• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Menderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Pengetahuan Perawatan Kaki Diabetes di Klinik Endokrin RSUP Haji Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Menderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Pengetahuan Perawatan Kaki Diabetes di Klinik Endokrin RSUP Haji Adam Malik Medan"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan

2.1.1. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah ilmu yang dimiliki seseorang untuk menciptakan suatu metode atau ideologi menjadi pengetahuan baru yang dapat berkembang menjadi berbagai ilmu seperti : musik, hukum, sastra dan falsafah (Hidayat, 2007).

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba, sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2012).

Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya yang berbeda seperti kepercayaan (believes), takhyul (superstition) dan penerangan yang keliru (misinformations). Manusia sebenarnya diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk yang sadar.Kesadaran manusia dapat disimpulkan oleh kemampuannya untuk berpikir, berkehendak dan merasa (Siregar, 2010).

2.1.2. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2012), pengetahuan mempunyai 6 tingkatan : a. Tahu

(2)

b. Memahami

Memahami diartikan sebagai salah satu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi-materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya (real) dari kasus yang diberikan.

d. Analisis

Analisis adalah kemampuan untuk dapat menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu dengan yang lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja, dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan satu sama lain.

e. Sintesis

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyususn formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada, misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan terhadap suatu teori.

f. Evaluasi

(3)

2.1.3. Kriteria Pengetahuan

Penilaian - penilaian didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria – kriteria yang telah ada.

Menurut Notoatmodjo (2012), kriteria untuk menilai tingkat pengetahuan dibagi menjadi tiga kategori:

a. Tingkat pengetahuan baik apabila skor atau nilai : (76-100%) b. Tingkat pengetahuan cukup apabila skor atau nilai : (56-75%) c. Tingkat pengetahuan kurang apabila skor atau nilai : (< 56%)

2.1.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo (2012) :

1. Faktor Internal a. Pendidikan

Tokoh pendidikan abad 20 M. J. Largevelt yang dikutip oleh Notoatmojo (2003) mendefinisikan bahwa pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan, dan bantuan yang diberikan kepada anak yang tertuju kepada kedewasaan. Sedangkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) Indonesia mendefinisikan lain, bahwa pendidikan sebagai suatu usaha dasar untuk menjadi kepribadian dan kemampuan didalam serta diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup.

b. Minat

Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu dengan adanya pengetahuan yang tinggi didukung minat yang cukup dari seseorang, sangatlah mungkin seseorang tersebut akan berperilaku sesuai dengan apa yang diharapkan.

c. Pengalaman

(4)

mengatakan bahwa tidak adanya suatu pengalaman sama sekali, suatu objek psikologis cenderung akan bersikap negatif terhadap objek tersebut. Untuk menjadi dasar pembentukan sikap pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan, dan pengalaman, sehingga akan lebih mendalam dan lama membekas.

d. Usia

Usia individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya daripada orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya, makin tua seseorang maka makin kondusif dalam menggunakan koping terhadap masalah yang dihadapi (Azwar, 2009).

2. Faktor Eksternal a. Ekonomi

Dalam memenuhi kebutuhan primer ataupun sekunder, keluarga dengan status ekonomi baik lebih mudah tercukupi dibanding dengan keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan mempengaruhi kebutuhan akan informasi termasuk kebutuhan sekunder. Jadi, dapat disimpulkan bahwa ekonomi dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang tentang berbagai hal.

b. Informasi

(5)

sikap terhadap hal tersebut. Pendekatan ini biasanya dilakukan untuk menggunakan kesadaran masyarakat terhadap suatu inovasi yang berpengaruh terhadap perubahan perilaku, biasanya digunakan melalui media masa.

c. Kebudayaan/Lingkungan

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pengetahuan kita. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi atau sikap seseorang.

2.2. Diabetes Melitus

2.2.1 Definisi Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolisma yang mempunyai karekteristik kadar gula darah yang tinggi (hiperglikemia). Ini disebabkan oleh kerna terdapat gangguan fungsi pankreas dalam mensekresi jumlah insulin atau efektivitas insulin atau kedua-duanya.(G.Gardner & Shoback , 2007 dan PERKENI,2011).

Menurut World Health Organization(WHO) 2015, Diabetes Melitus adalah satu penyakit kronis yang terjadi pada saat pankreas tidak mampu memproduksi insulin yang cukup atau ketika tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang dihasilkannya secara efektif.

2.2.2. Diabetes Melitus tipe 2

Diabetes Melitus Tipe 2 atau lebih dikenali sebagai Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) terjadi kerna kerusakan progresif sekretorik insulin

(6)

2.2.3 Faktor Resiko Diabetes Melitus tipe 2

Faktor resiko DM tipe 2 terdiri dari faktor resiko yang tidak bisa dimodifikasi , yang bisa dimodifikasi dan faktor lain yang terkait dengan risiko DM Tipe 2.

a. Faktor resiko yang tidak bisa dimodifikasi yaitu : 1. Ras dan etnik

2. Riwayat keluarga dengan DM

3. Umur (risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan meningkatnya umur yaitu dari umur lebih dari 45 tahun harus dilakukan pemeriksaan DM).

4. Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi > 4000gram atau riwayat pernah menderita diabetes gestational. 5. Riwayat lahir dengan berat badan kurang dari 2,5kg (bayi yang

lahir dengan berat badan rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi lahir dengan berat badan normal). b. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi yaitu :

1. Berat badan lebih (IMT > 23kg/m2 ) 2. Kurangnya aktivitas fisik

3. Hipertensi (> 140/90mmHg)

4. Dislipidemia (HDL<35mg/dL dan atau trigliserida >250mg/dL) 5. Diet yang tidak sehat (unhealthy diet), diat dengan tinggi gula dan

rendah serat akan meningkatkan risiko menderita prediabetes atau intoleransi glukosa dan DM Tipe 2.

c. Faktor lain yang terkait dengan risiko DM tipe 2 yaitu :

1. Penderita Policystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin.

2. Penderita sindrom metabolik memiliki riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT) sebelumnya.

(7)

2.2.4. Patofisiologi Diabetes Melitus tipe 2

Diabetes Melitus Tipe 2 merupakan suatu kelainan metabolik dengan karakteristik utama adalah terjadinya hiperglikemia kronik. Meskipun pola pewarisannya belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peranan yang sangat penting dalam munculnya DM tipe 2. Faktor genetik ini akan berinteraksi dengan faktor-faktor lingkungan seperti gaya hidup, obesitas, rendahnya aktivitas fisik, diet dan tingginya kadar asam lemak bebas.(ADA,2014)

Mekanisme terjadinya DM tipe 2 umumnya disebabkan kerna resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut maka terbentuk satu rangkaian reaksi dalam metabolism glukosa di dalam sel. Apabila terjadi penurunan reaksi intrasel ini maka berlakulah resistensi insulin pada Diabetes Melitus tipe 2. Justeru insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terjadi peningkatan jumlah insulin yang disekresikan (ADA,2014).

Pada penderita Toleransi Glukosa Terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel β tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi DM tipe 2. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe 2, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi bahan keton yang menyertainya. Kerna itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada DM tipe 2. Meskipun demikian, DM tipe 2 yang tidak terkontrol akan menimbulkan masalah akut lainnya seperti sindron Hiperglikemik Hiperosmolar Non-Ketotik (NHNK). (Smeltzerdan Bare,2010).

(8)

vagina atau pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi). Salah satu konsekuensi tidak terdeteksinya penyakit DM selama bertahun-tahun adalah terjadinya komplikasi DM jangka panjang misalnya kelainan mata neuropati perifer, kelainan vaskuler perifer mungkin sudah terjadi sebelum diagnosis ditegakkan (Smeltzer dan Bare,2010).

Bagi kebanyakan orang faktor resiko yang paling lazim untuk menghidap DM tipe 2 adalah obesitas. Selain itu, kecenderungan genetik untuk mengembangkan penyakit ini lumayan. Terdapat kemungkinan bahwa kelainan pada trait genetik menyebabkan reseptor insulin atau second messenger gagal merespon pada insulin secara adekuat. Terdapat juga kemungkinan bahwa genetik link ini berkait dengan obesitas dan menstimulasi secara berpanjangan pada

reseptor insulin. Stimulasi berpanjangan pada reseptor dapat menyebabkan penurunan jumlah reseptor insulin untuk hadir pada sel-sel tubuh. Penurunan ini disebut down regulation. (Corwin,Elizabeth J., 2008)

Penderita DM tipe 2 mampu menghasilkan insulin antibodi yang berikatan dengan insulin dimana ia memblokir akses insulin terhadap reseptor tetapi tidak menstimulasi aktivitas pembawa (carrier activity ). Terdapat penelitian lain yang menunjukan defisit hormon leptin yang disebabkan oleh kekurangan produksi leptin atau terdapat disfungsi padanya merupakan penyebab DM tipe 2 pada beberapa individu.Tanpa gen leptin kadang–kadang disebut gen obesitas, hewan malah manusia gagal menanggapi isyarat kenyang dan dengan demikian lebih cenderung menjadi gemuk dan mengembangkan ketidakpekaan terhadap insulin. (Corwin,Elizabeth J., 2008)

(9)

2.2.5. Gejala Klinis Diabetes Melitus Tipe 2

Penderita DM tipe 2 sering kali tidak menyadari bahwa dirinya menghidap DM tipe 2 sehingga dicurigai mengalami gejala dan tanda–tanda DM tipe 2. Gejala dan tanda-tanda DM tipe 2 dapat digolongkan menjadi 2 kelompok yaitu gejala akut dan gejala kronik (PERKENI,2011) :

1. Gejala Akut

Gejala penyakit DM tipe 2 bervariasi pada setiap penderita, bahkan mungkin tidak menunjukkan gejala apapun sampai saat tertentu. Gejala yang ditunjukkan merupakan serba banyak (poli) yaitu banyak makan (poliphagi), banyak minum (polidipsi) dan banyak kencing(poliuri). Keadaan tersebut jika tidak segera diobati maka akan timbul gejala banyak minum, banyak kencing, nafsu makan mulai berkurang atau berat badan turun dengan cepat (turun 5-10kg dalam waktu 2-4 minggu ), mudah lelah dan bila tidak jelas diobati akan timbul rasa mual. (PERKENI,2011).

2. Gejala kronik

(10)

2.2.6 Diagnosis Diabetes Melitus tipe 2

Pada diagnosis DM tipe 2, dianjurkan pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan glukosa darah plasma vena. Diagnosis DM tipe 2 dapat ditegakkan melalui :

1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dL (11.1mmol/L) sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM tipe 2.

2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126mg/dL (7,0mmol/L) dengan adanya keluhan klasik. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan selama 8jam.

3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO ≥200mg/dL(11.1mmol/L). Meskipun TTGO dengan beban 75g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.

4. Tes hemoglobin–glikosilat/HbA1C. DM tipe 2 terdiagnosis jika nilai HbA1C ≥ 6,5%. Tes ini dilakukan di laboratorium yang menggunakan metoda yang bersertifikat National Glycohemoglobin Standardization Program (NGSP) dan standard untuk diuji Diabetes Control and

Complications Trial (DCCT) (ADA,2014 dan PERKENI, 2011) .

2.3 Kaki Diabetik dari komplikasi Diabetes Melitus Tipe2

2.3.1. Kaki Diabetes

(11)

sering adalah ulserasi yang mengenai tungkai bawah. Hasil pengelolaan kaki diabetes sering mengecewakan kedua pihak baik doktor mahupun pasien kerna sering kali berakhir dengan kecacatan ataupun kematian. Sampai saat ini kaki diabetik masih merupakan satu hal yang rumit dan tidak dapat diatasi dengan maksimal. Hal ini kerna sedikit kali pasien yang menangani perawatan kaki diabetes kerna biaya yang tinggi. Selain itu tingkat pengetahuan dalam perawatan dan cara menjaga kaki diabetik masih tidak begitu memuaskan. (Waspadji, 2009).

2.3.2 Faktor resiko kaki diabetes

Jadi ada 3 alasan mengapa orang diabetes lebih tinggi risikonya mengalami masalah kaki, yaitu :

1) Berlaku pada saat pasien tidak menyadari terdapat luka kerna tidak dirasakan hal ini terjadi kerna berkurangnya sensasi rasa nyeri setempat

(neuropati).

2) Pada pasien diabetes sirkulasi darah dan tungkai akan menurun dan berlaku kerusakan endotel pembuluh darah. Hal ini mengakibatkan luka sulit sembuh dan kuman anaerob berkembang biak.

3) Oleh kerna penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi kerna berkurangnya daya tahan tubuh. Kuman akan merebak cepat ke seluruh tubuh melalui aliran darah yang bisa mengakibatkan fatal, ini yang disebut sepsis (kondisi gawat darurat). (Yuindartanto, 2008).

2.3.3 Tanda dan Gejala Kaki Diabetes Tanda dan gejala kaki diabetes adalah

1. Sering kesemutan 2. Nyeri kaki saat istirahat 3. Sensasi rasa berkurang 4. Kerusakan jaringan (nekrosis)

(12)

2.3.4 Patofisiologi Kaki Diabetes

Terjadinya kaki diabetes sering kali diawali dengan hiperglikemia di mana sering terjadi kelainan neuropati. Sering pada kondisi begini, terjadi penyempitan pada pembuluh darah disekitar arteri yang sering menyebabkan penurunan sirkulasi yang signifikan ke bagian bawah tungkai dan kaki. Oleh kerna sirkulasi terganggu maka suplai oksigen dan nutrisi juga turut terganggu maka apabila timbulnya kaki diabetik keadaannya semakin memburuk karena luka tidak sembuh. Kadar glukosa yang tinggi (hiperglikemia) menimbulkan pengapuran dan penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis), akibatnya terjadi gangguan peredaran pembuluh darah besar dan kecil yang mengakibatkan sirkulasi darah yang kurang baik. Penyumbatan aliran darah menyebabkan kadar okisigenasi berkurang terutama di daerah kaki. (Yuindartanto, 2008).

Keadaan kaki diabetik adalah disebabkan oleh beberapa faktor seperti sirkulasi darah yang buruk dan neuropati. Beberapa faktor endogen seperti kelainan neuropati dan angiopati. Faktor eksogen seperti trauma dan infeksi memainkan peranan penting dalam kaki diabetik. (Yuindartanto,2008)

Angiopati diabetes disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik, metabolik dan faktor risiko yang lain manakala neuropati diabetes disebabkan insensitivitas atau hilangnya kemampuan untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Pasien yang menderita neuropati lebih rentan mengalami luka kerna tekanan akibat insensitivitas. Apabila luka ini tidak ditangani, maka komplikasi seperti ulserasi dan mungkin juga diamputasi. Neuropati juga dapat menyebabkan deformitas seperti Bunion, Hammer Toes (ibu jari martil), dan Charcot Foot. (Yuindartanto, 2008).

(13)

penyembuhan dan dapat menyebabkan ulkus, infeksi, dan kondisi serius pada kaki. (Yuindartanto, 2008).

Dua faktor utama yang timbulnya kaki diabetik adalah angiopati dan neuropati dimana di ikuti dengan infeksi. Infeksi lebih sering merupakan komplikasi yang menyertai kaki diabetik akibat iskemia atau neuropati. Secara praktis kaki diabetik dikategorikan menjadi 2 golongan yaitu :

1. Kaki Diabetik akibat angiopati / iskemia

Perubahan patologi pada pembuluh darah pada penderita hiperglikemia menyebabkan penebalan tunika intima “hiperplasia membran basalis arteria”, oklusi (penyumbatan) arteria, dan hiperkeragulabilitas atau abnormilitas trombosit, sehingga menghantarkan pelekatan (adhesi) dan pembekuan (agregasi). (Yuindartanto, 2008)

Kadar leukosit pada DM tipe 2 yang tidak normal mengakibatkan fungsi khemotaksis di lokasi radang terganggu. Hal ini menyebabkan fungsi fagositosis dan bakterisid intrasel menurun sehingga apabila ada infeksi mikroorganisma sulit untuk dimusnahkan oleh sistem phagositosis-bakterisid intraseluler. Akhirnya berlaku penebalan tunika arteri yang juga diperberat oleh rheologi darah yang tidak normal. Menurut kepustakaan, adanya peningakatan kadar fibrinogen dan bertambahnya reaktivitas trombosit sering mengakibatkan tingginya agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat, dan memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding arteri yang sudah kaku hingga akhirnya terjadi gangguan sirkulasi. (Yuindartanto,2008)

(14)

Beberapa gejala seperti rasa nyeri pada telapak, kaki pada saat istirahat atau pada waktu malam, tidak dirasai denyutan popliteal ataupun tibial superior merupakan tanda penurunan aliran darah ke kaki. Di samping itu terdapat juga tanda seperti kulit menipis, penebalan kuku, ketiadaan rambut pada tungkai dan kaki bawah serta pucat pada saat kaki diangkat. (Yuindartanto,2008)

2. Kaki Diabetik akibat Neuropati

Neuropati perifer merupakan keaadan lazim terjadi pada pasien yang tidak mengontrol kadar gula darah. Sebanyak 50% keadaan kaki diabetes muncul adalah akibat dari lingkungan yang subur untuk berkembangnya patogen anaerob akibat kurangnya oksigen. (Yuindartanto,2008)

Keadaan seperti insensitivitas dapat berkembang menjadi luka akibat ketidaksadaran dalam memberi tekanan pada tungkai. Apabila luka ringan ini tidak ditangani sehingga tuntas maka ia akan mengakibatkan komplikasi yang lebih buruk seperti diamputasi. (Yuindartanto,2008)

(15)

Kerusakan pada serabut saraf simpatis menyebabkan gangguan saraf otonom. Gangguan saraf otonom ini menyebabkan peningkatan aliran darah malah produksi keringat berkurang atau hilangnya tonus vaskuler. (Yuindartanto,2008)

Apabila terdapat peningkatan aliran darah, vena–vena kaki terdeteksi dan meningkatnya tekanan parsial oksigen di vena. Maka neuropati otonom menyebabkan berkurangnya produksi keringat sehingga kulit mengalami dehidrasi. Dehidrasi kulit menyebabkan kulit penderita pecah - pecah dan mudah terinfeksi dan mengakibatkan ulkus atau gangren. (Yuindartanto,2008)

Distribusi tempat terjadinya kaki diabetik secara anatomik : a) 50% ulkus pada ibu jari

(16)

Gambar 2.1 : Patofisiologi Kaki Diabetes

2.3.5 Klasifikasi Kaki Diabetes

Kaki Diabetik menurut Wagner dibagi menjadi 5 derajat : 1. Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh disertai

dengan pembentukan kalus ”claw” 2. Derajat I : ulkus superfisial terbatas pada kulit

3. Derajat II : ulkus dalam dan menembus tendon dan tulang 4. Derajat III : abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis 5. Derajat IV : gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selullitis

(17)

Gambar 2.2 : Klasifikasi PEDIS International Konsensus pada Kaki

Diabetik

Klasifikasi PEDIS,2003 lebih diterima oleh oleh peniliti di seluruh Negara oleh karena dapat ditentukan kelainan yang dominan, vascular infeksi atau neuropatik sehingga pangolahan kaki optimal. (Waspadji, 2009).

2.3.6 Diagnosa Kaki Diabetes

(18)

7. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik melihat jika terdapat perubahan bentuk kaki, edema, kulit kaki yang menipis, dingin, hilangnya bulu terutama pada tungkai dan punggung kaki, jaringan subkutaneus yang atrofi, kuku menebal, denyutan arteri tibialis posterior dan arteri dorsalis pedis melemah atau menghilang, dijumpai tanda-tanda infeksi, ulserasi, gangren dan osteomyelitis. Terdapat 3 tanda jika terjadi insufiensi vaskuler yaitu pertama apabila posisi tungkai tergantung terdapat perubahan warna yaitu terjadi warna merah (dependent rubor). Kedua, terjadi perubahan warna kaki menjadi pucat bila posisi kaki ditinggikan (pallor on elevation). Ketiga, adanya pemanjangan masa pengisian vena

dan kapiler. Pemeriksaan tungkai dilakukan dengan posisi terlentang, dimana kaki dinaikkan 450 dan dipertahankan sampai salah satu kaki berubah warna menjadi pucat, kemudian penderita didudukan lurus dengan posisi kedua kaki tergantung lalu dilakukan pengukuran pengisian vena kapiler. Pengisian vena kapiler yang normal 15-25 detik, iskemik berat 25-40 detik sangat berat lebih dari 40 detik. (Piliang S,1999 dan Bhargava A,2002).

a. Pemeriksaan Khusus

Terdapat beberapa jenis pemeriksaan khusus diantaranya adalah Angiografi, Doppler Ultrasonik, Platismografi (pulse volume recording), Oksimetri ranskutan, Doppler laser dan Magnetic

Resonance Imaging (MRI) (Piliang S,1999 dan Bhargava A,2002). a) Angiografi

(19)

b) Doppler Ultrasonik

Alat Doppler ini digunakan untuk pemeriksaan Ankle Brachial Pressure Index (ABPI), yaitu rasio tekanan sistolik di

pergelangan kaki dengan tekanan sistolik di pergelangan tangan. Nilai ABPI normal adalah 0.9- 1.1.

c) Pletismografi / Pulse volume recoding

Apabila pulsasi dorsalis arteri pedis sulit didapatkan kerna ABPI tinggi maka digunakan alat Pletismografi dimana memberikan

gelombang yang khas pada segmen oklusi. d) Oksimetri transkutan

Oksimetri transkutan digunakan untuk mengetahui perfusi ke tungkai secara kuantitatif dimana dijumpai perbedaan tekanan partial oksigen transkutan di daerah tungkai dan di daerah badan.

e) Doppler laser

Doppler laser digunakan untuk mengukur kecepatan aliran di pembuluh darah kulit pada tungkai

f) Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI digunakan untuk menilai dan mengevaluasi arteri serta morfologi pembuluh darah.

2.3.7 Perawatan Kaki Diabetes

Perawatan kaki diabetes dapat dilakukan dengan wound control, microbiological control dan pressure control

1) Wound control.

(20)

samping itu, pada luka produktif dan terinfeksi digunakan hidrophilic fiber dressing silver impregnated dressing. Tindakan debrimen harus

dilakukan terlebih dahulu sebelum mengklasifikasikan ulkus PEDIS. Beberapa terapi topikal digunakan untuk mengurangkan infeksi pada ulkus termasuk cairan saline digunakan untuk pembersihan Bagian luka seperti yodine yang diencer dengan senyawa silver merupaka hal yang dilakukan saat dressing. Jika luka tidak lagi terinfeksi dan semakin baik hydrocolloid dressing digunakan untuk beberapa hari. Suasana untuk luka sembuh harus optimal dengan tahapan penyembuhan luka selalu diikuti dalam proses penyembuhan luka. 2). Microbiological Control

Pemberian antibiotik harus dengan spektrum luas kerana umumnya diinfeksi dengan bakteri anaeob dan anerob. Maka sehingga dikenali kuman kelas mana diberikan spektrum luas.

3). Pressure Control

Luka yang selalu mendapat tekanan tidak akan cepat sembuh seperti kaki Charcot. Berbagai cara untuk mencapai keadaan non weight bearing dapat dilakukan dengan :

a) Removable cast walker b) Temporary shoes c) Felt padding

d) Wheelchair (Waspadji, 2009)

Perawatan kaki menjadi bagian dari pencegahan komplikasi dari kaki. Komponen yang terdapat dalam perawatan kaki Diabetes Melitus Tipe 2 termasuk (NDEP, 2014 dan Indian Health Diabetes Best Practise, 2011) :

1. Memeriksa kondisi kaki setiap hari dengan cara : a. Mencuci tangan sebelum memeriksa keadaan kaki.

(21)

c. Kenali adanya bentuk kuku yang tumbuh kearah dalam (ingrown toenails) , kapalan dan kalus

d. Gunakan cermin jika tidak dapat melihat bagian telapak kaki.

e. Jika terdapat tanda-tanda diatas pasien harus segera ke tenaga kesehatan khusus untuk mendapat perawatan kaki lebih awal

2. Menjaga kebersihan kaki dengan cara :

a. Membersihkan dan mencuci kaki setiap hari dengan menggunakan air suam

b. Cek suhu air sebelum digunakan untuk mencuci kaki dengan menggunakan siku jari tangan dicelupkan ke dalam air.

c. Merendamkan kaki dengan air hangat di dalam Waskom selama 2-3 menit

d. Bersihkan dengan menggunakan sabun lembut sampai ke sela-sela

jari sambil dipijit dengan lembut

e. Jika kuku kaki kotor sikat kuku kaki dengan menggunakan sikat kuku dan sabun

f. Membilas kaki dengan menggunakan air hangat .

g. Mengeringkan kaki dengan menggunakan kain bersih yang lembut sampai ke sela jari kaki

h. Saat memakai pelembap, usahakan agar tidak menggosok malah memijat pada telapak kaki.

3. Menggunting kuku kaki dengan baik dan benar dengan cara: a. Menggunting kuku kaki minimal 1 kali dalam seminggu

b. Menggunting kuku kaki dengan hati- hati agar tidak sampai melukai kulit

c. Menggunting kuku kaki sesudah mandi agar kuku keadaan kuku masih lembut

d. Tidak menggunakan pisau cukur atau pisau biasa sewaktu memotong kuku kaki.

(22)

f. Tidak menggunakan cat kuku

g. Kuku kaki yang menusuk daging dan kapalan harus diobati oleh dokter.

4. Penggunaan dan pemilihan alas kaki yang tepat dengan cara :

a. Menggunakan alas kaki baik di dalam rumah ataupun di luar rumah.

b. Gunakan sepatu agar dapat melindungi kaki sepenuhnya.

c. Alas kaki seharusnya terbuat dari bahan yang lembut dan tidak keras.

d. Pilih sepatu dengan ukuran yang sesuai dan ujungnya tertutup. e. Jangan memaksa kaki menggunakan sepatu yang tidak sesuai

dengan ukuran kaki (kebesaran/ kekecilan)

f. Memeriksa bahagian dalam sepatu sebelum dipakai.

g. Bagi wanita, dianjurkan agar tidak memakai kasut tumit tinggi kerana dapat membebani tumit kaki.

h. Jika anda menggunakan sepatu baru, maka harus dipakai dengan beransur –ansur dan hati-hati.

i. Jari kaki harus semua yang masuk ke dalam sepatu dan dalam kondisi tidak menekuk.

j. Dianjurkan untuk memakai kaos kaki pada saat kaki terasa dingin k. Memakai kaos kaki yang bersih dan mengganti setiap hari. Kaos

kaki terbuat dari bahan wol atau katun dan tidak dari sintetik kerana bahan ini menyebabkan kaki berkeringat.

5. Pencegahan cedera pada kaki :

a. Sentiasa memakai alas kaki yang lembut baik didalam ruangan maupun di luar ruangan.

b. Selalu memeriksa bahagian dalam sepatu atau alas sebelum memakainya.

(23)

d. Hindari dari merokok kerana akan menyebabkan kurangnya sirkulasi darah ke kaki .

e. Hindari menekuk kaki atau melipat kaki terlalu lama.

f. Hindari berdiri dalam posisi kaki yang sama untuk waktu yang lama

g. Melakukan senam kaki dengan rutin.

h. Memeriksa diri secara rutin ke dokter dan memeriksa kaki setiap kontrol walaupun ulkus kaki diabetik sudah sembuh.

6. Pengelolaan cedera awal pada kaki :

a. Jika ada lecet, tutup luka atau lecet tersebut dengan kain kasa kering setelah diberikan antiseptic (povidon iodine ) di area yang luka.

b. Menangani kesehatan kaki diabetes yang tidak sembuh dengan

mencari Tim kesehatan khusus.

Tindakan pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut : (Waspadji,2009).

1. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada 2. Derajat I-IV : pengelolaan medik dan tindakan bedah minor

3. Derajat V : tindakan bedah minor, bila gagal dilanjutkandengan tindakan bedah mayor seperti amputasi diatas lutut atau amputasi bawah lutut.

Beberapa tindakan bedah khusus diperlukan dalam pengelolaan kaki diabetik ini, sesuai indikasi dan derajat lesi yang dijumpai seperti :

1. Insisi : abses atau selullitis yang luas 2. Eksisi : pada kaki diabetik derajat I dan II

3. Debridement/nekrotomi : pada kaki diabetik derajat II, III, IV dan V 4. Mutilasi : pada kaki diabetik derajat IV dan V

(24)

Selain itu, dilakukan juga revaskularisasi. Di dalam revaskularisasi dilakukan wound control,mikrobiological control dan pressure control. Revaskularisasi dianjurkan saat klaudikasio intermiten jika kemungkinan kesembuhan luka rendah. Sebelum tindakan revaskularisasi diperlukan pemeriksaan arteriografi untuk mendapat gambaran pembuluh darah yang jelas. (Waspadji, 2009).

Gambar

Gambar 2.1 : Patofisiologi Kaki Diabetes
Gambar 2.2 : Klasifikasi PEDIS  International Konsensus pada Kaki

Referensi

Dokumen terkait

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor

The algorithm is based on the fact that floodplain flow is approximated as a two dimensional diffusion wave; this implies the calculation of two spatial aspects of

This proposed geospatial modelling approach can be used by city planners to design and visualize various urban scenarios.. Future work can incorporate more

[r]

Penelitian Ahmad Nashih Luthi, Farhan Mahfuzhi, Anik Iftitah berjudul “Menerjemahkan secara Teknis: Kendala Penertiban Tanah Terlantar di Kabupaten Blitar” melakukan

PENGGUNAAN LINGKUNGAN SEKOLAH SEBAGAI MEDIA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES DAN KETERAMPILAN MENULIS SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK DI KELAS RENDAH

PSM may strengthen the positive relationship between personal resources (e.g., optimism and self-effi cacy) and work engagement because public servants with high levels of

[r]