasil usaha yayasan.
Kekayaan yayasan baik berupa uang maupun barang serta kekayaan lain yang
diperoleh yayasan dilarang untuk dialihkan atau dibagikan baik secara langsung atau
tidak langsung kepada organ, pegawai atau pihak lain yang mempunyai kepentingan
terhadap yayasan.94 Pelarangan dialihkannya aset yayasan kepada organ yayasan secara langsung disebabkan karena tujuan awal berdirinya suatu yayasan adalah
bersifat sosial.
Sepanjang suatu yayasan memperoleh hasil usaha dari kegiatan yayasan yang
dilakukan dan hasil usaha tersebut diperuntukan dalam hal pengembangan yayasan
itu sendiri bukan untuk kepentingan pribadi para pendirinya, hal itu masih
diperbolehkan untuk dilakukan.
3. Cara Mengelola Kekayaan Yayasan
Kekayaan Yayasan yang berasal dari kegiatan usaha maupun dari sumbangan
pihak ketiga, merupakan milik Yayasan dan sesuai dengan Pasal 3 Ayat (2) dan Pasal
5 Ayat (1) tidak boleh dibagikan atau dialihkan kepada Pembina, Pengurus maupun
93
Ibid.,halaman 72 94
Pengawas Yayasan, tujuannya untuk menghindari agar sebuah yayasan jangan sampai
disalahgunakan untuk mencari dana atau keuntungan bagi para personel organ
yayasan, selain itu untuk melindungi Yayasan, supaya yayasan tetap dapat mencapai
tujuan yang dicita-citakan.
Cara yang demikian merupakan cara yang terbuka bahwa dalam mengelola
kekayaan tidak tergantung kepada kemauan Pembina, Pengurus atau Pengawas
Yayasan. Masing-masing organ yayasan dapat melihat dan secara terbuka dan dapat
SEBAGAIMANA DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NO.28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG
NO.16 TAHUN 2001
A. Perkembangan Pelaksanaan Peraturan Tentang Yayasan
Perkembangan Yayasan saat ini sangat pesat, kebanyakan orang lebih
memilih mendirikan yayasan dengan tujuan mencari keuntungan, contohnya
mendirikan Rumah Sakit, Sekolah dan lain sebagainya, banyak yang menyimpang
dari tujuan awal suatu yayasan, dan hal itu dalam prakteknya tidak bisa dihindari.
Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 16
Tahun 2001 tentang Yayasan telah memberikan kejelasan tentang Yayasan, namun
masih ada beberapa hal yang belum diatur.
Terbitnya Peraturan Pemerintah No.63 Tahun 2008 menolong yayasan yang
belum disesuaikan, akibat tidak dilaksanakannya ketentuan tersebut, maka secara
yuridis formal yayasan-yayasan tersebut ada yang bubar, ada yang tidak boleh,
menggunakan kata “Yayasan” didepan nanya dan likuidasi, artinya terhadap
yayasan-yayasan tersebut secara kelembagaan sudah tidak ada lagi, padahal yayasan-yayasan tersebut
masih tetap melakukan kegiatannya dan tidak jarang yang menyangkut kepentingan
publik95. Namun, demikian masih ada Yayasan yang belum menyesuaikan anggaran dasarnya sehingga pada tahun 2013 dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah No.2 Tahun
95
2013 tentang Pelaksanaan Pemerintah No.63 Tahun 2008 sehingga dimungkinkan
untuk menyesuaikan bagi yayasan yang belum melakukan penyesuaian sebelumnya.
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013 itu mempunyai fungsi untuk
memberikan kemungkinan bagi yayasan-yayasan yang semula sudah tidak ada lagi
secara kelembagaan masih dimungkinkan kembali untuk melakukan penyesuaian
anggaran dasarnya terhadap Undang-Undang Yayasan sehingga tetap eksis. Artinya
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013 ini berlaku khusus untuk kepentingan
Yayasan-Yayasan yang lahirnya sebelum Undang-Undang Yayasan yang belum
sempat melakukan penyesuaian, atau melaporkan kepada menteri dan yayasan yang
tidak diakui sebagai badan hukum agar dapat eksis kembali secara kelembagaan.96 Proses pengalihan aset yayasan ada 2 (dua) jenis, yakni:
1. Proses pengalihan aset ke dalam
2. Proses pengalihan aset ke luar
Proses pengalihan aset ke dalam adalah proses pengalihan yang dilarang oleh
Pemerintah, dimana pengalihan aset yayasan tidak diperbolehkan dialihkan kepada
organ yayasan, sedangkan proses pengalihan aset yayasan ke luar adalah proses
pengalihan aset yang diperbolehkan oleh Pemerintah, dimana pengalihannya kepada
pihak ketiga, Sehingga dalam penelitian ini yang digunakan adalah Proses pengalihan
keluar.
Pengalihan aset yang peneliti lakukan dalam tesis ini adalah penelitian tentang
aset yayasan yang sudah lama di dirikan sebelum berlakunya Undang-Undang nomor
96
16 Tahun 2001 tenntang Yayasan dan telah memenuhi ketentuan pasal 15A Peraturan
Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013, sekarang yayasan tersebut akan di
urus/diselesaikan pengesahan sebagai badan hukumnya. Dimana Yayasan tidak lagi
beraktifitas dengan baik, dan program-program Yayasan tersebut tidak berjalan
dengan baik.
Yayasan ini sudah lama berdiri tetapi belum melakukan penyesuaian sehingga
para pendiri yang berniat mengalihkan aset yayasan tersebut tidak bisa dilakukan,
dikarenakan para pendiri tersebut belum melakukan penyesuain anggaran dasarnya
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang berlaku. Sehingga peneliti dalam tesis
ini membatasi penelitiannya hanya sebatas pengalihan aset yayasan yang didirikan
sebelum terbitnya Undang-Undang Yayasan No. 16 Tahun 2001 sebagaimana diubah
dengan Undang-Undang Yayasan No. 28 Tahun 2004.
Fokus dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti dalam tesis ini ialah
menjabarkan tata cara atau proses yang seharusnya ditempuh oleh para pendiri yang
berniat melakukan pengalihan aset kepada pihak ketiga tetapi disebabkan karena
belum melakukan penyesuaian anggaran dasar sehingga sebelum melakukan
pengalihan aset kepada pihak ketiga, maka penyesuaian anggaran dasar dari yayasan
tersebut harus dilakukan terlebih dahulu, sepanjang hal itu tidak dilakukan maka
pengalihan aset kepada pihak ketiga tidak bisa dilaksanakan. Peneliti juga
mempunyai batasan-batasan yang harus diteliti sehingga penelitian akan lebih akurat
hanya terpusat pada proses pengalihan aset yayasan yang didirikan sebelum terbitnya
Undang-Undang Yayasan.
Bagi Yayasan yang hendak mengalihkan aset yayasan kepada pihak ketiga
tetapi yayasan tersebut belum melakukan penyesuaian terhadap Undang-Undang
Yayasan wajib melakukan penyesuaian sebelum melakukan pengalihan aset kepada
pihak luar, dengan memperhatikan beberapa persyaratan yang telah ditetapkan oleh
Undang-Undang Yayasan, untuk mendukung maksud dan tujuan dari Yayasan
tersebut, para Pengurus dari Yayasan tersebut sepakat untuk menjual asset yayasan
kepada pihak ketiga, sesuai yang tercantum dalam pasal 37 Undang-Undang Yayasan
No. 16 Tahun 2001 sebagaimana di ubah dengan Undang-Undang No.28 Tahun 2004
Tentang Yayasan yang menyebutkan bahwa Pengurus tidak berwenang mengalihkan
kekayaan Yayasan kecuali dengan persetujuan Pembina.
B. Proses Pengalihan Aset Yayasan Yang Belum Disesuaikan Dengan Undang-Undang Yayasan
Terbitnya Peraturan Pemerintah No.63 Tahun 2008 ternyata peraturan tersebut
belum dapat secara tuntas menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh
yayasan-yayasan yang sudah lahir sebelum Undang-Undang Yayasan karena sampai dengan
saat sebelum lahirnya Peraturan Pemerintah No.2 Tahun 2013 banyak
yayasan-yayasan yang lahirnya sebelum Undang-Undang Yayasan yang tetap melakukan
kegiatan-kegiatannya, tetapi secara kelembagaan yayasan tersebut sudah tidak eksis
sebagaimana diminta oleh Undang-Undang maupun Peraturan Pemerintah Nomor 63
Tahun 2008.97
Masih terdapatnya Yayasan yang belum melakukan penyesuaian dan
melaporkannya kepada Menteri diakibatkan karena kurangnya informasi yang
didapatkan tentang perkembangan Undang-Undang yang berlaku.
Yayasan yang belum menyesuaikan dengan Undang-Undang Yayasan bisa
dikatakan Yayasan yang telah mati suri yaitu :
1. Yayasan yang didirikan sebelum berlakunya UU No. 16/2001. Baik yang sudah
atau tidak didaftarkan di pengadilan negeri setempat.
2. Yayasan yang didirikan berdasarkan UU No. 16/2001 tetapi sampai dengan
berlakunya PP No. 2/2013 tidak diurus status badan hukumnya ke Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Dasar hukum Yayasan saat ini yaitu :
1. UU No. 16/2001 Tentang YAYASAN (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2001 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor
4132).
2. UU No. 28/2004 Tentang PERUBAHAN ATAS UNDANG -UNDANG
NOMOR 1166 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4430)
3. PP No. 63/2008 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Tentang Yayasan
97
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008, Nomor 134, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4894).
4. PP No. 2/2013 Tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008
Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Tentang Yayasan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2013, Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia No. 5387).98
5. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan
Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar serta Penyampaian
Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Yayasan
Kondisi Yayasan sebagaimana tersebut diatas berdasarkan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2001 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4132) dan Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4430) serta Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 Tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Yayasan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008, Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4894),
menegaskan Yayasan yang tidak pernah menyesuaikan anggaran dasarnya
98Habibadjie.dosen.narotama.ac.id/files/2013/07/yayasan-mati-suri.pdf diunduh tanggal 19
sebagaimana diwajibkan dalam Pasal 71 Undang-undang Yayasan dan dalam angka
20 tentang perubahan terhadap Pasal 71 Undang Perubahan Atas
Undang-Undang Yayasan dan Pasal 39 Peraturan Pemerintah tersebut, maka Yayasan tidak
dapat menggunakan kata Yayasan di depan namanya dan harus melikuidasi
kekayaannya serta menyerahkan sisa hasil likuidasi sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 Undang-Undang. Terhadap substansi Pasal
39 PP No. 63/2008 tersebut dapat ditafsirkan, Yayasan dalam keadaan seperti itu,
dapat langsung dilikuidasi tanpa ada pembubaran, yang berarti, Yayasan tersebut
dianggap telah bubar demi hukum. Sehingga terhadap Yayasan dapat dipergunakan
kalimat ”Yayasan Dalam likuidasi” hal ini berkaitan dengan penggunaan kalimat
”tidak dapat lagi menggunakan Yayasan di depan namanya”. Meskipun demikian
agar sesuai dengan kaidah berakhirnya suatu institusi yang berbadan hukum, yaitu
setiap pembubaran wajib diikuti atau ditindak lanjuti dengan likuidasi, maka untuk
Yayasan seperti tersebut di atas harus dilakukan likuidasi dan dibentuk Likuidator.
Pasal 68 UUY berbunyi sebagai berikut :
(1) Kekayaan sisa hasil likuidasi diserahkan kepada Yayasan lain yang mempunyai
maksud dan tujuan yang sama dengan Yayasan yang bubar.
(2) Dalam hal sisa hasil likuidasi tidak diserahkan kepada Yayasan lain yang
(1), sisa kekayaan tersebut diserahkan kepada Negara dan penggunaannya
dilakukan sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan tersebut.99
Yayasan seperti itu dapat disebut sebagai Yayasan yang tidak pernah
menyesuaikan anggaran dasarnya atau Yayasan yang mati suri tidak harus di likuidasi
tapi Yayasan tersebut dapat dihidupkan kembali berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No.63 Tahun
2008 Tentang Pelaksanaan Undang- Undang Tentang Yayasan.
Peraturan Pemerintah nomor 2 tahun 2013 mempunyai fungsi untuk
memberikan kemungkinan bagi yayasan-yayasan yang semula sudah tidak ada lagi
secara kelembagaan masih dimungkinkan kembali untuk melakukan penyesuaian
anggaran dasarnya. Peraturan ini berlaku khusus untuk kepentingan yayasan yang
lahir sebelum terbitnya Undang-Undang Yayasan yang belum sempat melakukan
penyesuaian atau melaporkan kepada menteri dan yayasan yang tidak diakui sebagai
badan hukum agar dapat eksis kembali secara kelembagaan.
Bentuk yayasan-yayasan yang memerlukan bantuan Peraturan Pemerintah
nomor 2 tahun 2013 yaitu yayasan yang lahir sebelum Undang-Undang Yayasan,
meliputi:
1. Yayasan yang tetap diakui sebagai badan hukum dan telah menyesuaikan dan
telah melaporkan kepada menteri.
Terhadap yayasan ini sudah tidak mengalami permasalahan secara kelembagaan
artinya terhadap yayasan ini sudah sah secara yuridis maupun kelembagaan.
2. Yayasan-Yayasan yang tetap diakui sebagai badan hukum dan belum
menyesuaikan dengan Undang-Undang Yayasan.
Terhadap yayasan yang demikian sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah
No.2 Tahun 2013, setelah tanggal 6 Oktober 2008 sudah tidak dapat lagi
menyesuaikan anggaran dasarnya dengan Undang-Undang Yayasan, dan sesuai
dengan ketentuan pasal 71 ayat (4) maka tidak dapat menggunakan nama
“Yayasan” didepan namanya, artinya bagi pengurus yayasan ini apabila masih
akan melakukan kegiatannya dengan payung hukum yayasan, harus mendirikan
yayasan yang baru dan mengajukan permohonan pengesahan kepada Menteri.
Tetapi denga berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013 pasal 37A,
yayasan yang masuk kategori ini masih dapat melakukan penyesuaian atas
anggaran dasarnya terhadap Undang-Undang Yayasan, dengan syarat:
a. Paling sedikit selama 5 tahun berturut-turut sebelum penyesuaian anggaran
dasar masih melakukan kegiatan sesuai anggaran dasarnya dan
b. Belum pernah dibubarkan.100
3. Yayasan yang tetap diakui sebagai badan hukum dan telah melakukan
penyesuaian tetapi belum melaporkan kepada Menteri.
Yayasan yang tetap diakui sebagai badan hukum dan telah melakukan
penyesuaian tetapi belum melaporkan kepada Menteri di dalam tenggang waktu
1 tahun setelah penyesuaian, maka sesuai dengan ketentuan pasal 39 PP Nomor
63 Tahun 2008, tidak dapat menggunakan kata “Yayasan” didepan namanya
(Pasal 71 ayat 4) harus melikuidasi kekayaannya serta menyerahkan sisa hasil
likuidasi sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 68
Undang-Undang. Setelah berlakunya Peraturan Pemerintah nomor 2 Tahun 2013
ini, bagi yayasan yang mengalami keadaan seperti ini dapat tertolong sesuai
dengan pasal 39 Peraturan Pemerintah nomor 2 tahun 2013, yaitu dengan cara
membuat laporan kegiatan yayasan selama 3 tahun berturut-turut sesuai dengan
anggaran dasarnya, dengan dilampirkan pada akta penyesuain yang pernah
dibuat101.
4. Yayasan-Yayasan yang tidak diakui sebagai badan hukum.
Ketentuan pasal 15A Peraturan Pemerintah nomor 2 tahun 2013, terhadap
Yayasan yang demikian tidak begitu banyak perbedaannya dengan ketentuan
Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 yaitu dengan jalan untuk
mendirikan yayasan baru yang memuat premise akta yang memuat asal-usul
yayasan termasuk kekayaan yayasan. Yayasan yang baru ini memerlukan
pengesahan dari menteri untuk mendapatkan status badan hukum.102 Untuk proses permohonan pengesahannya harus melengkapi:
a. Laporan kegiatan yayasan paling sedikit selama 5 tahun terakhir secara
berturut-turut yang ditandatangani oleh Pengurus yayasan dan diketahui oleh
instansi terkait.
b. Surat pernyataan pengurus yayasan bahwa yayasan tidak pernah dibubarkan
secara sukarela atau berdasarkan putusan Pengadilan.
c. Fotocopy NPWP yayasan yang telah dilegalisir oleh Notaris.
d. Surat Pernyataan tempat kedudukan disertai alamat lengkap yayasan yang
ditandatangani oleh Pengurus yayasan dan diketahui oleh Lurah atau kepala
Desa setempat.
e. Pernyataan tertulis dari pengurus yayasan yang memuat keterangan nilai
kekayaan pada saat penyesuaian anggaran dasarnya.
f. Surat pernyataan Pengurus mengenai keabsahan kekayaan yayasan.
g. Bukti penyetoran biaya pengesahan dan pengumuman yayasan.103
Pemindahan atas asset yayasan harus memperhatikan ketentuan yang berlaku
dalam Undang No.16 Tahun 2001 sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang No.28 Tahun 2004 Tentang Yayasan.
Pasal 37 ayat (1) huruf b menyebutkan bahwa Pengurus tidak berwenang
mengalihkan kekayaan Yayasan kecuali dengan persetujuan Pembina, dan
membebani kekayaan Yayasan untuk kepentingan pihak lain104. Selanjutnya
dijelaskan mengenai peralihan kekayaan yayasan dalam Pasal 7 ayat (2) UU
No.16/2001 yang berbunyi bahwa Yayasan dapat melakukan penyertaan dalam
berbagai bentuk usaha yang bersifat prospektif dengan ketentuan seluruh penyertaan
103Ibid,halaman 12
tersebut paling banyak 25 % (dua puluh lima persen) dari seluruh nilai kekayaan
Yayasan105.
Selain peraturan tersebut, syarat dan ketentuan lain yang berkaitan dengan hal
tersebut adalah harus memperhatikan lebih lanjut ketentuan yang tercantum dalam
Anggaran Dasar, misalnya yang berwenang mewakili pengurus dan bagaimana
bentuk persetujuan yang diberikan oleh Pembina.
Proses pemindahan hak atas kekayaan Yayasan harus memperhatikan
ketentuan yang diatur di dalam UU Nomor 16 tahun 2001 sebagaimana diubah
dengan UU Nomor 28 tahun 2004 ("UU Yayasan"). Prinsipnya berdasarkan
ketentuan yang diatur dalam UU Yayasan, pemindahan hak atas kekayaan Yayasan
dilakukan oleh Pengurus Yayasan dengan persetujuan dari Pembina Yayasan.Syarat
dan ketentuan lainnya berkaitan dengan hal tersebut harus memperhatikan lebih lanjut
ketentuan yang ada dalam Anggaran DasarYayasan, misalnya siapa yang berwenang
mewakili Pengurus dan bagaimana bentuk persetujuan yang diberikan oleh
Pembina106.
Dalam pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 tahun 2001 tentang Yayasan
sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 bahwa
"Kekayaan Yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diper
oleh Yayasan berdasarkan Undang-Undang dilarang dialihkan atau dibagikan secara
langsung atau tidak langsung kepada Pembina, Pengurus,
105Pasal 7 Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 106
Pengawas, karyawan, atau pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap
Yayasan". Ketentuan tersebut kemudian diubah berdasarkan UU No. 28 Tahun 2004,
sehingga ketentuan pasal 5 tersebut selanjutnya berbunyi:
Ayat (1)
Kekayaan yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh
Yayasan berdasarkan Undang-Undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara
langsung atau tidak langsung, baik dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium, atau
bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada Pembina, Pengurus dan Pengawas.
Ayat (2)
Pengecualian atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat ditentu
kan dalam Anggaran Dasar Yayasan bahwa Pengurus menerima gaji, upah,
atau honorarium, dalam hal pengurus Yayasan :
a. bukan pendiri Yayasan dan tidak terafiliasi dengan Pendiri, Pembina, dan
Pengawas; dan
b. melaksanakan kepengurusan Yayasan secara langsung dan penuh.
Ayat (3)
Penentuan mengenai gaji, upah, atau honorarium sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), ditetapkan oleh Pembina sesuai dengan kemampuan kekayaan Yayasan."107 Dengan melihat ketentuan pasal 5 UU Yayasan tersebut maka kekayaan
Yayasan dalam bentuk apapun dilarang untuk dialihkan kepada Pembina, Pengurus
dan Pengawas Yayasan. Dengan melihat bunyi Pasal 5 UU Yayasan tersebut,
terdapat perubahan di dalamnya, dimana larangan pengalihan kekayaan Yayasan
yang semula termasuk juga yang dilarang adalah mengalihkan kekayaan Yayasan
kepada pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap Yayasan, kemudian
larangan tersebut telah dihapus. Dengan tidak terdapatnya ketentuan mengenai
larangan pengalihan kekayaan Yayasan kepada pihak lain (khususnya pihak lain
yang mempunyai kepentingan terhadap Yayasan), berarti kekayaan Yayasan boleh
dialihkan kepada pihak lain.
Pengalihan kekayaan Yayasan kepada pihak lain tersebut disamping harus
memperhatikan syarat formalitas yang ditetapkan dalam Undang-Undang Yayasan
dan Anggaran Dasar Yayasan, misalnya harus memperoleh persetujuan dari Dewan
Pembina, juga haruslah memperhatikan prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan
yang terdapat di dalam Undang-Undang Yayasan serta Anggaran Dasar.
Prinsip dan ketentuan utama yang harus diperhatikan adalah prinsip yang
terdapat di dalam Pasal 26 ayat 4 Undang-Undang Yayasan, yang menyebutkan
"Kekayaan Yayasan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dan Ayat (2)
dipergunakan untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan."
Dengan memperhatikan ketentuan yang diatur dalam Pasal 26 ayat 4 UU
Yayasan tersebut, menurut penulis pengalihan kekayaan Yayasan kepada pihak lain
hanya boleh dilakukan apabila pengalihan tersebut dilakukan dengan tujuan untuk
Jika melihat prinsip yang tercantum dalam Pasal 26 ayat 4 UU Yayasan
tersebut, menurut penulis kekayaan Yayasan tidak boleh dihibahkan kepada pihak
lain, kecuali pemberian hibah tersebut dilakukan dalam rangka untuk mencapai
maksud dan tujuan Yayasan.108
Mengalihkan kekayaan yayasan, tidak lain yang dimaksudkan adalah
memindahtangankan atau menjual kekayaan yayasan. Mengalihkan kekayaan akan
menyebabkan yayasan berkurang atau habis kekayaannya, sehingga akan
mengakibatkan maksud dan tujuan yayasan tidak dapat tercapai. Pengalihan kekayaan
yayasan pembatasannya tidak mutlak, sepanjang pengalihan itu mendapat persetujuan
dari Pembina. Misalnya gedung kantor yayasan jika musim hujan selalu kebanjiran,
perlu tempat yang memadai, aman dan nyaman. Maka, setelah mendapat tempat yang
baru, gedung yang lama perlu dijual. Penjualan ini perlu persetujuan dari Pembina.
Sebenarnya persetujuan dari Pembina diperlukan karena merupakan pengawasan
intern saja, supaya pengurus tidak melakukan perbuatan sewenang-wenang.109
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor
2 Tahun 2016 tentang tata cara pengajuan permohonan pengesahan badan hukum dan
persetujuan perubahan anggaran dasar serta penyampaian pemberitahuan perubahan
anggaran dasar dan perubahan data yayasan, memuat 3 (tiga) bagian yang diatur,
yaitu :
1. Tata cara pengajuan permohonan pengesahan badan hukum yayasan
108
http://alwesius.blogspot.co.id/2011/12/pemindahan-hak-atas-kekayaan-yayasan.html diakses tanggal 16 November 2016
2. Tata cara persetujuan perubahan anggaran dasar yayasan
3. Tata cara penyampaian pemberitahuan perubahan data yayasan.
Ada beberapa jenis yayasan ditinjau dari waktu pendirian yayasan tersebut:
1. Pendirian yayasan baru (pertama kali)
2. Yayasan yang didirikan berdasarkan Undang-Undang nomor 16 Tahun 2001
tentang Yayasan, tapi pengesahan sebagai badan hukumnya belum/tidak
diurus, sekarang yayasan tersebut akan di urus/diselesaikan pengesahan
sebagai badan hukumnya.
3. Yayasan yang didirikan sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2001 tentang Yayasan, dan telah memenuhi ketentuan pasal 15 A
Peraturan Pemerintah nomor 2 tahun 2013, sekarang yayasan tersebut akan
diurus/diselesaikan pengesahan sebagai badan hukumnya.
4. Yayasan yang didirikan sebelum berlakunya Undang-Undang nomor 16
Tahun 2001 tentang Yayasan, dan telah memenuhi ketentuan pasal 37A
Peraturan Pemerintah nomor 2 tahun 2013, sekarang yayasan tersebut akan
diurus/diselesaikan pengesahan sebagai badan hukumnya.
5. Yayasan yang didirikan sebelum atau sesudah berlakunya Undang-Undang
nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan dan tidak akan disesuaikan anggaran
dasarnya sesuai peraturan perundang-undangan yayasan tapi ingin