• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kualitas Kehidupan Kerja dengan Kinerja Perawat di Rumah Sakit Swasta Kota Medan Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Kualitas Kehidupan Kerja dengan Kinerja Perawat di Rumah Sakit Swasta Kota Medan Tahun 2015"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kinerja

2.1.1 Pengertian Kinerja

Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu perusahaan, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan secara legal, tidak melanggar hukum, dan tidak bertentangan dengan moral atau etika (Rivai dkk, 2011). Cascio (2003) menjelaskan bahwa kinerja merujuk pada pencapaian tujuan atas tugas yang diberikan.

(2)

Berdasarkan beberapa uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja perawat adalah seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan pencapaian serta pelaksanaan suatu pekerjaan yang diminta.

2.1.2 Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja digunakan untuk mengkaji kinerja pekerja dan menyediakan suatu format untuk menilai yang telah lewat, saat ini dan tentang harapan kinerja yang akan datang (Mathis & Jackson, 2010). Sedangkan Dessler (2013) menyatakan penilaian kinerja diartikan sebagai mengevaluasi kinerja pekerja saat ini atau dimasa lalu dibandingkan dengan standard kinerja yang telah ditetapkan. Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas (Nursalam, 2005).

2.1.3 Tujuan Penilaian Kinerja

Umumnya, penilaian kinerja memiliki tujuan ganda yaitu: 1) untuk meningkatkan kerja karyawan kinerja dengan membantu mereka menyadari dan menggunakan potensi penuh mereka dalam menjalankan misi perusahaan mereka, dan 2) untuk memberikan informasi kepada karyawan dan manajer untuk digunakan dalam pembuatan-kerja terkait keputusan (Cascio, 2003).

(3)

perusahaan/organisasi. Semakin akurat dan semakin valid informasi yang dihasilkan oleh sistem evaluasi kinerja, semakin besar potensi nilainya terhadap perusahaan/organisasi. Lebih lanjut Suprihanto (1996) menyatakan tujuan evaluasi kinerja untuk mengetahui keadaan keterampilan secara rutin, digunakan sebagai dasar perencanaan bidang personalia, khususnya penyempurnaan kondisi kerja secara optimal, peningkatan mutu kinerja: dapat digunakan sebagai dasar pengembangan dan pendayagunaan karyawan, sehingga antara lain dapat diarahkan jenjang karirnya atau perencanaan karir, kenaikan pangkat, dan kenaikan jabatan; mendorong terciptanya hubungan timbal balik yang sehat antara atasan dan bawahan; mengetahui kondisi kantor secara keseluruhan dari bidang personalia, khususnya kinerja karyawan; secara pribadi, karyawan dapat mengetahui kelebihan dan kekurangannya masing-masing, sehingga dapat memacu perkembangan karirnya; dijadikan masukan bagi para peneliti demi perkembangan didalam bidang ke-staf-an pada umumnya, khususnya bidang personalia.

2.1.4 Manfaat penilaian Kinerja

(4)

manfaat penilaian kinerja adalah sebagai berikut: menghindari kemungkinan terjadinya penurunan kemajuan, menurunnya kompensasi atau upah karena kurangnya pemahaman dari kinerja yang dilakukan dibandingkan dengan kinerja yang diharapkan; menurunkan kemungkinan terjadinya pekerjaan yang tidak diinginkan; mengurangi konflik dengan atasan dan sesame pekerja; mengurangi atau menghilangkan stress kerja.

2.1.5 Prinsip-prinsip Penilaian

(5)

diprioritaskan, seiring dengan usaha perawat untuk meningkatkan pelaksanaan kerja; pertemuan evaluasi sebaiknya dilakukan pada waktu yang cocok bagi perawat dan manajer, dan diskusi evaluasi sebaiknya dilakukan dalam waktu yang cukup bagi keduanya;baik laporan evaluasi maupun pertemuan sebaiknya disusun dengan terencana, sehingga perawat tidak merasa kalau pelaksanaan kerjanya sedang dianalisis (Nursalam, 2010).

2.1.6 Alat Ukur Penilaian Kinerja

Marquis dan Huston (2011) mengatakan bahwa alat pengkajian kompetensi yang efektif harus memungkinkan manajer dalam berfokus pada tindakan prioritas (20% hal yang merupakan masalah yang sebenarnya) dan kompetensi yang didefenisikan secara spesifik seperti fokus konsumen dan kesadaran terhadap biaya sehingga pelatihan dan pemberian umpan-balik kinerja menjadi hal yang lebih mudah. Berikut beberapa alat penilaian yang biasa digunakan dalam organisasi layanan kesehatan.

a. Skala peringkat

Skala ini merupakan metode mengurutkan peringkat seseorang berdasarkan standar yang telah disusun, yang mungkin terdiri atas deskripsi pekerjaan, perilaku yang diinginkan, atau sifat personal.

b. Skala dimensi pekerjaan

(6)

c. Skala peringkat berdasarkan perilaku (BARS)

Teknik BARS mensyaratkan bentuk tingkat terpisah dibentuk untuk setiap klasifikasi kerja. Namun, pada BARS banyak contoh spesifik ditetapkan untuk setiap area tanggung jawab; contoh ini memberikan berbagai derajat kepentingan dengan mengurutkan dari 1 sampai 9. Jika contoh dimensi kerja urutan tertinggi didapatkan, maka contoh urutan terendah pun akan didapatkan. Kerugian yang terdapat dalam alat ini adalah kerugian waktu dan biaya. Alat ini berfokus pada perilaku khusus, memungkinkan pegawai untuk mengetahui apa yang diharapkan dari mereka dan mengurangi kesalahan peringkat.

d. Daftar tilik

(7)

e. Esai

Metode ini disebut sebagai peninjauan ulang bentuk bebas. Penilai menjelaskan dalam bentuk narasi mengenai kekuatan pegawai dan area yang membutuhkan perkembangan dan pertumbuhan. Teknik ini memiliki beberapa kekuatan karena memaksa penilai untuk berfokus pasa aspek positif kinerja pegawai. Metode esai dapat diadaptasikan sebagai tambahan setiap jenis format terstruktur. Hal ini juga mampu memberikan organisasi untuk mengurangi bias dan berfokus pada kekuatan pegawai. Namun metode ini banyak memakan waktu dan cenderung tidak objektif.

f. Management by objectives (MBO)

MBO adalah alat yang sangat baik sekali untuk menentukan kemajuan individual pegawai karena menggabungkan pengkajian pegawai dan organisasi.

2.1.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

Gibson dalam Moeheriono (2012) menjelaskan ada tiga faktor yang berpengaruh terhadap kinerja seseorang, yaitu: faktor individu, antara lain kemampuan, keterampilan, latar belakang keluarga, pengalaman tingkat sosial dan demografi seseorang; faktor psikologis antara lain persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja; faktor organisasi antara lain struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward sistem)

(8)

1. Quantity of work (kuantitas kerja); jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu peride waktu yang ditentukan. Ukurannya adalah target yang telah ditetapkan sebelumnya, apakah sudah sesuai, melebihi atau kurang dari target. Swanson (2005) menjelaskan kuantitas kerja adalah jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan. Sedangkan Malthis (2002) menyatakan kuantitas kerja yaitu volume kerja yang dihasilkan di bawah kondisi normal.

2. Quality of work (kualitas kerja); kualitas kerja yang dicapai: berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya atau baik atau buruknya hasil kerja karyawan pada suatu periode tertentu. Pekerjaan yang diselesaikan oleh karyawan tersebut cukup memuaskan atau dianggap gagal karena tidak sesuai dengan harapan atasannya. Bernardin dan Russell (1993) menyatakan kualitas kerja adalah sejauh mana proses atau hasil kegiatan yang dilakukan mendekati sempurna, sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Sedangkan Swanson (2005) menyatakan kualitas kerja adalah kualitas pekerjaan yang dicapai berdasarkan syarat-syarat yang telah ditetapkan. Malthis (2002) menjelaskan kualitas kerja yaitu kerapian, ketelitian, keterkaitan hasil dengan tidak mengabaikan volume kerja.

(9)

tugasnya dengan baik. Keahlian atau pengetahuan khusus seseorang dalam melaksanakan tugas (Kopelman, 1986). Sedangkan menurut Swanson (2005) pengetahuan mengenai pekerjaan adalah pemahaman pegawai mengenai prosedur atau tata cara kerja serta informasi teknis tentang pekerjaan.

4. Creativeness (kreativitas); keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan yang dilakukan keryawan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul dalam melaksanakan pekerjaannya. Marizar (2005) menjelaskan kreativitas adalah penyatuan pengetahuan dari berbagai bidang pengalaman yang berlainan untuk menghasilkan ide-ide yang baru dan lebih baik. Kreativitas adalah salah satu bagian mendasar dari usaha manusia 5. Cooperation (kerjasama); kesediaan untuk bekerjasama dengan orang

(10)

6. Dependability (tanggung jawab); kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati oleh pihak perusahaan dengan pihak karyawan. Swanson (2005) menyatakan tanggung jawab adalah kemampuan untuk diandalkan khususnya dalam bekerja atau kemampuan menyelesaikan pekerjaan secara tepat sesuai dengan waktu yang ditentukan.

7. Initiative (inisiatif); semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggungjawabnya serta kemampuannya dalam membuat suatu keputusan yang baik tanpa ada pengarahan terlebih dahulu. Koontz et al (1986) menyatakan inisiatif berhubungan dengan pemikiran konstruktif dan penuh akal; berkemampuan dan berintelijensi untuk bertindak atas tanggung jawabnya sendiri. Sedangkan menurut Swanson (2005) inisiatif adalah kemampuan memunculkan gagasan baru atau ide-ide baru berkaitan dengan pekerjaan

(11)

yang nantinya akan dapat menjalankan fungsi kerjanya, komitmen kerja.

Umar (2002) menjelaskan komponen data kinerja adalah: kualitas pekerjaan, kejujuran karyawan, inisiatif, kehadiran, sikap, kerja sama, keandalan, pengetahuan tentang pekerjaan, tanggung jawab dan pemanfaatan waktu.

2.2 Kualitas Kehidupan Kerja

2.2.1 Pengertian

Cascio (2003) menyatakan bahwa terdapat dua cara dalam menjelaskan kualitas kehidupan kerja yaitu: Pertama, kualitas kehidupan kerja dipandang sebagai sekumpulan persepsi karyawan mengenai rasa aman dalam bekerja, kepuasan kerja, dan kondisi untuk dapat tumbuh dan berkembang sebagai manusia. Kedua, kualitas kehidupan kerja dipandang sebagai sekumpulan sasaran yang ingin dicapai melalui kebijakan organisasi seperti: kondisi kerja yang aman, keterlibatan kerja, kebijakan pengembangan karir, kompensasi yang adil dan lain-lain. Secara singkatnya, Cascio (2003) menyatakan bahwa“quality of work life in terms of employees perceptions of their physical and mental wel-being of work”

diartikan bahwa kualitas kehidupan kerja adalah persepsi karyawan akan kesejahteraan mental dan fisik mereka di tempat kerja.

(12)

Kualitas kehidupan kerja berarti keadaan dimana para pegawai dapat memenuhi kebutuhan mereka yang penting dengan bekerja dalam organisasi (Desssler, 1984).

Dari beberapa defenisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas kehidupan kerja adalah kualitas hubungan antara pekerja dengan lingkungan dan organisasi dengan memperhatikan aspek manusia pekerja seperti kenyamanan, komunikasi, kompensasi yang baik sehingga pekerja merasa nyaman untuk tetap bekerja dengan organisasi tersebut.

2.2.2 Komponen Kualitas Kehidupan Kerja

Cascio (2003) menyatakan bahwa kualitas kehidupan kerja terdiri dari

communication, conflict resolution, career development, employee participation, pride, equitable compensation, a sale environment, job security, wellness. Hal ini

dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.1 Komponen Kualitas Kehidupan Kerja

(13)

kehidupan kerja adalah usaha untuk memperbaiki komponen berikut ini : 1. Kompensasi yang seimbang (equitable compensation)

(14)

2. Komunikasi (communication)

Agar komunikasi antar karyawan dengan karyawan, ataupun dengan pihak manajemen menjadi baik perlu dilakukan komunikasi secara terbuka, baik melalui manajemen langsung maupun melalui serikat pekerja ataupun pertemuan grup. Robbins dan Judge (2014) menyatakan komunikasi menjaga motivasi dengan cara menjelaskan kepada para karyawan mengenai apa yang harus dilakukan, sebarapa baik pekerjaan mereka, dan apa yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kinerja sekiranya hasilnya kurang baik. Komunikasi dirancang agar karyawan dapat menjaga informasi tentang apa yang terjadi dalam organisasi dan memiliki pengetahuan tentang prosedur dan kebijakan yang mempengaruhi mereka (DeCenzo & Robbins, 2009). Hasil penelitian Rudianti (2011) menyatakan bahwa komunikasi yang lemah memberikan kinerja yang kurang (52,1%) lebih besar daripada komunikasi yang kuat (34,9%) artinya ada hubungan antara komunikasi dengan kinerja perawat.

3. Keselamatan lingkungan kerja (save environment)

Istilah keselamatan dan kesehatan lingkungan kerja (workplace safety and health ) mengacu pada kondisi psikologis fisik dan psikologis pekerja yang

merupakan hasil dari lingkungan yang diberikan oleh perusahaan. Kondisi psikologis fisik seperti penyakit, kecelakaan kerja dan cedera, sedangkan kondisi psikologis adalah kesehatan mental, kejenuhan, kekerasan dan tekanan (Jackson, Schuler dan Werner, 2011).

(15)

pengaruh yang diberikan variabel kesehatan kerja terhadap kinerja adalah 61,8%. Jika perusahaan memberikan keselamatan kerja yang baik kepada karyawan maka karyawan merasa aman dan nyaman dalam bekerja terutama bagi karyawan lapangan yang pekerjaannya lebih mengandung bahaya.

Ahli keselamatan kerja, Willie Hammer menyatakan bahwa program keselamatan kerja diselenggarakan karena tiga alasan pokok, yaitu :

a. Moral

Para manajer menyelenggarakan upaya pencegahan kecelakaan pertama sekali semata-mata atas dasar kemanusiaan. Mereka melakukan hal itu untuk memperingan penderitaan karyawan yang mengalami kecelakaan dan keluarganya.

b. Hukum

Disamping alasan moral terdapat juga alasan hukum pelaksanaan program keselamatan kerja. Dewasa ini, terdapat berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur ikhwal keselamatan kerja dan hukuman terhadap pihak-pihak yang membangkang ditetapkan cukup berat. Berdasarkan peraturan perundang-undangan itu, perusahaan dapat dikenakan denda dan para supervisor dapat ditahan apabila ternyata bertanggung jawab terhadap kecelakaan fatal

c. Ekonomi

(16)

rugi kepada pegawai yang mengalami kecelakaan dan penyakit akibat kerja

4. Penyelesaian konflik (conflict resolution)

Konflik atau perselisihan dapat terjadi setiap saat antara anggota organisasi dengan manajer/pimpinan, sesama anggota organisasi, antar unit kerja,dll. Konflik berdampak pelaksanaan pekerjaan terganggu/terhambat, sehingga organisasi menjadi tidak efektif dalam usaha mencapai tujuannya. Simamora (2009) menjelaskan ketika kelompok mengerjakan suatu tugas yang lebih sulit, seperti membuat keputusan, konflik tentang tugas tersebut dapat benar-benar menolong kelompok itu untuk berhasil. Konflik yang tidak dikendalikan secara efektif pada akhirnya akan menimbulkan pengaruh buruk pada kinerja organisasi (Owens, 1991 dalam Wahyudi 2007). Hasil penelitian Sulfianti, Darmawansyah dan Razak (2014) diperoleh data bahwa variabel manajemen konflik yang berhubungan dengan kinerja tenaga kesehatan adalah kompromi (p=0,000), mengakomodasi (p=0,024).

5. Keterlibatan karyawan (employee involvement)

(17)

memberi peluang menyampaikan ide/gagasan, kreativitas, inovasi, saran, pendapat dan kritik-kritik. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui perbaikan dan peningkatan cara mempartisipasikan anggota organisasi melalui rapat-rapat, kerjasama dalam tim, peluang menyampaikan ide/gagasan, kreativitas melalui pembuatan proposal atau cara lain yang lebih baik. Hasil penelitian Soetrisno, (2010) menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi variabel partisipasi karyawan adalah 0,406. Nilai ini signifikan pada tingkat signifikansi 0,05 dengan p value 0,000. Hasil ini didukung oleh hasil perhitungan nilai thitung 3,958 > ttabel 1,981. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja, artinya semakin aktif keterlibatan para karyawan, maka kinerja semakin tinggi.

6. Fasilitas yang tersedia (wellness)

(18)

dirasakan oleh perawat semakin rendah kinerja perawat tersebut demikian sebaliknya semakin rendah stres kerja yang dirasakan perawat maka semakin tinggi kinerja perawat tersebut.

7. Pengembangan karir (career development)

Pengembangan karir/kompetensi mempunyai arti pengembangan tingkat pengetahuan, keterampilan dan sikap atau perilaku yang dimiliiki oleh setiap individu dalam melaksanakan tugas organisasi, misalnya pelatihan, simulasi dan sosialisasi Sutrisno (2013) menyatakan dengan adanya kompetensi ini, sumber daya manusia dilihat sebagai manusia dengan keunikannya yang perlu dikembangkan. Manusia dilihat sebagai aset yang berharga. Dengan adanya kecenderungan tersebut, maka peran sumber daya manusia akan semakin dihargai terutama dalam hal kompetensi sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang dihargai akan bekerja dengan sepenuh hati untuk memberikan yang terbaik bagi organisasi. Hasil penelitian yang dilakukan Nabilah (2012) di Rumah Sakit Jakarta menunjukkan bahwa pelatihan mempunyai hubungan dan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja perawat sebesar 34,1%.

8. Rasa bangga terhadap perusahaan (pride)

(19)

partisipasi masyarakat serta lebih peduli terhadap lingkungannya. Kebanggaan pada organisasi pada dasarnya menggambarkan kepuasan kerja, yang secara implisit didasari oleh berkembangnya perasaan ikut memiliki (sense of belonging) dan perasaan ikut bertanggungjawab (sense of responsibility)

(20)

9. Rasa aman terhadap pekerjaan (job security)

Pada organisasi kesehatan, kualitas kehidupan kerja dideskriptifkan mengacu kepada kekuatan dan kelemahan dalam lingkungan kerja keseluruhan. Penampilan organisasi seperti kebijakan dan prosedur, gaya kepemimpinan, semua ini mempengaruhi bagaimana para karyawan melihat kualitas kehidupan kerja mereka. Anoraga (2006) menjelaskan persyaratan agar karyawan mempunyai rasa aman di dalam pekerjaannya adalah suasana kerja itu dirasakan sebagai suasana tanpa ada ancaman, ancaman bahwa sebagai karyawan tidak akan dipecat semena-mena tanpa alasan yang masuk akal, juga suasana dimengerti oleh atasan.

Sedangkan menurut Dessler (1984) kualitas kehidupan kerja berarti keadaan dimana para pegawai dapat memenuhi kebutuhan mereka yang penting dengan bekerja dalam organisasi, dan kemampuan untuk melakukan hal itu bergantung pada apakah terdapat adanya :

1. Perlakuan yang fair, adil dan suportif terhadap para pegawai

2. Kesempatan bagi setiap pagawai untuk menggunakan kemampuan secara penuh dan kesempatan untuk mewujudkan diri yaitu untuk menjadi orang yang mereka rasa mampu mewujudkannya

3. Komunikasi terbuka dan saling mempercayai diantara semua pegawai 4. Kesempatan bagi semua pegawai untuk berperan secara aktif dalam

pengambilan keputusan-keputusan penting yang melibatkan pekerjaan-pekerjaan mereka

(21)

6. Lingkungan yang aman dan sehat

Hasil penelitian Widodo (2010) menunjukkan bahwa parameter estimasi untuk pengujian pengaruh keamanan kerja terhadap kinerja karyawan menunjukkan nilai CR sebesar 2.422 dengan probabilitas sebesar 0.015. Oleh karena nilai probabilitas < 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa variable keamanan kerja berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.

2.2.3 Tujuan Kualitas Kehidupan Kerja

Tujuan dari kualitas kehidupan kerja adalah untuk menciptakan kondisi organisasi yang dapat memelihara pembelajaran dan perkembangan individu yang membantu individu dengan substansi yang mempengaruhi dan mengontrol individu tentang apa yang dapat mereka lakukan dan bagaimana melakukannya, dan membantu individu dan melakukan pekerjaan yang berarti dalam pelayanannya sebagai sumber pelayanan sehingga memperoleh penghargaan dalam pekerjaannya (Arnold & Feldman, 1986).

Beberapa organisasi yang berkeinginan unuk mengembangkan program kualitas kehidupan kerja pertama-tama harus menetapkan tujuan yang ingin diraih dengan program tersebut. Tujuan serta tindakan yang ditetapkan merupakan tanggung jawab manajemen, pekerja serikat pekerja serta anggota organisasi lain. 2.2.4 Upaya Meningkatkan Kualitas Kehidupan Kerja

(22)

karyawan; kerjasama antara pekerja dan organisasi; peningkatan kesatuan antar pekerja dan penguasaan teknologi

2.2.5 Manfaat Kualitas Kehidupan Kerja

Manfaat mengikuti program kualitas kehidupan kerja adalah termasuk peningkatan komunikasi pekerja atau komunikasi manajemen, negosiasi kontrak yang lebih halus dan lebih efektif, peningkatan produktivitas, peningkatan gaji dan tunjangan, manajemen lebih mudah dan lebih efektif, dan kesatuan organisasi lebih kuat dan lebih efektif (Lehrer, 1982).

2.3 Kerangka Teori

Kualitas kehidupan kerja merupakan masalah utama yang patut mendapat perhatian organisasi (Lewis dkk, 2001). Adanya kualitas kehidupan kerja juga menumbuhkan keinginan para karyawan untuk tetap tinggal dalam organisasi (May dan Lau, 1999).

(23)

kesempatan untuk menggunakan dan mengembangkan kemampuan, (4) kesempatan berkembang dan keamanan berkarya dimasa depan, (5) integrasi sosial dalam lingkungan kerja, (6) ketaaatan pada berbagai ketentuan formal dan normatif, (7) keseimbangan antara kehidupan kekaryaan dan kehidupan pribadi, (8) relevansi sosial kehidupan kekaryaan. Selanjutnya, Cascio (2003) menguraikan sembilan komponen penting dalam kualitas kehidupan kerja yaitu: (1) keterlibatan karyawan, (2) kompensasi yang seimbang, (3) rasa aman terhadap pekerjaan, (4) keselamatan lingkungan kerja, (5) rasa bangga terhadap institusi, (6) pengembangan karir, (7) fasilitas yang tersedia, (8) penyelesaian masalah, dan (9) komunikasi, sedangkan Dessler (1984) menyatakan komponen kualitas kehidupan kerja adalah: (1) perlakuan yang fair, adil, dan suportif terhadap para pegawai, (2) kesempatan bagi tiap pegawai untuk menggunakan kemampuan secara penuh, (3) kesempatan untuk mewujudkan diri, (4) kesempatan untuk berperan secara aktif dalam pengambilan keputusan-keputusan penting yang melibatkan pekerjaan mereka.

(24)

Skema 2.1. Kerangka Teori Penelitian Kualitas kehidupan kerja

Cascio (2003):

1. Kompensasi yang seimbang 2. Komunikasi

3. Keselamatan lingkungan kerja 4. Penyelesaian konflik

5. Keterlibatan karyawan 6. Fasilitas yang tersedia 7. Pengembangan karir

8. Rasa bangga terhadap perusahaan

9. Rasa aman terhadap

pekerjaan.

Walton dalam Siagian (2004): 1. Imbalan yang memadai dan

adil

2. Kondisi dan lingkungan pekerjaan yang aman dan sehat

3. Kesempatan untuk

menggunakan dan mengembangkan kemampuan

4. Kesempatan berkembang dan keamanan berkarya dimasa depan

5. Integrasi sosial dalam lingkungan kerja

6. Ketaaatan pada berbagai ketentuan formal dan normatif

7. Keseimbangan antara

kehidupan kekaryaan dan kehidupan pribadi

8. Relevansi sosial kehidupan kekaryaan

Dessler (1984):

1. Perlakuan yang fair, adil, dan suportif terhadap para pegawai.

2. Kesempatan bagi tiap pegawai

untuk menggunakan kemampuan secara penuh

Kinerja Perawat Umar (2002):

1. Kualitas pekerjaan 2. Kejujuran karyawan 3. Inisiatif

4. Kehadiran 5. Sikap 6. Kerjasama 7. Keandalan

8. Pengetahuan tentang pekerjaan

9. Tanggungjawab 10. Pemanfaatan waktu Gomes (2003):

1. Kuantitas kerja 2. Kualitas kerja

3. Pengetahuan tentang pekerjaan

4. Kreativitas 5. Kerjasama 6. Tanggung jawab 7. Inisiatif

8. Kualitas individu Gibson (2012):

(25)

2.4 Kerangka Konsep

Peneliti ingin meneliti tentang hubungan kualitas kehidupan kerja dengan kinerja perawat. Berdasarkan tinjauan kepustakaan pengembangan kerangka konsep meliputi kualitas kehidupan kerja dan kinerja

Cascio (2003) dalam teorinya menyatakan terdapat dua pengertian dalam menjelaskan kualitas kehidupan kerja yaitu: Pertama, kualitas kehidupan kerja dipandang sebagai sekumpulan persepsi karyawan mengenai rasa aman dalam bekerja, kepuasan kerja, dan kondisi untuk dapat tumbuh dan berkembang sebagai manusia. Kedua, kualitas kehidupan kerja dipandang sebagai sekumpulan sasaran yang ingin dicapai melalui kebijakan organisasi seperti: kondisi kerja yang aman, keterlibatan kerja, kebijakan pengembangan karir, kompensasi yang adil dan lain-lain. Masih menurut Cascio (2003) komponen kualitas kehidupan kerja adalah: (1) kompensasi yang seimbang, (2) komunikasi, (3) keselamatan lingkungan kerja, (4) penyelesaian konflik, (5) keterlibatan karyawan, (6) fasilitas yang tersedia, (7) pengembangan karir, (8) rasa bangga terhadap perusahaan, (9) rasa aman terhadap pekerjaan.

(26)

Skema 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Kualitas kehidupan kerja:

1. Kompensasi yang

seimbang 2. Komunikasi

3. Keselamatan lingkungan kerja

4. Penyelesaian konflik 5. Keterlibatan perawat 6. Fasilitas yang tersedia 7. Pengembangan karir

8. Rasa bangga terhadap rumah sakit

Gambar

Gambar 2.1   Komponen Kualitas Kehidupan Kerja

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pemasaran buah apel di PT. Laris Utama Bali terdapat tiga tipe saluran pemasaran. Saluran pemasaran satu adalah perusahan

Pengaruh Faktor Internal Mahasiswa Program Studi Sastra Arab USU Dalam Belajar Muhadaṡah Bahasa Arab pada Program Studi Sastra.. Skripsi mahasiswa Departemen Sastra Arab

Mengapa pasien memilih medical tourism Tantangan dan peluang Kebijakan dan peran IDI Take home messages.. Fertil

Dengan begitu jika mereka sudah minat dengan video animasi tentang budidaya jeruk pamelo, maka akan mudah bagi mereka untuk ikut dalam melestarikan tanaman

Skripsi yang berjudul “ MEDIA PEMBELAJARAN AUGMENTED REALITY SISTEM PERNAFASAN TUBUH MANUSIA BERBASIS ANDROID ” tepat pada waktunya.. Dalam penyusunan laporan ini,

LAPORAN PENELITIAN Studi Efektifitas dan Responsivitas Pelayanan Pengaduan (compla int mechanism) Masyarakat Ber basis IT.

Judul Skripsi : Layanan Sistem Pelaporan Kekerasan Terhadap Anak di Kabupaten Kudus Berbasis Android Menyatakan dengan sebenarnya bahwa penulisan Skripsi ini berdasarkan

Selain dalam menghadirkan value tambahan, tingkat tersebut menunjukan bahwa stasiun radio tersebut belum memiliki standar operasional yang jelas terkait penggunaan