• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Job Insecurity Terhadap Komitmen Organisasi Melalui Kepuasan Kerja Karyawan Outsourcing pada PT. PLN (Persero) Pembangkit Sumatera Bagian Utara Sektor Pembangkitan Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Job Insecurity Terhadap Komitmen Organisasi Melalui Kepuasan Kerja Karyawan Outsourcing pada PT. PLN (Persero) Pembangkit Sumatera Bagian Utara Sektor Pembangkitan Medan"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Job insecurity

2.1.1 Definisi Job Insecurity

Keamanan kerja didefinisikan sebagai harapan-harapan karyawan terhadap

keberlangsungan pekerjaannya. Keamanan kerja tidak dapat dipisahkan dari

perhatian terhadap ketidakpastian kelanjutan pekerjaan seseorang dan situasi yang

tidak pasti yang dihasilkan dari adanya perubahan dalam organisasi seperti

downsizing, merger dan reorganisasi dan belum adanya penelitian yang sistematik yang dilakukan untuk menguraikan peran ketidakpastian dalam mempengaruhi

reaksi individual dari adanya perubahan organisasi, (Widodo,2010:27).

Agustina, (2006:4) menyatakan bahwa kenyamanan kerja merupakan hal

yang emergensi dalam dunia kerja, karena kenyamanan akan mempengaruhi

tingkat produktivitas seseorang dalam berkarya. Ketidaknyamanan yang dialami

oleh seseorang akan memicu terjadinya penurunan kualitas kerja yang dihasilkan

oleh seseorang. Ketidaknyamanan tersebut dapat disebabkan oleh suasana kerja,

demografi tempat kerja dan masih banyak lagi.

Job insecurity didefinisikan sebagai keadaan rasa tidak aman yang diakibatkan oleh adanya ancaman terhadap keberlangsungan pekerjaannya. Hal

ini menjelaskan bahwa job insecurity merupakan sebuah pengalaman internal individu yang dicirikan dengan adanya ketidakpastian terhadap keberlangsungan

pekerjaannya. Definisi operasional dari job insecurity adalah keseluruhan kekhawatiran atau rasa tidak aman tentang eksistensi keberlangsungan

(2)

perkembangan karir, dan penurunan penghasilan yang menyebabkan keadaan

distress, cemas dan tidak aman, (Yuliani, 2005: 218). Setiawan dkk (2006:5)

menambahkan, menurutnya job insecurity merupakan kondisi ketidakamanan kerja yang dialami oleh seseorang yang disebabkan oleh perubahan-perubahan

lingkungan (faktor eksternal) dan watak atau 5 kepribadian dan mental seseorang

yang mengalami kondisi tersebut (faktor internal).

Job insecurity merupakan kondisi ketidakberdayaan untuk mempertahankan kesinambungan yang diinginkan dalam situasi kerja yang

mengancam. Perasaan tidak aman akan membawa dampak pada job attitudes

karyawan, penurunan komitmen, bahkan keinginan untuk turnover yang semakin besar, (Wenning, 2005:136). Menurut Ito dan Brotheridge (2007:28) job insecurity dapat didefinisikan sebagai jumlah ancaman yang diterima pegawai terhadap fitur pekerjaan mereka. Job insecurity pada pegawai dapat ditimbulkan oleh adanya ketidakpastian terhadap fitur pekerjaan yang dirasakan pegawai.

Menurut Setiawan dkk (2007:15), job insecurity yang dirasakan pegawai dalam jangka panjang akan memberikan efek buruk pada performansi karyawan yang

berakibat pada penurunan produktifitas organisasi. Blau dkk (2010:450-460)

menambahkan bahwa pegawai yang merasakan job insecurity tinggi akan memiliki kepuasan kerja yangrendah.

Ratnaningsih, (2009:45) mengartikan job insecurity sebagai kondisi psikologis seorang karyawan yang menunjukkan rasa bingung atau rasa tidak

aman dikarenakan kondisi lingkungan yang berubah-ubah. Lingkungan yang

(3)

karyawan melihat besarnya peluang/kemungkinan dirinya kehilangan pekerjaan,

misalnya, karena perampingan atau penyusutan kerja atau kontrak kerja yang

sementara dalam suatu organisasi atau perusahaan, (Wite: 2005:3-5).

Menurut Rogelberg (2007:32), Setiap karyawan pada umumnya memiliki

ekspektasi yang tinggi terhadap perusahaan tempat dia bekerja. Namun ketika

dihadapkan pada situasi yang berubah-ubah, karyawan akan merasa hal semacam

ini dapat menciptakan suatu rasa tidak aman dalam pekerjaan mereka serta akan

muncul kekhawatiran terhadap keberlangsungan karir mereka, (Santosa,

2005:75-79).

Berdasarkan defenisi-defenisi diatas dapat disimpulkan job Insecurity

adalah suatu ketidakamanan kerja yang dirasakan berbeda oleh tiap individu di

dalam sebuah sebuah organisasi, dimana rasa tidak aman inilah yang nantinya

akan memicu terjadinya hal-hal yang lebih buruk lagi, bahkan didalam tahap lebih

lanjut lagi dapat terjadi penurunan kualitas pegawai, komitmen berkurang,

kepuasan kerja berkurang, kinerja tidak maksimal, dan bahkan dapat terjadi

turnover secara besar-besaran. Hal ini dapat di deteksi secara lebih dini, yaitu dengan cara melakukan pemeriksaan secara berkala terhadap karyawan, misalnya

dengan cara mengevaluasi kinerja karyawan secara bertahap, atau juga dapat

dilihat dari tingkat absensi karyawan. Karena semakin cepat perusahan dapat

mengetahui gejala ini lebih awal, perusahaan dapat segera mencari solusi agar

(4)

2.1.2 Dimensi Job Insecurity

Menurut Chirumbolo dan Hellgren, (2003:220-238) yang membedakan

dua bentuk ketidakamanan kerja yaitu ketidakamanan pekerjaan kuantitatif, yaitu

khawatir tentang kehilangan pekerjaan itu sendiri, dan perasaan khawatir

kehilangan pekerjaan. Sementara ketidakamanan pekerjaan objektif mengacu pada

perasaan potensi kerugian dalam kualitas posisi organisasi, seperti memburuknya

kondisi kerja, kurangnya kesempatan karir, penurunan gaji dan pengembangan.

Dimensi Job insecurity dalam penelitian di bagi menjadi 3 yaitu;

1. Pada aspek pekerjaan, misalnya tidak adanya promosi, tidak adanya kenaikan

upah, dan pengaturan jadwal yang berubah-ubah

2. Kemungkinan perubahan negatif terhadap keberlanjutan pekerjaan, misalnya

seperti timbulnya tingkat kekhawatiran dipecat dan juga tingkat kekhawatiran

kehilangan harkat dan martabat.

3. Kemungkinan perubahan negatif pada tingkat lingkungan kerja, misalnya

seperti adanya perubahan peraturan dalam perusahaan dan juga tingginya

tingkat persaingan.

4. Komitmen organisasi. Penelitian Pangat (2013:167), Wening (142:2005) dan

Darmawati dkk (2005:20), menemukan bahwa job insecurity juga mempengaruhi Komitmen kerja.

5. Kepuasan kerja. Pangat (2013:167-168), menunjukkan bahwa ada pengaruh

langsung dan signifikan dari job insecurity terhadap kepuasan kerja

(5)

perubahan tingkat organisasional, faktor individual dan karekteristik posisional

pegawai (jenis kelamin, umur, pengalaman dan status sosial), kepribadian dari

individu tersebut (locus of control) serta kemampuan mengatasi perubahan atau ancaman pekerjaan.

2.2 Komitmen organisasi

2.2.1 Definisi Komitmen organisasi

Yuliani (2005:218) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai suatu

keinginan yang kuat untuk menjadi anggota dari suatu organisasi tertentu.

Komitmen organisasi bisa tumbuh karena individu memiliki ikatan emosional

terhadap organisasi yang meliputi dukungan moral dan menerima nilai yang ada

serta tekad dari dalam diri untuk mengabsi kepada organisasi Bagi individu

dengan komitmen organisasi yang tinggi, pencapaian organaisasi merupakan hal

yang penting. Sebaliknya, bagi individu atau karyawan dengan komitmen

organisasi rendah akan mempunyai perhatian yang rendah pada pencapaian tujuan

organisasi dan cenderung berusaha memenuhi kepentingan pribadi.

Robbins dan Judge (2009:113) mengemukakan bahwa komitnen

organisasional adalah tingkat sampai mana seorang karyawan memihak sebuah

organisasi tersebut. Komitmen organisasi diperlukan sebagai salah satu indikator

kinerja karyawan. Menurut Darmawati dkk (2006:6) komitmen organisasi adalah

suatu keadaan dimana seseorang karyawan memihak organisasi tertentu serta

tujuan tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam

organisasi tersebut. Komitmen organisasional yang tinggi berarti memihak

(6)

Ristiana (2013:67) menyatakan komitmen terhadap organisasi artinya

lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi

dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan

organisasi dalam mencapai tujuan. Komitmen organisasi (organizational commitment) merupakan salah satu tingkah laku dalam organisasi yang banyak dibicarakan dan diteliti, baik sebagai variabel terikat, variabel bebas, maupun

variabel mediator. Hal ini antara lain dikarenakan organisasi membutuhkan

karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi agar organisasi dapat

terus bertahan serta meningkatkan jasa dan produk yang dihasilkannya, Ristiani

(2013:20).

Komitmen organisasi didasarkan pada perilaku yang terutama berasal dari

ketidakleluasaan menggunakan ketrampilan pekerja sehingga meninggalkan

organisasi yang mengikatnya. Saat komitmen dicontohkan sebagai fungsi

kepercayaan terhadap organisasi dan pengalaman kerja, karakteristik organisasi

harusnya menjadi faktor yang mempengaruhi kepercayaan pekerja terhadap

organisasi dan oleh karena itu pada level komitmen pekerja; karakteristik kerja

harusnya menjadi faktor utama yang mempengaruhi pengalaman kerja dan

kepuasan kerja dari pekerja, (Retnaningsih, 2007:25).

Komitmen organisasi memiliki pengertian sebagai suatu kesetiaan,

kepercayaan dan loyalitas yang dimiliki seseorang terhadap organisasi. Jadi

komitmen organisasi ini menggambarkan hubungan diantara individu dengan

organisasi, jika individu yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi, maka ia

(7)

bekerja, (Surya,2013:18). Sedangkan Widodo (2010:28), mendefinisikan

komitmen organisasi sebagai sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada

organisasi dan proses berkelanjutan dimana anggota organisasi mengekspresikan

perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang

berkelanjutan. Purba (2004:105-111) menyatakan komitmen merupakan

perwujudan dan kerelaan seseorang dalam bentuk pengikatan dengan diri sendiri

(individu) atau dengan organisasi yang digambarkan oleh besarnya usaha (tenaga,

waktu dan pikiran) untuk mencapai tujuan pribadi dan tujuan bersama.

Menurut Meyer dan Allen (2002:30), komitmen dapat juga berarti

penerimaan yang kuat individu terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi, dan

individu berupaya serta berkarya dan memiliki hasrat yang kuat untuk tetap

bertahan di organisasi tersebut. Menurut Hatmoko (2006), Komitmen

organisasional adalah loyalitas karyawan terhadap organisasi melalui penerimaan

sasaran-sasaran, nilai-nilai organisasi, kesediaan atau kemauan untuk berusaha

menjadi bagian dari organisasi, serta keinginan untuk bertahan didalam

organisasi. Greenberg dan Baron (2003:15), mengemukakan bahwa komitmen

kerja merefleksikan tingkat identifikasi dan keterlibatan individu dalam

pekerjaannya dan ketidaksediaannya untuk meninggalkan pekerjaan tersebut.

Komitmen adalah suatu situasi dimana seseorang (karyawan) memihak

pada satu organisasi tertentu, memahami tujuan-tujuannya, serta mempunyai

keinginan untuk tetap mempertahankan status keanggotaannya dalam organisasi

tersebut. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa komitmen

(8)

apa yang telah diterima dan dialami karyawan tersebut di dalam perusahaan

dengan peleburan sepenuhnya didalam organisasi, ditunjukkan dengan besarnya

pengorbanan yang diberikan misalnya: waktu,tenaga,pikiran, bahkan materi sekali

pun, dan berusaha untuk melakukan berbagai macam cara termasuk mengajak

komponen perusahaan bersama-sama dalam mencapai tujuan dalam perusahaan

tersebut.

2.2.2 Jenis-jenis Komitmen Organisasi.

Komitmen organisasional adalah suatu ikatan psikologis karyawan pada

organisasi dengan ditandai adanya (Sopiah, 2008:158)

1. Kepercayaan dan penerimaan yang kuat atas tujuan dan nilai-nilai organisasi

2. Kemauan untuk mengusahakan tercapainya kepentingan organisasi

3. Dan keinginan yang kuat untuk mempertahankan kedudukan sebagai anggota

organisasi

Zurnali (2010:36) mendefinisikan masing-masing dimensi komitmen

organisasional tersebut sebagai berikut:

1. Komitmen afektif (affective commitment) adalah perasaaan cinta pada organisasi yang memunculkan kemauan untuk tetap tinggal dan membina

hubungan sosial serta menghargai nilai hubungan dengan organisasi

dikarenakan telah menjadi anggota organisasi.

2. Komitmen continue (continuance commitment) adalah perasaan berat untuk meninggalkan organisasi dikarenakan kebutuhan untuk bertahan dengan

pertimbangan biaya apabila meninggalkan organisasi dan penghargaan yang

(9)

3. Komitmen normatif (normative commitment) adalah perasaan yang mengharuskan untuk bertahan dalam organisasi dikarenakan kewajiban dan

tanggung jawab terhadap organisasi yang didasari atas pertimbangan norma,

nilai dan keyakinan karyawan.

2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Komitmen organisasi

Faktor- faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu:

1. Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman

kerja, kepribadian, dll;

2. Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan, konflik, peran,

tingkat kesulitan dalam pekerjaan, dll;

3. Karakteristik struktur, misalnya besar / kecilnya organisasi, bentuk organisasi,

dan serikat pekerja

4. Pengalaman kerja. Pengalaman kerja karyawan sangat berpengaruh terhadap

tingkat komitmen karyawan pada organisasi

5. Kepuasan kerja. Menurut Wening (142:2005), Widodo (2010:82), Yuwono

(2005:34), Rini (2013:84), Retnaningsih (2007:20), dan Parwita (2013:63),

salah satu faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi adalah kepuasan

kerja

(10)

2.2.4 Manfaat Komitmen Organisasi

1. Karyawan yang benar-benar memiliki komitmen yang tinggi pada karyawan

akan menunjukkan tingkat partisipasi tertinggi dalam perusahaan

2. Memiliki keinginan yang lebih kuat untuk tetap bekerja pada organisasi yang

sekarang dan akan terus memberikan usaha yang maksimal dalam setiap

kinerjanya.

3. Pelibatan diri yang sepenuhnya dalam perusahaan, dan kerelaan hati dalam

memberikan sumbangsih demi kemajuan perusahaan yang sekarang.

2.3 Kepuasan kerja

2.3.1 Definisi Kepuasan kerja

Kepuasan kerja adalah tanggapan seseorang atas apa yang mereka

harapkan pada saat bekerja dengan apa yang mereka dapatkan setelah mereka

melakukan pekerjaan tersebut. Dimana hal ini berhubungan dengan situasi kerja,

kerjasama antar karyawan, imbalan dan faktor-faktor lainnya. Jika terdapat selisih

yang kecil antara apa yang diharapkan dengan apa yang didapatkan maka orang

tersebut akan merasa puas begitu pula sebaliknya, (Retnaningsih,2007:15).

Sedangkan Hasibuan ( 2009 : 202 ), menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah

sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaanya. Sikap ini di

cerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja.

Kepuasan kerja (job statisfaction) karyawan harus diciptakan sebaik-baiknya supaya moral kerja, dedikasi, kecintaan, dan kedisiplinan karyawan

meningkat. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi

(11)

perasaan positive tentang pekerjaan sebagai hasil evaluasi karakter-karakter

pekerjaan tersebut. Kinicki and Kreitner (1998:57) mendefinisikan kepuasan kerja

sebagai respon sikap atau emosi terhadap berbagai segi pekerjaan seseorang..

Husain (2008:48) menyatakan kepuasan kerja adalah seperangkat

perasaan pegawai tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan mereka.

Apabila seseorang bergabung didalam suatu organisasi sebagai seorang pekerja, ia

membawa serta seperangkat keinginan, kebutuhan, hasrat, dan pengalaman masa

lalu yang menyatu membentuk harapan kerja. Kepuasan kerja menunjukkan

kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul dan imbalan yang disediakan

pekerjaan, (Hasibuan, 2009:86). Pada dasarnya, kepuasan kerja merupakan hal

yang bersifat individu setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang

berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai-nilai yang berlaku pada dirinya, ini disebabkan

oleh adanya perbedaan pada dirinya dan masing-masing individu.Semakin banyak

aspek-aspek dalam pekerjaan sesuai dengan keinginan individu tersebut, maka

semakin tinggi tingkat kepuasan dirasakan dan sebaliknya,(Surya, 2013:21).

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja

adalah suatu hal yang bersifat individu yang dimiliki karyawan, dimana karyawan

merasa senang dalam mengerjakan tugas, ada perasaan sukacita dan tentu saja

ikhlas dalam bekerja, karena merasa bahwa apa yang dikerjakannya memang

sesuai dengan keinginannya dan kemampuannya, dan merasa bahwa yang

dikerjakannya tidak sia-sia karena imbalan yang diterima setimpal dengan

usahanya. Tentu saja, jika karyawan memilikinya, akan mempunyai dampak

(12)

karyawan. Dengan memiliki kepuasan kerja akan berdampak pada perbaikan hasil

kinerja, karena seperti yang banyak dikatakan, apabila dalam suatu pekerjaan kita

melaksanakan dengan sepenuh hati, dengan kerelaan hati dan tanpa adanya

keterpaksaan, pekerjaan yang sesulit apapun akan terasa mudah dan akan sangat

meyenangkan.

2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

1. Pekerjaan itu sendiri

Tingkat dimana sebuah pekerjaan menyediakan tugas yang menyenangkan,

kesempatan belajar dan kesempatan untuk mendapatkan tanggung jawab.

2. Gaji

Kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolute dari gaji yang diterima,

kesesuaian gaji terhadap pemenuhan kebutuhan, dan juga kesesuaian gaji

terhadap tanggung jawab yang diembankan.

3. Pengawasan

Adanya kesempatan bagi karyawan terhadap pekerjaan yang diembankan,

terkadang dengan adanya pengawasan yang berlebihan memunculkan persepsi

terhadap ketidakpercayaan pemimpin terhadap bawahan. Hubungan antara

bawahan dengan pihak pimpinan sangat penting artinya dalam meningkatkan

produktivitas kerja. Kepuasan kerja dapat ditingkatkan melalui perhatian dan

hubungan yang baik dari pimpinan kepada bawahan, sehingga karyawan akan

(13)

4. Kesempatan atau promosi

Karyawan memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri dan memperluas

pengalaman kerja, dengan terbukanya kesempatan untuk menduduki posisi

yang berbeda dalam perusahaan.

5. Rekan kerja

Kebutuhan dasar manusia untuk melakukan hubungan sosial akan terpenuhi

dengan adanya rekan kerja yang mendukung karyawan. Jika terjadi konflik

dengan rekan kerja, maka akan berpengaruh pada tingkat kepuasan karyawan

terhadap pekerjaan. Penting bagi sesama karyawan untuk memiliki ikatan

kekeluargaan.

6. Komitmen organisasi. Penelitian Widodo (2010:82), Yuwono (2005:34), Rini

(2013:84), Retnaningsih (2007:20), Parwita (2013:63) menemukan bahwa

kepuasan kerja berpengaruh terhadap komitmen organisasi

7. Job insecurity. Menurut Yasadiputra dan Putra (2014:62), Reisel dkk (2010:85), Pangat (2013:167), dan Mahaputra dkk (2013: 96), menemukan

bahwa kepuasan kerja berpengaruh terhadap job insecurity.

Sesuai dengan kodratnya, kebutuhan manusia sangat beraneka ragam, baik

jenis maupun tingkatnya, bahkan manusia memiliki kebutuhan yang cenderung

tak terbatas. Artinya, kebutuhan selalu bertambah dari waktu ke waktu dan

manusia selalu berusaha dengan segala kemampuannya untuk memuaskan

kebutuhan tersebut. Kebutuhan manusia diartikan sebagai segala sesuatu yang

ingin dimilikinya, dicapai dan dinikmati. Untuk itu manusia terdorong untuk

(14)

dikatakan kerja. Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan segala keadaan emosi

senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman

kerja karyawan setelah membandingkan hal-hal yang diperoleh dalam perusahaan

dengan apa yang diharapkan pada awal masuk kerja.

2.3.3 Teori tentang kepuasan kerja

Teori-teori Kepuasan Kerja Wexley dan Yuki (1987:120) mengatakan bahwa teori

kepuasan kerja ada tiga macam yang lazim dikenal, yaitu

1. Discrepancy theory, teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter. Porter mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara apa

yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan.

2. Equity theory, dikembangkan oleh Adam. Prinsip teori ini adalah bahwa orang akan merasa puas dan tidak puas, tergantung apakah orang tersebut merasakan

adanya keadilan (equity). Perasaan equity dan inequity atas situasi, diperoleh

orang dengan cara membandingkan diri sendiri dengan orang lain yang sekelas,

sekantor, dan pemerintah dipengaruhi oleh motivasi.

3. Two factor theory , Prinsip teori ini bahwa kepuasan kerja dan tidak kepuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda, artinya kepuasan dan ketidakpuasan

terhadap pekerjaan tidak merupakan variabel kontinyu. Teori ini pertama kali

ditemukan oleh Herzberg dan membagi situasi yang mempengaruhi sikap

seseorang terhadap pekerjaan. Menurut teori ini, perbaikan gaji dan kondisi

(15)

2.3.4 Cara meningkatkan Kepuasan kerja

Meningkatkan kepuasan Kerja Menurut Riggio (2005) menyatakan

peningkatan kepuasan kerja dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Melakukan perubahan struktur kerja, misalnya dengan melakukan perputaran

pekerjaan (job rotation), yaitu sebuah sistem perubahan pekerjaan dari salah satu tipe tugas ke tugas yang lainnya (yang disesuaikan dengan job description).

2. Melakukan perubahan struktur pembayaran, perubahan sistem pembayaran ini

dilakukan dengan berdasarkan pada keahlian (skill-based pay), yaitu pembayaran di mana para pegawai digaji berdasarkan pengetahuan dan

keterampilan daripada posisi pegawai tersebut di instansi. Pembayaran kedua

dilakukan berdasarkan jasa (merit pay), sistem pembayaran di mana pegawai digaji berdasarkan kinerja.

3. Pemberian jadwal kerja yang fleksibel, dengan memberikan kontrol pada para

pegawai mengenai pekerjaan sehari-hari, yang sangat penting untuk yang

bekerja di daerah padat, di mana pegawai tidak bisa bekerja tepat waktu atau

untuk yang mempunyai tanggung jawab pada anak-anak.

4. Mengadakan program yang mendukung, perusahaan mengadakan

program-program yang dirasakan dapat meningkatkan kepuasan kerja para pegawai

(16)

2.4 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian Teknik Analisis Organizational Justice Dan Job Insecurity Terhadap Job Bahwa Ada Hubungan Negatif Signifikan Antara

Kebersyukuran Dengan Job Insecurity Pada Karyawan Hal Ini Berarti Bahwa Semakin Tinggi Kebersyukuran Maka Semakin Rendah Job Insecurity Pada Karyawan.. Negatif Dan Signifikan Terhadap Turnover Intention Dan Job Insecurity Berpengaruh Positif Pengaruh Langsung Yang Lebih Besar Terhadap Kinerja Karyawan Dan Pengaruh Tidak Langsung Melalui Kepuasan Kerja Maupun Komitmen Organisasional.

Job Insecurity Memberikan Pengaruh Negatif Terhadap Kinerja Ketika Kondisi Kepuasan Kerjanya Rendah, Demikian Juga Sebaliknya. Job Insecurity Memberikan Pengaruh

(17)

No Role Ambiguity Dan Role Conflict Menjadi Anteseden

Hasil penelitian Dengan Pekerja Tetap. Begitu Juga Dengan Komitmen Organisasi. Selanjutnya, Ketidakamanan Kerja Tidak Memiliki Hubungan Antara Jenis Kontrak Dan Komitmen Afektif 7 William D.

(18)

10

Keluar Secara Negatif Dan Signifikan.

Job Insecurity, Kepuasan Kerja, Serta Komitmen Organisasi Berpengaruh Terhadap Turnover Intention. 2. Pada Hipotesis 2, Dapat Disimpulakan Bahwa Job

Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori

berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasikan sebagai masalah

yang penting. Sebuah kerangka pemikiran yang baik adalah kerangka yang

menjelaskan secara teoritis hubungan antara variabel yang akan diteliti. jadi

secara teoritis perlu dijelaskan hubungan antarvariabel independen dan variabel

dependen.

Berdasarkan penelitian terdahulu, Job insecurity sebagai variabel independen (X), akan mempengaruhi Kepuasan kerja (Y1) sebagai variabel

moderating dan Komitmen organisasi (Y2) sebagai variabel dependen. Kerangka

pemikiran memberikan manfaat berupa persepsi yang sama antara peneliti dengan

(19)

hipotesis-hipotesis risetnya secara logis. Berdasarkan pedoman masing-masing variabel,

yaitu job insecurty, Komitmen dan kepuasan kerja, selanjutnya perlu dikembangkan suatu kerangka pemikiran baik, apakah ada hubungan antara satu

variabel dependen yaitu job insecurity dan pengaruhnya terhadap Komitmen dan Kepuasan kerja.

Berdasarkan analisis tersebut dapat disusun suatu kerangka pemikiran

yang mempergunakan job insecurity (X) sebagai variabel dependen yaitu variabel bebas yang tidak dipengaruhi oleh variabel lain sedangkan Kepuasan kerja (Y1)

sebagai variabel moderating dan Komitmen organisasi (Y2) sebagai variabel

independen yaitu variabel terikat yang dipengaruhi oleh variabel lainnya.

Sumber: Pangat (2013), Widodo (2010),Yuwono (2005)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.6 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas dapat disimpulkan beberapa

hipotesis, yaitu:

1. Job insecurity berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan outsourcing PT.PLN (PERSERO) Pembangkit Sumatera Bagian Utara Sektor Pembangkitan Medan.

Job insecurity (X) Komitmen

organisasi (Y2)

(20)

2. Kepuasan kerja berpengaruh secara signifikan terhadap Komitmen

organisasi karyawan outsourcing PT.PLN (PERSERO) Pembangkit Sumatera Bagian Utara Sektor Pembangkitan Medan.

Gambar

Tabel 2.1  Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1   Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian pengukuran level dengan menaikkan temperatur minyak kelapadan nilai temperatur tersebut digunakan untuk menentukan nilai massa jenis minyaknya memiliki hubungan

Downloaded by [Universitas Maritim Raja Ali Haji], [UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG, KEPULAUAN RIAU] at 21:01 11 January 2016... simulation experience also suggests

Berdasarkan latar belakang di atas, maka diperlukan suatu sistem yang mampu memberikan informasi tentang pemotongan kayu menjadi potongan yang lebih kecil dengan

BAB III Hasil Penelitian dan Pembahasan, dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang potensi kerajinan tangan Payung Lukis Juwiring untuk memperoleh perlindungan hukum hak

Pendekatan kontekstual yang dipilih dalam proses perancangan obyek arsitektural ini adalah metode kontekstual yang bersifat kontras karena fungsi infrastruktur pertanian

[r]

Dalam penerapannya Fungsionalisme mewujudkan bangunan murni tanpa hiasan, sederhana dengan komposisi bidang, kotak, balok, dan kubus, sehingga terbentuk aliran baru, yaitu

Pap smear merupakan tes skrining yang digunakan untuk mendeteksi pertumbuhan Pap smear merupakan tes skrining yang digunakan untuk mendeteksi pertumbuhan abnormal