• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Pada Industri Perasuransian Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Pada Industri Perasuransian Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang

Otoritas Jasa Keuangan (untuk selanjutnya disebut UU OJK), terjadi banyak

perubahan dalam setiap sektor lembaga keuangan.Pengawasan lembaga keuangan

baik bank maupun non-bank awalnya dilakukan oleh beberapa lembaga, menjadi

pengawasan yang dilakukan oleh satu lembaga tunggal, yaitu Otoritas Jasa

Keuangan (untuk selanjutnya disebut OJK).

Penataan kembali struktur pengorganisasian dari lembaga-lembaga yang

melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan disektor jasa keuangan yang

mencakup sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga

pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Penataan dimaksud dilakukan

agar dapat dicapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif di dalam menangani

permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat lebih menjamin

tercapainya stabilitas sistem keuangan.Pengaturan dan pengawasan terhadap

keseluruhan kegiatan jasa keuangan tersebut harus dilakukan secara terintegrasi.

Selain pertimbangan-pertimbangan terdahulu, Undang-Undang Nomor 23

Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah, terakhir dengan

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Menjadi

Undang-Undang (untuk selanjutnya disebut UU BI), juga mengamanatkan

(2)

perbankan, asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura dan perusahaan

pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana

masyarakat. Lembaga pengawasan sektor jasa keuangan tersebut di atas pada

hakikatnya merupakan lembaga bersifat independen dalam menjalankan tugasnya

dan kedudukannya berada di luar pemerintah.Lembaga ini berkewajiban

menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (untuk selanjutnya

disebut BPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat (untuk selanjutnya disebut DPR).1

1

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Penjelasan Umum.

Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan

jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil,

transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang

tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan

konsumen dan masyarakat.Dengan tujuan ini, OJK diharapkan dapat mendukung

kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya

saing nasional.Selain itu, OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional, antara

lain, meliputi sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan

di sektor jasa keuangan, dengan tetap mempertimbangkan aspek positif

globalisasi.OJK dibentuk dan dilandasi dengan prinsip-prinsip tata kelola yang

baik, yang meliputi independensi, akuntabilitas, pertanggungjawaban,

transparansi, dan kewajaran (fairness).

Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas dan wewenangnya

(3)

1. asas independensi, yakni independen dalam pengambilan keputusan dan

pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku;

2. asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang mengutamakan

landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan

penyelenggaraan OJK;

3. asas kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi

kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan

umum;

4. asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat

untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif

tentang penyelenggaraan OJK, dengan tetap memperhatikan perlindungan

atas hak asasi pribadi dan golongan, serta rahasia negara, termasuk rahasia

sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;

5. asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam

pelaksanaan tugas dan wewenang OJK, dengan tetap berlandaskan pada kode

etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

6. asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam

setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan OJK;

dan

7. asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan

hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan OJK harus dapat

dipertanggungjawabkan kepada publik.2

(4)

Perkembangan usaha perasuransian di Indonesia semakin pesat seiring

dengan semakin banyaknya masayarakat yang ingin mengalihkan resiko yang

akan di hadapinya kepada pihak asuransi. Resiko dalam asuransi adalah ketidak

pastian akan terjadinya suatu peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian

ekonomis.

Bentuk-bentuk risiko antara lain risiko murni, risiko spekulatif, risiko

partikular dan risiko fundamental. Risiko murni adalah risiko yang akibatnya

hanya ada 2 macam: rugi atau break even, contohnya pencurian, kecelakaan atau

kebakaran. Risiko spekulatif adalah risiko yang akibatnya ada 3 macam: rugi,

untung atau break even, contohnya judi. Risiko partikular adalah risiko yang

berasal dari individu dan dampaknya lokal, contohnya pesawat jatuh, tabrakan

mobil dan kapal kandas.Sedangkan risiko fundamental adalah risiko yang bukan

berasal dari individu dan dampaknya luas, contohnya angin topan, gempa bumi

dan banjir.

Bagi masyarakat pada umumnya risiko yang mungkin menimpa dirinya

dan atau keluarga-keluarga inti dialihkan ke pihak lain, dalam hal ini perusahaan

asuransi. Tapi perlu juga disadari bahwa perusahaan asuransi suatu lembaga atau

tepatnya sebagai badan usaha, tentunya tidak dapat dilepaskan dari perhitungan

bisnis artinya perusahaan asuransi bersedia mengambil alih risiko dengan imbalan

berupa pembayaran premi dari nilai risiko yang akan ditanggung.

Menghindari risiko merupakan sebab lahirnya lembaga asuransi dimana

asuransi merupakan tuntutan masa depan karena mengandung manfaat sebagai

(5)

1. Membuat masyarakat atau perusahaan menjadi lebih aman dari risiko

kerugian yang mungkin timbul.

2. Menciptakan efisiensi perusahaan (business efficiency).

3. Sebagai alat penabung (saving) yang aman dari gejolak ekonomi.

4. Sebagai sumber pendapatan (earning power) yang didasarkan pada financing

the bussiness.3

Pesatnya perkembangan dalam industri perasuransian tidak diimbangi

dengan peraturan perundang-undangannya, Undang-Undang Nomor 2 Tahun

1992 Tentang Usaha Perasuransian (untuk selanjutnya disebut UU Usaha

Perasuransian) tidak lagi cukup untuk menangani permasalah yang ada dalam

industri perasuransian. Melihat hal tersebut, OJK dan anggota legislatif mengganti

UU Usaha Perasuransian dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang

Perasuransian (selanjutnya disebut dengan UU Perasuransian).

Upaya untuk menciptakan industri perasuransian yang lebih sehat, dapat

diandalkan, amanah, dan kompetitif secara umum dilakukan, baik dengan

penetapan ketentuan baru maupun dengan penyempurnaan ketentuan yang telah

ada. Upaya tersebut diwujudkan antara lain dalam bentuk:

1. penetapan landasan hukum bagi penyelenggaraan usaha asuransi syariah dan

usaha reasuransi syariah;

2. penetapan status badan hukum bagi perusahaan asuransi berbentuk usaha

bersama yang telah ada pada saat UU Perasuransian diundangkan;

3. penyempurnaan pengaturan mengenai kepemilikan perusahaan perasuransian

yang mendukung kepentingan nasional;

3

(6)

4. pemberian amanat lebih besar kepada perusahaan asuransi dan perusahaan

asuransi syariah untuk mengelola kerjasama dengan pihak lain dalam rangka

pemasaran layanan jasa asuransi dan asuransi syariah, termasuk kerja sama

keagenan; dan

5. penyempurnaan ketentuan mengenai kewajiban untuk menjaga tata kelola

perusahaan yang baik, kesehatan keuangan, dan perilaku usaha yang sehat.4 Banyak perubahan dalam UU Perasuransian salah satunya adalah tentang

pengaturan dan pengawasan.Pengaturan dan pengawasan dalam undang-undang

yang lama dilakukan oleh Kementrian Keuangan, sedangkan undang-undang yang

baru pengawasan dilakukan oleh OJK.

Otoritas Jasa Keuangan melakukan pengawasan agar lembaga jasa

keuangan non-bank memenuhi janjinya kepada nasabah.Agar tujuan tersebut

tercapai, diperlukan suatu sistem pengawasan yang dapat memberikan indikasi

mengenai potensi kegagalan lembaga jasa keuangan non-bank secara dini.Indikasi

tersebut dapat diperoleh secara akurat apabila OJK memperoleh informasi yang

memadai mengenai kondisi lembaga jasa keuangan non-bank. Salah satu cara

untuk memperoleh informasi tersebut adalah melalui pemeriksaan langsung.

Dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya OJK dapat menugaskan pihak lain

untuk dan atasnama OJK untuk melaksanakan sebagian tugas dan fungsi

pengawasan OJK.

Otoritas Jasa Keuangan dapat mengambil tindakan-tindakan yang

dianggap perlu, antara lain melakukan penunjukan dan menetapkan penggunaan

pengelola statuter. Penunjukan pengelola statuter dilakukan apabila pengelolaan

4

(7)

suatu lembaga jasa keuangan dinilai merugikan kepentingan konsumen sehingga

diperlukan pengelola yang dapat mewakili kepentingan OJK dan konsumen.

Pada prinsipnya pengelola statuter melaksanakan kewenangan OJK antara

lain dalam bentuk upaya penyelamatan kelangsungan usaha lembaga jasa

keuangan, pengambil alihan seluruh wewenang dan fungsi manajemen lembaga

jasa keuangan, pembatalan atau pengakhiran perjanjian, serta pengalihan

portofolio kekayaan atau usaha dari lembaga jasa keuangan. Agar kewenangan

penunjukan dan penggunaan pengelola statuter dapat dilakukan dengan tata kelola

yang baik.

Berdasarkan uraian diatas, penulis merasa perlu untuk mengkaji lebih

lanjut mengenai pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap industri

perasuransian, sehingga penulis mengangkat judul “Pengawasan Otoritas Jasa

Keuangan Pada Industri Perasuransian Menurut Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2014 Tentang Perasuransian”.

B. Perumusan Masalah

Sesuai dengan apa yang telah di uraikan pada latar belakang diatas, maka

permasalahan-permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Bagaimanakah usaha perasuransian menurut hukum positif di Indonesia?

2. Bagaimanakah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan pada industri

perasuransian menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang

(8)

3. Bagaimanakah pengelola statuter pada perusahaan asuransi yang berada

dalam pengawasan Otoritas Jasa Keuangan?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka

tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana usaha perasuransian menurut

hukum positif di Indonesia.

2. Untuk mengetahui bagaimana pengawasan OJK pada industri perasuransian

menurut UU Perasuransian.

3. Untuk mengetahui bagaimana pengelola statuter pada perusahaan asuransi

yang berada dalam pengawasan OJK.

Adapun manfaat penulisan skripsi ini baik secara teoritis maupun praktis

adalah:

1. Secara teoritis

Skripsi ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap perkembangan

ilmu pengetahuan pada umumnya dan terhadap perkembangan hukum

ekonomi, khususnya dalam bidang perasuransian.

2. Secara praktis

Penulisan skripsi ini diharapkan agar dapat memberikan manfaat bagi para

pembuat kebijakan maupun pihak legislatif guna melengkapi Peraturan

Perundang-Undangan yang masih diperlukan atau yang akan diterbitkan

(9)

D. Keaslian Penulisan

Adapun judul tulisan ini adalah “Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan

Pada Industri Perasuransian Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun

2014 Tentang Perasuransian” yang diajukan dalam rangka memenuhi

tugas-tugas dan syarat untuk memperoleh gelar “Sarjana Hukum”.Judul skripsi ini

belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.Penulisan ini

berdasarkan referensi dari pemikiran para praktisi, refrensi buku-buku, makalah,

hasil seminar, media cetak, media elektronik seperti internet serta bantuan dari

berbagai pihak yang berdasarkan pada asas keilmuan yang jujur, rasional, dan

terbuka.Oleh karena itu, penulisan ini merupakan sebuah karya asli sehingga

tulisan ini dapat di pertanggungjawabkan.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan

Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga pengawas jasa keuangan

seperti industri perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana

pensiun dan asuransi. Keberadaan OJK ini sebagai suatu lembaga pengawas

sektor keuangan di Indonesia perlu untuk diperhatikan, karena harus dipersiapkan

dengan baik segala hal untuk mendukung keberadaan OJK tersebut.5

Pada dasarnya UU OJK hanya mengatur mengenai pengorganisasian dan

tata pelaksanaan kegiatan keuangan dari lembaga yang memiliki kekuasaan

didalam pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan.Oleh karena

itu, dengan dibentuknya OJK diharapkan dapat mencapai mekanisme koordinasi

5

(10)

yang lebih efektif didalam penanganan masalah-masalah yang timbul didalam

sistem keuangan.Dengan demikian dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas

sistem keuangan dan adanya pengaturan dan pengawasan yang lebih terintegrasi.

Tugas Otoritas Jasa Keuangan adalah:

a. Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan

Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk

hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa. Setelah keluarnya UU OJK yang

diundangkan tanggal 22 November 2011, pengaturan dan pengawasan sektor

perbankan yang semula berada pada Bank Indonesia telah dialihkan pada

OJK.Dalam penjelasan UU OJK disebutkan bahwa dibutuhkan lembaga

pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan yang lebih terintegrasi dan

komprehensif agar dapat dicapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif dalam

menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat

menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan.6 b. Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal

Secara formal pasar modal dapat didefinisikan sebagai suatu pasar untuk

berbagai instrumen keuangan atau sekuritas jangka panjang yang dapat

diperjualbelikan, baik itu dalam bentuk hutang ataupun modal sendiri, yang

diterbitkan oleh pemerintah atau perusahaan swasta.Lembaga yang melaksanakan

kegiatan jasa keuangan, salah satunya adalah Pasar Modal.UU OJK

mengisyaratkan bahwa OJK bertugas menggantikan Bapepam dalam pengawasan

kegiatan di pasar modal.

6

(11)

c. Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga

pembiayaan, dan lembaga keuangan lainnya.

Perusahaan asuransi ialah perusahaan yang bergerak di bidang jasa

pertanggungan risiko, misalnya risiko kecelakaan dan kebakaran.Orang yang

mempertanggungkan risiko dirinya harus membayar sejumlah uang kepada

perusahaan asuransi.Jumlah uang (premi) yang harus dibayar orang yang

mempertanggungkan risikonya sudah ditetapkan perusahaan asuransi.Jumlah

premi yang sudah ditetapkan diangsur tiap bulan, tiap triwulan, atau tiap

tahun.Apabila jumlah premi dan batas waktu pertanggungan belum terpenuhi

sementara orang yang mempertanggungkan risikonya meninggal dunia, ahli

warisnya berhak menerima premi penuh tanpa harus meneruskan kewajiban

pemegang polis. Polis adalah surat perjanjian antara perusahaan asuransi selaku

pihak penanggung dengan pihak tertanggung. Isinya bahwa penanggung akan

menanggung risiko yang dipertanggungkan sampai batas waktu yang ditentukan

dan akan mengganti kerugian yang diderita apabila terjadi musibah. Untuk itu,

pihak tertanggung akan membayar premi sebesar yang ditentukan dalam

perjanjian kepada penanggung.

Setiap bulan para pegawai atau karyawan dikenakan potongan dana

pensiun dari gaji mereka selama masih bekerja. Dana pensiun yang terkumpul

digunakan untuk membayar gaji pensiun kepada pegawai maupun karyawan yang

telah memasuki masa pensiun. Sebelum digunakan, dana pensiun yang terkumpul

dalam jumlah besar dikelola oleh PT Taspen untuk pegawai negeri, atau lembaga

(12)

Lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan

pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal. Lembaga

pembiayaan meliputi:

1) perusahaan pembiayaan, adalah badan usaha yang khusus didirikan

untuk melakukan sewa guna usaha, pembiayaan konsumen, dan/atau

usaha kartu kredit.

2) perusahaan modal ventura, adalah badan usaha yang melakukan usaha

3) pembiayaan/penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang

menerima bantuan pembiayaan (investee company) untuk jangka

waktu tertentu dalam bentuk penyertaan saham, penyertaan melalui

pembelian obligasi konversi, dan atau pembiayaan berdasarkan

pembagian atas hasil usaha, dan,

4) perusahaan pembiayaan infrastruktur, adalah badan usaha yang

didirikan khusus untuk melakukan pembiayaan dalam bentuk

penyediaan dana pada proyek infrastruktur.

2. Pengertian asuransi

Perasuransian adalah istilah hukum (legal term) yang dipakai dalam

perundang-undangan dan perusahaan perasuransian.Istilah perasuransian berasal

dari kata “asuransi” yang berarti pertanggungan atau perlindungan atas suatu

objek dari ancaman bahaya yang menimbulkan kerugian.Apabila kata “asuransi”

diberi imbuhan per-an, maka muncullah istilah hukum “Perasuransian”, yang

berarti segala usaha yang berkenaan dengan asuransi. Usaha yang berkenaan

dengan asuransi ada 2 (dua) jenis, yaitu:7

7

(13)

a. Usaha di bidang kegiatan asuransi disebut usaha asuransi (insurance

business). Perusahaan yang menjalankan usaha asuransi disebut

perusahaan asuransi (insurance company).

b. Usaha di bidang kegiatan penunjang usaha asuransi disebut usaha

penunjang asuransi (complementary insurance business). Perusahaan yang

menjalankan usaha penunjang usaha asuransi disebut perusahaan

penunjang asuransi (complementary insurance company).

Asuransi adalah kontrak yang dituangkan dalam bentuk polis.Sebagai

suatu kontrak, maka ketentuan-ketentuan yang diatur di dalamnya tidak boleh

merugikan kepentingan pemegang polis.Untuk melindungi kepentingan

masyarakat luas, penetapan tingkat premi harus tidak memberatkan tertanggung,

tidak mengancam kelangsungan usaha penanggung, dan tidak bersifat

diskriminatif.8

3. Pengertian pengawasan

Pengertian dari pengawasan dibedakan menjadi 2 yaitu pengertian secara

umum dan pengertian pengawasan bila dilihat dari sisi pandang

pemerintah.Secara umum pengawasan diartikan sebagai suatu kejadian atau

kegiatan yang dilakukan oleh manajemen untuk mengetahui apakah pelaksanaan

dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan telah sesuai atau tidak dengan

rencana atau kebijaksanaan yang telah digariskan oleh manajemen.Apabila terjadi

penyimpangan dapat segera diketahui sejauh mana penyimpangan tersebut,

sehingga dapat segera dilakukan tindakan perbaikan dan pencegahan agar tujuan

dapat tercapai.

8

(14)

Pengawasan pemerintah dibidang perasuransian adalah dalam menjalankan

usahanya telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah ini tidak hanya untuk mencari

kesalahan dan memberikan sanksi kepada yang telah melanggarnya, akan tetapi

lebih kepada alat untuk mencapai suatu tujuan. Oleh sebab itu pengawasan ini

meliputi pengawasan terhadap peraturan, pelanggaran, penjagaan, pembatasan,

pemeriksaan, tindakan dan pembinaan.

Pengawasan terhadap perusahaan asuransi memang sangat diperlukan agar

persaingan yang terjadi antara perusahaan asuransi dapat dipantau oleh

pemerintah.Selain itu juga perkembangan atau pertumbuhan dari perusahaan

asuransi dapat diketahui dengan baik oleh pemerintah.Williams & Heins dalam

bukunya berjudul “Risk Management and Insurance” lebih menitikberatkan pada

perlunya pengawasan pemerintah terhadap tingkat solvabilitas, pengaturan tarif

dan kegiatan perdagangan pada umumnya, sehingga dapat menambahkan

persaingan yang sehat.9

F. Metode Penelitian

Sehubungan yang telah dikemukakan diatas sebelumnya, untuk

melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat terarah dan dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah, oleh karena itu adapun metode penelitian

hukum yang digunakan dalam mengerjakan skrispsi ini meliputi:

1. Spesifikasi penelitian

(15)

Penulisan skripsi ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif dan

bersifat deskriptif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan

dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.10 Penelitian hukum normatif ini mencakup:11

a. penelitian terhadap asas-asas hukum;

b. penelitian terhadap sistematika hukum;

c. penelitian terhadap tahap sinkronisasi hukum;

d. penelitian sejarah hukum;

e. penelitian perbandingan hukum;

Penelitian hukum normatif sendiri mengacu pada berbagai bahan hukum

sekunder,12 yaitu inventarisasi berbagai peraturan hukum nasional dan internasional dalam bidang perasuransian, jurnal-jurnal dan karya tulis lainnya,

serta artikel-artikel berita terkait.Sedangkan penelitian deskriptif adalah penelitian

yang pada umumnya bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual

dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu mengenai sifat-sifat,

karakteristik-karakteristik atau faktor-faktor tertentu.13Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia,

keadaan atau gejala-gejala lainnya.Maksudnya adalah terutama untuk

mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu didalam memperkuat

teori-teori lama, atau didalam kerangka menyusun teori-teori-teori-teori baru.14

10

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Ed. Pertama, Cet. Ketujuh (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 13-14.

11

Ibid.,hlm. 51.

12

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam praktek, Ed. Pertama, Cet. Kedua (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hlm. 14.

13

Bambang Suggono, Metodologi Penelitian Hukum: Suatu Pengantar, Ed. Pertama, Cet. Kedua (Jakarta; PT RajaGrafindo Persada,1998), hlm. 36.

14

(16)

Penelitian ini juga menggunakan pendekatan yuridis normatif, yang

melakukan pendekatan perundang-undangan dengan bertitik tolak pada analisis

terhadap pengawasan OJK.Penelitian ini difokuskan terhadap UU Perasuransian.

2. Data penelitian

Penyusunan skripsi ini, data dan sumber data yang digunakan adalah data

sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier.Data

sekunder adalah mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil

penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya.

Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan

perundang-undangan dibidang hukum koperasi yang mengikat, antara lain:

a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.

c. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

d. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.

e. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.05/2014 tentang

Pemeriksaan Langsung Lembaga Keuangan Non-Bank.

f. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 41/POJK.05/2015 tentang Tata

Cara Penetapan Pengelola Statuter Pada Lembaga Jasa Keuangan.

3. Tehnik pengumpulan data

Penulisan skripsi ini menggunakan metode library search (penelitian

kepustakaan), yakni mempelajari literatur atau dari sumber bacaan buku-buku,

peraturan perundang-undangan, karya ilmiah para ahli, artikel-artikel baik dari

(17)

penulisan skripsi ini yang semua itu dimaksudkan untuk memperoleh

bahan-bahan yang bersifat teoritis yang dipergunakan sebagai dasar dalam penelitian.

4. Analisis data

Jenis analisi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis

normatif kualitatif yang menjelaskan pembahasan yang dilakukan berdasarkan

ketentuan hukum yang berlaku seperti perundang-undangan.Data yang diperoleh

dari penelusurang kepustakaan, dianalisis dengan deskriptif kualitatif. Metode

deskriptif yaitu menggambarkan secara menyeluruh tentang apa yang menjadi

pokok permasalahan. Kualitatif yaitu metode analisa data yang mengelompokkan

dan menyeleksi data yang diperoleh menurut kualitas dan kebenarannya kemudian

dihubungkan dengan teori yang diperoleh dari penelitian kepustakaan sehingga

diperoleh jawaban atas permasalahan yang diajukan.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap bab terbagi atas beberapa sub

bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat

digambarkan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini dimulai dengan mengemukakan apa yang menjadi latar

belakang penulisan skripsi ini dengan judul “Pengawasan Otoritas

Jasa Keuangan Pada Inustri Perasuransian Menurut

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian” kemudian

dilanjutkan dengan rumusan masalah, tujuan dan manfaat

(18)

dan ditutup dengan memberikan sistematikan dari penulisan

skripsi ini.

BAB II USAHA PERASURANSIAN MENURUT HUKUM POSITIF DI

INDONESIA.

Bab ini terdiri dari beberapa sub bab, yakni usaha perasuransian

sebagai lembaga keuangan menurut hukum positif di indonesia,

prinsip, jenis dan fungsi asuransi, bentuk badan hukum dan

perizinan usaha perasuransian dan ruang lingkup usaha

perasuransian.

BAB III PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN PADA

INDUSTRI PERASURANSIAN MENURUT

UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG

PERASURANSIAN.

Bab ini akan menguraikan tentang perananan otoritas jasa

keuangan pada industri perasuransian, pengawasan otoritas jasa

keuangan pada industri perasuransian menurut undang-undang

nomor 40 tahun 2014 tentang perasuransian serta independensi

otoritas jasa keuangan dalam pengawasan industri perasuransian.

BAB IV PENGELOLA STATUTER PADA PERUSAHAAN ASURANSI

YANG BERADA DALAM PENGAWASAN OTORITAS JASA

KEUANGAN.

Bab ini membahas tentang penetapan dan penunjukan pengelola

statuter, tugas dan kewenangan statuter dalam pengawasan

(19)

pengawasan industri perasuransian dan pengakhiran pengelola

statuter.

BAB V PENUTUP

Merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian bab-bab.

Seluruhnya yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan

Referensi

Dokumen terkait

“Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung

Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga

Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam skripsi ini adalah : Bagaimana Pengaturan Hukum Perasuransian di Indonesia, Bagaimana Peranan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap

UU OJK pada dasarnya memuat ketentuan tentang organisasi dan tata kelola OJK yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan, cakupan dan

Pada dasarnya, keengganan terhadap risiko merupakan kekuatan fundamental yang mendorong orang membeli asuransi. Orang yang takut risiko/ risk averse akan lebih menyukai

Republik Indonesia, (Perlindungan Konsumen), Undang-Undang Nomor 8 Tahun. 1999 Tentang Perlindungan Konsumen LN Nomor 42 Tahun 1999,

Adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.. Badan usaha

Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan yaitu sebagai regulator dan pengawasan di sektor perbankan, pasar modal, peransuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga