• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Curcuminoid Dalam Mencegah Kerusakan Fibroblas Koklea Rattus Norvegicus Yang Diinduksi Bising Ditinjau Dari Ekspresi Activator Protein-1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pemberian Curcuminoid Dalam Mencegah Kerusakan Fibroblas Koklea Rattus Norvegicus Yang Diinduksi Bising Ditinjau Dari Ekspresi Activator Protein-1"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bunyi atau suara didengar sebagai rangsangan pada sel saraf pendengaran di telinga oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan getaran dari sumber bunyi atau suara. Gelombang tersebut merambat melalui media udara atau penghantar lainnya. Ketika bunyi atau suara tersebut tidak dikehendaki oleh karena mengganggu atau timbul di luar kemauan orang yang bersangkutan, maka bunyi-bunyian atau suara tersebut dinyatakan sebagai kebisingan. Jadi kebisingan adalah bunyi atau suara yang keberadaannya tidak dikehendaki (noise is unwanted sound) (Suma‟mur, 2009).

(2)

sensorineural didapat (akuisita) paling umum ke-2 setelah gangguan pendengaran akibat usia (presbiakusis) (Kuntodi, 2007; Nandi and Dhatrak, 2008; Zhao, et al., 2010).

Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) melaporkan terdapat 250 juta (4,2%) penduduk dunia mengalami gangguan pendengaran akibat dampak kebisingan dalam berbagai bentuk. Di Amerika Serikat terdapat sekitar 5-6 juta orang terancam menderita tuli akibat bising. Sedangkan di Belanda jumlahnya mencapai 200.000-300.000 orang, di Inggris sekitar 0,2%, di Kanada dan Swedia masing-masing sekitar 0,3% dari seluruh populasi (Amalia dan Lanjani, 2012). Berdasarkan survei multi center study di Asia Tenggara pada tahun 1998, Indonesia termasuk 4 negara dengan prevalensi ketulian yang cukup tinggi yaitu 4,6%, sedangkan 3 negara lainnya yakni Sri Lanka 8,8%, Myanmar 8,4% dan India 6,3%. Walaupun bukan yang tertinggi tetapi prevalensi 4,6% tergolong cukup tinggi, sehingga hal ini dapat menimbulkan masalah sosial di tengah masyarakat (Haryuna, 2013). Di Indonesia, taraf kebisingan telah diatur berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.13/MEN/X/2011 yang merupakan pembaharuan dari Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. 01/MEN/1978, Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.51/MEN/1999 dan Keputusan Menteri Kesehatan No.405/Menkes/SK/XI/2002. Nilai ambang batas kebisingan yang diperkenankan untuk batas waktu kerja terus-menerus adalah 85 dB untuk lama pemaparan selama 8 jam sehari atau 40 jam seminggu (Bashiruddin, 2009).

GPAB seharusnya dapat dicegah. Upaya untuk itu telah dilakukan dengan dicanangkan suatu program strategi kebijakan WHO, Sound

Hearing 2030. Langkah selanjutnya melalui pembentukan Komite Pusat

(3)

Tanpa disadari hampir setiap manusia sering terpapar bising dan dapat mengakibatkan GPAB yang merupakan suatu penyakit yang tidak dapat dianggap remeh karena dapat mengganggu aktivitas dan produktivitas sehari-hari. Dalam rangka pencegahan dan penanganan GPAB telah banyak dilakukan studi epidemiologi dan eksperimental dengan tujuan untuk mendapatkan bukti-bukti empirik serta teori yang diharapkan mampu menjelaskan terjadinya GPAB hingga ke tingkat molekuler.

Walaupun sudah banyak diteliti, mekanisme terjadinya GPAB masih belum dimengerti sepenuhnya dan hingga saat ini belum dijumpai mekanisme yang lengkap sebagai panduan untuk pencegahan dan pengobatan GPAB, mengingat banyaknya mekanisme-mekanisme yang mendasari terjadinya GPAB secara molekuler dilihat dari perubahan yang terjadi pada sel-sel rambut, fibroblas koklea dan struktur lainnya akibat pajanan bising.

Penilaian tuli akibat bising secara histopatologi menunjukkan adanya kerusakan organ Corti di koklea terutama sel-sel rambut. Kerusakan yang terjadi pada struktur organ tertentu bergantung pada intensitas dan lama paparan. Pada penelitian terakhir ditemukan bahwa adanya peranan jaringan penyangga pada dinding lateral koklea yang mengakibatkan gangguan pendengaran akibat pajanan bising walaupun tanpa disertai kerusakan sel sensoris, sel rambut luar dan stereosilia. Dinding lateral koklea tersusun dari jaringan matriks ekstraseluler sebagai struktur penyangga, dimana terdapat fibroblas yang menghasilkan kolagen (Purnami, 2009; Haryuna dan Purnami, 2012).

(4)

Mitogen Activated Protein Kinases (MAPKs) adalah sinyal penting dalam mengatur beragam fungsi seluler. Activator Protein-1 (AP-1) diaktifkan oleh MAPK dan merupakan kompleks protein dimer yang terdiri dari protein Jun dan Fos (Eriksson, 2005). AP-1 sangat banyak mengatur ekspresi gen dalam berbagai jaringan dan jenis sel. AP-1 adalah paradigma untuk faktor transkripsi yang terlibat dalam beberapa fungsi seluler seperti apoptosis, diferensiasi, proliferasi dan transformasi (Pearce, et al., 2008). Selain itu, jalur sinyal AP-1 juga terdapat dalam proses suatu penyakit termasuk dalam proses inflamasi (Zenz, et al., 2008). Meskipun banyak yang diketahui tentang peran AP-1, namun banyak fungsinya yang belum terpecahkan (Eriksson, 2005).

AP-1 adalah faktor transkripsi yang sensitif terhadap stress seluler dan dapat menginduksi aktivitas Matrix Metalloproteinase-9 (MMP-9) (Gordon, et al., 2010). Matrix Metalloproteinase (MMP) merupakan famili zinc

dependent endopeptidase, yaitu kumpulan besar enzim yang dapat

mendegradasi berbagai komponen dari matriks ekstraseluler termasuk kolagen, elastin, gelatin, matriks glikoprotein dan proteoglikan (Verma and Hansch, 2007). MMP juga mempunyai peranan pada embriogenesis dan kondisi fisiologis lainnya seperti proliferasi, motilitas sel, remodelling, penyembuhan luka dan proses reproduksi (Amalinei, Caruntu and Balan, 2007).

(5)

Curcumin adalah zat pigmen kuning yang diekstrak dari rimpang yang umumnya berasal dari spesies Curcuma longa Linnaeus (kunyit) dan

Curcuma xanthorrhiza Roxb (temulawak) (Lao, et al., 2006). Curcumin

telah terbukti mengganggu jalur sinyal beberapa sel, termasuk siklus sel (cyclin D1 dan cyclin E), apoptosis (aktivasi caspases dan “down -regulation” dari produk gen anti apoptosis), proliferasi [Human Epidermal

Growth Factor Receptor-2 (HER-2), Epidermal Growth Factor Receptor

(EGFR) dan AP-1), kelangsungan hidup [jalur Phosphatidylinositol 3-Kinase (PI3K)], invasi (MMP-9 dan molekul adhesi), angiogenesis [Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF)], metastasis [Chemokine Receptor Type-4 (CXCR-4)] dan peradangan [Nuclear Factor Kappa-Beta (NFκB), Tumor Necrosis Factor (TNF), Interleukin-6 (IL-6), IL-1, Cyclooxygenase-2 (COX-2) dan 5-Lipoxygenase (5-LOX)] (Anand, et al., 2008).

Peran curcumin dalam mencegah mekanisme peningkatan ekspresi AP-1 di berbagai sel telah banyak diteliti. Namun, peran curcuminoid dalam hal pencegahan dan pengobatan GPAB melalui mekanisme ekspresi AP-1 pada fibroblas koklea belum pernah diteliti dan akan menjadi fokus pada penelitian ini.

Saat ini GPAB merupakan suatu kondisi yang menjadi perhatian dan masalah global karena tingginya angka prevalensi dan efeknya yang dapat mengenai semua orang dari segala usia dan jenis kelamin. GPAB juga dapat mengakibatkan gangguan fisiologis dan psikologis hingga fungsi sosial dan penurunan produktivitas penderitanya. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode pencegahan dan penanganan kondisi ini dengan harapan penurunan angka kejadian GPAB.

(6)

Secara audiologi bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi. Pada penelitian ini dipilih frekuensi bising dengan rentang 1 kHz sampai dengan 10 kHz berdasarkan pertimbangan karakteristik bising yang dipengaruhi oleh rentang sensitivitas kemampuan penangkapan indra pendengaran manusia dan tikus. Dosis pajanan bising yang diberikan adalah 100 dB SPL selama 2 jam karena berdasarkan penelitian sebelumnya dibuktikan perbedaan beberapa ekspresi protein yang bermakna pada dosis tersebut. Protein-protein ini dijumpai dalam jalur lainnya yang mendasari terjadinya GPAB, melalui degradasi kolagen tipe IV hingga terjadinya kerusakan struktur fibroblas koklea Rattus

norvegicus (Bashiruddin dan Soetirto, 2007; Purnami, 2009; Haryuna,

2013).

Penelitian eksperimental ini menggunakan tikus sebagai hewan coba. Tikus juga mempunyai kemiripan struktur telinga dalam dengan manusia dan telah digunakan sebagai model hewan coba untuk penelitian penyakit ketulian genetik manusia dan terbukti bermanfaat dalam membantu mengidentifikasi gen yang sesuai pada manusia yang berperan dalam perkembangan sistem auditorius melalui identifikasi genetik dan sekuensnya (Haryuna, 2013).

(7)

Penulis mengharapkan agar hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat dalam upaya menambah keilmuan mengenai salah satu mekanisme yang mendasari proses terjadinya GPAB di tingkat seluler dan juga menemukan langkah pencegahan dan pengobatan terjadinya GPAB yang pada akhirnya ditujukan untuk menurunkan secara klinis angka prevalensi GPAB.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah diuraikan, dapat dirumuskan permasalahan yang dituangkan sebagai pertanyaan penelitian, yaitu:

1. Apakah terdapat peningkatan ekspresi AP-1 pada fibroblas koklea akibat pajanan bising frekuensi 1-10 kHz pada intensitas 100 dB SPL selama 2 jam.

2. Apakah curcuminoid dapat mencegah kerusakan fibroblas koklea yang diberi pajanan bising frekuensi 1-10 kHz pada intensitas 100 dB SPL selama 2 jam berdasarkan penurunan ekspresi AP-1.

3. Apakah curcuminoid 100 mg perhari lebih baik dibandingkan

curcuminoid 50 mg perhari dalam mencegah kerusakan fibroblas

koklea yang diberi pajanan bising frekuensi 1-10 kHz pada intensitas 100 dB SPL selama 2 jam berdasarkan penurunan ekspresi AP-1.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

(8)

1.3.2 Tujuan khusus

1. Menilai perbedaan antara ekspresi AP-1 pada fibroblas koklea akibat pajanan bising frekuensi 1-10 kHz pada intensitas 100 dB SPL selama 2 jam dengan ekspresi AP-1 pada fibroblas koklea tanpa pajanan bising.

2. Menilai bahwa curcuminoid dapat menurunkan ekspresi AP-1 pada fibroblas koklea yang diberi pajanan bising frekuensi 1-10 kHz pada intensitas 100 dB SPL selama 2 jam.

3. Menilai curcuminoid dosis 100 mg perhari lebih baik dibandingkan

curcuminoid dosis 50 mg perhari untuk menurunkan ekspresi AP-1

pada fibroblas koklea yang diberi pajanan bising frekuensi 1-10 kHz pada intensitas 100 dB SPL selama 2 jam.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Mendapatkan penjelasan mekanisme perubahan ekspresi molekuler fibroblas koklea akibat pajanan bising.

1.4.2 Mendapatkan penjelasan mekanisme perubahan ekspresi molekuler fibroblas koklea akibat pajanan bising yang diterapi dengan curcuminoid.

1.4.3 Jika sudah terbukti pada hewan percobaan, diharapkan

curcuminoid ini mampu mencegah dan berpotensi dalam perbaikan

(9)

1.5 Orisinalitas

Berdasarkan penelusuran secara kepustakaan, peneliti belum menemukan penelitian tentang curcuminoid yang berasal dari Curcuma

longa Linnaeus dapat berpotensi mencegah dan memperbaiki kerusakan

Referensi

Dokumen terkait

Dari sudut kajian (C) struktur musik, musik Ketoprak Dor dibagi menjadi 3 (tiga) bagian utama yaitu musik Panembromo atau musik untuk pembuka pertunjukan, sampak

Sedangkan Sikap sosial terhadap teman yang merupakan pengaruh atau hasil dari siswa mengikuti pengkajian kitab yaitu terlihat ketika siswa sedang berinteraksi dengan temannya,

Dalam rangka penelitian terhadap struktur pertunjukan dan struktur musik pada teater Ketoprak Dor pada masyarakat Jawa di Sumatera Utara, maka metode penelitian yang

[r]

Langkah alternatif yang diambil Humas PDAM Kota Ternate adalah mengajak Pemerintah Kota Ternate untuk terlibat dalam rapat tindak lanjut permasalahan sumber mata air Ake Gaale,

Pembelian dapat dilakukan secara tunai ( cash ), atau tangguh baik berupa angsuran atau sekaligus pada waktu tertentu. Pada umumnya nasabah membayar secara

1. Pada kegiatan diskusi klasikal ini, guru dapat meminta salah satu kelompok maju atau setiap kelompok maju secara bergantian untuk mempresentasikan hasil proyeknya. Siswa

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi elemen-elemen ekuitas merek Celebrity Fitness, yaitu mengetahui kesadaran merek, asosiasi merek yang terbentuk, mengetahui bagaimana