• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Pengawasan Perasuransian di Indonesia Ditinjau Dari Undang - Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Pengawasan Perasuransian di Indonesia Ditinjau Dari Undang - Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian Chapter III V"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PERANAN OTORITAS JASA KEUANGAN TERHADAP PENGAWASAN PERASURANSIAN DI INDONESIA DI TINJAU DARI UNDANG – UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN

A. Kedudukan OJKeuangan di Indonesia

1. Sejarah Pembentukan OJK

Pembentukan OJK berawal dari keresahaan beberapa pihak dalam hal

fungsi pengawasan Bank Indonesia (selanjutnya disebut “BI”).Ada tiga hal yang

melatarbelakangi pembentukan OJK. Yaitu perkembangan indusrtri sektor jasa

keuangan di Indonesia, permasalahan lintas sektoral indusrtri jasa keuangan, dan

amanat pasal 34 Undang–Undang 34 tahun 2004 tentang Bank Indonesia

(selanjutnya disebut “UU BI”)196

Secara historis gagasan pembentukan OJK terjadi pasca krisis ekonomi

pada tahun 1997 yang melumpuhkan industri perbankan, kondisi ini lemahnya

perlindungan terhadap konsumen perbankan yang menyebabkan mengeluarkan

bantuan likuidasi Bank Indonesia (BLBI).197

196

Adrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, (Jakarta:Raih Asa sukses, 2014), hal.36.

197

Dewi Gemala, Aspek – aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian syariah di Indonesia,(Jakart :Kencana Pedana Media Group, 2006), hal.199.

Dibentuknya OJK guna

(2)

diharapkan dapat membantu lancarnya kegiatan lembaga–lembaga jasa

keuangan.198

OJK memiliki arti yang sangat penting tidak hanya bagi masyarakat umum

dan pemerintahan saja, akan tetapi juga bagi dunia usaha (bisnis).199 Bagi

masyarakat tentunya dengan adanya OJK akan memberikan perlindungan dan rasa

aman atas investasi atau transaksi bisnis yang dijalankannya lewat lembaga jasa

keuangan.200 Bagi pemerintah adalah akan memberikan keuntungan rasa aman

bagi masyarakatnya dan perolehan pendapatan dari perusahaan berupa pajak atau

penyedian barang dan jasa yang berkualitas baik.201 Sedangkan bagi dunia usaha,

dengan adanyaa OJK maka pengelolaanya semakin baik dan perusahaan yang

dijalankan makin sehat dan lancar, yang pada akhirnya akan memperoleh

keuntungan yang berlipat.202

OJK adalah lembaga Negara yang dibentuk berdasarkan UU OJK yang

berfungsi menyelengarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi

terhadap seluruh kegiatan di sektor jasa keuangan.203

OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan

pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang pengaturan,

198

Zaini Zulfi Diane, Hubungan Hukum Bank Indonesia Sebagai Bank Sentral Dengan Otoritas Jasa Keuangan ( OJK ) Pasca Pengalihan Fungsi Pengawasan Perbankan, Journal Media Hukum, vol 20, 2013, http://journal.umy.ac.id/index.php/jmh/article, (diakses tanggal 8 Mei 2017).

199

Ibid.,

200

Kasmir,Bank dan Lemabaga Keuangan Laimmya,(Jakarta:Raja Grafindo

Persada,Cetakan ke-14, 2014), hal.323.

201

Ibid.,

202

Adrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas…….op.cit., hal.38.

203

OJK, Fungsi Sistem Penyelengaraan, http://www.ojk.go.id/otoritas-jasa-keuangan,

(3)

pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan sebagai mana yang dimaksud dalam

undang–undang ini.204

OJK berkedudukan di ibukota Negara Indonesia serta dapat mempunyai

kantor di dalam dan luar wilayah Negara Indonesia yang dibentuk sesuai dengan

kebutuhan. Artinya kehadiran OJK dalam melayani lembaga jasa keuangan dapat

dilayani diseluruh tiap–tiap provinsi jika dibutuhkan.205

Selama ini belum keluarnya UU OJK pengawasan yang dilakukan

terhadap perusahaan yang bergerak di bidang keuangan dilakukan oleh dua

lembaga yang ditunjuk pemerintah yaitu:206

a. Lembaga keuangan bank (perbankan) dilakukan oleh BI artinya semua

aktivitas perbankan sepenuhnya dilakukan oleh BI, termasuk dalam hal

memberi izin, mendidik, atau membubarkan bank

b. Lembaga keuangan bukan bank seperti Pasar Modal, Perasuransian, Dana

Pensiun, lembaga pembiayaan, Lembaga Jasa Keuangan lainnya

kegiatannya diawasi oleh Kementrian Keuangan, BI dan Badan Pengawas

Pasar Modal dan Lemabaga Keuangan (Bapepam-lk)

OJK adalah suatu bentuk unifikasi pengaturan dan pengawasan sektor jasa

keuangan, dimana sebelumnya kewenangan pengaturan dan pengawasan

dilaksanakan oleh kementerian keuangan, Bank Indonesia dan Badan Pengawas

Pasar Modal dan Lembaga Keuanga (Bapepam–LK).207

204

Kasmir, Loc.cit

205

Kasmir, Dasar – Dasar Perbankan,(Jakarta : Rajawali Pers, 2014), hal.268.

206

Kasmir, Bank dan Lembaga……….,op.cit., hal.324.

207

(4)

Pembentukan OJK didasarkan kepada 3 (tiga) landasan yaitu:

1) Landasan Filosofis:208

Mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh dengan stabil

dan berkelanjutan, menciptakan kesempatan kerja yang luas dan seimbang

disemua sektor perekonomian, serta memberikan kesejahteraan secara adil

kepada seluruh rakyat Indonesia.

2) Landasan Yuridis:209

a. Pasal 34 Undang–Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank

Indonesia

b. Undang–Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang penetapan Perpu No.2

Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang–Undang No 23

Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi undang–undang.

3) Landasan Sosiologis:210

a. Globalisasi dalam sistem keuangan dan pessatnya kemajuan di bidang

teknologi dan informasi serta inovasi finansial telah menciptakan

sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis dan saling terkait

antar subsektor keuangan baik hal produk maupun kelembagaan.

b. Adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan

di berbagai subsektor keuangan menambah kompleksitas transaksi dan

interaksi antar lembaga jasa keuangan.

208

Kasmir,Dasar – Dasar………,op.cit., hal.270.

209

Ibid., 210

(5)

c. Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan yang

meliputi tindakan. Belum optimalnya perlindungan konsumen jasa

keuangan.

OJK secara normatif memliki beberapa tujuan pendirian OJK yaitu:

meningkatkan dan memilihara kepercayaan publik di bidang jasa keuangan,

menegakan peraturan perundang–undangan di bidang jasa keuangan,

meningkatkan pemahaman publik mengenai bidang jasa keuangan.211

Menurut pasal 4 UU OJK, OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan

kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:212

a. Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;

b. Mampu mewudjudkan sistem keuangan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil;dan

c. Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat

Dengan pembentukan OJK, maka lembaga ini diharapkan dapat

mendukung kepentingan sektor jasa keuangan secara menyeluruh sehingga

meningkatkan daya saing perekonomian selain itu ojk mampu menjaga

kepentingan nasional, meliputi sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian

dan kepemilikan di sektor jasa keuangan dengan tetap mempertimbangkan aspek

positif globalisasi.213OJK dibentuk dan dilandasi dengan prinsip–prinsip tata

kelola yang baik yang meliputi independesi, akuntabilitas, pertanggungjawaban,

transparansi, konglomerasi, arbitrase peraturan.214

211

Adrian Sutedi Aspek Hukum Otoritas…..,op.cit.,hal.42.

212

Republik Indonesia, (Otoritas Jasa Keuangan), op.cit.,Pasal 4.

213

Muliaman D Hadad, Buku Saku Otoritas Jasa Keuangan ,(Jakarta: OJK, 2015), hal.3..

214

(6)

2. Tugas dan Wewenang OJK

Dalam kegiatan melakukan pengaturan dan pengawasan OJK memiliki

tugas–tugas tertentu. Disamping itu, Dalam melaksanakan kegiatan OJK juga

memiliki wewenang.215

Dalam pasal 6 UU OJK menyebutkan OJK melaksanakan tugas

pengaturan dan pengawasan terhadap:216

a. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan; b. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan

c. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

Adapun wewenang yang dimiliki OJK adalah sebagai berikut:

1) Terkait Khusus Pengawasan dan Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan Bank

terdapat di dalam pasal 7 UU OJK:217

a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi: 1. Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar,

rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsulidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan

2. Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyedian dana, produk hibridasi, dan aktifitas di bidang jasa;

b. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: 1. Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas asset, rasio kecukupan

modal minimum, batas maksimum pembentukan kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank;

2. Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; 3. Sistem informasi debitur;

4. Pengujian kredit (credit testing) 5. Standar akutansi bank;

c. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati–hatian bank, meliputi:

1. Manejemen bank 2. Tata kelola bank;

215

Kasmir, Dasar – Dasar………….,op.cit.,hal.275.

216

Republik Indonesia, (Otoritas Jasa Keuangan), op.cit.,Pasal.6.

217

(7)

3. Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang dan pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan

d. Pemerisaan bank.

2) Terkait Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank)

meliputi :218

1. Menetapkan peraturan dan keputusan OJK

2. Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan

3. Menetapkan kebjakan mengenai pelaksanaan tugas OJK

4. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis

terhadap lembaga jasa keuangan pihak tertentu

5. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter

pada lembaga jasa keuangan

6. Menetapkan struktur organisasi dan infrasruktur serta mengelola,

memilihara dan menata kekayaan dan kewajiban

7. Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang–undangan di sektor jasa

keuangan.219

3. Pengurusan OJK

Setiap pembentukan organisasi harus dilengkapi dengan struktur

pengurusan organisasi di dalamnya.Seperti diketahui bahwa organisasi tempat

atau wadah dalam melaksanakan suatu kegiatan demikian juga dengan OJK.220

218

Muliaman D Hadad, Buku saku Otoritas……..op.cit, hal.7.

219

(8)

OJK harus memiliki srtruktur dengan prinsip “checks and balance” hal ini

diwudjudkan dengan melakukan pemisahan yang jelas antara fungsi, tugas dan

wewenang pengaturan dan pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisioner

melalui pembagian tugas yang jelas demi pencapaian tujuan OJK.221 Tugas

anggota Dewan Komisioner meliputi bidang tugas terkait kode etik, pengawasan

internal melalui mekanisme dewan audit, edukasi dan perlindungan konsunen

serta fungsi, tugas dan wewenang pengawsan untuk sektor perbankan, pasar

modal, perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa

Keuangan lainnya.222

1. Dewan Komisioner OJK

Strukur OJK diatur pada Bab IV pasal 10 sampai 25 UU OJK tentang

Otoritas Jasa Keuangan.dimana struktur Pengurussan OJK terdiri atas:

2. Pelaksana kegiatan operasional

Dewan Komisioner beranggotakan 9 orang anggota yang kepemimpinanya

bersifat kolektif dan kolegial. Yang ditetapkan dengan keputusan Presiden

susunan keanggotaan Dewan Komisioner OJK terdapat dalam UU OJK tentang

OJK Pasal 10 ayat (3) terdiri atas:223

a. Seorang Ketua merangkap anggota;

b. Seorang Wakil Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap anggota; c. Seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota; d. Seorang Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap anggota;

220

Kasmir, Bank dan Lembaga………….,op.cit., hal.327. 221

Adrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas……,op.cit., hal.114

222

Muliaman D Hadad, Buku Saku Otoritas….,op.cit.,hal.8.

223

(9)

e. Seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya merangkap anggota;

f. Seorang Ketua Dewan Audit merangkap anggota;

g. Seorang anggota yang membidangi edukasi dan perlindungan konsumen; h. Seorang anggota Ex-officio dan Bank Indonesia yang merupakan anggota

Dewan Gubernur Bank Indonesia;dan

i. Seorang anggota Ex-officio dari kementrian keuangan yang merupakan pejabat setingkat eselon 1 Kementrian Keuangan.

Pelaksana kegiatan operasional terdiri atas:224

a. Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen Strategi I;

b. Wakil Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen Strategi II;

c. Kepala Eksekutif pengawas Perbankan memimpin bidang Pengawasan

Sektor Perbankan;

d. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal memimpin bidang Pengawasan

Sektor Pasar Modal;

e. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga

Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnnya memimpin bidang

Pengawasan Sektor IKBN;

f. Ketua Dewan Audit memimpin bidang Audit Internal dan Manajemen

Risiko;dan

g. Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen

memimpin bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen.

224

(10)

Selanjutnya, dalam menjadi anggota Dewan Komisioner OJK ada

beberapa syarat bagi calon anggota Dewa Komisioner yang terdapat dalam pasal

15 UU OJK yaitu sebagai berikut:225

a. Warga Negara Indonesia;

b. Memiliki akhlak, mora, dan integritas yang baik; c. Cakap melakukan perbuatan hukum;

d. Tidak pernah dinyatakan pailit dan tidak pernah menjadi pengurus perusahaan yang menyebabkan perusahaan itu pailit;

e. Sehat jasmani;

f. Berusia paling tinggi 65 pada saat ditetapkan

g. Mempunyai pengalaman atau keahlian di sektor jasa keuangan; dan

h. Tidak pernah dijatuhkan pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman 5 tahun atau lebih.

Dimana Dewan Komisioner memiliki tugas pengaturan yang dimaksud

dalam pasal 6, Dewan Komisioner menetapkan peraturan OJK, peraturan Dewan

Komisioner, dan keputusan Dewan Komisioner, berdasarkan UU OJK, selaku

pemimpin OJK, anggota Dewan Komisioner memiliki tugas:226

a. Menetapkan struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi, rancangan bangun

infrastruktur dan teknologi informasi, sistem sumber daya manusia dan

standar prosedur operasional;

b. Menetapkan rancangan kerja dan anggaran OJK tahun 2013

c. Mengangkat pejabat dan pegawai OJK;

d. Mengangkat pejabat dan pegawai organ pendukung Dewan

Komisioner;dan

225

Republik Indonesia, (Otoritas Jasa Keuangan), op.cit.,Pasal 15.

226

(11)

e. Menetapkan hal lain yang diperlukan dalam rangka pengalihan fungsi,

tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan,

dan badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK.

Dan untuk membantu tugasnya, Dewan Komisioner mengangkat pejabat

struktrural maupun fungsional antara lain Deputi Komisioner, direktur, dan

pejabat dibawahnya.227

a. Deputi Komisioner Manajemen Strategi I

Deputi Komisioner adalah pejabat yang langsung berada di

bawah Dewan Komisioner. Berikut ini adalah sembilan pembidangan Deputi

Komisioner OJK:

b. Deputi Komisioner Manajemen Strategi IIA

c. Deputi Komisioner Manajemen Strategi IIB

d. Deputi Komisioner Audit Internal, Manajemen Risiko dan Pengendalian

Kuallitas

e. Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal I

f. Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II

g. Deputi Komisioner Pengawas Indusrti Keuangan Non Bank I

h. Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank II

i. Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen

227

(12)

Dalam mengemban fungsi dan tugasnya OJK memiliki pegawai yang

berasal dari Bank Indonesia dan badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga

Keuanga dan OJK harus merupakan bagian dari sistem penyelenggara urusan

pemerintahan yang berintegrasi dengan lembaga–lembaga lainnya.228

B. Peranan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Pengawasan Perasuransian di Indonesia di Tinjau Dari UU No 40 Tahun 2014

Menurut soekamto: peranan (rule) meerupakan aspek dinamis dari

kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai

dengan kedudukannya berarti ia menjalankan perannya. Peranan lebih menujukan

pada fungsi sebagai suatu proses.229

Peranan OJK dalam UU OJK sangat luas.berdasarkan defenisi OJK

ditentukan dalam pasal 1 UU OJK. Peranan OJK meliputi tugas dan kewenangan

pengaturan, pengawasan dll.Salah satu peranan OJK dalam pengawasan jenis

kegiatan usaha keuangan yaitu asuransi. Dalam UU Perasuransian diatur dalam

pasal 57 ayat (1) yaitu:230

Dalam UU OJK terkait pengawasan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan

non-Bank) OJK mempunyai wewenang yang diatur dalam pasal 9 yaitu:

Pengaturan dan pengawasan kegiatan usaha Perasuransian dilakukan Oleh Otoritas Jasa Keuangan.

231

a. Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;

228

Adrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas…….op.,cit,hal.12.

229

JH Tarigan, Arti Peranan,http://digiliunila.ac.id, (diakses pada tanggal 14 Mei 2017).

230

Republik Indonesia, (Perasuransian), op.cit.,Pasal 57.

231

(13)

b. Mengawasai pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh kepala Eksekutif;

c. Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindak lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang–undangan di sektor jasa keuangan;

d. Memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan dan/atau pihak tertulis;

e. Melakukan penunjukan pengelola statuter; f. Menetapkan penggunaan pengelolaan statuter;

g. Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang–undangan di sektor jasa keuangan; dan

h. Memberikan dan/atau mencabut: izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan, persetujuan atau penetapan pembubaran dan penetapan lain.

Dalam pelaksanaan fungsi pengaturan dan pengawasan perasuransian UU

Perasuransian juga menjelaskan dalam pasal 60:232

(1) Dalam rangka pelaksanaan fungsi pengaturan sebagaimana dimaksud dalam pasal 57 ayat (1), OJK menetapkan peaturan perundang–undangan di bidang perasuransian.

(2) Dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 57 ayat (1), OJK berwenang:

a. Menyetujui atau menolak memberikan izin Usaha Perasuransian; b. Mencabut izin Usaha Perasuransian;

c. Menyetujui atau menolak memberikan pernyataan pendaftaran bagi konsultan aktuaria, akuntan public, penilai, atau pihak lain yang memberikan jasa kepada Perusahaan Perasuransian;

d. Membatalkan pernyataan pendaftaran bagi konsultan aktuaria,akuntan publik, penilai, atau pihak lain yang memberikan jasa kepada Perusahaan Perasuransian;

e. Mewajibkan Perusahaan Perasuransian meyampaikan laporan secara berkala;

f. Melakukan pemeriksaan terhadap Perusahaan Perasuransian dan pihak lain yang sedang atau pernah menjadi pihak terafilisasi atau memberikan jasa kepada Perusahaan Perasuransian;

232

(14)

g. Menetapkan pengendali dan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah;

h. Menyetujui atau mencabut persetujuan suatu pihak menjadi Pengendali Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah;

i. Mewajibkan suatu pihak untuk berhenti menjadi Pengendali dan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah;

j. Melakukan penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan direksi dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf c, dan/atau dewan pengawas syariah, aktuaris perusahaan, auditor internal, dan pengendali;

k. Menonaktifkan direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan direksi dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf c, dan/atau dewan pengawas syariah, dan menetapkan Pengelola Statuter;

l. Memberi perintah tertulis kepada:

1. Pihak tertentu untuk membuat laporan mengenai hal tertentu,atas biaya Perusahaan Perasuransian dan disampaikan kepada OJK;

2. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi,atau perusahaan reasuransi syariah untuk mengalihkan sebagian atau seluruh portofolio pertanggungannya kepada Perusahan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi lain;

3. Perusahaan Perasuransian untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu guna memenuhi ketentuan peraturan perundang–undangan di bidang perasuransian;

4. Perusahaan Perasuransian untuk memperbaiki atau menyempurnakan sistem pengendalian intern untuk mengidentifikasi dan menghindari pemanfaatan Perusahaan Perasuransian untuk kejahatan keuangan;

5. Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah untuk menghentikan pemasaran produk asuransi tertentu;dan

(15)

tertentu, dalam hal orang tersebut tidak kompeten, tidak memenuhi kualifikasi tertentu, tidak berpengalaman, atau melakukan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang–undangan di bidang perasuransian;

m. Mengenakan sanksi kepada Perusahaan Perasuransian, pemegang saham, direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf c dewan pengawas syariah, aktuaris perusahaan, dan/atau auditor internal;dan

n. Melaksanakan kewenangan lain berdasarkan peraturan perundang– undangan.

Dari Bab III ini dapat disimpulkan mengenai peranan OJK terhadap

pengawasan perasuransian di Indonesia di tinjau dari UU Perasuransian, maka

lembaga perasuransian yang sebelum lahirnya UU Perasuransian mengenai

pengawasan asuransi diatur oleh UU OJK dan yang melakukan pengawasan juga

dlakukan oleh OJK. Hal ini juga dapat dilihat dalam isi pasal 6 huruf c, OJK

melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan

di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa

keuangan lainnya. Namun setelah lahirnya UU Perasuransian mengenai peranan

OJK terhadap perasuransian ternyata tetap dilakukan oleh OJK yang dapat dilihat

dari pasal 57 ayat (1) UU Perasuransian yaitu pengawasan dan pengaturan

kegiatan perasuransian dilakukan oleh OJK.Dan terhadap peranan OJK dalam

pengawasan asuransi dilihat di dalam pasal 60 ayat (1) dan (2) UU Perasuransian.

Dan dimana OJK memiliki peran sebagai regulative dan controlling atas lembaga

jasa keuangan dan dengan adanya lembaga independen seperti OJK di sektor jasa

keuangan merupakan tindakan positif dalam mengawasi lembaga keuangan

(16)

keuangan yang transparan, kredibel, relevan dan akuntabel dalam aktifitas yang di

(17)

BAB IV

TANGGUNG JAWAB OTORITAS JASA KEUANGAN TERHADAP PERLINDUNGAN KONSUMEN PERASURANSIAN DI INDONESIA

A. Perlindungan Konsumen dan Masyarakat

Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk

menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam

usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal–hal yang dapat merugikan

konsumen sendiri.Dalam bidang hukum, istilah ini masih relatif baru, khususnya

di Indonesia.233

Dalam Pasal 1 angka 1 Undang–Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

perlindungan konsumen(selanjutnya disebut “UU PK”) disebutkan :

sedangkan di Negara lain perlindungan konsumen sudah

berkembang secara bersamaan dengan industri dan teknologi.

234

Dalam hal perlindungan konsumen berarti mempersoalkan jaminan atau

kepastian tentang terpenuhinya hak–hak konsumen. Keadaan ini tak dapat

diartikan lain kecuali, bahwa perlindungan konsumen pada konsumen yang

diperintahkan oleh UUD 1945 kepada pemeritah Indonesia wajib Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya yang menjamin kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

233

Adijaya Yusuf, Topik – topik Matakuliah Hukum Ekonomi,(Jakarta:Elips,1988), hal.2.

234

(18)

dilaksanakan.235

1. Adanya kelompok–kelompok masyarakat yaitu masyarakat produsen dan

masyarakat konsumen.

Ditinjau dari keterkaitan unsur–unsur masyarakat bangsa dan

kepentingan–kepentingannya secara keseluruhan setidaknya dua hal yang perlu

mendapat perhatian yaitu:

2. Kepentingan masing–masing kelompok perlu dilindungi.

Untuk meningkatkan kesadaran konsumen tujuan penyelenggaraan,

pengembangan dan pengaturan perlindungan konsumen secara tidak langsung

mendorong pelaku usaha dalam menyeleggarakan kegiatan usaha dengan penuh

tanggung jawab.236 Pengaturan perlindungan konsumen dilakukan dengan:

menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung akses dan

informasi serta menjamin kepastian hukum, melindungi kepentingan konsumen

pada khususnya dan kepentingan seluruh pelaku usaha pada umumnya,

meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa, memberikan perlindungan

kepada konsumen dari praktik usaha yang menipu dan menyesatkan.237

Karena posisi konsumen yang lemah, maka hukun yang melindungi

konsumen.Salah satu tujuan hukum itu adalah memberikan perlindungan kepada

masyarakat dan dimana hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen

adalah dua bidang hukum yang saling berkaitan.238

235

Az Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta:Diadit Media, 2002), hal.19

236

Husni Syawali,Ed, Hukum Perlindungan Konsumen, (Bandung:Mandar Jaya, 2002), hal. 7.

237

Az Nasution, Hukum Perlindungan……op.cit., hal.20

238

(19)

Perlindungan terhadap kepentingan konsumen pada dasarnya sudah

diakomodasi oleh banyak perangkat hukum sejak lama sebelum lahirnya UU PK

secara sporadis berbagai kepentingan konsumen sudah dimuat dalam berbagai

undang–undang antara lain sebagai:239

1. Undang–Undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan peraturan

Pemerintah Pengganti Undang–Undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang

Barang menjadi undang–undang.

2. Undang–Undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene.

3. Undang–Undang Nomor 2 Tahun 1982 tentang Metrologi legal.

4. Undang–Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.

5. Undang–Undang Nomor 5 Tahun 1982 tentang Perindustrian.

6. Undang–Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Ketenaga Listrikan.

7. Undang–Undang Nomor 14 Tahun 1993 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan.

8. Undang–Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup.

Undang–undang yang terdahulu tersebut telah memiliki rumusan hukun

yang melindungi konsumen yang tersebar dalam beberapa peraturan perundang–

undangan.Dalam UU PK mengatur tentang kebijakan perlidungan baik

menyangkut hukum materiil maupun hukum formiil mengenai penyelesaian

konsumen.240

239

Sri Redjiki Hartono,Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Jogyakarta:Fakultas Hukun Gadja Mada), Hal.147.

240

(20)

Dalam perlindungan konsumen terdapat 5 (lima) asas dalam

penyelengaraan sebagai usaha bersama yang terdapat dalam penjelasan pasal 2

UU PK yaitu:241

1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya

dalam penyelengaaraan perlindungan konsumen harus memberikan

manfaat sebesar–besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha

secara keseluruhan.

2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat

diwudjudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada

konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan

kewajibannya secara adil.

3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara

kepentingan konsumen, pelaku usaha dan perintah dalam arti materiil

ataupun spiritual.

4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk

memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen

dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan jasa yang

dikonsumsi atau digunakan.

5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun

konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam

penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin

kepastian hukum.

241

(21)

Adapun tujuan perlindungan konsumen dijelaskan dalam Pasal 3 UU PK

yaitu:242

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan atau jasa; c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan

menuntut hak–haknya sebagai konsumen;

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehimgga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;

f. Meningkatkan kualitas barang dan atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang atau jasa, kesehatan, kenyamanan, dan keselamatan konsumen.

Dalam perlindungan konsumen terdapat hak dan kewajiban

konsumen.Dalam pengertian hukum, umumnya yang dimaksud dengan hak adalah

kepentingan hukum yang yang dilindungi oleh hukum, sedangkan kewajiban

adalah tuntutan yang diharapkan untuk dipenuhi.Kewajiban pada hakikatnya

mengandung kekuasaan yang dijamin dan dilindungi oleh hukum dalam

melaksanakannya.243

242

Republik Indonesia, (Perlindungan Konsumen), op.cit.,Pasal 3.

243

(22)

Mengenai hak terhadap perlindungan konsumen dijelaskan di dalam pasal

4 UU PK:244

a. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan barang dan jasa;

b. Hak untuk memilih barang dan jasa serta mendapatkan barang dan atauu jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi;

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan jasa;

e. Hak untuk mendapat advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar, jujur serta tidak diskriminatif;

h. Hak untuk mendapat kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian;

i. Hak–hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang–undangan lainnya.

Selain memperoleh hak, konsumen juga memiliki kewajiban konsumen

dalam perlindungan konsumen juga diwajibkan untuk membaca atau mengikuti

petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang atau jasa

demi keamanan dan keselamatan, beritikad baik dalam melakukan transaksi

pembelian barang dan atau jasa, membayar sesuai dengan nilai tukar yang

disepakati, mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan

konsumen secara patut.245Itu dimaksudkan agar konsumen sendiri dapat

memperoleh hasil yang optimal atas perlindungan dan atau kepastian hukum bagi

dirinya.246

244

Republik Indonesia, (Perlindungan Konsumen), op.cit.,Pasal 4.

245

Gunawan Widjaja, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 2003), hal.30

246

(23)

B. Tanggung Jawab OJK Terhadap Perlindungan Konsumen Asuransi

Sejak berdirinya OJK sudah melakukan beberapa tugas yang memberikan

dampak cukup signifikan bagi masyarakat. Tindakan yang dilakukan antara lain

perlindungan terhadap konsumen dan meliputi imbauan, peringatan, membekukan

kegiatan, mencabut izin usaha suatu lembaga keuangan.247

Mengenai siapa yang dimaksud dengan konsumen menurut UU OJK dapat

dilihat dari ketentuan Pasal 1 angka 15 UU OJK bahwa:248

Akses konsumen untuk memperoleh informasi yang cukup sebagai dasar

pilihan–pilihan. Merupakan salah satu hal penting untuk diwudjudkan di samping

perlunya mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif yang memungkinkan

konsumen dapat secara cepat memperoleh ganti kerugian juga di dorong untuk

direalisasikan, oleh karena itu dalam persepektif perlindungan konsumen pada

umumnya dan konsumen jasa keuangan pada khususnya, ada beberapa yang harus

ada yakni:

Konsumen adalah pihak–pihak yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan yang tersedia di Lembaga Jasa Keuangan antara lain nasabah pada Perbankan, pemodal di Pasar Modal, pemegang polis pada Perasuransian, dan peserta pada dana pensiun, berdasarkan peraturan perundang–undangan di sektor jasa keuangan.

249

247

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta:Rajawali Pers, 2014), hal.333.

248

Republik Indonesia, (Otoritas Jasa Keuangan), op.cit.,Pasal 1 angka (15).

249

(24)

1. Adanya standar mekanisme pengaduan konsumen

2. Adanya lembaga penyelesaian sengketa konsumen yang independen

3. Adanya standar transparasi informasi produk

4. Adanya program peningkatan kapasitas/edukasi untuk konsumen

Konsumen dimanapun mereka berada mempunyai hak–hak dasar sosialnya

dimana hak–hak dasar tersebut adalah hak untuk mendapatkan informasi yang

jelas, benar, dan jujur, hak untuk mendapatkan ganti rugi, hak untuk mendapatkan

kebutuhan keuntungan, dan hak–hak lainnya sesuai yang diatur dalam perundang–

undangan.250

Kertika suatu bangsa memasuki tahap Negara kesejahteraan, tuntutan

terhadap intervensi pemerintah melalui pembentukan hukum yang melindungi

pihak yang lemah sangatlah kuat.251

Dengan berlakunya UU OJK, sistem jasa keuangan di Indonesia menjadi

lebih terintegrasi, maju dan memberikan perlindungan yang lebih bagi konsumen

jasa keuangan.

Dengan demikian UU OJK salah satu wujud

protektif terhadap perlindungan konsumen khususnya pemegang polis

perasuransian.

252

250

Yusuf Shafi, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya,

(Bandung:Citra Aditya Bakti,2013), hal.7

251

Erna Radjagukguk, Peranan Hukum di Indonesia : Menjaga persatuan, Memulihkan Ekonmi dan Memperluas Sosial, (Depok:Fakultas Hukum Universitas Indonesia,2000), hal.35.

252

Ibid.,

OJK dapat memberikan perlindungan konsumen yang lebih baik

bagi konsumen jasa keuangan dalam lingkup kewenangan OJK dalam pasal 6 UU

(25)

pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, hingga

pemberian sanksi bagi suatu institusi jasa keuangan.253

Dalam hal perlindungan konsumen dan masyarakat, OJK memiliki

tanggung jawab dan berwenang melakukan tindakan pencegahan kerugian

konsumen dan masyarakat dalam pasal 28 UU OJK yaitu:254

a. Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas karekteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya;

b. Meminta Lembaga Jasa Keuangan untuk menghentikan kegiatannya apabila kegiatan tersebut berpotensi merugikan masyarakat;dan

c. Tindakan lain yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang–undangan di sektor jasa keuangan.

OJK juga memberikan peringatan kepada perusahaan yang dianggap

menyimpang agar segera memperbaikinya kemudian memberikan informasi

kepada masyarakat tentang aktifitas perusahaan yang dapat merugikan

masyarakat.255 Dan dimana masyarakat dapat mengadukan kerugian atas

perusahaan yang merugikan konsumen ke OJK yang tertera dalam pasal 29 UU

OJK yaitu:256

a. Menyiapkan perangkat yang memadai untuk pelayanan pengaduan konsumen yang dirugikan oleh pelaku lembaga jasa keuangan;

b. Membuat mekanisme pengaduan konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan dan;

c. Memfasilitasi penyelesaian pengaduan konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

253

K. Hadwidjojo, OJK Era Baru Perlindungan Nasabah dalam makalah, Http://www.academia.edu/ojk/era baru/perlindungan nasabah, (diakses pada tanggal 27 mei 2017).

254

Republik Indonesia, (Otoritas Jasa Keuangan), op.cit.,Pasal 28.

255

Kasmir,Dasar – Dasar Perbankan, (Jakarta:Rajawali Pers,2016), hal.273.

256

(26)

Perlindungan yang diberikan OJK meliputi tindakan pencegahan kerugian,

pengaduan konsumen dan pembelaan hukum pelayanan pengaduan dilakukan oleh

OJK termasuk memfasilitasi penyelesaian pengaduan.257Kemudian OJK

melakukan pembelaan hukum untuk kepentingan konsumen berupa pengajuan

gugatan di pengadilan terhadap pihak–pihak yang menyebabkan kerugian bagi

konsumen di sektor jasa keuangan.258 Dalam hal perlindungan konsumen dan

masyarakat OJK berwenang melakukan pembelaan hukum yang terdapat dalam

pasal 30 UU OJK yang meliputi:259

a. Memerintah atau melakukan tindakan tertentu kepada Lembaga Jasa Keuangan untuk menyelesaikan pengaduan konsumen yang dirugikan lembaga jasa keuangan dimaksud;

b. Mengajukan gugutan:

1. Untuk memperoleh kembali harta kekayaan milik pihak yang dirugikan dari pihak yang menyebabkan kerugian, baik yang berada di bawah penguasaan pihak yang menyebabkan kerugian dimaksud maupun di bawah penguasaan pihak lain dengan itikad tidak baik;dan/atau

2. Untuk memperoleh ganti kerugian dari pihak yang menyebabkan kerugian pada konsumen dan/atau Lembaga Jasa Keuangan sebagai akibat dari pelanggaran atas peraturan perundang–undangan di sektor jasa keuangan.

Ketentuan di atas merupakan suatu penegasan kepada OJK untuk

bersama–sama dengan konsumen mendampingi konsumen dalam proses hukum.

Mendampingi konsumen tidak mesti harus menjadi kuasa bagi konsumen tetapi

dapat berupa rekomendasi atau berdasarkan tindakan- tindakan lain menurut OJK

berdasarkan ketentuan yang berlaku.

257

Kasmir, Bank dan lembaga……….,op.cit., hal.330.

258

Ibid.,

259

(27)

Dengan demikian, kehadiran OJK benar–benar dapat memberikan

perlindungan sepenuhnya kepada masyarakat, sehingga masyarakat merasa

aman.260 Kehadiran OJK, mampu meminimalkan kerugian yang diderita

masyarakat akibat perbuatan nakal lembaga jasa keuangan hanya saja masyarakat

juga diminta lebih hati–hati dalam melakukan bisnis, perhatikan rambu–rambu

yang jelas, sebelum melakukan kegiatan usaha terutama di bidang jasa

keuangan.261

C. Pengawasan OJK Bagi Perusahaan Asuransi Secara Finansial Tidak Sehat

Salah satu fungsi manajemen adalalah melakukan pengawasan, selain dari

perencanaan dan pelaksanaan.Artinya pengawasan harus dilakukan setiap

perusahaan agar maajemen perusahaan berjalan secara benar.262 Fungsi

pengawasan dilakukan terhadap seluruh aktivitas perusahaan baik yang belum

berjalan atau yang sedang berjalan pengawasan dilakukan terhadap sumber daya

manusia, sistem yang dijalankan, proses, output serta sarana dan perasarana.263

Pengawasan juga dilakukan sebagai sarana pencegahan terjadinya

penyimpangan atas aktivitas sebelum dilaksanakan suatu kegiatan.Sebelum

terjadinya kegiatan,264

260

Kasmir, Dasar – Dasar………op,cit.,hal.274. 261

Ibid.,

262

Adrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas…….op.cit.,hal.36.

263

Kasmir,Bank dan lembaga………op.cit.,hal.318.

264

Ibid.,hal.319

penyimpangan sudah terjadi, misalnya pada suatu

penyusunan anggaran, jadi kegiatan pengawasan harus dilakukan sedini

(28)

terditeksi dengan mudah yang pada akhirnya aktivitas penyimpangan dapat segera

dicegah.265

Pengawasan memberikan begitu banyak manfaat bagi perusahaan secara

umum dikatakan bahwa tujuan dilakukannya pengelolaan dan pengawasan

adalah:266

1. Agar aktivitas perusahaan berjalan sesuai dengan rencana yang telah

dibuat, baik proses, sistem dan hasil yang dicapai.

2. Agar jangan sampai terjadi penyimpangan, artinya ke luar dari yang telah

direncanakan, jika terjadi, maka perlu segera diambil tindakan

pengendalian.

3. Mengurangi nilai karyawan untuk melakukan penyimpangan, dengan cara

membuat seseorang menjadi bekerja dengan baik, karena merasa ada

pengawasan terhadap aktifitasnya.

4. Memudahkan pencegahan, artinya jika ada indikasi atau gelagat atau akan

adanya penyimpangan, maka mudah untuk ambil tindakan pencegahan,

tidak terjadi penyimpangan.

5. Pengendalian biaya, artinya dengan adanya pengelolaan dan pengawasan

maka biaya yang tidak perlu ke luar dapat diminimalkan sebagai bentuk

kebocoran sehingga terjadi efesiensi.

6. Agar tujuan perusahaan tercapai, artinya jika semua aktivitas perusahaan

berjalan sesuai dengan yang telah direncanakan, maka pencapaian target

akan mudah tercapai, misalnya laba perusahaan akan meningkat.

265

Adrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas……op.cit.,hal.37.

266

(29)

Salah satu lembaga yang mengawasi perusahaan asuransi adalah

OJK.sKarena bidang keuangan sangat banyak dan mudah terjadi kasus

penyimpangan. Dimana OJK juga mengawasi perusahaan asuransi secara

finansial tidak sehat.267Dalam hal pengawasan perusahaan asuransi secara

finansial tidak sehat diatur di dalam UU OJK dalam pasal 9 yang dilakukan oleh

pengelola statuter.Yang dimaksud pengelola statuter adalah orang perseorangan

atau badan hukum yang ditetapkan OJK untuk melaksanakan kewenangan

OJK.268 Kewenangan OJK terhadap pengawasan perusahaan asuransi secara

finansial tidak sehat lebih rinci diatur di dalam pasal 62 UU Perasuransian

yaitu:269

(1) Otoritas Jasa Keuangan dapat menonaktifkan direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan direksi dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf c dan/atau dewan pengawas syariah, serta menetapkan pengelolaan statuter untuk mengambil alih kepengurusan perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah, dalam hal :

a. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, Perusahaan Reasuransi Syariah tersebut telah dikenakan sanksi pembatasan kegiatan usaha;

b. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, Perusahaan Reasuransi Syariah tersebut memberikan informasi kepada Otoritas Jasa Keuangan bahwa menurut pertimbangan perusahaan diperkirakan tidak mampu memenuhi kewajiban atau akan menghentikan pelunasan kewajiban yang jatuh temp;

c. Menurut pertimbangan Otoritas Jasa Keuangan, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan reasuransi, Perusahaan

267

Kasmir, Bank dan Lembaga……..op.cit.,hal.319.

268

Republik Indonesia, (Otoritas Jasa Keuangan), op.cit.,Pasal 8.

269

(30)

reasuransi syariah tersebut diperkirakan tidak mampu memenuhi kewajiban atau menghentikan pelunasan kewajiban yang jatuh tempo; d. Menurut pertimbangan Otoritas Jasa Keuangan, Perusahaan Asuransi,

Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah tersebut melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang–undangan di bidang perasuransian atau secara finansial dinilai tidak sehat;atau

e. Menurut pertimbangan Otoritas Jasa Keuangan, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Asuransi reasuransi, Perusahaan reasuransi syariah tersebut dimanfaatkan untuk memfasilitasi dan/atau melakukan kejahatan keuangan.

(2) Pengelolan Statuter yang telah ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan mempunyai tugas:

a. Menyelamatkan kekayaan dan/atau kumpulan dana peserta Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan reasuransi, Perusahaan reasuransi syariah;

b. Mengendalikan dan mengelola kegiatan usaha dari Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah sesuai dengan undang – undang ini; c. Menyusun langkah – langkah apabila Perusahaan Asuransi, Perusahaan

Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah tersebut masih dapat diselamatkan;

d. Mengajukan usulan agar Otoritas Jasa Keuangan mencabut izin Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, perusahaan reasuransi syariah apabila perusahaan tersebut dinilai tidak dapat diselamatkan dan

e. Melaporkan kegiatannya kepada Otoritas Jasa Keuangan.

Pengelolaan statuter melaksanakan kewenangan OJK antara lain untuk

memenuhi ketentuan peraturan perundang–undangan di sektor jasa keuangan

antara lainnya adalah perusahaan asuransi yang finansialnya tidak sehat,

mencegah dan mengurangi kerugian konsumen, masyarakat dan sektor jasa

keuangan dan/atau pemberantasan kejahatan keuangan yang dilakukan pihak

tertentu di sektor jasa keuangan.Langkah yang dilakukan pengelolan statuter yaitu

melalui penyelamatan kelangsungan usaha lembaga jasa keuangan tertentu

(31)

keuangan oleh pengelola statuter.Pembatalan atau pengakhiran perjanjian serta

pengalihan portofolio kekayaan atau usaha dari lembaga jasa keuangan.

Dari Bab IV ini dapat disimpulkan mengenai tanggung jawab OJK

terhadap perlindungan konsumen perasuransian di Indonesia.Dalam perlindungan

konsumen yang dilakukan oleh OJK bertanggung jawab terhadap lembaga

keuangan.OJK memberi perlindungan yang meliputi pencegahan kerugian,

pelayanan pengaduan konsumen dan pembelaan hukum. Pelaksanaan pelayanan

pengaduan dilakukan OJK termasuk melakukan fasilitasi penyelesaian pengaduan

konsumen yang yang dirugikan akibat dari perlakuan tidak baik terhadap

konsumen karena hak dan kewajiban konsumen dilanggar oleh lembaga keuangan

tersebut dan OJK berwenang dalam melakukan pembelaan hukum yang diatur di

dalam pasal 30 UU OJK yaitu memerintahkan atau melakukan tindakan tertetu

kepada lembaga jasa keuangan untuk menyelesaikan pengaduan konsumen dan

mengajukan gugatan untuk memperoleh kembali kekayaan milik pihak yang

dirugikan. Perlindungan konsumen yang diberikan OJK kepada konsumen

merupakan bentuk agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan

(32)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan pada Bab sebelumnya, maka pada akhir Bab ini

penulis mencoba membuat kesimpulan dan saran dari pembahasan sebelumya.

1. Pengaturan hukum asuransi di Indonesia berawal dari KUHPerdata yang

mendasari terbitnya sebuah hukum asuransi dari adanya sebuah perjanjian.

Namun dengan semakin berkembangnya kebutuhan masyarakat terhadap

asuransi banyak ketentuan-ketentuan secara universal belum diatur di

dalam KUHPerdata maka diatur di bawah undang-undang lainnya. UU

Perasuransian lahir karena tantangan untuk melakukan revisi terhadap

KUHPerdata dan KUHDagang akan lebih berat. maka dengan pengaturan

khusus asuransi yang terdapat di dalam UU Perasuransian tercapainya

sebuah tujuan di dalam sebuah pengaturan tentang asuransi dan

masyarakat yaitu bahwa UU perasuransian disusun sesuai dengan

kebutuhan dan tahap kesiapan masyarakat yang diatur, Undang-Undang

yang mengatur asuransi sebagai sebuah perjanjian, UU Perasuransian

diharapkan mendorong pertumbuhan dan perkembangan usaha serta

peningkatan daya saing industri asuransi nasional dan tersedianya jasa

(33)

masyarakat dan tren perkembangan secara universal serta siap

mengantisipasi dimasa akan datang. Perubahan-perubahan terhadap

pengaturan asuransi tersebut akan menunjukan bahwa UU Perasuransian

tidak hanya mengatur sebuah bisnis semata tetapi juga aspek-aspek

penting sebuah perjanjian asuransi.

2. Peranan OJK terhadap pengawasan perasuransian di Indonesia di tinjau

dari UU Perasuransian, maka lembaga perasuransian yang sebelum

lahirnya UU Perasuransian mengenai pengawasan asuransi diatur oleh UU

OJK dan yang melakukan pengawasan juga dlakukan oleh OJK. Hal ini

juga dapat dilihat dalam isi pasal 6 huruf c, OJK melaksanakan tugas

pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor

perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa

keuangan lainnya. Namun setelah lahirnya UU Perasuransian mengenai

peranan OJK terhadap perasuransian ternyata tetap dilakukan oleh OJK

yang dapat dilihat dari pasal 57 ayat (1) UU Perasuransian yaitu

pengawasan dan pengaturan kegiatan perasuransian dilakukan oleh OJK.

Dan terhadap peranan OJK dalam pengawasan asuransi dilihat di dalam

pasal 60 ayat (1) dan (2) UU Perasuransian. Dan dimana OJK memiliki

peran sebagai regulative dan controlling atas lembaga jasa keuangan dan

dengan adanya lembaga independen seperti OJK di sektor jasa keuangan

merupakan tindakan positif dalam mengawasi lembaga keuangan karena

OJK membuat aturan sedemikian rupa agar dapat terciptanya lembaga

keuangan yang transparan, kredibel, relevan dan akuntabel dalam aktifitas

(34)

3. Tanggung jawab OJK terhadap perlindungan konsumen perasuransian di

Indonesia. Dalam perlindungan konsumen yang dilakukan oleh OJK

bertanggung jawab terhadap lembaga keuangan. OJK memberi

perlindungan yang meliputi pencegahan kerugian, pelayanan pengaduan

konsumen dan pembelaan hukum. Pelaksanaan pelayanan pengaduan

dilakukan OJK termasuk melakukan fasilitasi penyelesaian pengaduan

konsumen yang yang dirugikan akibat dari perlakuan tidak baik terhadap

konsumen karena hak dan kewajiban konsumen dilanggar oleh lembaga

keuangan tersebut dan OJK berwenang dalam melakukan pembelaan

hukum yang diatur di dalam pasal 30 UU OJK yaitu memerintahkan atau

melakukan tindakan tertentu kepada lembaga jasa keuangan untuk

menyelesaikan pengaduan konsumen dan mengajukan gugatan untuk

memperoleh kembali kekayaan milik pihak yang dirugikan. Perlindungan

konsumen yang diberikan OJK kepada konsumen merupakan bentuk agar

keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara

teratur, adil dan transparan yang merupakan tujuan dari OJK.

B. Saran

Berdasarkan uraian diatas, dapat dikemukakan beberapa saran sebagai

berikut:

1. Sebaiknya pengaturan perasuransian di Indonesia tetap berjalan dengan

baik dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan pengguna asuransi dan

(35)

pengguna asuransi dan masyrakat. Karena kebutuhan asuransi semakin

lama semakin dibutuhkan maka pengaturan asuransi harus jelas dan tepat.

2. Sebaiknya pengawasan terhadap lembaga perasuransian yang diatur oleh

OJK dapat berlaku efektif agar perusahaan asuransi tidak dapat melakukan

kecerungan dalam usaha asuransi karena akan menimbulkan kerugian

terhadap pengguna asuransi dan masyarakat.

3. Seharusnya tidak hanya OJK saja yang bertanggung jawab OJK terhadap

perlindungan konsumen perlu adanya lembaga lain yang membantu OJK

dalam hal perlindungan konsumen karena perlindungan konsumen

merupakan salah satu hal yang terpenting di dalam suatu bagian lembaga

Referensi

Dokumen terkait

4. Peraturan DPRD Kota Pekalongan Nomor 1/DPRD/XII/2012 tentang Tata Tertib DPRD Kota Pekalongan. Pelaksanaan fungsi legislasi DPRD Kota Pekalongan dapat dilihat dari

Berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan dalam pemilihan guru pengajar bidang studi komputer dengan metode Simple Additive Weighting (SAW) untuk sistem pendukung

[r]

Perseroan Nama Perseroan Nama Perseroan Perseroan didirikan diganti menjadi kembali diubah berganti nama dengan nama PT Gunungcermai menjadi menjadi PT Desa Dekalb Inti PT Lippocity

Selain rambu yang harus diperhatikan adalah kelengkapan pengendara yaitu helm, apabila terjadi pelanggaran dalam arti melanggar rambu atau tidak memakai helm maka

Penelitian ini membahas tentang pengelompokan jumlah daerah yang terjangkit demam berdarah dengue (DBD) berdasarkan provinsi. Metode yang digunakan adalah Data mining K-

Kemudahan dari situs web ini akan memberikan kepuasan dari orang tua calon siswa-siswi SMU YPI 45 yang ingin mendetahui lebih banyak informasi dari sekolah SMU

Lingkup pekerjaan : Kegiatan yang dilaksanakan adalah Langganan Jasa Internet 160 Mbps dengan pembagian 80 Mbps untuk di kantor Kalibata dan 80 Mbps untuk kantor